Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TinjauanUmum

2.1.1 Profil Perusahaan

Perusahaan didirikan melalui Notaris Kristina Sulistyoningsih, SH dengan

Format Isian Akta Notaris Model I dan dokumen pelengkapnya serta Salinan Akta

Nomor : 03, Tanggal 12 Oktober 2005 sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas

(PT). Pendirian perusahaan Perseroan Terbatas disahkan oleh Menteri Hukum dan

hak Asasi Manusia pada tanggal 20 Marert 2006 dengan No. C-00137

HT.01.01.TH.2006. Perusahaan yang bergerak di bidang komoditas Batubara

telah mendapatkan Sertifikat Clear and Clean dengan Nomor : 310/Bb/03/2014

ditetapkan pada tanggal 17 September 2014 oleh Direktur Jenderal Mineral dan

Batubara.

PT. Kutai Bara Abadi adalah pemegang Ijin Usaha Pertambangan IUP

Operasi Produksi No 540/2394/IUP-OP/MB-PBAT/VIII/2010, Perizinan ini

dimulai dari ijin Pemberian Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum Nomor :

540/53/KP-PU/DPE-IV/V/2006 tanggal 8 Mei 2006 untuk kode wilayah No.

KW.KTN 2006 053 PU, Perijinan ini dilanjutkan ke Ijin seluas 2.039 Ha (Tabel

1.1). Wilayah konsesi PT. KBA terletak di Desa Pasir Putih, Kecamatan Muara

Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur. PT. Kutai

Bara Abadi melaksanakan rencana penambangan dengan melaksanakan Studi

Kelayakan KAKK/03/AMDAL/ Penambangan Batubara, dan dilanjutkan ke studi

2.1
AMDAL dan pembuatan RKL dan RPL. Kegiatan penambangan dilaksanakan

setelah mendapatkan Ijin Pemberian Kuasa Pertambangan Eksploitasi dengan

Nomor 540/012/KP-Ep/DPE-IV/II/2008 dengan kode wilayah KW.KTN 2008

012 Ep tanggal 26 Februari 2008 dan Ijin Kuasa Pertambangan Pengangkutan dan

Penjualan dengan Nomor 540/19/KP-AJ/DPE-V/IV/2008 tanggal 29 April 2008.

Perubahan perijinan dari Ijin Kuasa Pertambangan Eksploitasi menjadi Ijin

Usaha pertambangan Operasi Produksi PT. Kutai Bara Abadi dengan

menggunakan Ijin Usaha Pertambangan IUP Operasi Produksi mulai 30 Agustus

2010 dengan Ijin No. 540/2394/IUP-OP/MB-PBAT/VIII/2010 kode wilayah KW

KTN 2010 2394 OP luas area 2039 Ha. Ijin Usaha Pertambangan IUP-OP ini

menggantikan Ijin Kuasa Pertambangan Eksploitasi dan Ijin Kuasa Pertambangan

Pengangkutan dan Penjualan.

Kemudian Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor

540/006/IUP-OP/MB-PBAT/IV/2012 tanggal 26 April 2012 tentang Revisi Ijin

Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT. Kutai Bara Abadi, dan

kemudian perubahan Keputusan Bupati Kutai Kartanegara dengan Nomor

540/017/IUP-OP/MB-PBAT/V/2013 tanggal 2 Mei 2013 tentang Pembatalan

Surat keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 540/010/IUP-OP/MB-

PBA/V/2012 tanggal 25 Mei 2012 Tentang Revisi Ijin Usaha Pertambangan

Operasi Produksi Kepada PT. Kutai Bara Abadi.

2.1.2 Lokasi Kesampaian Daerah

Lokasi wilayah KP PT. Kutai Bara Abadi terletak di Desa Sabintulung

Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kutai Kartanegara berjarak kurang lebih 95

2.2
Kilometer sebelah Barat Daya Kota Samarinda. Perjalanan dari kota Makassar ke

lokasi tersebut dapat di tempu menggunakan pesawat yang langsung menuju ke

badara internasional sultan aji Muhammad sulaiman sempinggan atau pun kapal

yang langsung ke pelabuhan di samarinda. Setelah itu untuk mencapai lokasi PT.

Kutai Bara Abadi dapat dicapai melalui jalan darat kendaraan roda empat ataupun

roda dua untuk sampai di Desa sabintulung dan selanjutnya apabila ingin ke lokasi

penambangan dapat menggunakan kendaraan roda empat “double garden.”

Sumber : PT Kutai Bara Abadi

Gambar 2.1
Peta Kesampaian Daerah PT. Kutai Bara Abadi

2.3
2.1.3 Letak Administrasi

Wilayah KP PT. Kutai Bara Abadi dengan luas 2.039 Ha, secara

administratif berada di wilayah Dusun Pasir Putih, Desa Sabintulung, Kecamatan

Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur, sesuai

pada gambar 2.2 sedangkan wilayah coal preparation, stockpile dan pelabuhan

termasuk dalam wilayah Desa Rantau Hempang, Kecamatan Muara Kaman,

Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur.

Tabel 2.1

Koordinat Wilayah IUP Produksi PT. Kutai Bara Abadi

Bujur Timur Lintang Selatan


No (BT) (LS)
1 1160 50’ 30,00’’ 00 7’ 00,00’’
2 1160 50’ 20,46’’ 00 7’ 00,00’’
3 1160 50’ 20,46’’ 00 6’ 30,00’’
4 1160 51’ 00,00’’ 00 6’ 30,00’’
5 1160 51’ 00,00’’ 00 5’ 50,77’’
6 1160 51’ 20,50’’ 00 5’ 50,77’’
7 1160 51’ 20,50’’ 00 6’ 00,00’’
8 1160 52’ 00,00’’ 00 6’ 00,00’’
9 1160 52’ 00,00’’ 00 5’ 30,00’’
10 1160 52’ 30,00’’ 00 5’ 30,00’’
11 1160 52’ 30,00’’ 00 5’ 17,00’’
12 1160 53’ 00,00’’ 00 5’ 17,00’’
13 1160 53’ 00,00’’ 00 7’ 00,00’’
14 1160 52’ 00,00’’ 00 7’ 00,00’’
15 1160 52’ 00,00’’ 00 0’ 00,00’’
16 1160 51’ 00,00’’ 00 0’ 00,00’’
17 1160 51’ 30,00’’ 00 9’ 00,00’’

2.4
Sumber : PT Kutai Bara Abadi

Gambar 2.2
PETA IUP PT. Kutai Bara Abadi

2.1.4 Iklim dan Curah Hujan

Pada daerah tambang PT Kutai Bara Abadi mempunyai iklim tropis, musim

hujan dan musim kemarau berganti sepanjang bulannya. Temperatur berkisar rata-

rata 250-300C. Berdasarkan data curah hujan bulan januari sampai dengan Bulan

desember Tahun 2016 diperoleh curah hujan rata-rata sekitar 58.27 mm dan

dimana bulan basah umumnya terjadi pada Bulan juni hingga desember ,

sedangkan bulan kering lebih sering terjadi pada Bulan januari hingga mei.

2.5
2.1.6 Struktur Organisasi PT. Kutai Bara Abadi

Struktur organisasi perusahaan dipimpin oleh Site Manager membawahi

empat departemen masing-masing Produksi, Engineering, Admin dan Finance,

dan Safety Healt Environment. Site Manager sebagai Kepala Teknik Tambang

dan Kepala Bagian SHE sebagai wakil Kepala Teknik, dan dibantu oleh pengawas

operasional dan pengawas teknis. Adapun struktur organisasi dalam diagram tabel

di bawah.

Tabel 2.2
STRUKTUR ORGANISASI

SITE MENAGER
KTT

ENGINEERING DEPT HEAD PORT DEPT HSE HR/FINANCE


DEPT HEAD

SR MINE ENGINEERING CREW SAFTY CONTROL


CRUSHER

2.2 SURVEY
LandasanTeori MEKANIK CREW EMPIRO
PORD

2.2 Landasan Teori

Penyaliran adalah suatu upaya atau cara untuk mencegah, mengeringkan

dan mengeluarkan air yang terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu.

Sedangkan penyaliran pada tambang terbuka adalah upaya penyaliran didalam

2.6
lingkungan tambang yang dilakukan untuk mencegah masuknya air atau

mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah penambangan. Upaya ini dilakukan

dengan maksud untuk mencegah atau mengurangi terganggunya aktivitas

penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan terutama pada

musim hujan.

Air yang masuk ke daerah tambang (air tambang) harus dapat

dikendalikan dengan baik. Penanganan masalah ini dapat dilakukan dengan cara

memilih sistem penyaliran yang sesuai dengan metode penambangan yang

diterapkan. Perencanaan sistem penyaliran tambang didasarkan pada aspek

hidrogeologi (airtanah) dan aspek hidrologi (curah hujan, penguapan, limpasan,

penyerapan). Dari kedua aspek tersebut kandungan air tambang berasal dari:

a. Air permukaan tanah

Yaitu air yang terdapat dan mengalir di atas permukaan tanah.

Termasuk dalam air permukaan adalah air limpasan permukaan, air dari sungai,

rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut, air buangan (limbah) dan

sumber mata air (spring).

b. Air tanah

Air tanah adalah air yang bergerak didalam tanah yang terdapat didalam

ruangan-ruangan antar butir tanah yang berasal dari anfiltrasi air permukaan.

2.2.1 SiklusHidrologi

Daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air ke udara, kemudian jatuh ke

permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke sungai atau ke laut. Hujan merupakan

2.7
komponen utama dalam proses hidrologi dan sangat berpengaruh pada sistem

penirisan. Siklus hidrologi merupakan konsep dasar tentang keseimbangan air

secara keseluruhan dan juga menunjukkan semua hal yang berhubungan dengan

air.

Daur hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut dan sungai. Uap

yang dihasilkan dibawa ke udara yang bergerak. Dalam kondisi yang

memungkinkan, uap tersebut terkondensi membentuk awan yang pada akhirnya

menghasilkan presipitasi yang jatuh ke bumi menyebar dengan arah berbeda-beda

dalam beberapa cara. Sebagian besar dari presipitasi tersebut untuk sementara

tertahan pada tanah di tempat dekat ia jatuh, dan akhirnya dikembalikan lagi ke

atmosfir oleh penguapan (Evaporasi) dan pemeluhan (Transpirasi) oleh tanaman.

Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan atau bagian atas tanah

menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah

(infiltrasi) menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Di bawah pengaruh

gravitasi baik air permukaan (surface steamflow) maupun air dalam tanah

bergerak menuju tempat yang lebih rendah dan akhirnya dapat mengalir ke laut.

Penguapan di seluruh permukaan bumi yang diakibatkan oleh matahari

baik penguapan melalui tumbuhan maupun penguapan melalui permukaan air

menyebabkan terjadinya hujan. Air yang jatuh ke daratan sebagian akan menguap,

sebagian akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi mengalir ke permukaan

menuju tempat yang rendah seperti sungai dan akhirnya akan kembali ke danau

atau ke laut, kemudian akan terjadi penguapan dan daur hidrologi dimulai

kembali.

2.8
Sumber : google images

Gambar 2.3
Siklus Hidrologi

2.2.2 Sistem Penirisan Tambang

Salah satu hal yang dihadapi jika sistem penambangan yang diterapkan

dengan cara tambang terbuka adalah penanganan air yang melimpas di permukaan

tanah, baik yang berasal dari air hujan maupun dari air tanah. Akibatnya dapat

menurunkan produktifitas kerja alat-alat mekanis serta dapat pula mempengaruhi

kemantapan lereng. Penanggulangan masalah air terutama dalam hal keperluan

untuk merancang suatu sistem penirisan tambang dapat dibagi menjadi 2 macam

metode, yakni:

a. Mine Drainage

Sistem ini merupakan upaya untuk mencegah atau mengurangi air sekecil

mungkin yang akan masuk ke lokasi penambangan. Sistem ini terbagi atas 4

metode, antara lain :

2.9
a. Siemens Method, yaitu suatu cara dimana casing dimasukkan pada

lubang bor agar air mudah masuk ke dalam pipa untuk dipompa keluar.

b. Small Pipe System with Vacuum Pump, yaitu suatu cara dengan

membuat lubang bor tanpa diberikan casing tetapi diberi pipa

berdiameter lebih kecil daripada diameter lubang bor. Agar lubang bor

tidak vakum, maka antara pipa dan lubang bor dimasukkan material pasir

sebagai saringan.

c. Deep Well Pump Method, yaitu suatu cara drainase untuk material

dengan permeabilitas rendah dimana dibuat lubang bor dengan diameter

yang agak lebih besar, kemudian diberi casing.

d. Electro Osmosis System, yaitu suatu metode drainase yang digunakan

pada daerah dengan permeabilitas rendah dan kuantitas air yang sangat

minim, dimana dibuat dua lubang bor yang berdiameter besar dijadikan

sebagai katoda dan lubang bor yang berdiameter kecil dijadika sebagai

anoda. Pada katoda, ion H akan mengikat ion OH sehingga akan terjadi

netralisasi H+ dengan OH-dan membentuk air (H2O), kemudian air yang

terkumpul dipompa.

b. Mine Dewatering

Merupkan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam lokasi

penambangan yang berasal dari air tanah, maupun yang berasal dari air hujan.

Sistem ini terbagi atas 2 metode, yaitu:

1. Tunneling/Adit, yaitu suatu cara dengan membuat suatu terowongan sebagai

saluran drainase untuk material dengan permeabilitas rendah.

2.10
2. Open Sump, yaitu suatu cara dimana air dikumpulkan dahulu pada sump lalu

dibiarkan air tersebut keluar secara perlahan-lahan tanpa ada material yang

mengikutinya menuju ke laut, atau dipompa keluar.

2.2.3 Daerah Tangkapan Hujan

Daerah tangkapan hujan adalah daerah dimana air hujan yang jatuh akan

tertampung dan menuju ke suatu tempat konsentrasi yang sama. Air hujan yang

mempengaruhi suatu sistem drainase tambang adalah air hujan yang mengalir di

atas permukaan tanah (air permukaan) ditambah sejumlah pengaruh air tanah.

Air permukaan yang mengalir ke areal penambangan tergantung pada

kondisi dan luas daerah tangkapan hujan di sekitar lokasi penambangan. Luas

daerah tangkapan hujan dapat ditentukan berdasarkan analisa peta topografi.

Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit yang

diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara.

Setelah daerah tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta

kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi di sekeliling

tambang membentuk polygon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah

mengalirnya air, maka luas dapat dihitung dengan menggunakan millimeter blok.

Hasil pembacaan kemudian dikalikan dengan skala yang digunakan dalam peta,

sehingga didapatkan luas daerah tangkapan hujan dalam m2 atau km2 .

2.2.4 Curah Hujan Rencana

Curah hujan rencana adalah besarnya air hujan yang jatuh ke bumi pada

satuan luas. Satuan curah hujan dinyatakan dalam millimeter (mm). dengan

2.11
demikian apabila diketahui curah hujan 1 mm berarti curah hujan tersebut adalah

sama dengan 1 liter/m2 .

Data curah hujan yang akan dianalisis adalah data curah hujan harian

maksimum dalam satu tahun selama 10 (sepuluh) tahun terakhir. Hasil

pengamatan data curah hujan dianalisis dengan 3 (tiga) metode statistik yaitu

Metode Gumbel, Distribusi Normal, dan Metode Log Pearson Type III dengan

periode ulang sesuai dengan umur eksplorasi tambang.

1. Metode Distribusi Normal

Xt = x + K. Sx ………………………………………….….. ( 2.1 )

Dimana :

Xt = Perkiraan harga untuk periode ulang T

X = Rata – rata variasi (mm)

K = Faktor frekuensi untuk periode ulang

Sx = Standar deviasi dari X

n(  X 2 )   x 
2

Sx 
nn  1 ………………………………. ( 2.2 )

n = Jumlah data pengamatan

1 n 1
P = Probabilitas = 
T m ………………………….…………... ( 2.3 )

2. Metode Gumbel

X = X + K . Sx ………………………….…………….… ( 2.4 )

Y  Yn
K =
Sn ………………………………………………… ( 2.5)

2.12
Y = -  0,834 – 2,303 Log Log ( T/T – 1)  …………….. (2.6)

Dimana:

X = Curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu (mm)

X = Curah hujan rata – rata (mm)

K = Faktor frekuensi

Sx = Standar deviasi

Y = Nilai rata – rata reduce

Yn = Nilai rata – rata reduce extreme

Sn = Deviasi standar extreme

3. Metode Log Pearson Type III

Log X = Log x + K . Sd ........................................... ( 2.7 )

3
 
n  LogX  Logx 
G=  
n  1n  2Sd  2
…………………………… ( 2.8 )

Dimana :

Log X = Curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu (mm)

Log x =
 Logx = Rata – rata dari Log x
n

n = Jumlah data

K = Faktor frekuensi

Sd = Standar deviasi

2.13
 log X  log x 
2

= σ log x =
n 1 ……………………… ( 2.9 )

G = Koefisien skewness

a. Periode Ulang (T)

Curah hujan biasanya terjadi menurut pola tertentu dimana curah hujan

akan berulang pada periode tertentu yang dikenal dengan periode ulang

hujanPeriode ulang hujan didefinisikan sebagai waktu dimana curah hujan dengan

besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tertentu.

Misalnya periode ulang hujan (T) 10 tahun, maka hujan akan terjadi rata-rata

setiap periode 10 tahun, berarti 10 kali dalam periode 100 tahun, 25 kali dalam

periode 250 tahun, dan seterusnya. Makin besar periode ulang hujan akan semakin

kecil kemungkinan terjadi dalam 1 tahun. Periode ulang hujan ini memberi

gambaran bahwa semakin besar periode ulang hujan, semakin besar pula curah

hujan rencananya, dalam hal ini tidak akan berulang secara teratur setiap kala

ulang tersebut.

𝑛+1
T = ........................................ ( 2.10 )
𝑚

Dimana :

T = Periode ulang hujan (tahun)

n = Jumlah data pengamatan

m = Nomor rangking terbesar data pengamatan selama jangka pengamatan

2.14
b. Intensitas Curah Hujan ( I )

Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang jatuh dalam areal tertentu

dalam jangka waktu yang relatif singkat, dinyatakan dalam mm/det, mm/menit,

atau mm/jam. Untuk mengetahui nilai intensitas curah hujan di suatu tempat,maka

digunakan alat pencatat curah hujan. Intensitas curah hujan biasanya dinotasikan

dengan huruf I dengan satuan mm/jam, yang artinya tinngi/kedalaman yang terjadi

adalah sekian mm dalam periode waktu 1 jam. Kemudian perhitungan intensitas

curah hujan selama 1 jam dilakukan dengan menggunakan rumus Mononobe,

sebagai berikut :

2/3
R 24  24 
I=   ……………………..( 2.11)
24  t 

Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 = Curah hujan 24 jam (mm)

t = Waktu konsentrasi (jam)

L = Panjang pengaliran (km)

V = Kecepatan perambatan aliran (km/jam)

𝐻
= 72 ( 𝐿 )0.6

H = Beda tinggi antara hulu dan hilir (m)

Keadaan dan intensitas curah hujan (I) menurut Takeda Kensaku dan

Suyono Sasrodarsono dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

2.15
Tabel 2.3

Derajat Curah Hujan Dan Intensitas Curah Hujan (I)

Intensitas Curah

Derajat Hujan Hujan (I) Kondisi

(mm/ menit)

Tanah agak basah atau terbasahi


Hujan Sangat Lemah < 0,0
sedikit

Tanah menjadi basah


Hujan Lemah 0,02 – 0,05
Bunyi curah hujan terdengar

Air hujan di seluruh permukaan


Hujan normal 0,05 – 0,25
lahan dan terdengar bunyi dari

genanga
Hujan Deras 0,25 – 1, 00

Hujan seperti ditumpahkan ke


Hujan Sangat Deras > 1,00
saluran dan drainase meluas

2.2.5 Debit Air Limpasan

Air limpasan berasal dari sumber yang mengalir di atas permukaan tanah

dan air yang menginfiltrasi dan mencapai lapisan impermiabel atau disebut aliran

dibawah permukaan tanah (subsurface), kemudian sebagian mengalir ke sungai.

Aliran dibawah permukaan mencapai sungai dalam waktu yang cukup cepat

sehingga debit air tersebut termasuk dalam limpasan permukaan. Limpasan (run

off) tergantung pada:

2.16
a. Kondisi fisik daerah pengaliran, seperti tata guna lahan, luas daerah,

keadaan topografi, dan jenis tanah

b. Kondisi faktor meteorologi, yang meliputi jenis presipitasi, intensitas

curah hujan, lamanya curah hujan

Penentuan jumlah limpasan hujan suatu daerah sering menggunakan

metode rasional, dengan memakai bebrapa asumsi sebagai berikut:

a. Frekuensi limpasan sama dengan frekuensi hujan

b. Hujan terdistribusi secara merata pada seluruh daerah pengaliran

c. Laju limpasan yang dihitung merupakan fungsi intensitas hujan rata-

rata selama waktu konsentrasi

2.2.5 Sumuran (Sump)

Sumuran berfungsi sebagai tempat penampungan air sebelum dipompa

keluar tambang. Dengan demikian dimensi sumuran ini sangat tergantung dari

jumlah air yang masuk serta keluar dari sumuran. Dalam pelaksanaan kegiatan

penambangan biasanya dibuat sumuran sementara yang disesuaikan dengan

keadaan kemajuan medan kerja (front) penambangan. Jumlah air yang masuk ke

dalam sumuran merupakan jumlah air yang dialirkan oleh saluran-saluran, jumlah

limpasan permukaan yang langsung mengalir ke sumuran serta curah hujan yang

langsung ke sumuran. Sedangkan jumlah air yang keluar dapat dianggap sebagai

yang berhasil dipompa, Karena penguapan dianggap tidak terlalu berarti. Dengan

melakukan optimalisasi antara input (masukan) dan output (keluaran), maka dapat

ditentukan volume dari sumuran.

2.17
2.2.6 Pemompaan

Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan

prinsip kerjanya,pompa dibedakan atas :

1. Reciprocating Pump

Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam

silinder. Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan

umumnya dapat mengatasi kebutuhan energy (julang) yang tinggi.

Kerugiannya adalah beban yang berat serta perlu perawatan yang teliti.

Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air berlumpur karena katup pompa

akan cepat rusak. Oleh karena itu jenis pompa ini kurang sesuai untuk

digunakan di tambang.

2. Centrifugal Pump

Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa.

Air yang masuk akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal

yang terjadi air akan dilemparkan dengan kuat kea rah lubang

pengeluaran pompa. Pompa jenis ini banyak digunakan di tambang,

karena dapat digunakan untuk air berlumpur, kapasitasnya besar, dan

perawatannya lebuh mudah.

3. Axial Pump

Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar

poros) melalui kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-

baling kapal. Pompa ini dapat beroperasi secara vertical maupun

horizontal. Jenis pompa ini digunakan untuk julang yang rendah.

2.18
Dalam pemompaan, dikenal istilah julang (head), yaitu energy

yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu.

Semakin besar debit air yang dipompa, maka head juga akan semakin

besar. Head total pompa untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang

direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani

pleh pompa tersebut,sehingga julang total pompa dapat dituliska

sebagai berikut :

V 2 
H h s h p h f  
 2g  ……………… ( 2.13 )

Dimana :

H = Head total pompa (m)

hs = Head statis pompa (m)

hp = Beda head tekanan pada kedua permukaan air (m)

hf = Head untuk mengatasi berbagai hambatan belokan

V2/2g = Head kecepatan (m)

Perhitungan berbagai julang pada pemompaan :

a. Head Statis (hs)

hs= h2-h1 ………………………..……… ( 2.14 )

Dimana :

h1 = elevasi sisi isap (m)

h2 = elevasi sisi keluar (m)

2.19
b. Head Tekanan (hp)

hp = hp2 – hp1 …………………………….. ( 2.15 )

Dimana :

hp1 = Julang tekanan pada sisi isap

hp2 = Julang tekanan pada sisi keluaran

c. Head Gesekan (hfI)

 LV 2 
h f 1  f  
 2Dg  ........................ ( 2.16 )

Dimana :

f = koefisien gesek (tanpa satuan)

V = Kecepatan aliran dalam pipa

L = Panjang pipa (m)

D = Diameter pipa (m)

g = Kecepatan gravitasi bumi (m/det2)

Angka koefisien gesekan f dicari dengan menggunakan persamaan :

1 3,7 D
 2 log
f k
..................... ( 2.17 )

Keterangan :

k = koefisien kekasaran pipa

D = Diameter dalam pipa

2.20
d. Head Belokan

V 2 
h f 2  f  
 2g  ................... ( 2.18 )

Keterangan :

f = Koefisien kerugian pada belokan

  D   
3, 5 0,5

f  0,131  1,847   x  …………..……….... ( 2.19 )


  2 R    90 

V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/det2)

R = Jari-jari lengkung belokan (m)

D
R =R 
1
tan 
2

 = Sudut belokan pipa

e. Head Katup Isap (hf3)

V 2 
h f 3  f  
 2g  . ......................... ( 2.20 )

Dimana :

f = Koefisien kerugian pada katup isap

V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/det2)

g = Kecepatan gravitasi bumi (m/det2)

2.21
2.2.7 Kolam Pengendapan (Settling Pond)

Kolam pengendapan (Settling Pond) berfungsi untuk mengendapkan

partikel - partikel padatan yang ikut bersama air hasil pengaliran tambang.

Sebelum air berlumpur terbuang ke sungai, maka perlu diendapkan dulu partikel -

partikel padatannya agar tidak mencemari sungai. Kolam pengendapan ini

ditempatkan pada akhir sistem pengaliran tambang. Dalam sistem pengaliran

tambang, kolam pengendapan mutlak diperlukan untuk menjaga lingkungan

sekitar. Dalam pembuatan kolam pengendapan disesuaikan dengan beberapa hal:

a. Debit air berlumpur yang masuk ke dalam kolam pengendapan.

b. Persen padatan dalam air berlumpur.

c. Lamanya pengaliran tiap harinya

d. Jadwal pengerukan lumpur.

2.22

Anda mungkin juga menyukai