Anda di halaman 1dari 4

Hikayat Raja Berekor

(Cerita Rakyat Daerah Belitung)

Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Belitung ada sebuah kerajaan yang makmur sejahtera. Tetapi
di tengah kemakmuran dan kesejahteraan tersebut terjadilah sebuah peristiwa menggemparkan yang
membuat malu seisi kerajaan, terutama Sang Raja. Peristiwa tersebut adalah hamilnya puteri raja yang
disebabkan karena berhubungan intim dengan anjing kesayangannya sendiri. Akibatnya, dia pun diusir
dari kerajaan untuk menghilangkan malu sekaligus aib kerajaan.

Setelah di usir, sambil membawa perbekalan secukupnya Sang Putri bersama anjing kesayangannya pergi
menuju hutan belantara yang jauh dari kerajaan. Beberapa bulan kemudian lahirlah seorang bayi laki-
laki. Namun, tidak seperti bayi pada umumnya, bayi hasil hubungan manusia dengan seekor anjing ini
memiliki perawakan yang aneh, yaitu sekujur tubuhnya dipenuhi bulu serta berekor layaknya seekor
anjing.

Anak ini dipelihara dengan penuh kasih sayang. Semenjak bayi hingga beranjak dewasa dia selalu diajak
oleh orang tuanya (Sang Putri dan anjing kesayangannya) berburu binatang hutan, menangkap ikan
sungai, serta mencari segala macam tetumbuhan yang dapat dikonsumsi sebagai makanan. Maklum,
semenjak diusir dari istana, persediaan makanan yang diberikan hanya cukup untuk beberapa minggu
saja. Selanjutnya, mereka harus mencari makan sendiri hanya yang bertumpu pada kemurahan alam
hutan.

Suatu hari, karena merasa sudah cukup ahli, si anak berekor pergi berburu seorang diri. Di suatu tempat
dia berjumpa dengan sepasang burung kutilang yang sedang memberi makan anaknya. Awalnya, dia
akan memanah kedua induk burung tersebut. Namun, dia mengurungkan niat karena melihat
keharmonisan rumah tangga burung kutilang itu. Walau harus mencari serangga jauh dari sarang, induk
kutilang tetap mencari dan memberi makan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Mereka tidak
menghiraukan kalau perut sendiri belum terisi makanan.

Ketika kembali ke rumah, si anak berekor segera menceritakan keluarga burung kutilang yang dilihatnya
tadi. Di akhir cerita, si anak berekor mengajukan sebuah pertanyaan yang sangat mengejutkan
ibundanya. Dia bertanya, di manakah ayahnya berada. Dia beranggapan kalau binatang sekecil burung
kutilang saja membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anakya. Dalam
pikirannya, tentu dia juga memiliki seorang ibu dan juga ayah. Tetapi selama ini yang dilihatnya hanyalah
ibu dan anjing kesayangan ibunya saja.

Terkejut dengan pertanyaan anaknya, Sang Ibu tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Dia
hanya mengatakan bahwa ayah si anak berekor tidak ada. Tetapi jawaban tersebut sangat tidak
memuaskan si anak. Dia terus saja mendesak dan bahkan saking kesalnya malah mengancam akan
menggunakan kekerasan apabila tidak mendapat keterangan yang sesungguhnya.
Takut akan ancaman si anak berekor yang memiliki tubuh besar, kuat, dan kekar, akhirnya Sang Ibu pun
menjawab bahwa ayahnya adalah anjing yang selama ini tinggal bersama mereka. Anjing itu bernama
Tumang. Pantas saja anjing ini selalu berada tidak jauh dari mereka dan bersikap seakan selalu menjaga
dan melindungi.

Mendengar jawaban sang ibu, kini giliran si anak berekor yang terkejut setengah mati. Dia tidak
menyangka dan sekaligus tidak percaya kalau ayahnya adalah seekor anjing. Dengan sangat marah,
dalam sekejap mata dia langsung menangkap Tumang yang sedang berdiri di samping ibundanya. Tubuh
Tumang lalu diangkat tinggi dan dijatuhkan dengan sangat keras ke tanah. Akibatnya, tulang tengkorak
kepala Tumang pecah dan dia pun mati seketika. Anjing kesayangan yang sekaligua ayah dari si anak
berekor itu telah mati di tangan anaknya sendiri. Bangkainya kemudian dibawa ke sungai untuk
dihanyutkan.

Begitulah, waktu pun terus berlalu. Keluarga itu kini hidup tanpa anjing kesayangan yang sekaligus
merangkap sebagai suami dan ayah. Sang Ibu tampak semakin tua karena hatinya selalu diliputi
kesedihan. Sementara anaknya tumbuh menjadi seorang pemuda nekat namun gagah berani dan tidak
takut dengan siapapun. Dia sudah tidak ingat lagi kalau telah membunuh ayahnya dan secara tidak sadar
membuat ibunya selalu bersedih hati.

Suatu hari, sang pemuda berekor berniat mencari pengalaman baru di luar tempat tinggalnya. Oleh Sang
ibu dia disarankan untuk membuat sebuah perahu. Selesai perahu dibuat, diisilah dengan berbagai
macam perbekalan lalu digunakan untuk berlayar mengarungi samudra tanpa mengetahui arah mana
yang akan dituju. Pikirnya, ke manapun perahu ini berlayar, suatu saat pasti akan bersandar juga.

Beberapa minggu kemudian sampailah dia di sebuah pantai dekat dengan perkampungan nelayan. Di
sana dia mendapat penjelasan bahwa tempat itu adalah merupakan wilayah kekuasaan Raja Palembang.
Kagum akan kehebatan Raja Palembang, si pemuda berekor segera mendatangi istananya. Maksudnya
adalah untuk mengajukan diri menjadi raja juga agar dapat memperoleh kekuasaan seperti Raja
Palembang.

Ternyata ajuan itu disetujui oleh Raja Palembang, asalkan si pemuda berekor memerintah di daerah
asalnya sendiri dan daerah tersebut nantinya menjadi taklukan Raja Palembang. Syarat itu langsung
diterima oleh si pemuda berekor, maka jadilah dia sebagai seorang raja. Julukannya adalah raja berekor
karena memiliki ekor panjang layaknya kera. Raja baru ini kemudian diperintahkan kembali ke daerah
asalnya dengan membawa pengikut yang berasal dari daerah jajahan Raja Palembang. Jumlah mereka
diperkirakan setara dengan delapan gantang bulir padi.

Sesampainya di daerah asal, Raja Berekor memerintahkan para pengikutnya membuat istana di sekitar
Aik Bebulak atau yang sekarang sejajar dengan aliran Sungai Cerucuk yang melintasi Kampung Perawas.
Di tengah-tengah ruang istana dibuat sebuah singgasana dari sebuah tempayan besar yang di atasnya
diletakkan sebilah papan dari kayu ulin yang diberi lubang. Fungsi lubang adalah sebagai tempat
memasukkan ekor ketika duduk di singgasana.
Selanjutnya, Raja Berekor membentuk sebuah "kabinet" yang terdiri atas: perdana menteri, menteri,
hulubalang, dan pesuruh. Jumlah kabinet inti adalah sembilan orang yang salah seorang diantaranya
bernama Sikum. Selain itu, dipekerjakan pula sejumlah perempuan sebagai juru masak, pelayan, dan
dayang istana. Hasilnya, roda pemerintahan mulai berjalan sesuai dengan rencana Raja Berekor.

Di tengah kegembiraan dapat menjadi raja yang menguasai sebuah wilayah beserta penghuni yang ada
di dalamnya, ada suatu kejadian aneh. Kejadian itu bermula ketika ada seorang juru masak membuat
kelalaian saat menyiapkan makanan siang untuk Sang Raja Berekor. Secara tidak sengaja salah satu
jarinya tersayat pisau hingga berdarah dan menetes dalam makanan yang siap dihidangkan. Ketika akan
diganti dengan yang baru makanan itu terlanjur dibawa oleh pelayan lain ke meja makan Raja Berekor.

Sang Raja yang tidak mengetahui langsung saja menyantap makanan itu dengan lahap. Bahkan sangat
lahap karena dia merasa belum pernah memakan masakan yang selezat itu. Usai makan, Raja Berekor
langsung memanggil perdana menterinya untuk mencari dan membawa orang yang meracik
makanannya.

Singkat cerita, dengan tubuh gemetar dan wajah pucat pasi juru masak menghadap Sang Raja Berekor.
Dia lalu menceritakan seluruh kejadian tentang masakan yang dihidangkan pada Sang Raja Berekor pada
hari itu. Dia juga bersedia menerima hukuman karena melakukan kelalaian hingga makanan bercampur
dengan darahnya.

Tanpa dinyana, bukannya marah Raja Berekor malah terbahak-bahak. Dia mengatakan pada juru masak
kalau makanan yang dihidangkannya adalah makanan paling lezat yang pernah dia rasakan. Darah
manusia yang secara tidak sengaja tercampur dalam masakan ternyata membuatnya lebih sedap dan
nikmat. Pikir Raja Berekor, mungkin akan sangat nikmat apabila daging manusia juga ikut dijadikan
sebagai makanan.

Tidak berapa lama kemudian Raja Berekor menyuruh si juru masak pergi lalu memanggil lagi perdana
menteri. Setelah perdana menteri menghadap, Raja Berekor menitahkannya untuk mencari manusia
yang sehat jasmaninya. Apabila tertangkap, mereka akan dijadikan tawanan untuk selanjutnya satu
persatu dikorbankan sebagai santapan Sang Raja Berekor.

Awalnya perdana menteri menolak perintah tersebut. Selama hidup, dia tidak pernah melihat dan
bahkan mendengar kalau daging manusia dijadikan sebagai makanan. Tetapi karena Sang Raja Berekor
memperlihatkan kemurkaannya, mau tidak mau perdana menteri menurutinya, walau dalam hati tidak
sependapat. Korban pertama adalah orang yang dianggap paling bersalah, yaitu si juru masak. Apabila
dia tidak ceroboh, maka Raja Berekor tidak akan mungkin terbit selera untuk memakan daging manusia.

Sejak saat itu, ada saja rakyat yang dikorbankan setiap harinya sebagai santapan Raja Berekor. Mereka
dapat berasal dari kalangan kanak-kanak, remaja, orang dewasa, orang tua, laki-laki, perempuan,
bergantung dari selera Raja Berekor. Jumlah korbannya dapat satu hingga tiga orang dalam sehari.
Akibatnya, semakin hari jumlah penduduk berkurang hingga tinggal para hulubalang dan sembilan orang
"kabinet inti" kerajaan saja.
Sebagian dari hulubalang yang tidak ingin mati sia-sia segera melarikan diri ke daerah Belantu, Sijuk, dan
Buding. Sementara sebagian lainnya yang tidak sempat melarikan diri terpaksa harus menjadi korban
selanjutnya. Akhirnya, yang tersisa hanya tingal sembilan orang "kabinet inti" kerajaan dan Raja Berekor
saja. Oleh karena itu, agar "adil" Raja Berekor memberikan sebuah teka teki berbunyi "Delipat kembang
delokir, delima kembang delikam" yang harus dijawab dalam waktu dua hari. Apabila tidak dapat
menjawab, maka secara bergiliran mereka akan dijadikan sebagai menu santapan.

Tanpa membuang waktu, para anggota "kabinet inti" kerajaan segera bermusyawarah untuk
memecahkan teka teki Raja Berekor. Tetapi baru tengah malam teka teki itu dapat terpecahkan oleh
salah seorang diantara mereka, yaitu Sikum. Dia dahulu pernah bekerja dalam pemerintahan Raja
Palembang sehingga dapat memecahkan arti dari teka-teki itu, yaitu empat orang akan dimakan pada
waktu siang, dan lima orang akan dimakan waktu malam.

Tetapi mereka berubah pikiran ketika Sikum mengutarakan pendapat untuk menghukum mati Raja
Berekor. Adapun caranya tidak langsung berhadapan mengadu kekuatan, karena walau bersembilan
rasanya tidak mungkin untuk mengalahkan Raja Berekor yang sangat kuat, bengis, dan kejam. Mereka
bersiasat menggunakan pantun lagi agar Raja Berekor berpikir keras untuk menjawabnya. Saat raja
berpikir keras tersebut tentu kewaspadaannya akan menurun sehingga kemungkinan besar akan kalah
ketika nanti diserang secara tiba-tiba menggunakan dua buah alu sakti yang dahulu ikut dibawa dari
daerah kekuasaan Raja Palembang. Kayu ini dinamakan Simpor Laki yang konon dapat dijadikan sebagai
penangkal binatang buas yang hidup di hutan.

Dua hari kemudian tibalah masanya untuk menjawab teka teki Raja Berekor. Saat menghadap dua orang
diantara mereka membawa alu dan bukan tombak sebagaimana biasanya. Selanjutnya, Perdana Menteri
menjawab teka teki Raja Berekor dengan berpantun. Sebelum Raja Berekor sempat mencerna seluruh isi
pantun tersebut, Sikum mengucapkan sebuah pantun lagi yang membutnya bertambah bingung. Dan, di
saat Raja Berekor bingung itulah serentak mereka melancarkan serangan. Lima orang memegangi
ekornya, sedangkan sisanya ada yang memukul kepalanya dengan alu dan ada pula yang menusuk
badannya dengan tombak. Akibatnya, tubuh kekar itu langsung tersungkur bersimbah darah. Mayatnya
kemudian dibawa dan dihayutkan ke sungai.

Diceritakan kembali oleh Gufron

Anda mungkin juga menyukai