PRAKTIKUM IV : HUBUNGAN RUTE PEMBERIAN OBAT DENGAN
BIOAVAILABILITAS OBAT
Kadek Santi Dwi Paramita
Kelompok II 171200207 A2C FARMASI KLINIS
Hari, tanggal praktikum : Senin, 15 April 2019
Dosen Pengampu : Dewa Ayu Putu Satrya Dewi,S.Farm.,M.Sc.,Apt
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI DENPASAR 2019 PRAKTIKUM IV
HUBUNGAN RUTE PEMBERIAN OBAT DENGAN BIOAVAILABILITAS
OBAT
I. TUJUAN PRAKTIKUM Mengetahui prinsip rute pemberian obat dengan bioavailabilatas obat.
II. DASAR TEORI
Farmakokine tika adalah ilmu dari kinetika absorbsi, distribusi dan eliminasi (yakni ekskresi dan metabolisme) obat. Deskripsi distribusi dan eliminasi obat sering disebut disposisi obat. Karakterisasi disposisi obat merupakan suatu persyaratan pentinguntuk penentuan atau modifikasi aturan pendosisan untuk individual (Shargel, 2012). Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (Ganiswara, 2007). Mekanisme interaksi obat secara umum dibagi menjadi interaksi farmakokinetika dan farmakodinamika. Beberapa jenis obat belum diketahui mekanisme interaksinya secara tepat (unknown). Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau eksresi obat kedua sehingga kadar plasma kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektifitas obat tersebut (Ganiswara, 2007). Parasetamol merupakan derivat para aminofenol yang memiliki aktivitasanalgesik dan antipiretik, serta anti-inflamasi lemah. Parasetamol dapat diberikan per oral dan per rektal untuk mengatasi keluhan nyeri ringan hingga sedang, serta demam. Parasetamol umumnya digunakan sebagai analgesik dan antipiretik, tetapi tidak untuk antiradang. Umumnya dianggap sebagai antinyeri yang paling aman untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sebagai analgesic parasetamol bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang rasa sakit. Sebagaiantipiretik, parasetamol diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas dihipotalamus (Rusdiana T, 2003).
Parasetamol siap diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dengan
konsentrasi puncak plasma mencapai sekitar 10-60 menit dengan dosis per oral. Parasetamol didistribusikan ke hampir semua jaringan tubuh. Melewati plasenta, dan mengalir melalui air susu. Ikatan protein plasma dapat diabaikan pada konsentrasi terapeutik normal, namun dapat meningka tdengan peningkatan konsentrasi. Waktu paruh eliminasi dari parasetamol bervariasi antara 1 hingga 3 jam. Parasetamol dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urin sebagai glukoronide dan sulfat konjugasi. Kurang dari 5% diekskresi sebagai parasetamol. Eliminasi terjadi kira-kira 1-4 jam (Rusdiana T, 2003) Fenilpropanolamin hidroklorida adalahsenyawa yang termasuk dalam obatsimpatomimetis yang secara struktur berkaitan dengan efedrin hidroklorida. Nama kimia dari Fenilpropanolaminhidroklorida (dl- norefedrin) adalah α-(1-aminoetil) benzyl alkohol hidrokloridaatau 1-fenil- 1-amino-1-propanolhidroklorida. Senyawa ini mempunyai berat molekul 187,67 g/mol. fenilpropanolaminhidroklorida memiliki waktu paruheliminasi antara 3–6 jam.(Rusdiana T, 2003). Suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, apa bila obat tersebut melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membrane sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel, 1998). Secara praktis, makna klinik dari parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tetapan kecepatan absorpsi (Ka) Tetapan kecepatan absorpsi menggambarkan kecepatan absorpsi, yakni masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari tempat absorpsinya. Bila terjadi hambatan dalam proses absorpsi, akan didapatkan nilai Ka yang lebihkecil. Satuan dari parameter ini adalah fraksi persatuan waktu (jam‾¹ atau menit‾¹). 2. Waktu mencapai kadar puncak (tmax) Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari mundurnya/memanjangnya tmax. 3. Kadar puncak (Cmax) Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah, serum, plasma. Cmax ini umumnya juga digunakan sebagai tolak ukur, apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal. 4. Tetapan kecepatan eliminasi (Kel) Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah proses-proses kinetik mencapai keseimbangan. Nilai ini menggambarkan proses eliminasi, walaupun perlu diingat bahwa pada waktu itu mungkin proses absorpsi dan distribusi masih berlangsung. 5. Waktu paruh eliminasi (T1/2) Waktu paruh eliminasi adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik berkurang menjadi separuhnya. Rumusnya adalah 0,693/ Kel dengan satuan waktu (jam‾¹). 6. AUC (Area Under Curva) Nilai AUC (Area Under Curva) dapat dihitung pada berbagai periode pengamatan, sesuai kebutuhan. nilai ini menggambarkan derajad absorpsi, yakni berapa banyak obat diabsorpsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Bila intensitas efek obat sangat erat kaitannya dengan kadar, secara tidak langsung nilai ini juga akan menggambarkan durasi dan intensitas efek obat () A. Model Farmakokinetika Peroral 1. Model absorpsi orde kesatu Pada model ini, obat didalam saluran cerna Dgi diabsorpsi secara sistemik pada suatu tetapan laju reaksi K0. Obat dieliminasi dari tubuh dengan menggunakan orde kesatu. Model ini analog dengan pemberian obat secara infus intravena (Tjay dan Rahardja, 2002).
Gambar 1. 1 Model Farmakokinetik Kompartemen-Satu
untuk Absorpsi Obat Orde Kesatu
Laju eliminasi pada setiap waktu, dengan proses orde kesatu
adalah sama dengan DbK dengan laju masukan adalah K0. Oleh karena itu, perubahan per satuan waktu didalam tubuh dapat dinyatakan dengan: 𝑑𝐷𝑏 = 𝐾0 − 𝐾𝐷𝑏 𝐷𝑡 (Tjay dan Rahardja, 2002).
Integrasi dari persamaan ini dengan subtitusi VdCp untuk Db:
Laju absorpsi obat merupakan suatu konstan dan akan berlanjut
sampai jumlah obat didalam dinding usus habis. Waktu dimana absorpsi obat berlangsung sama dengan Dgi/K0. Konsentrasi obat didalam plasma akan menurun menurut suatu proses laju eliminasi orde kesatu (Shargel, 2012). 2. Model Absorpsi Orde Kesatu Model ini menganggap bahwa obat yang masuk termasuk ke dalam orde kesatu dan eliminasi juga termasuk kedalam orde kesatu. Persamaan yang menggambarkan laju perubahan obat didalam tubuh adalah: 𝑑𝐷𝑏 = 𝐹 𝑥 𝐾𝑎 𝑥 𝐷𝑔𝑖 − 𝐾𝐷𝑏 𝑑𝑡 (Shargel, 2005).
F merupakan fraksi obat terabsorpsi secara sistemik. Maka
dari itu obat didalam saluran cerna dapat mengikuti suatu proses penentuan orde kesatu atau absorpsi yang melintasi dinding saluran cerna. Jumlah obat didalam saluran cerna sama dengan D0e – Kat 𝑑𝐷𝑏 = 𝐹 𝑥 𝐾𝑎 𝑥 𝐷0𝑒 −𝑘𝑎.𝑡 − 𝐾𝐷𝑏 𝑑𝑡 (Shargel, 2005).
Persamaan ini dapat diintegrasikan untuk memberikan
persamaan absorpsi oral secara umum, untuk perhitungan konsentrasi obat (Cp) dalam plasma pada setiap waktu: 𝐹 𝐾𝑎 𝐷0 𝐶𝑝 = (𝑒 −𝑘.𝑡 − 𝑒 −𝑘𝑎.𝑡 ) 𝑉𝑑 (𝐾𝑎 − 𝐾)
Gambar 2. Jenis Kurva Kadar dalam Plasma-waktu
untuk Obat yang diberikan secara Dosis Tunggal (Shargel, 2005). III. ALAT DAN BAHAN 3.1 ALAT 1. Kalkulator scientific 2. Laptop 3. Kertas semilogaritmik 4. Alat tulis 5. Penggaris 3.2 BAHAN 1. Text book
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gunawan, G.S. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia.
Shargel, L. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Universitas
Airlangga: Surabaya.
Shargel, L. dan Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya
: Airlangga University Press. Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat – Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek – Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo.