Anda di halaman 1dari 32

Ramadhan: Petunjuk Alquran, Perang Badar dan Pemilu di Indonesia

Oleh Musni Umar

Tanggal 09/05/2019

Pada awal Ramadhan, saya ceramah dan traweh di Masjid Hikmatul Ilmi Universitas
Ibnu Chaldun Jakarta.

10 kemuliaan bulan Ramadhan, diantaranya, Allah menurunkan Alqur’an yang berisi


petunjuk bagi umat manusia dan orang-orang yang bertaqwa.

Adapun isi Alqur’an secara global, diantaranya,

Pertama, Akidah, yaitu keyakinan atau keimanan kepada Allah yang harus diyakini.
Allah memandu manusia melalui Alqur’an, misalnya, jika mau menjadi Muslim/Muslimah
harus mengucapkan syahadat (kesaksian) “Asyhadu anlaa ilaaha illallah wa asyhadu
anna Muhammadan Rasulullah” (Saya bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan saya
bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah Rasul (utusan) Allah.

Kedua, Ubudiyah, yaitu petunjuk (hudan) untuk beribadah (ibadah mahdhah (ibadah
murni) kepada Allah dalam rangka membangun hubungan vertikal (hablun minallah)
seperti shalat, puasa (shaum), haji dan lain sebagainya.

Ketiga, Mu’amalah, yaitu petunjuk untuk membangun hubungan horizontal dengan


sesama manusia (hablun minannaas) yang sering disebut ibadah gairu mahdhah
(ibadah tidak murni) seperti kerjasama (ta’awun), toleransi (tasamuh), membangun
persatuan (wahdah), ekonomi, politik, sosial dan sebagainya

Keempat, Akhlak, yaitu petunjuk supaya manusia memiliki tabiat, perangai, kelakuan,
budi pekerja dan tingkah laku yang baik seperti menghormati dan menyayangi orang
tua, menghormati orang lain, berkata sopan dan tidak kasar kepada orang lain,
berprilaku jujur, benar, adil, tidak munafik, tidak bohong, tidak khianat, dan tidak
berprilaku jahat dan jelek.

Kelima, sejarah/kisah. Alqur’an banyak berisi sejarah para Nabi dan umatnya, kisah
orang-orang saleh seperti kisah Ashabul Kahfi, kisah manusia serakah seperti qarun,
kisah Nabi Sulaiman A.S. yang mengerti dan busa bahasa binatang dan menjadi
penguasa yang sangat kaya dan sanggup memerintah para jin dan burung.

1
Sejarah/kisah-kusah yang tercantum dalam Alqur’an merupakan petunjuk atau kompas
supaya manusia belajar dari sejarah agar tidak mengulangi kesalahan serupa seperti
yang terjadi di masa dahulu.

Keenam, hukum. Alqur’an mengandung hukum-hukum yang kita kenal dengan konsep
“ahkamul khamzah,” yaitu halal, haram, jaiz, makruh, sunnah.

Ketujuh, dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi. Ayat yang menggambarkan hal
itu, lima ayat pertama dalam Alqur’an, surah Al ‘Alaq” ayat 1-57, yang dimulai dengan
perintah “membaca.”

Perang Badar dan Pemilu di Indonesia

Pada 17 Ramadhan tahun ke-2 hijrah Rasulullah di Madinah, terjadi pertempuran besar
yang populer dengan sebutan perang badar.

Perang badar merupakan pertempuran besar pertama umat islam melawan musuh-
musuhnya. Perang besar (gazwatul qubra) diikuti Rasulullah dan pasukannya yang
berjumlah 300 orang menghadapi pasukan musyrik quraisy dari Makkah dengan
kekuatan 1000 orang.

Perang besar ini dimenangkan oleh Nabi Muhammad SAW dan pasukannya dan
menjadi “starting point” bagi kebangkitan dan kemajuan islam.

Perang badar sejatinya merupakan perang antara penguasa politik dan ekonomi yang
takut kehilangan kekuasaan dengan Muhammad SAW dan pengikutnya yang ingin
mewujudkan perubahan.

Sebelum Muhammad SAW dan pengikutnya menjadi kuat secara militer dan ekonomi,
diserang terlebih dahulu, dengan harapan bisa dipatahkan sebelum berkembang dan
maju, tetapi kekuatan mental spiritual dan fisik yang ditempa saat puasa Ramadhan,
disertai doa Nabi Muhammad SAW dan umatnya, akhirnya perang itu dimenangkan
oleh Nabi Muhammad SAW dan pasukannya.

Indonesia saat ini, bukan perang badar dalam arti fisik, tetapi perang dalam arti non
fisik. Rakyat ingin mewujudkan perubahan seperti yang pernah Nabi Muhammad SAW
dan para sahabatnya lakukan yaitu berjuang mewujudkan keadilan, kejujuran dan
kebenaran.

Tetapi perang secara anarkis akan berujung kepada perpecahan umat islam di
Indonesia. Di bulan ramadhan ini mari kita cegah people power anarkis dan cegah
perpecahan antar umat islam di Indonesia.

2
Pemilu sebagai sarana mewujudkan perubahan sudah dilaksanakan 17 April 2019.
Akan tetapi, hasrat mempertahankan kekuasaan sangat besar, sehingga ada indikasi
kuat menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan.

Petugas pemilu telah meninggal dunia lebih dari 500 orang dan sekitar 3000 orang
jatuh sakit. Pemilu ditengarai banyak kecurangan, yang dimulai dari proses pembuatan
UU Pemilu, pelaksanaan Pemilu, dan penghitungan suara di semua tingkatan dan
situng KPU yang diduga penuh kecurangan.

Islam dan Perdamaian di Indonesia

Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbanyak di dunia harus menjadi
negara yang patut di contoh dan di teladani. Jangan karena pemilu negara kita menjadi
terpecah belah. Anak, cucu dan cicit kita di Indonesia harus tumbuh di lingkungan yang
aman dan kondusif tanpa rasa takut. Kita semua ingin agar mereka kedepannya bisa
menjadi kebanggaan bangsa. Tapi pertama kita harus berusaha membuat Indonesia
sebagai negara yang kita sangat banggakan.

Jadikanlah Indonesia sebagai negara maju yang aman, damai dan penuh rasa toleransi
antar umat beragama. Kita harus menunjukkan kepada masyarakat dunia, pemimpin-
pemimpin dunia dan negara islam lain bahwa Indonesia adalah negara mayoritas
muslim yang damai, dipenuhi persatuan dan kesatuan antar umat. Mari kita mecoba
bahu membahu di bulan ramadhan ini untuk membantu keluarga petugas pemilu yang
meninggal dunia dan sakit. Kita coba berusaha menyelesaikan kecurangan pemilu
secara adil dan bijaksana.

Di bulan ramadan ini segala kebaikan yang kita lakukan akan berlipat pahalanya.
Alangkah baiknya apabila kita sebagai umat muslim melakukan berbagai macam
kegiatan yang damai dan positif. Ayo kita berusaha menyelamatkan bangsa dan
negara. Kegiatan yang damai, berbudaya islami dan penuh dengan rasa aman yang
dapat dilakukan bersama keluarga sehingga anak kita akan menjadi pribadi yang dekat
kepada keluarga dan lebih dekat lagi kepada agamanya.

*video di twitter ini adalah contoh kegiatan islami yang damai, saya Musni Umar
berteman baik dengan teman-teman di NU walaupun saya sendiri bukan NU

Jadikanlah Indonesia sebagai The Best Country In The World!

3
Semoga di bulan Ramadhan ini, kita diberi kekuatan untuk berjuang mewujudkan
petunjuk Alqur’an yaitu kebenaran (al haq), kejujuran (as shidq) dan keadilan (al
‘adalah).

Tinta Perjalanan

4
Sifat bolak balik hati

Manusia dari masa ke semasa akan mengalami perubahan dan pergantian. Bermula
dari seorang bayi, kemudian berkembang menjadi seorang anak dan dari seorang anak
berubah menjadi remaja. Dari remaja berubah menjadi dewasa dan akhirnya menjadi
tua renta hingga ajal menjemput nyawa. Ini berarrti manusia adalah makhluk yang
sentiasa mengalami perubahan. Perubahan sangat dekat dengan fitrahnya serta sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti:Pengetahuan, Keyakinan. Pergaulan.
Pengalaman. dan sebagainya. Sangat jarang kita
menjumpai manusia yang tetap tanpa perubahan kerana perubahan pada diri manusia
merupakan suatu kelaziman. Pada asasnya, manusia memerlukan perubahan dan
kehidupan akan terasa jemu tanpa adanya perubahan. Seorang karyawan merasa jemu
melakukan pekerjaan yang tidak berubah. Setiap orang mengalami kejemuan dengan
sesuatu yang bersifat ‘monotonous’. Begitu juga dengan hati kita, ia akan sentiasa
berubah-ubah dan tidak tetap. Kadang-kadang hati ini lembut, namun kadang-kadang,
sebaliknya ianya mengeras. Kadang-kadang hati ini bercahaya dan kadang-kadang
ianya gelap. Kadang-kadang hati begitu tawadhu’ manakala di masa lain ia berubah
menjadi angkuh. Suatu ketika, hati ini boleh sabar, manakala di waktu yang lain ia cepat
marah dan langsung menjadi tidak sabar. Suatu waktu, hati ini terasa tenang, namun di
waktu yang lain ianya terasa kosong dan bingung. Hati boleh taat kepada Allah dan
boleh pula durhaka kepadaNya. Dalam beribadah, hati mampu mencapai darjat khusyu’
dan boleh pula dengan mudah menjadi lalai. Firman Allah swt : “Dan Kami bolak-
balikkan hati mereka dan penglihatan mereka.”(QS Al-An’am: 110) Iman yang ada di
dalam hati pun boleh berubah-ubah. Pagi hari beriman, petang hari ingkar. Petang hari
beriman, pagi hari kufur. Begitulah sifat hati manusia. Perubahan hati sangat cepat dan
kadang-kadang tidak mampu dikendalikan dengan baik. Boleh jadi, Hati dihiasi oleh
sifat-sifat yang luhur, namun dalam masa yang sama, ia boleh dililit dengan sifat-sifat
yang tercela. Hati dapat merasakan ketenangan ketika bersama Allah namun, ia juga
boleh merasa resah ketika menghadap Allah kerana ia merasa banyak dosa saat
menghadapNya. Hati dalam bahasa Arab disebut dengan ‘qalb’ yang ertinya bolak-balik
kerana memang sifatnya yang cepat berbolak-balik (berubah). Hati bagaikan bulu ayam
yang tergantung di atas pokok yang dibolak-balikkan oleh angin sehingga bahagian
atas terbalik ke bawah dan bahagian bawah terbalik ke atas. Demikianlah yang di
sabdakan oleh Rasulullah saw : “Hati dinamakan ‘qalb’ kerana sifatnya yang cepat
berubah. Hati itu bagaikan bulu (ayam) yang tergantung di atas sebuah pokok, yang
dibolak-balikkan oleh angin sehingga bahagian atas terbalik ke bawah dan bahagian
bawah terbalik ke atas.” (HR Ahmad) Bahkan dalam hadits lain hati berubah sangat
cepat melebihi perubahan air yang sedang mendidih. Rasulullah saw pernah bersabda
: “Sesungguhnya hati anak cucu Adam lebih cepat perubahannya dari periuk yang

5
berisi air mendidih.” (HR Ahmad) Perubahan hati terserlah pada tutur kata dan
kewujudan perbuatan yang dilakukannya. Oleh yang demikian, kita tidak perlu hairan,
jika kita menjumpai orang yang sering bersilat lidah atau orang yang tidak memberi
sepenuh komitmen dengan janji yang ia ucapkan. Namun, walaupun keberadaan hati
sentiasa berubah terus, bagi seorang mukmin, hendaknya ia berusaha menjaga dan
merawat kebersihan hati dari penyakit yang hendak merusakkannya. Hati boleh
berubah-ubah selama mana perubahan itu tidak menjurus kepada maksiat atau
durhaka kepada Allah. Tidak ada seorang pun yang dapat menjamin hatinya tetap
dalam sesuatu keadaan di mana hati akan berubah mengikut perkara yang sedang di
hadapi. Perbezaan perkara yang dihadapi boleh menyebabkan berlakunya perubahan
hati. Misalnya dalam bekerja, jika pekerjaannya banyak membawa keuntungan, hati
akan tenang dan terasa mudah untuk bekerja namun, apabila pekerjaannya muflis,
maka hati akan mula resah dan berpaling darinya. Hati akan condong kepada perkara
yang disukai dan berpaling dari perkara yang tidak disenangi. Dari sinilah, dapat
diketahui bahwa perbezaan niat atau motivasi seseorang dalam melakukan pekerjaan
ditentukan oleh sudut pandang yang berbeza-beza. CONTOH 1 : Orang yang solat, di
saat ‘takbiratul ihram' ia niat ikhlas kerana Allah, tetapi ketika berada di tengah-tengah
semasa melakukan solat, hati boleh berubah sewaktu-waktu, kerana ia mengingati
sesuatu atau kerana ia terlena dengan pujuk rayu syaitan. CONTOH 2 : Orang yang
bersedekah, di permulaan niatnya adalah kerana Allah, tetapi setelah mendapat
sanjungan dan pujian, niatnya berubah menjadi bangga serta ingin mendapat pujian.
Perubahan-perubahan ini yang semestinya dijauhi dan ditinggalkan oleh orang yang
rindu akan rahmat Allah. Rahmat dan ridha Allah akan diberikan kepada orang yang
beramal kerana Allah semata-mata mulai dari awal hingga akhir amalnya serta ia tidak
dapat menjaga niat ini kecuali ia menyerahkan urusannya kepada Allah sebelum
beramal. Kita mestilah mengetahui bahwa hati berada dalam genggaman Allah. Firman
Allah swt : “Sesungguhnya Allahlah yang membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS
Al-Anfal : 24) Dengan kata lain hanya Allah yang menguasai hati manusia. Allah swt
tidak akan menerima amal kecuali orang yang hatinya bersih (ikhlas). Firman Allah swt :
“Kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.” (QS Asy-Syu’araa’ : 89)
Hati juga boleh mengeras disebabkan : Banyak melakukan larangan Allah dan sering
meninggalkan perintahNya. Menjauhkan diri dari ulama’. Sering ketawa. Mengambil
makanan yang haram. Melakukan dosa besar misalnya boleh menyebabkan hati
menjadi beku. Hati yang beku akan sukar untuk menerima sentuhan hidayah Ilahi dan
jauh dari rahmat Allah swt. Allah swt berfirman : “Maka kecelakaan yang besarlah bagi
mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingati Allah.” (QS Az-Zumar : 22)
Sebaliknya Allah swt bakal mengampuni dosa orang yang takut pada azabNya dan ia
datang dengan hati yang bertaubat di mana Allah menggolongkan mereka di kalangan
hamba-hambaNya yang beruntung dan terus terpaut denganNya. Allah swt : “Bagi
orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sedang dia tidak kelihatan

6
(olehnya) dan ia datang dengan hati yang bertaubat.” (QS Qaaf : 33) Seorang mukmin
mesti mengetahui : Keadaan hatinya yang sentiasa berubah-ubah. Penyebab hati yang
menjadi rusak. Usaha-usaha pencegahan hati dari kerusakan. Jalan-jalan penyelesaian
untuk menyelamatkan hati. Jika kita mengetahui hati mulai terasa sakit, ia mestilah
cepat-cepat mengubati hatinya sebelum ia tertutup yang pada akhirnya akan membuat
dirinya akan hancur. Masalah ini sangat penting kerana Allah swt telah mengingatkan
kita akan bahaya hati yang keras, lalai, sakit, buta, tertutup, terbalik dan terkunci mati.
Tanpa menyedari bahwa hati itu sentiasa berubah-ubah, seringkali ia tidak bersedia
menerima masalah yang di hadapi. Dengan menyedari bahwa hati yang sentiasa
berubah-ubah, seseorang akan lebih bersedia menjalani kehidupan di bawah ketetapan
Allah swt. Perhatikan anjuran Rasulullah saw di kala kita menyukai sesuatu. Rasulullah
saw pernah bersabda : “Cintailah apa yang kamu cintai sekadarnya sahaja, boleh jadi
apa yang kamu cintai itu menjadi sesuatu yang paling kamu benci pada suatu hari
nanti. Bencilah sesuatu yang kamu benci sekadarnya sahaja, boleh jadi ia akan menjadi
sesuatu yang paling kamu sukai pada suatu hari nanti.” (HR Tirmizi) Hadits ini
menganjurkan kepada kita sikap bersederhana dalam menghadapi permasalahan hidup
serta melarang kita dari berlebih-lebihan dalam setiap perkara kerana Rasulullah saw
sangat mengetahui bahwa hati manusia sentiasa berbolak-balik. Sekarang mungkin ia
cinta, besok sudah lupa, kelmarin sangat benci, sekarang begitu rindu ingin bertemu.
Maka, hendaklah kita jangan berlebih-lebihan dalam sesuatu perkara kerana ianya
termasuk perbuatan yang dilarang dan merupakan perbuatan syaitan. Mengapa hati
sentiasa berubah-ubah? Ini adalah kerana ia merupakan muara dari segala tujuan.
Misalnya, jika sesuatu ‘A’ menyentuh hati dan berpengaruh kepadanya, maka dari arah
lain ada pula sesuatu ‘B’ yang meresap ke dalam hati yang berlawan dengan sesuatu
‘A’, hinggakan hatinya menjadi berubah. Demikianlah yang berlaku ketika syaitan turun
ke hati dan mengajaknya untuk memperturutkan keinginan nafsu, maka malaikat akan
turun ke hati untuk menghalau syaitan dari hati. Jika syaitan menarik hati untuk berbuat
keburukan, maka malaikat menarik hati untuk berbuat kebaikan. Dengan yang
demikian, dalam suatu waktu, akan berlaku perebutan antara syaitan dan malaikat
untuk menguasai hati. Hati akan penuh dengan sifat-sifat keburukan jika ia mengikuti
bisikan syaitan dan memperturutkan bisikan itu manakala hati akan penuh dengan
sifat-sifat yang baik, jika ia mengikuti bimbingan malaikat dan merealisasikan dalam
perbuatannya kerana sifat hati itu sentiasa berubah-ubah. Meskipun hati sentiasa
berubah, ada perkara yang tidak boleh berubah, iaitu : Keimanan kepada Allah.
Ketaatan kepadaNya. Janganlah sampai iman dan taqwa kita berubah-ubah kerana
kedua-duanya adalah tiang kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat kelak. Baik dan
buruk, bahagia dan susah, pahala atau siksa, syurga atau neraka bergantung pada
kedua-duanya. Begitu pentingnya perkara di atas sehingga keduanya menjadi kayu
ukur diterima atau ditolaknya amal perbuatan oleh Allah swt. Oleh kerana itu,
Rasulullah saw sentiasa berdoa agar diberikan ketetapan hati untuk mentaati Allah

7
swt. “Wahai Zat Yang Memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan
kepadaMu!”(HR Muslim) Keikhlasan mesti tetap terjaga kualitinya pada saat kita
beramal. Jika ia rusak, maka cederalah amalnya. Ikhlas beramal kerana Allah tidak
boleh berubah, kerana ia adalah ruh ibadah. Tanpanya, amal akan menjadi sia-sia.
Begitu juga dalam kita tetap berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ianya tidak
boleh berubah atau berpindah kepada pedoman-pedoman yang lain. Kedua-duanya
adalah pelita hidup dan penuntun menuju syurga Allah swt. Orang yang berpijak pada
keduanya akan selamat di dunia dan di akhirat. Akhirnya kita hanya mampu berusaha
dan berharap semoga Allah swt berkenan memberikan kemantapan iman, ketaqwaan,
keikhlasan dan ketetapan untuk berpedoman dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah kerana
dengan ketetapan hati pada perkara-perkara tersebut merupakan modal awal untuk kita
sentiasa dapat bersama Allah swt. Ya Allah, Engkaulah Tuhan yang membolak-balikkan
hati-hati, maka tetpkanlah hati kami di atas agamaMu dan lindungilah hati kami dari
sifat lalai, lupa dan buta sehingga kami mampu menangkap keagungan dan
kebesaranMu.

Naik Turunnya Iman


Bagi sebagian orang, sudah beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa saja sudah merasa
cukup. Apapun yang dilakukannya, iman yang ada dirinya tidak akan pernah luntur. Padahal
tidaklah demikian. Iman yang ada pada hati seseorang dapat luntur, atau bahkan hilang, jika
orang tersebut tidak menjaganya. Perhatikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
berikut ini:

”Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah.”
(HR Ibn Hibban)

Iman yang ada dalam hati kita mengalami fluktuasi. Iman tersebut bisa bertambah kuat, namun
juga dapat terkikis tanpa kita sadari. Naik turunnya iman yang kita miliki tergantung kepada diri
kita sendiri dalam menjaganya. Sebagai seorang muslim, tentunya kita menginginkan agar iman
yang kita miliki tidak berkurang, tapi justru bertambah kuat. Karenanya, kita harus mengetahui
apa saja yang mempengaruhi naik turunnya kadar keimanan dalam diri kita.

Sebab turunnya kadar iman

Ada banyak hal yang dapat menurunkan kadar keimanan yang ada dalam diri kita. Secara garis
besar, sebab-sebab yang menurunkan kadar keimanan dapat datang dari dalam diri kita sendiri,
dan dari pihak luar.

8
Hal-hal yang menurunkan kadar keimanan, yang berasal dari dalam diri kita diantaranya adalah:

1. Kebodohan

Kebodohan merupakan salah satu hal yang mengakibatkan berbagai perbuatan buruk. Boleh
jadi seseorang berbuat buruk karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatannya itu dilarang oleh
agama. Bahkan bisa jadi ia tidak tahu akan balasan atas perbuatannya kelak di akhirat. Karena
itu, marilah kita berupaya semaksimal mungkin untuk mencari dan menuntut ilmu, terutama
ilmu agama, sehingga terhindar dari perbuatan-perbuatan yang buruk, sebagai akibat dari
kebodohan kita sendiri.

2. Ketidak-pedulian, keengganan, dan melupakan kewajiban

Keengganan seseorang dalam ketika berurusan dengan hal-hal yang berbsifat ukhrowi
membuatnya sulit untuk dapat melakukan kebaikan. Padahal berbuat baik sudah merupakan
salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa.

Melupakan kewajibannya sebagai makhluk untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa
dapat pula menyebabkan kadar iman kita berkurang. Padahal, kita sebagai manusia diciptakan
Allah Subhanahu wa ta’alaa semata-mata untuk beribadah kepadanya. Nafsu duniawi membuat
orang lupa kewajiban utamanya ini. Akibatnya, ia akan semakin jauh dari cahaya Allah
Subhanahu wa ta’alaa.

3. Menyepelekan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa ta’alaa

Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menganggap sepele apa yang telah diperintahkan dan
dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa. Sebagai akibatnya, orang yang menganggap sepele
perintah dan larangan-Nya akan senang sekali melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Sering
juga ia menganggap bahwa apa yang dilakukannya hanyalah dosa kecil. Padahal, jika dilakukan
terus menerus, dosa-dosa kecil tersebut akan semakin besar. Karena terbiasa melakukan dosa-
dosa kecil, maka ia sudah tidak ada perasaan takut dan ragu lagi utnuk melakukan dosa-dosa
besar.

4. Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat

Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah Subhanahu wa ta’alaa menggabungkan dua jiwa,
yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan mereka saling

9
bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu melemah, maka yang lain menguat.
Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si empunya jiwa meninggal dunia.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “..barang siapa yang diberi petunjuk Allah
maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka tidak
ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk”.

Sifat lalai, tidak mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara untuk
membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat rendah hati, mau belajar,
mau melakukan instropeksi (muhasabah) merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan
(jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita.

Sedangkan dari luar diri kita, ada beberapa hal yang dapat menurunkan kadar keimanan kita,
diantaranya adalah:

1. Syaithan

Syaithan adalah musuh manusia. Tujuan syaithan adalah untuk merusak keimanan orang. Siapa
saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu mengingat Allah Subhanahu wa ta’alaa,
maka ia menjadi sarang syaithan, menjerumuskannya dalam kesesatan, ketidak patuhan
terhadap Allah Subhanahu wa ta’alaa, membujuknya melakukan dosa.

2. Bujuk rayu dunia

Allah Subhanahu wa ta’alaa berfirman dalam Al Quran:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya.
Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, al-Hadiid: 20).

Pada hakikatnya, tujuan hidup manusia adalah untuk akhirat. Dunia ini merupakan tempat kita
untuk mengumpulkan bekal bagi kehidupan kita di akhirat kelak. Segala kesenangan yang ada di
dunia ini merupakan kesenangan semu.

Namun tidak sedikit orang yang tergoda oleh kesenangan sesaat ini, sehingga rela melakukan
apa saja demi kehidupan dunia. Bahkan meskipun harus mrnyalahi perintah Allah SWT
sekalipun.

3. Pergaulan yang buruk

10
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Seseorang itu terletak pada agama teman
dekatnya, sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman
dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).

Teman dan sahabat yang sholeh sangat penting kita miliki di zaman kini dimana pergaulan
manusia sudah sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan nilai-nilai agama Islam. Berada
diantara teman-teman yang sholeh akan membuat seorang wanita tidak merasa asing bila
mengenakan jilbab. Demikian pula seorang pria bisa merasa bersalah bila ia membicarakan hal
hal yang buruk diantara orang-orang sholeh. Sebaliknya berada diantara orang-orang yang tidak
sholeh atau berperilaku buruk menjadikan kita dipandang aneh bila berjilbab atau bahkan
ketika hendak melakukan sholat.

Menaikkan Kadar Iman

Agar kadar iman dalam diri kita tidak menurun, kita harus selalu menjaga dan memelihara
keimanan kita dengan baik. Bahkan sebisa mungkin, kita harus berupaya untuk meningkatkan
kadar keimanan yang kitamiliki. Namun, meningkatkan kadar keimanan bukanlah hal yang
mudah. Ada banyak usaha yang harus kita lakukan, terlebih lagi dengan begitu banyaknya
godaan yang mampu meruntuhkan keimanan kita.

Lantas, upaya apa saja yang harus kita lakukan untuk meningkatkan kadar keimanan kita?
Berikut ini ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mempertebal kadar iman kita:

1. Mempelajari ilmu agama islam yang bersumber pada Al Quran dan hadist

Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk dapat mempelajari ilmu agama, yang sesuai dengan
tuntunan Al Quran dan Hadist. Beberapa cara untuk menambah pengetahuan kita tentang
agama islam diantaranya adalah:

• Memperbanyak membaca Al Quran dan merenungkan maknanya

Ayat-ayat Al-Qur’an memiliki target yang luas dan spesifik sesuai kebutuhan masing-masing
orang yang sedang mencari atau memuliakan Tuhannya. Sebagian ayat Al-Qur’an mampu
menggetarkan kulit seseorang yang sedang mencari kemuliaan Allah, dilain pihak Al-Qur’an
mampu membuat menangis seorang pendosa, atau membuat tenang seorang pencari
ketenangan.

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
pikiran.” (QS, Shaad: 29)

11
”Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain
kerugian.” (QS, al-Israa’: 82)

• Mempelajari sifat-sifat Allah Subhanahu wa ta’alaa

Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha
Mengetahui, maka ia akan menahan lidahnya, anggota tubuhnya dan gerakan hatinya dari
apapun yang tidak disukai Allah.

Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Indah, Maha Agung dan Maha Perkasa, maka
semakin besarlah keinginannya untuk bertemu Allah di hari akhirat sehingga iapun secara
cermat memenuhi berbagai persyaratan yang diminta Allah untuk bisa bertemu dengan-Nya
(yaitu dengan memperbanyak amal ibadah).

Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Santun, Maha Halus dan Maha Penyabar,
maka iapun merasa malu ketika ia marah, dan hidupnya merasa tenang karena tahu bahwa ia
dijaga oleh Tuhannya secara lembut dan sabar.

• Mempelajari sejarah kehidupan (Siroh) RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam

Dengan memahami perilaku, keagungan dan perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
akan menumbuhkan rasa cinta kita terhadapnya, kemudian berkembang menjadi keinginan
untuk mencontoh semua perilaku beliau dan mematuhi pesan-pesan beliau selaku utusan Allah
Subhanahu wa ta’alaa.

Seorang sahabat r.a. mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Wahai
Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?”. Rasulullah saw balik bertanya : “Apakah yang telah
engkau persiapkan untuk menghadapi hari akhirat?”. Si sahabat menjawab , “Wahai Rasulullah,
aku telah sholat, puasa dan bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua itu belum cukup.
Namun didalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya Rasulullah”. Rasulullah saw menjawab,
“Insya Allah, di akhirat kelak engkau akan bersama orang yang engkau cintai”. (HR Muslim)

Inilah hadits yang sangat disukai para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Jelaslah
bahwa mencintai Rasulullah adalah salah satu jalan menuju surga, dan membaca riwayat
hidupnya (siroh) adalah cara terpenting untuk lebih mudah memahami dan mencintai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

• Mempelajari kualitas agama islam


12
Perenungan terhadap syariat Islam, hukum-hukumnya, akhlak yang diajarkannya, perintah dan
larangannya, akan menimbulkan kekaguman terhadap kesempurnaan ajaran agama Islam ini.
Tidak ada agama lain yang memiliki aturan dan etiket yang sedemikian rincinya seperti Islam,
dimana untuk makan dan ke WC pun ada adabnya, untuk aspek hukum dan ekonomi ada
aturannya, bahkan untuk berhubungan suami -istripun ada aturannya.

• Mempelajari kehidupan orang-oran sholeh

Mereka adalah generasi-generasi terbaik dari Islam. Mereka adalah orang-orang yang kadar
keimanannya diibaratkan sebesar gunung Uhud sementara manusia zaman kini diibaratkan
kadar keimananya tak lebih dari sebutir debu dari gunung Uhud.

Umar ra pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa
makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya. Sejarah lain menceritakan tentang
lumrahnya seorang tabi’in meng-khatamkan Qur’an dalam satu kali sholatnya.

Atau cerita tentang seorang sholeh yang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut tidak
pernah sholat wajib sendiri kecuali berjamaah di mesjid. Atau seorang sholeh yang menangis
karena lupa mengucap doa ketika masuk mesjid. Inilah cerita-cerita teladan yang mampu
menggetarkan hati seorang yang sedang meningkatkan keimanannnya.

2. Merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa ta’alaa yang ada di Alam


(ma’rifatullah)

Renungkan bagaimana alam ini diciptakan. Sungguh pasti ada kekuatan luar biasa yang mampu
menciptakan alam yang sempurna ini, sebuah struktur dan sistem kehidupan yang rapi, mulai
dari tata surya, galaksi hingga struktur pohon dan sel-sel atom.

Renungkan pula rahasia dan mukjizat Qur’an. Salah satu keajaiban Al Qur’an adalah struktur
matematis Al Qur’an. Walau wahyu Allah diturunkan bertahap namun ketika seluruh wahyu
lengkap maka ditemukan bahwa kata tunggal “hari” disebut sebanyak 365 kali, sebanyak
jumlah hari pada satu tahun syamsiyyah (masehi). Kata jamak hari disebut sebanyak 30 kali,
sama dengan jumlah hari dalam satu bulan.

Sedang kata Syahrun (bulan) dalam Al Quran disebut sebanyak 12 kali sama dengan jumlah
bulan dalam satu tahun. Kata Saa’ah (jam) disebutkan sebanyak 24 kali sama dengan jumlah
jam sehari semalam. Dan semua kata-kata itu tersebar di 114 surat dan 6666 ayat dan ratusan
ribu kata yang tersusun indah.

Dan masih banyak lagi keajaiban dan mukjizat Al Quran dari sisi pandang lainnya yang
membuktikan bahwa itu bukan karya manusia. Masih banyak pula mukjizat lainnya di alam ini

13
yang membuktikan bahwa alam ini memiliki struktur yang sangat sempurna dan tidak mungkin
tercipta dengan sendirinya.

Adalah lumrah, bahwa sesuatu yang tidak mungkin diciptakan manusia, pastilah diciptakan
sesuatu yang Maha Kuasa, Maha Besar. Inilah yang menambah kecilnya diri kita dan menambah
kekaguman dan cinta serta iman kita kepada Sang Pencipta alam semesta ini.

3. Melakukan amal kebaikan dengan ikhlas

Amal perbuatan perlu digerakkan. Dimulai dari hati, kemudian terungkap melalui lidah kita dan
kemudian anggota tubuh kita. Selain ikhlas, diperlukan usaha dan keseriusan untuk melakukan
amalan-amalan ini.

a. Amalan Hati

Dilakukan melalui pembersihan hati kita dari sifat-sifat buruk, selalu menjaga kesucian hati.
Ciptakan sifat-sifat sabar dan tawakal, penuh takut dan harap akan Allah. Jauhi sifat tamak,
kikir, prasangka buruk dan sebagainya.

b. Amalan Lidah

Perbanyak membaca Al-Qur’an, zikir, bertasbih, tahlil, takbir, istighfar, mengirim salam dan
sholawat kepada Rasulullah dan mengajak orang lain kepada kebaikan, melarang kemungkaran.

c. Amalan Anggota Tubuh

Dilakukan melalui kepatuhan dalam sholat, pengorbanan untuk bersedekah, perjuangan untuk
berhaji hingga disiplin untuk sholat berjamaah di mesjid (khususnya bagi pria).

Marilah kita berdaya upaya semaksimal mungkin untuk menjaga dan meningkatkan kadar
keimanan yang ada dalam diri kita. Jangan sampai iman yang kita miliki berkurang, atau bahkan
terkikis habis, karena ketidak pedulian kita terhadap hukum-hukum Allah Subhanahu wa
ta’alaa.

Semoga Allah Subhanahu wa ta’alaa senantiasa menjaga dan melindungi kita dari jebakan
syaithan dan godaan duniawi, sehingga kita selalu berada di jalan-Nya. AMIN

Wallahu a’lam

14
Kenapa Iman Manusia Selalu Naik Turun?

Sering terbersit di benak kita suatu pertanyaan yang dialami semua orang. Terkadang kita rajin
beramal, dan suatu saat menurun. Terkadang semangat ingin mendekatkan diri pada Allah, lalu
down kembali. Iman ini selalu naik turun dan tidak stabil. Saat mendengar ceramah dari guru,
seakan ingin membuang kecintaan kepada dunia dan fokus menuju Allah. Namun setelah keluar
dari pengajian, semangat itu pudar.

Bagi kita yang mengalami masalah ini, jangan pernah putus asa. Karena masalah ini dialami oleh
semua orang. Pernah seorang sahabat datang kepada Rasulullah saw dan bertanya, “Wahai
Rasulullah, saat kami sedang duduk bersamamu, kami seakan tidak ingin lagi berhubungan
dengan apapun kecuali mendekatkan diri kepada Allah. Namun ketika pulang, kami meluakan
hal itu.”

Rasulullah menjawab, “Jika kalian tetap seperti saat duduk denganku dan mendengar
ucapanku, pasti kalian akan mampu berjabat tangan dengan malaikat.”

15
Kisah ini membuat hati kita tenang, karena bukan hanya kita yang mempunyai masalah tentang
naik turunnya semangat dalam beribadah. Orang-orang yang duduk bersama nabi pun
mengalami hal itu. Lalu bagaimana cara agar kita bisa selalu semangat mendekatkan diri kepada
Allah? Bagaimana cara untuk menstabilkan iman agar tak pernah lalai dari perintah dan
larangan-Nya?

Sebelum kita bertanya tentang hal ini, kita harus tahu terlebih dahulu tentang apa yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu? Apa yang membuatnya semangat dan rajin
untuk beramal?

Manusia melakukan sesuatu karena dua hal. Apakah dia ingin mendapat keuntungan atau ingin
terhindar dari bencana. Tak lebih dari itu. Jika kita tahu ada keuntungan yang besar, pasti kita
akan rajin untuk berusaha meraihnya. Jika kita tahu cara untuk menolak bencana, pasti kita
akan berupaya keras untuk melakukannya.

Karena itu, kita harus mencari tahu apa keuntungan terbesar dan apa bencana terbesar bagi
kita. Jangan sampai kita menghabiskan waktu hanya untuk keuntungan yang kecil dan
melupakan keuntungan yang besar. Jangan sampai umur kita habis sementara kita belum
terbebas dari bencana terbesar.

Puncak keberuntungan seorang manusia adalah ketika dia memasuki surga. Karena dia akan
hidup kekal abadi didalamnya. Dan dibalik surga itu ada kerelaan Allah swt yang lebih besar dari
semua keuntungan apapun. Sementara bencana terbesar adalah saat manusia harus hidup
selamanya dalam siksaan neraka. Adakah yang lebih besar dari ini? Imam Ali pernah berpesan,

“Setiap kenikmatan tanpa surga adalah hina, dan setiap bencana tanpa neraka adalah
keselamatan”

Segala keberuntungan yang tidak menyampaikan kita pada surga, sebenarnya itu adalah hal
yang semu dan hina. Dan seluruh bencana yang tidak mengantarkan kita pada api neraka
bukanlah bencana. Semua itu tidak bisa dibandingkan dengan bencana api neraka.

Sekedar pengetahuan tidaklah cukup untuk membuat kita rajin beramal. Sekedar rasa percaya
pun tidaklah cukup untuk menjadikan diri selalu semangat mendekat pada Allah. Ada faktor lain
yang menjadi bahan bakar kita dalam melakukan sesuatu. Apakah faktor itu?

Jika ada seorang yang terpercaya menjanjikan uang 50 juta jika kita datang ker rumahnya hari
ini, pasti kita tidak akan tidur karena takut akan terlambat. Hal itu karena kita yakin kepada
seorang yang berbicara. Kadar amal kita sebanding dengan kadar keyakinan kita. Semakin kita
yakin maka kita akan semakin rajin untuk beramal.

16
Ya, faktor yang membuat kita mau melakukan sesuatu adalah keyakinan. Pengetahuan kadang
tak cukup untuk membuat kita melakukan sesuatu. Coba perhatikan, Allah swt tidak mengutus
para nabi kecuali dengan mukjizat. Allah memberikan mukjizat itu agar manusia yakin kepada
apa yang dibawa oleh para nabi. Karena tanpa keyakinan, mustahil mereka akan mengikuti para
nabi.

‫للا فَاتَّقُواْ َّربِ ُك ْم ِمن بِآيَة َو ِجئْت ُ ُكم‬


َ ‫ون‬ِ ُ‫ َوأ َ ِطيع‬-٥٠-
“Dan aku datang kepadamu membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhan-mu. Karena itu,
bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (Ali Imran 50)

Para nabi menampilkan mukjizat terlebih dahulu, barulah mereka menyeru kepada kebenaran.

Bayangkan jika ada seorang yang dikenal sering bergurau, dia berkata bahwa dibelakang ada
api. Mungkin kita akan tertawa dan tidak mempercayainya. Kata-katanya tidak membuat orang
lain bergerak untuk lari. Tapi ketika yang berbicara adalah orang yang berwibawa dan tidak
pernah berbohong, spontan kita akan lari terbirit-birit walau kita tidak melihat api itu.

Begitulah kerja keyakinan. Seberapa yakin kita pada sang pembawa berita, sebesar itulah kadar
amal kita. Seberapa yakin kita terhadap Rasulullah saw, sebesar itupula kadar amalan yang kita
lakukan.

Karenanya, Allah swt berfirman,

ُ َ ‫ْب لَ ْال ِكت‬


‫اب َذ ِل َك‬ َ ‫ ِل ْل ُمتَّقِينَ ُهدًى فِي ِه َري‬-٢-
“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”

(Al-Baqarah 2)

Allah mengawali Al-Qur’an dengan menafikan segala bentuk keraguan didalamnya. Tidak ada
lagi yang bisa diragukan dari Al-Qur’an. Mengapa Allah mengawalinya dengan sifat ini? Karena
seseorang tidak akan mengamalkan ajaran Al-Qur’an jika dia belum yakin pada kebenaran Kitab
ini.

‫س ُن َو َم ْن َي ْبغُونَ ْال َجا ِه ِليَّ ِة أَفَ ُح ْك َم‬


َ ‫ يُو ِقنُونَ ِلقَ ْوم ُح ْكما ً للاِ ِمنَ أ َ ْح‬-٥٠-
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (Al-Ma’idah 50)

Semuanya kembali pada keyakinan. Surga dan neraka tidaklah menarik bagi mereka yang tidak
yakin kepada Rasulullah saw.

17
Keyakinan adalah pengetahuan yang tidak bisa digoyahkan. Kepercayaan yang tidak lagi mampu
dilunturkan. Lihatlah bagaimana Al-Qur’an berbicara tentang orang yang ragu terhadap
keputusan Rasulullah saw.

‫اآلخ ِر َو ْال َي ْو ِم ِباللِ يُؤْ ِمنُونَ لَ الَّذِينَ َي ْستَأ ْ ِذنُ َك ِإنَّ َما‬
ِ ‫ت‬ ْ ‫ َيت َ َر َّددُونَ َر ْي ِب ِه ْم ِفي َف ُه ْم قُلُوبُ ُه ْم َو‬-٤٥-
ْ ‫ارتَا َب‬
“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu (Muhammad), hanyalah orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu, karena itu mereka selalu
bimbang dalam keraguan.”

(At-Taubah 45)

Coba perhatikan, Allah swt menggandengkan sifat ragu itu dengan tidak beriman. Karena tidak
ada keyakinan terhadap Rasulullah dalam hati mereka. Keraguan selalu menyelimut hati
mereka.

Jika tidak percaya kepada Rasulullah saw, lalu akan mempercayai siapa? Jika tidak pada Sang
Pencipta, siapa lagi yang akan dipercaya?

ْ َ ‫ َحدِيثا ً للاِ ِمنَ أ‬-٨٧-


‫ص َد ُق َو َم ْن‬
“Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?” (An-Nisa’ 87)

Seorang yang selalu ragu tidak akan pernah memiliki sikap yang pasti dalam hidupnya. Selalu
maju mundur. Berada dalam kebingungan yang tak menentu. Dan orang seperti ini tidak akan
memiliki ketenangan dalam hidupnya.

Coba lihat bagaimana keyakinan seorang Ali bin Abi tholib, ketika berbicara tentang keyakinan,
beliau hanya berkomentar,

“Andai seluruh hijab ini disingkap dariku, maka tak bertambah sedikitpun keyakinanku”

Komentar ini menunjukkan puncak keyakinan Imam Ali bin Abi tholib. Apapun hijab langit dan
bumi jika disingkap hakekat aslinya, tidak akan menambah keyakinan beliau karena keyakinan
itu telah berada dipuncaknya. Karena beliau telah mengetahui hakekat alam semesta.

“Demi Allah, Aku tidak melihat sesuatu kecuali aku melihat Allah sebelum dan setelahnya”

Yakin = Mati

Terkadang, kata yakin dalam Al-Qur’an memiliki arti kematian. Karena tidak ada yang lebih pasti
dari kematian. Dan ketika detik-detik menuju kematian, semua akan dibuka dihadapan

18
matanya. Dia akan melihat kilas balik di masa hidupnya. Dan dia akan melihat hakekat yang
tidak dilihat oleh orang disekitarnya.

Bukankah orang-orang durjana baru akan yakin ketika mereka menghadap Allah swt. Dan baru
kemudian mereka meminta untuk diberi kesempatan kembali ke dunia untuk beramal baik.

‫سو ْال ُمجْ ِر ُمونَ إِ ِذ ت ََرى َولَ ْو‬ َ ‫س ِم ْعنَا أ َ ْب‬


ُ ‫ص ْرنَا َربَّنَا َربِ ِه ْم ِعن َد ُرؤُ و ِس ِه ْم نَا ِك‬ ْ َ‫صا ِلحا ً نَ ْع َم ْل ف‬
َ ‫ار ِج ْعنَا َو‬ َ ‫ ُموقِنُونَ إِنَّا‬-
١٢-
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orang-orang yang berdosa itu
menundukkan kepalanya di hadapan Tuhan-nya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah
melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan
kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin.” (As-Sajdah 12)

Artinya, keyakinanlah yang mendorong manusia untuk beramal. Jika kita bisa yakin saat masih
di dunia, mengapa harus menunggu di alam akherat untuk yakin? Sementara saat itu tidak ada
lagi kesempatan kita untuk beramal baik.

Apapun yang disampaikan Rasulullah saw tidak boleh ditawar lagi. Karena beliau telah melihat
segalanya dengan Ainul Yaqin. Akan tetapi mereka mengabaikan perintahnya. Karena belum
mengerti siapa Rasulullah saw. Siapa orang yang membawa kabar langit ini. Keyakinan kita pada
seseorang menentukan keyakinan kita pada apa yang dibawanya. Sudah yakinkah kita pada
Rasulullah saw?

Apa sebenarnya yakin itu?

Apakah keyakinan itu memiliki tingkatan?

Apa tanda-tanda orang yang telah yakin?

Apa efek positif jika seseorang telah yakin?

Temukan Jawabannya dalam Kenapa Iman Manusia Selalu Naik Turun? (Bag 2)

19
20
20 Jalan Menguatkan Iman

Beberapa perintah Allah kepada kita agar kita bertakwa.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa


kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.” (Ali
Imran: 102)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
mengembangbiakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah
yang denan (menggunakan) nama-Nya kami saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.” (An-Nisa: 1)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan, barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang besar.”

Namun, iman di dalam hati kita bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu dinamis. Bak
gelombang air laut yang kadang pasang naik dan kadang pasang surut.

Ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih ada dalam kebaikan, kita
beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu membuat kita
ada di luar koridor ajaran Rasulullah saw., kita celaka. Rasulullah saw. bersabda, “Engkau
mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap semangat mempunyai kelemahan.
Barangsiapa yang kelemahannya tertuju pada sunnahku, maka dia telah beruntung. Dan,
siapa yang kelemahannya tertuju kepada selain itu, maka dia telah binasa.” (Ahmad)

Begitulah kondisi hati kita. Sesuai dengan namanya, hati –dalam bahasa Arab qalban—
selalu berubah-ubah (at-taqallub) dengan cepat. Rasulullah saw. berkata, “Dinamakan hati
karena perubahannya. Sesungguhnya hati itu ialah laksana bulu yang menempel di pangkal
pohon yang diubah oleh hembusan angin secara terbalik.” (Ahmad dalam Shahihul Jami’ no.
2365)

Karena itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw.
menetapkan hati kita dalam ketaatan. “Ya Allah Yang membolak-balikan hati-hati manusia,
balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (Muslim no. 2654)

21
Hati kita akan kembali pada kondisi ketaatan kepada Allah swt. jika kita senantiasa
memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu
dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana pakaian yang
dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam
hatimu.” (Al-Hakim di Al-Mustadrak, 1/4; Al-Silsilah Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di
Al-Kabir)

Bagaimana cara memperbaharui iman? Ada 20 sarana yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai
berikut.

1. Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran

Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati
manusia. “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82).

Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan
hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan
hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu
engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an,
memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus
mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka
dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”

2. Rasakan keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim
yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan
tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.

22
Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki
nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-‘Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-
Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala
sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.

Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, “Dan mereka tidak
mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya
dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.”
(Az-Zumar: 67)

3. Carilah ilmu syar’i

Sebab, Al-Qur’an berkata, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-
Nya ialah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Karenanya, dalamilah ilmu-ilmu yang
mengantarkan kita pada rasa takut kepada Allah.

Allah berfirman, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?” (Az-Zumar: 9). Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia,
tahu tentang syariat yang diturunkan Allah sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke
mana tujuan akhir hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan kuat
imannya dalam aneka gelombang ujian ketimbang orang yang jahil.

Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri daripada
orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka, tentu akan
lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya surga, tentu tidak akan pernah
punya rasa rindu untuk meraihnya.

4. Mengikutilah halaqah dzikir

Suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?”
Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa
sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan

23
kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala
sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan
istri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa.”

Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah, “Demi
jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap seperti
keadaanmu di sisiku dan di dalam dzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas
kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan. Tetapi, wahai Hanzhalah, sa’atah, sa’atan,
sa’atan.” (Shahih Muslim no. 2750)

Begitulah majelis dzikir. Bisa menambah bobot iman kita. Makanya para sahabat sangat
bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. “Duduklah besama kami untuk
mengimani hari kiamat,” begitu ajak Muadz bin Jabal. Di halaqah itu, kita bisa
melaksanakan hal-hal yang diwajibkan Allah kepada kita, membaca Al-Qur’an, membaca
hadits, atau mengkaji ilmu pengetahuan lainnya.

5. Perbanyaklah amal shalih

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di hari ini?”
Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, “Siapa di antara kalian
yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw.
bersabda, “Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang malainkan dia akan
masuk surga.” (Muslim)

Begitulah seorang mukmin yang shaddiq (sejati), begitu antusias menggunakan setiap
kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk
mendapatkan surga. “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari
Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)

Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah swt., “Mereka
sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon

24
ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat: 17-19)

Banyak beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita kontinu dengan amal-amal
shalih, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits qudsy, Rasulullah saw.
menerangkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku
dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari no. 6137)

6. Lakukan berbagai macam ibadah

Ibadah memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti
zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Ada juga ibadah yang yang memadukan
semuanya seperti haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan
lemah iman kita.

Puasa membuat kita khusyu’ dan mempertebal rasa muraqabatullah (merasa diawasi
Allah). Shalat rawatib dapat menyempurnakan amal-amal wajib kita kurang sempurna
kualitasnya. Berinfak mengikis sifat bakhil dan penyakit hubbud-dunya. Tahajjud
menambah kekuatan.

Banyak melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman kita makin
baru dan cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk
surga. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menafkahi dua istri di jalan Allah, maka
dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah baik.’ Lalu
barangsiapa yang menjadi orang yang banyak mendirikan shalat, maka dia dipanggil dari
pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari
pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil
dari pintu ar-rayyan. Barangsiapa menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah,
maka dia dipanggil dari pintu sedekah.” (Bukhari no. 1798)

7. Hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su’ul khatimah

25
Rasa takut su’ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman
kita. Penyebab su’ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam
jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail, lidah kita
tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.

8. Banyak-banyaklah ingat mati

Rasulullah saw. bersabda, “Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang
ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakan hati, membuat mata menangism
mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor.”
(Shahihul Jami’ no. 4584)

Rasulullah saw. juga bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-


kelezatan, yakni kematian.” (Tirmidzi no. 230)

Mengingat-ingat mati bisa mendorong kita untuk menghindari diri dari berbuat durhaka
kepada Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Karena itu Rasulullah
menganjurkan kepada kita, “Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah, niscaya akan
mengingatkanmu terhadap hari akhirat.” (Shahihul Jami’ no. 4109)

Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah
kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak membusuk.
Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.

Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan
taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.

9. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat

26
Ada beberapa surat yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya, surah Qaf, Al-
Waqi’ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan At-Takwir. Begitu juga
hadits-hadits Rasulullah saw.

Dengan membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua
itu dan hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua pengetahuan kita tentang kejadian
hari kiamat, hari kebangkitan, berkumpul di mahsyar, tentang syafa’at Rasulullah saw.,
hisab, pahala, qishas, timbangan, jembatan, tempat tinggal yang kekal di surga atau neraka;
semua itu menambah tebal iman kita.

10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam

Aisyah pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat
awan, maka mereka gembira karena berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau jika
engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu.” Rasulullah saw. menjawab,
“Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada adzab. Sebab ada suatu kaum yang
pernah diadzab dikarenakan angin, dan ada suatu kaum yang melihat adzab seraya
berkata, ‘Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami’.” (Muslim no. 899)

Begitulah Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat
gerhana, terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, “Matahari pernah gerhana, lalu
Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut karena gerhana itu
merupakan tanda kiamat.”

11. Berdzikirlah yang banyak

Melalaikan dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kuburan sebelum kita
terbujur di kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak bisa kembali. Karena itu, orang yang ingin
mengobati imannya yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah. “Dan ingatlah Rabb-mu
jika kamu lupa.” (Al-Kahfi: 24) “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lha hati menjadi
tentram.” (Ar-Ra’d: 28)

27
Ibnu Qayim berkata, “Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak bisa mencair kecuali
dengan dzikrullah. Maka seseorang harus mengobati kekerasan hatinya dengan
dzikrullah.”

12. Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya

Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda
Rasulullah saw., “Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia dalam
keadaan sujud, maka perbanyaklah doa.” (Muslim no. 428)

Seseorang selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang mencerminkan
ketundukan dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin
menampakan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman kita.
Semakin banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah
swt.

13. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk

Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak
berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal,
hidup di dunia hanyalah sesaat saja.

Allah swt. berfirman, “Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka
kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah
dijanjikan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu
menikmatinya.” (Asy-Syu’ara: 205-207)

“Seakan-akan mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.”
(Yunus: 45)

28
14. Memikirkan kehinaan dunia

Hati seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang dipikirkannya, itulah orientasi
hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan
untuk memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah swt.,
“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran)

Karena itu pikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., “Sesungguhnya makanan
anak keturunan Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang
keluar dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya
sudah bisa diketahui akan menjadi apakah ia.” (Thabrani)

Dengan memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari orientasi ke
hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah

“Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari


ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah
lebih baik baginya di sisi Rabb-nya.” (Al-Hajj: 30)

Hurumatullah adalah hak-hak Allah yang ada di diri manusia, tempat, atau waktu tertentu.
Yang termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah
saw.; tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan waktu-waktu
tertentu seperti bulan-bulan haram.

29
Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak menyepelekan dosa-dosa kecil. Sebab,
banyak manusia binasa karena mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata
Rasulullah saw., “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu bisa berhimpun pada
diri seseornag hingga ia bisa membinasakan dirinya.”

16. Menguatkan sikap al-wala’ wal-bara’

Al-wala’ adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas kepada sesama muslim.
Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Jika terbalik, kita
benci kepada muslim dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah, tentu keadaan ini
petanda iman kita sangat lemah.

Memurnikan loyalitas hanya kepada Alah, Rasul, dan orang-orang beriman adalah hal yang
bisa menghidupkan iman di dalam hati kita.

17. Bersikap tawadhu

Rasulullah saw. bersabda, “Merendahkan diri termasuk bagian dari iman.” (Ibnu Majah no.
4118)

Rasulullah juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri


kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada
hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di
antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no.
2481)

Maka tak heran jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf –sahabat yang kaya—tidak
beda dengan yang dikenakan para budak yang dimilikinya.

18. Perbanyak amalan hati

30
Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu
dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga
akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya.
Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan mawas
diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)

19. Sering menghisab diri

Allah berfirman, “Hai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr:
18)

Umar bin Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi
waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah
cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang efektif
untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.

20. Berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan iman

Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang
hamba. Rasulullah saw. berwasiat, “Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara
kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia
memperbaharui iman di dalam hatimu.”

Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam
taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.

Kepustakaan

31
1. Mochamad Bugi, Redaktur Buletin Al-Ikhwan.

32

Anda mungkin juga menyukai