Anda di halaman 1dari 13

JUDUL PRAKTIKUM : Isolasi DNA Plasmid dan Elektroforesis Agarosa

TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mengisolasi DNA Plasmid dengan menggunakan kit isolasi


2. Karakterisasi DNA Plasmid hasil Isolasi
TINJAUAN PUSTAKA :
A. Isolasi DNA Plasmid
Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang umum dijumpai pada mikrobia atau beberapa
yeast (Madigan et al., 2012). Plasmid memiliki struktur dobel heliks sirkular dengan ukuran yang
relatif lebih kecil dibandingkan ukuran DNA kromosomal, ukuran plasmid berkisar antara 2 hingga
200 kb (Turner et al., 2007). Sebagai materi genetik ektrakromosomal, plasmid tidak mengandung
gen-gen yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan sel sebagaimana kromosom, namun
plasmid mengandung gen-gen yang dibutuhkan sel untuk bertahan hidup pada suatu kondisi tertentu
(Dawson et al., 1996). Plasmid memiliki daerah awal replikasi (OriC) sehingga plasmid dapat
bereplikasi secara independen dan tidak bergantung pada kromosom (Hardy, 1987). Plasmid dapat
ditransfer dari satu sel ke sel yang lain. Kemampuan plasmid untuk ditransfer dari satu sel ke sel lain
mengindikasikan gen-gen yang terdapat pada plasmid dapat diekspresikan pada sel lain (Campbell &
Farrell, 2009).
Isolasi dna plasmid adalah proses memisahkan DNA plasmid dari sel bakteri atau yeast.
Manfaat isolasi plasmid pada umumnya digunakan sebagai vektor dalam berbagai teknik rekayasa
genetika seperti kloning gen atau transformasi (Nicholl, 2008). Plasmid memiliki beberapa
karakteristik sehingga dapat digunakan sebagai vektor, di antaranya memiliki ukuran yang relatif
kecil, hal ini sangat penting untuk efisiensi transformasi dan penanganan (Dawson et al., 1996). Selain
ukuran yang relatif kecil, plasmid memiliki restriction site yang unik sehingga dapat dipotong oleh
enzim endonuklease restriksi yang spesifik dan dapat diinsersikan gen atau segmen DNA pada
plasmid tersebut (Campbell & Farrell, 2009). Plasmid memiliki gen pengkode resistensi terhadap
antibiotik tertentu sehingga dapat digunakan sebagai marker seleksi untuk mendeteksi transforman
(Turner et al., 1997).
Dalam proses isolasi DNA plasmid bakteri maupun yeast, terdapat dua metode yang umum
digunakan dalam isolasi DNA plasmid, yaitu metode boiling dan metode alkaline lysis (Sambrook &
Russell, 2001). Secara umum, prinsip isolasi DNA plasmid pada kedua metode tersebut adalah sama,
yaitu pelisisan sel, ekstraksi DNA plasmid, serta presipitasi dan purifikasi DNA plasmid.
Metode Isolasi DNA Plasmid adalah sebagai berikut :
1. Metode Boiling
Isolasi DNA plasmid dengan metode boiling menggunakan prinsip bahwa suhu tinggi
setelah proses pelisisan sel akan mendenaturasi protein dan DNA, namun tidak dapat
memisahkan kedua untai DNA pada struktur dobel heliks sirkular plasmid (Sambrook &
Russell, 2001). Teknik isolasi plasmid tersebut disebabkan DNA sirkular plasmid
memiliki topologi dua untai polinukleotida sirkular yang saling berkaitan. Pada saat suhu
diturunkan, plasmid akan mengalami renaturasi, sedangkan DNA kromosomal yang
menjadi linear setelah proses pelisisan sel dan tetap terikat pada membran sel tidak dapat
mengalami renaturasi akan mengendap dan terpisahkan dari DNA plasmid setelah
disentrifugasi (Boyer, 2000).
2. Metode Alkaline Lisis
Pada metode isalasi DNA plasmid ini, kondisi alkali yang disebabkan perlakuan
dengan campuran SDS dan NaOH menyebabkan DNA kromosomal dan plasmid
mengalami denaturasi setelah sel mengalami lisis (Turner et al., 1997). Penambahan
natrium astetat setelah perlakuan alkali dapat menetralkan pH dan menyebabkan DNA
mengalami renaturasi (Reece, 2004). Pada kondisi tersebut, DNA plasmid dapat
mengalami renaturasi dengan segera, namun DNA kromosomal membentuk agregat yang
diakibatkan adanya asosiasi interstrand dan menyebabkan DNA kromosomal terendapkan
bersama komponen protein setelah disentrifugasi (Ausubelet al., 2003). Contoh Kit nya
adalah TIANprep Mini Plasmid Kit.
Tahapan Isolasi DNA Plasmid adalah sebagai berikut :
1. Pelisisan Sel
Penghancuran sel merupakan tahapan awal isolasi DNA plasmid yang bertujuan untuk
mengeluarkan isi sel (Holme, 1998). Penghancuran sel pada isolasi DNA plasmid dapat
dilakukan dengan menggunakan detergen atau secara enzimatik (Jones & Sutton, 1997).
Detergen yang umum digunakan untuk melisiskan sel adalah SDS sodium dodecyl
sulphate (SDS), detergen dapat melarutkan lipid yang terdapat pada membran sel
sehingga dapat mendestabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Pada isolasiDNA plasmid
dengan metode alkaline lysis, detergen SDS dicampur dengan NaOH dengan tujuan untuk
menciptakan kondisi alkali sehingga DNA terdenaturasi (Turner et al., 1997).
2. Ekstraksi DNA Plasmid
Ekstraksi DNA plasmid bertujuan untuk memisahkan DNA plasmid dari komponen lain
seperti protein dan DNA kromosomal (Nair, 2008). Penambahan natrium asetat dapat
menetralkan pH alkali, hal ini menyebabkan DNA plasmid sirkular mengalami renaturasi
dengan segera sedangkan DNA kromosomal tidak dapat mengalami renaturasi dengan
sempurna diakibatkan adanya asosiasi intrastrand sebagaimana disebutkan sebelumnya,
sehingga terendapkan bersama komponen protein setelah disentrifugasi (Ausubel et al.,
2003). Saat proses ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent seperti
ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi enzim DNase
yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease
dengan cara mengikat ion magnesium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim nuklease
(Walker & Ralph, 2008).
3. Presipitasi dan Purifikasi DNA
Pada tahap ekstraksi, DNA plasmid akan berada pada fase aqueous setelah penambahan
natrium asetat dan disentrifugasi (Howe, 2007). DNA plasmid yang berada pada fase
aqueous tersebut dapat dipresipitasi dengan menggunakan isopropanol atau ethanol
(Reamet al., 2003). Kedua kemikalia tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase
aqueous sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet
setelah sentrifugasi dilakukan (Switzer, 1999). Pada tahap presipitasi ini, DNA yang
terpresipitasi akan terpisah dari residu-residu RNA dan protein yang masih tersisa, residu
tersebut juga mengalami koagulasi, namun tidak membentuk struktur fiber dan berada
dalam bentuk presipitat granular, saat ethanol atau isopropanol dibuang dan pellet
dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah DNA
pekat, presipitasi kembali dengan ethanol atau isopropanol sebelum pellet
dikeringanginkan akan meningkatkan derajat kemurnian DNA yang didapat (Bettelheim
& Landesberg, 2007).
B. Elektroforesis Agarosa
Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA, atau protein dapat dipisahkan oleh
medan listrik. Elektroforesis gel agarosa adalah metode pemisahan molekul DNA dan RNA
menurut muatan, ukuran, dan bentuk. Teknik ini sederhana, cepat terbentuk, dan mampu
memisahkan campuran potongan DNA sesuai dengan ukurannya secara akurat, dibanding
dengan densitas gradient sentrifugasi. Saat arus listrik diaplikasikan pada gel, molekul
bermuatan negatif akan berpindah menuju elektroda positif dan molekul bermuatan positif
akan menuju elektroda bermuatan negatif. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan
elektroforesis gel agarosa antara lain karena sel belum lisis sempurna, DNA belum keluar dari
sel, serta DNA mengalami degradasi (tekanan mekanik).
Metoda elektroforesis gel agarosa didasarkan pada pergerakan molekul bermuatan
dalam media penyangga matriks stabil di bawah pengaruh medan listrik. Media yang umum
digunakan adalah gel agarosa atau poliakrilamid. Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk
memisahkan fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 pb dan dijalankan secara
horizontal, sedangkan elektroforesis poliakrilamid dapat memisahkan 1 pb dan dijalankan
secara vertikal. Elektroforesis poliakrilamid biasanya digunakan untuk menentukan urutan
DNA (sekuensing). Molekul organik yang dapat dielektroforesis antara lain DNA, RNA, dan
protein. Molekul-molekul yang bermuatan positif akan bergerak menuju elektroda negatif,
sedangkan molekul bermuatan negatif akan bergerak ke elektroda positif melalui gel
elektroforesis. Lokasi fragmen DNA yang terbentuk seperti pita-pita pada elektroforesis dapat
diamati secara spesifik dengan menggunakan pewarna. Pewarna yang digunakan adalah
etidium bromida yang dapat menyisip di antara basa-basa pada DNA. Gel yang diberi etidium
bromida dan disinari dengan UV akan memperlihatkan lokasi DNA sebagai untai berwarna
merah-jingga. Etidium bromida merupakan senyawa karsinogenik sehingga dalam
melaksanakan percobaan yang menggunakan etidium bromida harus menggunakan sarung
tangan.
Marker adalah segmen DNA yang spesifik dan telah diketahui ukurannya. Marker
berfungsi untuk mengetahui ukuran DNA hasil apmlifikasi. Marker DNA yang terdapat
dalam gel elektroforesis berfungsi sebagai penanda posisi molekul DNA yang bermigrasi
untuk menentukan perkiraan ukuran basa-basanya (Martin, 1996).
Manfaat elektroforesis gel antara lain untuk mengetahui ukuran fragmen DNA dari
produk PCR, memisahkan produk DNA dari hasil digesti yang berbeda ukuran, kemudian di-
sequencing, dan juga untuk pemurnian atau purifikasi DNA. Elektroforesis dapat
diaplikasikan untuk berbagai macam kegiatan berikut:
1. Membandingkan gen homolog dari sspesies yang berbeda, mengetahui susunan sekuens
berbagai genom.
2. DNA fingerprinting.
3. Mendeteksi kelainan genetik.
4. Mendeteksi lokasi dan jumlah mRNA dalam sel atau jaringan tertentu.
5. Mengetahui aktivitas gen selama perkembangan berbagai tipe sel organisme atau
percobaan perlakuan gen.
6. Mempelajari evolusi tingkat molecular.
7. Mengetahui variasi genetik yang ada di alam.
8. Menentukan atau mengidentifikasi berat molekul DNA, RNA, dan protein tertentu.
9. Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan genetik antar individu.
10. Mengetahui jumlah fragmen DNA yang diklon dalam rekombinan DNA plasmid.
11. Menganalisa fragmen DNA yang diamplifikasi lewat PCR.
Menurut Susanto (2012), laju migrasi DNA ditentukan oleh konformasi molekulnya,
dari yang paling cepat yaitu Covalently Closed Circular (CCC), Open Circular, dan linier.
Laju migrasi DNA dalam medan listrik berbanding terbalik dengan massa DNA. Migrasi
DNA terutama ditentukan oleh ukuran panjang dan bentuk DNA. Fragmen DNA yang
berukuran kecil akan bermigrasi lebih cepat dibanding yang berukuran besar, sehingga
elektroforesis mampu memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukuran panjangnya.
Agarosa memiliki beberapa kelebihan seperti mudah didapat, harganya relatif murah,
tidak bersifat toksik, serta memiliki pori yang kecil. Agarosa merupakan polisakarida yang
diekstrak dari rumput laut. Hasil dari elektroforesis gel agarosa akan menunjukkan warna biru
dari loading dye pada posisi paling depan kemudian plasmid DNA berwarna orange terang.
Berdasarkan pustaka, teknik elektroforesis pada dasarnya didasarkan pada fakta bahwa DNA
cenderung bermuatan negatif pada pH netral dengan buffer phospat sebagai penyangga pH
agar. Saat dilakukan elektroforesis dengan memberikan daya listrik di kedua kutub maka
DNA akan bergerak ke kutub positif, inilah prinsip kerja elektroforesis gel agarosa. Agarosa
merupakan gel yang memiliki resolusi lebih rendah dalam pemisahan tetapi dapat
memisahkan sampel yang berukuran sampai puluhan kilo basa. Agarosa terbuat dari
polisakarida, dilarutkan dengan buffer dan dipanaskan, setelah dingin akan membentuk
gelatin yang padat.
ALAT DAN BAHAN :
A. Isolasi DNA Plasmid
Alat Bahan
1. Mikropipet dan Tip-nya 1. TIANprep Mini Plasmid Kit
2. Alat sentrifugasi 2. LB Cair
3. Tabung Reaksi 3.
4. Rak Tabung
5. Beaker Glass
B. Elektroforesis Agarosa
Alat Bahan
1. Elektroforesis horizontal mini subTM 1. Agarosa
DNA electrophoresis cell (Biorad) 2. Buffer TAE 1X (Tris-asetat 0.04M ,
2. Power supply EDTA 0.001M pH 8,0)
3. Mikropipet dan tip-nya 3. Loading Buffer (sukrosa 50%,
4. Microwave EDTA 0,1M pH 8,0 ,
5. Labu Erlenmeyer 100 mL Bromphenolblue 0,1% pH 8,0)
4. Marka DNA 1kb
5. NFW (nuclease Free Water
6. Gel Red

PROSEDUR PERCOBAAN :
A. Isolasi DNA Plasmid
1. Dilakukan pengulturan transforman yang mengandung plasmid ScFv CHIKV pD861.
Transforman E.coli BL21 yang mengandung plasmid pD861 ditumbuhkan dalam 5 mL
media LB cair yang telah ditambahkan 5μL kanamisin (10mg/mL) selama 16-18 jam,
suhu 37oC , dengan laju pengocokan 200rpm
2. Dimasukkan 500 μL buffer BL pada kolom CP3 kemudian disentrifugasi pada 12.000
rpm selama 1 menit. Dibuang larutan yang terkumpul ditabung penampung (collection
tube), disimpan kolom CP3 di rak tabung mikro
3. Dikultur sel E.coli BL21 dimasukkan kedalam tabung mikro 1,5mL lalu disentrifugasi
dengan kecepatan 12.000rpm selama 1 menit untuk mengumpulkan pellet
4. Pellet sel ditambahkan 250μL buffer P1 kemudian diresuspensi
5. Ditambahkan 250μL buffer P2, lalu tabung mikro diinversi sebanyak 8 kali
6. Ditambahkan 350μL buffer P3, lalu tabung diinversi sebanyak 8 kali sampai larutan
menjadi keruh. Tabung mikro disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 10 menit
7. Supernatant dipindahkan kedalam kolom CP3 lalu disentrifugasi dengan kecepatan
12.000 rpm selama 1 menit
8. Sebanyak 500μL buffer PD dialirkan ke kolom CP3 lalu kolom CP3 disentrifugasi pada
kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit
9. Sebanyak 600μL buffer pencuci (wash Buffer) yang telah ditambahkan etanol
ditambahkan pada kolom CP3 dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 1
menit. Pencucian dengan buffer pencuci dilakukan 2 kali
10. Kolom CP3 kemudia disentrifugasi kempali pada kecepatan 12.000 rpm selama 2 menit
11. Kolom CP3 dilepaskan dari tabung penampung, lalu dipindahkan ketabung mikro baru
12. Buffer EB ditambahkan pada kolom CP3 sebanyak 60μL, lalu didiamkan pada suhu ruang
selama 5 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 2 menit.
Selanjutnya buffer EB ditambahkan kembali pada pada kolom CP3 sebanyak 40μL lalu
didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan
12.000rpm selama 2 menit, isolate plasmid kemudia disimpan di suhi -20oC atau
dianalisis dengan elektroforesis
B. Elektroforesis Agarosa
1. Disiapkan gel agarosa dengan prosedur sbb :
a. Ditimbang 0,35g agarosa dalam labu Erlenmeyer 100mL, kemudian ditambahkan 35
mL buffer TAE 1X
b. Dipanaskan larutan tersebut hingga agarosa larut
c. Didinginkan hingga suhu larutan tersebut mencapai 50-60OC
d. Disiapkan gel tray dengan memasang penyumbatan dan pembentuk sumur gel
e. Dituang gel kedalam tray, ditunggu sampai membeku sekitar 30 menit
2. Dibuka pembentuk sumur dan penyumbat gel dengan hati-hati, masukan tray kedalam
chamber elektroforesis yang telah berisi buffer TAE 1X (sampai gel terendam)
3. Dicampurkan 5μL sampel dengan 1μL loading buffer 1μL GelRed dalam tabung mikro
ukuran 0,6mL
4. Dimasukkan campuran sampel kedalam sumur
5. Dicampurkan 1μL marka DNA 1 kb + 1 μL loading buffer + 4μL NFW + 1 GelRed
dalam tabung mikro ukuran 0,6mL. kemudian dimasukkan kedalam sumur yang lain
6. Dipasang penutup chamber, disetting alat pada tegangan 80volt selama 45 menit
7. Hasil elektroforesis divisualisasi dengan alat UV-transilluminator
HASIL DAN PEMBAHASAN :
DAFTAR PUSTAKA :
http://www.generasibiologi.com/2016/12/prinsip-metode-cara-teknik-isolasi-dna-plasmid-.html
http://www.tiangen.com/asset/imsupload/up0141604001433139285.pdf
https://blogs.uajy.ac.id/bihungoreng/2013/05/26/elektroforesis-gel-agarose/
http://anadianaazam.blogspot.com/2012/06/elektroforesis-gel-agarosa.html
http://anadianaazam.blogspot.com/2012/06/elektroforesis-gel-agarosa.html
JUDUL PRAKTIKUM : Perbanyakan Gen PT2 Menggunakan metode PCR dan
Karekterisasinya
TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Memperbanyak Copy an DNA
2. Karakterisasi DNA
TINJAUAN PUSTAKA :
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer
oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak
sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar
pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk
memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang
mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal ini
tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening antara primer. Produk PCR diamplifikasi dari
template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA
polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk
menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah
amplifikasi dengan PCR, produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara
langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi)
potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer
oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA
untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan
proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam tabung
reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai
ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target (yang akan
diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida
trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan
mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir
fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas pada
karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses
pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan
nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada
karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang
dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan disebut reaksi
polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen dengan
nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu
pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA
target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikaalisis oleh DNA
polimerase.
1. Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal.
Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan
hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak
berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya
dilakukan antara suhu 90 oC – 95 oC.
2. Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik
yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan
terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya
dilakukan pada suhu 50 oC – 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan
sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali
apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
3. Reaksi polimerisasi (extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 oC.
Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan
penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan
diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai
jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah
jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah
satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8
kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan
menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan
penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya
produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada
ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
Komponen – komponen PCR antara lain :
1. Enzim DNA Polymerase
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA
Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara termal
selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap
siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan
hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam
perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki
keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan di
setiap siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin
2. Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan
komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara
20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida pada awal
dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang
disebut DNA synthesizer.
3. Reagen lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan
keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan
buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi
merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses
primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas reaksi.
Kegunaan PCR antara lain sebagai berikut :
1. Isolasi Gen
2. DNA Sequencing
3. Bidang Forensik
4. Diagnosa Penyakit
ALAT DAN BAHAN :
A. Perbanyakan Gen PT2 dengan PCR
Alat Bahan
1. Eppendorf mastercycler gradient 1. Gen PT2-pJET1.2
2. Micropipette eppendorf 0,1-2,5 µL; 2. Gen PT2
0,5-10 µL; dan 2-20 µL, 3. Primer forward PT2-EcoRI,
3. Rak tabung 4. Primer reverse PT2-SacII,
4. Tabung mikro 0,6 mL, tip putih (0,1- 5. Nuclease Free Water,
10 µL) dan tip kuning (10-200 µL).. 6. DreamTaq Green PCR Master Mix
(2x)
B. Elektroforesis Agarosa
Alat Bahan
1. Elektroforesis horizontal mini subTM 1. Agarosa
DNA electrophoresis cell (Biorad), 2. buffer TAE 1x (Tris-asetat 0,04 M,
2. Labu erlenmeyer 250 mL, EDTA 0,001 M pH 8,0),
3. Micropipette eppendorf 0,1-2,5 uL; 3. Loading buffer (Sukrosa 50%,
0,5-10 uL; dan 2-20 uL, EDTA 0,1 M pH 8,0, bromfenol biru
4. UV-transiluminator 0,1% pH 8,0),
4. Marka DNA 1 kb, GelRed.
PROSEDUR PERCOBAAN :
A. Perbanyakan Gen PT2 dengan PCR
1. Templat untuk reaksi PCR adalah 1 µL gen PT2-pJET1.2 dan 1 µL gen PT2 (sebagai
kontrol positif)
2. Dimasukkan 12,5 µL DreamTaq Green PCR Master Mix (2x) kedalam tabung mikro 0,6
mL, ditambahkan Primer Forward PT2-EcoRI 1 µL, ditambahkan Primer Reverse PT2-
SacII 1 µL, ditambahkan 9,5 µL Nuclease Free Water serta ditambahkan 1 µL gen PT2-
pJET1.2 (sebagai templat DNA sampel) atau 1 µL gen PT2 (sebagai templat DNA kontrol
positif)
Catatan:
a) Pada saat pemipetan semua reagen disimpan di atas es agar berada dalam keadaan
dingin.
b) Enzim harus disimpan pada -20oC dan hanya dikeluarkan dari freezer sesaat
sebelum digunakan
c) Ketika menambahkan reagen harus selalu dilakukan resuspensi.
d) Komposisi DreamTaq Green PCR Master Mix (2x) terdiri dari DreamTaq DNA
Polymerase, 2x DreamTag Green buffer, dATP, dCTP, dGTP, serta dTTP masing-
masing 0,4 mM, dan 4 mM MgCl2.
3. Set-up mesin PCR atau siapkan program file PCR untuk 25 siklus dengan masing-masing
siklus terdiri atas:

Tahapan Suhu Waktu Jumlah siklus

Denaturasi awal 95°C 2 menit 1

Denaturasi 95°C 1 menit

Annealing 55,5°C 1 menit 25 siklus

Elongasi 72°C 1 menit


Elongasi akhir 72°C 10 menit 1 siklus

4. Diletakkan tabung mikro di dalam mesin PCR kemudian start reaksi PCR
5. Setelah selesai (tahap HOLD 4°C), klik enter. Saat suhu mencapai 25°C, sampel dapat
diambil dan alat PCR dimatikan.
B. Elektroforesis Agarosa
Siapkan gel agarosa ketika menunggu proses PCR selesai dengan prosedur sebagai berikut:
1. Timbang 0,35 gram agarosa dalam labu erlenmeyer 250 mL, tambahkan 35 mL bufer
TAE 1x.
2. Panaskan larutan tersebut hingga semua agarosa larut, lalu dinginkan hingga suhu larutan
mencapai 50-60oC.
3. Siapkan gel tray dengan memasang penyumbat dan pembentuk sumur gel.
4. Tuang larutan gel ke dalam gel tray, tunggu sampai membeku (sekitar 1 jam).
5. Ambil pembentuk sumur dan penyumbat gel dengan hati-hati. Masukkan gel tray ke
dalam electrophoresis chamber yang telah berisi bufer TAE 1x (sampai gel terendam).
6. Campurkan 5 µL produk PCR dengan 1 µL GelRed kedalam tabung mikro 0,6 mL.
7. Untuk pembuatan marka, campurkan 1 µL DNA 1 kb, 1 µL loading buffer, 4 µL
Nuclease Free Water, dan 1 uL GelRed ke dalam tabung mikro 0,6 mL.
8. Pasang penutup chamber, atur alat pada tegangan 80 volt selama 45 menit.
9. Hasil elektroforesis divisualisasi dengan UV-transiluminator.
Catatan:
a) Sinar UV dapat merusak mata dan menyebabkan kanker kulit, pemakaian transiluminator
harus dalam keadaan tertutup kaca dan menggunakan kacamata khusus.
b) Ketika menambahkan reagen harus selalu dilakukan resuspensi.
HASIL DAN PEMBAHASAN :
DAFTAR PUSTAKA :
https://apikdewefppundip2011.wordpress.com/2012/06/29/makalah-genetika-pcr-polimerase-
chain-reaction/
https://mahmuddin.wordpress.com/2010/08/31/polymerase-chain-reaction-pcr/
JUDUL PRAKTIKUM : Karakterisasi Protein Human Serum Albumin (HSA) Menggunakan
Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gel Electrophoesis (SDS-
PAGE)
TUJUAN PRAKTIKUM

Anda mungkin juga menyukai