Anda di halaman 1dari 9

PENGERTIAN WAHAM

Waham (Delusi), yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan, semacam itu merupakan
simtom-simtom positif yang umum pada skizofrenia.
Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu
merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak
cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, keyakinan tersebut dipertahankan
secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah. Mayer-Gross dalam Maramis (1998) membagi
waham dalam 2 kelompok, yaitu primer dan sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis,
tanpa penyebab dari luar. Sedangkan waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat
diikuti dan merupakan cara untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain, waham dinamakan
menurut isinya, salah satunya adalah waham kebesaran.
Waham juga memiliki beberapa bentuk. Beberapa diantaranya digambarkan oleh psikiater
berkebangsaaan Jerman Kurt Schneider (1959). Gambaran delusi dibawah ini dikutip oleh
Mellor (1970).

1. 1. Pasien yakin bahwa pikiran yang bukan berasal dari dirinya dimasukkan kedalam
pikirannya oleh suatu sumber eksternal.

Seorang ibu rumah tangga berusia 25 tahun berkata, “Saya melihat keluar jendela dan saya
berpikir taman dihalaman tampak indah dan rumputnya tampak bagus, namun pikiran Eamonn
Andrews masuk kedalam pikiran saya. Tidak ada pikiran lain disana, hanya pikirannya. Ia
memperlakukan pikiran saya seperti layar dan menayangkan berbagai pikirannya dilayar
tersebut seperti anda menayangkan suatu gambar.”( Hlm. 17)

1. 2. Pasien yakin bahwa pikiran mereka disiarkan dan ditransmisikan sehingga orang lain
mengetahui apa yang mereka pikirkan.

Seorang mahasiswa berusia 21 tahun (mengetahui bahwa) “ketika saya berpikir, pikiran saya
keluar dari kepala saya melalui sejenis pita transmisi mental. Semua orang disekeliling saya
hanya perlu memasukkan pita tersebut kedalam pikiran mereka dan mereka dapat mengetahui
semua pikiran saya”. ( Hlm. 17)

1. 3. Pasien berpikir bahwa pikiran mereka telah dicuri, secara tiba-tiba dan tanpa terduga,
oleh suatu kekuatan eksternal.

Seorang perempuan berusia 22 tahun (menggambarkan pengalaman seperti berikut). “Saya


sedang memikirkan ibu saya, dan tiba-tiba pikiran saya disedot keluar dari kepala saya dengan
alat penyedot yang dapat menembus tengkorak kepala, dan tidak ada yang tersisa dikepala
saya, kepala saya menjadi kosong”.( Hlm. 16-17)

1. 4. Beberapa pasien yakin bahwa perasaan atau perilaku mereka dikendalikan oleh suatu
kekuatan eksternal.
Seorang juru ketik steno berusia 29 tahun menggambarkan berbagai tindakannya (yang paling
sederhana) sebagai berikut: “ketika saya mengulurkan tangan untuk mengambil sisir, tangan
dan lengan saya lah yang bergerak, dan jari-jari saya mengambil pena, namun saya tidak
mengendalikannya. Saya duduk mengamati mereka bergerak, dan mereka cukup mandiri, apa
yang mereka lakukan tidak ada hubungannya dengan saya. Saya hanya sebuah boneka yang
dimanipulasi oleh tali kosmik. Ketika tali-tali tersebut ditarik maka tubuh saya bergerak dan
saya tidak dapat mencegahnya”. ( Hlm. 17)
Meskipun waham terjadi pada lebih dari separuh orang yang menderita skizofrenia, namun juga
terjadi dikalangan pasien dengan berbagai diagnosis lain, terutama, mania, depresi delusional,
dan gangguan waham. Meskipun demikian, waham yang dialami pasien skizofrenia seringkali
lebih aneh dibanding delusi yang dialami para pasien berbagai ketegori diagnostik lain tersebut;
yaitu, waham pada psien skizofrenia sangat tidak mungkin, seperti yang terlihat dalam gambaran
waham diatas (Junginger, Barker, & Coe, 1992).
ETIOLOGI
Psikologis
Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman diri, rasa tidak
mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung
sampai, merupakan sumber dari waham. Waham dapat berkembang jika terjadi nafsu kemurkaan
yang hebat, hinaan dan sakit hati yang mendalam (Kartono, 1981).
Menurut Carpenito (1998), klien dengan waham memproyeksikan perasaan dasarnya dengan
mencurigai. Pada klien dengan waham kebesaran terdapat perasaan yang tidak adekuat serta
tidak berharga. Pertama kali mengingkari perasaannya sendiri, kemudian memproyeksikan
perasaannya kepada lingkungan dan akhirnya harus menjelaskan kepada orang lain. Apa yang
seseorang pikirkan tentang suatu kejadian mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Beberapa
perubahan dalam berpikir, perasaan atau perilaku akan mengakibatkan perubahan yang lain.
Dampak dari perubahan itu salah satunya adalah halusinasi,dapat muncul dalam pikiran
seseorang karena secara nyata mendengar, melihat, merasa, atau mengecap fenomena itu, sesuai
dengan waktu, kepercayaan yang irasional menghasilkan ketidakpuasan yang ironis, menjadi
karakter yang “Wajib” dan “Harus”.
Sosiokultural
Selama bertahun-tahun kita telah mengetahui bahwa angka kejadian tertinggi skizofrenia
terdapat diwilayah pusat kota yang dihuni oleh masyarakat dari kelas-kelas sosial terendah (a.l.,
Harvey dkk., 1996; Hollingshead & Redlich, 1958; Srole dkk., 1962).
Korelasi antara kelas sosial dan skizofrenia memiliki konsistensi, namun sulit untuk
menginterpretasinya secara kausal. Beberapa orang percaya bahwa stresor yang berhubungan
dengan kelas sosialrendah dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap terjadinya skizofrenia
yaitu hipotesis sosiogenik. Perlakuan merendahkan yang diterima seseorang dari orang lain,
tingkat pendidikan rendah, dan kurangnya penghargaan serta kesempatan secara bersamaan dapat
menjadikan keberadaan seseorang dalam kelas sosial rendah sebagai kondisi yang penuh stres
yang dapat membuat seseorang menderita skizofrenia.
Biologis
Skizofrenia paranoid disebabkan kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon/ oleh
perubahan- perubahan post mortem/ merupakan artefak pada waktu membuat sediaan. Gangguan
endokrin juga berpengaruh, pada teori ini dihubungkan dengan timbulnya skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimaterium. Begitu juga dengan
gangguan metabolisme, hal ini dikarenakan pada orang yang mengalami skizofrenia tampak
pucat dan tidak sehat, ujung ekstremitas sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan
menurun. Teori ini didukung oleh Adolf Meyer yang menyatakan bahwa suatu konstitusi yang
inferior/ penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia paranoid (Maramis,
1998).
Menurut Schebel (1991) dalam Townsend (1998) juga mengatakan bahwa skizofrenia
merupakan kecacatan sejak lahir, terjadi kekacauan dari sel-sel piramidal dalam otak, dimana sel-
sel otak tersusun rapi pada orang normal.
Gangguan neurologis yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis sering berhubungan
dengan kejadian waham. Waham oleh karena gangguan neurologis yang tidak disertai dengan
gangguan kecerdasan, cenderung memiliki waham yang kompleks. Sedangkan waham yang
disertai dengan gangguan kecerdasan sering kali berupa waham sederhana (Kaplan dan Sadock,
1997).
TIPE-TIPE WAHAM
Menurut Kaplan dan Sadock (1997), tipe-tipe waham antara lain:
1. Tipe Eritomatik. Klien dicintai mati-matian oleh orang lain, biasanya orang yang sangat
terkenal, seperti artis, pejabat, atau atasanya. Klien biasanya hidup terisolasi, menarik diri, hidup
sendirian dan bekerja dalam pekerjaan yang sederhana.
2. Tipe Kebesaran (magalomania): yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki bakat,
kemampuan, wawasan yang luar biasa, tetapi tidak dapat diketahui.
3. Waham Cemburu. Yaitu misalnya cemburu terhadap pasanganya. Tipe ini jarang ditemukan
(0,2%) dari pasien psikiatrik. Onset sering mendadak, dan hilang setelah perpisahan/ kematian
pasangan. Tipe ini menyebapkan penyiksaan hebat dan fisik yang bermakna terhadap pasangan,
dan kemungkinan dapat membunuh pasangan, oleh karena delusinya.
4. Waham Kejar. Keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti oleh orang lain. Tipe ini
paling sering ditemukan pada gangguan jiwa. Dapat berbentuk sederhana, ataupun terperinci, dan
biasanya berupa tema yang berhubungan difitnah secara kejam, diusik, dihalang-halangi,
diracuni, atau dihalangi dalam mengejar tujuan jangka panjang.
5. Tipe Somatik atau Psikosis Hipokondrial Monosimptomatik. Perbedaan dengan hipokondrial
adalah pada derajat keyakinan yang dimiliki klien. Menetapnya waham somatik yang tidak kacau
tanpa adanya gejala psikotik lainya menyatakan gangguan delosional/ waham tipe somatik.
PENANGANAN
Penanganan Biologis
Terapi Obat (Farmakoterapi). Perkembangan terpenting dalam terapi untuk skozofrenia adalah
penemuan obat-obatan pada tahun 1950-an yang secara kolektif disebut obat-obatan antipsikotik,
yang juga disebut neuroleptik karena menimbulkan efek samping yang sama dengan simtom-
simtom penyakit neurologis.
Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat
darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular.
Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu,
anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering
adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan
perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan
bukan hilangnya waham pada klien.
Penanganan Psikologis
Psikoterapi. Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.
Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun
menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis
harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan
adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat
meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan
dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan
menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-
ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus mampu
menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa
sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya,
sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien
memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan
dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan
kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas
terpeutik dapat dilakukan.
Terapi Keluarga. Pemberian terapi perlu menemui atau melibatkan keluarga klien, sebagai
partner dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu terapis
dan membantu perawatan klien. Beberapa hal yang diberikan terapis kepada keluarga klien:

1. 1. Edukasi tentang skizofrenia, terutama yang kerentanan biologis yang mempredisposisi


seseorang terhadap penyakit tersebut, berbagai masalah kognitif yang melekat dengan
skozofrenia, simtom-simtomnya, dan tanda-tanda akan terjadinya kekambuhan.

2. 2. Informasi tentang dan pemantauan berbagai efek pengobatan antipsikotik.

3. 3. Menghindari saling menyalahkan, terutama mendorong keluarga untuk tidak


menyalahkan diri sendiri maupun pasien atas penyakit tersebut dan atas kesulitan yang dialami
seluruh keluarga dalam menghadapi penyakit tersebut.

4. 4. Memperbaiki komunikasi dan keterampilan penyelesaian masalah dalam keluarga.

5. 5. Medorong keluarga dan pasien untuk memperluas kontak sosial mereka.

6. 6. Menanamkan sebentuk harapan bahwa segala sesuatu dapat menjadi lebih baik,
termasuk harapan bahwa pasien bisa untuk tidak kembali dirawat kembali di rumah sakit.

Terapi Individual. Hogarty (1995) menyebutkan terapi personal adalah suatu pendekatan
kognitif behavioral berspektrum luas terhadap multiplisitas masalah yang dialami para pasien
skizofrenia yang telah keluar dari rumah sakit. Terapi individualisti ini dilakukan perorangan
maupun dalam kelompok kecil. Satu elemen utama dalam pendekatan ini, adalah bahwa
penurunan jumlah reaksi emosi para anggota keluarga menurunkan tingkat kekambuhan setelah
keluar dari rumah sakit, adalah mengajari pasien bagaimana mengenali afek yang tidak sesuai.
Para pasien juga diajari untuk memerhatikan tanda-tanda kekambuhan meskipun kecil, seperti
penarikan diri dari kehidupan sosial atau intimidasi yang tidak pantas kepada orang lain, dan
mereka mempelajari berbagai keterampilan untuk mengurangi masalah-masalah tersebut.
Sumber Referensi:
Davison, G.C., Neale, John M., & Kring, ANN M. Psikologi Abnormal Edisi Ke-9.
Nevid, J., Rathus, S., & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta: Erlangga

1. Pengertian
Gangguan waham adalah satu gangguan psikiatri yang didominasi oleh gejala-gejala waham.
Waham pada gangguan waham bisa berbentuk: kebesaran, penganiayaan, cemburu, somatic, atau
campuran.
Waham merupakan suatu keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan
kenyataan (dunia realitas), serta dibangun atas unsur-unsur yang tak berdasarkan logika, namun
individu tidak mau melepaskan wahamnya walaupun ada bukti tentang ketidakbenaran atas
keyakinan itu. Keyakinan dalam bidang agama dan budaya tidak dianggap sebagai waham.
2. Epidemiologi
Prevalensi gangguan waham di Amerika Serikat diperkirakan 0,025 sampai 0,03
persen.gangguan waham lebih jarang dari pada skizofrenia dan gangguan afektif. Usia onset
kira-kira 40 tahun, rentang usia untuk onset dari 18 tahun sampai 90 tahunan, terdapat lebih
banyak pada wanita
3. Etiologi
Penyebab sebenarnya tidak diketahui.ada beberapa factor:
a. Factor biologi:
• Penyakit fisik (misal: tumor otak)
• Kelainan neurologic (system limbic dan ganglia basalis)
b. Factor psikodinamik:
• Isolasi sosial
• Hipersensitif (reaksi farmasi, proyeksi dan denial)

4. Diagnosis
Pedoman diagnostik gangguan waham (F22.0)
• Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling mencolok.
Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu system waham) harus sudah ada
sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan budaya
setempat
• Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap mungkin terjadi secara
intermitten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat
gangguan afektif itu
• Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak
• Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat sementara
• Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siaran pikiran, penumpulan
afek, dsb)
Waham dapat berbentuk:
a. Waham yang sistematik
Yaitu waham yang sesudah dianalisis, memperlihatkan suatu pola sentral tertentu yang kemudian
dibesar-besarkan atau ditambah-tambah secara rapi menjadi sistematik. Walaupun unsur-unsur
dasarnya salah dan tak logis, akhirnya diperoleh suatu waham yang telah terbentuk dan
berkembang secara konsekuen
b. Waham yang non sistematik
Waham yang bekembang secara luas, tetapi tidak memperlihatkan suatu pola sentral tertentu
c. Waham kebesaran (delusi megaloman)
Waham yang ekspansif, hendak meyakinkan orang tentang kebesaran daripada individu
bersangkutan (seperti jadi tuhan, presiden, panglima besar, dan sebagainya)
d. Waham kehinaan (delusi nihilistic)
Waham yang hendak meyakinkan orang tentang sifat hina diri, rendah, miskin, hampa, sia-sia
dan sebagainya daripada individu yang bersangkutan, hal yang mana sama sekali bertentangan
dengan kenyataan
e. Waham tuduhan diri
Keyakinan berdosa dan bersalah yang irrealistik dan irrasional. Konsekuensinya adalah
kepercayaannya bahwa sudah selayaknya ia harus dihukum berat atau menjalani hukuman mati
sekalipun
f. Waham kejaran (delution of persecution)
Waham individu itu senantiasa dikejar-kejar oleh orang atau sekelompok yang bermaksud
berbuat jahat kepadanya
g. Waham sindiran
Waham bahwa individu yang bersangkutan itu selalu disindir oleh orang-orang disekitarnya.
Biasanya individu yang memiliki waham sindiran itu mencari-cari hubungan antara dirinya
dengan individu-individu sekitarnya yang bermaksud menuduh atau menyindir hal-hal yang tak
senonoh kepada dirinya
Ada beberapa tambahan jenis-jenis gangguan waham:
a. Erotomania: waham cinta, biasanya terhadap orang-orang terkenal (bintang film, pejabat)
b. Kebesaran (megalomania): punya kelebihan, kekuatan, kekuasaan; penemuan penting; waham
keagamaan (pemimpin umat, nabi)
c. Cemburu: paranoia, lebih sering pada laki-laki
d. Penganiayaan: paling sering; pemarah, benci, menyakiti
e. Somatik: dikenal sebagai psikosis hipokondriakal monosimptomatik; sering infeksi (bakteri,
virus, parasit); dysmorphofobia (bentuk tidak serasi pada hidung dan dada); bau badan (kulit,
mulut, vagina, dsb)
Gangguan afektif dibedakan dengan gangguan waham. Gangguan mood bisa sejalan dengan
wahamnya, tapi gangguan waham tidak menunjukkan gejala afektif yang menetap seperti pada
gangguan mood
5. Gambaran Klinis
Status mental
• Deskripsi umum
Orang dengan gangguan waham biasanya berdandan dengan baik dan berpakaian baik, tanpa
adanya bukti adanya disintegrasi nyata pada kepribadian atau aktivitas harian .Tetapi mungkin
saja terlihat eksentrik, aneh, pencuriga, atau bermusuhan
• Mood, perasaan dan afek
Mood penderita gangguan waham konsisten dengan isi wahamnya. Seorang poenderita dengan
waham kebesaran adalah euphoria, seoraang penderita dengan waham kejar adalah pencuriga
• Gangguan persepsi dengan gangguan waham tidak memiliki halusinasi yang menonjol atau
menentap. Menurut DSM-IV waham raba tau cium mungkin ditemukan jika hal tersebut adalah
konsisten dengan waham, sebagai contohnya wahan aromatik tentang bau badan
• Pikiran
Gangguan pikiran pada waham merupakan gejala utama dari gangguan waham biasanya
sistematis dan karakteriatiknya adalah dimungkinkan.
Sensorium dan kognisi
• Orientasi
Penderita dengan gangguan waham tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali pada mereka
yang memiliki waham spesifik tentang orang, tempat dan waktu
• Daya ingat
Daya ingat dan kondisi kognitif lainnya adalah intak pada pasien dengan gangguan waham
• Kejujuran
Penderita dengna gangguan waham biasanya dapat dipercaya informasinya,kecuali jika hal
tersebut membahayakan wahamnya,
6. Differensial diagnosis
• Penyakit fisik dan neurologic sering disertai dengan waham (ganglia basalis, system limbic)
• Delirium
• Demensia
• Penyalahgunaan alcohol
• Malingering
• Skizofrenia
• Gangguan obsesif kompulsif, gangguan somatoform, dan gangguan kepribadian paranoid

7. Penatalaksanaan:
• Perawatan di rumah sakit dilakukan dengan tujuan:
a Pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap poada penderita untuk menentukan apakah
terdapat kondisi medis nonpsikiatirik yang menyebabkan gangguan waham
b Kemampuan untuk pengandalian impuls kekerasan seperti bunuh diri dan membunuh
c Perilaku penderita yang telah mempengaruhi kemampuannya untuk berfungsi dala keluarga
dan pekerjaannya
• Farmakoterapi
haloperidol, pimozide, lithium, carbamazepin, valproate, risperidon, clozail
• Psikoterapi
8. Prognosis
• 50% sembuh dengan pengobatan
• 20% pengurangan gejala
• 30% tidak ada perbaikan
• <25 % menjadi skizofrenia
• <10% menjadi gangguan mood
Factor yang berhubungan dengan prognosis yang baik
• Tingkat pekerjaan
• Penyesuaian fungsional yang tinggi
• Jenis kelamin (wanita)
• Onset sebelum usia 30 tahun
• Onset terjadi tiba-tiba
• Lama penyakit singkat
• Adanya factor pencetus
• Waham kejar, somatic dan erotic diperkirakan memiliki prognosi yang lebih baik daripada
pasien dengan wahan kebesaarn dan cemburu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.1995.Jakarta;


depkes;120-122
2. Sadock, dkk. Sinopsis Psikiatri.1997.Jakarta; Bina aksara;757-770

Anda mungkin juga menyukai