Menurut Carpenito (1998), klien dengan waham memproyeksikan perasaan dasarnya dengan mencurigai. Pada klien dengan waham kebesaran terdapat perasaan yang tidak adekuat serta tidak berharga. Pertama kali mengingkari perasaannya sendiri, kemudian memproyeksikan perasaannya kepada lingkungan dan akhirnya harus menjelaskan kepada orang lain. Apa yang seseorang pikirkan tentang suatu kejadian mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Beberapa perubahan dalam berpikir, perasaan atau perilaku akan mengakibatkan perubahan yang lain. Dampak dari perubahan itu salah satunya adalah halusinasi,dapat muncul dalam pikiran seseorang karena secara nyata mendengar, melihat, merasa, atau mengecap fenomena itu, sesuai dengan waktu, kepercayaan yang irrasional menghasilkan ketidakpuasan yang ironis, menjadi karakter yang Wajib dan Harus. 3) Genetik Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini dibuktikan dengan penelitian pada keluarga-keluarga yang menderita skizofrenia dan terutama anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri sebesar 0,9 1,8%, saudara kandung 7 15%, anak dengan salah satu orang tua yang mengalami skizofrenia 7 16%, bila kedua orang tua mengalami skizofrenia 40 68%, kembar dua telur (heterozygot) 2-15%, kembar satu telur (monozygot) 61-86% (Maramis, 1998). b. Presipitasi Faktor ini dapat bersumber dari internal maupun eksternal. Stresor sosiokultural Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya (Stuart, 1998) Stresor psikologis Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari waham. Waham dapat berkembang jika terjadi nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati yang mendalam (Kartono, 1981). Proses terjadinya waham Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima didalam dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas, telah dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran merupakan regresi perasaan maha kuasa dari anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak dapat disangkal dan dihilangkan (Kaplan dan Sadock, 1997). Cameron, dalam Kaplan dan Sadock, (1997) menggambarkan 7 situasi yang memungkinkan perkembangan waham, yaitu : peningkatan harapan, untuk mendapat terapi sadistik, situasi yang meningkatkan ketidakpercayaan dan kecurigaan, isolasi sosial, situasi yang meningkatkan kecemburuan, situasi yang memungkinkan menurunnya harga diri (harga diri rendah), situasi yang menyebabkan seseorang melihat kecacatan dirinya pada orang lain, situasi yang meningkatkan kemungkinan untuk perenungan tentang arti dan motivasi terhadap sesuatu. Gejala- gejala waham Jenis skizofrenia paranoid mempunyai gejala yang khas yaitu waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi (Maramis, 1998). Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kondisi klien yang mengalami waham adalah: a. Status mental Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
1) 2)
3) Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga. 4) Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal. 5) Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan. 6) Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar. b. Sensori dan kognisi Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi. Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh). Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya. Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan. Tipe-tipe waham a. Menurut kaplan dan sadock (1997), tipe-tipe waham antara lain: Tipe Eritomatik: klien dicintai mati-matian oleh orang lain, biasanya orang yang sangat terkenal, seperti artis, pejabat, atau atasanya. Klien biasanya hidup terisolasi, menarik diri, hidup sendirian dan bekerja dalam pekerjaan yang sederhana. Tipe kebesaran (magalomania):yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki bakat, kemampuan, wawasan yang luar biasa, tetapi tidak dapat diketahui. Waham cemburu, yaitu misalnya cemburu terhadap pasanganya. Tipe ini jarang ditemukan (0,2%) dari pasien psikiatrik. Onset sering mendadak, dan hilang setelah perpisahan/ kematian pasangan. Tipe ini menyebapkan penyiksaan hebat dan fisik yang bermakna terhadap pasangan, dan kemungkinan dapat membunuh pasangan, oleh karena delusinya. Waham kejar : keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti oleh orang lain. Tipe ini paling sering ditemukan pada gangguan jiwa. Dapat berbentuk sederhana, ataupun terperinci, dan biasanya berupa tema yang berhubungan difitnah secara kejam, diusik, dihalang-halangi, diracuni, atau dihalangi dalam mengejar tujuan jangka panjang. Waham tipe somatik atau psikosis hipokondrial monosimptomatik. Perbedaan dengan hipokondrial adalah pada derajat keyakinan yang dimiliki klien. Menetapnya waham somatik yang tidak kacau tanpa adanya gejala psikotik lainya menyatakan gangguan delosional/ waham tipe somatik. Tahap-tahap halusinasi Menurut Townsend (1998) tahap dari halusinasi antara lain : Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan) Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas; individu mengetahui bahwa pikiran yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya dapat diatasi (nonpsikotik). Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara,gerakan mata yang cepat, respon verbal yang lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan. Condemning (secara umum halusinasi menjijikan) Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik). Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas. Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa)
1) 2) 3) 4)
1)
2) 3)
4)
5)
Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir (psikotik). Perilaku pasien yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain,rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dan ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk. Conquering (secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan jumlah pasien yang masuk adalah delusi). Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik (psikotik). Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror seperti panik, sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang. 7. Penatalaksanaan a. Farmakoterapi Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998) antara lain : 1) Anti Psikotik Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain : a) Chlorpromazine Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 325 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral. b) Trifluoperazine Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal : 31 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari. c) Haloperidol Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis awal : 30,5 mg sampai 3 mg. Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien. 2) Anti parkinson Triheksipenydil (Artane) Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari Difehidamin Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari 3) Anti Depresan Amitriptylin Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari. Imipramin Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari. 4) Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain: Fenobarbital : 16-320 mg/hari Meprobamat : 200-2400 mg/hari Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari b. Psikoterapi Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas. Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan. c. Terapi Keluarga Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien. 8. Diagnosa Medis a. Penentuannya mengikuti diagnosa multiaksila yang terdiri dari 5 aksis Aksis I : gangguan klinis Aksis II : gangguan kepribadian Aksis III : kondisi medik umum Aksis IV : Masalah Psikososial dan lingkungan Aksis V : penilaian peran dan fungsi 1 tahun terakhir b. Tujuan dari diagnosa multiaksila Mencakup informasi yang komprehensif (gangguan jiwa, kondisi medik umum, masalah psikososial, dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat membantu dalam a) Perencanaan terapi b) Meramalkan Outcame atau prognosis Format yang mudah dan sistematik, sehingga dapat membantu dalam : Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis Menangkap kompleksitas situasi klinis Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosa klinis yang sama. Memacu penggunaan Model Bio-Psiko-Sosialdalam klinis, pendidikan dan penelitian (PPDGJ -III, 2002)
1. 2. 3.
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta DepKes RI, (1989). Petunjuk Teknik Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Skizofrenia, Direktorat Kesehatan Jiwa, Jakarta. Keliat, B.A, (1994). Seri Keperawatan Gangguan Konsep Diri, Cetakan II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4. 5.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa(terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta