Anda di halaman 1dari 10

PERAN ESTROGEN PADA REMODELING TULANG

Iknes Sihombing
Sunny Wangko
Sonny J. R. Kalangi
Bagian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: iknessihombing@yahoo.co.id

Abstract: Bone tissues experience continual regeneration of their extracellular components by


overhauling the old components. This process is called bone remodeling, which involves several
kinds of bone cells. The most important bone cells related to the bone remodeling are osteoblasts,
osteocytes, and osteoclats. The bone remodeling is influenced by estrogen. This hormone inhibits
bone resorption, resulting in slowing down the osteoporosis process. This antiresorptive effect can
be provided also by the estrogen action on osteoblasts, which indirectly influences osteoclast
activities. Estrogen has been proved to slow down the decrease of bone mass and fracture risks in
women with osteoporosis. Hormone replacement therapy, aimed at replacing estrogen deficiency,
consists of phytoestrogen and progesteron; besides that, calcium and vitamine D are needed, too.
Keywords: estrogen, bone remodeling, osteoblast, osteocyte, osteoclast.

Abstrak: Tulang merupakan jaringan yang terus menerus melakukan regenerasi komponen-
komponen ekstrasel dengan cara menghancurkan komponen tulang yang sudah tua dan
menggantikannya dengan yang baru. Proses ini disebut remodeling tulang, yang melibatkan kerja
sel-sel tulang tertentu. Sel-sel dalam tulang yang terutama berhubungan dengan pembentukan dan
resorpsi tulang ialah osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Remodeling tulang dipengaruhi oleh
hormon estrogen. Hormon ini menekan resorpsi tulang sehingga dapat menghambat proses
kerapuhan tulang. Efek antiresorptif tersebut dapat pula dihasilkan melalui kerjanya pada osteoblas,
yang secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas osteoklas. Estrogen terbukti dapat mengurangi
laju penurunan massa tulang dan risiko fraktur pada wanita dengan osteoporosis. Terapi sulih
hormon yang digunakan untuk mengganti defisisensi estrogen ialah fitoestrogen, progesteron,
selain itu juga kalsium dan vitamin D.
Kata kunci: estrogen, remodeling tulang, osteoblas, osteosit, osteoklas.

Tulang merupakan jaringan dinamis yang memiliki sistem regenerasi seluler yang kompleks.
Sel-sel lama dirombak untuk ke-mudian diganti dengan sel-sel baru. Kese-imbangan dalam resorpsi
dan formasi tu-lang tersebut menentukan densitasnya dan memengaruhi kerentanan seseorang terha-
1,2
dap fraktur.
Osteoporosis merupakan salah satu gangguan degeneratif yang ditandai oleh penurunan massa tulang
akibat ketidak-seimbangan antara resorpsi dan formasi tu-lang. Dua faktor penting yang memberi
kontribusi terhadap gangguan ini adalah faktor penuaan dan menurunnya fungsi go-nad. Bukti-bukti
yang kuat menunjukkan bahwa menurunnya fungsi gonad, terutama sekresi estrogen pada perempuan
meno-paus, berakibat pada meningkatnya laju resorpsi tulang.
Agen yang paling berpengaruh dalam menjaga keseimbangan remodeling tulang tersebut ialah
hormon estrogen. Estrogen telah lama dikenal sebagai agen anti-resorptif yang bekerja terutama
dengan menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas. Studi-studi terakhir membuktikan bahwa efek
antiresorptif tersebut dapat pula dihasilkan melalui kerjanya pada osteoblas yang secara tidak langsung
4,5
memengaruhi aktivitas osteoklastik. Suplementasi es-trogen terbukti dapat mengurangi laju pe-nurunan
4,6
massa tulang dan risiko fraktur pa-da perempuan dengan osteoporosis.

HISTOLOGI TULANG Tulang merupakan bentuk kaku jaring-an ikat yang membentuk sebagian besar
ke-rangka vertebrata yang lebih tinggi. Ja-ringan ini terdiri atas sel-sel dan matriks intersel. Matriks
mengandung unsur orga-nik, yaitu terutama serat-serat kolagen, dan unsur anorganik yang merupakan dua
per-tiga berat tulang itu. Garam-garam anor-ganik yang bertanggungjawab atas kaku dan kejurnya tulang
ialah kalsium fosfat (kira-kira 85%), kalsium karbonat (10%), dan sejumlah kecil kalsium florida serta
7
magnesium florida. Serat-serat kolagen sa-ngat menambah kekuatan tulang itu.

Struktur tulang

Secara makroskopik, tulang dapat di-bedakan menjadi dua macam: tulang spo-ngiosa dan tulang
kompakta. Tulang kom-pakta terdiri dari sistem-sistem Harvesian atau osteon yang tersusun padat. Sistem
Harvesian terdiri dari sebuah saluran pada bagian tengahnya (kanal Harvesian) yang dikelilingi oleh
cincin-cincin konsentris (lamela) di sela-sela matriks. Sel-sel tulang (osteosit) berada pada lakuna di
antara lamelae. Lakuna berhubungan secara lang-sung dengan kanal Harvesian melalui sa-luran kecil
yang disebut kanalikuli. Pem-buluh darah tulang berada di dalam kanal Harvesian dan tersusun paralel
terhadap aksis longitudinal tulang. Tulang spongiosa yang lebih ringan dan tidak sepadat tulang kompakta
tersusun dari lempengan trabe-kula yang dihubungkan oleh kanalikuli de-ngan ruang-ruang kecil ireguler
berisi sum-sum tulang yang disebut kavitas. Trabekula dan kavitas memang tersusun longgar dan tidak
beraturan, namun struktur seperti ini justru berfungsi memaksimalkan kekuatan tulang. Struktur ini tidak
7-9
kaku dan dapat menyesuaikan diri dengan tekanan fisik pada tulang (Gambar 1 dan 2).
Sel-sel tulang Tulang dewasa dan yang sedang berkembang mengandung empat jenis sel berbeda: sel
7,10
osteogenik (osteoprogenitor), osteoblas, osteosit, dan osteoklas (Gambar 3). Sel-sel osteogenik ialah
sel-sel induk pluripoten yang belum berdiferensiasi, berasal dari jaringan ikat mesenkim. Sel ini biasanya
ditemukan pada permukaan tulang di lapisan dalam periosteum, pada endos-teum, dan dalam saluran
vaskular dari tulang kompakta. Terdapat dua jenis sel osteoprogenitor: 1) preosteoblas yang memiliki
sedikit retikulum endoplasma dan akan menghasilkan osteoblas; dan 2) preosteoklas yang mengandung
7
lebih banyak mitokondria dan ribosom bebas, dan menghasilkan osteoklas. Osteoblas membuat,
menyekresikan, dan mengendapkan unsur organik matriks tulang baru yang disebut osteoid. Osteoblas
mengandung enzim fosfatase alkali yang menandakan bahwa sel-sel ini tidak hanya berhubungan dengan
pembuatan matriks, namun juga mineralisasinya. Osteoid ialah matriks tulang belum mengapur, baru
dibentuk, dan tidak mengandung mineral, namun tidak lama setelah deposisi, osteoid segara mengalami
mineralisasi dan menjadi tulang.7 Osteosit atau sel tulang ialah osteo-blas yang terpendam dalam matriks

tulang. Mikroskop elektron memperlihatkan bahwa osteosit dan cabangnya tidak melekat lang sung pada
matriks sekitarnya, tetapi ter-pisah dari dinding lakuna dan kanalikuli oleh daerah amorf tipis. Daerah ini
7
agaknya berfungsi sebagai medium pertukaran me-tabolit.
Osteoklas ialah sel multinuklear be-sar yang terdapat di sepanjang permukaan tulang tempat terjadinya
resorpsi, remo-deling, dan perbaikan tulang. Osteoklas ini sering terdapat di dalam sebuah lekuk dangkal
pada tulang yang teresorpsi atau terkikis secara enzimatik yang disebut la-kuna Howship. Osteoklas yang
mula-mula berada di dalam tulang berasal dari prekursor mirip monosit. Sel-sel ini terlibat mengeluarkan
kolagenase dan enzim proteolitik lain yang menyebabkan matriks tulang melepaskan bagian substansi
dasar yang mengapur. Sesudah proses resorpsi rampung, osteoklas menghilang, mungkin berdegenerasi
7
atau berubah lagi menjadi sel asalnya.

Osteoblas dan osteoklas diproduksi pa-da sumsum tulang dan terbentuk melalui dua garis diferensiasi
CFU (colony forma-tion unit) yang berbeda. Pembentukan os-teoklas dari CFU-GM (granulosit-
makrofag) mengikuti garis diferensiasi hematopoietik, sedangkan pembentukan osteoblas dari CFU-F
(fibrosit) mengikuti garis dife-rensiasi mesensimal pada stroma sumsum tulang (Gambar 4). Pembentukan
osteoblas dapat berlangsung secara independen tanpa memerlukan interaksi dengan progenitor osteoklas.
Sebaliknya, pembentukan osteo-klas membutuhkan interaksi yang kom-pleks dengan progenitor
osteoblas, dimana diferensiasi CFU-GM menjadi osteoklas ti-dak dapat berlangsung tanpa adanya inter-
1,2,11
aksi seluler komponen sel-sel stroma yang memproduksi osteoblas (Gambar 5).

Matriks tulang
Matriks tulang secara khas tersusun dalam lapisan-lapisan atau lamel-lamel se-tebal 3-7 mm. Lamel-lamel
itu merupakan hasil peletakan matriks yang terjadi secara ritmik. Serat dalam lamel teratur sejajar satu
terhadap lainnya dalam bentuk pilinan Susunan serat yang berselang-seling demikian menjelaskan
mengapa lamel ter-lihat begitu jelas. Serat kolagen dalam satu lamel akan tampak sebagai bangunan me-
manjang, pada yang sebelah serat itu ter-

potong melintang dan tampak granular. Unsur organiknya mencakup kira-kira 35%, terutama terdiri dari
serat-serat osteokola-gen serupa dengan serat kolagen tipe I jaringan ikat longgar. Unsur anorganik ter-
utama terdapat di bagian semen di antara serat-serat dan merupakan 65% dari berat tulang. Mineral
7
terutama terdapat berupa kristal kalsium fosfat dalam bentuk yang serupa dengan hidroksiapatit.
REMODELING TULANG
Peran osteoblas dan osteoklas dalam re-modeling tulang
Proses remodeling merupakan dua ta-hapan aktivitas seluler yang terjadi secara siklik, yakni resorpsi
tulang lama oleh os-teoklas dan formasi tulang baru oleh osteo-blas. Pertama-tama, osteoklas akan
menye-lenggarakan resorpsi melalui proses asidi-fikasi dan digesti proteolitik. Segera setelah osteoklas
meninggalkan daerah resorpsi, osteoblas menginvasi area tersebut dan me-mulai proses formasi dengan
cara menye-kresi osteoid (matriks kolagen dan protein lain) yang kemudian mengalami minerali-sasi
(Gambar 6).

Normalnya, kecepatan resorpsi dan formasi tulang berlangsung dalam kecepatan yang sama sehingga
1,2,11
massa tulang tetap konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi re-modeling tulang Aktivitas

resorpsi dan formasi tulang diregulasi oleh berbagai faktor sistemik yang kompleks. Keseimbangan antara
akti-vitas osteoklastik dan osteblastik dijaga oleh pasokan hormon steroid yang konstan pada sel-sel
tulang. Gangguan dalam reg-ulasi tersebut nampak jelas pada penuaan dan keadaan defisiensi hormon
estrogen.1,13 Selain itu usia dan keadaan menopause, faktor-faktor risiko yang juga dikenal mem-

pengaruhi massa dan densitas tulang antara lain densitas tulang awal (yang dibawa ketika lahir) dan
ketersediaan kalsium.3 Faktor lain yang berperan dalam regu-lasi remodeling tulang ialah vitamin D,

dimana suplementasi vitamin D terbukti dapat meningkatkan kepadatan tulang, bah-kan pada wanita
menopause sekalipun.14 Hormon paratiroid dapat meningkatkan re-sorpsi tulang dengan cara melepaskan

kal-sium dari matriks tulang ke dalam sirkulasi darah untuk menjaga kadar kalsium darah agar tetap
normal.15 Regulator lain ialah hormon paratiroid serta berbagai sitokin dan enzim yang berperan sebagai

koregu-lator maupun koreseptor dalam diferensiasi maupun aktivitas sel-sel tulang.13

Osteoporosis dan gangguan lain dalam remodeling tulang


Osteoporosis merupakan keadaan ber-kurangnya massa tulang akibat ketidak-seimbangan resorpsi dan
formasi tulang yang bisa bersifat fisiologik maupun pato-logik. Jumlah formasi tulang baru akan ber-
kurang seiring dengan bertambahnya usia karena menurunnya pasokan osteoblas yang tidak bisa
mengimbangi kecepatan resorpsinya. Penurunan massa tulang akibat penuaan mulai terjadi pada dekade
4-5 kehidupan dengan kecepatan 0,3 - 0,5% per tahun. Berbeda dengan osteoporosis pada penuaan yang
lebih disebabkan oleh me-nurunnya pasokan osteoblas, osteoporosis pada defisiensi estrogen cenderung
dikait-kan dengan peningkatan aktivitas osteo-klastik. Laju penurunan massa tulang dapat bertambah
1,13
hingga 10 kali lipat pada wanita menopause atau pria yang telah menjalani vasektomi. Osteopetrosis

merupakan contoh gang-guan remodeling tulang lainnya. Gangguan herediter ini ditandai oleh defek pada
aktivitas resorpsi tulang yang diperankan oleh osteoklas, sedangkan formasi tulang oleh osteoblas tetap
berlangsung seperti biasa. Akibatnya terjadi peningkatan massa tulang akibat meningkatnya massa tulang.
Pemeriksaan radiologik menunjukkan gam-baran “tulang di dalam tulang” dan pem-besaran ukuran
tulang.2

Keluhan dan Gejala Menopause

Begitu tidak mendapat haid lagi sebagai akibat kekurangan estrogen, maka wanita akan mulai merasakan
berbagai macam keluhan. Perlu diketahui pula, bahwa terdapat sekitar 30% wanita meskipun haidnya
teratur tetapi telah mulai merasakan keluhan-keluhan seperti wanita menopause, sebagai akibat dari
berkurangnya kadar hormon estrogen di dalam tubuh(3). Keluhan-keluhan yang terjadi pada wanita pra-
menopause, menopause maupun pasca-menopause umumnya disebabkan karena rendahnya atau
kekurangan hormon estrogen, meskipun perlu juga diingat bahwa beberapa keluhan yang sama dapat pula
disebabkan karena penyakit yang lain. Keluhan-keluhan yang timbul dapat dibagi menjadi
keluhankeluhan jangka pendek dan keluhan-keluhan jangka panjang. Keluhan jangka pendek dapat
muncul begitu siklus haid menjadi tidak teratur, namun kebanyakan baru muncul begitu wanita tersebut
tidak haid setelah 6 bulan atau lebih, sedangkan keluhan jangka panjang baru akan muncul atau terlihat
setelah kurang lebih 10 tahun pasca-menopause(2). Keluhan-keluhan yang mungkin dirasakan oleh
wanita menopause antara lain adalah(4) : gejala vasomotor (gejolak panas, muka berwarna kemerahan
yang disertai dengan keringat banyak terutama pada malam hari, sulit tidur, jantung berdebar-debar, sakit
kepala), gejala psikologis (sering timbul rasa takut, gelisah, lekas marah, mudah tersinggung, pelupa,
tidak dapat berkonsentrasi, libido menurun, hilang kepercayaan diri, perasaan tertekan, kurang kemauan),
gejala urogenital (sering buang air kecil pada malam hari dan nyeri pada waktu buang air kecil, nyeri
sanggama, keputihan) sering haus, gangguan pada kulit : kulit kering, rambut rontok, kuku rapuh, gatal-
gatal di daerah kemaluan), gangguan pada mata (keratokonjungtivitis sika) dan kadar kolesterol
meningkat. Dalam jangka panjang, masalah yang sering dihadapi dan mendapat perhatian dari para ahli
maupun pemerintah di negara-negara maju pada wanita pasca-menopause adalah osteoporosis, penyakit
jantung coroner (PJK) serta penyakit Alzheimer.

Terapi Sulih Hormon

Setelah mengetahui keluhan-keluhan tersebut di atas, maka timbul pertanyaan bagaimana seorang wanita
menopause/ pasca-menopause menghadapi keluhankeluhan tersebut. Karena masalah kesehatan yang
timbul pada wanitamenopause/ pasca-menopause disebabkan kekurangan hormon estrogen, maka
pengobatannya pun adalah dengan pemberian hormon pengganti estrogen, yang dikenal dengan istilah
Terapi Pengganti Estrogen atau Estrogen Replacement Therapy (ERT). Karena pemberian estrogen ini
biasanya dikombinasikan dengan pemberian hormone progesteron, maka dikenal istilah Terapi Pengganti
Hormon (TPH) atau Terapi Sulih Hormon (TSH) atau Hormone Replacement Therapy (HRT). Menopause
merupakan peristiwa normal dan alamiah yang pasti dialami setiap wanita dan kejadiannya tidak dapat
dicegah sama sekali, dan pemberian terapi sulih hormon tidak ditujukan untuk mencegah terjadinya
menopause, melainkan hanya ditujukan untuk mencegah dampak kesehatan akibat menopause tersebut,
baik keluhan jangka pendek maupun jangka panjang.

Prinsip Terapi Hormonal

Hormon yang diberikan adalah hormone estrogen (E), akan tetapi pemberiannya selalu harus
dikombinasikan dengan progesteron (P). Pemberian progesterone antara lain bertujuan untuk mencegah
kanker endometrium, sedangkan pemberian progesteron untuk pencegahan kanker payudara masih
diperdebatkan(5) , sehingga beberapa ahli menyarankan pemberian progesteron tetap dilakukan meskipun
uterusnya telah diangkat. Beberapa penelitian pada hewan percobaan dan manusia telah membuktikan
bahwa progesteron memiliki khasiat antimitotik. Yang paling banyak dianjurkan adalah penggunaan
estrogen dan progesterone alamiah, dan selalu dimulai dengan dosis yang rendah serta lebih dianjurkan
pemberian secara per oral. Keunggulan dari estrogen alamiahadalah: jarang menimbulkan mual dan
muntah, tidak mengganggu factor pembekuan darah, tidak mempengaruhi
enzim di hati dan efeknya terhadap tekanan

darah sangat minimal karena tidak

meningkatkan renin dan aldosteron.

Beberapa contoh estrogen alamiah yang

digunakan serta dosis yang dianjurkan

adalah(6) :

􀁸 Estrogen konjugasi dengan dosis 0,625

- 1,25 mg/hari

􀁸 Estropipate, piperazin estron sulfat

dengan dosis 0,75 mg - 1,5 mg/hari

􀁸 Estradiol valerat dengan dosis 1 - 2

mg/hari

􀁸 Estriol suksinat dengan dosis 4 - 8

mg/hari

Progesteron alamiah mempunyai

beberapa keunggulan dibandingkan

dengan progesteron sintetik, yaitu: sifat

antiandrogenik (jarang menimbulkan sifatsifat

virilisasi), tidak perlu diaktifkan terlebih

dahulu di hati, dan tidak menurunkan kadar

HDL(3) . Beberapa progesteron alamiah

yang digunakan dan dosis yang dianjurkan


adalah(6) :

􀁸 Medroksi progesteron asetat (MPA)

dengan dosis 2 - 2,5 mg/hari

􀁸 Didrogesteron dengan dosis 5 mg/hari.

Estrogen sintetik dapat meningkatkan

tekanan darah melalui peningkatan sistem

renin-aldosteron-angiotensinogen,

sedangkan progesteron sintetik (turunan

noretisteron) dapat mempengaruhi High

Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density

Lipoprotein (LDL) serum serta menghambat

khasiat positif dari estrogen terhadap

pembentukan HDL. Seperti telah diketahui,

bahwa penurunan kadar HDL serum akan

meningkatkan risiko penyakit jantung

koroner (PJK)(6) .

Cara pemberian yang sangat efektif

adalah secara oral. Keuntungan pemberian

cara oral adalah dapat menstimulasi

metabolisme kolesterol HDL di hati dan

faktor-faktor tertentu di hati yang dapat

membentuk metabolisme kalsium, sehingga


sangat baik digunakan untuk mencegah

kekeroposan tulang dan perkapuran dinding

pembuluh darah (aterosklerosis). Bila tidak

dapat diberikan terapi sulih hormon (TSH)

secara oral, misalnya timbul mual, muntah

atau lainnya, maka dapat dipikirkan

pemberian cara lain, yaitu estrogen

transdermal berupa plester dengan dosis

25 - 50 ug/hari. Selain itu dapat juga

diberikan estrogen dalam bentuk krem,

yang sangat baik untuk mengatasi keluhan

berupa atrofi epitel vagina (dispareunia).

Kedua cara pemberian tersebut

(transdermal dan krem) perlu juga disertai

dengan pemberian progesteron(7) .

Beberapa kontraindikasi yang harus

diketahui sebelum pemberian TSH dimulai

antara lain adalah: hipertensi kronik (telah

dimulai sebelum menopause), obesitas,

varises yang berat, menderita penyakit

kelenjar tiroid atau sedang dalam

perawatan, menderita atau dengan riwayat


penyakit hati yang berat, hasil pap smear

abnormal, kanker payudara dan gangguan

fungsi ginjal(8) . Kontraindikasi yang begitu

banyak sebenarnya berlaku untuk

pemberian pil kontrasepsi, karena pil

kontrasepsi mengandung hormon estrogen

dan progesteron sintetik, sedangkan terapi

sulih hormon menggunakan hormon

alamiah. Beberapa kontraindikasi seperti

Click to buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com

Click to buy NOW!

PDF-XChange

www.docu-track.com

Anda mungkin juga menyukai