Anda di halaman 1dari 2

BABAD PURBALINGGA (12) :

LAHIRNYA KESENIAN BRAEN

Pernah Pangeran Mahdum Kusen pada suatu hari dipanggil oleh Adipati Onje. Tidak
jelas apa sebenarnya maksud panggilan itu. Tetapi Pangeran Mahdum Kusen
menolaknya dengan alasan meskipun desa Rajawana termasuk kekuasaan Kadipaten
Onje, namun desa ini sebenarnya adalah milik Alloh. Didesa ini dirinya tak akan
berbuat jahat. Apabila sang Adipati menghendaki bertemu,harap datang saja ke desa
Rajawana. Ia bersedia menmuinya.

Penolakan itu ternyata dianggapnya sebagai suatu penghinaan. Atas kemarahannya,


Adipati Onje lalu mengirimkan pasukan untuk menangkap Pangeran Mahdum Kusen.
Tetapi sial, sebelum memasuki desa Rajawana pasukan Onje keburu kemalaman.

Akhirnya kedatangan pasukan ini dapa diketahui oleh masyarakat Rajawana termasuk
Pangeran Mahdum Kusen sendiri. Oleh karena itu Pangeran Mahdum
Kusenmengumpulkan beberapa orang wanita agar membunyikan rebana diserambi
muka. Sedangkan ia sendiri melakukan sholat hajat didalam kamar.
Bersamaan dengan terdengarnya suara rebana, ribuan ekor tawon gung dengan secara
tiba-tiba dan serempak terbang melabrak prajurit-prajurit Onje yang tengah bersiap-
siap bermalam di tepi salah satu sungai. Karena tak tahan menghadapi binatang-
binatang bersengat, terpaksa mereka lari tungang langgang dan pulang kembali ke
Onje.

Pemukulan rebana ini hingga sekarang disebut “BRAEN”, merupakan kesenian khas
desa Rajawana dan sekitarnya

Anda mungkin juga menyukai