Anda di halaman 1dari 79

KIMIA ANALISA KUANTITATIF

I UMUM.
Tujuan : menentukan jumlah suatu zat atau komponen suatu zat.
Cara-cara kuantitatif dibedakan atas :
a. Cara-cara Klasik
b. Cara-cara Modern / Instrumental.

A. CARA KLASIK
Didasarkan pada penggunaan reaksi-reaksi kimia (interaksi materi
dengan materi ) disebut sebagai Cara Stoikhiometri.
Cara klasik ini dibedakan menjadi 2 cara , yaitu :
1. Gravimetri , prinsip kerjanya penimbangan hasil reaksi, disini
analat direaksikan dan hasil reaksi ditimbang untuk menentukan
jumlah zat/komponen yang dicari.
2. Volumetri , prinsip kerjanya dengan pengukuran volume, disini
analat direaksikan dan jumlahnya dihitung dari larutan pereaksi
atau volume suatu hasil reaksi. Dalam
Volumetri kita bedakan :

(1) Gasometri , yaitu analat direaksikan sehingga


terbentuk suatu gas atau terpakai pereaksi berbentuk gas.
Jumlah zat/komponen yang dicari dihitung dari volume gas
tersebut.
(2) Titrimetri, yaitu analat direaksikan dengan suatu pereaksi
sedemikian rupa, sehingga jumlah zat-zat yang bereaksi
itu satu sama lain ekivalen, artinya bahwa zat-zat yang
direaksikan itu tepat saling menghabiskan, sehingga
tidak ada yang sisa.

B. CARA MODERN / INSTRUMENT

Didasarkan pada pengukuran besaran fisik untuk menentukan


jumlah zat atau komponen yang dicari ( interaksi energi dengan

1
materi ) disebut Cara Non Stoichiometri . Energi disini bisa
dalam bentuk cahaya , listrik atau panas. Cara modern ini
dibedakan menjadi beberapa cara :
1. POTENSIOMETRI.
Berdasar pengukuran potensial suatu zat.
2. KOLOMETRI.
Berdasarkan pengukuran arus dan waktu.
3. KOLORIMETRI DAN SPEKTROFOTOMETRI.
Berdasarkan pengamatan intensitas warna.
4. KONDUKTOMETRI.
Berdasarkan pengukuran daya hantar larutan suatu zat.
5. KROMATOGRAFI
Berdasarkan absorbsi suatu zat.
 Kromatografi kertas
 Kromatografi gas
 Kromatografi lapisan tipis
6. EKSTRAKSI SOLVEN
Berdasarkan pemisahan dengan suatu pelarut.

II. DASAR – DASAR KIMIA KUANTITATIF


Dasar-dasar pada kimia kuantitatif disini terutama mengenai
stoichiometri dan konsentrasi larutan.

1. STOICHIOMETRI
Dalam analisa kimia kuantitatif, perhitungan dilakukan
berdasarkan hubungan stoichiometri dari persamaan reaksi kimia yang
terjadi. Misal pada reaksi berikut :

CaCO3 + 2HCl  CaCl2 + H2O +. CO2


Dari reaksi terlihat bahwa 1 mol CaCO3 memerlukan 2 mol HCl.
Bila jumlah mol CaCO3 yang bereaksi adalah n CaCO3 dan
jumlah mol HCl yang direaksikan adalah n HCl , maka hubungan
aljabarnya adalah :

nHCl = 2nCaCO3

2
Contoh berikut akan menjelaskan hal tersebut, bila suatu larutan yang
mengandung 8 mmol HCl ditambahkan pada 9 gram padatan CaCO3.
Berapa mol CaCO3 yang masih tertinggal setelah reaksi berhenti , bila
diketahui Berat Molekul CaCO3 = 100,09 gram / mol.

JAWAB :
CaCO3 + 2HCl  CaCl2 + H2O + CO2

 Cara pertama :
9
9 gram CaCO3 = 100,099 x 1000 mmol = 89,92 mmol

Dari reaksi terlihat bahwa 2 mmol HCl bereaksi dengan 1 mmol CaCO3.
Maka CaCO3 yang bereaksi dengan 8 mmol HCl = ½ x 8 = 4 mmol
Jadi CaCO3 yang tidak bereaksi (sisa) adalah :
89,92−4
= mol = 0,0859 mol
1000

 Cara kedua bila kita pakai rumus Aljabar diatas ( Cara


Stoichiometri ) :

nHCl = 2 x nCaCO3

8
mol HCl = mol
1000
mol CaCO3 = nHCl / 2
8 4
= = mol
1000 x 2 1000

Jadi jumlah mol CaCO3 yang tidak bereaksi :


9 4
mol ─ mol = 0,0859 mol
100,09 1000

Hasilnya sama dengan cara pertama.

Hubungan Stoichiometri yang dapat diturunkan dari reaksi kimia adalah :

3
aA + bB → cC

b nA = a nB → nA & nB = jumlah mol A & B


yang bereaksi.

c nA = a nC → nA = jumlah mol reaktan A

nC = jumlah mol produk C

b nC = c nB → nB = jumlah mol reaktan B

nC = jumlah mol produk C

GRAVIMETRI
I. UMUM

Dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada


pengukuran berat dengan cara penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang
dianalisa direaksikan. Hasil reaksi tersebut dapat berupa :

a. Sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, disebut dengan cara evolusi
b. Suatu endapan disebut cara pengendapan

a. Cara Evolusi
Dalam cara ini bahan direaksikan sehingga timbul gas, caranya
dengan memanaskan bahan tersebut atau mereaksikan dengan suatu
pereaksi. Umumnya yang dicari adalah banyaknya gas yang terjadi
dengan cara :

1. Tak Langsung
Dalam hal ini analatlah yang ditimbang setelah bereaksi. Berat
gas diperoleh sebagai selisih berat analat sebelum dan setelah
reaksi. Contohnya : 1) penentuan kadar air dalam suatu
bahan (bahan yang akan dianalisa kadar airnya dipanaskan pada
suhu tertentu untuk jangka waktu tertentu sehingga air
menguap dan beratnya diperoleh sebagai selisih berat bahan
sebelum dan sesudah pemanasan), 2) penentuan karbonat,
karena pemanasan karbonat terurai dan mengeluarkan gas CO2 ,
berat gas juga ditentukan dengan menimbang bahan sebelum
dan sesudah pemanasan.

4
2. Langsung
Mamakai zat perantara sebagai penyerap gas yang terjadi.
Bahan penyerap ditimbang sebelum dan sesudah penyerapan.
Pada penentuan kadar air maka uap air yang terjadi dilewatkan
tabung berisi bahan higroskopis yang tidak menyerap gas-gas
lain; berat tabung dengan isi sebelum dan sesudah uap diserap
menunjukkan jumlah air, begitu juga dengan karbonat ; berat
tabung dengan isi sebelum dan sesudah menyerap gas
memberikan berat CO2.
b. Cara Pengendapan

Pengendapan merupakan teknik yang secara luas dipergunakan


untuk memisahkan analat dari semua komponen lainnya. Caranya
dengan mereaksikan analat dengan suatu pereaksi sehingga
dihasilkan suatu endapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas
dasar pembentukan endapan, gravimetri dibedakan atas :

a. Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu


pereaksi, endapan biasanya berupa senyawa, baik kation/anion
dari analat mungkin diendapkan, bahan pengendapannya
mungkin anorganik, mungkin organik. Cara ini biasanya disebut
Gravimetri

b. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan kata lain analat


dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini
disebut Elektro Gravimetri, umumnya kation yang diendapkan.

II DASAR DASAR PENGERTIAN

Secara umum suatu analisa secara gravitasi biasanya berdasar reaksi


kimia sebagai berikut :

aA + rR → AaRr

Sejumlah mol analat A (a mol) direaksikan dengan sejumlah pereaksi


pengendap R (r mol) maka terbentuklah molekul endapan AaRr dengan
syarat :

5
a. Endapan AaRr harus stabil dan memiiliki hasil kali kelarutan (Ksp)
yang kecil
b. Rumus molekul endapan sebelum dan sesudah mengalami proses
pemanasan harus dapat diketahui dengan pasti

Pemanasan endapan dapat dilakukan dengan cara :

- Pemanasan sampai 100 OC - 105 OC → hanya untuk mengeringkan


saja
- Pemijaran sampai suhu yang lebih tinggi → bila yang dikehendaki
perubahan struktur, dimana molekul endapan menjadi lebih stabil.

III LANGKAH LANGKAH DALAM OPERASI GRAVIMETRI

A. Pengambilam contah (sampling)

- Bila padatan, dihaluskan, ditimbang dan dilarutkan dengan pelarut


yang sesuai
- Bila zat cair, dicampur hingga rata, pengambilan contoh bisa dilakukan
dengan pipet volumetri

Agar endapan yang terjadi tidak terlalu banyak, konsentrasi analat dalam
contoh ± 0,001 N

B. Pembentukan endapan
Langkah langkah yang merupakan faktor penting dalam proses
pembentukan endapan adalah :

1. Penambahan pereaksi pengendap.


Secara bertahap dalam suasana tertentu pereaksi pengendap selalu
diberikan dalam jumlah berlebih sehingga terbentuk endapan yang
sempurna.

2. Penyaringan
Kertas saring yang dipergunakan harus berpori halus dan bebas abu.
Apabila filtrat dari penyaringan belum jernih, dapat disaring ulang
secara kwantitatif.

6
3. Pencucian endapan
Tujuan : menghilangkan kotoran kotoran yang teradsorbsi pada
permukaan endapan maupun yang terbawa secara mekanis.

TEKNIK PENCUCIAN YANG BAIK


a. Memasukkan cairan pencuci kedalam penyaring sampai sedikit
diatas endapan, membiarkan cairan melewati kertas saring
sampai habis, demikian seterusnya dikerjakan berulang kali
sampai bersih.

b. Dengan cara Dekantasi ( enap – tuang)


Endapan dan cairan pencuci dibiarkan mengenap, setelah
mengenap, cairan dituangkan kedalam penyaring, endapan
dibiarkan didalam gelas piala, tambah lagi cairan pencuci, diaduk,
dibiarkan mengenap, cairan dituang kedalam penyaring sampai
habis. Begitu seterusnya dikerjakan berulang kali sampai endapan
bersih.

4. Pemanasan atau pemijaran, dapat dilaksanakan dengan :

a. Oven pengering (± 105 OC) apabila hanya diperlukan untuk


menghilangkan air saja. Cara ini bisa dipergunakan untuk mencari
kadar air dalam bahan pemeriksaan, misal :

7
- Mencari kadar air dalam serpihan bambu untuk bahan pembuatan
kertas
- Mencari kadar air dalam endapan berair kristal . contoh : CuSO4
5H2O

b. Oven pemijar ( tungku pemijar), bila diperlukan pemanasan


dengan suhu tinggi. Akibatnya kadang kadang formula endapan
sebelum dan sesudah pemijaran berbeda. Cara ini dipergunakan
bila diperlukan pemanasan pada suhu tinggi dimana pada suhu
tersebut endapan dalam bentuk yang stabil.

Misal :

CaC2O4 bila dipanaskan sampai 800 OC akan menjadi CaCO3,


tetapi bila pemanasan diteruskan sampai memijar pada suhu ±
1100 OC maka bentuk endapan menjadi CaO, dalam bentuk CaO
inilah paling stabil dan dapat dilaksanakan penimbangan yang
paling teliti

5. Pendinginan

Endapan yang telah mengalami pemanasan/pemijaran harus


didinginkan sampai suhu kamar sebelum tahap pengukuran
/penimbangan. Pendinginan tidak dapat dilaksanakan ditempat
terbuka, sebab endapan dapat menarik air atau CO2 dari udara
sekeliling. Pendinginan dilaksanakan didalam alat yang namanya
EKSIKATOR yang berisi bahan pengering yang masih aktif misal :

Al2O3, BaO, CaCl2, CaCO4 atau silikagel

8
C. Tahap Pengukuran/penimbangan
Tahap ini merupakan tahap yang penting karena merupakan dasar dari
perhitungan Gravimetri.

D. Tahap Perhitungan dan Penafsiran dari hasil suatu reaksi


Disini melibatkan Stoikiometri, reaksi reaksi kimia dan hitungan
matematis. Dari hasil penimbangan endapan, berat analat dapat
dihitung dengan rumus :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴
Prosentasi analat A adalah : %A = 𝑥 100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Untuk memperoleh berat A diperlukan suatu factor gravimetri

𝐵𝑀 𝐴𝑛𝑎𝑙𝑎𝑡
Faktor gravimetri =
𝐵𝑀 𝐸𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛

9
Bila berat endapan = P (gram), maka :

Berat A = berat P x faktor gravimetri

Jadi :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐺𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 𝑥 100


%A =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Contoh - Contoh Perhitungan Gravimetri

1. Sebuah contoh garam klorida seberat 0,6025 gram dilarutkan dalam


air dan kloridanya diendapkan dengan perak nitrat berlebih. Endapan
perak klorida disaring, dicuci, dikeringkan dan diketahui beratnya
0,7134 gram. Hitung prosen klorida didalam contoh.

Peyelesaian :

Misal : g = gram Cl dalam contoh

Ag+ + Cl− → AgCl↓

Mol Cl− = mol AgCl

𝑔 0,7134
=
35,45 143,32

35,45
g = 0,7134 x
143,32
f.gravimetrik
dan

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑙
% Cl = x 100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

10
35,45
0,7134 𝑥 ( )
143,32
= x 100
0,6025

= 29,29

2. Sebuah contoh besi seberat 0,4852 gram dilarutkan dalam asam,


besinya dioksidasi menjadi keadaan +3 kemudian diendapkan sebagai
oksida berair Fe2O3xH2O. Endapan disaring, dicuci dan dibakar
menjadi Fe2O3 yang ternyata beratnya 0,2481 gram. Hitung prosen Fe
dalam contoh.

Penyelesaian :

2 Fe3+ → Fe2O3 xH2O → Fe2O3 (p)

mol Fe = 2 x mol Fe2O3

𝑔 0,2481
= 2𝑥
55,85 159,69

2 𝑥 55,85
g = 0,2481 x
159,69

(2𝑥55,85)
0,2481 𝑥 [ ]
158,69
% Fe = x 100
0,4852

= 35,77

3. Berapa gram contoh yang mengandung klorida, harus diambil untuk


analisa agar prosentasi klorida didalam contoh dapat diperoleh
dengan perkalian berat perak klorida endapan dengan 10

Penyelesaian :

11
Misal : Wp = berat dalam gram endapan AgCl
Ws = berat dalam gram contoh
Maka :
𝐶𝑙
𝑊𝑝 𝑥 [ ]
𝐴𝑔𝐶𝑙
10 Wp = x 100
𝑊𝑠

Karena berat endapan (Wp) saling menghapuskan maka :

𝐶𝑙
10 Ws = x 100
𝐴𝑔𝐶𝑙

𝐶𝑙
10 Ws = x 100
𝐴𝑔𝐶𝑙

Ws = 2,474 gram

ANALISA TAK LANGSUNG

Cara analisa tak langsung dalam gravimetri pengendapan ialah


apabila dua komponen dalam suatu campuran dapat ditentukan dari dua
data analitik yang tak saling bergantung.
Dua persamaan yang mengandung kedua bilangan tidak diketahui
disusun dari persamaan-persamaan tsb, kemudian diuraikan secara
bersamaan.
Contoh :
Sebuah contoh seberat 0,7500 gram mengandung NaCl dan NaBr
dititrasi dengan 0,1043 M AgNO3 sebanyak 42,23 ml.
Contoh kedua dari berat yang sama diperlakukan dengan perak nitrat
(gravimetri) berlebihan dan campuran endapan AgCl dan AgBr disaring,
dikeringkan dan ternyata beratnya 0,842 gram. Hitung prosentase NaCl dan
NaBr dalam contoh.

Penyelesaian
a. Misalkan : x jumlah mmol NaCl dan y jumlah mmol NaBr, jadi :

12
x+y = total mmol
𝑚𝑚𝑜𝑙
= 42,23 ml x 0,1043
𝑚𝑙
= 4,405
X = 4,405 - y

b. Juga telah dihasilkan :


mgr AgCl + mgr AgBr = 804,2

Maka : [BMAgCl] x + [BMAgBr] y = 804,2


143,32 x + 107,77 y = 804,2
Substitusikan a) ke b) , maka didapat :
mmol NaCl = X= 0,516 dan mmol NaBr = y = 3,889
Jadi :
𝑚𝑔
0,516 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑥 58,443 ⁄𝑚𝑚𝑜𝑙
% NaCl = x 100 = 4,02
750 𝑚𝑔

𝑚𝑔
3,889 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑥 102,89 ⁄𝑚𝑚𝑜𝑙
% NaBr = x 100 = 53,35
750 𝑚𝑔

13
TITRIMERI

I. TEORI UMUM

Titrimetri adalah penetapan suatu bahan dengan mereaksikan


bahan/analat dengan bahan lain yang diketahui konsentrasinya dengan
tepat. Bahan yang diketahui konsentrasinya dengan teliti disebut
larutan standard. Bahan yang dicari kadarnya biasanya berada
dalam suatu tempat (erlenmeyer) disebut titrat, sedangkan bahan
yang diketahui konsentrasinya dimasukkan kedalam alat (buret)
disebut titran.
Penambahan titran dilakukan sedikit demi sedikit (tetes demi tetes)
hingga jumlah zat yang direaksikan tepat ekivalen (titik ekivalen) atau
setara yaitu titrat dan titran tepat saling menghabiskan.
Peristiwanya disebut titrasi dan metode demikian dinamakan
titrimetrik yaitu pengukuran kesetaraan (ekivalen) antara titran dan
titrat berdasarkan pengukuran volume dengan cara titrasi, sehingga
titrimetri disebut juga volumetri.
Untuk menentukan kapan titrasi harus diakhiri diperlukan alat bantu
yang berfungsi sebagai penunjuk bahwa titrasi sudah berakhir
(berhenti) yaitu :
- Timbul dari reaksi itu sendiri
- Berasal dari luar
- Berupa alat : pH meter, potensiometer
- Zat lain (bahan yang dapat merubah warna) yang disebut
indikator

Pada saat titik ekivalen (tercapai kesetaraan) tidak selalu berarti bahwa
titrat dan titran selalu sama banyak baik volume maupun jumlah gram atau
mol nya, karena jumlah zat yang bereaksi ditentukan oleh persamaan
reaksinya.

14
Contoh : penetapan kadar Na2B4O7 dengan standard HCl
Reaksi yang terjadi :
Na2B4O7 + 2 HCl + 5H2O 2NaCl + 4H3BO3

Analat Titran, Hasil reaksi yang terjadi


Sebagai filtrat larutan standard yg secara tepat ditujukkan oleh
konsentrasinya diketahui indikator
dengan tepat

HCl ekivalen dengan boraks, bila 2 mol HCl ditambahkan pada setiap mol
boraks → keduanya saling menghabiskan sehingga tidak ada sisa HCl
maupun boraks.

2 mol HCl ∞ 1 mol Na2B4O7 ∞ 2 mol NaCl ∞ 4 mol H3BO3


1
1 mol HCl ∞ mol Na2B4O7 ∞ 1 mol NaCl ∞ 2 mol H3BO3
2

Didalam kimia analitik kesetaraan tersebut mempunyai makna :

ekivalen (ek) titran = ekivalen (ek) titrat


atau
miliekv (mek) titran = miliekv. (mek) titrat

𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑚𝑜𝑙
ekivalen = miliek =
𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖

Didalam praktek/laboratorium umumnya yang dipakai adalah mek atau


mmol, sedangkan konsentrasi larutan standard dapat menggunakan.
Normal (N) = ek/L atau Molar = mol/L.

15
Bila larutan standard didalam N, maka : mek = ml x N Karena satuan
Bila larutan standard didalam M, maka : mmol= ml x M
}buret dalam ml

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa titrasi harus mempunyai


komponen :
(a) Titrat yang berisi analat
(b) Titran yang berisi larutan standard
(c) Alat bantu sebagai penunjuk berakhirnya titrasi
(d) Alat alat

A. Titrat yang berisi analat :

- Bila bahan padat, ditimbang dengan teliti dan dilarutkan dengan


pelarut yang sesuai dengan menggunakan alat labu ukur.
- Pengambilan contoh menggunakan pipet volumetrik
- Konsentrasi larutan dibuat kira kira 0,1 M. Larutan harus
homogen

B. Titran yang berisi larutan standard

Larutan standard pada umumnya mempunyai konsentrasi ≤ 0,1N.


Dan ada dua macam larutan standard yaitu :

1. Larutan standard PRIMER

Disebut juga sebagai larutan baku. Adapun syarat syarat


larutan standard primer adalah :

- Sangat murni, mudah dimurnikan


- Mudah diperiksa kemurniannya (diketahui macam dan jumlah
pengotornya).
- Stabil dalam keadaan biasa (setidak tidaknya selama
ditimbang)
- Sedapat mungkin mempunyai berat ekivalen yang tinggi
untuk mengurangi kesalahan penimbangan

16
- Dapat bereaksi menurut syarat syarat titrasi.

Larutan baku ini dipergunakan untuk menetapkan secara teliti


normalitas / molaritas titran (larutan standard sekunder)

2. Larutan standard sekunder.

Kadang kadang disebut juga larutan standard. Dibuat


dari bahan yang tidak sangat murni. Pembuatan tidak seteliti
pembuatan larutan baku, tetapi setelah menjadi larutan,
konsentrasinya harus ditetapkan secara tepat dan teliti dengan
larutan baku yang disebut Standardisasi.
Normalitas atau Molaritas larutan standard dapat dihitung
dengan rumus :

V1 N1 = V2 N2 atau
V1 M1 = V2 M2
Larutan baku = larutan standard

C. Alat bantu sebagai penunjuk berakhirnya titrasi

Biasanya digunakan indikator, dan didalam titrasi dikenal 4


macam indikator :

1. Indikator Asam Basa (untuk titrasi Asam-Basa)


Misal : Fenol ftalein (PP), Merah Metil (MM) dll.

2. Indikator Redoks (untuk titrasi redoks)


Misal : KMnO4, larutan kanji dll.

3. Indikator Ion Logam (untuk titrasi kompleksometri)


Misal : Erickrom Black T (EBT), Mureksida jingga silenol dll.

4. Indikator presipitasi (untuk titrasi pembentukan endapan)


Misal : K2CrO4, Flourensen dll.

17
D. Alat alat
Terutama alat alat gelas
Misal :
- Erlemeyer, sebagai tempat titrat
- Buret, sebagai tempat titran dengan volume yang bervariasi (25,
50 dan 100 ml)
- Labu ukur (takar), volume terukur dengan tepat sesuai dengan
kapasitas yang bersangkutan (25 ml sampai dengan 2000 ml).
- Pipet Volumetris, volume terukur dengan tepat sesuai dengan
kapasitas alat (5 ml sampai dengan 100 ml)

Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu
reaksi harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut :
1. Berlangsung sempurna , tunggal, menurut reaksi kimia dan tidak ada
hasil samping. (dasar teoritis).
2. Reaksi berlangsung cepat dan reversible (dasar praktis)
3. Ada penunjuk akhir titrasi, dapat berupa :
- Timbul dari reaksi itu sendiri
- Berasal dari luar, berupa suatu zat yang dimasukkan kedalam titrat
yang disebut indikator.
4. Larutan standard yang direaksikan dengan analat harus mudah
didapat dan sederhana penggunaannya juga harus stabil sehingga
konsentrasinya tidak mudah berubah bila disimpan.

II CONTOH PERHITUNGAN

Contoh-contoh perhitungan yang terlibat dalam standarisasi suatu


larutan.
Harus diingat bahwa pada saat titik ekivalen.
Mek analat (titrat) = mek titran (dalam N)
Mmol analat (titrat) = mmol titran (dalam M)

Contoh 1.

18
0,0542 gr Natrium Karbonat, Na2CO3 murni dilarutkan dalam air dan
dititrasi dengan suatu larutan asam Klorida sebanyak 30,23 ml untuk
mencapai titik akhir. Hitung Normalitas asamnya.

Jawab :
Na2CO3 + 2 HCl 2NaCl +H2O + CO2
Mek HCl = mek Na2CO3
BE Na2CO3 = 106,0⁄
2 = 53 mg/mek
mg Na2CO3
V HCl xN HCl =
BE Na2CO3
54,2 mg
30,23 ml x N HCl =
53,00 mg/mek
1,022 mek
N HCl = = 0,033 mek/ml
30,23 ml

Bila dalam titrasi, titik akhir terlewati, yaitu menambahkan terlalu banyak
titran, maka harus dilakukan titrasi kembali dengan larutan kedua,
normalitas dan volume larutan yang kedua harus diketahui.

Contoh 2.

0,2856 gr Natrium Oksalat, Na2C2O4 murni dilarutkan dalam air, larutan


dititrasi pada 70 OC memerlukan 45,12 ml larutan KMnO4. Titik akhir
dilampaui dan titrasi kembali dilakukan dengan 1,74 ml larutan asam oksalat
0,1032 N. Hitung Normalitas larutan KMnO4 .

Jawab :

5 C2O4= + 2 MnO4- + 16 H+ 2Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

Mek permanganat = mek oksalat

Mek KMNO4 = mek Na2C2O4 + mek H2C2O4

𝑚𝑔 Na2C2O4
V KMNO4 x N KMNO4 = + VH2C2O4 x N H2C2O4
𝐵𝐸 Na2C2O4

BE Na2C2O4 = 134/2= 67 mg/mek

285,6
45,12 ml x N KMNO4 = + 1,74 x 0,1032
67

19
4,4423 𝑚𝑒𝑘
N KMNO4 = = 0,0985 mek/ml
45,12 𝑚𝑙

Kadang kadang perlu untuk menambahkan titran secara berlebih,


misalnya dalam reaksi pengendapan AgCl , maka ditambahkan perak
nitrat berlebih.

Ag+ + Cl − AgCl ↓

Kelebihan perak dititrasi dengan larutan standard kalium tiosanat.

Ag+ + SCN − AgSCN ↓

Contoh 3

Natrium Klorida murni (BM = BE = 58,44) seberat 0,2286 g dilarutkan


dalam air, dan tepat 50 ml larutan perak nitrat ditambahkan untuk
mengendapkan AgCl. Kelebihan Ag+ dititrasi dengan 12,56 ml larutan
KSCN dari 0,0986 N. Hitung normalitas larutan AgNO3.

Jawab.

Mek AgNO3 = mek NaCl + mek KSCN

228,6
50 x N AgNO3 = + 12,56 x 0,0986
58,44

5,1496
N AgNO3 = = 0,1030 mek/ml
50

Didalam suatu titrasi kadang kadang juga diperlukan suatu proses


pengenceran misalnya kita mengambil sebagian dari larutan dan
melarutkannya / mengencerkannya hingga volume tertentu. Kemudian
mengambil sebagian dari hasil pengenceran tadi untuk dilakukan
titrasi, bagian yang dititrasi tersebut disebut dengan Aliquot.

Contoh 4.

CaCO3 murni (BM = 100,09) seberat 0,4148 g dilarutkan dalam HCl,


dan larutannya diencerkan sampai 500 ml. 50 ml aliquot diambil dan

20
dititrasi dengan 40,34 ml larutan EDTA dengan menggunakan indikator
Erio Chrom Black T. Hitung molaritas larutan EDTA.

Jawab :

Ca 2+ + Y 4− CaY 2−

Dengan ketentuan Y 4− adalah anion ETDA.

Pada titik ekivalen :

Mmol EDTA = Mmol CaCO3


Mg CaCO3
V xM ETDA =
BM CaCO3
50
Berat CaCO3 = x 0,4148 gr = 0,04148 gr = 41,48 mg
500

Jadi :
41,48
40,34 x M ETDA = mmol = 0,4144 mmol
100,09

0,4144
M ETDA = = 0,01027 mmol/ml.
40,34

III, PERHITUNGAN KEMURNIAN/KADAR DALAM PERSEN.

Untuk menganalisa suatu contoh yang kemurniannya tidak


diketahui, harus ditimbang terlebih dahulu sebagian dari contoh,
melarutkannya kemudian meniter dengan larutan standard, maka :

Mek titran = mek analat

Jika V dan N adalah volume dan normalitas dari titran, maka :

VxN = mek titran = mek analat.

Untuk menyatakan hasilnya sebagai prosentase, mili ekivalen analat


diubah menjadi berat dan dibagi dengan berat.

Contoh :

21
mg analat
% = x 100
mg contoh

mek mg
V(ml)x N( ml )x BE (mek)
= x 100
berat contoh (mg)

22
Contoh soal :

a. 2,1283 gr kalium asam ftalat (KHP) yang tidak murni memerlukan


42,58 ml larutan basa 0,1084 N untuk titrasi sampai titik akhir
dengan indikator fenol ftalin (PP). Hitung kadar KHP (BE = 204,2)
didalam contoh.

Jawab.
V x N x BE
% KHP = x 100
Berat Contoh
𝑚𝑒𝑘 𝑚𝑔
42,58 𝑚𝑙 𝑥 0,1084 ( )𝑥 204,2 ( )
𝑚𝑙 𝑚𝑒𝑘
= x 100
2128,3 𝑚𝑔
= 44,29

b. Berapa berat contoh harus diambil untuk analisa agar volume


0,1074 N NaOH yang digunakan untuk titrasi sama dengan
prosentage kalium asam ftalat (KHP) didalam contoh. (BE KHP a=
204,2 mg/mek).

Jawab .

% KHP = ml NaOH

V x N x BE
% KHP = x 100
gr.contoh
𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 0,1074 𝑥 204,2
ml NaOH = x 100
𝑚𝑔𝑟 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Mgr. contoh = 0,1074 x 204,2 x 100


= 2193

Berat contoh = 2,193 gr

23
IV. KLASIFIKASI VOLUMETRI / TITRIMETRI

Metode volumetri dibagi menurut golongan berdasarkan reaksi kimia


yang terjadi antara analat dan larutan standard. (antara titran dan titrat).

1. Titrasi berdasarkan reaksi pertukaran ion.

Yaitu reaksi reaksi kimia yang tidak menyebabkan perubahan valensi


atau perubahan tingkat oksidasinya.

a. Asidi Alkalimetri yaitu titrasi yang meliputi reaksi asam dan basa
dalam titrasi ini perubahan penting yang mendasari penentuan titik
akhir dan cara perhitungan adalah perubahan pH titran. Reaksi-
reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :

- asam dengan basa (reaksi penetralan), agar kuantitatif maka


asam dan/atau basa yang bersangkutan harus kuat.
- Asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah), agar
kuantitatif maka asam harus kuat dan garam itu harus terbentuk
dari asam lemah sekali.
Cohtoh :
HCl + Na2CO3 NaHCO3 + NaCl
2HCl + Na2CO3 H2O + CO2 + 2NaCl
HCl + NH4BO2 HBO2 + NH4Cl
- Basa dengan garam; agar kuantitatif maka basa harus kuat dan
garam harus terbentuk dari basa lemah sekali, jadi berdasar
pembentukan basa lemah tersebut.

b. Titrasi presipitasi / pengendapan, yaitu titrasi dimana terbentuk


endapan. Semakin kecil kelarutan endapan semakin sempurna
reaksinya.
Contoh :
NaCl + AgNO3 ⇆ AgCl + NaNO3
3 Zn2+ + 2 K4Fe(CN)6 ⇄ K2Zn3[Fe(CN)6]2 + 6 K+

24
Titrasi presipitasi yang menyangkut larutan AgNO3, maka titrasi ini
sering disebut sebagai Argentometri

c. Titrasi kompleksometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan


persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar
mengion), misal :

Ag+ + 2 CN− Ag(CN)2


kompleks

Disamping titrasi kompleks biasa seperti diatas, dikenal juga


kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti
yang menyangkut penggunaan EDTA

M n+ + H2Y MY = + 2H+
Logam EDTA Kompleks
Logam - EDTA

2. Titrasi berdasarkan reaksi redoks

Yaitu perpindahan elektron, disini terdapat unsur-unsur yang


mengalami perubahan bilangan oksidasi, misak :

5Fe 2+ + MnO4− + 8H+ 5Fe 3+ + Mn 2+ + 4H2O

Reaksi oksidasi :

Fe 2+ Fe 3+ + e x5
2 3
Reaksi Reduksi :

MnO4− + 8H+ + 5e Mn 2+ + 4H2O


7 2

25
V. BERAT EKIVALEN ( B. E )

Secara umum :

BM
BE =
n

Untuk analisa metode titrimetri / volumetri, n disini belum tentu


valensi. Tetapi disini adalah jumlah mol ion hidrogen (titrasi asam
basa). Jumlah mol kation univalen (titrasi pengendapan dan
pembentukan kompleks) serta jumlah mol elektron (titrasi redoks).
Jadi n disini tergantung dari reaksi yang terjadi.

1. Berat Ekivalen untuk titrasi asam-basa (netralisasi) adalah berat


(gram) dari zat yang diperlukan untuk menyediakan satu mol H+
(asam) atau yang bereaksi dengan satu mol H+ (basa)

Contoh :

a. HCl + NaOH NaCl + H2O

BM
BE HCl = = 36,5
1
BM
BE NaOH = = 40
1

b. H2SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 H2O

𝐵𝑀 98
BE H2SO4 = = = 49
2 2

26
BM
BE NaOH = = 40
1

c. Reaksi dari asam fosfat dengan suatu basa dapat dihentikan


apabila reaksi berikut telah terjadi

JM
H3PO4 + NaOH NaH2PO4 + H2O

BM
BE H3PO4 = = 97,995
1
BM
BE NaOH = = 40
1

Tetapi reaksi dapat lebih lanjut :


PP
H3PO4 + 2NaOH Na2HPO4 + 2 H2O

BM
BE H3PO4 = = 48,998
2
BM
BE NaOH = = 40
1

SARAN
Untuk reaksi titrasi asam basa, sebaiknya konsentrasi larutan
tidak dinyatakan dalam N tetapi dalam M

2. Berat ekivalen untuk reaksi pengendapan dan pembentukan


kompleks = berat dalam gram dari zat yang diperlukan untuk
menyediakan atau bereaksi dengan 1 mol kation univalent (M+)
atau ½ mol kation divalen(M2+) atau 1/3 mol kation trivalen (M3+)

𝐵𝑀
 Untuk logam atau kation → BE =
𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
 Untuk pereaksi yang bereaksi dengan kation tersebut BE nya
sama dengan banyaknya (mol) pereaksi dengan 1 grek kation.

27
Contoh :

a. Hitung BE AgNO3 dan BaCl2 dalam reaksi :

2 Ag+ + BaCl2 2AgCl(s) + 2 Ba2+

1 mol berat perak nitrat menyediakan 1 mol kation univalen


Ag+ sedang 1 mol BaCl2 bereaksi dengan 2 mol Ag+ , jadi :

BE AgNO3 = BM/1 = 169,9/1 = 169,9 gr/ek

BE BaCl2 = BM/2 = 208,2/2 = 104,1 gr/ek

b. Hitung BE AgNO3 dan KCN dalam reaksi :

Ag+ + 2KCN 2Ag(CN)2 + 2 K+

1 mol berat perak nitrat menyediakan 1 mol kation univalen


Ag+ sedang 2 mol KCN bereaksi dengan 1 mol Ag , jadi :

BE AgNO3 = BM/1 = 169,9/1 = 169,9 gr/ek

BE KCN = 2 x BM = 2 x 65,116 = 130,23 gr/ek

3. Berat ekivalen untuk titrasi oksidasi reduksi ialah berat dalam gram
dari zat yang diperlukan untuk menyediakan atau bereaksi dengan
1 mol elektron

Contoh :

Hitung berat ekivalen Na2C2O4 sebagai pereduksi dan K2Cr2O7


sebagai pengoksidasi dalam reaksi berikut :

3 C2O4= + Cr2O7 + 14 H+ 2Cr3+ + 6CO2 + 7 H2O

Reaksi ½ nya adalah :

C2 O 4 = 2 CO2 + 2e

28
Cr2O7 + 14 H+ + 6e 2Cr3+ + 7 H2O

Ion oksalat menyediakan 2 elektron dan ion dikromat


memperoleh 6 elektron

BE nya adalah :

𝐵𝑀 134,0
Na2C2O4 = = = 67 gr/ek
2 2
𝐵𝑀 294,2
K2Cr2O7 = = = 49,03 gr/ek
6 26

29
ASIDI - ALKALIMETRI

Asidi – Alkalimetri ialah reaksi yang berdasarkan reaksi antara asam


dan basa yang setara. Asidimetri adalah untuk penetapan basa dengan
standard asam sebagai alat ukurnya. Sedangkan Alkalimetri adalah
titrasi untuk penetapan asam dengan standar basa sebagai alat
ukurnya.

Faktor utama dalam menentukan pengukuran adalah [H+] dan [OH−]


dalam larutan, baik sebagai titrat maupun sebagai titran. Bila asam
dilambangkan H+ dan basa dilambangkan OH− maka reaksi yang terjadi
adalah :

H+ + OH− ⇆ H2O

Karena H+ menetralkan OH− maka titrasi juga disebut netralisasi.

Untuk mengukur kekuatan [H+] dan [OH−] dipakai satuan pH. Bila yang
dihitung [H+] dapat langsung dihitung pH nya, yaitu :

pH = - log [H+]

Bila yang dihitung [OH−] nya, maka harus diubah dulu menjadi [H+] dengan
rumus

𝐾𝑤
Kw = [H+] [OH−] ⟶ [OH−] =
[H+]

pKw = pH + pOH , karena pKw = 14

pH = pKw - pOH

pH = 14 - pOH

Dalam titrasi asidimetri-alkalimetri, didalam titrat (analat) baik contoh asam


maupun basa, sudah mempunyai pH tertentu. Titik akhir titrasi
ditentukan dari harga pH titrat setelah netralisasi berlangsung tepat
sempurna, dimana :
30
Mek titrat = mek titran

Pada pH dimana akhir titrasi tercapai adalah merupakan bagian yang


paling penting, sebab disinilah letak kunci keberhasilan perhitungan
stoikiometrinya. Untuk itulah pemilihan indikator yang paling sesuai dengan
pH pada titik akhir titrasi menjadi sangat penting.

Untuk mentukan indikator yang paling sesuai ini diperlukan study kelayakan
yang berhubungan dengan kurva titrasi.

A. KURVA TITRASI

Dalam memeriksa suatu reaksi untuk menentukan apakah dapat


digunakan untuk suatu titrasi atau tidak dapat dipelajari dengan
membuat kurva atau grafik titrasi.
Bila larutan asam dititer dengan larutan basa atau sebaliknya, maka

- Sebelum titrasi dilaksanakan, titrat mempunyai pH tertentu, harga


pH ini merupakan titik awal

- Bila 1 tetes titran yang ditambahkan sampai 1 tetes menjelang titik


akhir titrasi akan terjadi perubahan pH. Harga pH pada setiap
perubahan tersebut merupakan angka angka yang selalu naik
dengan teratur.

- Pada titik akhir titrasi, pH akan menunjukkan angka dimana semua


asam atau basa telah dinetralkan dan disini berlaku prinsip :

mek titrat = mek titran

- Bila titrasi diteruskan maka harga pH pun akan menunjukkan angka


angka yang naik sampai suatu saat tidak dapat naik lagi

Bila angka angka tersebut di plot dalam suatu grafik dengan pH


atau pOH larutan sebagai ordinat dan penambahan titran
(volume titran) sebagai absis serta dihubungkan satu dengan yang

31
lain, maka grafik demikian bisa menolong untuk memutuskan dapat
atau tidaknya suatu titrasi dapat berlangsung dan dapat dipergunakan
untuk pemilihan indikator yang sesuai pada titrasi asam basa tersebut.

Indikator yang terpilih harus memenuhi beberapa persyaratan


antara lain :

a. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi


ekivalen dengan titrat
b. Perubahan warna harus terjadi secara mendadak agar tidak timbul
keragu raguan bagi pengamat untuk menghentikan titrasi.
Perubahan warna yang mendadak ini akan menunjukkan titik akhir
yang tegas / tajam.

CONTOH BEBERAPA KURVA TITRASI

1. Titrasi asam kuat dengan basa kuat.

Asam dan basa kuat secara sempurna terdissosiasi dalam


larutan dalam air. Jadi konsentrasi ion hidrogen [H+] dan ion
hidroksida [OH−] secara langsung dihitung dari jumlah
stoichiometri asam dan basa yang telah dicampurkan. Pada titik
ekivalen , pH ditentukan dari besarnya air terdissosiasi pada suhu
25 OC, dimana pH air murni sama dengan 7.

Contoh berikut menerangkan perhitungan-perhitungan untuk


memperoleh data yang diperlukan untuk membuat suatu grafik
titrasi.

50 ml 0,1 M HCl dititrasikan dengan 0,1 M NaOH


Hitung pH pada permulaan titrasi dan setelah penambahan
10,50 dan 60 ml titran.

Jawab :

Harga dari pH dapat dihitung dengan rumus :


pH = - log [H+]
pOH = - log [OH−]
pH + pOH = pKw = 14

32
a. Sebelum titrasi.
Karena HCl asam kuat maka dalam larutan air akan
berdissosiasi secara lengkap (sempurna).

HCl = 0,1 M → [HCl] = [H3O+]


pH = - log [H+]
= - log [1.10 −1]
= 1

b. Perjalanan titrasi
(pH setelah penambahan 10 ml basa)

Reaksi yang terjadi selama titrasi

H3O+ + OH− ⇄ 2H2O


[𝐻2 𝑂]2 1
K =
[𝐻 3 𝑂+ ][𝑂𝐻 − ]
= = 1. 1014
𝐾𝑤

K = besar → Reaksi sempurna

Sehingga

𝑚 𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol H3O+ (asam)
𝑚𝑙
𝑚 𝑚𝑜𝑙
10 ml x 0,1 = 1 mmol OH- (basa)
𝑚𝑙

Disini kita mempunyai sisa = 4 mmol H3O+ dengan


volume larutan = 60 ml.
Jadi :

4 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑚𝑜𝑙
[H3O+] = = 6,67 x 10−2
60 𝑚𝑙 𝑚𝑙

pH = 2 – log 6,67
= 1,18

33
c. pH pada ekivalen
Titik ekivalen dicapai bila 50 ml NaOH telah ditambahkan.
Pada titik ekivalen ini garam yang ditambahkan tidak asam
dan tidak basa tetapi netral, maka :

[H3O+] = [OH−] = 1x10-7


pH = pOH =7

d. Penambahan NaOH berlebih


(pH setelah penambahan 60 ml basa)

𝑚𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol H3O+ (asam)
𝑚𝑙
𝑚𝑚𝑜𝑙
60 ml x 0,1 𝑚𝑙 = 6 mmol OH- (basa)

Jadi kelebihan 1 mol basa dengan volume akhir 110 ml,


maka :

1 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑚𝑜𝑙
[OH−] = = 9,1 x 10−3
110 𝑚𝑙 𝑚𝑙

pOH = 3 – log 9,1 = 2,04


pH = 14 – 2,04 = 11,96

Untuk harga harga yang lain seperti yang di tabelkan dibawah ini

34
35
Dari grafik terlihat, mula mula pH naik secara perlahan sewaktu titrasi
ditambahkan, naik lebih cepat waktu titik ekivalen didekati dan naik
lebih cepat lagi pada saat titik ekivalen dicapai.
Setelah titik ekivalen dicapai, pH bertambah hanya perlahan lahan
sampai suatu saat tidak dapat naik lagi.

Permukaan yang diarsir adalah daerah jangkauan 3 indikator yang


secara visual berubah warna. Jadi masing masing indikator yang
manapun dari ketiga indikator ini dapat dipakai sebab :

- Trayek metil merah (MR) sekalipun jauh dari titik ekivalen, tetapi
sudah masuk daerah atau bagian yang curam (4,2 – 6,3)

- Trayek Bromtimol Blue (BB) mencakup titik ekivalen dan bagian yang
curam (6,0 – 7,6)

- Trayek Fenolftalin (PP) meskipun jauh melewati titik ekivalen tetapi


masih didaerah yang curam (8,0 – 9,6)

36
2. Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat

Contoh :

50 ml 0,1 M larutan sebuah asam lemah HB dengan Ka = 1x10-5


dititrasi dengan 0,1 M NaOH. Hitung pH pada permulaan titrasi,
setelah penambahan 10,50 dan 60 ml titran.

Jawab.
a. pH permulaan
Karena HB asam lemah maka terdissosiasi secara lemah pula
(tidak lengkap atau tidak sempurna), menghasilkan B− dan
satu H3O+ :

HB + H2O ⇌ H3O+ + B−
Misal : [H3O+] = [B−]
Karena terdissosiasi sangat lemah maka :

[H3O+] = [B−] = kecil sekali = 0

Sehingga
=0
[HB ] = 0,1 - [H3O+ ] ≅ 0,1

[H3 O+ ] [B− ] [H3 O+ ] [H3 O+ ]


Ka = =
[HB ] [H2 O] [HB ]
=1

[H3 O+ ] 2
1,0 x 10-5 =
0,1

[H3O] = √1,0 𝑥 10−6 = 1x10-3

pH = - log (1,0x10-3) = 3

37
38
b. setelah penambahan 10 ml basa
Reaksi selama titrasi :
-
OH + H3O+ + B- 2H2O + B-

𝑛𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol HB
𝑚𝑙
𝑛𝑚𝑜𝑙
10 ml x 0,1 = 1 mmol NaOH
𝑚𝑙
Jadi ada 4 mmol HB yang tinggal dan menghasilkan 1 mmol B−,
maka :
=0
4 4
[HB] = - [H3O+] ≅
60 60
1 1
[B] = + [H3O+] ≅
60 60

[H3 O+ ] [B− ]
Ka =
[HB ]
1
[H3 O+ ] [ ]
60
1 x 10-5 = 4
[ ]
60

[H3O+] = 4 x 10-5

pH = 5 – log 4 = 4,4

c. pH pada titik ekivalen

𝑚𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol HB
𝑚𝑙
𝑚𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol NaOH
𝑚𝑙
Maka telah terbentuk B− = 5 mmol
B− merupakan basa dan reaksinya dengan air adalah :

39
B− + H2O HB + OH−

Misal : [HB] = [OH−]

𝐾𝑤 1 𝑥 10−14
Kb = = = 1,0 x 10−9
𝐾𝑎 1 𝑥 10−5

[HB] [OH− ]
Kb =
[B− ] [H2 O]
=1

[OH− ] 2 [OH− ] 2
1,0 x 10−9 = =
[B− ] 0,05

[OH−] = 7,1 x 10-5 → pOH = 3,15


pH = 14 – 3,15 = 8,85

d. pH setelah penambahan 60 ml basa.

Ini berjumlah 10 ml atau 1 mmol melewati titik ekivalen.

Ion OH− yang dihasilkan oleh B− dalam reaksi .


B− + H2O HB + OH−
dapat diabaikan, karena kelebihan OH− menggeser
keseimbangan kekiri sehingga pH dihitung dari basa kuat
berlebih.

𝑚𝑚𝑜𝑙 1
[OH−] ≅ = = 9,1 x 10-3
𝑚𝑙 110
40
pOH = - log (9,1 x 10-3 ) = 2,04
pH = 14 – 2,04 = 11,96

Catatan : harga harga pH pada titik titik yang lain lihat tabel diatas
( contoh soal asam kuat-basa kuat )

Grafik titrasi asam kuat 0,1 M dan berbagai asam


lemah 0,1 M dengan basa kuat 0,1 M

Dari grafik terlihat bahwa kurva untuk asam lemah (k ≪ 1014)


mulai naik dengan cepat sewaktu basa mula mula ditambahkan, laju
kenaikannya berkurang sewaktu konsentrasi B− bertambah, larutan
mengalami pendaparan didaerah ini dimana laju peningkatan pH adalah
perlahan lahan. Setelah titik ekivalen (setengah jalan), pH dengan
perlahan lahan naik lagi hingga perubahan yang besar terjadi pada titik
ekivalen.
Untuk contoh titrasi asam lemah dan basa kuat ini, penggunaan
jingga – metil tidak dapat dipakai. Yang paling baik adalah penggunaan
indikator PP yang trayek pHnya mencakup pH pada titik ekivalen.

41
B. INDIKATOR ASAM – BASA

Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna


apabila pH lingkungannya berubah.
Misal : Indikator Bromtimol Blue (BB).
Dalam larutan asam ia berwarna kuning tetapi dalam lingkungan
basa berwarna biru. Warna dalam keadaan asam disebut warna asam
dan dalam keadaan basa disebut warna basa.
Asam dan Basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari 7,
tetapi asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari
trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.
Bromtimol Blue (BB) mempunyai trayek indikator (trayek pH) dari 6 –
7,6 sehingga warna asam (kuning) bila pH kurang dari 6 dan warna
basa biru bila pH larutan lebih dari 7,6. Jadi berapapun pH nya warna
akan tetap biru asal pH ≥ 7,6 dan selalu kuning asal pH < 6.
Lain halnya bila pH terletak dalam trayek pH, dimana pada pH yang
berbeda akan tampak warna yang lain pula. Unruk Bromtimol Blue (BB)
warna tersebut merupakan suatu campuran antara kuning dan biru,
dimana lebih banyak kuning bila mendekati 6 dan sebaliknya lebih
banyak biru bila mendekati 7,6. Jadi bila sederetan larutan dengan pH
yang meningkat dari 6 – 7,6 diberi indikator BB yang sama banyak
maka akan tampak warna yang berubah ubah sebagai berikut :

- Kuning – kuning kehijauan – hijau muda – hijau kekuningan –


hijau – hijau ke biru biruan dan seterusnya – dan terakhir warna
biru.

Dari hal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kita dapat
menentukan pH suatu bahan berdasar warna indikator asal
nilainya terletak dalam trayek pH indikator yang dipakai.
Diantara indikator ada yang mempunyai satu macam warna,
misalnya Fenolftalin (PP) yang berwarna merah pada keadaan basa dan
tidak berwarna bila keadaannya asam. Indikator demikian dinamakan
indikator satu warna. Untuk indikator PP warnanya tampak semakin tua
bila pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan makin muda bila semakin

42
kecil (mendekati 8,0). Letak trayek PP diantara 8,0 – 9,6 sehingga pada
pH dibawah 8,0 larutan tak berwarna dan diatas 9,6 warna merah tidak
akan berubah intensitasnya. Untuk indikator BB karena mempunyai 2
macam warna disebut indikator dua warna

MEKANISME INDIKATOR ASAM BASA


Menurut Oswald, indikator asam basa adalah merupakan asam
organik lemah atau basa organik lemah.
Sebagai asam simbolnya : H ind.
Sebagai basa simbolnya : Ind (OH)

43
Didalam air akan terdissosiasi sebagai berikut :
a. Untuk indikator asam organik lemah.
H ind H+ + Ind─
(warna A) (warna B)

[H+ ][Ind− ]
K Ind =
[H ind ]

Dalam larutan asam dimana H+ dominan, maka keseimbangan


akan bergeser kekiri sehingga [Ind─] menurun dan [H Ind] meningkat
dan yang muncul adalah warna H ind yang tidak menjalani dissosiasi
(warna A).
Bila larutan bersuasana alkalis, maka [H+] menurun, keseimbangan
akan bergeser kekanan dan yang muncul adalah warna Ind─ yang
berdissosiasi (warna B)

Dari persamaan diatas,


[H Ind]
[H+] = K Ind x
[Ind─ ]
[bentuk tak terdissosiasi]
= K Ind x
[bentuk terdissosiasi]
Sehingga :
[𝐼𝑛𝑑─ ]
pH = pH Ind + log
[𝐻 𝐼𝑛𝑑]
pH pada keadaan inilah yang paling cocok untuk pengamatan
perubahan warna indikator.

b. Untuk indikator basa organik lemah :

Ind (OH) Ind+ + OH−

44
Dengan cara yang sama didapat :
[ind (OH) ]
pH = pKw – pK Ind + log
[Ind+ ]

Jadi kesimpulannya perubahan warna indikator dapat terjadi karena


perubahan bentuk indikator sebagai indikator tak terdissosiasi (H Ind)
atau sebagai indikator terdissosiasi [Ind─] dimana perubahan bentuk
tersebut disebabkan oleh perubahan (H+) dalam larutan.

SOAL
40 ml 0,11 M HCl diencerkan sampai 100 ml dengan air dan dititrasi
dengan 0,1 M NaOH. Hitung pH setelah penambahan volume (ml) titran
berikut :
a). 0 b). 10 c). 22 d). 40
e). 43,95 f). 44 g). 44,05 h). 50
Gambar kurva titrasi dan pilih indikator yang cocok.

Jawab.
a. pH mula mula.
mmol
40 ml x 0,11
ml
[H+] = = 0,044
100 ml
pH = - log [H+]
= - log 0,44
= 1,36

(40 x 0,11−10 x 0,1)


b. [H+] = = 3,1 x 10-2
110
pH = 1,51

45
(40 x 0,11−22 x 0,1)
c. [H+] = = 0,18
122
pH = 1,74

(40 x 0,11−40 x 0,1)


d. [H+] = = 0,0029
140
pH = 2,52

(40 x 0,11−43,95 x 0,1)


e. [H+] = = 3,5 x 10-5
143,95
pH = 4,46

f. Titik ekivalen → konsentrasi = 0


(40 x 0,11−44 x 0,1)
[H+] = =0
144

Karena asam kuat dan basa kuat pada saat konsentrasi = 0 → pH


netral

[H+] = [OH-] = 1 x 10-7


pH =7

(44,05x 0,1−40 x 0,11)


g. [OH−] = = 3, x 10-5
144,05

pOH = 4,46 pH = 9,54

(50 x 0,1−40 x 0,11)


h. [OH−] = = 3,4 x 10-2
150

pOH = 2,4 pH = 11,60

Dari gambar grafik indikator yang dapat dipakai adalah :


- Netral merah (NM)

46
- Bromtimol Biru (BB)
- Bromkresol Ungu (BU)
Tugas : Buat grafik dirumah
Jawaban Soal Ujian Akhir Semester Kimia Analisa TA 2012/2013

1. Penyelesaian :
Reaksi pengendapan BaSO4 sbb :

Na2SO4 + BaCl2 BaSO4 + 2NaCl

K2SO4 + BaSO4 BaSO4 + 2KCl

Mis : K2SO4 = X gr maka Na2SO4 = ( 0,2345 - X ) gram


BM : K2SO4 = 174,26 Na2SO4 = 142,04 BaSO4 = 233,39
Mol Na2SO4 + mol K2SO4 = mol BaSO4

0,2345−𝑥 𝑥 0,3456
+ =
142,04 174,26 233,39
1,651 - 7,040 x + 5,739 x = 1,481
- 1,301 x = - 0,170

− 0,170
X =
− 1,301
X = 0,1307
Jadi kadar K2SO4 dalam campuran adalah :

0,1307
X 100 % = 55,72 %
0,2345

𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 𝐵𝐸 𝑥 100
2a. % Cl =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
𝑚𝑒𝑘 𝑚𝑔
34,68 𝑚𝑙 𝑥 0,1156 𝑚𝑙 𝑥 35,453 𝑚𝑒𝑘 𝑥 100
=
623 𝑚𝑔
= 22,8 %

47
𝐵𝑀 𝑁𝑎𝐶𝑙
2b. % NaCl = X % Cl
𝐵𝐴 𝐶𝑙
58,443
= X 22,8
35,453
= 37,58

TITRIMERI

II. TEORI UMUM

Titrimetri adalah penetapan suatu bahan dengan mereaksikan


bahan/analat dengan bahan lain yang diketahui konsentrasinya dengan
tepat. Bahan yang diketahui konsentrasinya dengan teliti disebut
larutan standard. Bahan yang dicari kadarnya biasanya berada
dalam suatu tempat (erlenmeyer) disebut titrat, sedangkan bahan
yang diketahui konsentrasinya dimasukkan kedalam alat (buret)
disebut titran.
Penambahan titran dilakukan sedikit demi sedikit (tetes demi tetes)
hingga jumlah zat yang direaksikan tepat ekivalen (titik ekivalen) atau
setara yaitu titrat dan titran tepat saling menghabiskan.
Peristiwanya disebut titrasi dan metode demikian dinamakan
titrimetrik yaitu pengukuran kesetaraan (ekivalen) antara titran dan
titrat berdasarkan pengukuran volume dengan cara titrasi, sehingga
titrimetri disebut juga volumetri.
Untuk menentukan kapan titrasi harus diakhiri diperlukan alat bantu
yang berfungsi sebagai penunjuk bahwa titrasi sudah berakhir
(berhenti) yaitu :
- Timbul dari reaksi itu sendiri
- Berasal dari luar
- Berupa alat : pH meter, potensiometer
- Zat lain (bahan yang dapat merubah warna) yang disebut
indikator

48
Pada saat titik ekivalen (tercapai kesetaraan) tidak selalu berarti bahwa
titrat dan titran selalu sama banyak baik volume maupun jumlah gram atau
mol nya, karena jumlah zat yang bereaksi ditentukan oleh persamaan
reaksinya.

Contoh : penetapan kadar Na2B4O7 dengan standard HCl


Reaksi yang terjadi :
Na2B4O7 + 2 HCl + 5H2O 2NaCl + 4H3BO3

Analat Titran, Hasil reaksi yang terjadi


Sebagai filtrat larutan standard yg secara tepat ditujukkan oleh
konsentrasinya diketahui indikator
dengan tepat

HCl ekivalen dengan boraks, bila 2 mol HCl ditambahkan pada setiap mol
boraks → keduanya saling menghabiskan sehingga tidak ada sisa HCl
maupun boraks.

2 mol HCl ∞ 1 mol Na2B4O7 ∞ 2 mol NaCl ∞ 4 mol H3BO3


1
1 mol HCl ∞ mol Na2B4O7 ∞ 1 mol NaCl ∞ 2 mol H3BO3
2

Didalam kimia analitik kesetaraan tersebut mempunyai makna :

ekivalen (ek) titran = ekivalen (ek) titrat


atau
miliekv (mek) titran = miliekv. (mek) titrat

49
𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑚𝑜𝑙
ekivalen = miliek =
𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖

Didalam praktek/laboratorium umumnya yang dipakai adalah mek atau


mmol, sedangkan konsentrasi larutan standard dapat menggunakan.
Normal (N) = ek/L atau Molar = mol/L.

Bila larutan standard didalam N, maka : mek = ml x N Karena satuan


Bila larutan standard didalam M, maka : mmol= ml x M
}buret dalam ml

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa titrasi harus mempunyai


komponen :
a) Titrat yang berisi analat
b) Titran yang berisi larutan standard
c) Alat bantu sebagai penunjuk berakhirnya titrasi
d) Alat alat

A. Titrat yang berisi analat :

- Bila bahan padat, ditimbang dengan teliti dan dilarutkan dengan


pelarut yang sesuai dengan menggunakan alat labu ukur.
- Pengambilan contoh menggunakan pipet volumetrik
- Konsentrasi larutan dibuat kira kira 0,1 M. Larutan harus
homogen

B. Titran yang berisi larutan standard

Larutan standard pada umumnya mempunyai konsentrasi ≤ 0,1N.


Dan ada dua macam larutan standard yaitu :

3. Larutan standard PRIMER

50
Disebut juga sebagai larutan baku. Adapun syarat syarat
larutan standard primer adalah :

- Sangat murni, mudah dimurnikan


- Mudah diperiksa kemurniannya (diketahui macam dan jumlah
pengotornya).
- Stabil dalam keadaan biasa (setidak tidaknya selama
ditimbang)
- Sedapat mungkin mempunyai berat ekivalen yang tinggi
untuk mengurangi kesalahan penimbangan
- Dapat bereaksi menurut syarat syarat titrasi.

Larutan baku ini dipergunakan untuk menetapkan secara teliti


normalitas / molaritas titran (larutan standard sekunder)

4. Larutan standard sekunder.

Kadang kadang disebut juga larutan standard. Dibuat


dari bahan yang tidak sangat murni. Pembuatan tidak seteliti
pembuatan larutan baku, tetapi setelah menjadi larutan,
konsentrasinya harus ditetapkan secara tepat dan teliti dengan
larutan baku yang disebut Standardisasi.
Normalitas atau Molaritas larutan standard dapat dihitung
dengan rumus :

Larutan baku = larutan standard


V1 N1 = V2 N2 atau
V1 M1 = V2 M2

C. Alat bantu sebagai penunjuk berakhirnya titrasi

Biasanya digunakan indikator, dan didalam titrasi dikenal 4


macam indikator :

51
5. Indikator Asam Basa (untuk titrasi Asam-Basa)
Misal : Fenol ftalein (PP), Merah Metil (MM) dll.

6. Indikator Redoks (untuk titrasi redoks)


Misal : KMnO4, larutan kanji dll.

7. Indikator Ion Logam (untuk titrasi komplek sometri)


Misal : Erickrom Black T (EBT), Mureksida jingga silenol dll.

8. Indikator presipitasi (untuk titrasi pembentukan endapan)


Misal : K2CrO4, Flourensen dll.

D. Alat alat
Terutama alat alat gelas
Misal :
- Erlemeyer, sebagai tempat titrat
- Buret, sebagai tempat titran dengan volume yang bervariasi (25,
50 dan 100 ml)
- Labu ukur (takar), volume terukur dengan tepat sesuai dengan
kapasitas yang bersangkutan (25 ml sampai dengan 2000 ml).
- Pipet Volumetris, volume terukur dengan tepat sesuai dengan
kapasitas alat (5 ml sampai dengan 100 ml)

Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu
reaksi harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut :
1. Berlangsung sempurna menurut reaksi kimia dan tidak ada hasil
samping. (dasar teoritis).
2. Reaksi berlangsung cepat dan reversible (dasar praktis)
3. Ada penunjuk akhir titrasi, dapat berupa :
- Timbul dari reaksi itu sendiri
- Berasal dari luar, berupa suatu zat yang dimasukkan kedalam titrat
yang disebut indikator.
4. Larutan standard yang direaksikan dengan analat harus mudah
didapat dan sederhana penggunaannya juga harus stabil sehingga
konsentrasinya tidak mudah berubah bila disimpan.

52
II CONTOH PERHITUNGAN

Contoh-contoh perhitungan yang terlibat dalam standarisasi suatu


larutan.
Harus diingat bahwa pada saat titik ekivalen.
Mek analat (titrat) = mek titran (dalam N)
Mmol analat (titrat) = mmol titran (dalam M)

Contoh 1.
0,0542 gr Natrium Karbonat, Na2CO3 murni dilarutkan dalam air dan
dititrasi dengan suatu larutan asam Klorida sebanyak 30,23 ml untuk
mencapai titik akhir. Hitung Normalitas asamnya.

Jawab :
Na2CO3 + 2 HCl 2NaCl +H2O + CO2
Mek HCl = mek Na2CO3
BE Na2CO3 = 106,0⁄
2 = 53 mg/mek
mg Na2CO3
V HCl xN HCl =
BE Na2CO3
354,2 mg
30,23 ml x N HCl =
53,00 mg/mek
6,683 mek
N HCl = = 0,2211 mek/ml
30,23 ml

Bila dalam titrasi, titik akhir terlewati, yaitu menambahkan terlalu banyak
titran, maka harus dilakukan titrasi kembali dengan larutan kedua,
normalitas dan volume larutan yang kedua harus diketahui.

Contoh 2.

0,2856 gr Natrium Oksalat, Na2C2O4 murni dilarutkan dalam air, larutan


dititrasi pada 70 OC memerlukan 45,12 ml larutan KMnO4. Titik akhir
dilampaui dan titrasi kembali dilakukan dengan 1,74 ml larutan asam oksalat
0,1032 N. Hitung Normalitas larutan KMnO4 .

Jawab :

5 C2O4= + 2 MnO4- + 16 H+ 2Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

53
Mek permanganat = mek oksalat

Mek KMNO4 = mek Na2C2O4 + mek H2C2O4

𝑚𝑔 Na2C2O4
V KMNO4 x N KMNO4 = + VH2C2O4 x N H2C2O4
𝐵𝐸 Na2C2O4

BE Na2C2O4 = 134/2= 67 mg/mek

285,6
45,12 ml x N KMNO4 = + 1,74 x 0,1032
67
4,4423 𝑚𝑒𝑘
N KMNO4 = = 0,0985 mek/ml
45,12 𝑚𝑙

Kadang kadang perlu untuk menambahkan titran secara berlebih,


misalnya dalam reaksi pengendapan AgCl , maka ditambahkan perak
nitrat berlebih.

Ag+ + Cl − AgCl ↓

Kelebihan perak dititrasi dengan larutan standard kalium tiosanat.

Ag+ + SCN − AgSCN ↓

Contoh 3

Natrium Klorida murni (BM = BE = 58,44) seberat 0,2286 g dilarutkan


dalam air, dan tepat 50 ml larutan perak nitrat ditambahkan untuk
mengendapkan AgCl. Kelebihan Ag+ dititrasi dengan 12,56 ml larutan
KSCN dari 0,0986 N. Hitung normalitas larutan AgNO3.

Jawab.

Mek AgNO3 = mek NaCl + mek KSCN

228,6
50 x N AgNO3 = + 12,56 x 0,0986
58,44

5,1496
N AgNO3 = = 0,1030 mek/ml
50

Didalam suatu titrasi kadang kadang juga diperlukan suatu proses


pengenceran misalnya kita mengambil sebagian dari larutan dan

54
melarutkannya / mengencerkannya hingga volume tertentu. Kemudian
mengambil sebagian dari hasil pengenceran tadi untuk dilakukan
titrasi, bagian yang dititrasi tersebut disebut dengan Aliquot.

Contoh 4.

CaCO3 murni (BM = 100,09) seberat 0,4148 g dilarutkan dalam HCl,


dan larutannya diencerkan sampai 500 ml. 50 ml aliquot diambil dan
dititrasi dengan 40,34 ml larutan EDTA dengan menggunakan indikator
Erio Chrom Black T. Hitung molaritas larutan EDTA.

Jawab :

Ca 2+ + Y 4− CaY 2−

Dengan ketentuan Y 4− adalah anion ETDA.

Pada titik ekivalen :

Mmol ETDA = Mmol CaCO3


Mg CaCO3
V xM ETDA =
BM CaCO3
50
Berat CaCO3 = x 0,4148 gr = 0,04148 gr = 41,48 mg
500

Jadi :
41,48
40,34 x M ETDA = mmol = 0,4144 mmol
100,09

0,4144
M ETDA = = 0,01027 mmol/ml.
40,34

55
III, PERHITUNGAN KEMURNIAN/KADAR DALAM PERSEN.

Untuk menganalisa suatu contoh yang kemurniannya tidak


diketahui, harus ditimbang terlebih dahulu sebagian dari contoh,
melarutkannya kemudian meniter dengan larutan standard, maka :

Mek titran = mek analat

Jika V dan N adalah volume dan normalitas dari titran, maka :

VxN = mek titran = mek analat.

Untuk menyatakan hasilnya sebagai prosentase, mili ekivalen analat


diubah menjadi berat dan dibagi dengan berat.

Contoh :

mg analat
% = x 100
mg contoh

mek mg
V(ml)x N( ml )x BE (mek)
= x 100
berat contoh (mg)

56
Contoh soal :

a. 2,1283 gr kalium asam ftalat (KHP) yang tidak murni


memerlukan 42,58 ml larutan basa 0,1084 N untuk titrasi
sampai titik akhir dengan indikator fenol ftalin (PP). Hitung kadar
KHP (BE = 204,2) didalam contoh.

Jawab.
V x N x BE
% KHP = x 100
Berat Contoh
𝑚𝑒𝑘 𝑚𝑔
42,58 𝑚𝑙 𝑥 0,1084 ( )𝑥 204,2 ( )
𝑚𝑙 𝑚𝑒𝑘
= x 100
2128,3 𝑚𝑔
= 44,29

b. Berapa berat contoh harus diambil untuk analisa agar volume


0,1074 N NaOH yang digunakan untuk titrasi sama dengan
prosentage kalium asam ftalat (KHP) didalam contoh. (BE KHP
a= 204,2 mg/mek).

Jawab .

% KHP = ml NaOH

V x N x BE
% KHP = x 100
gr.contoh
𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 0,1074 𝑥 204,2
ml = x 100
𝑚𝑔𝑟 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Mgr. contoh = 0,1074 x 204,2 x 100


= 2193

Berat contoh = 2,193 gr

57
VI. KLASIFIKASI VOLUMETRI / TITRIMETRI

Metode volumetri dibagi menurut golongan berdasarkan reaksi kimia


yang terjadi antara analat dan larutan standard. (antara titran dan titrat).

1. Titrasi berdasarkan reaksi pertukaran ion.

Yaitu reaksi reaksi kimia yang tidak menyebabkan perubahan valensi


atau perubahan tingkat oksidasinya.

a. Asidi Alkalimetri yaitu titrasi yang meliputi reaksi asam dan basa
dalam titrasi ini perubahan penting yang mendasari penentuan titik
akhir dan cara perhitungan adalah perubahan pH titran. Reaksi-
reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :

- asam dengan basa (reaksi penetralan), agar kuantitatif maka


asam dan/atau basa yang bersangkutan harus kuat.
- Asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah), agar
kuantitatif maka asam harus kuat dan garam itu harus terbentuk
dari asam lemah sekali.
Cohtoh :
HCl + Na2CO3 NaHCO3 + NaCl
2HCl + Na2CO3 H2O + CO2 + 2NaCl
HCl + NH4BO2 HBO2 + NH4Cl
-Basa dengan garam; agar kuantitatif maka basa harus kuat dan
garam harus terbentuk dari basa lemah sekali, jadi berdasar
pembentukan basa lemah tersebut.
b. Titrasi presipitasi / pengendapan, yaitu titrasi dimana terbentuk
endapan. Semakin kecil kelarutan endapan semakin sempurna
reaksinya.
Contoh :
NaCl + AgNO3 ⇆ AgCl + NaNO3
3 Zn2+ + 2 K4Fe(CN)6 ⇄ K2Zn3[Fe(CN)6]2 + 6 K+

Titrasi presipitasi yang menyangkut larutan AgNO3, maka titrasi ini


sering disebut sebagai Argentometri

58
c. Titrasi kompleksometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar
mengion), misal :

Ag+ + 2 CN− Ag(CN)2


kompleks

Disamping titrasi kompleks biasa seperti diatas, dikenal juga


kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti
yang menyangkut penggunaan EDTA

M n+ + H2Y MY = + 2H+
Logam EDTA Kompleks
Logam - EDTA

2. Titrasi berdasarkan reaksi redoks

Yaitu perpindahan elektron, disini terdapat unsur-unsur yang


mengalami perubahan bilangan oksidasi, misak :

5Fe 2+ + MnO4− + 8H+ 5Fe 3+ + Mn 2+ + 4H2O

Reaksi oksidasi :

Fe 2+ Fe 3+ + e x5
2 3
Reaksi Reduksi :

MnO4− + 8H+ + 5e Mn 2+ + 4H2O


7 2

59
3. BERAT EKIVALEN ( B. E )

Secara umum :

BM
BE =
n

Untuk analisa metode titrimetri / volumetri, n disini belum tentu


valensi. Tetapi disini adalah jumlah mol ion hidrogen (titrasi asam
basa). Jumlah mol kation univalen (titrasi pengendapan dan
pembentukan kompleks) serta jumlah mol elektron (titrasi redoks).
Jadi n disini tergantung dari reaksi yang terjadi.

1. Berat Ekivalen untuk titrasi asam-basa (netralisasi) adalah berat


(gram) dari zat yang diperlukan untuk menyediakan satu mol H+
(asam) atau yang bereaksi dengan satu mol H+ (basa)

Contoh :

a. HCl + NaOH NaCl + H2O

BM
BE HCl = = 36,5
1
BM
BE NaOH = = 40
1

b. H2SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 H2O

𝐵𝑀 98
BE H2SO4 = = = 49
2 2
BM
BE NaOH = = 40
1

c. Reaksi dari asam fosfat dengan suatu basa dapat dihentikan


apabila reaksi berikut telah terjadi

JM
H3PO4 + NaOH NaH2PO4 + H2O

BM
BE H3PO4 = = 97,995
1

60
BM
BE NaOH = = 40
1

Tetapi reaksi dapat lebih lanjut :


PP
H3PO4 + 2NaOH Na2HPO4 + 2 H2O

BM
BE H3PO4 = = 48,998
2
BM
BE NaOH = = 40
1

SARAN
Untuk reaksi titrasi asam basa, sebaiknya konsentrasi larutan
tidak dinyatakan dalam N tetapi dalam M

2. Berat ekivalen untuk reaksi pengendapan dan pembentukan


kompleks = berat dalam gram dari zat yang diperlukan untuk
menyediakan atau bereaksi dengan 1 mol kation univalent (M+)
atau ½ mol kation divalen(M2+) atau 1/3 mol kation trivalen (M3+)

𝐵𝑀
 Untuk logam atau kation → BE =
𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
 Untuk pereaksi yang bereaksi dengan kation tersebut BE nya
sama dengan banyaknya (mol) pereaksi dengan 1 grek kation.

Contoh :

a. Hitung BE AgNO3 dan BaCl2 dalam reaksi :

2 Ag+ + BaCl2 2AgCl(s) + 2 Ba2+

1 mol berat perak nitrat menyediakan 1 mol kation univalen


Ag+ sedang 1 mol BaCl2 bereaksi dengan 2 mol Ag+ , jadi :

BE AgNO3 = BM/1 = 169,9/1 = 169,9 gr/ek

BE BaCl2 = BM/2 = 208,2/2 = 104,1 gr/ek

61
b. Hitung BE AgNO3 dan KCN dalam reaksi :

Ag+ + 2KCN 2Ag(CN)2 + 2 K+

1 mol berat perak nitrat menyediakan 1 mol kation univalen


Ag+ sedang 2 mol KCN bereaksi dengan 1 mol Ag , jadi :

BE AgNO3 = BM/1 = 169,9/1 = 169,9 gr/ek

BE KCN = 2 x BM = 2 x 65,116 = 130,23 gr/ek

3. Berat ekivalen untuk titrasi oksidasi reduksi ialah berat dalam gram
dari zat yang diperlukan untuk menyediakan atau bereaksi dengan
1 mol elektron

Contoh :

Hitung berat ekivalen Na2C2O4 sebagai pereduksi dan K2Cr2O7


sebagai pengoksidasi dalam reaksi berikut :

3 C2O4= + Cr2O7 + 14 H+ 2Cr3+ + 6CO2 + 7 H2O

Reaksi ½ nya adalah :

C2 O 4 = 2 CO2 + 2e

Cr2O7 + 14 H+ + 6e 2Cr3+ + 7 H2O

Ion oksalat menyediakan 2 elektron dan ion dikromat


memperoleh 6 elektron

BE nya adalah :

𝐵𝑀 134,0
Na2C2O4 = = = 67 gr/ek
2 2
𝐵𝑀 294,2
K2Cr2O7 = = = 49,03 gr/ek
6 26

62
ASIDI - ALKALIMETRI

Asidi – Alkalimetri ialah reaksi yang berdasarkan reaksi antara asam


dan basa yang setara. Asidimetri adalah untuk penetapan basa dengan
standard asam sebagai alat ukurnya. Sedangkan Alkalimetri adalah
titrasi untuk penetapan asam dengan standar basa sebagai alat
ukurnya.

Faktor utama dalam menentukan pengukuran adalah [H+] dan [OH−]


dalam larutan, baik sebagai titrat maupun sebagai titran. Bila asam
dilambangkan H+ dan basa dilambangkan OH− maka reaksi yang terjadi
adalah :

H+ + OH− ⇆ H2O

Karena H+ menetralkan OH− maka titrasi juga disebut netralisasi.

Untuk mengukur kekuatan [H+] dan [OH−] dipakai satuan pH. Bila yang
dihitung [H+] dapat langsung dihitung pH nya, yaitu :

pH = - log [H+]

Bila yang dihitung [OH−] nya, maka harus diubah dulu menjadi [H+] dengan
rumus

𝐾𝑤
Kw = [H+] [OH−] ⟶ [OH−] =
[H+]

pKw = pH + pOH , karena pKw = 14

pH = pKw - pOH

pH = 14 - pOH

Dalam titrasi asidimetri-alkalimetri, didalam titrat (analat) baik contoh asam


maupun basa, sudah mempunyai pH tertentu. Titik akhir titrasi
ditentukan dari harga pH titrat setelah netralisasi berlangsung tepat
sempurna, dimana :

63
Mek titrat = mek titran

Pada pH dimana akhir titrasi tercapai adalah merupakan bagian yang


paling penting, sebab disinilah letak kunci keberhasilan perhitungan
stoikiometrinya. Untuk itulah pemilihan indikator yang paling sesuai dengan
pH pada titik akhir titrasi menjadi sangat penting.

Untuk menentukan indikator yang paling sesuai ini diperlukan study


kelayakan yang berhubungan dengan kurva titrasi.

E. KURVA TITRASI

Dalam memeriksa suatu reaksi untuk menentukan apakah dapat


digunakan untuk suatu titrasi atau tidak dapat dipelajari dengan
membuat kurva atau grafik titrasi.
Bila larutan asam dititer dengan larutan basa atau sebaliknya, maka

- Sebelum titrasi dilaksanakan, titrat mempunyai pH tertentu, harga


pH ini merupakan titik awal

- Bila 1 tetes titran yang ditambahkan sampai 1 tetes menjelang titik


akhir titrasi akan terjadi perubahan pH. Harga pH pada setiap
perubahan tersebut merupakan angka angka yang selalu naik
dengan teratur.

- Pada titik akhir titrasi, pH akan menunjukkan angka dimana semua


asam atau basa telah dinetralkan dan disini berlaku prinsip :

mek titrat = mek titran

- Bila titrasi diteruskan maka harga pH pun akan menunjukkan angka


angka yang naik sampai suatu saat tidak dapat naik lagi

Bila angka angka tersebut di plot dalam suatu grafik dengan pH


atau pOH larutan sebagai ordinat dan penambahan titran
(volume titran) sebagai absis serta dihubungkan satu dengan yang

64
lain, maka grafik demikian bisa menolong untuk memutuskan dapat
atau tidaknya suatu titrasi dapat berlangsung dan dapat dipergunakan
untuk pemilihan indikator yang sesuai pada titrasi asam basa tersebut.

Indikator yang terpilih harus memenuhi beberapa persyaratan


antara lain :

b) Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi


ekivalen dengan titrat
c) Perubahan warna harus terjadi secara mendadak agar tidak
timbul keragu raguan bagi pengamat untuk menghentikan
titrasi. Perubahan warna yang mendadak ini akan menunjukkan
titik akhir yang tegas / tajam.

CONTOH BEBERAPA KURVA TITRASI

3. Titrasi asam kuat dengan basa kuat.

Asam dan basa kuat secara sempurna terdissosiasi dalam


larutan dalam air. Jadi konsentrasi ion hidrogen [H+] dan ion
hidroksida [OH−] secara langsung dihitung dari jumlah
stoichiometri asam dan basa yang telah dicampurkan. Pada titik
ekivalen , pH ditentukan dari besarnya air terdissosiasi pada suhu
25 OC, dimana pH air murni sama dengan 7.

Contoh berikut menerangkan perhitungan-perhitungan untuk


memperoleh data yang diperlukan untuk membuat suatu grafik
titrasi.

50 ml 0,1 M HCl dititrasikan dengan 0,1 M NaOH


Hitung pH pada permulaan titrasi dan setelah penambahan
10,50 dan 60 ml titran.

Jawab :

Harga dari pH dapat dihitung dengan rumus :


pH = - log [H+]
pOH = - log [OH−]
pH + pOH = pKw = 14

65
e. Sebelum titrasi.
Karena HCl asam kuat maka dalam larutan air akan
berdissosiasi secara lengkap (sempurna).

HCl = 0,1 M → [HCl] = [H3O+]


pH = - log [H+]
= - log [1.10 −1]
= 1

f. Perjalanan titrasi
(pH setelah penambahan 10 ml basa)

Reaksi yang terjadi selama titrasi

H3O+ + OH− ⇄ 2H2O


[𝐻2 𝑂]2 1
K =
[𝐻 3 𝑂+ ][𝑂𝐻 − ]
= = 1. 1014
𝐾𝑤

K = besar → Reaksi sempurna

Sehingga

𝑚 𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol H3O+ (asam)
𝑚𝑙
𝑚 𝑚𝑜𝑙
10 ml x 0,1 = 1 mmol OH- (basa)
𝑚𝑙

Disini kita mempunyai sisa = 4 mmol H3O+ dengan


volume larutan = 60 ml.
Jadi :

4 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑚𝑜𝑙
[H3O+] = = 6,67 x 10−2
60 𝑚𝑙 𝑚𝑙

pH = 2 – log 6,67
= 1,18

66
g. pH pada ekivalen
Titik ekivalen dicapai bila 50 ml NaOH telah ditambahkan.
Pada titik ekivalen ini garam yang ditambahkan tidak asam
dan tidak basa tetapi netral, maka :

[H3O+] = [OH−] = 1x10-7


pH = pOH =7

h. Penambahan NaOH berlebih


(pH setelah penambahan 60 ml basa)

𝑚𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol H3O+ (asam)
𝑚𝑙
𝑚𝑚𝑜𝑙
60 ml x 0,1 𝑚𝑙 = 6 mmol OH- (basa)

Jadi kelebihan 1 mol basa dengan volume akhir 110 ml,


maka :

1 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑚𝑜𝑙
[OH−] = = 9,1 x 10−3
110 𝑚𝑙 𝑚𝑙

pOH = 3 – log 9,1 = 2,04


pH = 14 – 2,04 = 11,96

Untuk harga harga yang lain seperti yang di tabelkan dibawah ini

67
68
Dari grafik terlihat, mula mula pH naik secara perlahan sewaktu titran
ditambahkan, naik lebih cepat waktu titik ekivalen didekati dan naik
lebih cepat lagi pada saat titik ekivalen dicapai.
Setelah titik ekivalen dicapai, pH bertambah hanya perlahan lahan
sampai suatu saat tidak dapat naik lagi.

Permukaan yang diarsir adalah daerah jangkauan 3 indikator yang


secara visual berubah warna. Jadi masing masing indikator yang
manapun dari ketiga indikator ini dapat dipakai sebab :

- Trayek metil merah (MR) sekalipun jauh dari titik ekivalen, tetapi
sudah masuk daerah atau bagian yang curam (4,2 – 6,3)

- Trayek Bromtimol Blue (BB) mencakup titik ekivalen dan bagian yang
curam (6,0 – 7,6)

- Trayek Fenolftalin (PP) meskipun jauh melewati titik ekivalen tetapi


masih didaerah yang curam (8,0 – 9,6)

69
4. Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat

Contoh :

50 ml 0,1 M larutan sebuah asam lemah HB dengan Ka = 1x10 -5


dititrasi dengan 0,1 M NaOH. Hitung pH pada permukaan titrasi,
setelah penambahan 10, 50 dan 60 ml titran.

Jawab.
e. pH permulaan
Karena HB asam lemah maka terdissosiasi secara lemah pula
(tidak lengkap atau tidak sempurna), menghasilkan B− dan
satu H3O+ :

HB + H2O ⇌ H3O+ + B−
Misal : [H3O+] = [B−]
Karena terdissosiasi sangat lemah maka :

[H3O+] = [B−] = kecil sekali = 0

Sehingga
=0
[HB ] = 0,1 - [H3O+ ] ≅ 0,1

[H3 O+ ] [B− ] [H3 O+ ] [H3 O+ ]


Ka = =
[HB ] [H2 O] [HB ]
=1

[H3 O+ ] 2
1,0 x 10-5 =
0,1

[H3O] = √1,0 𝑥 10−6 = 1x10-3

pH = - log (1,0x10-3) = 3

70
f. setelah penambahan 10 ml basa

𝑛𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol HB
𝑚𝑙
𝑛𝑚𝑜𝑙
10 ml x 0,1 = 1 mmol NaOH
𝑚𝑙
Jadi ada 4 mmol HB yang tinggal dan menghasilkan 1 mmol B −,
maka :
=0
4 4
[HB] = - [H3O+] ≅
60 60
1 1
[B] = + [H3O+] ≅
60 60

[H3 O+ ] [B− ]
Ka =
[HB ]
1
[H3 O+ ] [ ]
60
1 x 10-5 = 4
[ ]
60

[H3O+] = 4 x 10-5

pH = 5 – log 4 = 4,4

g. pH pada titik ekivalen

𝑚𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol HB
𝑚𝑙
𝑚𝑚𝑜𝑙
50 ml x 0,1 = 5 mmol NaOH
𝑚𝑙
Maka telah terbentuk B− = 5 mmol
B− merupakan basa dan reaksinya dengan air adalah :

B− + H2O HB + OH−

71
Misal : [HB] = [OH−]

𝐾𝑤 1 𝑥 10−14
Kb = = = 1,0 x 10−9
𝐾𝑎 1 𝑥 10−5

[HB] [OH− ]
Kb =
[B− ] [H2 O]
=1

[OH− ] 2 [OH− ] 2
1,0 x 10−9 = =
[B− ] 0,05

[OH−] = 7,1 x 10-5 → pOH = 3,15


pH = 14 – 3,15 = 8,85

h. pH setelah penambahan 60 ml basa.

Ini berjumlah 10 ml atau 1 mmol melewati titik ekivalen.

Ion OH− yang dihasilkan oleh B− dalam reaksi .


B− + H2O HB + OH−
dapat diabaikan, karena kelebihan OH− menggeser
keseimbangan kekiri sehingga pH dihitung dari basa kuat
berlebih.

𝑚𝑚𝑜𝑙
[OH−] ≅ = 9,1 x 10-3
𝑚𝑙
pOH = - log (9,1 x 10-3 ) = 2,04

72
pH = 14 – 2,04 = 11,96

Catatan : harga harga pH pada titik titik yang lain lihat tabel diatas
( contoh soal asam kuat-basa kuat )

Grafik titrasi asam kuat 0,1 M dan berbagai asam


lemah 0,1 M dengan basa kuat 0,1 M

Dari grafik terlihat bahwa kurva untuk asam lemah (k ≪ 1014)


mulai naik dengan cepat sewaktu basa mula mula ditambahkan, laju
kenaikannya berkurang sewaktu konsentrasi B− bertambah, larutan
mengalami pendaparan didaerah ini dimana laju peningkatan pH adalah
perlahan lahan. Setelah titik ekivalen (setengah jalan), pH dengan
perlahan lahan naik lagi hingga perubahan yang besar terjadi pada titik
ekivalen.
Untuk contoh titrasi asam lemah dan basa kuat ini, penggunaan
jingga – metil tidak dapat dipakai. Yang paling baik adalah penggunaan
indikator PP yang trayek pHnya mencakup pH pada titik ekivalen.

73
F. INDIKATOR ASAM – BASA

Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna


apabila pH lingkungannya berubah.
Misal : Indikator Bromtimol Blue (BB).
Dalam larutan asam ia berwarna kuning tetapi dalam lingkungan
basa berwarna biru. Warna dalam keadaan asam disebut warna asam
dan dalam keadaan basa disebut warna basa.
Asam dan Basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari 7,
tetapi asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari
trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.
Bromtimol Blue (BB) mempunyai trayek indikator (trayek pH) dari 6 –
7,6 sehingga warna asam (kuning) bila pH kurang dari 6 dan warna
basa biru bila pH larutan lebih dari 7,6. Jadi berapapun pH nya warna
akan tetap biru asal pH ≥ 7,6 dan selalu kuning asal pH < 6.
Lain halnya bila pH terletak dalam trayek pH, dimana pada pH yang
berbeda akan tampak warna yang lain pula. Unruk Bromtimol Blue (BB)
warna tersebut merupakan suatu campuran antara kuning dan biru,
dimana lebih banyak kuning bila mendekati 6 dan sebaliknya lebih
banyak biru bila mendekati 7,6. Jadi bila sederetan larutan dengan pH
yang meningkat dari 6 – 7,6 diberi indikator BB yang sama banyak
maka akan tampak warna yang berubah ubah sebagai berikut :

- Kuning – kuning kehijauan – hijau muda – hijau kekuningan –


hijau – hijau ke biru biruan dan seterusnya – dan terakhir warna
biru.

Dari hal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kita dapat
menentukan pH suatu bahan berdasar warna indikator asal
nilainya terletak dalam trayek pH indikator yang dipakai.
Diantara indikator ada yang mempunyai satu macam warna,
misalnya Fenolftalin (PP) yang berwarna merah pada keadaan basa dan
tidak berwarna bila keadaannya asam. Indikator demikian dinamakan
indikator satu warna. Untuk indikator PP warnanya tampak semakin tua
bila pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan makin muda bila semakin
kecil (mendekati 8,0). Letak trayek PP diantara 8,0 – 9,6 sehingga pada

74
pH dibawah 8,0 larutan tak berwarna dan diatas 9,6 warna merah tidak
akan berubah intensitasnya. Untuk indikator BB karena mempunyai 2
macam warna disebut indikator dua warna

MEKANISME INDIKATOR ASAM BASA


Menurut Oswald, indikator asam basa adalah merupakan asam
organik lemah atau basa organik lemah.
Sebagai asam simbolnya : H ind.
Sebagai basa simbolnya : Ind (OH)
Didalam air akan terdissosiasi sebagai berikut :
c. Untuk indikator asam organik lemah.
H ind H+ + Ind─
(warna A) (warna B)

75
[H+ ][Ind− ]
K Ind =
[H ind ]

Dalam larutan asam dimana H+ dominan, maka keseimbangan


akan bergeser kekiri sehingga [Ind─] menurun dan [H Ind] meningkat
dan yang muncul adalah warna H ind yang tidak menjalani dissosiasi
(warna A).
Bila larutan bersuasana alkalis, maka [H+] menurun, keseimbangan
akan bergeser kekanan dan yang muncul adalah warna Ind─ yang
berdissosiasi (warna B)

Dari persamaan diatas,


[H Ind]
[H+] = K Ind x
[Ind─ ]
[bentuk tak terdissosiasi]
= K Ind x
[bentuk terdissosiasi]
Sehingga :
[𝐼𝑛𝑑─ ]
pH = pH Ind + log
[𝐻 𝐼𝑛𝑑]
pH pada keadaan inilah yang paling cocok untuk pengamatan
perubahan warna indikator.

d. Untuk indikator basa organik lemah :

Ind (OH) Ind+ + OH−

Dengan cara yang sama didapat :


[ind (OH) ]
pH = pKw – pH Ind + log
[Ind+ ]

76
Jadi kesimpulannya perubahan warna indikator dapat terjadi karena
perubahan bentuk indikator sebagai indikator tak terdissosiasi (H Ind)
atau sebagai indikator terdissosiasi [Ind─] dimana perubahan bentuk
tersebut disebabkan oleh perubahan (H+) dalam larutan.

SOAL
40 ml 0,11 M HCl diencerkan sampai 100 ml dengan air dan dititrasi
dengan 0,1 M NaOH. Hitung pH setelah penambahan volume (ml) titran
berikut :
a). 0 b). 10 c). 22 d). 40
e). 43,95 f). 44 g). 44,05 h). 50
Gambar kurva titrasi dan pilih indikator yang cocok.

Jawab.
i. pH mula mula.
mmol
40 ml x 0,11
ml
[H+] = = 0,044
100 ml
pH = - log [H+]
= - log 0,44
= 1,36

(40 x 0,11−10 x 0,1)


j. [H+] = = 3,1 x 10-2
110
pH = 1,51

(40 x 0,11−22 x 0,1)


k. [H+] = = 0,18
122
pH = 1,74

(40 x 0,11−40 x 0,1)


l. [H+] = = 0,0029
140
77
pH = 2,52

(40 x 0,11−43,95 x 0,1)


m. [H+] = = 3,5 x 10-5
143,95
pH = 4,46

n. Titik ekivalen → konsentrasi = 0


(40 x 0,11−44 x 0,1)
[H+] = =0
144

Karena asam kuat dan basa kuat pada saat konsentrasi = 0 → pH


netral

[H+] = [OH-] = 1 x 10-7


pH =7

(44,05x 0,1−40 x 0,11)


o. [OH−] = = 3, x 10-5
144,05

pOH = 4,46 pH = 9,54

(50 x 0,1−40 x 0,11)


p. [OH−] = = 3,4 x 10-2
150

pOH = 2,4 pH = 11,60

Dari gambar grafik indikator yang dapat dipakai adalah :


- Netral merah (NM)
- Bromtimol Biru (BB)
- Bromkresol Ungu (BU)
Tugas : Buat grafik dirumah

78
79

Anda mungkin juga menyukai