Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah “Pedagogik Olahraga” ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas ini tidak terlepas dari kekurangan,
Oleh karena itu mohon kiranya kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya
membangun guna kesempurnaan penyusunan tugas ini lebih lanjut.

Padang, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan .......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 6
A. Pengertian kurikulum ................................................................................... 6
B. Problematika penjasorkes ditingkat SD dalam Kurikulum 2013 ................. 6
C. Masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran di Indonesia .................... 14
1. Kurikulum indonesia terlalu komplek .................................................... 14
2. Seringnya berganti nama......................................................................... 15
3. Kurang lengkapnya sarana dan prasarana ............................................... 15
4. Kurangnya pemerataan pendidikan......................................................... 16
5. Kurangnya partisipasi siswa ................................................................... 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19
A. Kesimpulan ................................................................................................ 19
B. Saran ........................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu cara atau jalan untuk maju

berkembang menjadi individu yang lebih baik, dari segi jiwa, raga,

intelijensi, kepekaan, estetika, tangung jawab, dan nilai-nilai spiritual.

Melalui pendidikan, setiap orang hendaknya dapat diberdayakan untuk

berpikir mandiri dan kritis.

Pendidikan yang berkualitas dengan keberadaan guru yang

berkualitas merupakan syarat mutlak karena proses pendidikan di sekolah

terletak ditangan seorang guru, mulai dari pelaksanaan pembelajaran,

penguasaan materi, komunikasi yang dilakukan dengan peserta didik dan

mengelola pembelajaran.

Kualifikasi akademik yang harus dimiliki guru adalah sarjana atau

diploma empat dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang

tugas seperti yang tercantum pada UU No 14 tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen pasal 7 dan pasal 8. Menjadi guru profesional tidak hanya

ditandai dengan memiliki sertifikat pendidik saja, melainkan juga

memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Kompetensi profesional yang harus dimiliki guru matapelajaran guru

pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan adalah memiliki pengetahuan

1
2

dan keterampilan dalam bidang olahraga sebagai bekal pengetahuan untuk

membelajarkan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan disekolah.

Guru-guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan juga

mendidik dan membentuk karakter siswa. Penjasorkes sebagai komponen

pendidikan secara keseluruhan telah disadari oleh banyak kalangan.

Namun, dalam pelaksanaannya pengajaran penjasorkes berjalan belum

efektif seperti yang diharapkan.

Pembelajaran penjasorkes cenderung tradisional. Model

pembelajaran Penjasorkes tidak harus terpusat pada guru tetap pada siswa.

Orientasi pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan anak, isi

dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga

menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya

mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi pada perkembangan

pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar Penjasorkes dan model pengajaran

Penjasorkes yang efektif perlu dipahami oleh mereka yang hendak

mengajar penjasorkes. Pengertian penjasorkes sering dikaburkan dengan

konsep lain.

Konsep itu menyamakan Penjasorkes dengan setiap usaha atau

kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia

(body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik

(physical activities), dan pengembangan keterampilan (skill

development).
3

Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan

menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya. Walaupun

memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun

karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak

mengandung unsur-unsur pedagogik.

Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas

pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam

konteks pendidikan secara umum (general education). Sudah barang tentu

proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi

sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Bagaimanakah definisi pendidikan yang kita anut? Adanya perbedaan

pengertian itu pendidikan jasmani dengan istilah-istilah lain seperti gerak

badan, aktivitas fisik, kesegaran jasmani, dan olahraga hendaknya tidak

menimbulkan polemik yang menyesatkan.

Perbedaan pendapat itu sesuatu yang wajar, yang terpenting

seseorang harus melakukan pembatasan pengertian yang dianut secara

jelas dan konsisten apabila membicarakan atau menuliskan berbagai

istilah itu sehingga tidak rancu.

Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang

sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar

dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh

pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan


4

keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian

yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas

berdasarkan Pancasila. Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani

dibedakan dengan olahraga. Dalam arti sempit olahraga diidentikkan

sebagai gerak badan.

Olahraga ditilik dari asal katanya dari bahasa jawa olah yang

berarti melatih diri dan rogo (raga) berarti badan. Secara luas olahraga

dapat diartikan sebagai segala kegiatan atau usaha untuk mendorong,

membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan-kekuatan

jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia.

Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan

atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina

potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan

atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/

pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh

rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan

manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan pancasila.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses

pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani dan direncanakan

secara sistematik bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik,

neuromoskuler, perseptual, kognitif, sosial dan emosional.


5

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Problematika penjasorkes ditingkat SD dalam Kurikulum 2013 ?

2. Masalah kurikulum dan pembelajaran di Indonesia ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui problematika penjasorkes ditingkat SD dalam Kurikulum

2013.

2. Untuk mengetahui masalah kurikulum dan pembelajaran di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah segala sesuatu yang dijalankan, dilaksanakan,

direncanakan, diajukan dan diawasi pelaksanaannya yang bertujuan untuk

memberikan pengetahuan, perkembangan siswa agar mampu ikut andil dalam

masyarakat dan berguna bagi masyarakat, juga akan berguna masa depannya

kelak. Kurikulum berarti suatu program pendidikan yang berisikan berbagai

bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan

dirancangkan secara sistematika atas dasar norma-norma yang berlaku dan

dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi pendidik untuk mencapai

tujuan pendidikan

B. Problematika penjasorkes ditingkat SD dalam Kurikulum 2013


Permasalahan utama yang dihadapi pendidikan jasmani saat ini adalah

terjadinya perubahan nilai-nilai budaya. Perubahan dimaksud berupa kultur

gerak yakni terjadi perubahan kebiasaan aktif bergerak menjadi kebiasaan

kurang gerak atau bahkan fenomena gaya hidup diam. Pergeseran gaya hidup

itu, dipicu oleh aneka kemudahan dalam kehidupan sehari-hari yang di dukung

oleh perubahan taraf hidup, penggunaan teknologi komunikasi dan transportasi

serba otomatis sehingga di kalangan anak-anak yang fitrahnya sebagai mahluk

bermain (homo luden) sangat berkurang dan cenderung menghilangkan

aktivitas fisik dalam berbagai kegiatannya.

6
7

Dalam kehidupan sehari-hari banyak anak-anak menghabiskan waktu

menyaksikan program televisi, video, menggunakan internet seperti facebook

dan lain sebagainya. Pergi ke sekolah atau ke kampus menggunakan kendaraan

sebagai alat transportasi. Para pengunjung toko swalayan lebih banyak

menggunakan lift dan tangga berjalan (escalator) ketimbang naik menggunakan

tangga dengan pertimbangan mereka lebih cepat, nyaman dan menghemat

tenaga. Dalam kaitannya tentang problematika yang terjadi di ruang lingkup

pendidikan sekolah dasar, makalah ini akan mengkaji apa saja problematika

yang terjadi di sekolah dasar. Sehingga kita bisa mengetahui kondisi

pelaksanaan pendidikan jasmani saat ini.

Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah jelas dikatakan disana

“sehat” dan sehat ini tidak ada bidang ilmu lain yang mempelajari dan

membentuk anak selain melalui aktifitas jasmani. Maka dari itu harapan kita

mempunyai konsep untuk merubah, memperbaiki, serta memberikan solusi

mengenai masalah-masalah yang terjadi.

Berikut akan disajikan beberapa kajian problematika pelaksanaan

pendidikan jasmani di sekolah dasar yang akan dikaji dari tiga aspek mulai dari

siystem, Implementer, dan Subjek Implementer. Berikut akan disajikan topik

pembahasan dibawah ini:

Kajian dalam bidang system, merupakan sebuah kajian problematika

pendidikan jasmani di sekolah dasar dalam ruang lingkup sistem yang sudah

ada atau ditetapkan. Maka dari itu kajian ini akan terbatas membahas mengenai
8

sistem dalam pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah dasar, diantaranya:

Hal ini dapat ditinjau dari materi pembelajaran pendidikan jasmani yang

dilakukan oleh guru. Guru sering memaksakan anak untuk melakukan aktivitas

fisik, yang tugas geraknya terlalu berat tidak sesuai dengan kemampuan

fisiknya. Perilaku guru semacam ini, melanggar prinsip developmentally

appropriate practice (DAP).

Keadaan ini diperparah lagi oleh paham dan keyakinan guru yang

berpegang teguh bahwa penguasaan keterampilan olahraga merupakan tujuan

utama dari pendidikan jasmani. Jumlah sajian standart isi dalam kurikulum

pendidikan jasmani yang sangat banyak sehingga fokus pembentukan motor

skill tidak kompleks, karena hanya diberikan setengah setengah. Padahal bila

kita melihat dalam Standart Nasional Pendidikan pasal 17 disana dijelaskan

bahwa ”kurikulum dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi

daerah, /karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan peserta

didik. Jadi bila guru memahami hal ini guru bisa menyajikan sajian

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak dan daerah.

Performan atlet Indonesia dalam event olahraga internasional seperti

ASIAN Games, SEA Games, atau dalam PON dan PORDA akhir-akhir ini

sangat mengecewakan. Rendahnya prestasi olahraga seperti ini, merupakan

cerminan ketidakberhasilan pembibitan melalui pendidikan jasmani sejak usia

SD. Walaupun disadari pendidikan jasmani tidak bertujuan menciptakan

prestasi, tetapi misi utamanya berkontribusi terhadap pembentukan


9

keterampilan dasar berolahraga. Keadaan ini diperparah lagi oleh sikap

stakeholder mengabaikan arti pentingnya pendidikan jasmani di sekolah-

sekolah. Seperti pemberian tugas guru yang tidak berlatar belakang pendidikan

jasmani untuk mengajar.

Kejadian ini apabila dibiarkan terus menerus, maka tidak akan berhasil

meletakkan dasar yang kuat bagi olahraga prestasi di tingkat Nasional. Hal ini

dikuatkan dalam Undangundang Republik Indonesia nomor 3 tentang Sistem

Keolahragaan Nasional Pasal 18 Ayat (1) Istilah olahraga pendidikan sama

dengan pendidikan jasmani dan olahraga dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan. Keduanya dapat digunakan secara saling melengkapi untuk

kepentingan pendidikan. Sarana dan prasarana, ibarat seorang ibu akan

memasak tentunya, yang harus dipunyai adalah peralatan masak, kemudian

menyiapkan bahan bahan yang diperlukan untuk memasak, nah barulah seorang

ibu mulai memasak dari step awal hingga makanan ini matang.

Begitu juga seorang guru pendidikan jasmani ketika kita mengajar mata

pelajaran yang notabene merupakan olah raga, dan juga olah rasa, dan olah

pikir harus mempunyai sarana dan prasarana pendukung untuk melakukan

aktifitas jasmani. Kebanyakan guru pendidikan jasmani di sekolah dasar yang

tidak mempunyai sarana dan prasarana mendukung harus memutar otak dan

berfikir mendalam untuk menyajikan sebuah mata pelajaran yang bisa

mengembangkan anak biar bergerak, seperti halnya jalan jalan, di lingkungan

sekolah, menuju lapangan yang jarak sekolah dan lapangan membutuhkan


10

waktu yang cukup. Padahal setidaknya lahan dan sarpras harus memadai

dengan jumlah peserta didik.

Hal ini dikuatkan dalam Standart Nasioanal Pendidikan Pasal 42 ayat 2

dijelaskan bahwa setiap satuan pendidikan wajib mempunyai tempat

berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan

ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang

teratur dan berkelanjutan.

Kajian dalam bidang Implementer, merupakan sebuah kajian

problematika pendidikan jasmani di sekolah dasar dalam ruang lingkup

pelaksana yaitu guru. Maka dari itu kajian ini akan terbatas membahas

mengenai steakholder dalam pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah dasar,

diantaranya:

Kualitas Pendidikan jasmani saat ini terbilang menyedihkan dan bahkan

sering dilecehkan. Hal ini diungkapkan Balitbang Diknas (2008:10) dalam

Kahri yang menyatakan ‘menjelang ujian akhir di beberapa sekolah,

pendidikan jasmani sering tidak dilaksanakan dengan alasan agar para anak

tidak terganggu’. Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Aip Syarifuddin

(2002) dalam Balitbang Diknas, (2008:9) yaitu ‘kualitas guru pendidikan

jasmani di beberapa sekolah pada umumnya kurang memadai, mereka kurang

mampu melaksanakan tugasnya secara professional’. Kondisi saat ini

menunjukkan banyak guru, ketika membuka pelajaran, menyuruh anak hanya

senam dan lari sebagai bentuk pemanasan.


11

Kemudian teknik dasar yang diberikan dalam suasana tegang, karena guru

pendidikan jasmani dianalogikan sebagai penegak kedisiplinan dan kekerasan

di sekolah. Terkadang anak disuruh melakukan bermain, sementara dia duduk

di bawah pohon sambil memegang peluit. Peristiwa ini telah berlangsung dari

waktu ke waktu sehingga tidak terpikir olehnya untuk menciptakan strategi

pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 disana

jelas dituliskan bahawa seorang guru harus mempunyai empat kompetensi

yaitu: Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, Profesional. Dan seringkali

kita jumpai bahawa guru sukwan masih berstatus mahasiswa/ belum lulus,

padahal didalam SNP pasal 28, 29 dijelaskan tingkat pendidikan minimal

pendidik untuk sekolah dasar atau MI adalah D4 atau S1. Guru yang tidak

memahami bidang ilmu perkembangan motorik anak berpangkal akibat ketidak

pahaman guru tentang hakikat tubuh anak yang sesungguhnya berbeda dengan

fisik orang dewasa.

Keadaan ini diperparah lagi adanya perilaku guru cenderung malas dan

kurang mencintai tugas itu dengan sepenuh hati, sehingga dalam memberikan

tugas geraknya melanggar prinsip developmentally appropriate practice (DAP),

yakni tidak memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kepada

anak diberikan tugas gerak melebihi dari kemampuan fungsional tubuhnya,

sehingga untuk mempelajari gerakan yang baru (new motor skill) anak-anak

mengalami hambatan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani.


12

Proses pembelajaran terpusat pada guru, perihal ini memiliki beberapa

kelemahan, yakni (a) kurangnya pengembangan dan variasi aktivitas belajar

secara holistik, (b) kurangnya pemahaman dampak kebugaran jasmani dan gaya

hidup sehat, (c) kurangnya pengalaman guru mengintegrasikan aktivitas

pendidikan jasmani dengan bidang lainnya, (d) kurangnya pengembangan aspek

afektif sehingga tidak mampu mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama,

dan kesenangan anak terhadap pendidikan jasmani. (e) kurangnya pemberian

bantuan kepada anak agar mengerti emosi yang dirasakannya pada waktu

melakukan aktivitas pendidikan jasmani, (f) kurangnya kemampuan guru dalam

melaksanakan tugas ajar terlalu sukar yang menyebabkan mereka bosan, atau

frustrasi, (g) kurangnya jumlah waktu aktif belajar.

Kajian dalam bidang Subjek Implementer, merupakan sebuah kajian

problematika pendidikan jasmani di sekolah dasar dalam ruang lingkup Peserta

didik yang menjadi siswa dalam proses pembelajaran . Maka dari itu kajian ini

akan terbatas membahas mengenai peserta didik dalam pelaksanaan pendidikan

jasmani di sekolah dasar, diantaranya:

Rendahnya kebugaran jasmani anak, sekarang ini penyakit jantung tidak

lagi menyerang orang dewasa, tetapi juga menyerang anak-anak dan remaja

sebagai dampak rendahnya kebugaran jasmani di berbagai jenjang pendidikan

di Indonesia. Rendahnya kebugaran jasmani tersebut, terbukti dari hasil survei

yang dilakukan oleh tim pengembang Sport Development Index (Mutohir, dan

Ali Maksum, 2007: 52) dalam Kahri meneliti kebugaran jasmani pelajar di
13

seluruh Indonesia. Hasilnya tidak ada yang baik sekali atau 0 %, katagori baik

hanya 5,66 %, sedang 37,66 %, kurang 45,97 %, dan kurang sekali 10,71 %.

Perihal ini menurut (WHO 2004) apabila dapat dicegah lebih awal, maka akan

mengurangi angka kematian sebesar 2 juta orang atau 5479 orang yang

meninggal dunia akibat penyakit hypokinetik setiap tahunnya.

Menurunnya motivasi anak untuk melakukan aktifitas jasmani, hasil

kajian penulis mendapatkan bukti, bahwa anak jaman sekarang berbeda dengan

kualitas anak 5-10 tahun yang lalu, anak jaman sekarang seringkali mengeluh

bila melakukan aktifitas jasmani di bawah sinar matahari pagi, mudah lelah.

Hal ini diakibatkan salah satunya dari berkembangnya jaman teknologi, anak

sekolah dasar pada era sekarang sudah banyak kesanduan game online.

Akibatnya motivasi untuk melakukan aktivitas jasmani kurang diminati dan

lebih sering anak untuk bermain game. Hal lain yang mendukung adalah faktor

lingkungan bisa dari teman, keluarga yang kurang bisa menjadikan budaya

aktivitas jasmani dalam kegiatan sehari hari.

Kaitannya dengan hal diatas, peran seorang guru penjas yang profesional

merupakan seorang guru yang bisa menanamkan kesenangan aktivitas jasmani

sebagai kebutuhan kepada peserta didiknya. Namun tidak hanya guru peran

orang tua juga sangan membantu dan dibutuhkan untuk mengatasi

permasalahan yang terjadi saat ini.


14

C. Masalah-masalah Kurikulum dan Pembelajaran di Indonesia


Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang

dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap

pembelajaran dan pendidikan Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum :

1. Kurikulum Indonesia Terlalu Komplek


Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang

dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan

siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya.

Ssiswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang

sudah ditargetkan. Hal ini akan mengakibatkan siswa tidak akan memahami

seluruh materi yang diajarkan. Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari

materi dan hanya memahami sepintas tentang materi tersebut. Dampaknya,

pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang mengeluarkan

potensinya, daya saing siswa akan berkurang.

Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya.

Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam

memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target

materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami

kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan

peran guru.
15

2. Seringnya Berganti Nama


Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun,

perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah

konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan

kurikulum Indonesia. Bahkan, pengubahan nama kurikulum mampu dijasikan

sebagai lahan bisnis oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Pengubahan nama kurikulum tentulah memerlukan dana yang cukup

banyak. Apabila diluhat dari sudut pandang ekonomi, alangkah baiknya jika

dana tersebut digunakan untuk bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk

kemajuan pendidikan.

3. Kurang Lengkapnya Sarana dan Prasarana


Berjalannya suatu kurikulum akan sangat bergantung pada sarana dan

prasarana pendidikan yang dimiliki. Sementara, apabila kita terjun langsung ke

tempat, maka akan kita dapati masih banyaknya sekolah yang masih belum

memiliki sarana yang lengkap. Sarana prasarana tersebut seperti laboratorium,

perpustakaan, komputer, dan lain-lain.

Mungkin sekolah-sekolah di perkotaan sudah banyak yang memiliki

sarana dan prasarana tersebut. Namun bagaimana dengan sekolah yang ada di

pedesaan dan daerah-daerah terpencil? Masih jarang sekali kita temui sekolah

di daerah terpencil yang memiliki sarana seadanya.


16

4. Kurangnya Pemerataan Pendidikan


Meninjau mengenai sarana dan prasarana, hal ini berkatan dengan

kurangnya pemerataan yang dilakukan Mendiknas. Selain itu, pemerataan

pendidikan juga ditinjau dari segi Satuan Tingkat Perdidikannya. Hal ini

berkaitan dengan materi yang diajarkan di sekolah pada Tingkat Satuan

Pendidikan tertentu.

Pada tingkat Sekolah Dasar, siswa diajarkan seluruh konsep dasar

seperti membaca, menulis, menghitung dan menggambar. Pada tingkat ini

siswa cenderung hanya diajarkan saja, tida mengena pada pemaknaanya. Pada

tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas, pelajaran

yang diajukan cenderung hanya berkonsep pada tujuan agar anak mampu

mengerjakan soal bukan konsep agar siswa mampu memahami soal.

5. Kurangnya Partisipasi Siswa


Siswa kurang mampu mengeluarkan potensi dan bakatnya. Hal ini

karena siswa cenderung pada ketakutan akan guru karena pengenalan selintas

materi tanpa berusaka mengembangkan materi (pasif). Siswa hanya terpaku

pada materi yang diajarkan oleh guru tanpa adanya rasa ingin berusaha untuk

mengembangkan potensinya.

Ada beberapa 8 masalah yang dihadapi dalam penerapan kurikulum

2013 suka tidak suka mau tidak mau perubahan kurikulum sudah dilaksanakan

dengan beberapa mekanisme yang telah dilakukan, tetapi bisa dibilang banyak

sekali penolakan yang terjadi ketika membahas kurikulum 2013 banyak sekali
17

kendala dan masalah yang dihadapi hal ini semata-mata karena beberapa faktor

yang menjadi masalah besar dalam penerapan kurikulum 2013.

Bahkan beberapa guru menyampaikan "Kurkulum 2012 saja belum

selesai sudah dirubah kurikulum 2013 bagaimana kami guru bisa

memahaminya" penolakan terus datang seiring perkembangan kurikulum 2013

tidak hanya penolakan saja yang terjadi beberapa faktor lain juga menjadi

sebuah ungkapan besar yang datang dari para guru dan murid saat

menyampaikan penerapan kurikulum 2013.

Pemerhati pendidikan dari UNS dikutip dari pemberitaan MentroNews

menyampaikan beberapa hasil penelitian yang dilakukan mengenai penerapan

kurikulum 2013 kurikulum yang disebut sejak 1975 sampai saat ini itu dinilai

kurang optimal "Saya belum lama ini melakukan survei terkait implementasi

kurikulum 2013. Saya menemukan ada delapan masalah yang semuanya itu

terkait langsung dengan para guru," katanya di Kota Surakarta, Jawa Tengah,

Minggu (19/10).

Ada setidaknya 8 masalah yang dihadapi dalam penerapan kurikulum

2013 ini hal ini dikarena beberapa faktor sebagai berikut:

1) Sulitnya mengubah mindset guru

2) Perubahan proses pembelajaran dari teacher centered ke student centered

3) Rendahnya moral spiritual, budaya membaca dan meneliti masih rendah

4) Kurangnya penguasaan IT oleh guru

5) Lemahnya penguasaan bidang administrasi


18

6) Kecenderungan guru yang lebih banyak menekankan aspek kognitif.

Padahal, semestinya guru juga harus memberikan porsi yang sama pada

aspek afektif dan psikomotorik.

7) Masih banyak guru yang belum mau menjadi manusia pembelajar. Padahal,

8) Seorang guru dituntut untuk terus menambah pengetahuan dan memperluas

wawasannya, terlebih setelah diberlakukannya kurikulum 2013.

Pada intinya kurikulum 2013 ini menuntut guru lebih kreatif dan

inovatif dalam proses pengajaran, seperti biasa hal yang baru akan mendapat

penolakan karena sudah nyaman dengan proses pembelajaran yang sudah

dilakukan sebelumnya, selain itu masih banyak sekali sekolah yang belim

menggunakan kurikulum 2013 dengan alasan masih belum mampu, terutama

sekolah yang berada di daerah.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pendidikan jasmani di

sekolah dasar merupakan sebuah kesenjangan yang terjadi yang sebulnya bisa

diperbaiki. Kajian pembahasan yang dikaji dari tiga ranah System, Implementer,

dan Subjek Implementer merupakan kajian penulis dalam membahas

permasalahan yang ada di sekolah dasar.

Fungsi kedudukan pendidikan jasmani sangatlah penting dalam

mewujudkan tujuan pendidikan yaitu: Berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Jelas dikatakan di sana sehat, maka pendidikan jasmani sangatlah penting

kedudukannya, sehingga problematika yang terjadi harus dikaji ulang agar

terbentuk suatu solusi dalam mengatasinya dan harapan kedepan pendidikan

jasmani mampu menyumbangkan bidang ilmu keolahragaan dalam masyarakat.

Keberadaan guru yang berkualitas merupakan hal penting untuk pelaksanaan

pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Guru diharapkan

mampu menyajikan proses pembelajaran pada keterampilan berolahraga dan

memiliki efek membentuk, mewarnai kepribadian, dan moral siswa dan

19
20

perkembangan peserta didik, baik itu perkembangan minat, bakat,

kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik.

Guru profesional dari segi kompetensi dipersyaratkan cukup kompeten

dalam hal kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,

dan kompetensi profesional. Masalah terkait kompetensi guru dapat diatasi

dengan UKG (Uji Kompetensi Guru), sertifikasi guru, serta pengadaan pelatihan

atau workshop untuk guru.

B. Saran
Besar harapan penulis kiranya makalah Penjasorkes dan Problematika di

tingkat SD dalam Kurikulum 2013 ini bisa dibaca dipelajari dan bisa membantu

kita mahasiswa untuk mengerti problematika pelaksanaan pendidikan jamani di

sekolah dasar, sehingga kita sebagai calon pendidik mempunyai pondasi yang

baik serta kemampuan akademik yang mumpuni sehingga menjadi tenaga

pendidik profesional dan menambah pengetahuan bagi seluruh mahasiswa

Pascasarjana Prodi Pendidikan Olahraga. Dan besar harapan penulis agar karya

ini dapat dirujuk serta tak lepas dari kritik dan saran untuk penyempurnaan karya

ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abe. 2009. Gambaran Pelaksanaan Pendidikan Jasmani. (online),


(https://ahmesabe.wordpress.com/gambaran-pelaksanaan-pendidikanjasmani/).
Asim. 2013. Gaya Mengajar Pendidikan Jasmani (Muska Mosston dan Sara
Ashworth). Malang: Wineka Media.
Kahri, M. 2013. Masalah Pendidikan Jasmani saat ini. Banjarbaru, (online),
(http://marufulkahri.blogspot.co.id/2013/09/masalah-pendidikan-jasmanisaat-
ini.html)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. (Online),
(http://www.kemendagri.go.id), diakses 2 Mei 2019.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan


Dosen.
Undang-undang republik indonesia Nomor 3 tahun 2005 Tentang Sistem
keolahragaan nasional.
Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. (Online),
(http://www.kemendagri.go.id), diakses 2 Mei 2019.

Wahyudi, Imam. 2012. Mengejar Profesionalisme Guru: Strategi Praktis


Mewujudkan Citra Guru Profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka.

21

Anda mungkin juga menyukai