Anda di halaman 1dari 79

KIMIA ANALISA KUANTITATIF

I UMUM.
Tujuan : menentukan jumlah suatu zat atau komponen suatu zat.
Cara-cara kuantitatif dibedakan atas :
a. Cara-cara Klasik
b. Cara-cara Modern / Instrumental.

A. CARA KLASIK
Didasarkan pada penggunaan reaksi-reaksi kimia (interaksi
materi dengan materi ) disebut sebagai Cara Stoikhiometri.
Cara klasik ini dibedakan menjadi 2 cara , yaitu :
1. Gravimetri , prinsip kerjanya penimbangan hasil reaksi, disini
analat direaksikan dan hasil reaksi ditimbang untuk
menentukan jumlah zat/komponen yang dicari.
2. Volumetri , prinsip kerjanya dengan pengukuran volume,
disini analat direaksikan dan jumlahnya dihitung dari larutan
pereaksi atau volume suatu hasil reaksi.
Dalam Volumetri kita bedakan :

(1) Gasometri , yaitu analat direaksikan sehingga


terbentuk suatu gas atau terpakai pereaksi berbentuk
gas. Jumlah zat/komponen yang dicari dihitung dari
volume gas tersebut.
(2) Titrimetri, yaitu analat direaksikan dengan suatu
pereaksi sedemikian rupa, sehingga jumlah zat-zat yang
bereaksi itu satu sama lain ekivalen, artinya bahwa
zat-zat yang direaksikan itu tepat saling
menghabiskan, sehingga tidak ada yang sisa.

B. CARA MODERN / INSTRUMENT

Didasarkan pada pengukuran besaran fisik untuk menentukan


jumlah zat atau komponen yang dicari ( interaksi energi dengan
materi ) disebut Cara Non Stoichiometri . Energi disini bisa
dalam bentuk cahaya , listrik atau panas. Cara modern ini
dibedakan menjadi beberapa cara :

1
1. POTENSIOMETRI.
Berdasar pengukuran potensial suatu zat.
2. KOLOMETRI.
Berdasarkan pengukuran arus dan waktu.
3. KOLORIMETRI DAN SPEKTROFOTOMETRI.
Berdasarkan pengamatan intensitas warna.
4. KONDUKTOMETRI.
Berdasarkan pengukuran daya hantar larutan suatu zat.
5. KROMATOGRAFI
Berdasarkan absorbsi suatu zat.
 Kromatografi kertas
 Kromatografi gas
 Kromatografi lapisan tipis
6. EKSTRAKSI SOLVEN
Berdasarkan pemisahan dengan suatu pelarut.

II. DASAR – DASAR KIMIA KUANTITATIF


Dasar-dasar pada kimia kuantitatif disini terutama mengenai
stoichiometri dan konsentrasi larutan.

1. STOICHIOMETRI
Dalam analisa kimia kuantitatif, perhitungan dilakukan
berdasarkan hubungan stoichiometri dari persamaan reaksi kimia
yang terjadi. Misal pada reaksi berikut :

CaCO3 + 2HCl  CaCl2 + H2O +. CO2


Dari reaksi terlihat bahwa 1 mol CaCO3 memerlukan 2 mol HCl.

Bila jumlah mol CaCO3 yang bereaksi adalah n CaCO3 dan


jumlah mol HCl yang direaksikan adalah n HCl , maka hubungan
aljabarnya adalah :

nHCl = 2nCaCO3
Contoh berikut akan menjelaskan hal tersebut, bila suatu larutan
yang mengandung 8 mmol HCl ditambahkan pada 9 gram padatan
CaCO3. Berapa mol CaCO3 yang masih tertinggal setelah reaksi
berhenti , bila diketahui Berat Molekul CaCO3 = 100,09 gram / mol.

2
JAWAB :
CaCO3 + 2HCl  CaCl2 + H2O + CO2

 Cara pertama :
9
9 gram CaCO3 = x 1000 mmol = 89,92 mmol
100,099
Dari reaksi terlihat bahwa 2 mmol HCl bereaksi dengan 1 mmol
CaCO3.
Maka CaCO3 yang bereaksi dengan 8 mmol HCl = ½ x 8 = 4 mmol
Jadi CaCO3 yang tidak bereaksi (sisa) adalah :
89,92−4
= 1000 mol = 0,0859 mol

 Cara kedua bila kita pakai rumus Aljabar diatas ( Cara


Stoichiometri ) :

nHCl = 2 x nCaCO3

8
mol HCl = mol
1000
mol CaCO3 = nHCl / 2
8 4
= = mol
1000 x 2 1000

Jadi jumlah mol CaCO3 yang tidak bereaksi :


9 4
mol ─ mol = 0,0859 mol
100,09 1000
Hasilnya sama dengan cara pertama.

3
Hubungan Stoichiometri yang dapat diturunkan dari reaksi kimia
adalah :
aA + bB → cC

b nA = a nB → nA & nB = jumlah mol A & B


yang bereaksi.

c nA = a nC → nA = jumlah mol reaktan A

nC = jumlah mol produk C

b nC = c nB → nB = jumlah mol reaktan B

nC = jumlah mol produk C

2. KONSENTRASI LARUTAN

Konsentrasi didefinikan sebagai jumlah zat terlarut dalam


setiap satuan larutan atau pelarut. Pada umumnya konsentrasi
dinyatakan dalam satuan fisik , yaitu : persen berat ( % W/W)
persen volume ( % V/V ) , persen berat-volume ( % W/V )
yaitu gram zat terlarut dalam satu liter larutan atau milligram
zat terlarut dalam satu milliliter larutan, parts per million
atau bagian per juta ( ppm) , parts per billion atau bagian per
milliard ( ppb ). Dan dalam satuan kimia, yaitu : kemolaran
( M ) , kenormalan ( N ), kemolalan ( m ), keformalan ( F ) dan
fraksi mol.

2.1 Persen Berat ( % W/W )

gram zat terlarut


% W/W = x 100
gram zat terlarut + gram pelarut

gram zat terlarur


% W/W = gramlarutan x 100

4
Contoh :
1. 20 gram gula dilarutkan dalam 80 gram air. Berapa %
berat larutan gula tersebut.
Jawab :
20
% berat larutan gula = x 100
20+80

= 20 %

2. Hitung berapa % berat NaCl yang dibuat dengan


melarurtkan 20 ngram NaCl dalam 55 gram air.
Jawab :

20
% berat NaCl = 20+55 x 100

= 26,6 %

2.2 Persen Volume ( % V/V )

ml zat terlarut
% V/V = ml larutan x 100

Contoh :
1. 50 ml alkohol dicampur dengan 50ml air menghasilkan
96,54 ml larutan. Hitung % volume masing-masing
komponen.
Jawab :

50
% volume alkohol = 96,54 x 100 = 51,79 %

50
% volume air = x 100 = 51,79 %
96,54

5
2.3 Persen Berat / Volume ( % W/V )

gram zat terlarut


% W/V = x 100
ml larutan

Persen berat-volume (% W/V) biasanya digunakan larutan


dalam air yang sangat encer dari zat padat. Misalnya, untuk
membuat 5% W/V AgNO3 , 5gram AgNO3 dilarutkan dalam
air kemudian diencerkan sampai tepat 100 ml. Sedang
pada larutan NaOH 10% (W/N) artinya dalam 100 ml larutan
mengandung 10 gram NaOH.

2.4 Parts Per Million ( ppm ) dan Parts Per Billion ( ppb ).

Jika larutan sangat encer digunakan satuan konsentrasi parts


per million (ppm), dan parts per billion (ppb).
Satu ppm (1 ppm) eqivalen dengan 1 mg zat terlarut dalam 1
L larutan..
Satu ppb ( 1 ppb ) eqivalen dengan 1 g zat terlarut dalam 1
L larutan.

1mg zat terlarut berat zat terlarut 6


1 ppm = 1 Llarutan atau ppm = berat larutan x 10

1 μ g zat terlarut berat zat terlarut


1 ppb = atau ppb = x 109
1 Llarutan berat larutan

Contoh :

1. Suatu larutan aseton dalam air mengandung 8,6 mg aseton


dalam 21.4 L larutan. Jika kerapatan larutan 0,997 gr/cm3 ,
hitung konsentrasi aseton dalam (a) ppm dan (b) ppb

Jawab :

6
berat aseton
(a) ppm aseton = x 106
berat air

Berat aseton = 8,6 mg = 8,6 x 10-3 gram


Berat air = 21,4 L x 1000 ml/L x 0,997 gr/ml
= 21,4 x 103 gram

8,6 x 10−3
ppm aseton = x 106
21,4 x 103
= 0,402 ppm

8,6 x 10−3
ppb aseton = 3 x 109
21,4 x 10
= 402 ppb

2.5 Kemolaran ( M )
Kemolaran atau konsentrasi Molar (M) suatu larutan
menyatakan jumlah mol spesi zat terlarut dalam 1 liter
larutan atau jumlah milimol dalam 1ml larutan

mol zat terlarut


Kemolaran (M) =
liter larutan
Jika MW adalah massa molar (gr/mol), maka

gram zat terlarut


Kemolaran =
MW zat terlarut x liter larutan

Contoh :
1. 80 gram NaOH dilarutkan dalam air kemudian diencerkan
menjadi 1 L larutan. Hitung kemolaran larutan jika diket.
MW NaOH = 40 gr/mol.

7
Jawab :
80 gram
Jumlah mol NaOH =
40 gr /mol

mol 2mol
Kemolaran = L = 1L = 2M

2. Hitung kemolaran suatu larutan yang dibuat dengan cara


melarutkan 19,6 gr H2SO4 dalam 200 ml larutan.
Jawab :
19,6
Kemolaran = = 1M
98 x 0,2

2.6 Kemolalan (m)


Kemolalan (m) menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam
1000 gram pelarut. Kemolaran tidak bergantung pada
temperatur, dan digunakan dalam bidang kimia fisika,
terutama dalam sifat koligatif.

mol zat terlarut


Kemolalan, (m) =
kg pelarut

garm zat terlaru t


Kemolalan =
MW x kg pelarut

Contoh :
1. Hitung kemolalan larutan metil alkohol (MW = 32)
dengan melarutkan 37 gram metil alkohol (CH 3OH)
dalam 1750 gram air.

8
Jawab :

37 gram
Mol zat terlarut =
32 gram/mol

1,156 mo l
Kemolalan = 1 x 1,750 kg

= 0,680 m

2. Suatu larutan asam sulfat sebanyak 200 mL mempunyai


konsentrasi 20 % berat, dan kerapatannya 1,200 g/mL.
Hitung kemolalan larutan , MW H2SO4 = 98.
Jawab :

1,200 g
Berat larutan 200 mL = 200 mL x
mL
= 240 gram

Berat H2SO4 (tak terlarut) = 0,20 x 240


= 48,0 g H2SO4

48,0 g
Jumlah mol H2SO4 =
98 g / mol
= 0,490 mol H2SO4

Berat pelarut = (240 – 48,0) gram


= 192 gram

0,490 mol
Kemolalan =
0,192 kg
= 2,55 m

9
2.7 Kenormalan, (N)

ekivalen zat terlarut


Kenormalan = liter larutan

gram zat terlarut


Kenormalan = massa eikivalen x liter larutan

Contoh :
1. Hitung kenormalan larutan yang mengandung 36,75 g
H2SO4 dalam 1,5 liter larutan. Massa molekul H2SO4 = 98.
Jawab :

W
Kenormalan = EW x L

36,75
= 98 x 1.5 = 0,50 N
2 1

2. Hitung kenormalan larutan Nikel Nitrat yang dibuat dari


melarutkan 2 gram logam murni kedalam asam nitrat dan
mengencerkannya sampai 500 mL.
Jawab :

2 gram
N = 58,7 gram x 0,5liter
2 ek
= 0,136 ek/liter

10
GRAVIMETRI

I. UMUM

Dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada


pengukuran berat dengan cara penimbangan hasil reaksi setelah bahan
yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi tersebut dapat berupa :

a. Sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, disebut dengan cara
evolusi
b. Suatu endapan disebut cara pengendapan

a. Cara Evolusi
Dalam cara ini bahan direaksikan sehingga timbul gas, caranya
dengan memanaskan bahan tersebut atau mereaksikan dengan
suatu pereaksi. Umumnya yang dicari adalah banyaknya gas yang
terjadi dengan cara :

1. Tak Langsung
Dalam hal ini analatlah yang ditimbang setelah bereaksi.
Berat gas diperoleh sebagai selisih berat analat sebelum dan
setelah reaksi. Contohnya : 1) penentuan kadar air dalam
suatu bahan (bahan yang akan dianalisa kadar airnya
dipanaskan pada suhu tertentu untuk jangka waktu tertentu
sehingga air menguap dan beratnya diperoleh sebagai selisih
berat bahan sebelum dan sesudah pemanasan), 2)
penentuan karbonat, karena pemanasan karbonat terurai
dan mengeluarkan gas CO2 , berat gas juga ditentukan
dengan menimbang bahan sebelum dan sesudah pemanasan.

2. Langsung
Mamakai zat perantara sebagai penyerap gas yang terjadi.
Bahan penyerap ditimbang sebelum dan sesudah penyerapan.
Pada penentuan kadar air maka uap air yang terjadi
dilewatkan tabung berisi bahan higroskopis yang tidak
menyerap gas-gas lain; berat tabung dengan isi sebelum dan
sesudah uap diserap menunjukkan jumlah air, begitu juga
dengan karbonat ; berat tabung dengan isi sebelum dan
sesudah menyerap gas memberikan berat CO2.

11
b. Cara Pengendapan

Pengendapan merupakan teknik yang secara luas dipergunakan


untuk memisahkan analat dari semua komponen lainnya. Caranya
dengan mereaksikan analat dengan suatu pereaksi sehingga
dihasilkan suatu endapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas
dasar pembentukan endapan, gravimetri dibedakan atas :

a. Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu


pereaksi, endapan biasanya berupa senyawa, baik
kation/anion dari analat mungkin diendapkan, bahan
pengendapannya mungkin anorganik, mungkin organik. Cara
ini biasanya disebut Gravimetri

b. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan kata lain


analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebagai endapan.
Cara ini disebut Elektro Gravimetri, umumnya kation yang
diendapkan.

II DASAR DASAR PENGERTIAN

Secara umum suatu analisa secara gravitasi biasanya berdasar


reaksi kimia sebagai berikut :

aA + rR → AaRr

Sejumlah mol analat A (a mol) direaksikan dengan sejumlah pereaksi


pengendap R (r mol) maka terbentuklah molekul endapan AaRr dengan
syarat :

a. Endapan AaRr harus stabil dan memiiliki hasil kali kelarutan (Ksp)
yang kecil
b. Rumus molekul endapan sebelum dan sesudah mengalami proses
pemanasan harus dapat diketahui dengan pasti

Pemanasan endapan dapat dilakukan dengan cara :

- Pemanasan sampai 100 OC - 105 OC → hanya untuk mengeringkan


saja
- Pemijaran sampai suhu yang lebih tinggi → bila yang dikehendaki
perubahan struktur, dimana molekul endapan menjadi lebih stabil.

12
III LANGKAH LANGKAH DALAM OPERASI GRAVIMETRI

A. Pengambilam contah (sampling)

- Bila padatan, dihaluskan, ditimbang dan dilarutkan dengan pelarut


yang sesuai
- Bila zat cair, dicampur hingga rata, pengambilan contoh bisa
dilakukan dengan pipet volumetri

Agar endapan yang terjadi tidak terlalu banyak, konsentrasi analat


dalam contoh ± 0,001 N

B. Pembentukan endapan
Langkah langkah yang merupakan faktor penting dalam proses
pembentukan endapan adalah :

1. Penambahan pereaksi pengendap.


Secara bertahap dalam suasana tertentu pereaksi pengendap selalu
diberikan dalam jumlah berlebih sehingga terbentuk endapan yang
sempurna.

2. Penyaringan
Kertas saring yang dipergunakan harus berpori halus dan bebas
abu. Apabila filtrat dari penyaringan belum jernih, dapat disaring
ulang secara kwantitatif.

13
3. Pencucian endapan
Tujuan : menghilangkan kotoran kotoran yang teradsorbsi pada
permukaan endapan maupun yang terbawa secara mekanis.

TEKNIK PENCUCIAN YANG BAIK


a. Memasukkan cairan pencuci kedalam penyaring sampai sedikit
diatas endapan, membiarkan cairan melewati kertas saring
sampai habis, demikian seterusnya dikerjakan berulang kali
sampai bersih.

b. Dengan cara Dekantasi ( enap – tuang)


Endapan dan cairan pencuci dibiarkan mengenap, setelah
mengenap, cairan dituangkan kedalam penyaring, endapan
dibiark3an didalam gelas piala, tambah lagi cairan pencuci,
diaduk, dibiarkan mengenap, cairan dituang kedalam penyaring
sampai habis. Begitu seterusnya dikerjakan berulang kali
sampai endapan bersih.

4. Pemanasan atau pemijaran, dapat dilaksanakan dengan :

a. Oven pengering (± 105 OC) apabila hanya diperlukan untuk


menghilangkan air saja. Cara ini dipergunakan untuk mencari
kadar air dalam bahan pemeriksaan, misal :
- Mencari kadar air dalam serpihan bambu untuk bahan
pembuatan kertas
- Mencari kadar air dalam endapan berair kristal . contoh :
CuSO45H2O

b. Oven pemijar ( tungku pemijar), bila diperlukan pemanasan


dengan suhu tinggi. Akibatnya kadang kadang formula endapan
sebelum dan sesudah pemijaran berbeda. Cara ini
dipergunakan bila diperlukan pemanasan pada suhu tinggi
dimana pada suhu tersebut endapan dalam bentuk yang stabil.

Misal :

CaC2O4 bila dipanaskan sampai 800 OC akan menjadi CaCO3,


tetapi bila pemanasan diteruskan sampai memijar pada suhu ±
1100 OC maka bentuk endapan menjadi CaO, dalam bentuk
CaO inilah paling stabil dan dapat dilaksanakan penimbangan
yang paling teliti

14
5. Pendinginan

Endapan yang telah mengalami pemanasan/pemijaran harus


didinginkan sampai suhu kamar sebelum tahap pengukuran
/penimbangan. Pendinginan tidak dapat dilaksanakan ditempat
terbuka, sebab endapan dapat menarik air atau CO 2 dari udara
sekeliling. Pendinginan dilaksanakan didalam alat yang namanya
EKSIKATOR yang berisi bahan pengering yang masih aktif yaitu :

Al2O3, BaO, CaCl2, CaCO4 atau silikagel

C. Tahap Pengukuran/penimbangan
Tahap ini merupakan tahap yang penting karena merupakan dasar
dari perhitungan Gravimetri.

D. Tahap Perhitungan dan Penafsiran dari hasil suatu reaksi


Disini melibatkan Stoikiometri, reaksi reaksi kimia dan hitungan
matematis. Dari hasil penimbangan endapan, berat analat dapat
dihitung dengan rumus :

15
Berat A
Prosentasi analat A adalah : %A = x 100
Berat Contoh

Untuk memperoleh berat A diperlukan suatu factor gravimetri

BM Analat
Faktor gravimetri =
BM Endapan

Bila berat endapan = P (gram), maka :

Berat A = berat P x faktor gravimetri

Jadi :

Berat P x faktor Gravimetri x 100


%A =
Berat contoh

Contoh - Contoh Perhitungan Gravimetri

1. Sebuah contoh garam klorida seberat 0,6025 gram dilarutkan


dalam air dan kloridanya diendapkan dengan perak nitrat berlebih.
Endapan perak klorida disaring, dicuci, dikeringkan dan diketahui
beratnya 0,7134 gram. Hitung prosen klorida didalam contoh.

Peyelesaian :

Misal : g = gram Cl dalam contoh

Ag+ + Cl− → AgCl↓

Mol Cl− = mol AgCl

g 0,7134
=
35,45 143,32

16
35,45
g = 0,7134 x
143,32
f.gravimetrik
dan

Berat Cl
% Cl = x 100
Berat contoh

35,45
0,7134 x ( )
= 143,32 x 100
0,6025

= 29,29

2. Sebuah contoh besi seberat 0,4852 gram dilarutkan dalam asam,


besinya dioksidasi menjadi keadaan +3 kemudian diendapkan
sebagai oksida berair Fe 2O3xH2O. Endapan disaring, dicuci dan
dibakar menjadi Fe2O3 yang ternyata beratnya 0,2481 gram. Hitung
prosen Fe dalam contoh.

Penyelesaian :

2 Fe3+ → Fe2O3 xH2O → Fe2O3 (p)

mol Fe = 2 x mol Fe2O3

g 0,2481
= 2x
55,85 159,69

2 x 55,85
g = 0,2481 x
159,69

( 2 x 55,85 )
0,2481 x [ ]
% Fe = 158,69 x 100
0,4852

= 35,77

17
3. Berapa gram contoh yang mengandung klorida, harus diambil
untuk analisa agar prosentasi klorida didalam contoh dapat
diperoleh dengan perkalian berat perak klorida endapan dengan 10

Penyelesaian :

Misal : Wp = berat dalam gram endapan AgCl


Ws = berat dalam gram contoh
Maka :
Cl
℘x[ ]
10 Wp = AgCl x 100
Ws

Karena berat endapan (Wp) saling menghapuskan maka :

Cl
10 Ws = x 100
AgCl

Cl
10 Ws = x 100
AgCl

Ws = 2,474 gram

ANALISA TAK LANGSUNG

Cara analisa tak langsung dalam gravimetri pengendapan ialah


apabila dua komponen dalam suatu campuran dapat ditentukan dari dua
data analitik yang tak saling bergantung.
Dua persamaan yang mengandung kedua bilangan tidak diketahui
disusun dari persamaan-persamaan tsb, kemudian diuraikan secara
bersamaan.
Contoh :
Sebuah contoh seberat 0,7500 gram mengandung NaCl dan NaBr
dititrasi dengan 0,1043 M AgNO3 sebanyak 42,23 ml.
Contoh kedua dari berat yang sama diperlakukan dengan perak
nitrat (gravimetri) berlebihan dan campuran endapan AgCl dan AgBr
disaring, dikeringkan dan ternyata beratnya 0,842 gram. Hitung
prosentase NaCl dan NaBr dalam contoh.

18
Penyelesaian
a. Misalkan : x jumlah mmol NaCl dan y jumlah mmol NaBr, jadi :

x+y = total mmol


mmol
= 42,23 ml x 0,1043 ml
= 4,405
X = 4,405 - y

b. Juga telah dihasilkan :


mgr AgCl + mgr AgBr = 804,2

Maka : [BMAgCl] x + [BMAgBr] y = 804,2


143,32 x + 107,77 y = 804,2
Substitusikan a) ke b) , maka didapat :
mmol NaCl = X= 0,516 dan mmol NaBr = y = 3,889
Jadi :
mg
0,516 mmol x 58,443
% NaCl = mmol x 100 = 4,02
750 mg

mg
3,889 mmol x 102,89
% NaBr = mmol x 100 = 53,35
750 mg

19
TITRIMERI

I. TEORI UMUM

Titrimetri adalah penetapan suatu bahan dengan mereaksikan


bahan/analat dengan bahan lain yang diketahui konsentrasinya
dengan tepat. Bahan yang diketahui konsentrasinya dengan teliti
disebut larutan standard. Bahan yang dicari kadarnya biasanya
berada dalam suatu tempat (erlenmeyer) disebut titrat, sedangkan
bahan yang diketahui konsentrasinya dimasukkan kedalam alat
(buret) disebut titran.
Penambahan titran dilakukan sedikit demi sedikit (tetes demi
tetes) hingga jumlah zat yang direaksikan tepat ekivalen (titik
ekivalen) atau setara yaitu titrat dan titran tepat saling
menghabiskan.
Peristiwanya disebut titrasi dan metode demikian dinamakan
titrimetrik yaitu pengukuran kesetaraan (ekivalen) antara titran dan
titrat berdasarkan pengukuran volume dengan cara titrasi, sehingga
titrimetri disebut juga volumetri.
Untuk menentukan kapan titrasi harus diakhiri diperlukan alat
bantu yang berfungsi sebagai penunjuk bahwa titrasi sudah
berakhir (berhenti) yaitu :
- Timbul dari reaksi itu sendiri
- Berasal dari luar
- Berupa alat : pH meter, potensiometer
- Zat lain (bahan yang dapat merubah warna) yang disebut
indikator

Pada saat titik ekivalen (tercapai kesetaraan) tidak selalu berarti bahwa
titrat dan titran selalu sama banyak baik volume maupun jumlah gram
atau mol nya, karena jumlah zat yang bereaksi ditentukan oleh
persamaan reaksinya.

20
Contoh : penetapan kadar Na2B4O7 dengan standard HCl
Reaksi yang terjadi :
Na2B4O7 + 2 HCl + 5H2O 2NaCl + 4H3BO3

Analat
Titran, Hasil reaksi yang terjadi secara tepat ditujukkan oleh indikator
Sebagai
larutan
filtrat
standard yg konsentrasinya diketahui dengan tepat

HCl ekivalen dengan boraks, bila 2 mol HCl ditambahkan pada setiap mol
boraks → keduanya saling menghabiskan sehingga tidak ada sisa
HCl maupun boraks.

2 mol HCl ∞ 1 mol Na2B4O7 ∞ 2 mol NaCl ∞ 4 mol H3BO3


1
1 mol HCl ∞ mol Na2B4O7 ∞ 1 mol NaCl ∞ 2 mol H3BO3
2

Didalam kimia analitik kesetaraan tersebut mempunyai makna :

ekivalen (ek) titran = ekivalen (ek) titrat


atau
miliekv (mek) titran = miliekv. (mek) titrat

mol mmol
ekivalen = valensi miliek = valensi

Didalam praktek/laboratorium umumnya yang dipakai adalah mek


atau mmol, sedangkan konsentrasi larutan standard dapat
menggunakan.
Normal (N) = ek/L atau Molar = mol/L.

Bila larutan standard didalam N, maka : mek = ml x N Karena satuan


Bila larutan standard didalam M, maka : mmol= ml x M
}buret dalam ml

21
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa titrasi harus
mempunyai komponen :
(a) Titrat yang berisi analat
(b) Titran yang berisi larutan standard
(c) Alat bantu sebagai penunjuk berakhirnya titrasi
(d) Alat alat

A. Titrat yang berisi analat :

- Bila bahan padat, ditimbang dengan teliti dan dilarutkan


dengan pelarut yang sesuai dengan menggunakan alat labu
ukur.
- Pengambilan contoh menggunakan pipet volumetrik
- Konsentrasi larutan dibuat kira kira 0,1 M. Larutan harus
homogen

B. Titran yang berisi larutan standard

Larutan standard pada umumnya mempunyai konsentrasi ≤


0,1N. Dan ada dua macam larutan standard yaitu :

1. Larutan standard PRIMER

Disebut juga sebagai larutan baku. Adapun syarat syarat


larutan standard primer adalah :

- Sangat murni, mudah dimurnikan


- Mudah diperiksa kemurniannya (diketahui macam dan
jumlah pengotornya).
- Stabil dalam keadaan biasa (setidak tidaknya selama
ditimbang)
- Sedapat mungkin mempunyai berat ekivalen yang tinggi
untuk mengurangi kesalahan penimbangan
- Dapat bereaksi menurut syarat syarat titrasi.

Larutan baku ini dipergunakan untuk menetapkan secara teliti


normalitas / molaritas titran (larutan standard sekunder)

22
2. Larutan standard sekunder.

Kadang kadang disebut juga larutan standard. Dibuat


dari bahan yang tidak sangat murni. Pembuatan tidak seteliti
pembuatan larutan baku, tetapi setelah menjadi larutan,
konsentrasinya harus ditetapkan secara tepat dan teliti
dengan larutan baku yang disebut Standardisasi.
Normalitas atau Molaritas larutan standard dapat dihitung
dengan rumus :

V1 N1 = V2 N2 atau
V 1 M 1 = V2 M 2
Larutan baku = larutan standard

C. Alat bantu sebagai penunjuk berakhirnya titrasi

Biasanya digunakan indikator, dan didalam titrasi dikenal 4


macam indikator :

1. Indikator Asam Basa (untuk titrasi Asam-Basa)


Misal : Fenol ftalein (PP), Merah Metil (MM) dll.

2. Indikator Redoks (untuk titrasi redoks)


Misal : KMnO4, larutan kanji dll.

3. Indikator Ion Logam (untuk titrasi komplek sometri)


Misal : Erickrom Black T (EBT), Mureksida jingga silenol dll.

4. Indikator presipitasi (untuk titrasi pembentukan endapan)


Misal : K2CrO4, Flourensen dll.

D. Alat alat
Terutama alat alat gelas
Misal :
- Erlemeyer, sebagai tempat titrat
- Buret, sebagai tempat titran dengan volume yang bervariasi
(25, 50 dan 100 ml)

23
- Labu ukur (takar), volume terukur dengan tepat sesuai
dengan kapasitas yang bersangkutan (25 ml sampai dengan
2000 ml).
- Pipet Volumetris, volume terukur dengan tepat sesuai dengan
kapasitas alat (5 ml sampai dengan 100 ml)

Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk


itu reaksi harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut :
1. Berlangsung sempurna menurut reaksi kimia dan tidak ada hasil
samping. (dasar teoritis).
2. Reaksi berlangsung cepat dan reversible (dasar praktis)
3. Ada penunjuk akhir titrasi, dapat berupa :
- Timbul dari reaksi itu sendiri
- Berasal dari luar, berupa suatu zat yang dimasukkan kedalam
titrat yang disebut indikator.
4. Larutan standard yang direaksikan dengan analat harus mudah
didapat dan sederhana penggunaannya juga harus stabil sehingga
konsentrasinya tidak mudah berubah bila disimpan.

II CONTOH PERHITUNGAN

Contoh-contoh perhitungan yang terlibat dalam standarisasi suatu


larutan.
Harus diingat bahwa pada saat titik ekivalen.
Mek analat (titrat) = mek titran (dalam N)
Mmol analat (titrat) = mmol titran (dalam M)

Contoh 1.
0,0542 gr Natrium Karbonat, Na2CO3 murni dilarutkan dalam air dan
dititrasi dengan suatu larutan asam Klorida sebanyak 30,23 ml
untuk mencapai titik akhir. Hitung Normalitas asamnya.

Jawab :
Na2CO3 + 2 HCl 2NaCl +H2O + CO2
Mek HCl = mek Na2CO3
106,0
BE Na2CO3 = = 53 mg/mek
2

24
mg Na 2 CO 3
V HCl xN HCl =
BE Na2 CO 3
54,2mg
30,23 ml x N HCl =
53,00 mg/mek
1,022mek
N HCl = = 0,033 mek/ml
30,23 ml

Bila dalam titrasi, titik akhir terlewati, yaitu menambahkan terlalu banyak
titran, maka harus dilakukan titrasi kembali dengan larutan kedua,
normalitas dan volume larutan yang kedua harus diketahui.

Contoh 2.

0,2856 gr Natrium Oksalat, Na2C2O4 murni dilarutkan dalam air, larutan


dititrasi pada 70 OC memerlukan 45,12 ml larutan KMnO 4. Titik akhir
dilampaui dan titrasi kembali dilakukan dengan 1,74 ml larutan asam
oksalat 0,1032 N. Hitung Normalitas larutan KMnO4 .

Jawab :

= -
5 C2O4 + 2 MnO4 + 16 H+ 2Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

Mek permanganat = mek oksalat

Mek KMNO4 = mek Na2C2O4 + mek H2C2O4

mg Na 2 C 2O 4
V x N =
KMNO4 KMNO4
BE Na2 C 2 O 4 + VH2C2O4 x N H2C2O4

BE Na2C2O4 = 134/2= 67 mg/mek

285,6
45,12 ml x N KMNO4 = 67 + 1,74 x 0,1032

4,4423 mek
N KMNO4 = = 0,0985 mek/ml
45,12 ml

Kadang kadang perlu untuk menambahkan titran secara berlebih,


misalnya dalam reaksi pengendapan AgCl , maka ditambahkan
perak nitrat berlebih.

Ag+ + Cl −
AgCl ↓

Kelebihan perak dititrasi dengan larutan standard kalium tiosanat.

Ag+ + SCN −
AgSCN ↓

Contoh 3
25
Natrium Klorida murni (BM = BE = 58,44) seberat 0,2286 g
dilarutkan dalam air, dan tepat 50 ml larutan perak nitrat
ditambahkan untuk mengendapkan AgCl. Kelebihan Ag+ dititrasi
dengan 12,56 ml larutan KSCN dari 0,0986 N. Hitung normalitas
larutan AgNO3.

Jawab.

Mek AgNO3 = mek NaCl + mek KSCN

228,6
50 x N AgNO3 = 58,44 + 12,56 x 0,0986

5,1496
N AgNO3 =
50 = 0,1030 mek/ml

Didalam suatu titrasi kadang kadang juga diperlukan suatu proses


pengenceran misalnya kita mengambil sebagian dari larutan dan
melarutkannya / mengencerkannya hingga volume tertentu.
Kemudian mengambil sebagian dari hasil pengenceran tadi untuk
dilakukan titrasi, bagian yang dititrasi tersebut disebut dengan
Aliquot.

Contoh 4.

CaCO3 murni (BM = 100,09) seberat 0,4148 g dilarutkan dalam HCl,


dan larutannya diencerkan sampai 500 ml. 50 ml aliquot diambil
dan dititrasi dengan 40,34 ml larutan EDTA dengan menggunakan
indikator Erio Chrom Black T. Hitung molaritas larutan EDTA.

Jawab :
2+ 4− 2−
Ca + Y CaY
4−
Dengan ketentuan Y adalah anion ETDA.

Pada titik ekivalen :

Mmol ETDA = Mmol CaCO3

Mg CaCO 3
V xM ETDA =
BM CaCO 3

50
Berat CaCO3 = x 0,4148 gr = 0,04148 gr = 41,48 mg
500
26
Jadi :

41,48
40,34 x M ETDA = mmol = 0,4144
100,09
mmol

0,4144
M ETDA = = 0,01027 mmol/ml.
40,34

III, PERHITUNGAN KEMURNIAN/KADAR DALAM PERSEN.

Untuk menganalisa suatu contoh yang kemurniannya tidak


diketahui, harus ditimbang terlebih dahulu sebagian dari contoh,
melarutkannya kemudian meniter dengan larutan standard, maka :

Mek titran = mek analat

Jika V dan N adalah volume dan normalitas dari titran, maka :

VxN = mek titran = mek analat.

Untuk menyatakan hasilnya sebagai prosentase, mili ekivalen analat


diubah menjadi berat dan dibagi dengan berat.

Contoh :

mganalat
% = x 100
mg contoh

=
V ( ml ) x N ( mek
ml ) x BE (
mg
mek
)
x 100
berat contoh(mg)

27
Contoh soal :

a. 2,1283 gr kalium asam ftalat (KHP) yang tidak murni


memerlukan 42,58 ml larutan basa 0,1084 N untuk titrasi
sampai titik akhir dengan indikator fenol ftalin (PP). Hitung kadar
KHP (BE = 204,2) didalam contoh.

Jawab.
V x N x BE
% KHP = x 100
Berat Contoh

=
42,58 ml x 0,1084 ( mek
ml ) x 204,2(
mg
)
mek x 100
2128,3 mg
= 44,29

b. Berapa berat contoh harus diambil untuk analisa agar volume


0,1074 N NaOH yang digunakan untuk titrasi sama dengan
prosentage kalium asam ftalat (KHP) didalam contoh. (BE KHP
a= 204,2 mg/mek).

Jawab .

% KHP = ml NaOH

V x N x BE
% KHP = x 100
gr .contoh
ml NaOH x 0,1074 x 204,2
ml NaOH = x 100
mgr contoh

Mgr. contoh = 0,1074 x 204,2 x 100


= 2193

Berat contoh = 2,193 gr

28
IV. KLASIFIKASI VOLUMETRI / TITRIMETRI

Metode volumetri dibagi menurut golongan berdasarkan reaksi


kimia yang terjadi antara analat dan larutan standard. (antara titran
dan titrat).

1. Titrasi berdasarkan reaksi pertukaran ion.

Yaitu reaksi reaksi kimia yang tidak menyebabkan perubahan valensi


atau perubahan tingkat oksidasinya.

a. Asidi Alkalimetri yaitu titrasi yang meliputi reaksi asam dan basa
dalam titrasi ini perubahan penting yang mendasari penentuan
titik akhir dan cara perhitungan adalah perubahan pH titran.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :

- asam dengan basa (reaksi penetralan), agar kuantitatif maka


asam dan/atau basa yang bersangkutan harus kuat.
- Asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah), agar
kuantitatif maka asam harus kuat dan garam itu harus
terbentuk dari asam lemah sekali.
Cohtoh :
HCl + Na2CO3 NaHCO3 + NaCl
2HCl + Na2CO3 H2O + CO2 + 2NaCl
HCl + NH4BO2 HBO2 + NH4Cl
- Basa dengan garam; agar kuantitatif maka basa harus kuat
dan garam harus terbentuk dari basa lemah sekali, jadi
berdasar pembentukan basa lemah tersebut.

b. Titrasi presipitasi / pengendapan, yaitu titrasi dimana terbentuk


endapan. Semakin kecil kelarutan endapan semakin sempurna
reaksinya.
Contoh :
NaCl + AgNO3 ⇆ AgCl + NaNO3
3 Zn2+ + 2 K4Fe(CN)6 ⇄ K2Zn3[Fe(CN)6]2 + 6 K+
Titrasi presipitasi yang menyangkut larutan AgNO3, maka titrasi
ini sering disebut sebagai Argentometri

29
c. Titrasi kompleksometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar
mengion), misal :

Ag+ + 2 CN− Ag(CN)2

kompleks

Disamping titrasi kompleks biasa seperti diatas, dikenal juga


kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti
yang menyangkut penggunaan EDTA

n+ =
M + H2Y MY + 2H+
Logam EDTA Kompleks
Logam - EDTA

2. Titrasi berdasarkan reaksi redoks

Yaitu perpindahan elektron, disini terdapat unsur-unsur yang


mengalami perubahan bilangan oksidasi, misak :

2+
5Fe + MnO4− + 8H+ 5Fe 3+
+ Mn 2+
+ 4H2O

Reaksi oksidasi :

2+ 3+
Fe Fe + e x5
2 3
Reaksi Reduksi :

2+
MnO4− + 8H+ + 5e Mn + 4H2O
7 2

30
31
V. BERAT EKIVALEN ( B. E )

Secara umum :

BM
BE =
n

Untuk analisa metode titrimetri / volumetri, n disini belum


tentu valensi. Tetapi disini adalah jumlah mol ion hidrogen (titrasi
asam basa). Jumlah mol kation univalen (titrasi pengendapan dan
pembentukan kompleks) serta jumlah mol elektron (titrasi redoks).
Jadi n disini tergantung dari reaksi yang terjadi.

1. Berat Ekivalen untuk titrasi asam-basa (netralisasi) adalah berat


(gram) dari zat yang diperlukan untuk menyediakan satu mol H +
(asam) atau yang bereaksi dengan satu mol H+ (basa)

Contoh :

a. HCl + NaOH NaCl + H2O

BM
BE HCl = = 36,5
1
BM
BE NaOH = = 40
1

b. H2SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 H2O

BM 98
BE H2SO4 = 2 = 2 = 49
BM
BE NaOH = = 40
1

c. Reaksi dari asam fosfat dengan suatu basa dapat


dihentikan apabila reaksi berikut telah terjadi

H3PO4 + NaOH JM NaH2PO4 + H2O

BM
BE H3PO4 = = 97,995
1

BM
BE NaOH = 1 = 40

32
Tetapi reaksi dapat lebih lanjut :

H3PO4 + 2NaOH PP Na2HPO4 + 2 H2O

BM
BE H3PO4 = = 48,998
2

BM
BE NaOH = = 40
1

SARAN
Untuk reaksi titrasi asam basa, sebaiknya konsentrasi
larutan tidak dinyatakan dalam N tetapi dalam M

2. Berat ekivalen untuk reaksi pengendapan dan pembentukan


kompleks = berat dalam gram dari zat yang diperlukan untuk
menyediakan atau bereaksi dengan 1 mol kation univalent (M +)
atau ½ mol kation divalen(M2+) atau 1/3 mol kation trivalen (M3+)

BM
 Untuk logam atau kation → BE =
Valensi
 Untuk pereaksi yang bereaksi dengan kation tersebut BE nya
sama dengan banyaknya (mol) pereaksi dengan 1 grek
kation.

Contoh :

a. Hitung BE AgNO3 dan BaCl2 dalam reaksi :

2 Ag+ + BaCl2 2AgCl(s) + 2 Ba2+

1 mol berat perak nitrat menyediakan 1 mol kation univalen


Ag+ sedang 1 mol BaCl2 bereaksi dengan 2 mol Ag+ , jadi :

BE AgNO3 = BM/1 = 169,9/1 = 169,9 gr/ek

BE BaCl2 = BM/2 = 208,2/2 = 104,1 gr/ek

b. Hitung BE AgNO3 dan KCN dalam reaksi :

33
Ag+ + 2KCN 2Ag(CN)2 + 2 K+

1 mol berat perak nitrat menyediakan 1 mol kation univalen


Ag+ sedang 2 mol KCN bereaksi dengan 1 mol Ag , jadi :

BE AgNO3 = BM/1 = 169,9/1 = 169,9 gr/ek

BE KCN = 2 x BM = 2 x 65,116 = 130,23 gr/ek

3. Berat ekivalen untuk titrasi oksidasi reduksi ialah berat dalam


gram dari zat yang diperlukan untuk menyediakan atau bereaksi
dengan 1 mol elektron

Contoh :

Hitung berat ekivalen Na2C2O4 sebagai pereduksi dan


K2Cr2O7 sebagai pengoksidasi dalam reaksi berikut :

3 C2O4= + Cr2O7 + 14 H+ 2Cr3+ + 6CO2 + 7 H2O

Reaksi ½ nya adalah :

C2O4= 2 CO2 + 2e

Cr2O7 + 14 H+ + 6e 2Cr3+ + 7 H2O

Ion oksalat menyediakan 2 elektron dan ion dikromat


memperoleh 6 elektron

BE nya adalah :

BM 134,0
Na2C2O4 = 2 = 2 = 67 gr/ek

BM 294,2
K2Cr2O7 = = = 49,03 gr/ek
6 26

34
ASIDI - ALKALIMETRI

Asidi – Alkalimetri ialah reaksi yang berdasarkan reaksi antara asam


dan basa yang setara. Asidimetri adalah untuk penetapan basa
dengan standard asam sebagai alat ukurnya. Sedangkan Alkalimetri
adalah titrasi untuk penetapan asam dengan standar basa sebagai
alat ukurnya.

Faktor utama dalam menentukan pengukuran adalah [H +] dan


[OH−] dalam larutan, baik sebagai titrat maupun sebagai titran. Bila asam
dilambangkan H+ dan basa dilambangkan OH− maka reaksi yang terjadi
adalah :

H+ + OH− ⇆ H2O

Karena H+ menetralkan OH− maka titrasi juga disebut netralisasi.

Untuk mengukur kekuatan [H+] dan [OH−] dipakai satuan pH. Bila yang
dihitung [H+] dapat langsung dihitung pH nya, yaitu :

pH = - log [H+]

Bila yang dihitung [OH−] nya, maka harus diubah dulu menjadi [H +]
dengan rumus

Kw
Kw = [H+] [OH−] ⟶ [OH−] =
¿¿

pKw = pH + pOH , karena pKw = 14

pH = pKw - pOH

pH = 14 - pOH

Dalam titrasi asidimetri-alkalimetri, didalam titrat (analat) baik contoh


asam maupun basa, sudah mempunyai pH tertentu. Titik akhir titrasi
ditentukan dari harga pH titrat setelah netralisasi berlangsung
tepat sempurna, dimana :

Mek titrat = mek titran

35
Pada pH dimana akhir titrasi tercapai adalah merupakan bagian
yang paling penting, sebab disinilah letak kunci keberhasilan perhitungan
stoikiometrinya. Untuk itulah pemilihan indikator yang paling sesuai
dengan pH pada titik akhir titrasi menjadi sangat penting.

Untuk mentukan indikator yang paling sesuai ini diperlukan study


kelayakan yang berhubungan dengan kurva titrasi.

A. KURVA TITRASI

Dalam memeriksa suatu reaksi untuk menentukan apakah dapat


digunakan untuk suatu titrasi atau tidak dapat dipelajari dengan
membuat kurva atau grafik titrasi.
Bila larutan asam dititer dengan larutan basa atau sebaliknya, maka

- Sebelum titrasi dilaksanakan, titrat mempunyai pH tertentu,


harga pH ini merupakan titik awal

- Bila 1 tetes titran yang ditambahkan sampai 1 tetes menjelang


titik akhir titrasi akan terjadi perubahan pH. Harga pH pada
setiap perubahan tersebut merupakan angka angka yang selalu
naik dengan teratur.

- Pada titik akhir titrasi, pH akan menunjukkan angka dimana


semua asam atau basa telah dinetralkan dan disini berlaku prinsip
:

mek titrat = mek titran

- Bila titrasi diteruskan maka harga pH pun akan menunjukkan


angka angka yang naik sampai suatu saat tidak dapat naik lagi

Bila angka angka tersebut di plot dalam suatu grafik dengan pH


atau pOH larutan sebagai ordinat dan penambahan titran
(volume titran) sebagai absis serta dihubungkan satu dengan
yang lain, maka grafik demikian bisa menolong untuk memutuskan
dapat atau tidaknya suatu titrasi dapat berlangsung dan dapat
dipergunakan untuk pemilihan indikator yang sesuai pada titrasi
asam basa tersebut.

36
Indikator yang terpilih harus memenuhi beberapa persyaratan
antara lain :

a. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi


ekivalen dengan titrat
b. Perubahan warna harus terjadi secara mendadak agar tidak
timbul keragu raguan bagi pengamat untuk menghentikan titrasi.
Perubahan warna yang mendadak ini akan menunjukkan titik
akhir yang tegas / tajam.

CONTOH BEBERAPA KURVA TITRASI

1. Titrasi asam kuat dengan basa kuat.

Asam dan basa kuat secara sempurna terdissosiasi dalam


larutan dalam air. Jadi konsentrasi ion hidrogen [H +] dan ion
hidroksida [OH−] secara langsung dihitung dari jumlah
stoichiometri asam dan basa yang telah dicampurkan. Pada titik
ekivalen , pH ditentukan dari besarnya air terdissosiasi pada
suhu 25 OC, dimana pH air murni sama dengan 7.

Contoh berikut menerangkan perhitungan-perhitungan untuk


memperoleh data yang diperlukan untuk membuat suatu grafik
titrasi.

50 ml 0,1 M HCl dititrasikan dengan 0,1 M NaOH


Hitung pH pada permulaan titrasi dan setelah penambahan
10,50 dan 60 ml titran.

Jawab :

Harga dari pH dapat dihitung dengan rumus :


pH = - log [H+]
pOH = - log [OH−]
pH + pOH = pKw = 14

a. Sebelum titrasi.
Karena HCl asam kuat maka dalam larutan air akan
berdissosiasi secara lengkap (sempurna).

HCl = 0,1 M → [HCl] = [H3O+]

37
pH = - log [H+]
= - log [1.10 −1
]
= 1

b. Perjalanan titrasi
(pH setelah penambahan 10 ml basa)

Reaksi yang terjadi selama titrasi

H3O+ + OH− ⇄ 2H2O


1
K = ¿¿ = Kw = 1. 1014

K = besar → Reaksi sempurna

Sehingga

mmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol H3O+ (asam)
ml
mmol
10 ml x 0,1 = 1 mmol OH- (basa)
ml

Disini kita mempunyai sisa = 4 mmol H3O+ dengan


volume larutan = 60 ml.
Jadi :

4 mmol mmol
[H3O+] = = 6,67 x 10−2
60 ml ml

pH = 2 – log 6,67
= 1,18

c. pH pada ekivalen
Titik ekivalen dicapai bila 50 ml NaOH telah ditambahkan.
Pada titik ekivalen ini garam yang ditambahkan tidak asam
dan tidak basa tetapi netral, maka :

[H3O+] = [OH−] = 1x10-7


pH = pOH =7

38
d. Penambahan NaOH berlebih
(pH setelah penambahan 60 ml basa)

mmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol H3O+ (asam)
ml
mmol
60 ml x 0,1 = 6 mmol OH- (basa)
ml

Jadi kelebihan 1 mol basa dengan volume akhir 110 ml,


maka :

1mmol mmol
[OH−] = = 9,1 x 10−3
110 ml ml

pOH = 3 – log 9,1 = 2,04


pH = 14 – 2,04 = 11,96

Untuk harga harga yang lain seperti yang di tabelkan dibawah ini

39
Dari grafik terlihat, mula mula pH naik secara perlahan sewaktu
titrasi ditambahkan, naik lebih cepat waktu titik ekivalen didekati dan
naik lebih cepat lagi pada saat titik ekivalen dicapai.
Setelah titik ekivalen dicapai, pH bertambah hanya perlahan lahan
sampai suatu saat tidak dapat naik lagi.

Permukaan yang diarsir adalah daerah jangkauan 3 indikator yang


secara visual berubah warna. Jadi masing masing indikator yang
manapun dari ketiga indikator ini dapat dipakai sebab :

- Trayek metil merah (MR) sekalipun jauh dari titik ekivalen, tetapi
sudah masuk daerah atau bagian yang curam (4,2 – 6,3)

- Trayek Bromtimol Blue (BB) mencakup titik ekivalen dan bagian


yang curam (6,0 – 7,6)

- Trayek Fenolftalin (PP) meskipun jauh melewati titik ekivalen tetapi


masih didaerah yang curam (8,0 – 9,6)

40
2. Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat

Contoh :

50 ml 0,1 M larutan sebuah asam lemah HB dengan Ka =


1x10-5 dititrasi dengan 0,1 M NaOH. Hitung pH pada
permulaan titrasi, setelah penambahan 10,50 dan 60 ml
titran.

Jawab.
a. pH permulaan
Karena HB asam lemah maka terdissosiasi secara lemah
pula (tidak lengkap atau tidak sempurna), menghasilkan

B dan satu H3O+ :


HB + H2O ⇌ H3O+ + B

Misal : [H3O+] = [B ]
Karena terdissosiasi sangat lemah maka :


[H3O+] = [B ] = kecil sekali = 0

Sehingga
=0
[HB ] = 0,1 - [H3O+ ] ≅ 0,1

Ka = ¿¿ = ¿¿

1,0 x 10-5 = ¿ ¿ ¿ = 1

[H3O] = √ 1,0 x 10−6 = 1x10-3

pH = - log (1,0x10-3) = 3

41
b. setelah penambahan 10 ml basa
Reaksi selama titrasi :
-
OH + H3O+ + B- 2H2O + B-

nmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol HB
ml
nmol
10 ml x 0,1 = 1 mmol NaOH
ml
Jadi ada 4 mmol HB yang tinggal dan menghasilkan 1 mmol
B−, maka :
4 =0 4
[HB] = 60 - [H3O+] ≅ 60

1 1
[B] =
60
+ [H3O+] ≅ 60

Ka = ¿¿
1 x 10-5 = ¿¿

[H3O+] = 4 x 10-5

pH = 5 – log 4 = 4,4

c. pH pada titik ekivalen

mmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol HB
ml
mmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol NaOH
ml
Maka telah terbentuk B− = 5 mmol
B− merupakan basa dan reaksinya dengan air adalah :

B− + H2O HB + OH−

Misal : [HB] = [OH ]

Kw 1 x 10−14
Kb = Ka = = 1,0 x 10−9
1 x 10−5

42
Kb = [ HB]¿ ¿

=1
1,0 x 10 −9
= ¿¿¿ = ¿¿¿

[OH−] = 7,1 x 10-5 → pOH = 3,15


pH = 14 – 3,15 = 8,85

d. pH setelah penambahan 60 ml basa.

Ini berjumlah 10 ml atau 1 mmol melewati titik ekivalen.

Ion OH− yang dihasilkan oleh B− dalam reaksi .


B− + H2O HB + OH−
dapat diabaikan, karena kelebihan OH− menggeser
keseimbangan kekiri sehingga pH dihitung dari basa kuat
berlebih.

mmol 1
[OH−] ≅ ml = 110 = 9,1 x 10-3

pOH = - log (9,1 x 10-3 ) = 2,04


pH = 14 – 2,04 = 11,96

Catatan : harga harga pH pada titik titik yang lain lihat tabel diatas
( contoh soal asam kuat-basa kuat )

43
Grafik titrasi asam kuat 0,1 M dan berbagai asam
lemah 0,1 M dengan basa kuat 0,1 M

Dari grafik terlihat bahwa kurva untuk asam lemah (k ≪ 1014)


mulai naik dengan cepat sewaktu basa mula mula ditambahkan, laju
kenaikannya berkurang sewaktu konsentrasi B− bertambah, larutan
mengalami pendaparan didaerah ini dimana laju peningkatan pH
adalah perlahan lahan. Setelah titik ekivalen (setengah jalan), pH
dengan perlahan lahan naik lagi hingga perubahan yang besar terjadi
pada titik ekivalen.
Untuk contoh titrasi asam lemah dan basa kuat ini, penggunaan
jingga – metil tidak dapat dipakai. Yang paling baik adalah
penggunaan indikator PP yang trayek pHnya mencakup pH pada titik
ekivalen.

B. INDIKATOR ASAM – BASA


44
Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna
apabila pH lingkungannya berubah.
Misal : Indikator Bromtimol Blue (BB).
Dalam larutan asam ia berwarna kuning tetapi dalam
lingkungan basa berwarna biru. Warna dalam keadaan asam disebut
warna asam dan dalam keadaan basa disebut warna basa.
Asam dan Basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari 7,
tetapi asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar
dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang
bersangkutan. Bromtimol Blue (BB) mempunyai trayek indikator
(trayek pH) dari 6 – 7,6 sehingga warna asam (kuning) bila pH
kurang dari 6 dan warna basa biru bila pH larutan lebih dari 7,6. Jadi
berapapun pH nya warna akan tetap biru asal pH ≥ 7,6 dan selalu
kuning asal pH < 6.
Lain halnya bila pH terletak dalam trayek pH, dimana pada pH
yang berbeda akan tampak warna yang lain pula. Unruk Bromtimol
Blue (BB) warna tersebut merupakan suatu campuran antara kuning
dan biru, dimana lebih banyak kuning bila mendekati d dan
sebaliknya lebih banyak biru bila mendekati 7,6. Jadi bila sederetan
larutan dengan pH yang meningkat dari 6 – 7,6 diberi indikator BB
yang sama banyak maka akan tampak warna yang berubah ubah
sebagai berikut :

- Kuning – kuning kehijauan – hijau muda – hijau kekuningan –


hijau – hijau ke biru biruan dan seterusnya – dan terakhir warna
biru.

Dari hal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kita


dapat menentukan pH suatu bahan berdasar warna indikator
asal nilainya terletak dalam trayek pH indikator yang dipakai.
Diantara indikator ada yang mempunyai satu macam warna,
misalnya Fenolftalin (PP) yang berwarna merah pada keadaan basa
dan tidak berwarna bila keadaannya asam. Indikator demikian
dinamakan indikator satu warna. Untuk indikator PP warnanya
tampak semakin tua bila pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan
makin muda bila semakin kecil (mendekati 8,0). Letak trayek PP
diantara 8,0 – 9,6 sehingga pada pH dibawah 8,0 larutan tak
berwarna dan diatas 9,6 warna merah tidak akan berubah

45
intensitasnya. Untuk indikator BB karena mempunyai 2 macam
warna disebut indikator dua warna

MEKANISME INDIKATOR ASAM BASA


Menurut Oswald, indikator asam basa adalah merupakan asam
organik lemah atau basa organik lemah.
Sebagai asam simbolnya : H ind.
Sebagai basa simbolnya : Ind (OH)
Didalam air akan terdissosiasi sebagai berikut :
a. Untuk indikator asam organik lemah.
H ind H+ + Ind─
(warna A) (warna B)

K Ind = ¿ ¿

46
Dalam larutan asam dimana H+ dominan, maka keseimbangan
akan bergeser kekiri sehingga [Ind ─] menurun dan [H Ind]
meningkat dan yang muncul adalah warna H ind yang tidak
menjalani dissosiasi (warna A).
Bila larutan bersuasana alkalis, maka [H +] menurun, keseimbangan
akan bergeser kekanan dan yang muncul adalah warna Ind ─ yang
berdissosiasi (warna B)

Dari persamaan diatas,


[ H Ind ]
[H+] = K Ind x ─
[ Ind ]
[bentuk tak terdissosiasi ]
= K Ind x
[bentuk terdissosiasi ]
Sehingga :
[ Ind ─ ]
pH = pH Ind + log
[ H Ind ]
pH pada keadaan inilah yang paling cocok untuk pengamatan
perubahan warna indikator.

b. Untuk indikator basa organik lemah :

Ind (OH) Ind+ + OH−

Dengan cara yang sama didapat :


[ind(OH )]
pH = pKw – pK Ind + log
¿¿

Jadi kesimpulannya perubahan warna indikator dapat terjadi karena


perubahan bentuk indikator sebagai indikator tak terdissosiasi (H
Ind) atau sebagai indikator terdissosiasi [Ind ─] dimana perubahan
bentuk tersebut disebabkan oleh perubahan (H +) dalam larutan.

SOAL

47
40 ml 0,11 M HCl diencerkan sampai 100 ml dengan air dan dititrasi
dengan 0,1 M NaOH. Hitung pH setelah penambahan volume (ml)
titran berikut :
a). 0 b). 10 c). 22 d). 40
e). 43,95 f). 44 g). 44,05 h). 50
Gambar kurva titrasi dan pilih indikator yang cocok.

Jawab.
a. pH mula mula.
mmol
+
40 ml x 0,11
[H ] = ml = 0,044
100 ml

pH = - log [H+]
= - log 0,44
= 1,36

(40 x 0,11−10 x 0,1)


b. [H+] = = 3,1 x 10-2
110
pH = 1,51

(40 x 0,11−22 x 0,1)


c. [H+] = = 0,18
122
pH = 1,74

(40 x 0,11−40 x 0,1)


d. [H+] = = 0,0029
140
pH = 2,52

(40 x 0,11−43,95 x 0,1)


e. [H+] = = 3,5 x 10-5
143,95
pH = 4,46

f. Titik ekivalen → konsentrasi = 0


(40 x 0,11−44 x 0,1)
[H+] = =0
144

48
Karena asam kuat dan basa kuat pada saat konsentrasi = 0 →
pH netral

[H+] = [OH-] = 1 x 10-7


pH =7

(44,05 x 0,1−40 x 0,11)


g. [OH−] = = 3, x 10-5
144,05

pOH = 4,46 pH = 9,54

(50 x 0,1−40 x 0,11)


h. [OH−] = = 3,4 x 10-2
150

pOH = 2,4 pH = 11,60

Dari gambar grafik indikator yang dapat dipakai adalah :


- Netral merah (NM)
- Bromtimol Biru (BB)
- Bromkresol Ungu (BU)
Tugas : Buat grafik dirumah

Jawaban Soal Ujian Akhir Semester Kimia Analisa TA 2012/2013

49
1. Penyelesaian :
Reaksi pengendapan BaSO4 sbb :

Na2SO4 + BaCl2 BaSO4 + 2NaCl

K2SO4 + BaSO4 BaSO4 + 2KCl

Mis : K2SO4 = X gr maka Na2SO4 = ( 0,2345 - X ) gram


BM : K2SO4 = 174,26 Na2SO4 = 142,04 BaSO4 = 233,39
Mol Na2SO4 + mol K2SO4 = mol BaSO4

0,2345−x x 0,3456
142,04
+
174,26
= 233,39
1,651 - 7,040 x + 5,739 x = 1,481
- 1,301 x = - 0,170

−0,170
X =
−1,301
X = 0,1307
Jadi kadar K2SO4 dalam campuran adalah :

0,1307
X 100 % = 55,72 %
0,2345

V x N x BE x 100
2a. % Cl =
Berat Contoh
mek mg
34,68 ml x 0,1156 x 35,453 x 100
= ml mek
623 mg
= 22,8 %

BM NaCl
2b. % NaCl = X % Cl
BA Cl
58,443
= X 22,8
35,453
= 37,58

TITRIMERI

50
II. TEORI UMUM

Titrimetri adalah penetapan suatu bahan dengan mereaksikan


bahan/analat dengan bahan lain yang diketahui konsentrasinya
dengan tepat. Bahan yang diketahui konsentrasinya dengan teliti
disebut larutan standard. Bahan yang dicari kadarnya biasanya
berada dalam suatu tempat (erlenmeyer) disebut titrat, sedangkan
bahan yang diketahui konsentrasinya dimasukkan kedalam alat
(buret) disebut titran.
Penambahan titran dilakukan sedikit demi sedikit (tetes demi
tetes) hingga jumlah zat yang direaksikan tepat ekivalen (titik
ekivalen) atau setara yaitu titrat dan titran tepat saling
menghabiskan.
Peristiwanya disebut titrasi dan metode demikian dinamakan
titrimetrik yaitu pengukuran kesetaraan (ekivalen) antara titran dan
titrat berdasarkan pengukuran volume dengan cara titrasi, sehingga
titrimetri disebut juga volumetri.
Untuk menentukan kapan titrasi harus diakhiri diperlukan alat
bantu yang berfungsi sebagai penunjuk bahwa titrasi sudah
berakhir (berhenti) yaitu :
- Timbul dari reaksi itu sendiri
- Berasal dari luar
- Berupa alat : pH meter, potensiometer
- Zat lain (bahan yang dapat merubah warna) yang disebut
indikator

Pada saat titik ekivalen (tercapai kesetaraan) tidak selalu berarti bahwa
titrat dan titran selalu sama banyak baik volume maupun jumlah gram
atau mol nya, karena jumlah zat yang bereaksi ditentukan oleh
persamaan reaksinya.

Contoh : penetapan kadar Na2B4O7 dengan standard HCl


Reaksi yang terjadi :

51
Na2B4O7 + 2 HCl + 5H2O 2NaCl + 4H3BO3

Analat
Titran, Hasil reaksi yang terjadi secara tepat ditujukkan oleh indikator
Sebagai
larutan
filtrat
standard yg konsentrasinya diketahui dengan tepat

HCl ekivalen dengan boraks, bila 2 mol HCl ditambahkan pada setiap mol
boraks → keduanya saling menghabiskan sehingga tidak ada sisa
HCl maupun boraks.

2 mol HCl ∞ 1 mol Na2B4O7 ∞ 2 mol NaCl ∞ 4 mol H3BO3


1
1 mol HCl ∞ mol Na2B4O7 ∞ 1 mol NaCl ∞ 2 mol H3BO3
2

Didalam kimia analitik kesetaraan tersebut mempunyai makna :

ekivalen (ek) titran = ekivalen (ek) titrat


atau
miliekv (mek) titran = miliekv. (mek) titrat

mol mmol
ekivalen = valensi miliek = valensi

Didalam praktek/laboratorium umumnya yang dipakai adalah mek


atau mmol, sedangkan konsentrasi larutan standard dapat
menggunakan.
Normal (N) = ek/L atau Molar = mol/L.

Bila larutan standard didalam N, maka : mek = ml x N Karena satuan


Bila larutan standard didalam M, maka : mmol= ml x M
}buret dalam ml

52
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa titrasi harus
mempunyai komponen :
a) Titrat yang berisi analat
b) Titran yang berisi larutan standard
c) Alat bantu sebagai penunjuk berakhirnya titrasi
d) Alat alat

A. Titrat yang berisi analat :

- Bila bahan padat, ditimbang dengan teliti dan dilarutkan


dengan pelarut yang sesuai dengan menggunakan alat labu
ukur.
- Pengambilan contoh menggunakan pipet volumetrik
- Konsentrasi larutan dibuat kira kira 0,1 M. Larutan harus
homogen

B. Titran yang berisi larutan standard

Larutan standard pada umumnya mempunyai konsentrasi ≤


0,1N. Dan ada dua macam larutan standard yaitu :

3. Larutan standard PRIMER

Disebut juga sebagai larutan baku. Adapun syarat syarat


larutan standard primer adalah :

- Sangat murni, mudah dimurnikan


- Mudah diperiksa kemurniannya (diketahui macam dan
jumlah pengotornya).
- Stabil dalam keadaan biasa (setidak tidaknya selama
ditimbang)
- Sedapat mungkin mempunyai berat ekivalen yang tinggi
untuk mengurangi kesalahan penimbangan
- Dapat bereaksi menurut syarat syarat titrasi.

Larutan baku ini dipergunakan untuk menetapkan secara teliti


normalitas / molaritas titran (larutan standard sekunder)

53
4. Larutan standard sekunder.

Kadang kadang disebut juga larutan standard. Dibuat


dari bahan yang tidak sangat murni. Pembuatan tidak seteliti
pembuatan larutan baku, tetapi setelah menjadi larutan,
konsentrasinya harus ditetapkan secara tepat dan teliti
dengan larutan baku yang disebut Standardisasi.
Normalitas atau Molaritas larutan standard dapat dihitung
dengan rumus :

Larutan baku = larutan standard


V1 N1 = V2 N2 atau
V 1 M 1 = V2 M 2

C. Alat bantu sebagai penunjuk berakhirnya titrasi

Biasanya digunakan indikator, dan didalam titrasi dikenal 4


macam indikator :

5. Indikator Asam Basa (untuk titrasi Asam-Basa)


Misal : Fenol ftalein (PP), Merah Metil (MM) dll.

6. Indikator Redoks (untuk titrasi redoks)


Misal : KMnO4, larutan kanji dll.

7. Indikator Ion Logam (untuk titrasi komplek sometri)


Misal : Erickrom Black T (EBT), Mureksida jingga silenol dll.

8. Indikator presipitasi (untuk titrasi pembentukan endapan)


Misal : K2CrO4, Flourensen dll.

D. Alat alat
Terutama alat alat gelas
Misal :
- Erlemeyer, sebagai tempat titrat
- Buret, sebagai tempat titran dengan volume yang bervariasi
(25, 50 dan 100 ml)

54
- Labu ukur (takar), volume terukur dengan tepat sesuai
dengan kapasitas yang bersangkutan (25 ml sampai dengan
2000 ml).
- Pipet Volumetris, volume terukur dengan tepat sesuai dengan
kapasitas alat (5 ml sampai dengan 100 ml)

Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk


itu reaksi harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut :
1. Berlangsung sempurna menurut reaksi kimia dan tidak ada hasil
samping. (dasar teoritis).
2. Reaksi berlangsung cepat dan reversible (dasar praktis)
3. Ada penunjuk akhir titrasi, dapat berupa :
- Timbul dari reaksi itu sendiri
- Berasal dari luar, berupa suatu zat yang dimasukkan kedalam
titrat yang disebut indikator.
4. Larutan standard yang direaksikan dengan analat harus mudah
didapat dan sederhana penggunaannya juga harus stabil sehingga
konsentrasinya tidak mudah berubah bila disimpan.

II CONTOH PERHITUNGAN

Contoh-contoh perhitungan yang terlibat dalam standarisasi suatu


larutan.
Harus diingat bahwa pada saat titik ekivalen.
Mek analat (titrat) = mek titran (dalam N)
Mmol analat (titrat) = mmol titran (dalam M)

Contoh 1.
0,0542 gr Natrium Karbonat, Na2CO3 murni dilarutkan dalam air dan
dititrasi dengan suatu larutan asam Klorida sebanyak 30,23 ml
untuk mencapai titik akhir. Hitung Normalitas asamnya.

Jawab :
Na2CO3 + 2 HCl 2NaCl +H2O + CO2
Mek HCl = mek Na2CO3
106,0
BE Na2CO3 = = 53 mg/mek
2

55
mg Na 2 CO 3
V HCl xN HCl =
BE Na2 CO 3
354,2mg
30,23 ml x N HCl =
53,00 mg/mek
6,683 mek
N HCl = = 0,2211 mek/ml
30,23 ml

Bila dalam titrasi, titik akhir terlewati, yaitu menambahkan terlalu banyak
titran, maka harus dilakukan titrasi kembali dengan larutan kedua,
normalitas dan volume larutan yang kedua harus diketahui.

Contoh 2.

0,2856 gr Natrium Oksalat, Na2C2O4 murni dilarutkan dalam air, larutan


dititrasi pada 70 OC memerlukan 45,12 ml larutan KMnO 4. Titik akhir
dilampaui dan titrasi kembali dilakukan dengan 1,74 ml larutan asam
oksalat 0,1032 N. Hitung Normalitas larutan KMnO4 .

Jawab :

= -
5 C2O4 + 2 MnO4 + 16 H+ 2Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

Mek permanganat = mek oksalat

Mek KMNO4 = mek Na2C2O4 + mek H2C2O4

mg Na 2 C 2O 4
V x N =
KMNO4 KMNO4
BE Na2 C 2 O 4 + VH2C2O4 x N H2C2O4

BE Na2C2O4 = 134/2= 67 mg/mek

285,6
45,12 ml x N KMNO4 = 67 + 1,74 x 0,1032

4,4423 mek
N KMNO4 = = 0,0985 mek/ml
45,12 ml

Kadang kadang perlu untuk menambahkan titran secara berlebih,


misalnya dalam reaksi pengendapan AgCl , maka ditambahkan
perak nitrat berlebih.

Ag+ + Cl −
AgCl ↓

Kelebihan perak dititrasi dengan larutan standard kalium tiosanat.

Ag+ + SCN −
AgSCN ↓

Contoh 3
56
Natrium Klorida murni (BM = BE = 58,44) seberat 0,2286 g
dilarutkan dalam air, dan tepat 50 ml larutan perak nitrat
ditambahkan untuk mengendapkan AgCl. Kelebihan Ag+ dititrasi
dengan 12,56 ml larutan KSCN dari 0,0986 N. Hitung normalitas
larutan AgNO3.

Jawab.

Mek AgNO3 = mek NaCl + mek KSCN

228,6
50 x N AgNO3 = 58,44 + 12,56 x 0,0986

5,1496
N AgNO3 =
50 = 0,1030 mek/ml

Didalam suatu titrasi kadang kadang juga diperlukan suatu proses


pengenceran misalnya kita mengambil sebagian dari larutan dan
melarutkannya / mengencerkannya hingga volume tertentu.
Kemudian mengambil sebagian dari hasil pengenceran tadi untuk
dilakukan titrasi, bagian yang dititrasi tersebut disebut dengan
Aliquot.

Contoh 4.

CaCO3 murni (BM = 100,09) seberat 0,4148 g dilarutkan dalam HCl,


dan larutannya diencerkan sampai 500 ml. 50 ml aliquot diambil
dan dititrasi dengan 40,34 ml larutan EDTA dengan menggunakan
indikator Erio Chrom Black T. Hitung molaritas larutan EDTA.

Jawab :
2+ 4− 2−
Ca + Y CaY
4−
Dengan ketentuan Y adalah anion ETDA.

Pada titik ekivalen :

Mmol ETDA = Mmol CaCO3

Mg CaCO 3
V xM ETDA =
BM CaCO 3

50
Berat CaCO3 = x 0,4148 gr = 0,04148 gr = 41,48 mg
500
57
Jadi :

41,48
40,34 x M ETDA = mmol = 0,4144
100,09
mmol

0,4144
M ETDA = = 0,01027 mmol/ml.
40,34

III, PERHITUNGAN KEMURNIAN/KADAR DALAM PERSEN.

Untuk menganalisa suatu contoh yang kemurniannya tidak


diketahui, harus ditimbang terlebih dahulu sebagian dari contoh,
melarutkannya kemudian meniter dengan larutan standard, maka :

Mek titran = mek analat

Jika V dan N adalah volume dan normalitas dari titran, maka :

VxN = mek titran = mek analat.

Untuk menyatakan hasilnya sebagai prosentase, mili ekivalen analat


diubah menjadi berat dan dibagi dengan berat.

Contoh :

mganalat
% = x 100
mg contoh

=
V ( ml ) x N ( mek
ml ) x BE (
mg
mek
)
x 100
berat contoh(mg)

58
Contoh soal :

a. 2,1283 gr kalium asam ftalat (KHP) yang tidak murni


memerlukan 42,58 ml larutan basa 0,1084 N untuk titrasi
sampai titik akhir dengan indikator fenol ftalin (PP). Hitung
kadar KHP (BE = 204,2) didalam contoh.

Jawab.
V x N x BE
% KHP = x 100
Berat Contoh

=
42,58 ml x 0,1084 ( mek
ml ) x 204,2(
mg
)
mek x 100
2128,3 mg
= 44,29

b. Berapa berat contoh harus diambil untuk analisa agar volume


0,1074 N NaOH yang digunakan untuk titrasi sama dengan
prosentage kalium asam ftalat (KHP) didalam contoh. (BE
KHP a= 204,2 mg/mek).

Jawab .

% KHP = ml NaOH

V x N x BE
% KHP = x 100
gr .contoh
ml NaOH x 0,1074 x 204,2
ml = x 100
mgr contoh

Mgr. contoh = 0,1074 x 204,2 x 100


= 2193

Berat contoh = 2,193 gr

VI. KLASIFIKASI VOLUMETRI / TITRIMETRI

Metode volumetri dibagi menurut golongan berdasarkan reaksi


kimia yang terjadi antara analat dan larutan standard. (antara titran
dan titrat).

59
1. Titrasi berdasarkan reaksi pertukaran ion.

Yaitu reaksi reaksi kimia yang tidak menyebabkan perubahan valensi


atau perubahan tingkat oksidasinya.

a. Asidi Alkalimetri yaitu titrasi yang meliputi reaksi asam dan basa
dalam titrasi ini perubahan penting yang mendasari penentuan
titik akhir dan cara perhitungan adalah perubahan pH titran.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :

- asam dengan basa (reaksi penetralan), agar kuantitatif maka


asam dan/atau basa yang bersangkutan harus kuat.
- Asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah), agar
kuantitatif maka asam harus kuat dan garam itu harus
terbentuk dari asam lemah sekali.
Cohtoh :
HCl + Na2CO3 NaHCO3 + NaCl
2HCl + Na2CO3 H2O + CO2 + 2NaCl
HCl + NH4BO2 HBO2 + NH4Cl
- Basa dengan garam; agar kuantitatif maka basa harus kuat
dan garam harus terbentuk dari basa lemah sekali, jadi
berdasar pembentukan basa lemah tersebut.
b. Titrasi presipitasi / pengendapan, yaitu titrasi dimana terbentuk
endapan. Semakin kecil kelarutan endapan semakin sempurna
reaksinya.
Contoh :
NaCl + AgNO3 ⇆ AgCl + NaNO3
3 Zn2+ + 2 K4Fe(CN)6 ⇄ K2Zn3[Fe(CN)6]2 + 6 K+
Titrasi presipitasi yang menyangkut larutan AgNO3, maka titrasi
ini sering disebut sebagai Argentometri

c. Titrasi kompleksometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan


persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar
mengion), misal :

Ag+ + 2 CN− Ag(CN)2

kompleks

60
Disamping titrasi kompleks biasa seperti diatas, dikenal juga
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti
yang menyangkut penggunaan EDTA

n+ =
M + H2Y MY + 2H+
Logam EDTA Kompleks
Logam - EDTA

2. Titrasi berdasarkan reaksi redoks

Yaitu perpindahan elektron, disini terdapat unsur-unsur yang


mengalami perubahan bilangan oksidasi, misak :

2+
5Fe + MnO4− + 8H+ 5Fe 3+
+ Mn 2+
+ 4H2O

Reaksi oksidasi :

2+ 3+
Fe Fe + e x5
2 3
Reaksi Reduksi :

2+
MnO4− + 8H+ + 5e Mn + 4H2O
7 2

61
3.BERAT EKIVALEN ( B. E )

Secara umum :

BM
BE =
n

Untuk analisa metode titrimetri / volumetri, n disini belum


tentu valensi. Tetapi disini adalah jumlah mol ion hidrogen (titrasi
asam basa). Jumlah mol kation univalen (titrasi pengendapan dan
pembentukan kompleks) serta jumlah mol elektron (titrasi redoks).
Jadi n disini tergantung dari reaksi yang terjadi.

1. Berat Ekivalen untuk titrasi asam-basa (netralisasi) adalah berat


(gram) dari zat yang diperlukan untuk menyediakan satu mol H +
(asam) atau yang bereaksi dengan satu mol H+ (basa)

Contoh :

a. HCl + NaOH NaCl + H2O

BM
BE HCl = = 36,5
1
BM
BE NaOH = = 40
1

b. H2SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 H2O

BM 98
BE H2SO4 = 2 = 2 = 49
BM
BE NaOH = = 40
1

c. Reaksi dari asam fosfat dengan suatu basa dapat


dihentikan apabila reaksi berikut telah terjadi

H3PO4 + NaOH JM NaH2PO4 + H2O

BM
BE H3PO4 = = 97,995
1

BM
BE NaOH = 1 = 40

62
Tetapi reaksi dapat lebih lanjut :

H3PO4 + 2NaOH PP Na2HPO4 + 2 H2O

BM
BE H3PO4 = = 48,998
2

BM
BE NaOH = = 40
1

SARAN
Untuk reaksi titrasi asam basa, sebaiknya konsentrasi
larutan tidak dinyatakan dalam N tetapi dalam M

2. Berat ekivalen untuk reaksi pengendapan dan pembentukan


kompleks = berat dalam gram dari zat yang diperlukan untuk
menyediakan atau bereaksi dengan 1 mol kation univalent (M +)
atau ½ mol kation divalen(M2+) atau 1/3 mol kation trivalen (M3+)

BM
 Untuk logam atau kation → BE =
Valensi
 Untuk pereaksi yang bereaksi dengan kation tersebut BE nya
sama dengan banyaknya (mol) pereaksi dengan 1 grek
kation.

Contoh :

a. Hitung BE AgNO3 dan BaCl2 dalam reaksi :

2 Ag+ + BaCl2 2AgCl(s) + 2 Ba2+

1 mol berat perak nitrat menyediakan 1 mol kation univalen


Ag+ sedang 1 mol BaCl2 bereaksi dengan 2 mol Ag+ , jadi :

BE AgNO3 = BM/1 = 169,9/1 = 169,9 gr/ek

BE BaCl2 = BM/2 = 208,2/2 = 104,1 gr/ek

b. Hitung BE AgNO3 dan KCN dalam reaksi :

63
Ag+ + 2KCN 2Ag(CN)2 + 2 K+

1 mol berat perak nitrat menyediakan 1 mol kation univalen


Ag+ sedang 2 mol KCN bereaksi dengan 1 mol Ag , jadi :

BE AgNO3 = BM/1 = 169,9/1 = 169,9 gr/ek

BE KCN = 2 x BM = 2 x 65,116 = 130,23 gr/ek

3. Berat ekivalen untuk titrasi oksidasi reduksi ialah berat dalam


gram dari zat yang diperlukan untuk menyediakan atau bereaksi
dengan 1 mol elektron

Contoh :

Hitung berat ekivalen Na2C2O4 sebagai pereduksi dan


K2Cr2O7 sebagai pengoksidasi dalam reaksi berikut :

3 C2O4= + Cr2O7 + 14 H+ 2Cr3+ + 6CO2 + 7 H2O

Reaksi ½ nya adalah :

C2O4= 2 CO2 + 2e

Cr2O7 + 14 H+ + 6e 2Cr3+ + 7 H2O

Ion oksalat menyediakan 2 elektron dan ion dikromat


memperoleh 6 elektron

BE nya adalah :

BM 134,0
Na2C2O4 = 2 = 2 = 67 gr/ek

BM 294,2
K2Cr2O7 = = = 49,03 gr/ek
6 26

64
ASIDI - ALKALIMETRI

Asidi – Alkalimetri ialah reaksi yang berdasarkan reaksi antara asam


dan basa yang setara. Asidimetri adalah untuk penetapan basa
dengan standard asam sebagai alat ukurnya. Sedangkan Alkalimetri
adalah titrasi untuk penetapan asam dengan standar basa sebagai
alat ukurnya.

Faktor utama dalam menentukan pengukuran adalah [H +] dan


[OH−] dalam larutan, baik sebagai titrat maupun sebagai titran. Bila asam
dilambangkan H+ dan basa dilambangkan OH− maka reaksi yang terjadi
adalah :

H+ + OH− ⇆ H2O

Karena H+ menetralkan OH− maka titrasi juga disebut netralisasi.

Untuk mengukur kekuatan [H+] dan [OH−] dipakai satuan pH. Bila yang
dihitung [H+] dapat langsung dihitung pH nya, yaitu :

pH = - log [H+]

Bila yang dihitung [OH−] nya, maka harus diubah dulu menjadi [H +]
dengan rumus

Kw
Kw = [H+] [OH−] ⟶ [OH−] =
¿¿

pKw = pH + pOH , karena pKw = 14

pH = pKw - pOH

pH = 14 - pOH

Dalam titrasi asidimetri-alkalimetri, didalam titrat (analat) baik contoh


asam maupun basa, sudah mempunyai pH tertentu. Titik akhir titrasi
ditentukan dari harga pH titrat setelah netralisasi berlangsung
tepat sempurna, dimana :

Mek titrat = mek titran

65
Pada pH dimana akhir titrasi tercapai adalah merupakan bagian
yang paling penting, sebab disinilah letak kunci keberhasilan perhitungan
stoikiometrinya. Untuk itulah pemilihan indikator yang paling sesuai
dengan pH pada titik akhir titrasi menjadi sangat penting.

Untuk mentukan indikator yang paling sesuai ini diperlukan study


kelayakan yang berhubungan dengan kurva titrasi.

E. KURVA TITRASI

Dalam memeriksa suatu reaksi untuk menentukan apakah dapat


digunakan untuk suatu titrasi atau tidak dapat dipelajari dengan
membuat kurva atau grafik titrasi.
Bila larutan asam dititer dengan larutan basa atau sebaliknya, maka

- Sebelum titrasi dilaksanakan, titrat mempunyai pH tertentu,


harga pH ini merupakan titik awal

- Bila 1 tetes titran yang ditambahkan sampai 1 tetes menjelang


titik akhir titrasi akan terjadi perubahan pH. Harga pH pada
setiap perubahan tersebut merupakan angka angka yang selalu
naik dengan teratur.

- Pada titik akhir titrasi, pH akan menunjukkan angka dimana


semua asam atau basa telah dinetralkan dan disini berlaku prinsip
:

mek titrat = mek titran

- Bila titrasi diteruskan maka harga pH pun akan menunjukkan


angka angka yang naik sampai suatu saat tidak dapat naik lagi

Bila angka angka tersebut di plot dalam suatu grafik dengan pH


atau pOH larutan sebagai ordinat dan penambahan titran
(volume titran) sebagai absis serta dihubungkan satu dengan
yang lain, maka grafik demikian bisa menolong untuk memutuskan
dapat atau tidaknya suatu titrasi dapat berlangsung dan dapat
dipergunakan untuk pemilihan indikator yang sesuai pada titrasi
asam basa tersebut.

66
Indikator yang terpilih harus memenuhi beberapa persyaratan
antara lain :

b) Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran


menjadi ekivalen dengan titrat
c) Perubahan warna harus terjadi secara mendadak agar tidak
timbul keragu raguan bagi pengamat untuk menghentikan
titrasi. Perubahan warna yang mendadak ini akan
menunjukkan titik akhir yang tegas / tajam.

CONTOH BEBERAPA KURVA TITRASI

3. Titrasi asam kuat dengan basa kuat.

Asam dan basa kuat secara sempurna terdissosiasi dalam


larutan dalam air. Jadi konsentrasi ion hidrogen [H +] dan ion
hidroksida [OH−] secara langsung dihitung dari jumlah
stoichiometri asam dan basa yang telah dicampurkan. Pada titik
ekivalen , pH ditentukan dari besarnya air terdissosiasi pada
suhu 25 OC, dimana pH air murni sama dengan 7.

Contoh berikut menerangkan perhitungan-perhitungan untuk


memperoleh data yang diperlukan untuk membuat suatu grafik
titrasi.

50 ml 0,1 M HCl dititrasikan dengan 0,1 M NaOH


Hitung pH pada permulaan titrasi dan setelah penambahan
10,50 dan 60 ml titran.

Jawab :

Harga dari pH dapat dihitung dengan rumus :


pH = - log [H+]
pOH = - log [OH−]
pH + pOH = pKw = 14

e. Sebelum titrasi.
Karena HCl asam kuat maka dalam larutan air akan
berdissosiasi secara lengkap (sempurna).

HCl = 0,1 M → [HCl] = [H3O+]

67
pH = - log [H+]
= - log [1.10 −1
]
= 1

f. Perjalanan titrasi
(pH setelah penambahan 10 ml basa)

Reaksi yang terjadi selama titrasi

H3O+ + OH− ⇄ 2H2O


1
K = ¿¿ = Kw = 1. 1014

K = besar → Reaksi sempurna

Sehingga

mmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol H3O+ (asam)
ml
mmol
10 ml x 0,1 = 1 mmol OH- (basa)
ml

Disini kita mempunyai sisa = 4 mmol H3O+ dengan


volume larutan = 60 ml.
Jadi :

4 mmol mmol
[H3O+] = = 6,67 x 10−2
60 ml ml

pH = 2 – log 6,67
= 1,18

g. pH pada ekivalen
Titik ekivalen dicapai bila 50 ml NaOH telah ditambahkan.
Pada titik ekivalen ini garam yang ditambahkan tidak asam
dan tidak basa tetapi netral, maka :

[H3O+] = [OH−] = 1x10-7


pH = pOH =7

68
h. Penambahan NaOH berlebih
(pH setelah penambahan 60 ml basa)

mmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol H3O+ (asam)
ml
mmol
60 ml x 0,1 = 6 mmol OH- (basa)
ml

Jadi kelebihan 1 mol basa dengan volume akhir 110 ml,


maka :

1mmol mmol
[OH−] = = 9,1 x 10−3
110 ml ml

pOH = 3 – log 9,1 = 2,04


pH = 14 – 2,04 = 11,96

Untuk harga harga yang lain seperti yang di tabelkan dibawah ini

69
Dari grafik terlihat, mula mula pH naik secara perlahan sewaktu
titran ditambahkan, naik lebih cepat waktu titik ekivalen didekati
dan naik lebih cepat lagi pada saat titik ekivalen dicapai.
Setelah titik ekivalen dicapai, pH bertambah hanya perlahan lahan
sampai suatu saat tidak dapat naik lagi.

Permukaan yang diarsir adalah daerah jangkauan 3 indikator yang


secara visual berubah warna. Jadi masing masing indikator yang
manapun dari ketiga indikator ini dapat dipakai sebab :

- Trayek metil merah (MR) sekalipun jauh dari titik ekivalen, tetapi
sudah masuk daerah atau bagian yang curam (4,2 – 6,3)

- Trayek Bromtimol Blue (BB) mencakup titik ekivalen dan bagian


yang curam (6,0 – 7,6)

- Trayek Fenolftalin (PP) meskipun jauh melewati titik ekivalen tetapi


masih didaerah yang curam (8,0 – 9,6)

70
4. Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat

Contoh :

50 ml 0,1 M larutan sebuah asam lemah HB dengan Ka =


1x10-5 dititrasi dengan 0,1 M NaOH. Hitung pH pada
permukaan titrasi, setelah penambahan 10,50 dan 60 ml
titran.

Jawab.
e. pH permulaan
Karena HB asam lemah maka terdissosiasi secara lemah
pula (tidak lengkap atau tidak sempurna), menghasilkan

B dan satu H3O+ :


HB + H2O ⇌ H3O+ + B

Misal : [H3O+] = [B ]
Karena terdissosiasi sangat lemah maka :


[H3O+] = [B ] = kecil sekali = 0

Sehingga
=0
[HB ] = 0,1 - [H3O+ ] ≅ 0,1

Ka = ¿¿ = ¿¿

1,0 x 10-5 = ¿ ¿ ¿ = 1

[H3O] = √ 1,0 x 10−6 = 1x10-3

pH = - log (1,0x10-3) = 3

71
f. setelah penambahan 10 ml basa

nmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol HB
ml
nmol
10 ml x 0,1 = 1 mmol NaOH
ml
Jadi ada 4 mmol HB yang tinggal dan menghasilkan 1 mmol
B−, maka :
4 =0 4
[HB] = 60 - [H3O+] ≅ 60

1 1
[B] =
60
+ [H3O+] ≅ 60

Ka = ¿¿
1 x 10-5 = ¿¿

[H3O+] = 4 x 10-5

pH = 5 – log 4 = 4,4

g. pH pada titik ekivalen

mmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol HB
ml
mmol
50 ml x 0,1 = 5 mmol NaOH
ml
Maka telah terbentuk B− = 5 mmol
B− merupakan basa dan reaksinya dengan air adalah :

B− + H2O HB + OH−

Misal : [HB] = [OH ]

Kw 1 x 10−14
Kb = Ka = = 1,0 x 10−9
1 x 10−5

72
Kb = [ HB]¿ ¿

=1
1,0 x 10 −9
= ¿¿¿ = ¿¿¿

[OH−] = 7,1 x 10-5 → pOH = 3,15


pH = 14 – 3,15 = 8,85

h. pH setelah penambahan 60 ml basa.

Ini berjumlah 10 ml atau 1 mmol melewati titik ekivalen.

Ion OH− yang dihasilkan oleh B− dalam reaksi .


B− + H2O HB + OH−
dapat diabaikan, karena kelebihan OH− menggeser
keseimbangan kekiri sehingga pH dihitung dari basa kuat
berlebih.

mmol
[OH−] ≅ ml = 9,1 x 10
-3

pOH = - log (9,1 x 10-3 ) = 2,04


pH = 14 – 2,04 = 11,96

Catatan : harga harga pH pada titik titik yang lain lihat tabel diatas
( contoh soal asam kuat-basa kuat )

73
Grafik titrasi asam kuat 0,1 M dan berbagai asam
lemah 0,1 M dengan basa kuat 0,1 M

Dari grafik terlihat bahwa kurva untuk asam lemah (k ≪ 1014)


mulai naik dengan cepat sewaktu basa mula mula ditambahkan, laju
kenaikannya berkurang sewaktu konsentrasi B− bertambah, larutan
mengalami pendaparan didaerah ini dimana laju peningkatan pH
adalah perlahan lahan. Setelah titik ekivalen (setengah jalan), pH
dengan perlahan lahan naik lagi hingga perubahan yang besar terjadi
pada titik ekivalen.
Untuk contoh titrasi asam lemah dan basa kuat ini, penggunaan
jingga – metil tidak dapat dipakai. Yang paling baik adalah
penggunaan indikator PP yang trayek pHnya mencakup pH pada titik
ekivalen.

F. INDIKATOR ASAM – BASA


74
Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna
apabila pH lingkungannya berubah.
Misal : Indikator Bromtimol Blue (BB).
Dalam larutan asam ia berwarna kuning tetapi dalam
lingkungan basa berwarna biru. Warna dalam keadaan asam disebut
warna asam dan dalam keadaan basa disebut warna basa.
Asam dan Basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari 7,
tetapi asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar
dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang
bersangkutan. Bromtimol Blue (BB) mempunyai trayek indikator
(trayek pH) dari 6 – 7,6 sehingga warna asam (kuning) bila pH
kurang dari 6 dan warna basa biru bila pH larutan lebih dari 7,6. Jadi
berapapun pH nya warna akan tetap biru asal pH ≥ 7,6 dan selalu
kuning asal pH < 6.
Lain halnya bila pH terletak dalam trayek pH, dimana pada pH
yang berbeda akan tampak warna yang lain pula. Unruk Bromtimol
Blue (BB) warna tersebut merupakan suatu campuran antara kuning
dan biru, dimana lebih banyak kuning bila mendekati d dan
sebaliknya lebih banyak biru bila mendekati 7,6. Jadi bila sederetan
larutan dengan pH yang meningkat dari 6 – 7,6 diberi indikator BB
yang sama banyak maka akan tampak warna yang berubah ubah
sebagai berikut :

- Kuning – kuning kehijauan – hijau muda – hijau kekuningan –


hijau – hijau ke biru biruan dan seterusnya – dan terakhir warna
biru.

Dari hal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kita


dapat menentukan pH suatu bahan berdasar warna indikator
asal nilainya terletak dalam trayek pH indikator yang dipakai.
Diantara indikator ada yang mempunyai satu macam warna,
misalnya Fenolftalin (PP) yang berwarna merah pada keadaan basa
dan tidak berwarna bila keadaannya asam. Indikator demikian
dinamakan indikator satu warna. Untuk indikator PP warnanya
tampak semakin tua bila pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan
makin muda bila semakin kecil (mendekati 8,0). Letak trayek PP
diantara 8,0 – 9,6 sehingga pada pH dibawah 8,0 larutan tak
berwarna dan diatas 9,6 warna merah tidak akan berubah

75
intensitasnya. Untuk indikator BB karena mempunyai 2 macam
warna disebut indikator dua warna

MEKANISME INDIKATOR ASAM BASA


Menurut Oswald, indikator asam basa adalah merupakan asam
organik lemah atau basa organik lemah.
Sebagai asam simbolnya : H ind.
Sebagai basa simbolnya : Ind (OH)
Didalam air akan terdissosiasi sebagai berikut :
c. Untuk indikator asam organik lemah.
H ind H+ + Ind─
(warna A) (warna B)

K Ind = ¿ ¿

76
Dalam larutan asam dimana H+ dominan, maka keseimbangan
akan bergeser kekiri sehingga [Ind ─] menurun dan [H Ind]
meningkat dan yang muncul adalah warna H ind yang tidak
menjalani dissosiasi (warna A).
Bila larutan bersuasana alkalis, maka [H +] menurun, keseimbangan
akan bergeser kekanan dan yang muncul adalah warna Ind ─ yang
berdissosiasi (warna B)

Dari persamaan diatas,


[ H Ind ]
[H+] = K Ind x
[ Ind ─ ]
[bentuk tak terdissosiasi ]
= K Ind x
[bentuk terdissosiasi ]
Sehingga :
[ Ind ─ ]
pH = pH Ind + log
[ H Ind]
pH pada keadaan inilah yang paling cocok untuk pengamatan
perubahan warna indikator.

d. Untuk indikator basa organik lemah :

Ind (OH) Ind+ + OH−

Dengan cara yang sama didapat :


[ind(OH )]
pH = pKw – pH Ind + log
¿¿

Jadi kesimpulannya perubahan warna indikator dapat terjadi karena


perubahan bentuk indikator sebagai indikator tak terdissosiasi (H
Ind) atau sebagai indikator terdissosiasi [Ind ─] dimana perubahan
bentuk tersebut disebabkan oleh perubahan (H +) dalam larutan.

SOAL

77
40 ml 0,11 M HCl diencerkan sampai 100 ml dengan air dan dititrasi
dengan 0,1 M NaOH. Hitung pH setelah penambahan volume (ml)
titran berikut :
a). 0 b). 10 c). 22 d). 40
e). 43,95 f). 44 g). 44,05 h). 50
Gambar kurva titrasi dan pilih indikator yang cocok.

Jawab.
i. pH mula mula.
mmol
+
40 ml x 0,11
[H ] = ml = 0,044
100 ml

pH = - log [H+]
= - log 0,44
= 1,36

(40 x 0,11−10 x 0,1)


j. [H+] = = 3,1 x 10-2
110
pH = 1,51

(40 x 0,11−22 x 0,1)


k. [H+] = = 0,18
122
pH = 1,74

(40 x 0,11−40 x 0,1)


l. [H+] = = 0,0029
140
pH = 2,52

(40 x 0,11−43,95 x 0,1)


m. [H+] = = 3,5 x 10-5
143,95
pH = 4,46

n. Titik ekivalen → konsentrasi = 0


(40 x 0,11−44 x 0,1)
[H+] = =0
144

78
Karena asam kuat dan basa kuat pada saat konsentrasi = 0 →
pH netral

[H+] = [OH-] = 1 x 10-7


pH =7

(44,05 x 0,1−40 x 0,11)


o. [OH−] = = 3, x 10-5
144,05

pOH = 4,46 pH = 9,54

(50 x 0,1−40 x 0,11)


p. [OH−] = = 3,4 x 10-2
150

pOH = 2,4 pH = 11,60

Dari gambar grafik indikator yang dapat dipakai adalah :


- Netral merah (NM)
- Bromtimol Biru (BB)
- Bromkresol Ungu (BU)
Tugas : Buat grafik dirumah

79

Anda mungkin juga menyukai