Kelas: 9.10
Buah Kejujuran
Pak Karso bersama istrinya tinggal di desa terpencil dan menanam sayur-
sayuran serta buah-buahan di ladang.
Pemuda itu menanyakan kembali tentang dimanakah letak buah kejujuran itu. Pak
Karso menjawab bahwa buah itu belum matang dan belum dapat dipetik. Karena
itu, si pemuda harus bersabar dan tinggal di sana beberapa hari bersama Pak
Karso dan istrinya.
Ternyata pemuda itu sangat malas dan lebih suka tidur-tiduran saja,
bahkan ketika Pak Karso dan istrinya bekerja keras bersama di ladang. Kemudian
suatu hari, Pak Karso meminta tolong kepada pemuda itu untuk mengantarkan
makanan ke tetangga. Pemuda itu mengatakan bahwa kakinya sedang sakit dan ia
tidak bisa berjalan. Padahal itu hanya bohong belaka.
Pak Karso hanya diam saja mendengar jawaban pemuda itu, padahal beliau
tahu bahwa si pemuda baru saja berbohong padanya. Seminggu setelahnya,
pemuda itu kembali menanyakan apakah buah kejujuran itu sudah matang atau
belum. Pak Karso menjawab bahwa buah itu masih belum matang. Pemuda itu
kembali menanyakan mengapa buah itu belum juga matang. Lalu, Pak Karso
menjawab, jika ada di antara mereka yang berbohong, maka buah kejujuran itu
akan menjadi semakin mentah. Pemuda itu pun terdiam saat ia sadar sudah
pernah berbohong kepada Pak Karso.
Suatu hari, pemuda itu pergi menggantikan Pak Karso berjualan di pasar.
Namun, ia belum juga pulang hingga sore. Pak Karso terus-terusan menunggu
pemuda itu. Sampai sudah menjelang malam, barulah pemuda itu pulang. Pak Karso
menanyakan mengapa si pemuda pulang terlambat. Si pemuda pun menjelaskan
bahwa ada seorang ibu yang membeli sayur di pasar dan uang pembayarannya
kelebihan beberapa keping. Pemuda itu berusaha mengembalikan kelebihan uang
ke rumahnya dan akhirnya pulang terlambat.
Beberapa bulan sudah berlalu. Pak Karso merasa terkejut ketika seorang
pangeran datang ke rumahnya. Beliau pun langsung memberi hormat. Pangeran itu
memegang bahu Pak Karso dan mengatakan bahwa ia adalah pemuda yang dulu
mencari buah kejujuran. Pak Karso merasa begitu senang dan lega karena ia telah
berhasil mendidik pangeran itu. Suatu saat, sang Pangeran pasti akan menjadi
raja yang baik.