Anda di halaman 1dari 3

Menggapai Asa

Oleh

Fera Ananda WIjaya (X IPA 5/15)

“Pergi sana, dasar pengemis cilik!” sinar mentari sungguh menyengat. Tapi bocah cilik
berusia 7 tahun itu sudah harus merasakan pahitnya hidup di dunia. Cacian – cacian masyarakat
ia terima demi sesuap nasi pagi ini. Ia dan kawan – kawannya merupakan seorang anak jalanan.
Pergi dari satu terminal ke terminal lainnya untuk mengamen sudah jadi suatu kebiasaan. Mereka
tidur beralaskan kardus di emperan toko pasar senggol. Seringkali mereka kedinginan karena
hujan sudah mulai turun, kelaparan karena uang hasil mengamen dipalak anak jalanan lainnya.

Mereka satu kumpulan, terdiri dari 5 anak yang berlatar belakang keluarga berbeda. Dan
salah satu dari mereka yaitu Aji yang paling muda yaitu berumur 7 tahun. Sedangkan 4 anak
lainnya terdiri dari Ari, Toni, Andi, dan Juki yang berumur 13 tahun. Mereka berpetualang
mengalami manis dan pahitnya hidup di jalanan. Merasakan kelaparan, kedinginan, dan cacian
sudah biasa bagi mereka.

“Eh pergi sana dari toko saya!!”, usir pemilik toko.

Mereka segera pergi dari toko subuh itu, padahal mereka baru terlelap 2 jam. Karena
mereka mencari pekerjaan sambilan untuk esok hari. Ada yang menjadi tukang asongan atau jadi
kuli bangunan hanya untuk mencukupi kebutuhan mereka berlima. Sedangkan Aji mencari botol
bekas untuk dijual atau menjadi seorang pemulung sambil mengamen. Dibawah teriknya sinar
mentari, Aji berjalan menyusuri jalan perkotaan mencari botol bekas sambil mencari bus yang
bisa ditumpangi untuk mengamen. Saat sedang mengambil botol, tiba – tiba ada seorang kakak –
kakak yang menghampirinya.

“Dek, ini ada uang sama makanan buat kamu”, kata si kakak.

“Makasih kak, ini banyak banget”, jawab Aji.

“Iya sama – sama, ini lagi cari botol bekas atau ngamen?”, Tanya kakak.

“Dua – duanya kak”, jawab Aji.


“Rumahnya dimana? Gak dicari sama orang tuanya?” Tanya kakak.

“Enggak punya rumah sama orang tua, punyanya saudara sesama anak jalanan kak”,
jawab Aji polos.

Setelah itu, Aji diajak kakak pergi ke sebuah restoran. Kakak tersebut memperkenalkan
dirinya. Ia bernama Kak Indah, ia merupakan seorang mahasiswa dan aktivis yang bergerak
dibidang perlindungan terhadap anak – anak jalanan. Lalu, selesai makan mereka pergi mencari
teman – teman Aji dan mengumpulkannya di mobil Kak Indah. Mereka ditanyai satu persatu
oleh Kak Indah. Karena Kak Indah ingin mensurvei anak – anak jalanan yang ada di daerah itu.
Mereka mendapat tawaran untuk bergabung dalam panti asuhan milik orang tua Kak Indah yang
baru saja dibuat. Mereka akan kembali bersekolah dan diurus disana. Tetapi, mereka juga masih
diperbolehkan untuk mencari uang dari luar asal semua hal yang dilakukan massif bersifat
positif.

“Beneran kak, diajak ke panti asuhan?”, Tanya Andi.

“Beneran kok, tapi kalian sekolah sungguh sungguh ya?”, jawab Kak Indah.

“Ih, nanti kita gaboleh ngamen, mulung atau lainnya dong?”, Tanya Juki.

“Kalau itu masih diperbolehkan, bahkan nanti kalian diajarin buat kerajinan untuk
dijual”, jawab Kak Indah.

Mereka sangat senang dengan kabar itu. Kak Indah segera mengantar mereka ke tempat
panti asuhan dan bertemu teman – teman lainnya. Mereka seperti mendapat cahaya dalam
kegelapan. Mereka sudah yakin akan cita – cita mereka masing – masing. Mereka berjanji untuk
belajar sungguh – sungguh dan mencetak prestasi saat sekolah nanti. Mereka tidak akan
mengecewakan Kak Indah dan membuang kesempatan ini hanya untuk bermain – main. Setelah
sampai, mereka disambut teman – teman lainnya. Mereka diberi baju dan kamar masing –
masing.
15 tahun berlalu, Aji berumur 22 tahun dan mendapat beasiswa kedokteran di luar negeri.
Sedangkan Andi menjadi seorang pengusaha sepatu, Ari menjadi seorang guru, Juki menjadi
seorang tentara, dan Toni menjadi seorang penyanyi terkenal. Mereka menggapai semua asa
yang mereka punya dulu. Yang harus ditempuh dengan hujan badai sekalipun. Mereka tidak
berhenti sampai disitu, mereka membantu panti asuhan berkembang lebih baik lagi. Dan
tentunya, tidak melupakan jasa Kak Indah yang telah menolong mereka dari kesengsaraan hidup
di masa lampau.

Semua yang mereka anggap mimpi, kini menjadi sebuah kenyataan. Mereka terus
membantu orang lain atau anak jalanan yang senasib seperti mereka dulu. Bahkan, Ari dan Toni
telah mendapat tambatan hati dan segera menikah. Sedangkan Aji masih terus menggapai cita –
citanya menjadi seorang dokter yang dapat membantu banyak orang. Kak Indah merasa sangat
bangga karena anak – anak yang dulunya hanya tinggal di pinggir jalan sekarang sudah dapat
menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai