Anda di halaman 1dari 31

IMPLIKASI LANDASAN PEDAGOGIK

TERHADAP PENGEMBANGAN TEORI DAN


PRAKTEK PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN DUNIA

Diselesaikan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Landasan Pedagogik
Semester II

Dosen Pembimbing : Dr. Y. Suyitno, M. Pd.

Oleh :
Dika L Arif Chrisnawan

A 1402390
FathkulN
Arifin 1403029

PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Bandung, 17 Februari 2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan manusia pada hakikatnya tidak akan pernah lepas dari apa
yang dinamakan pendidikan. Pendidikan merupakan sesuatu yang menuntun
pengetahuan manusia dari perkara yang belum tahu menjadi tahu. Dalam
pemahaman lain pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kecerdasan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dalam proses pengembangan potensi manusia, maka seyogianya
dirumuskanlah atau direncanakan suatu pendidikan yang mampu memberikan
wadah dalam mengupayakan pengembangan potensi setiap individu yang
beraneka ragam. Pada pembahasan ini lebih dikhususkan pada pendidikan
anak usia sekolah dasar. Pendidikan di sekolah dasar maknanya ialah
mengembangkan potensi anak usia sekolah dasar, berkenaan dengan hal ini
maka sangatlah utama diperlukannya suatu ilmu yang melandasi pendidikan
pada anak usia sekolah dasar. Landasan pedagogik merupakan suatu kajian
dimana akan membahas perihal pendidikan bagi anak.
Pentingnya landasan pedagogik dalam perkembangan pendidikan di
Indonesia karena dengan pedagogik akan lebih mudah dalam memahami objek
dan perencanaan upaya berikutnya terhadap objek menjadi lebih efektif.
Dalam penerapanya selama ini, landasan pedagogik telah berusaha
memberikan kontribusi secara maksimal terhadap pendidikan, baik dalam
perkembangan teori pendidikan maupun praktik. Begitu pula dampak atau
implikasinya terhadap pendidikan keguruan dan bagi para tenaga
kependidikannya sendiri.

Landasan Pedagogik 2
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari sebuah latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis merumuskan permasalahan. Adapun rumusan masalah yang penulis
rumuskan adalah sebagai berikut, bagaimana :
1. Implikasi landasan pedagogik terhadap pengembangan teori pendidikan di
sekolah, keluarga dan masyarakat.?
2. Implikasi landasan pedagogik terhadap praktek pendidikan di sekolah,
keluarga dan masyarakat ?
3. Implikasi landasan pedagogik terhadap landasan pendidikan keguruan dan
tenaga kependidikan secara nasional dan internasional ?
C. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini tentunya terdapat beberapa tujuan yang penulis
capai. Tujuan daripada penulisan makalah ini ialah :
1. Memahami sejauh mana implikasi landasan pedagogik dalam
pengembangan teori pendidikan di sekolah, keluarga dan masyarakat
2. Bagaimana praktik pendidikan di lapangangan dan dan apakah landasan
pedagogik memiliki implikasi terhadap hal tersebut.
3. Mengetahui akan implikasi landasan pedagogik terhadap landasan
pendidikan keguruan dan tenaga kependidikan secara nasional dan
internasional.
D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Semoga makalah ini dapat menjadi referensi dalam pembuatan makalah
selanjutnya
2. Dapat menjadikan mahasiswa terutama Pendidikan Dasar menjadi lebih
mengetahui dan mengerti akan aspek-aspek yang terdapat dalam
lingkungan pendidikan
3. Dapat memberikan pengetahuan lebih terutama dalam mata kuliah
Pedagogik

Landasan Pedagogik 3
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pedagogik
Dalam pembelajaran Anak Usia Dini ataupun anak kecil sering dikenal
dengan keilmuan pedagogik. Pedagogik berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu
paedos yang berarti anak dan agogos yang berarti mengantar, membimbing, atau
memimpin. Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing
anak, cara menghadapi anak didik, apa yang tugas pendidik dan tujuan mendidik
anak itu sendiri. Prof. Dr. J. Hoogveld salah satu tokoh pendidikan di Belanda
mengungkapkan bahwa pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah
membimbing anak kearah tujuan tertentu agar ia mampu secara mandiri
menyelesaikan tugas hidupnya. Istilah pedagogik dikaitkan dengan 2 istilah lain,
yakni pedagogia dan pedagogi. Namun ketiganya memiliki perbedaan arti namun
memiliki tujuan yang sama yakni ‘anak’.
Pedagogi terbentuk dari kata paedagogos yang berarti ‘Orang’, pada zaman
Yunani kuno Paedagogos adalah orang (pelayan atau pembantu) yang bertugas
mengantar dan menjemput anak majikannya ke sekolah selain itu paedagogos
juga bertugas membimbing anak majikannya. Namun istilah ‘pelayan atau
pembantu’ tersebut mengalami pergeseran makna menjadi ‘pendidik atau ahli
didik’. Sedangkan Pedagogia (Paedagogia) berarti pergaulan dengan anak-anak.
Pedadogik memiliki peranan penting dalam praktik pendidikan dengan alasan
bahwa pedagogik merupakan landasan bagi praktik pendidikan anak, pedagogik
dipercaya menjadi kriteria keberhasilan praktik pendidikan anak.( Syaripudin dan
Kurniasih, 2014:2)
Dalam disimpulkan bahwasanya, pedagogik merupakan suatu ilmu tentang
bagaimana mendidik anak. Mendidik anak yang seperti apa?, mendidik anak yang
sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh setiap anak dan sesuai dengan
perkembangannya baik secara fisik maupun kejiwaan ( psikis ). Dimana dalam
proses pendidikan memang seyogianya haruslah tepat pada berbagai aspek.
Pendidikan bagi anak memang sudah seharusnya dilandaskan daripada pedagogik,
karena di dalam pedagogik terdapat berbagai unsur apa-apa saja yang seharusnya

Landasan Pedagogik 4
diberikan kepada anak, bagaimana penerapannya, dan pemahaman terhadap
karakteristik para peserta didik.
Pedagogik dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu pedagogik teoritis dan
pedagogik praktis. Menurut M.J. Langeveld Madjid Noor dan J.M. Daniel (1987 :
27) dalam Tatang Syaripudin dan Kurniasih (2014) struktur pedagogik dibagi
menjadi :
1. Pedagogik teoritis. Pedagogik teoritis terdiri dari pedagogik sistematis dan
pedagogik historis. Pedagogik historis terdiri dari sejarah pendidikan
(sejarah teori pendidikan dan sejarah praktik pendidikan) dan pedagogik
komparatif.
2. Pedagogik praktis, terdiri atas pedagogik dikeluarga, sekolah, maupun
masyarakat.
B. Teori Pendidikan
Runes , dalam Sadulloh ( 2007:2) mengemukakan bahwa teori ialah
“(a) Hypothesis, more loosely; supposition, whatever is problematic
verified. (b) As opposed to practice: systematically organized knowledge of
relatively high generallity. (c) As opposed to low and
observation;explanation. The deduction of axsioms and theorems of one
system from assertions (not necessarity verified) from another system and of
relatively less problematic and more intelligible.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh Runes, dapat dimaknai bahwa
istilah teori memiliki tiga pengertian : (a) bahwa teori merupakan suatu
hipotesis tentang segala masalah, dapat diuji, akan tetapi tidak perlu diuji.
(b) kedua, yakni teori merupakan lawan dari praktik, dan merupakan
pengetahuan yang disusun secara sistematis dari kesimpulan umum relatif.
(c) ketiga, teori diartikan sebagai lawan dari hukum-hukum dan observasi,
suatu deduksi dari aksioma-aksioma dan teorema-teorema suatu sistem yang
pasti (tidak perlu diuji), secara relatif kurang problematis dan lebih banyak
diterima atau diyakini.
Menurut teori koherensi, kebenaran suatu teori bukan bersesuaian
dengan realitas, melainkan kesesuaian harmonis dengan pengetahuan atau
teori yang telah dimiliki atau dipahami, kesesuaian dengan asumsi-asumsi
yang berlaku atau dalil yang berlaku. Definisi teori berdasarkan cara berfikir

Landasan Pedagogik 5
rasional deduktif maknanya bahwa teori merupakan seperangkat prinsip
yang berkaitan erat sebagai petunjuk praktis, dalam arti teori bukan sekedar
penjelasan akan suatu fenomena tetapi sebagai petunjuk untuk membangun
dan mengontrol pengalaman.( Sadulloh, 2007:4)
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
pengertian dari teori, maka penulis menarik kesimpulan bahwasanya teori
merupakan suatu landasan yang terbentuk dari sebuah kesimpulan
empirisme yang dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan suatu praktik.
Dalam hal ini ialah praktik pendidikan, lebih detail lagi praktik pendidikan
anak. Dan suatu teori pendidikan tidak selalu sejalan dengan praktik
dilapangan, akan tetapi sangat bermanfaat sebagai pijakan awal seseorang
dalam mendidik, selebihnya bergantung kepada pendidik. Karena suatu teori
pendidikan yang berhasil diterapkan di suatu negara, akan berhasil pula di
negara lain.
Maka, dalam terselenggaranya suatu pendidikan, tentunya tidak
terlepas dari sebuah teori yang mendasarinya. Dalam dunia pendidikan
sampai pada saat ini telah menganut berbagai macam teori pendidikan.
Berbagai macam teori tersebut ialah sebagai berikut ( Sukarjo dan
Komarudin, 2009:33)
1. Behaviorisme
Kerangka kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme.
Asumsi filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being
(manusia tumbuh secara alami). Latar belakang empirisme adalah How
we know what we know (bagaimana kita tahu apa yang kita tahu).
Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari
pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada perubahan
tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha
mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan
berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah
laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus
dapat berupa prilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan respons
berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan
teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran

Landasan Pedagogik 6
behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan
Thorndike.
2. Kognitivisme
Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan
kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi
filosofis yaitu the way in which we learn (Pengetahuan seseorang
diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi
rasionalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh
kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi
dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam
belajar bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran
kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar
itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses
berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme pendidikan
dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain :
Piaget, Bruner, dan Ausebel.
3. Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa
memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri.
Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses
pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif
membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh
karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian
rupa sehinggah mampu mendorong siswa mengorganisasi
pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam
pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa. Agar siswa
memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap
belajar.
Menurut teori ini juga perlu disadari bahwa siswa adalah subjek
utama dalam penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan
membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang
memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani
sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan pemikiran

Landasan Pedagogik 7
tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam
pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar.
Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri
pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh
aliran ini antara lain : Von Glasersfeld, dan Vico.
4. Humanistik
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk ,memanusiakan
manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila
si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat
kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan
kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog
humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk
berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat
pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia
untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan
interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang
ditujukan untuk memperkaya diri,menikmati keberadaan hidup dan juga
masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara
positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena
keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik
belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri.

Landasan Pedagogik 8
Akhirnya , dapat disimpulkan pendidikan merupakan syarat mutlak
apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang
dimilikinya. Dan untuk bisa bersosialisasi antar sesama manusia inilah
manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali
ragamnya dengan definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya.
Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan,
seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan
sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak
ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti pendidikan.
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam
dan kandungannya dapat berbeda yang satu dengan yang lain. Perbedaan
itu bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek
yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang
terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan
secara sadar, mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya
perubahan ke arah yang lebih baik.

C. Praktik Pendidikan
Menurut Redja M, dalam Sadulloh ( 2007:2) mengemukakan bahwa
praktik pendidikan merupakan seperangkat kegiatan bersama yang bertujuan
membantu pihak lain agar mengalami perubahan tingkah laku yang
diharapkan. Dapat dimaknai bahwasnya praktik pendidikan merupakan
suatu usaha bersama antara pendidik dengan peserta didik dalam mencapai
tujuan yang diharapkan dalam pendidikan tersebut.

Bagan 2.1 Tiga Aspek Praktik Pendidikan

Landasan Pedagogik 9
Tujuan

Praktik
Motivasi Pendidikan Proses

Keterangan :
1. Tujuan Praktik Pendidikan
Tujuan dari praktik pendidika ialah membantu pihak lain
mengalami perubahan tingkah laku fundamental yang diharapkan.
2. Proses
Proses merupakan seperangkat kegiatan sosial, berusaha
menciptakan peristiwa pendidikan dan mengarahkannya secara
sadar dengan berlandaskan prinsip-prinsip pendidikan.
3. Motivasi
Motivasi disini muncul karena dirasakan adanya kewajiban untuk
menolong orang lain.
Dalam upaya pelaksanaan praktik pendidikan tentunya dilakukan dalam
suatu lingkungan sosial. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di
luar diri individu. Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya.
Lingkungan pendidikan adalah suatu tempat dengan situasi dan kondisi
sosial budaya yang ada dimana pergaulan pendidikan berlangsung. Setiap
orang yang berada pada lingkungan Secara garis besar, lingkungan
pendidikan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Di Keluarga
Hasbullah (2008:38) mengemukakan Lingkungan keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena berawal dari
inilah anak akan mendapatkan pendidikan dan bimbingan, juga
merupakan suatu lingkungan pendidikan yang utama dimana anak akan
mendapatkan pendidikan sebagian besar di lingkungan keluarga.
Keluarga memiliki tugas utama dalam pendidikan anak yakni
sebagai peletak dasar terhadap pendidikan akhlak dan dasar agama.

Landasan Pedagogik 10
Indrakusuma dalam Hasbullah (2008:38) menyatakan bahwa sifat dan
tabiat anak adalah sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan
kerabat disekitarnya.
a. Fungsi keluarga
Syaripudin dan Kurniasih ( 2014:84 ) menyatakan bahwa keluarga
memiliki berbagai fungsi, antara lain fungsi biologis, fungsi ekonomi,
fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi sosialisasi, fungsi rekreasi,
fungsi orientasi dll.
Sedangkan George Petter Murdock mengemukakan empat fungsi
keluarga :
1.) Sebagai pranata yang membenarkan hubungan seksual antara pria
dan wanita dewasa berdasarkan pernikahan.
2.) Mengembangkan keturunan
3.) Melaksanakan pendidikan
4.) Sebagai kesatuan ekonomi
b. Orang tua sebagai pengemban tangung jawab pendidikan anak
Salah satu fungsi keluarga yang yang bersifat universal adalah
melaksanakan pendidikan. Dalam hal ini orang tua adalah pengemban
tanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya. Orang yang berperan
sebagai pendidik bagi anak di dalam keluarga utamanya adalah ayah
dan ibu.
c. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang bersifat wajar atau
informal.
Pendidikan di dalam keluarga dilaksanakan atas dasar tanggung
jawab kodrati dan atas dasar kasih sayang yang secara naluriyah
muncul pada diri orang tua. Sejak anaknya lahir orang tua sudah
terpanggil untuk menolongnya, melindunginya, dan membantunya.
Di dalam keluarga pelaksanaan pendidikan berlangsung tidak dengan
cara-cara yang artificial, melainkan bersifat wajar.
d. Keluarga sebagai peletak dasar pendidikan anak
Pendidikan yang dilakukan si dalam keluarga sejak anak masih kecil
akan menjadi dasar bagi pendidikan dan kehidupannya di masa
datang. Hal ini sebagaimana dikemukakan M.I. Soelaeman (1985)
bahwa : “pengalaman dan perlakuan yang didapat anak dari

Landasan Pedagogik 11
lingkungannya masih kecil dari keluarganya menggariskan semacam
pola hidup bagi kehidupan selanjutnya.
e. Tujuan dan isi pendidikan dalam keluarga.
Tujuan pendidikan dalam keluarga adalah agar anak menjadi pribadi
yang mantab, beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat
yang baik dan bertanggung jawab. Adapun isi pendidikan dalam
keluarga biasanya meliputi nilai agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
f. Fungsi pendidikan dalam keluarga
1.) Sebagai peletak dasar pendidikan anak.
2.) Sebagai persiapan kearah kehidupan anak dalam masyarakatnya.
g. Faktor-faktor yang menentukan kualitas pendidikan di dalam
keluarga.
Jenis keluarga, gaya kepemimpinan orang tua, kedudukan anak dalam
urutan keangotaan keluarga, fasilitas yang ada dalam keluarga,
hubungan keluarga dengan dunia luar, status social ekonomi orang
tua, akan turut mempengaruhi perkembangan pribadi anak.
h. Karakteristik pendidikan di dalam keluarga
1.) Pendidikan di dalam keluarga lebih menekankan pada
pengembangan karakter
2.) Peserta didiknya bersifat heterogen
3.) Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada
kurikulum tertulis
4.) Tidak berjenjang
5.) Waktu pendidikan tidak terjadwal secara ketat, relative lama.
6.) Cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar
7.) Evaluasi pendidikan tidak sistematis dan incidental
8.) Credentials tidak ada dan tidak penting.
2. Di Sekolah
Hasbullah ( 2008: 46) bependapat bahwa pendidikan di sekolah
merupakan pendidikan yang diperoleh oleh seseorang di Sekolah secara
teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang
jelas dan ketat.
Rasyidin dan Soelaeman mengemukakan bahwa sekolah adalah
suatu satuan unit sosial atau lembaga sosial yang kekhusussan tugasnya
ialah melaksanakan proses pendidikan.( Odang Muchtar, dalam
Syaripudin dan Kurniasih, 2014:89).
a. Komponen sekolah

Landasan Pedagogik 12
Komponen sekolah antara lain terdiri atas :
1) Tujuan pendidikan
2) Sumber daya manusia seperti guru/pendidik, murid/siswa,
laboran, pustakawan, tenaga administrasi, petugas kebersihan, dst.
3) Kurikulum (isi pendidikan)
4) Media pendidikan dan teknologi pendidikan,
5) Sarana, prasarana, dan fasilitas
6) Pengelola sekolah
Tiga komponen utama sekolah yaitu :
1) peserta didik
2) guru
3) kurikulum
b. Fungsi pendidikan sekolah
1) Fungsi transmisi (konservasi) kebudayaan masyarakat
2) Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan social)
3) Fungsi integrasi sosial
4) Fungsi mengembangkan kepribadian anak didik
5) fungsi mempersiapkan anak didik untuk suatu pekerjaan
6) Fungsi inovasi/mentransformasi masyarakat dan kebudayaannya.
c. Tujuan dan fungsi pendidikan sekolah
Secara umum sekolah memiliki tujuan pendidikan sejalan dengan
fungsi-fungsi sekolah. Implikasinya, maka isi pendidikan di sekolah
akan disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah yang
bersangkutan. Adapun tujuan dan isi pendidikan masing-masing
sekolah tentunya telah terumuskan secara tertulis (formal) di dalam
kurikulumnya.
d. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
Sekolah merupakan kesatuan kegiatan-kegiatan menyelenggarakan
pembelajaran yang dilakukan oleh para petugas khusus dengan cara-
cara terencana dan teratur menurut tatanan nilai dan norma yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
e. Formalitas sekolah merembes ke dalam kurikulum dan pembelajaran
Formalitas sekolah berakar pada status para individu yang menjadi
komponennya, serta system nilai dan norma yang serba resmi. Perlu
kita sadari bahwa selanjutnya formalitas tersebut merembes ke dalam
kurikulum dan cara-cara pembelajaran.
f. Karakteristik pendidikan di sekolah
1) Secara faktual, pendidikan di sekolah lebih menekankan kepada
pengembangan kemampuan intelektual
2) Peserta didiknya bersifat homogen

Landasan Pedagogik 13
3) Isi pendidiknya terprogram secara formal/kurikulumnya tertulis
4) Berjenjang dan berkesinambungan
5) Waktu pendidikan terjadwal secara ketat, relative lama.
6) Cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal dan artifisial
7) Evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sistematis
8) Credentials ada dan penting.
3. Di Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berintegrasi secara
terorganisasi, menempati daerah tertentu, dan mengikuti suatu cara hidup
atau budaya tertentu. Masyarakat dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.
a. Fungsi masyarakat sebagai lingkungan pendidikan
Di dalam lingkungan masyarakat, anak akan memperoleh
pengalaman tentang berbagai hal, antara lain berkenaan dengan
lingkungan alamnya, seperti flora dan fauna. Di lingkungan
masyarakat anak pun akan memperoleh pengaruh dari orang-orang
yang ada di sekitarnya, baik dari teman sebaya, maupun orang
dewasa. Anak juga akan memperoleh pengaruh dari hasil karya
masyarakat. Di dalam masyarakat anak belajar tentang nilai-nilai dan
peranan-perana yang seharusnya mereka lakukan. Anak memperoleh
pengalaman bergaul dengan teman-temannya di luar rumah dan di
luar lingkungan Sekolah. Karena itu pendidikan anak dalam
lingkungan masyarakat dapat berfungsi sebagai pelengkap,
penambah, dan mungkin juga pengembang pendidikan di dalam
keluarga dan sekolah, bahkan dapat berfungsi sebagai pengganti
pendidikan di sekolah.
b. Tanggung jawab pendidikan di lingkungan masyarakat.
Selain menjadi tanggung jawab pemerintah, pendidikan di
lingkungan masyarakat harus menjadi tangung jawab bersama para
orang dewasa yang ada di lingkungan masyarakat yang bersangkutan.
c. Pendidikan informal dalam masyarakat
Pendidikan informal dalam masyarakat antara lain dapat berlangsung
melalui adapt kebiasaan, pergaulan anak sebaya, upacara adat,
pergaulan di lingkungan kerja, permainan, pagelaran kesenian, dan
bahkan percakapan biasa sehari-hari. Dalam konteks ini pendidikan

Landasan Pedagogik 14
merupakan pewaris sosial yang berfungsi untuk melestarikan nilai-
nilai budaya masyarakat.
d. Pendidikan nonformal di dalam masyarakat
1.) Definisi.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang
(Pasal 1 ayat (12) UU RI No. 20 Tahun 2003).
2.) Fungsi.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian professional.
3.) Lingkup.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, serta
pendidikan lain yang ditunjukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
4.) Satuan Pendidikan.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus,
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat,
dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis.
e. Karakteristik pendidikan di masyarakat.
1.) Secara faktual tujuan pendidikannya lebih menekankan pada
pengembangan keterampilan praktis
2.) Peserta didiknya bersifat heterogen.
3.) Isi pendidikannya ada yang terprogram secara tertulis, ada pula
yang tidak terprogram secara tidak tertulis.
4.) Dapat berjenjang dan berkesinambungan dan dapat pula tidak
berjenjang dan tidak berkesinambungan.
5.) Waktu pendidikan terjadwal secara ketat atau tidak terjadwal,
lama pendidikannya relative singkat
6.) Cara pelaksanaan pendidikan mungkin bersifat artifisial mungkin
pula bersifat wajar.
7.) Evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan secara sistematis
dapat pula tidak sistematis.
8.) Credentials mungkin ada dan mungkin pula tidak ada.

Landasan Pedagogik 15
D. Landasan Pendidikan Keguruan dan Tenaga Kependidikan
Berbagai hal yang melandasi dalam pendidikan telah dirumuskan, karena
landasan pendidikan merupakan hal yang utama dalam upaya
penyelenggaraan pendidikan. Sebagaimana bangunan berdiri tentunya
dibuatlah pondasi terlebih dahulu. Landasan pendidikan tersebut, sebagai
berikut ( Syamsul, 2007) :
1. Landasan Filosofis
Filsafat pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya
yang terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila tersebut harus
ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan
nasional dalam semua level dan tingkat dan jenis pendidikan. Nilai-nilai
tersebut bukan hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi
juga dalam corak pelaksanaan.Rancangan penanaman nilai budaya bangsa
tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bukan hanya dicapai penguasaan
kognitif tetapi lebih penting pencapaian afektif.Lebih jauh lagi pencapaian
nilai budaya sebagai landasan filosofis bertujuan untuk mengembangkan
bakat, minat kecerdasan dalam pemberdayaan yang seoptimal mungkin.
Dua hal yang dipertimbangkan dalam menentukan landasan filosofis
dalam pendidikan nasional Indonesia.Pertama, adalah pandangan tentang
manusia Indonesia. Filosofis pendidikan nasional memandang manusia
Indonesia sebagai:
a. Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya.
b. Sebagai makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya.
c. Sebagai makhluk sosial dengan segala tanggung jawab yang hidup di
dalam masyarakat yang pluralistik baik dari segi lingkungan sosial
budaya, lingkungan hidup dan segi kemajuan Negara kesatuan Republik
Indonesia di tengah-tengah masyarakat global yang senantiasa
berkembang dengan segala tantangannya.
Kedua, pandangan filosofis pendidikan nasional dipandang sebagai
pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan sosial lain
dalam masyarakat.
Karena kedua pandangan filosofis tersebut menjadikan pendidikan
nasional harus ditanggung oleh semua fihak sehingga pendidikan dibangun

Landasan Pedagogik 16
oleh semua unsur bangsa sehingga berkontribusi terhadap unsur pranata
sosial lainnya.Secara mendasar dapat ditegaskan bahwa landasan filosofis
Pancasila menyimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional menempatkan
peserta didik sebagai makhuk yang khas dengan segala fitrahnya dan
tugasnya menjadi agen pembangunan yang berharkat dan
bermartabat.Oleh karena itu manusia Indonesia dipandang sebagai
individu yang mampu menjadi manusia Indonesia yang berakhlak
mulia.Karenanya pendidikan harus mampu mengembangkan menjadi
manusia yang memegang norma-norma keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai makhluk Tuhan, Makhluk sosial, dan makhluk
individu.
Landasan filosofis pendidikan nasional memberikan penegsan bahwa
penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia hendaknya
mengimplementasikan ke arah:
a. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma
persatuan bangsa dari segi sosial, budaya, ekonomi dan memlihara
keutuhan bangsa dan negara.
b. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang proses pendidikannya
memberdayakan semua institusi pendidikan agar individu dapat
menghargai perbedaan individu lain, suku, ras, agama, status sosial,
ekonomi dan golongan sebagai manifestasi rasa cinta tanah air. Dalam
hal ini pendidikan nasional dipandang sebagai bagian dari upaya
pembentukan karakter bangsa bagi bangsa Indonesia.
c. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma
kerakyatan dan demokrasi. Pendidikan hendaknya memberdayakan
pendidik dan lembaga pendidikan untuk terbentuknya peserta didik
menjadi warga yang memahami dan menerapkan prinsip kerakyatan
dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip
kerakyatan dan demokrasi harus tercermin dalam input-proses
penyelenggaraan pendidikan Indonesia.
d. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma
keadilan sosial untuk seluruh warga negara Indonesia. Perencanaan
dan pelaksanaan pendidikan menjamin pada penghapusan bentuk

Landasan Pedagogik 17
diskriminatif dan menjamin terlaksananya pendidikan untuk semua
warga negara tanpa kecuali.
e. Sistem pendidikan nasional yang menjamin terwujudnya manusia
seutuhnya yang beriman dan bertaqwa, menjunjung tinggi hak asasi
manusia, demokratis, cinta tanah air dan memiliki tanggungjawab
sosial yang berkeadilan. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar
yang kokoh sekaligus ruh pendidikan nasional Indonesia.

2. Landasan Sosiologis
Lembaga pendidikan harus diberdayakan bersama dengan lembaga
sosial lainnya.Dalam hal ini pendidikan disejajarkan dengan lembaga
ekonomi, politik sebagai pranata kemasyarakatan, pembudayaan
masyarakat belajar (society learning) harus dijadikan sarana rekonstruksi
sosial.Apabila perencanaan pendidikan yang melibatkan masyarakat bisa
tercapai maka patologi sosial setidaknya terkurangi.Hasrat masyarakat
belajar saat ini masih rendah.Hal ini ditandai rendahnya angka partisipasi
masyarakat dalam sekolah terutama dalam membangung masyarakat
belajar.
Sistem pendidikan nasional tidak mungkin selalu bertumpu pada
pemerintah sebab dengan adanya krisis pemerintah semakin tidak mampu
membiayai pendidikan, demikian pula apabila pendidikan hanya terarah
pada tujuan pembelajaran murni pada aspek kognitif, afektif tanpa
mengaitkan dengan kepentingan sosial, politik dan upaya pemecahan
problem bangsa maka pendidikan tidak akan mampu dijadikan sebagai
sarana rekonstruksi sosial. Dalam kaitannya dengan perluasan fungsi
pendidikan lebih jauh, maka diperlukan pengembangan sistem pendidikan
nasional yang didasarkan atas kesadaran kolektif bangsa dalam kerangka
ikut memecahkan problem sosial.
Pendidikan nasional yang berlandaskan sosiologis dalam
penyelenggaraannya harus memperhatikan aspek yang berhubungan
dengan sosial baik problemnya maupun emografisnya.Masalah yang kini
sedang dihadapi bangsa adalah masalah perbedaan sosial ekonomi

Landasan Pedagogik 18
sehingga pendidikan dirancang untuk mengurangi beban perbedaan
tersebut. Aspek sosial lainnya seperti ketidaksamaan mengakses informasi
yang konsekuensinya akan mempertajam kesenjangan sosial dapat
dieleminir melalui pendidikan.

3. Landasan Kultural ( Sosio Budaya )


Landasan Pendidikan yang ketiga adalah Landasan Kultural.
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedangkan setiap manusia selalu
menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh
karena itu dalam Undang-undang RI no. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2
ditegaskan bahwa, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasar
Pancasila dan undang-undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun
1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia
dan tanggap terhadap perubahan zaman. Kebudayaan dan pendidikan
mempunyai hubungan timbal balik, kebudayaan dapat diwariskan dengan
jalan meneruskan kepada generasi penerus melalui pendidikan.Sebaliknya
pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebuadayaan masyarakat
dimana proses pendidikan berlangsung.

4. Landasan Psikologis
Landasan Pendidikan yang keempat adalah landasan Psikologis.
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga
psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam
pendidikan.Memahami peserta didik dari aspek psikologis merupakan
salah satu faktor keberhasilan pendidikan.Oleh karena itu hasil kajian
dalam penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang
pendidikan, umpamanya pengetahuan tentang urutan perkembangan
anak.Setiap individu memiliki bakat, minat, kemampuan, kekuatan, serta
tempo dan irama perkembangan yang berbeda dengan yang lainnya.
Sebagai implikasinya pendidikan tidak mungkin memperlakukan sama
kepada peserta didik. Penyusunan kurikulum harus berhati-hati dalam
menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis

Landasan Pedagogik 19
besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang
digariskan.

5. Landasan Ilmiah dan Teknologi


Landasan Pendidikan yang kelima adalah Landasan Ilmiah dan
Teknologi.Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
kaitan yang erat. Seperti diketahui IPTEK menjadi isi kajian di dalam
pendidikan dengan kata lain pendidikan berperan sangat penting dalam
pewarisan dan pengembangan iptek. Dari sisi lain setiap perkembangan
iptek harus segera diimplementasikan oleh pendidikan yakni dengan
segera memasukkan hasil pengembangan IPTEK ke dalam isi bahan ajar.
Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh cabang-cabang IPTEK
(psikologi, sosiologi, antropologi).Seiring dengan kemajuan IPTEK pada
umumnya ilmu pengetahuan juga berkembang sangat pesat.

6. Landasan Yuridis
Landasan Pendidikan yang terakhir adalah Landasan Yuridis.Sebagai
penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu pelaksanaannya
berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena hakikatnya
pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945
utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31:
1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar pemerintah
wajib membiayainya.
3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketkwaan serta
akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang.
4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.

Landasan Pedagogik 20
5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pentingnya undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan
nasional di samping untuk menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting
sebagai penjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia, juga dapat
dipedomani bagi pennyelenggaran pendidikan secara utuh yang berlaku
untuk seluruh tanah air.
Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi penyelenggaraan
pendidikan namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga
penyelenggaraan pendidikan yang menyimpang, maka dengan landasan
yuridis tersebut dikenakan sanksi. Dalam praktek penyelenggraan
pendidikan tidak sedikit ditemukan penyimpangan.Memang
penyimpangan tersebut tidak begitu langsung tetapi dalam jangka panjang
bahkan dalam skala nasional dapat menimbulkan kerugian bukan hanya
secara material tapi juga spiritual. Penyelenggaraan pendidikan yang
sangat komersial dan instan dapat merusak pendidikan sebagai proses
pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga dalam jangka
panjang menjadikan pendidikan bukan sebagai sarana rekonstruksi sosial
tetapi dekonstruksi sosial. Itulah sebabnya di samping dasar regulasi
sangat penting juga harus pula dilandasi dengan dasar yuridis untuk sanksi.

Landasan Pedagogik 21
BAB III
PEMBAHASAN

A. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Pengembangan Teori


Pendidikan Di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat.
Burhanudin salam (2011: 215) menjelaskan definisi dari implikasi,
Implikasi sebagai suatu akibat langsung atau konsekuensi dari suatu
keputusan. Jadi sesuatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan
atau keputusan.
Menganalisis perihal seberapa besar implikasi suatu landasan pedagogik
terhadap pengembangan teori pendidikan, dapat penulis kategorikan cukup
besar keterlibatan daripada pedagogik dalam pengembangan teori pendidikan
baik di Indonesia maupun di tingkat internasional. Tentunya pada lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1. Pengembangan teori pendidikan di keluarga
Pedagogik merupakan ilmu mendidik anak, hal ini telah menunjukan
bahwa pedagogik berimplikasi terhadap suatu teori pendidikan anak di
dalam keluarga. Keluarga memiliki fungsi, tujuan, juga peran dalam
upaya mendidik anak dalam hal ini ialah orang tua yang memiliki
kewajiban mendidik dan membimbing anak dari buaian sampai liang
lahat. Dalam menjalankan bimbingannya orang tua seyogianya memilki
dasar atau pengetahuan perihal anak, dari karakteristik anak sampai
dengan metode pembelajaran apa yang tepat dan dalam mengupayakan
hal ini maka diperlukannya suatu teori-teori sebagai dasar atau landasan
dalam pengaplikasiannya.
2. Pengembangan teori pendidikan di sekolah
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang formal, dimana
dalam lembaga tersebut disusun secara sistemastis dan berlandaskan tata
tertib. Pedagogik atau ilmu mendidik anak berimplikasi terhadap berbagai
pengembangan teori dalam pendidikan di sekolah. Misalkan dalam suatu
penyususnan kurikulum ketika proses penyusunan tersebut tentunya
melalui analisis yang dalam terhadap kondisi tiap satuan pendidikan di
suatu daerah. Karena agar sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh

Landasan Pedagogik 22
masing-masing anak dalam suatu daerah tersebut, dengan memperhatikan
beberapa komponen. Maka , hal ini membuktikan bahwa implikasi dari
pedagogik terhadap teori pendidikan di sekolah telah memiliki hubungan
kesalingan yang baik.
Sekolah memang sebuah lembaga formal, akan tetapi dibalik
keformalitasannya tersebut jangan sampai mengurangi makna pendidikan
yakni membantu anak menuju kedewasaan. Dan tidak melenceng dari
tujuan pendidikan yakni memanusiakan manusia.
3. Pengembangan teori pendidikan di masyarakat
Masyarakat merupakan salah satu lingkungan dimana setiap individu
mendapatkan pendidikan di dalamnya. Pendidikan di sini sering dimaksud
dengan pendidikan non-formal, dimana memiliki karakteristik salah
satunya ialah memiki tujuan yang akan lebih mengembangkan tentang
hal-hal yang praktis. Masyarakat pula merupakan tempat berlangsungnya
pendidikan bagi anak. Akan tetapi, di dalam masyarakat juga terdapat
potensi yang dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi
pendidikan anak. Seyogianya dalam upaya meminimalisir dampak negatif
dari masyarakat, maka keterlibatan warga masyarakat sangat diperlukan
dengan tujuan agar anak dapat mempeoroleh pendidikan yang baik.
Maka dari uraian di atas tersebut, yang merupakan implikasi dari
pedagogik terhadap perkembangan teori di masyarakat ialah, ketika dalam
suatu masyarakat tersebut meyakini suatu teori yang dijadikan dasar
dalam mendidik dan ketika dalam memberikan bimbingan tidak sejalan
teori yang dianutnya maka langkah berikutnya ialah memikirkan teori-
teori berikutnya.

B. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Praktek Pendidikan Di


Sekolah, Keluarga dan Masyarakat.
Berdasarkan kajian teori sebelumnya perihal konsep dari pedagogi dan
pedagogik. Pedagogi merupakan praktek pendidikan anak sedangkan
pedagogik ialah ilmu pendidikan anak. Maknanya ialah pedagogi menunjukan
suatu praktek atau merupakan suatu praktek mendidik anak. Sedangkan

Landasan Pedagogik 23
pedagogik merupakan suatu sistem teori mengenai pendidikan anak. Akan
tetapi pada realita di lapangan menunjukan bahwa terkadang apa yang telah
terumuskan sebagai sistem teori pendidikan, tidak selalu berbanding lurus
dengan penerapannya. Karena terkadang ketika suatu teori berhasil diterapkan
di suatu lingkungan, belum tentu dilingkungan lainnya akan mendapatkan
hasil yang sama.
Penerapan dilingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat tentunya akan
memiliki dasar atau sistem teori yang berbeda. Karena lingkungan tersebut
berbeda, tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dan pada aspek
lainnya juga berbeda. Maka dari itu pedagogik sangat besar keterlibatannya
dalam praktik pendidikan, meskipun terkadang suatu teori tersebut tidak
sesuai atau tidak cocok ketika diterapkan di lapangan. Akan tetapi, ensensi
dari suatu teori ialah dijadikan suatu landasan atau dasar berpijak dalam
pengaplikasian di lapangan, terlepas dari tepat tidaknya suatu teori tersebut.
Pada hakikatnya suatu teori tidak terlepas dari praktek, sebab dibalik suatu
praktek selalu terdapat pikiran yang teoritis. Teori bersumber dan dibangun
atas dasar praktek, begitu sebaliknya bahwa suatu praktek akan lebih
sempurna apabila didasari oleh suatu teori.
Dalam lingkungan sekolah, keluarga , ataupun di masyarakat, pentingnya
kita memahami akan karakteristik lingkungan pendidikan. Hal ini merupakan
salah satu kajian daripada pedagodik, dengan memahami berbagai macam
karakteristik lingkungan berimplikasi terhadap praktik pendidikan yang
selaras, serasi, dan sesuai dengan tujuan pendidikan. Agar kelak manusia
yang terdidik akan menjadi manusia yang bermoral dan berakhlakul karimah.

C. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Landasan Pendidikan


Keguruan dan Tenaga Kependidikan Secara Nasional.
1. Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan
guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak.
Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya
menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua
penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.

Landasan Pedagogik 24
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya,
seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta
tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain.
Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan
seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus
dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik
tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih
abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional
serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan
tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara
pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan
sendirinya melihatnya dalm perspektif yang lebih luas dari pada sekedar
pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan
hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya
adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan
subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada
“penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek
didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang
lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum
dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah
diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan
subjek didikakan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang
berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan
penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan
pembudayaan manusia.

2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan


Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita
belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan.Hal ini
tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk
menyusunnya. Bahkan salah satu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan

Landasan Pedagogik 25
sebagiamana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum
berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan
pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah
pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Hal tersebut dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan
bahwa belum ada diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru
itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi
praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak
menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang
(atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih
pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ;
ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru
dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan
sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada
perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-
jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas
memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di
implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan
sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif
adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta
mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan
yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks
pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang
dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari
tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian
ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat.
Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretif,
normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian
dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi
yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program
yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud

Landasan Pedagogik 26
merupakan batu ujian didalam menilai perancang dan implementasi program,
maupun didalam “mempertahankan” program dari penyimpngan-
penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.

D. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Landasan Pendidikan


Keguruan dan Tenaga Kependidikan Internasional.
Pada prinsipnya sama antara pendidikan di tingkat nasional dan
internasional, yakni memiliki maksud dan tujuan yang sama. Dimana sama-
sama memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia, yakni membimbing
manusia menuju kedewasaan tanpa merampas daripada karakteristik anak.
Menganlisa tentang implikasi pedagogik terhadap landasan pendidikan
keguruan di internasional pada hakikatnya sama, pendidikan keguruan di
tingkat internasional juga memiliki landasan filosofis, sosiologis, psikologis,
kultural, dll.
Pertanyaannya mengapa pendidikan yang bertaraf internasional dirasa
lebih maju dibandingkan dengan pendidikan ditingkat nasional. Berkenaan
dengan hal ini maka penulis kembalikan kepada konsep dari pedagogi dan
pedagogik. Pedagogi dan pedagogik merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, karena memiliki hubungan yang saling
membutuhkan, yakni ketika melaksanakan suatu praktik pendidikan tentunya
kita harus memiliki dasar atau teori yang mendasari. Akan tetapi penulis
menganalisa ketika suatu teori diterapkan di suatu negara misal Finlandia
apakah kemungkinan besar dapat berhasil ketika diterapkan di Indonesia.
Akan tetapi, penulis lebih menarik kesimpulan bahwa maju atau tidaknya
suatu pendidikan tentunya adanya korrdinasi yang baik antar berbagai aspek.
Guru atau tenaga kependidikan merupakan komponen penting dalam
kemajuan pendidikan. Misalkan ; Guru-guru di Finlandia untuk sekolah dasar
harus sudah bersertifikasi S2 (Magister). Sedangkan di Indonesia, masih S1
bahkan ada yang latar belakang pendidikannya tidak sesuai dengan
pendidikan di sekolah dasar. Finlandia mungkin saat ini pendidikan masih
nomer satu di dunia, namun penulis menganalisa juga bahwa Finlandia hanya
memiliki warga seikitar 5 juta jiwa mendiami lebih dari 330.000 km 2,
sehingga sekolah dibebaskan biaya. Dengan kondisi seperti ini juga akan

Landasan Pedagogik 27
mempengaruhi akan kemajuan pendidikan. Namun , hal terpenting saat ini
yang saharusnya dilakukan ialah dengan mengoptimalkan keprofesionalan
guru dalam mendidik meskipun dengan segala keterbatasan. Insya Alloh
dengan usaha yang optimal dengan disertai doa, semoga pendidikan di
Indonesia lebih baik lagi.

Landasan Pedagogik 28
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis menarik kesimpulan bahwa pedagogi merupakan praktek pendidikan
anak sedangkan pedagogik ialah ilmu pendidikan anak. Maknanya ialah
pedagogi menunjukan suatu praktek atau merupakan suatu praktek mendidik
anak. Sedangkan pedagogik merupakan suatu sistem teori mengenai
pendidikan anak. Akan tetapi pada realita di lapangan menunjukan bahwa
terkadang apa yang telah terumuskan sebagai sistem teori pendidikan, tidak
selalu berbanding lurus dengan penerapannya. Karena terkadang ketika suatu
teori berhasil diterapkan di suatu lingkungan, belum tentu dilingkungan
lainnya akan mendapatkan hasil yang sama.
Implikasi pedagogik terhadap landasan pendidikan keguruan ialah ketika
seseorang memahami tentang ilmu mendidik anak khususnya pada
pendidikan keguruan , maka tepatlah keterlibatan pedagogik. Sedangkan
terhadap tenaga kependidikan (guru) sangat tepat ketika seorang guru
memahami akan pedagodik sehingga guru akan mampu mendidik sesuai
dengan karakteristik anak. Baik secara nasional maupun internasional
hakikatnya memiliki landasan yang sama, yang membedakan ialah kondisi
dan keprofesionalan pendidik.
B. Saran
1. Salah satu cara untuk meningkatkan profesionalitas guru adalah dengan
membuat model pembelajaran yang memberikan keberhasilan luas pada
suatu pembelajaran.
2. Dalam mengupayakan pendidikan anak seyogianya ada kerjasama antara
guru di sekolah, orang tua di keluarga, dan masyarakat agar pendidikan
anak dapat optimal.
3. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah di kemudian hari.

Landasan Pedagogik 29
DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah. 2008. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo


Persada.

Madyo Ekosusilo dan R.B. Kasihadi. Dasar-dasar Pendidikan. Semarang: Effhar


Publising.

Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta :


Kencana Prenada Media Group.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Yakarta : Rineka Cipta.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi


Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Rubino Rubiyanto, dkk (2003). Landasan Pendidikan. Muhammadiyah University


Press, 2003.

Sadulloh, Uyoh. 2007. Filsafat Pendidikan. Bandung : Cipta Utama.

Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994.Teknologi Pembelajaran Definis dan


Kawasannya.Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Sukardjo, M. dan Komarudin. 2009. Landasan Pendidikan konsep dan


aplikasinya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. 2014. Pedagogik Teoritis Sistematis. Bandung :


Percikan Ilmu.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. tentang Sistem


Pendidikan Nasional.

Bahri, Syamsul. 2007. Landasan Pendidikan.


http://www.wordpress.com/syamsulbolg.html. diakses tanggal 22 Maret
2007.

Nurmida, Andini. 2012. Konsep Dasar Pedagogik.


http://bukanmilikandini.blogspot.com/2012/11/konsep-dasar-
pedagogik.html . diakses 11/02/2015.

PTS Online. 2007. Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan.


http://www.pts.co.id/filsafat.asp. diakses tanggal 22 Maret 2007.

Landasan Pedagogik 30
Sulastri. 2012. Sekilas Mengenal Pedagogik.
http://allamandakathriya.blogspot.com/2012/04/sekilas-mengenal-
pedagogik.html . diakses 11/02/2015.

Landasan Pedagogik 31

Anda mungkin juga menyukai