Anda di halaman 1dari 12

SINOPSIS

KELUARGA CEMARA

Judul Buku

: Keluarga Cemara

Pengarang

: Arswendo Atmowiloto

Penerbit

: PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit

: 2013

Jumlah Halaman : 324 Halaman


Ara dan Agil sangat mengharapkan tempat minum plastik berwarna
merah muda. Tutupnya masih bagus dan talinya juga berwarna merah
muda. Agil melihat tempat minum plastik itu waktu dijajakan Bang Muin,
pedagang barang bekas keliling. Ara dan Agil mencoba bertanya kepada
Bang Muin harga botol platik tersebut, dan ternyata harganya empat ratus
rupiah. Ara mencoba merundingkan dengan Euis. Agil bahkan ingin
membandingkan dengan opak. Akhirnya, Bang Muin mengurangi harga
menjadi tiga ratus lima puluh rupiah. Ara dan Euis menawar hingga dua
ratus lima puluh rupiah, tetap tidak bisa. Ketika esoknya bertemu lagi, Ara
tetap menawar harga tempat minum plastik itu. Bang Muin menyodorkan
tempat minum plastik, mereka boleh membayar dua ratus lima puluh
rupiah dulu dan yang seratus rupiah esok hari. Akhirnya, Euis bertekad
membelikan buat Ara dan Agil. Ia membayar dua ratus lima puluh rupiah,

yang seratus rupiah diberikan dalam bentuk buah belimbing sayur. Dan
malam hari Ara dan Agil sangat gembira dengan tempat minum plastik
itu. Pagi hari Ara membawa tempat minum plastik itu ke sekolah dan
menjaganya dengan hati hati. Tapi diluar dugaannya, bahwa tempat
minum plastik itu milik Pipin yang dijual di Bang Muin. Dan ketika Pipin
membawa

pulang,

Tante

Pressier

marah

sekali

dan

menyuruh

pembantunya untuk membakar tempat minum plastik itu.


Sewaktu melihat Ara menangis karena tempat minum plastiknya
diambil oleh Pipin, Euis langsung melabrak Tante Pressier. Dilihatnya Pipin,
Euis langsung mendekat dan menyentil telinga Pipin. Pipin menjerit keras
sekali. Tante Pressier langsung datang ke arah Pipin. Dan memarahi Euis.
Euis meminta ganti rugi terhadap botol minum plastik tersebut. Melalui
pembantunya, Tante Pressier mengganti rugi dengan memberikan uang
lima ratus rupiah. Euis tidak mau menerima, ia hanya minta uang tiga
ratus lima puluh rupiah. Untuk pertama kalinya Tante Pressier merasa
dikalahkan oleh anak kecil. Dalam hal yang selalu ia banggakan yaitu
uang. Abah tak bereaksi mendengar cerita Euis. Abah tidak suka cara Euis
yang tidak sopan kepada Orang Tua (Tante Pressier). Abah terus
menasehati

ketiga

anak

perempuannya.

Akhirnya

Abah

berjanji

menambahi uang untuk membeli tempat minum plastik baru dari toko.
Mendengar itu semuanya menjadi senang. Paginya di hari Minggu, mereka
berjalan berkeliling mencari tempat minum yang cocok. Sudah beberapa
toko dimasuki tetapi tidak ada yang cocok. Esoknya, Abah memberikan
uang kepada Euis untuk membeli tempat minun plastik bersama adiknya.
Ketika Abah pulang dari menarik becak, Abah tak melihat tempat minum
plastik baru. Euis menjelaskan tidak membeli tempat minum plastik baru
karena ingin mengobati Heli yang sakit.
Heli, anjing kampung yang diambil dari pasar oleh Abah, nampak
berbaring lesu. Akhirnya Heli dibawa ke dokter. Heli dibopong oleh Euis.
Tapi ternyata dokter hewan yang dituju sedang tidak ada. Malam sudah
larut, akhirnya Heli dibawa ke dokter hewan lainnya. Abah memakai
becaknya, yang duduk di dalam adalah Euis, Ara, dan Heli. Ketika sampai

didepan pintu rumah dokter hewan, beberapa kali bel dipijit tidak ada
yang keluar. Euis seperti melihat tirai disibak sebentar. Mereka menunggu
samapi setengah jam, tetap tak ada reaksi dari pemilik rumah. Setelah
itu, mereka pulang ke rumah. Keesokan harinya, Ara dan Agil mendekati
Heli. Membelai kepalanya, ekornya dengan penuh kasih sayang. Ternyata
Heli kemarin puasa. Memang aneh, tetapi ada anjing yang sering puasa.
Bagi Ema ada yang aneh pada putri putrinya. Pagi hari, biasanya
Agil merepotkan. Akan tetapi, kali ini Agil tidak rewel. Ketika Ara pulang
sekolah, Agil kelihatan sangat gembira. Ara mengajak Agil makan. Lalu
mereka

pergi

bermain

bersama.

Setelah

Euis

pulang

sekolah,

ia

mengambil opak dan bersiap untuk berangkat kembali. Ema jadi bertanya
tanya apa yang dilakukan ketiga putrinya. Abah yang pulang setelah
bekerja menanyakan anak anak dimana. Ema menjelaskan keanehan
dari putrinya. Ini untuk pertama kalinya, Abah dan Ema berjalan keluar
rumah. Dinaungi sepotong daun pisang. Abah dan Ema menuju jalan
besar, lalu berkelok ke arah dekat pasar. Dan keduanya terkejut. Euis, Ara,
dan Agil dalam satu payung. Saat diperjalanan, Ara menceritakan bahwa
kemari Euis menemukan sepatu bagian kanan. Lalu mereka mencari
pasangan sepatu tersebut. Untuk dipakaikan Ema. Kalimat terakhir inilah
yang menghentikan semua kemarahan Ema.
Saat

Euis berjualan opak. Ia selau berhenti di toko sepatu. Sejak

pertama kali melihat, Euis sudah tertarik. Bentuknya mungil, warnanya


hitam, ujungnya agak runcing, dan istimewanya ialah ada hak di
belakangnya. Ara sendiri yang melihat ikut mengagumi. Malam harinya,
Ara, Agil, dan Euis menceritakan sepatu manis berwarna hitam. Euis ingin
membeli sepatu itu dengan uangnya sendiri. Ternyata Abah membolehkan
Euis untuk membeli sepatu itu. Esoknya, mereka bertiga masuk ke toko
yang sudah lama diincar. Euis menjajal sepatu itu. Memang ada lecet tapi
tak terlalu kelihatan. Euis mengambil sepatu itu. Bungkusan sepatu itu
dibawa pulang. Ema ikut gembira seperti ketiga putrinya. Sore harinya,
saat semua akan pergi ke geraja, tiba tiba badan Euis panas kena

campak. Euis tak bisa menyembunyikan tangisnya karena tak bisa


memakai sepatu baru untuk acara Paskah.
Ema, Euis, Ara, dan Agil ingin membuat kejutan untuk Abah.
Persiapan

pun

diadakan.

Ema

ingin

berangkat

ke

pasar

sendiri.

Sebenarnya mereka bisa merencanakan makan bersama pagi hari. Tapi


tak enak menggangggu Abah yang tidur lelap. Sejak keluar dari rumah,
Abah tak pernah berhenti bekerja. Abah memang sangat dikenal di desa.
Banyak yang minta tolong jasa Abah. Banyak yang memberi imbalan atau
ucapan terima kasih. Dengan penghasilan seperti itu Abah menghidupi
keluarganya.

Sore

itu,

Abah

ditunggu.

Semua

cemas

menunggu

kedatangan Abah. Akhirnya Abah pulang juga. Kini semua keluarga


berkumpul bersama di meja makan. Setelah makan, semua kembali ke
kamar dan tidur.
Agil meminta kamar sendiri. Agil kalau meminta sesuatu tak pernah
lupa, walau sudah merengek. Euis sangat marah melihat sikap adiknya
yang merengek minta kamar. Malam makin larut, Abah kemudian
memutuskan malam itu juga membuat kamar bagi Agil. Dengan dua
selimut. Dipasang mengelilingi meja makan satu satunya barang di
ruang itu. Di bawahnya, digelar tikar di atas karton. Agil nyenyak disitu,
dan menemukan mimpi indah sebuah kamar khusus untuknya.
Pagi itu, tidak seperti biasanya, Euis tidak segera berangkat ke
sekolah. Meskipun sudah bangun, menyiapkan opak. Euis menyuruh Ara
untuk berangkat sekolah sendiri. Ema bertanya tanya dalam hati.
Kenapa Euis tak berangkat bersama Ara. Ternyata yang ditunggu Euis
adalah jemputan sekolah. Ema bisa melihat bahwa disana sudah
menunggu mobil jemputan. Tidak seperti biasanya, Euis tidak langsung ke
pasar. Tetapi pulang dulu. Ema menanyakan tentang Euis ikut mobil
jemputan sekolah. Euis menjelaskan kalau Mang Suaeb yang mengajak
naik mobil jemputan. Ara ingin sekali naik mobil jemputan, Euis berjanji
besok pagi akan mengajak Ara untuk naik mobil jemputan. Keesokan
harinya, Ara dan Euis menunggu di tepi jalan. Tetapi jemputan sekolah tak
muncul. Euis berlari menuju sekolah, Mang Suaeb tidak ada, tetapi teman

temannnya yang ikut jemputan sudah datang. Maka waktu pukul


sembilan, ia menemui Mang Suaeb yang mengantar. Bang Suaeb
menjelaskan bahwa dia mengajak Euis agar anak anak ikut mobil
jemputan, Euis merasa kecewa sekali mendengar penjelasan Mang Suaeb.
Eni usianya sama dengan Euis. Eni membantu tantenya di warung
nasi. Di tengah kesibukan menjajakan opak, Euis sering beristirahat di
dekat warung nasi. Saat pasar sepi, Euis membuka catatan pelajaran
sekolah, Eni selalu mencoba mengikuti apa yang ditulis Euis. Tapi Eni
jarang bisa menulis, karena ada saja yang harus dilakukan. Saai itu, Eni
mengajak Euis untuk merayakan pesta ulang tahun di depan toko kue,
sambil membayangkan kue ulang tahun. Lalu Euis setuju dan mengajak
Ara untuk ikut. Mereka bertiga sudah sampai di toko kue tersebut. Hanya
saja toko itu tutup. Penjaga menjelaskan bahwa anak pemilik toko sedang
berulang tahun dirumahnya. Eni mengangguk mendengar penjelasan
penjaga. Euis menghibur Eni dengan meyakinkan pasti tahun depan anak
pemilik toko itu merayakan ulang tahunnya di toko, dan mereka bisa
menumpang dari kejauhan.
Kalau Pendeta Eka ada digereja, biasanya gereja menjadi penuh
sesak. Sebenarnya Pendeta Eka tidak bertugas di Tasik. Hanya kadang
kadang ke desanya dulu. Pendeta Eka berjalan keliling, wajahnya ramah.
Semua orang yang digereja menatap Pendeta Eka dengan senang.
Pendeta Eka suka bercerita, itu yang membuat anak anak senang
mendengar ceritanya.
Ara sedang mengumpulkan bunga sepatu untuk semir sepatu. Ara
mendapat warisan dari Euis, karena sepatunya harus diwariskan kepada
Agil yang sudah mulai sekolah. Walaupun sepatu itu Euis kebesaran untuk
Ara, Ara mengganjal ujung sepatu dengan kain, tetapi tetap saja. Akhirnya
Ara menmukan cara terbaik. Saat berangkat sekolah, ia akan memakai
sandal. Setelah sampai disekolah, sepatunya baru dipakai. Dan selama di
kelas, sepatunya di lepas lagi. Ara menerima kenyataan itu, walau ia tahu
banyak teman sekelasnya memiliki lebih dari sepasang sepatu untuk
sekolah. Itu tidak menyurutkan semangat Ara untuk menuntut ilmu.

Pagi sekali mereka bertiga berangkat ke sekolah. Euis sudah


mengenakan seragam SLTP. Ara dan Agil berseragam merah-putih. Mereka
membawa baskom berisi opak yang mereka jual di terminal sepulang
sekolah.

Mereka

bertiga

berpamitan

kepada

Abah

yang

masih

membetulkan rantai becak. Di tempat lain, Pipin masih berada di meja


makan. Pipin adalah teman sekelas Ara. Pipin termasuk anak yang paling
dimanja oleh Ibunya yaitu Tante Pressier. Semua yang menyiapkan
sebelum berangkat ke sekolah adalah pembantunya. Berbeda sekali
dengan Ara yang selalu mandiri. Hari ini, di rumah Pipin heboh tentang
kaos kaki. Pipin mau kaos kaki yang tidak sama dengan teman
temannya. Tapi sepagi itu belum ada toko yang buka. Akhirnya, Pipin tidak
masuk sekolah hanya karena kaos kaki. Tante Pressier tidak marah
anaknya tidak masuk sekolah. Ia bisa membayar Bu Lolo untuk mengajar
di rumah.
Ara mempunyai sahabat bernama Kae. Kae termasuk anak yang
cerdas, dia selalu masuk peringkat tiga besar. Tetapi kondisi keluarga Kae
yang lebih kekurangan dari Ara, membuat Kae tidak bisa sekolah lagi.
Sepulang sekolah Ara pergi ke rumah kontrakan Kae yang berada di gang
sempit. Ara ingin memberikan buku catatan kepada Kae. Ibu Kae bekerja
sebagai wanita penghibur, tetapi dia sekarang sudah tua jadi tidak laku
lagi. Ibu Kae hanya batuk batuk sambil terus merokok. Saat Ara di
rumah Kae, Kae dimarahi habis habisan karena berbohong tidak pergi ke
warung untuk berhutang, Kae malu berhutang terus sama tetangga. Ara
diusir oleh ibunya Kae. Malamnya, Kae pergi ke rumah Ara untuk
memberikan seragam sekolah Kae yang tidak terpakai, ia akan pindah
untuk merawat Ibunya yang sedang sakit. Ara hanya bisa terdiam, dan ia
berjanji akan mengenang Kae sebagai sahabat terbaiknya.
Ceuk Salmah dikenal sebagai tukang kredit keliling. Ceuk Salmah
merayu Emak untuk menjual rumah agar bisa digunakan untuk keperluan
sekolah anaknya. Rayuan Salmah mengena. Bagi Emak, selama ini
mereka hanya mengandalkan pemasukan dari Abah, jualan opak. Namun
tetap saja tak cukup. Terutama untuk keperluan sekolah. Emak dan Abah

membicarakan

tentang

rumah.

Abah

memberi

keputusan

untuk

menunggu seminggu lagi, kalau memang tak bisa, terpaksa rumah dijual.
Abah memikirkan masalah itu ketika mengayuh becaknya. Pikiran Abah
masih kemana mana, sampai tidak tahu kalau ada razia. Becak Abah
ditarik dan diangkut oleh polisi. Sore itu Abah kembali ke rumah. Berjalan
kaki sendiri. Malam itu, ada petugas polisi mencari Abah, dan akhirnya
Abah pergi ke kantor polisi. Emak berusaha menunggu Abah di sela sela
kantuknya.
Hari sudah pagi, Emak masih tertidur. Selama menunggun Abah.
Euis-Ara-Agil

menyiapakan

keperluan

sekolah

sendiri

tanpa

membangunkan Emak. Saat turun dari tangga, Ara menempelkan jari


telunjuk ke bibir untuk memberitahukan Abah agar tidak berisik. Abah
mengangguk. Abah tampak letih. Euis-Ara-Agil berpamitan kepada Abah
lalu berangkat sekolah. Setelah samapai di depan sekolah mereka bertiga
turun. Saat Euis berjalan menuju sekolah, tiba tiba Akun berada
disampingnya. Akun anak kelas 3, anaknya cakep, tinggi, putih, dan anak
orang berada. Teman- teman sekelas Euis suka membicarakan Akun. Euis
agak kikuk berjalan dengan Akun, sehingga ia berjalan lebih cepat
mendahului Akun. Di kelas, Bu Lolo bertanya tentang keadaan Abah yang
kabarnya becaknya dirazia. Ara menjelaskan tentang kondisi Abah. Emak
membuat kejutan tak terduga. Emak pergi mandi lalu ganti baju, gayanya
tetap tenang. Rupanya Emak ingin mengambil becak yang dirazia di
kantor polisi. Abah masih setengah tak percaya ketika emak pergi. Emak
tak peduli, ia melintas masuk ke kantor polisi, menemui komandan untuk
mengutarakan keinginannya. Sulit dipercaya, tapi itulah yang terjadi siang
menjelang sore. Emak mendorong becak dari halaman kantor polisi ke
jalan raya. Tentu saja menjadi pemandangan yang menarik. Semua
melihat ke Emak. Perempuan di atas becak. Euis dan Ara saat melihat
Emak dijalan, langsung naik ke dalam becak. Penarik becak yang lain ikut
mendorong dan berjalan di sekitarnya. Jalanan jadi tambah ramai. Emak
langsung pulang ke rumah. Emak meminta maaf atas kelancangan Emak
yang mengambil becak. Dan Abah memafkan Emak. Semua larut dalam
keharuan dan kebersamaan.

Hari minggu, hari libur. Euis getol mencari kutu Agil. Agil pun tak
keberatan dicari kutunya. Agil ingin Euis mengambil kutunya sepuluh saja.
Tetapi Euis tetap nekat mengabil kutu Agil lebih dari sepuluh. Agil lari ke
depan rumah, dan melihat Abah dan Bik Eha. Abah sedang membetulkan
Ban becak. Bik Eha menyarankan Agil untuk memakai biji serikaya untuk
obat penghilang kutu. Agil dan Ara tak percaya. Akhirnya mereka mencari
biji serikaya. Agil minta Bik Eha untuk mengajari membuat obat kutu .
akhirnya mereka membuat bersama sama. Obat kutunya untuk Agil dan
sisanya untuk dijual. Stelah semua beres. Ara dan Agil berangkat ke
terminal untuk menjual obat kutu. Tiba tiba ada penjarahan barang di
toko. Semua barang dagangan Ara dan Agil berantakan di jalan karena
polisi mengira itu barang hasil curian di toko. Agil sempat memunguti dan
di pakai sendiri. Mereka berjalan pulang. Di rumah, agil langsung keramas.
Setelah itu Emak menyisir rambut Agil dan kutunya sudah hilang, ternyata
obat kutu Agil manjur. Sampai larut malam mereka menunggu Abah,
akhirnya Abah pulang tanpa membawa becak, karena becaknya sedang
diperbaiki di bengkel. Abah tak bercerita banyak tentang becaknya. Ara
dan Agil juga tek bercerita mengenai obat kutu. Malam makin larut. Emak
menemani Abah makan, ketika Euis-Ara-Agil kelelahan dan masuk kamar
untuk tidur.
Ada undangan yang amplopnya sangat mewah. Emak sedang
menyiapkan masakan. Euis gemetar saat membuka Amplop itu. Ternyata
undangan itu adalah undangan reuni sekolah Emak. Tetapi Emak tidak
mau pergi ke reuni tu. Abah memaksa. Emak tetap tidak mau pergi, Emak
berpikir reuni itu adalah ajang pamer. Dan sekarang keadaan keluarga
Abah yang tidak punya apa apa. Tiba tiba emak merebut undangan di
tangan Euis. Undangan itu disobek menjadi dua lalu dibanting. Emak
berlalri masuk ke dalam kamar. Abah lalu menyusul Emak. Di kamarnya,
Abah berusaha menghibue Emak. Euis-Ara-Agil datang ke kamar Abah dan
meminta ijin untuk berjualan obat kutu. Abah mengijinkan mereka. Euis
berjualan dideretan pertokoan. Ia akan menemui Sayo. Sayo adalah
teman baiknya. Salah satu pekerjaannya adalah melayani fotokopi. Euis
ingin membuat fotokopi undangan reuni walaupun undang itu sudah

sobek tapi bisa disatukan lagi. Setelah memfotokopi udangan reuni, Sayo
memberikan nasi bungkus untuk Euis karena Sayo sedang puasa.
Menjelang sore, Euis-Ara-Agil berkumpul di dekat tempat fotokopi. Nasi
bungkus dari Sayo dimakan bertiga. Sayo memandangi dengan senang.
Sayo

merasa

iri

akan

kerukunan

mereka,

dan

keinginan

mereka

membahagiakan orangtua.
Euis bangun dengan perasaan gundah. Ini untuk pertama kalinya
Euis merasa gelisah. Sebagai anak sulung, Euis memang paling banyak
mengetahui persoalan rumah tangga. Pdahal harusnya gembira, karena
Emak memutuskan untuk datang ke reuni. Emak sedang membeli
keperluan untuk reuni di Ceuk Salmah. Yang membuat Euis gelisah adalah
Emak meminta izin Abah untuk menjual sepasang cincin kawin. Dan Abah
menyetujui untuk kebahagiaan anak anak. Nanti sore, keluarga Abah
akan pergi ke acara reuni. Ternyata Bik Eha juga ikut, karena Bik Eha
pacaran dengan mang Keken. Selain Bik Eha, ada penumpang lain yang
bernama Lili, ia akan menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri. Lili
kelihatan sangat buru buru. Perjalanan lancar sampai ke luar desa. Tiba
tiba mobil berhenti. Rupanya ada anak kecil yang keserempet kendaraan
yang berlaju kencang. Abah memutuskan membawa korban ke rumah
sakit. Lili memilih turun dan pindah ke mobil lainnya. Mereka terpaksa
menunggu korban di rumah sakit, kemudian ada mobil ambulans masuk
ke rumah sakit, rupanya rombongan Lili masuk ke jurang, karena jalanan
licin. Tiba tiba Euis sadar dengan menolong anak kecil korban tabrak lari,
Abah telah menolong diri sendiri dan keluarganya.
Angkutan umum yang membawa rombongan Abah masih di
halaman rumah sakit. Bahkan malam itu Bik Eha masih sempat berduaan
dengan Mang keken. Menjelang pagi rombongan pulang ke rumah.
Dengan kata lain, reuni yang diharapkan itu gagal. Ara dan Agil sudah
menemukan tempat piknik baru , mereka langsung ke sungai di belakang
rumah. Sungai dengan batu batu menonjol diatasnya. Di tempat lain, Bik
Eha marah marah kepada Mang Keken, karena Keken jadi calo gadai
cincin kawin. Mang Keken mengatakan cincinnya digadaikan ke Hongkun.

Bik Eha langsung mendatangi Hongkun dan menceritakan kejadian


semalam yang menyebabkan perjalanan gagal. Hongkun berterima kasih
kepda Abah karena sudah menyelamatkan mobilnya untuk pergi ke
jakarta. Bik Eha meminta agar Hongkun mengembalikan cincin kawin
Abah. Lalu Mang Keken mengembalikan cincin itu kepada Abah. Emak dan
Abah tak sempat bertanya- tanya, karena Keken mengembalikan dan tak
mau menjawab petanyaan.
Dalam rangka ulang tahun kebupaten Indihiang, banyak sekali
kegiatan seperti lomba lomba. Agil sedang bermain bersama teman
temannya. Mereka sedang bermain Pengantin pengantinan. Uun dipilih
sebagai pengantin pertama. Anak anak lain mempersembahkan bunga
untuk Uun. Kinanti membawa bunga pisang, langsung diberi nilai nol dari
Uun. Kinanti tak boleh ikut main. Agil merasa kasihan karena Kinanti tak
boleh ikut main lagi. Di tempat lain, Ara mengikuti seleksi pambacaan
puisi. Ara siap tampil. Ara bahkan siap membaca tanpa teks. Ditengah Ara
membaca puisi, di berhenti dan bertanya kepada juri kenapa Aik gagal
padahal suara Aik sangatsyahdu melatunkan puisi. Juri menjelaskan
bahwa puisi Aik tidak ada kata desa. Ara juga gagal karena berhenti
ditengah mambaca puisi. Agil tak jadi iku bermain, ia memilih menemani
Kinanti. Mereka bertukar makanan, dan makan bersama. Aik dan Ara juga
sibuk dengan pembicaraan mereka. Aik mengajak pergi Ara. Tapi Ara
mengatakan ia dan Agil akan melihat Euis mengikuti lomba menyanyi.
Euis

telah

latihan

bernyanyi

sekian

lama,

menunjukkan

semua

kemampuannya. Penonton yang melihat angat terpukau menyaksikan


Euis.

Ketika

akhirnya

diumumkan,

Euis

banyak

berharap.

Sampai

pengumuman juara pertama, nama Euis tidak disebutkan. Euis langsung


gemetar, dan pucat. Akun langsung memprotes dewan juri, karena
dianggap penilaiannya salah. Ia tersedak, ia tak menyangka bahwa
protesnya mengenai lomba bisa nerbelok ke soal jati dirinya. Euis
sendirian berusaha menenangkan hati. Euis masih melamun, ditemani
Ara. Agil berlari lari di panggung.

Agil ikut lomba melukis. Ketika ia datang, menuju ke meja


pendaftaran. Namanya tak ditemukan. akhirnya panitia memberi nomor
urut 26. Nomor itu ada dikertas gambar, dan Agil tak perlu memberi
nama. Agil langsung mencari tempat, agil tak memperhatikan bahwa ia
duduk di dekat Pipin. Pipin langsung menjauh. Pipin mengambil kertas
gulungan dari bik Eha. Ternyata kertas gambar itu sudah ada coretan
penari bali, jadi Pipin tinggal menebali dan memberi warna. Agil sempat
melirik, dan Pipin mengacungkan tinjunya. Agil membiarkan itu dan
menyelesaikan gambar becaknya. Di ruang penjurian, Pak Wirahad
menajdi pusat perhatian. Pak Wirahad memilih enam lukisan yang
menarik, termasuk becak terbang dan penari bali. Ternyata yang
menggambar becak terbang sebenarnya Agil, tetapi panitia menulis di
piagam atas nama Lusia Larasati. Lusia Larasati tidak mengikuti lomba
karena

sakit,

dan

Agil

yang

menggantikan.

Sebenarnya

Agil

memenangkan lomba melukis, tapi karena keteledoran panitia, Agil tidak


memenangkan lomba.
Euis ingin ikut lomba akting, tapi biaya pendaftaran mahal. Maka
keinginannya hanya dipendam dam hati. Tiba tiba Akun mendekatinya
dan memberi naskah dan kartu peserta lomba. Euis sangat kaget. Euis
tersenyum dan berterima kasih kepada Akun. Sore hari, Abah kembali ke
rumah. Euis menceritakan kalau ia akan ikut lomba akting. Abah dan
Emak menyetujui dan mendukung Euis.
Saat yang paling ditunggu tunggu yaitu lomba akting. Banyak
sekali orang yang mendaftar untuk ikut lomba akting. Tidak terkecuali
Euis, Euis didaftarkan oleh Akun. Di dalam gedung sangat ramai.
Sementara

di

ruangan

khusus

untuk

dewan

juri,

Tante

Pressier

memperlihatkan siapa dirinya. Dia mengundang seluruh panitia dan juri


untuk makan di rumah besarnya. Ceuk Salmah berdiri diatas pangung
dengan tenang sekali. Reaksi penonton yang menyoraki disambut dengan
antusias. Kertas pengumuman memuat dua puluh nama peserta lomba
akting yang masuk final sudah keluar, Euis akhirnya masuk final. Abah
merasa bangga. Abah berniat segera pulang, supaya bisa mendampingi

Euis. Tiba tiba seorang penumpang duduk dalam becak. Abah tak enak
untuk menolak, sehingga Abah segera bergegas agar bisa pulang. Ia buru

buru

mengantarkan

sampai

Jalan

Mawar.

Dan

penumpangnya

menyuruhnya untuk menunggu. Di rumah, Emak menyarankan Euis


berangkat dengan Ceuk Salmah. Di tengah Perjalanan Ceuk Salmah tak
bisa melanjutkan perjalanan menuju Gedung kesenian. Tubuhnya kaku
dan kejang. Pada saat yang sama Abah ternyata ditipu dan bergegas
untuk pulang. Ceuk Salamah meminta Euis untuk segera berangkat.
Lomba akting sudah dimulai. Euis bisa muncul di pangggung, tapi tak bisa
bermain bagus. Pengumuman Pemenang sudah diumumkan, dan ternyata
tidak ada nama Euis. Selanjutnya ia bersama Ara, Agil, dan para penjaja
makanan kecil lainnya. Menawarkan dagangan, merayu pembeli. Itulah
akting sehari hari. Terminal ini adalah pentas yang sesungguhnya.
Kemenangan dan kegagalan tidak ditandai dengan tepuk tangan,
melainkan dengan terjualnya dagangan. Opaaak... Opaaaak .. itulah
dialog, monolog Euis yang masih akan terus diucapkan.
---

END

---

Anda mungkin juga menyukai