TIM PENYUSUN
1. ACHMAD BUDIARTO (01) 2. ARDIAN CIPTA RUKMANA (08) 3. ARIEF FAJAR MURSITO (09) 4. ARINTA IGA SAPUTRI (10) 5. ERITA NUZUL NUR ADRIANI (18) 6. HERWIN KURNIAWATI (23) 7. LUHUR FEBRIANSYAH (24) 8. RADITYA PATRIADINATA (30) 9. RIFKI SINGGIH (32)
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA BINTARO UTAMA SEKTOR V JAKARTA SELATAN 2012
DAFTAR ISI
BURUNG PARAKEET - 3 SI KEPAR - 7 ASAL USUL TARI GUEL ACEH - 14 MENTIKO BETUAH - 19 TUJUH ANAK LELAKI - 30 BUNGONG MEULU DAN BUNGONG PEUKEUN - 40
BURUNG PARAKEET
parakeet. Raja burung parakeet memiliki bulu dan paruh yang cantik, gagah dan indah. Oleh sebab itulah dia diangkat
menjadi raja dikalangan burung parakeet. Pada suatu hari datang seorang pemburu yang ingin menangkap burungburung parakeet. Mengetahui hal itu semua burung parakeet menjadi risau sebab pemburu itu merupakan orang yang handal dalam menjebak burung. Sudah banyak jenis burung lain yang masuk dalam perangkapnya dan tidak akan selamat. Burung-burung yang sudah ditangkap itu biasanya di jual atau dimakan oleh si pemburu. Raja burung parakeet menjadi risau dan coba untuk mencari akal bagaimana caranya supaya tidak masuk perangkap pemburut tersebut. Namun, raja burung parakeet tidak menemukan jalan sehingga banyaklah rakyat burung parakeet yang masuk perangkap sang
BURUNG PARAKEET
pemburu. Raja burung parakeet menjadi sedih lalu timbul ide untuk mengelabui si pemburu. Dia memerintahkan pada rakyat burung parakeet yang sudah masuk
perangkap si pemburu agar berpura-pura mati. Rakyat burung parakeet setuju, ketika keesokan harinya
pemburu datang kembali ke hutan dan bermaksud untuk mengambil burung-burung yang sudah terjebak. Melihat semua burung-burung itu mati si pemburu menjadi kesal dan kemudian mengeluarkan semua burung dari
perangkapnya. Setelah semua burung keluar dari sangkar dengan serentak burung-burung itu terbang ke udara. Kumpulan burung parakeet itu dapat menipu si pemburu berkat ide dari raja mereka. Namun sayangnya ada satu burung yang tidak berhasil lolos dari si pemburu, dia adalah raja burung parakeet sendiri. Si pemburu merasa senang karena walaupun semua burung terlepas tapi dia masih memiliki burung parakeet yang sangat cantik. Raja burung parakeet tidak bisa berbuat apa-apa. Dia di bawa pulang oleh si pemburu. Sesampainya ingin di rumah raja pemburu burung
tersebut
bermaksud
memakan
BURUNG PARAKEET
parakeet. Mengetahui hal ini raja burung parakeet tidak kehilangan akal dia mengajukan syarat kepada si
pemburu. Syarat itu adalah bahwa raja burung parakeet akan bernyanyi untuk si pemburu setiap hari sampai rasa penat si pemburu hilang. Mendengar perkataan raja burung parakeet si pemburu setuju dan tidak jadi memakannya. Maka sejak saat itu raja burung parakeet akan bernyanyi setiap hari sampai rasa sedih dan penat si pemburu hilang. Kemerduan suara raja burung parakeet terdengar di seluruh kota dan menyebabkan baginda raja tertarik akan kemerduan suara raja burung parakeet. Kemudian raja memerintahkan bawahannya untuk membawa si pemburu beserta agar raja burung parakeet. Raja
memerintahkan untuknya.
burung suara
Mendengar raja
menyebabkan
menjadi
tertarik
kemudian
berkata kepada si pemburu bahwa dia akan membayar berapapun yang diminta oleh si pemburu asalnya burung parakeet itu menjadi miliknya. Si pemburu setuju dan menyerahkan raja burung parakeet kepada baginda raja.
BURUNG PARAKEET
Baginda raja sangat senang menerima raja burung parakeet, dia membangun sebuah sangkar dari emas untuk tempat tinggal raja burung parakeet. Akan tetapi raja burung parakeet tidak merasa bahagia. Dia teringat kepada rakyatnya burung parakeet yang saat ini sudah bebas di hutan. Lalu raja burung parakeet mencari akal. Suatu hari raja burung parakeet berpura-pura mati, ketika mengetahui hal ini sang raja menjadi sangat sedih. Baginda raja lalu membuat upacara kematian yang sangat meriah bagi raja burung parakeet. Namun ketika hendak di kubur, raja burung parakeet tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia lalu terbang ke udara meninggalkan sang raja dan kembali ke hutan menemui rakyatnya. Begitulah cerita rakyat dari negeri Nanggroe Aceh Darussalam yang berjudul Raja Burung Parakeet.
BURUNG PARAKEET
SI KEPAR
Alkisah, di sebuah daerah di Kabupaten Aceh Tenggara, hiduplah seorang janda bersama dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Si Kepar. Ayah dan ibu si Kepar bercerai sejak si Kepar masih berusia satu tahun, sehingga ia tidak mengenal sosok ayahnya. Sebagai anak yatim, Si Kepar sering diejek oleh temanteman sepermainannya sebagai jazah (anak tak berayah). Oleh karena itu, Si Kepar ingin mengetahui siapa sebenarnya ayahnya.
Pada suatu hari, Si Kepar pun menanyakan hal itu kepada ibunya. Pada awalnya, ibunya enggan menceritakan siapa dan di mana ayah Si Kepar. Namun, akhirnya diceritakan juga setelah Si Kepar mengancam akan bunuh diri jika tidak diceritakan. Setelah jelas siapa dan di mana ayahnya, Si Kepar pun berniat untuk menemui ayahnya di atas sebuah gunung yang sangat jauh. Setelah berpamitan pada ibunya, Si Kepar pun berangkat untuk menemui ayahnya dengan perbekalan secukupnya.
SI KEPAR
Ia
berjalan
sendiri
melawati
hutan
belantara,
menyeberangi sungai dan mendaki gunung. Akhirnya, sampailah ia pada tempat yang dimaksud ibunya. Dari kejauhan, tampaklah seorang laki-laki setengah baya yang sedang menyiangi rumput di tengah-tengah ladangnya. Si Kepar pun segera menghampiri dan menyapanya.
Selamat siang, Pak!. Siang juga, Nak! jawab Bapak itu. Kamu siapa dan dari mana asalmu? tanya pula Bapak itu. Saya Si Kepar. Berasal dari Tanah Alas, jawab Si Kepar. Tanah Alas? ucap Bapak itu. Ia tersentak kaget mendengar jawaban Si Kepar. Kenapa Bapak kaget mendengar nama itu? tanya Si Kepar. Oh tidak, Nak! Tidak ada apa-apa, jawab Bapak itu. Apa yang membawa kamu ke sini, Par? tanya balik bapak itu.
SI KEPAR
Si Kepar pun menceritakan maksud kedatanganya, namun ia tidak menceritakan kalau ibunya masih hidup. Setelah mendengar cerita si Kepar, tahulah Bapak itu bahwa Si Kepar adalah anaknya.
Sejak itu, Si Kepar mulai silih berganti tinggal bersama ayah atau ibunya. Dalam seminggu, terkadang Si Kepar tidur tiga malam di tempat ayahnya, baru kembali ke tempat ibunya. Si Kepar tidak pernah menceritakan kepada ibunya kalau ia tidur di tempat ayahnya. Bahkan, ia mengatakan kepada ibunya, bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Semua hal ini dilakukan oleh Si Kepar, karena ia ingin kedua orang tuanya menyatu kembali agar tidak lagi diejek oleh teman-temannya sebagai jazah. Segala daya dan upaya dilakukannya agar keinginannya dapat tercapai, walaupun ia harus berbohong kepada kedua orang tuanya. Setelah berdoa sehari-semalam, Si Kepar mendapat petunjuk dari Yang Mahakuasa. Petunjuk itu adalah menyatakan kehendaknya kepada ibunya untuk memiliki ayah tiri. Harapan ini juga disampaikan kepada ayahnya untuk memiliki ibu tiri. Pada suatu malam, Si Kepar menyampaikan harapannya itu kepada ibunya.
SI KEPAR
Bu, sebenarnya Kepar kasihan melihat ibu yang setiap hari bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kita. Jika ibu ingin menikah lagi, Kepar tidak keberatan memiliki ayah tiri. Mendengar perkataan Kepar itu, ibunya termenung sejenak, lalu berkata, Benarkah kamu tidak keberatan, Par?
Tidak, Bu! Kepar sangat senang jika memiliki ayah lagi, agar teman-teman Kepar tidak akan lagi mengejek Kepar sebagai jazah, Kepar menjelaskan alasan sebenarnya ingin memiliki ayah lagi. Tapi..., siapa lagi yang mau menikah dengan ibu yang sudah tua ini, kata ibu Kepar merendah. Ibu tidak perlu khawatir. Serahkan saja masalah itu kepada Kepar, jawab Kepar dengan perasaan lega, karena jawaban ibunya menandakan bersedia menikah lagi. Keesokan harinya, Kepar kemudian pergi ke gunung menemui ayahnya untuk menyampaikan harapan yang sama.
SI KEPAR
10
Ayah! Bolehkah Kepar meminta sesuatu kepada, Ayah? tanya Kepar kepada ayahnya. Apakah itu, Anakku! jawab ayah Kepar penasaran. Sebenarnya Kepar merasa kasihan melihat ayah yang setiap hari harus bekerja di ladang dan memasak sendiri. Jika ayah tidak keberatan, Kepar akan mencarikan seorang perempuan yang pantas untuk mendampingi ayah, kata Kepar kepada ayahnya. Siapa lagi yang mau dengan ayah yang sudah tua ini? jawab ayah Kepar tersenyum. Tenang, Ayah! Masih banyak janda-janda yang sebaya dan pantas untuk ayah di Tanah Alas, kata Kepar kepada ayahnya memberi harapan. Ah, yang benar saja, Par! jawab ayah Kepar dengan santainya.
Mendengar jawaban itu, Kepar pun tahu kalau ayahnya bersedia menikah lagi. Akhirnya, kedua orang tuanya menyetujui harapan Si Kepar. Namun, mereka belum mengetahui siapa jodohnya yang oleh mereka sama-sama telah menyerahkan masalah itu kepada Si
SI KEPAR
11
Kepar. Setelah itu, Kepar pun mulai mengatur taktik dan strategi untuk mempertemukan kedua orang tuanya yang semula beranggapan bahwa pasangan mereka sudah meninggal sebagaimana keterangan Si Kepar. Si Kepar mempertemukan mereka di sebuah dusun yang berada di lereng gunung, tidak jauh dari tempat tinggal ayahnya. Pertemuan ini tidak dilakukan di Tanah Alas, agar ayahnya tidak teringat dengan tempat itu, dimana dulu ia pernah tinggal di sana selama puluhan tahun.
Akhirnya, berkat usaha Kepar, kedua orang tuanya bersatu kembali. Mereka berdua hidup harmonis seperti sedia kala. Melihat keadaan itu, kini saatnya Si Kepar menceritakan keadaan yang sebenarnya, bahwa
perempuan yang dinikahi ayahnya itu adalah istrinya sendiri yang dulu pernah ia nikahi. Demikian sebaliknya, laki-laki yang menikahi ibunya itu adalah suaminya sendiri yang dulu pernah menikahinya. Setelah mendengar keterangan dari Si Kepar tersebut, tahulah keduanya (ayah dan ibu Kepar) keadaan yang sebenarnya. Meskipun
SI KEPAR
12
keduanya telah dibohongi oleh anaknya, keduanya tidak marah. Keduanya saling memaafkan atas kesalahan masing-masing yang menyebabkan mereka bercerai.
Mereka juga berterima kasih kepada Si Kepar, karena telah menyatukan mereka kembali. Si Kepar pun sangat senang menyambut kehadiran ayahnya di tengah-tengah keluarganya. Akhirnya, mereka bertiga hidup dalam sebuah keluarga yang rukun, damai dan penuh
kebahagiaan. Sejak itu pula, Si Kepar tidak pernah lagi diejek oleh teman-temannya sebagai jazah.
Sumber: http://dongengshanty.blogspot.com
SI KEPAR
13
bersaudara putra Sultan Johor, Malaysia. Mereka adalah Muria dan Sengede. Suatu hari, kakak beradik itu menggembala itik di tepi laut sambil bermain layang-layang. Tiba-tiba datang badai dahsyat sehingga benang layang-layang mereka pun putus. Sekuat tenaga mereka mengejar layang-layang tersebut. Mereka lupa bahwa pada saat itu mereka sedang menggembala itik, hingga itiknya pun pergi entah ke mana. Setelah gagal menemukan layang-layang mereka, barulah mereka teringat akan itik-itik mereka. Tetapi malang, itik-itik itu tak lagi nampak. Mereka pun pulang dengan ketakutan akan mendapat marah dari orangtua mereka.
14
Benar juga apa yang mereka pikirkan. Setiba di rumah, mereka dimarahi ayah mereka. Mereka juga disuruh mencari itik-itik itu, dan tak diizinkan kembali sebelum itik-itik yang hilang itu ditemukan kembali. Berhari-hari bahkan berbulan-bulan mereka
berjalan mencari itik mereka, tapi tak membawa hasil hingga akhirnya mereka tiba di Kampung Serule. Dengan tubuh yang lunglai dan mereka tertidur menuju lelap. ke Pagi sebuah harinya
meunasah/langgar
mereka ditemukan oleh orang kampung dan dibawa menghadap ke istana Raja Serule. Di luar dugaan, mereka malah diangkat anak oleh baginda raja. Beberapa waktu berlalu, rakyat Serule hidup
makmur, aman, dan sentosa. Hal ini dikarenakan oleh kesaktian kedua anak tersebut. Kemakmuran rakyat Serule itu membuat Raja Linge iri dan gusar, sehingga mengancam akan membunuh kedua anak tersebut. Malang bagi Muria, ia berhasil dibunuh dan dimakamkan di tepi Sungai Samarkilang, Aceh Tenggara. Pada suatu saat, raja-raja kecil berkumpul di istana Sultan Aceh di Kutaraja. Raja-raja kecil itu
15
mempersembahkan cap usur, semacam upeti kepada Sultan Aceh. Saat itu, Cik Serule datang bersama Sangede. Saat itu, Raja Linge juga hadir. Saat Raja Serule masuk ke istana, Sangede menunggu di halaman istana. Sambil menunggu ayah angkatnya, Sangede
menggambar seekor gajah yang berwarna putih. Rupanya lukisan Sangede ini menarik perhatian Putri Sultan yang kemudian meminta Sultan mencarikan seekor gajah putih seperti yang digambar oleh Sangede. Sangede kemudian menceritakan bahwa gajah putih itu berada di daerah Gayo, padahal dia sebenarnya belum pernah melihatnya. Maka, saat itu juga Sultan memerintahkan Raja Serule dan Raja Linge untuk menangkap gajah putih tersebut guna dipersembahkan kepada Sultan. Raja Serule dan Raja Linge benar-benar kebingungan, bagaimana mungkin mencari sesuatu yang belum pernah dilihatnya. Sangede menyesal karena bercerita bahwa gajah putih itu ada di Gayo hingga ayah angkatnya mendapat tugas mencarinya. Dalam kebingungan itu, suatu malam
16
Sangede
bermimpi bahwa
bertemu gajah
Muria berada
yang di
memberitahu
Samarkilang, dan sebenarnya gajah putih itu adalah dirinya yang menjelma saat dibunuh oleh Raja Linge. Pagi harinya, Sangede dan Raja Serule yang
bergelar Muyang Kaya pergi ke Samarkilang seperti perintah dalam mimpi Sangede. Benar juga, setelah beberapa saat mencari, mereka berdua menemukan gajah putih itu sedang berkubang di pinggiran sungai. Sangede dan Raja Serule Muyang Kaya kemudian dengan hati-hati mengenakan tali di tubuh gajah yang nampak penurut itu. Tetapi saat akan dihela, gajah putih itu lari sekuat tenaga. Raja Serule dan Sangede tak mampu menahannya. Mereka hanya bisa mengejarnya hingga suatu saat gajah itu berhenti di dekat kuburan Muria di Samarkilang. Anehnya, sebongkah Sangede gajah Tak putih itu berhenti sedikit pun seperti meski
batu. dan
bergerak Serule
Raja
mencoba
menghelanya.
17
mau beranjak dan menuruti perintahnya untuk diajak pergi ke istana Kutaraja. Tetapi, semuanya sia-sia. Sangede kehabisan akal. Akhirnya, dia bernyanyinyanyi untuk menarik perhatian gajah putih. Sambil bernyanyi, Sangede meliuk-liukkan tubuhnya. Raja Serule ikut-ikutan menari bersama Sangede di depan gajah putih agar mau bangkit dan menuruti perintahnya. Di luar dugaan, gajah putih itu tertarik juga oleh gerakangerakan Sangede, dan kemudian bangkit. Sangede terus menari sambil berjalan agar gajah itu mengikuti
langkahnya. Akhirnya, gajah itu pun mengikuti Sangede yang terus menari hingga ke istana. Tarian itu disebutnya tarian Guel hingga sekarang. Sangede menyadari bahwa sesuatu ajakan kepada seseorang atau kepada binatang tidaklah harus dengan cara yang kasar. Dengan sebuah tarian pun akhirnya gajah putih itu menuruti ajakannya.
18
MENTIKO BETUAH
Konon,
pada
zaman
dahulu di negeri Semeulue, tersebutlah seorang raja yang kaya-raya. Raja itu sangat disenangi oleh karena
rakyatnya,
kedermawanannya. Namun, ia tidak memiliki anak setelah sepuluh tahun menikah dengan permaisurinya. Oleh karena sudah tidak tahan lagi ingin punya keturunan, Raja itu pun pergi bersama permaisurinya ke hulu sungai yang airnya sangat dingin untuk berlimau dan bernazar, agar dikaruniai seorang anak yang kelak akan mewarisi tahta kerajaan.
Tempat yang akan dituju itu berada sangat jauh dari keramaian. Untuk menuju ke sana, mereka harus menyusuri hutan belantara, menyeberangi sungai-sungai, serta mendaki dan menuruni gunung. Mereka pun
MENTIKO BETUAH
19
kedua suami-istri di sana, mereka mulai melaksanakan maksud dari kedatangan mereka. Setelah sehari-semalam berlimau dan bernazar, mereka pun kembali ke istana.
Setelah menunggu berhari-hari dan bermingguminggu, akhirnya doa mereka terkabul. Permaisuri
diketahui telah mengandung satu bulan. Delapan bulan kemudian, Permaisuri pun melahirkan seorang anak lakilaki, dan diberinya nama Rohib. Raja sangat gembira menyambut kelahiran putranya itu, yang selama ini diidam-idamkannya. Raja kemudian memukul beduk untuk memberitahukan berkumpul di kepada pendopo seluruh istana. rakyatnya Selanjutnya, agar Raja
menyampaikan bahwa ia hendak mengadakan selamatan sebagai tanda syukur atas rahmat Tuhan yang telah menganugerahinya anak. Keesokan harinya, selamatan pun dilangsungkan sangat meriah dengan berbagai macam pertunjukan.
Raja dan permaisuri mendidik dan membesarkan putra mereka dengan penuh kasih sayang. Mereka sangat
MENTIKO BETUAH
20
memanjakannya, sehingga anak itu tumbuh menjadi anak yang sangat manja. Waktu terus berlalu, Rohib pun bertambah besar. Rohib kemudian dikirim oleh orang tuanya ke kota untuk belajar di sebuah perguruan. Sebelum berangkat, Rohib mendapat pesan dari ayahnya agar belajar dengan tekun. Setelah itu, ia pun
berpamitan kepada orang tuanya. Sudah beberapa tahun Rohib belajar, Rohib belum juga mampu menyelesaikana pelajarannya karena sudah terbiasa manja. Ayahnya menjadi sangat marah kepadanya, bahkan ingin
Hai, Rohib! Anak macam apa kamu! Dasar anak keras kepala! Sudah tidak mau mendengar nasihat orang tua. Pengawal! Gantung anak ini sampai mati! perintah sang Raja. Mendengar perintah suaminya kepada pengawal, Permaisuri pun segera bersujud di hadapan suaminya.
Ampun, Kakanda! Rohib adalah anak kita satu-satunya. Adinda mohon, Rohib jangan dihukum mati. Berilah ia
MENTIKO BETUAH
21
Tapi, Kanda sudah muak melihat muka anak ini! jawab sang Raja dengan geramnya.
Bagaimana kalau kita usir saja dia dari istana ini? Tapi dengan syarat, Kakanda bersedia memberinya uang sebagai modal untuk berdagang, usul sang Permaisuri.
Baiklah, Dinda! Usulan Dinda aku terima. Tapi dengan syarat, uang yang aku berikan kepada Rohib tidak boleh ia habiskan kecuali untuk berdagang, jawab sang Raja.
Baiklah, Bunda! Rohib bersediah memenuhi syarat itu. Terima kasih, Bunda! jawab Rohib.
MENTIKO BETUAH
22
Setelah itu, Rohib berpamitan kepada orang tuanya untuk pergi berdagang. Ia pergi dari satu kampung ke kampung dengan menyusuri hutan belantara. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan anak-anak kampung yang sedang menembak burung dengan ketapel.
Wahai, Saudara-saudaraku! Janganlah kalian menganiaya burung itu, karena burung itu tidak berdosa. tegur si Rohib kepada anak-anak itu.
Hei, kamu siapa? Berani-beraninya kamu melarang kami, bantah salah seorang dari anak-anak kampung itu.
Jika kalian berhenti menembaki burung itu, aku akan memberi kalian uang, tawar Rohib.
MENTIKO BETUAH
23
Setelah memberikan uang kepada mereka, Rohib pun melanjutkan perjalanannya. Belum jauh berjalan, ia menemukan lagi orang-orang memukuli seekor ular. Rohib kampung yang sedang tidak tega melihat
perbuatan mereka tersebut. Ia kemudian memberikan uang kepada orang-orang tersebut agar berhenti
menganiaya ular itu. Setelah itu, ia melanjutkan lagi perjalanannya menyusuri hutan lebat menuju ke sebuah perkampungan. Demikian seterusnya, selama dalam perjalanannya, ia selalu memberi uang kepada orang-orang yang
menganiaya binatang, sehingga tanpa disadarinya uang yang seharusnya dijadikan modal berdagang sudah habis. Setelah sadar, ia pun mulai gelisah dan berpikir bagaimana jika ia pulang ke istana. Tentu ayahnya akan sangat marah dan akan menghukumnya. Apalagi ia telah dua kali melakukan kesalahan besar, pasti ayahnya tidak akan mengampuninya lagi. Oleh karena kelelahan seharian berjalan, ia pun memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang. Ia kemudian duduk di atas sebuah batu besar yang ada di bawah pohon itu sambil
MENTIKO BETUAH
24
menangis tersedu-sedu. Pada saat itu, tiba-tiba seekor ular besar mendekatinya. Rohib sangat ketakutan,
Jangan takut, Anak muda! Saya tidak akan memakanmu, kata ular itu. Melihat ular itu dapat berbicara, rasa takut Rohib pun mulai hilang.
Hai, Ular besar! Kamu siapa? Kenapa kamu bisa berbicara? tanya si Rohib mulai akrab.
Kamu sendiri siapa? Kenapa kamu bersedih? ular itu balik bertanya kepada si Rohib.
Aku adalah si Rohib, jawab Rohib, lalu menceritakan semua masalahnya dan semua kejadian yang telah dialami selama dalam perjalanannya.
Kamu adalah anak yang baik, Hib, kata Ular itu dengan
MENTIKO BETUAH
25
akrabnya.
Karena kamu telah melindungi hewan-hewan di hutan ini dari orang-orang kampung yang menganiayanya, aku akan memberimu hadiah sebagai tanda terima kasihku, tambah ular itu lalu kemudian mengeluarkan sesuatu dari mulutnya.
Benda itu adalah benda yang sangat ajaib. Apapun yang kamu minta, pasti akan dikabulkan. Namanya Mentiko Betuah, jelas Ular itu, lalu pergi meninggalkan si Rohib.
Sementara
itu,
Rohib
masih
asyik
mengamati
Mentiko Betuah itu. Waw, hebat sekali benda ini. Berarti benda ini bisa menolongku dari kemurkaan ayah, gumam Rohib dengan perasaan gembira. Berbekal
Mentiko Betuah itu, Rohib memberanikan diri kembali ke istana untuk menghadap kepada ayahnya. Namun, sebelum sampai di istana, terlebih dahulu ia memohon kepada
MENTIKO BETUAH
26
Mentiko Betuah agar memberinya uang yang banyak untuk menggantikan modalnya yang telah dibagi-bagikan kepada orang-orang kampung, dan keuntungan dari hasil dagangannya. Ayahnya pun sangat senang menyambut putranya yang telah membawa uang yang banyak dari hasil dagangannya. Akhirnya, Rohib diterima
kembali oleh ayahnya dan terbebas dari ancaman hukuman mati. Semua itu berkat pertolongan Mentiko Betuah, pemberian ular itu.
Setelah itu, Rohib berpikir bagaimana cara untuk menyimpan Mentiko Betuah itu agar tidak hilang. Suatu hari, ia menemukan sebuah cara, yaitu ia hendak menempanya menjadi sebuah cincin. Lalu dibawanya Mentiko Betuah itu kepada seorang tukang emas. Namun tanpa disangkanya, tukang emas itu menipunya dengan membawa lari benda itu. Oleh karena Rohib sudah bersahabat dengan hewan-hewan, ia pun meminta
bantuan kepada mereka. Tikus, kucing dan anjing pun bersedia menolongnya. Anjing dengan indera
MENTIKO BETUAH
27
yang telah melarikan diri ke seberang sungai. Kini, giliran si Kucing dan si Tikus untuk mencari cara bagaimana cara mengambil cincin itu yang disimpan di dalam mulut tukang emas. Pada tengah malam, si Tikus memasukkan ekornya ke dalam lubang hidung si Tukang Emas yang sedang tertidur. Tak berapa lama, Tukang Emas itu bersin, sehingga Mentiko Betuah terlempar keluar dari mulutnya. Pada saat itulah, si Tikus segera mengambil benda itu. Namun, ketika Mentiko Betuah akan dikembalikan kepada Rohib, si Tikus menipu kedua temannya dengan mengatakan bahwa Mentiko Betuah terjatuh ke dalam sungai. Padahal sebenarnya benda itu ada di dalam mulutnya. Pada saat kedua temannya mencari benda itu ke dasar sungai, ia segera menghadap kepada si Rohib. Dengan demikian, si Tikuslah yang dianggap sebagai pahlawan dalam hal ini. Sementara, si Kucing dan si Anjing merasa sangat bersalah, karena tidak berhasil membawa Mentiko Betuah. Ketika diketahui bahwa si Rohib telah menemukan Mentiko Betuahnya, yang dibawa oleh si Tikus, maka tahulah si Kucing dan si Anjing bahwa si Tikus telah melakukan kelicikan.
MENTIKO BETUAH
28
Menurut masyarakat setempat, bahwa berawal dari cerita inilah mengapa tikus sangat dibenci oleh anjing dan kucing hingga saat ini.
MENTIKO BETUAH
29
Alkisah,
di
sebuah
mempunyai tujuh orang anak laki-laki yang masih kecil. Anak berumur yang paling tua tahun,
sepuluh
sedangkan yang paling bungsu berumur dua tahun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sepasang suami-istri itu menanam sayur-sayuran untuk dimakan sehari-hari dan sisanya dijual ke pasar. Meskipun serba pas-pasan, kehidupan tenteram. Pada suatu waktu, kampung mereka dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. Semua tumbuhan mati karena kekeringan. makanan. Penduduk kampung pun mulai mereka mereka senantiasa rukun, damai, dan
kekurangan
Persediaan
makanan
30
tak kunjung usai. Akhirnya, seluruh penduduk kampung menderita kelaparan, termasuk keluarga sepasang suamiistri bersama tujuh oranganaknyaitu.
Melihat keadaan tersebut, sepasang suami-istri tersebut menjadi panik. Tanaman sayuran yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka tidak lagi tumbuh.
Sementara mereka tidak mempunyai pekerjaan lain kecuali menanam sayur-sayuran di kebun. Mereka sudah berpikir keras mencari jalan keluar dari kesulitan tersebut, namun tidak menemukan jawabannya. Akhirnya, mereka bersepakat hendak membuang ketujuh anak mereka ke sebuah hutan yang letaknya jauh dari perkampungan. Pada suatu malam, saat ketujuh anaknya sedang tertidur pulas, keduanya bermusyawarah untuk mencari cara membuang ketujuh anak mereka.
Bang! Bagaimana caranya agar tidak ketahuan anakanak? tanya sang Istri bingung. Besok pagi anak-anak kita ajak pergi mencari kayu bakar ke sebuah hutan yang letaknya cukup jauh. Pada saat
31
mereka beristirahat makan siang, kita berpura-pura mencari air minum di sungai, jelas sang Suami. Baik, Bang! sahut sang Istri sepakat.
Tanpa mereka sadari, rupanya anak ketiga mereka yang pada waktu itu belum tidur mendengar semua pembicaraan mereka. Keesokan harinya, sepasang suami-istri itu mengajak ketujuh putranya ke hutan untuk mencari kayu bakar. Sesampainya di hutan yang terdekat, sang Ayah berkata kepada mereka: Anak-anakku semua! Sebaiknya kita cari hutan yang luas dan banyak pohonnya, supaya kita bisa mendapatkan kayu bakar yang lebih banyak lagi, ujar sang Ayah. Baik, Ayah! jawab ketujuh anak lelaki itu serentak. Setelah berjalan jauh, sampailah mereka di sebuah hutan yang amat luas. Alangkah gembiranya mereka, karena di hutan itu terdapat banyak kayu bakar. Mereka pun segera mengumpulkan kayu bakar yang banyak
32
mengajak ketujuh anaknya untuk beristirahat melepas lelah setelah hamper setengah hari bekerja. Pada saat itulah, sepasang suami istri itu hendak mulai menjalankan recananya ingin meninggalkan ketujuh anak mereka di tengah hutan itu.
Wahai anak-anakku! Kalian semua beristirahatlah di sini dulu. Aku dan ibu kalian ingin mencari sungai di sekitar hutan ini, karena persediaan air minum kita sudah habis, ujar sang Ayah. Baik, Ayah! jawab ketujuh anak itu serentak. Jangan lama-lama ya, Ayah... Ibu...! sahut si Bungsu. Iya, Anakku! jawab sang Ibu lalu pergi mengikuti suaminya.
Sementara itu, setelah menunggu beberapa lama dan kedua orangtua mereka belum juga kembali, ketujuh anak itu mulai gelisah. Mereka cemas kalau-kalau kedua orangtua mereka mendapat musibah. Akhirnya, si sulung pun mengajak keenam adiknya untuk pergi menyusul
33
kedua orangtua mereka. Namun, sebelum meninggalkan tempat itu, anak ketiga tiba-tiba angkat bicara.
Abang! Tidak ada gunanya kita menyusul ayah dan ibu. Mereka sudah pergi meninggalkan kita semua, kata anak ketiga. Apa maksudmu, Dik? tanya si Sulung. Tadi malam, saat kalian sudah tertidur nyenyak, aku mendengar pembicaraan ayah dan ibu. Mereka sengaja meninggalkan kita di tengah hutan ini, karena mereka sudah tidak sanggup lagi menghidupi kita semua akibat kemarau panjang, jelas anak ketiga. Kenapa hal ini baru kamu ceritakan kepada kami? tanya anak kedua. Aku takut ayah dan ibu murka kepadaku, Bang, jawab anak ketiga. Akhirnya ketujuh anak itu tidak jadi pergi menyusul kedua orangtuanya, apalagi hari sudah mulai gelap. Mereka pun segera mencari tempat perlindungan dari udara malam. Untungnya, tidak jauh dari tempat mereka berada, ada sebuah pohon besar yang batangnya
34
berlubang seperti gua. Mereka pun beristirahat dan tidur di dalam lubang kayu itu hingga pagi hari.
Bang! Apa yang harus kita lakukan sekarang? Ke mana kita harus pergi? tanya si anak kedua. Kalian tunggu di sini! Aku akan memanjat sebuah pohon yang tinggi. Barangkali dari atas pohon itu aku dapat melihat kepulan asap. Jika ada, itu pertanda bahwa di sana ada perkampungan, kata si Sulung. Ternyata benar, ketika berada di atas pohon, si Sulung melihat ada kepulan asap dari kejauhan. Ia pun segera turun dari pohon dan mengajak keenam adiknya menuju ke arah kepulan asap tersebut. Setelah berjalan jauh, akhirnya sampailah mereka di sebuah
perkampungan. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat sebuah rumah yang sangat besar berdiri tegak di pinggir kampung. Hei lihatlah! Besar sekali rumah itu, seru anak keempat. Waaahhh... jangan-jangan itu rumah raksasa, sahut anak keenam.
35
Baru saja kata-kata itu terlepas dari mulutnya, tibatiba terdengar suara keras dari dalam rumah itu meminta mereka masuk ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian, penghuni rumah itu pun keluar. Rupanya, dia adalah raksasa betina.
Hei, anak manusia! Kalian siapa? tanya Raksasa Betina itu. Kami tersesat, Tuan Raksasa! Orang tua kami
meninggalkan kami di tengah hutan, jawab si Sulung. Mendengar keterangan itu, tiba-tiba si Raksasa Betina merasa iba kepada mereka. Ia pun segera mengajak mereka masuk ke dalam rumahnya, lalu menghidangkan makanan dan minuman kepada mereka. Oleh karena sudah kelaparan, ketujuh anak itu menyantap makanan tersebut dengan lahapnya.
Habiskan cepat makanan itu, lalu naik ke atas loteng! Kalau tidak, kalian akan dimakan oleh suamiku. Tidak lama lagi ia datang dari berburu, ujar Raksasa Betina. Oleh karena takut dimakan oleh Raksasa Jantan, mereka pun segera menghabiskan makanannya lalu bergegas naik
36
ke atas loteng untuk bersembunyi. Tidak lama kemudian, Raksasa Jantan pun pulang dari berburu. Ketika membuka pintu rumahnya, tiba-tiba ia mencium bau makanan enak.
Waaahhh... sedapnya! ucap raksasa jantan sambil menghirup bau sedap itu. Bu! Sepertinya ada makanan enak di rumah ini. Aku mencium bau manusia. Di mana kamu simpan mereka? tanya Raksasa Jantan kepada istrinya. Aku menyimpan mereka di atas loteng. Tapi mereka masih kecil-kecil. Biarlah kita tunggu mereka sampai agak besar supaya enak dimakan, jawab Raksasa Betina.
Si Raksasa Jantan pun menuruti perkataan istrinya. Selamatlah ketujuh anak itu dari ancaman Raksasa Jantan. Keesokan harinya, ketika si Raksasa Jantan kembali berburu binatang ke hutan, si Raksasa Betina pun segera menyuruh ketujuh anak lelaki itu pergi. Namun, sebelum mereka pergi, ia membekali mereka makanan seperlunya selama dalam perjalanan. Bahkan, si Raksasa Betina yang baik itu membekali mereka dengan emas dan
37
intan. Bawalah emas dan intan ini, semoga bermanfaat untuk masa depan kalian, kata Raksasa Betina.
Terima kasih, Raksasa Jantan! Tuan memang raksasa yang baik hati, ucap si Sulung seraya berpamitan. Setelah berjalan jauh menyusuri hutan lebat, menaiki dan menuruni gunung, akhirnya tibalah mereka di tepi pantai. Mereka pun segera membuat perahu kecil lalu berlayar mengarungi lautan luas. Setelah beberapa lama berlayar, tibalah mereka di sebuah negeri yang
diperintah oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Di negeri itu mereka menjual semua emas dan intan pemberian raksasa kepada seorang saudagar kaya. Hasil penjualan tersebut, mereka gunakan untuk membeli tanah perkebunan. Masing-masing mendapat tanah perkebunan yang cukup luas. Ketujuh bersaudara itu sangat rajin bekerja dan senantiasa saling membantu. Beberapa tahun kemudian, mereka pun telah dewasa. Berkat kerja keras selama bertahun-tahun, akhirnya mereka memiliki harta kekayaan yang banyak. Kemudian masing-masing dari mereka membuat rumah yang cukup
38
bagus. Ketujuh lelaki itu pun hidup damai, tenteram dan sejahtera. Pada suatu hari, si Bungsu tiba-tiba teringat dan merindukan kedua orangtuanya. Ia pun segera
mengundang keenam kakaknya datang ke rumahnya untuk bersama-sama pergi mencari kedua orangtua mereka. Maafkan aku, Kakakku semua! Aku mengundang kalian ke sini, karena ingin mengajak kalian untuk pergi mencari ayah dan ibu. Aku sangat merindukan mereka, dan aku yakin, mereka pasti masih hidup, ungkap si Bungsu kepada saudara-saudaranya. Iya, Adikku! Kami juga merasakannya seperti itu. Kami sangat rindu kepada ayah dan ibu yang telah melahirkan kita semua, tambah anak keenam. Baiklah kalau begitu! Besok pagi kita bersama-sama pergi mencari mereka. Apakah kalian setuju? tanya si Sulung. Setuju! Keesokan jawab keenam adiknya serentak. orang
harinya,
berangkatlah
ketujuh
bersaudara itu mencari kedua orangtua mereka. Setelah berlayar mengarungi lautan luas, tibalah mereka di
39
sebuah pulau. Di pulau itu, mereka berjalan dari satu kampung ke kampung lain. Sudah puluhan kampung mereka datangi, namun belum juga menemukannya. Hingga pada suatu hari, mereka pun menemukan kedua orangtua mereka di sebuah kampung dalam keadaan menderita. Ketujuh orang bersaudara itu sangat sedih melihat kondisi kedua orangtua mereka. Akhirnya,
mereka membawa orangtua mereka ke tempat tinggal mereka untuk hidup dan tinggal bersama di rumah yang bagus. Sejak itu, kedua orangtua itu berkumpul kembali dan hidup bersama dengan ketujuh orang anaknya. Mereka senantiasa menyibukkan diri beribadah kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Segala keperluannya sudah dipenuhi oleh ketujuh orang anaknya yang sudah cukup kaya. Sumber: http://dongengshanty.blogspot.com
40
Pada zaman dahulu kala, di sebuah negeri di Aceh, hidup dua orang kakak-beradik yang bernama Beungong Meulu
dan Beungong Peukeun. Kedua orangtua mereka telah meninggal dunia. Tiap hari Beungong Peukeun mencari udang di danau. Suatu hari Beungong Peukun tidak mendapat seekor udang pun. Saat hendak pulang, dia melihat sebuah benda yang menarik hatinya. Ternyata benda itu sebutir telur. Sesampainya di rumah, direbusnya telur tadi dan dimakannya. Sungguh aneh, keesokan harinya Beungong Peukeun merasa sangat haus. Bukan hanya itu, tubuhnya pun semakin panjang dan bersisik. Akhirnya, suatu pagi saat bangun dari tidurnya Beungong Peukun telah berubah menjadi seekor naga.
41
Mengapa Kakak memakan telur itu? Kini kau menjadi seekor naga, kata Beungong Meulu dengan terisak menyesali perbuatan kakaknya. Keesokan harinya Beungong Peukeun mengajak adiknya meninggalkan gubuk mereka. Sebelum berangkat, Beungong Peukeun
menyuruh adiknya memetik tiga kuntum bunga di belakang gubuk mereka. Ayo, naiklah ke punggungku dan peganglah bunga itu erat-erat, jangan sampai jatuh, perintah Beungong Peukeun. Saat melewati sungai besar, Beungong Peukeun meminum airnya hingga habis. Tiba-tiba muncul seekor naga yang marah karena perbuatan Beungong Peukeun tersebut. Keduanya bertarung sengit. Saat Beungong Peukuen memenangkan pertarungan tersebut sekuntum bunga di tangan Beungong Meulu menjadi layu. Mereka pun melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan mereka kembali dihadang seekor naga yang besar. Kembali terjadi pertarungan. Tiba-tiba sekuntum bunga di tangan Beungong Meulu menjadi layu. Tahulah dia bahwa sebentar lagi pertarungan akan dimenangkan Beungong Peukeun.
BUNGONG MEULU DAN BUNGONG PEUKEUN
42
Setelah
menang
bertarung,
kakak-beradik
itu
kembali melanjutkan perjalanan menyeberangi lautan. Rupanya di tengah perjalanan menyeberangi lautan tersebut, Beungong Peukeun kembali diserang seekor naga. Kali ini naga yang sangat besar. Saat bunga di tangan Beungong Meulu tak kunjung layu, dia mulai khawatir. Beungong Meulu semakin khawatir ketika Beungong Peukeun tampak mulai kewalahan menghadapi serangan sang Naga. Saat mengetahui dirinya akan kalah, Beungong Peukeun melemparkan adiknya dari punggungnya.
Akhirnya Beungong Peukeun terbunuh oleh serangan naga yang sangat besar itu. Sementara itu, Beungong Meulu terlempar dan tersangkut di sebuah pohon milik seorang saudagar kaya yang kemudian menikahinya. Namun sayang, selama menjadi istri saudagar kaya tersebut, Beungong Meulu tak pernah bicara ataupun tersenyum. Dia selalu diam dan tampak sedih. Bahkan sampai mereka mempunyai seorang anak. Suaminya mencari akal untuk mengetahui penyebab kesedihan
43
istrinya itu. Maka suatu hari suaminya berpura-pura mati sehingga anaknya menangis tersedu-sedu. O Anakku, ibu tahu bagaimana sedihnya hati bila ditinggal orang yang kita cintai. Ibu dulu kehilangan kakak ibu yang terbunuh oleh seekor naga di lautan. Bahkan hingga kini ibu tidak dapat menghilangkan rasa sedih itu. Mendengar pengakuan Beungong Meulu tersebut suaminya kemudian bangun. Akhirnya, dia mengetahui penyebab kesedihan Beungong Meulu. Keesokan harinya dia mengajak Beungong Meulu pergi ke lautan, di mana dulu Beungong Peukeun bertarung melawan naga raksasa. Saat sampai di pantai, Beungong Meulu dan suaminya melihat tulang-tulang berserakan. Beungong Meulu yakin bahwa itu tulang-tulang kakaknya. Maka, dikumpulkannya tulang-tulang tersebut kemudian suaminya membaca doa sambil memercikkan Atas air bunga Tuhan, pada tulang-tulang terjadi
tersebut.
perkenan
tiba-tiba
keajaiban. Beungong Peukeun menjelma dan berdiri di hadapan mereka. Sejak saat itu Beungong Peuken tinggal bersama adiknya dan Beungong Meulu tidak lagi membisu.
44
Suatu hari, Beungong Peukun berjalan-jalan di tepi pantai. Saat itu dia melihat seekor ikan raksasa berwarna kemerahan. Dihujamkannya sebilah pedang ke tubuh ikan tersebut kemudian dicongkelnya mata ikan tersebut. Karena terlalu keras, mata ikan tersebut terpelanting jauh hingga jatuh di halaman seorang penguasa di sebuah negeri. Mata ikan tersebut kemudian berubah menjadi gunung. Sang penguasa merasa gelisah dengan adanya gunung di halamannya. Ia kemudian mengadakan sebuah sayembara. Barang siapa dapat memindahkan gunung tersebut dari halaman rumahnya, dia akan dijadikan penguasa di negeri itu dan dinikahkan dengan anaknya. Beungong Peukeun yang mendengar sayembara
tersebut segera berangkat ke sana. Begitu tiba di tempat yang dimaksud, dia segera mencongkel gunung tersebut dengan pedang saktinya. Dalam sekejap, gunung tersebut dapat dilemparkannya jauh-jauh. Sang penguasa menepati janjinya. Beungong Peukeun diberi kekuasaan memerintah negeri tersebut dan dinikahkan dengan putri
45
penguasa. Demikianlah kisah tentang dua saudara ini. Akhirnya, mereka berdua hidup bahagia. Penulis: Yulia S. Setiawati
46
REFERENSI
Isi cerita diadaptasi dari L.K. Ara. 1995. Cerita Rakyat dari Aceh. Jakarta: Grasindo.
Tenas
Effendy.
2006.
Tunjuk
Ajar
Melayu.
Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan Penerbit AdiCita Karya Nusa.
47