Anda di halaman 1dari 11

Metode Penelitian Bahasa

“TEMA PATRIOTISME DALAM PUISI BITHAQAH HAWIYAH


KARYA MAHMOUD DARWISH”
Sebagai syarat memenuhi Tugas Metode Penelitian Bahasa

Dosen Pengampu :
Dr. Asep Abbas Abdullah, M.Pd

Penyusun :
Lisa Safitri A01216031 / 6E

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2018/2019
A. LATAR BELAKANG
Mahmoud Darwish lahir pada 13 Maret 1941 di tanah kelahiran sebuah keluarga
muslim Sunni di desa Birwa, sebuah desa yang terletak antara Acre di bagian timur dan
Galilee di bagian Barat, Palestina. Ia anak kedua dari pasangan Salim dan Houreyyah
Darwish.1 Pada saat Mahmoud Darwish berumur 6 tahun, kampung itu di bumihanguskan
tentara israel. Darwish dan keluarganya melarikan diri ke Lebanon. Tahun berikutnya, ketika
mereka kembali ke tanah yang telah didudukinya, mereka mendapati kampung lamanya telah
dilenyapkan. Mereka kemudian pindah dan tinggal di Deir al-Assad. Tidak ada buku di
rumah Darwish dan perkenalan pertamanya dengan puisi adalah dengan perantara para
penyanyi-pengembara yang melarikan diri dari kejaran tentara Israel. Kakaknyalah saat itu
yang memotivasi Mahmoud Darwish untuk membuat puisi.2

Mahmoud Darwish memulai menulis puisinya saat ia masih sekolah. Hasil karya puisi
pertamanya diterbitkan pada tahun 1960 ketika masih berumur 19 tahun.3 Periode awal
kumpulan puisinya adalah Leaves of the Olive Tree (1964),dan A Lover from Palestine
(1966), pada masa itu Darwish menjadi anggota Partai Israel, Rakah, dan editor edisi bahasa
Arab surat kabar partai, Al-Ittihad. Selanjutnya End of the Night (1967) dipublikasikan di
Israel. Kemudian Ia menulis Bird Day in the Galilee (1969) dan My Beloved Awakes from
Her Sleep (1970). Setelah invasi Israel ke Beirut Ia pun menulis prosa Memory for
Forgetfulness (1982) sebuah memoar yang mengisahkan invasi Israel ke Beirut dan In Praise
of the High Shadow (1983). Pada tahun 1990-an Ia terkenal dengan tulisan I See What I want
(1990), Why Did you Leave the Horse Alone? (1995), The Bed of A Stranger (1996), and
Mural (1999). Selanjutnya pada tahun 2000 Ia menulis The Butterfly Effect (2008). 4

Mahmoud Darwish membagi konsentrasi dalam puisinya menjadi dua tema umum
yaitu cinta dan politik. Salah satu bentuk contoh puisi karya Mahmoud Darwish yang
bertemakan cinta ialah, cintanya kepada seorang wanita berangsur-angsur menjelma menjadi
semangat kerja yang tak tertahankan antara puisi dan tanah airnya.
Pada tahun 1988, Darwish merencanakan sebuah proklamasi kemerdekaan Palestina.
Di sana ia mengatakan bahwa perdamaian dapat dicapai dengan membentuk dua negara –
satu Palestina, satu Yahudi. Ia menulis bahwa perdamaian dapat terwujud “di tanah cita dan
perdamaian” itu. Diilhami oleh visi rekonsiliasi, ia menekankan bahwa bangsa Palestina akan
menjadi sebuah masyarakat yang berhasil dalam hak-hak asasi manusia, kesetaraan,
demokrasi, perwakilan, tanggung jawab sosial, dan rasa hormat penuh kepada semua orang,
termasuk perempuan dan orang-orang dari keyakinan yang berbeda. 5

1
Mahmoud Darwish. Style sheets. http://wikipedia.org/wiki/Mahmoud Darwish (di akses tanggal 06 April
2019)
2
Cecep Syamsul Hary. Humanisme Mahmoud Darwish. Style Sheets.
http://cabiklunik.blogspot.com/search/label/budaya (Minggu, 06 April 2019)
3
Nida,Penyair Palestina Berjuang dengan Puisi. Atas nama Orang Palestina. Style Sheets.
http://www.harianalisa.com (Minggu 06 April 2019)
4
FAQ On Mahmoud Darwish. Style Sheets. http://imeu.net/ (Minggu, 06 April 2019)
5
Ibtisam Barakat. Mahmoud Darwish: Seorang Rakyat dan Penyair. Sumber : Kantor Berita Common Ground
(CGNews), Style Sheets. http://www.commongroundnews.org (06 April 2019)
Darwish sempat menjalani kehidupan yang berpindah-pindah. Ia saat itu tinggal di
Lebanon, Tunisia, Yordania, dan Perancis. Pada tahun 1996, yang mana saat itu setelah 26
tahun dalam pengasingan, Darwish kembali ke Israel dan mengunjungi lagi desan tempat
dimana ia dilahirkan. Sejak pertengahan 1990-an, rumahnya terdahulu di Ramallah, pusat
West Bank Palestinian, merupakan markas besar Yasser Arafat, dan terjadi lagi pertempuran
pada 2002, ketika itu ditempati oleh pasukan bersenjata Israel. Darwish meninggal pada
tanggal 09 Agustus 2008 di Memorial Hermann Hospital di Houston, Texas, setelah
menjalani operasi pembedahan hati. Darwish menikah dua kali dan tidak mempunyai anak. 6

Bithaqah Hawiyah salah satu puisi yang ingin diteliti penulis karena yang mana dalam
puisi ini Mahmoud Darwish menggambarkan konflik antara Palestina dan Israel sebagai
“sebuah perjuangan antara dua memori”. Ibrahim Muhawi (penerjemah Darwish) menuliskan
bahwa “ini adalah sebuah puisi kesaksian”. Uraian-uraian inilah yang menarik penulis untuk
meneliti puisi-puisi karya Mahmoud Darwish, puisi-puisinya terkenal didunia Arab, bahkan
beberapa dari puisi tersebut telah dibuat menjadi sebuah lagu. Puisi dan prosa karya Darwish
juga telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa seperti bahasa Inggris, Perancis. Bithaqoh
Hawiyah memiliki tema yang bisa dikaji oleh penulis, yaitu tema patriotisme.

Patriotisme adalah kasih atau kesetiaan kepada satu negara. Kata ini berasal dari
bahasa Yunani patris.7 Akan tetapi, patriotisme memiliki arti yang berbeda dari waktu ke
waktu, dan maknanya sangat tergantung pada konteks, geografi dan filosofi. Kata patriotisme
meskipun digunakan dalam beberapa bahasa daerah sebagai sinonim untuk nasionalisme,
akan tetapi nasinalism tidak harus dianggap sebagai bagian inheren dari patriotisme.
Diantaranya Yunani kuno, patriotisme terdiri dri kelontong tentang bahasa, tradisi agama,
etika, hukum, dan kesetiaan untuk umum, bukan murni identifikasi dengan negara-bangsa.
Tema patriotisme yang terkandung dalam suatu karya seni pun memiliki arti atau
makna yang mungkin berbeda-beda sesuai masa saat penyair tersebut hidup. Oleh karena itu,
penulis tertarik mengkaji tema patriotisme pada puisi Bithaqoh Hawiyah karya Mahmoud
Darwish. Penulis ingin menyampaikan apakah patriotisme terhadap negara Palestina ataukah
mempunyai makna lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat merumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimakah struktur puisi Bithaqah Hawiyah karya Mahmoud Darwish?
2. Bagaimanakah tema patriotisme yang terkandung dalam puisi tersebut?

6
Mahmoud Darwish (1942-2008). Style Sheets. http://www.kirjasto.sci.fi/indeksi.htm#d (diakses pada tanggal
04 April 2019)
7
Patriotisme. Style Sheets. http://id.wikipedia.org/wiki/patriotisme
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Menjelaskan struktur puisi Bithaqah Hawiyah karya Mahmoud Darwish.
2. Menjelaskan terkait tema patriotisme pada puisi tersebut.

D. MANFAAT PENELITIAN
Secara teoritis, dapat memahami teori-teori tentang karya sastra, terutama dalam
bidang kajian interdisipliner melalui pengkajian puisi. Dengan demikian dapat memberikan
kontribusi tambahan dalam dunia kritik sastra mengenai pengkajian puisi.

Sedangkan secara praktis, dapat meningkatkan pengetahuan pembaca terhadap


pengkajian puisi sehingga dapat menambah wawasan untuk penelitian selanjutnya sebagai
bahan resesi.

E. PENELITIAN TERDAHULU
● Skripsi yang diajukan oleh Mohammad Tholhah Hasan mahasiswa Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang pada tahun 2005 dengan judul “Nilai-Nilai
Karakter dalam Syi’ir Mitra Sejati Karya KH Bisri Mustofa dan Relevansinya Terhadap
Pendidikan Agama Islam”.

- Kesimpulan : Nilai-nilai yang terkandung dalam Syi’ir Mitra Sejati karangan KH. Bisri
Musthofa yang dapat ditanamkan pada peserta didik adalah mencakup religius, jujur, kerja
keras, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, bersahabat atau komunikatif, cinta
damai, cinta damai, peduli lingkungan dan peduli sosial.

● Skripsi yang diajukan oleh Gita Enggarwati mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta
pada tahun 2014 dengan judul “Penanaman Sikap Nasionalisme Melalui Mata Pelajaran IPS
Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Sumampir”

- Kesimpulan : Perwujudan sikap nasionalisme siswa kelas IV SD Negeri 2 Sumampir dapat


dilihat dari perilaku rela berkorban, cinta tanah air, bangga sebagai bangsa Indonesia,
persatuan dan kesatuan, patuh terhadap peraturan, disiplin, berani, jujur, serta bekerja keras.
Sedangkan penyebab terhambatnya penanaman sikap nasionalisme antara lain keterbatasan
media pembelajaran serta cara penyampaian materi pembelajaran oleh guru yang hanya
melalui penggunaan cerita. Selain itu, faktor waktu serta kesenjangan antara lingkungan
keluarga dan masyarakat di luar sekolah juga sangat berpengaruh terhadap upaya penanaman
sikap nasionalisme.
Berdasarkan tinjauan pada hasil penelitian terdahulu, menurut pandangan penulis
belum ada penelitian yang secara khusus membahas tentang nilai patriotisme dan jiwa
nasionalisme pada syiir Mahmoud Darwish, sehingga penulis memutuskan untuk meneliti
syi’ir Mahmoud Darwish yang berjudul Bithaqah Hawiyah.

F. TEORI PENELITIAN
Dalam kajian ilmu sosiologi sastra menggunakan teori Struktural Genetik. Secara
definitif teori strukturalisme genetik (genetic structuralism) adalah karya sastra dalam
hubungannya dengan lingkungan masyarat tempat asal-usul karya sastra tersebut. Teori
struktur genetik dikembangkan oleh seorang sosiolog Perancis sekaligus tokoh utama teori
ini, yakni Lucien Goldmann. Goldmann lahir di Perancis pada 20 Juli 1913, meninggal dunia
pada 8 Oktober 1970. Menurut Goldmann (dalam Ratna, 2009:512), karya sastra hanya dapat
dipahami semata- mata dalam kaitannya dengan masyarakat. Seniman dan sastrawan adalah
wakil masyarakat itu sendiri, tetapi bukan sebagai subjek individual, melainkan subjek
kolektif, subjek transindividual.
Goldmann mendasarkan teorinya pada pandangan seorang teoretisi beraliran
Marxisme, yakni Georg Lukacs. Teori strukturalisme genetik menekankan hubungan antara
karya sastra dengan lingkungan sosial pengarangnya. Teori ini disebut Selden (dalam Taum,
1997: 40) sebagai teori Marxisme strukturalis, yang percaya bahwa individu bukanlah makhluk
bebas, melainkan pendukung kelas-kelas sosial dalam lingkungan masyarakatnya.

Pada dasarnya, teori strukturalisme genetik menganggap karya sastra tidak hanya
struktur yang statis yang lahir dengan sendirinya, melainkan merupakan hasil strukturasi
pemikiran subjektif penciptanya yang timbul akibat interaksinya dengan situasi sosial tertentu
dalam lingkungan masyarakatnya. Struktur karya sastra dalam hal ini merupakan struktur
dinamis yang lahir dari dinamika pemikiran masyarakat manusia. Teori ini muncul sebagai
reaksi terhadap teori strukturalisme murni yang mengabaikan unsur kesejarahan teks sastra
sehingga menjadi teori yang ahistoris (mengingkari sejarah terbentuknya karya sastra).8
Beberapa konsep strukturalisme genetic Goldmann yang penting antara lain: fakta
kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, serta pemahaman dan penjelasan.9

A. Fakta Kemanusiaan

Bagi Goldmann, fakta kemanusiaan adalah segala aktivitas individu yang dapat
ditelaah berdasar ilmu pengetahuan. Fakta kemanusiaan kemudian terbagi menjadi
dua, yakni fakta individual dan fakta sosial. Fakta individual bersifat libidinal,
seperti mimpi, tingkah laku orang gila, yang tidak mempunyai peranan dalam
sejarah. Fakta sosial, di sisi lain, sangat berperan terhadap sejarah. Fakta
kemanusiaan lahir dari adanya asimilasi dan akomodasi dari subjek-subjek
individual terhadap dunia untuk mencapai sebuah keseimbangan. Sebagai akibat

8
Yohanes Sehandi, “Mengenal 25 Teori Sastra”, (Yogyakarta: Penerbit Ombak 2016) hlm, 175
9
Leliani Else, “Strukturalisme Genetik dan Hegemoni”
dari adanya proses strukturasi dan akomodasi (menyesuaikan diri) kepada dunianya
itulah, maka karya sastra sebagai produk kultural manusia memiliki maknanya.

B. Subjek Kolektif

Subjek individual merupakan subjek fakta individual (libidinal) sedangkan


subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial (historis). Yang dapat menciptakan
fakta sosial, menurut Goldmann adalah subjek transindividual yang bersifat
kolektivitas. Subjek kolektif dalam perspektif Goldmann adalah kelas sosial.

C. Pandangan Dunia: Strukturasi dan Struktur

Pandangan dunia, menurut Goldmann, adalah bentuk mediasi antara struktur


masyarakat dengan struktur karya sastra. Pandangan dunia muncul karena adanya
kesadaran kolektif dari situasi sosial ekonomi subjek kolektif (kelas-kelas sosial)
yang ada. Pandangan dunia itu sendiri lahir karena adanya interaksi antara subjek
kolektif dengan situasi di sekitarnya. Pandangan dunia merupakan hasil dari
kesadaran yang mungkin, yang biasanya hanya muncul ketika pemiliknya tengah
mengalami saat-saat yang krisis. Kesadaran yang mungkin inilah yang dapat
melahirkan karya-karya yang besar. Yang disebut sebagai karya besar, menurut
Goldmann, adalah jika: (1) karya tersebut mempunyai pengaruh kultural yang besar
dalam sejarah, (2) karakternya bersifat sosiologis-filosofis, dan (3) subjeknya
adalah kelas sosial.

D. Struktur Karya Sastra

Yang dimaksud struktur di sini adalah struktur tematiknya, bukan struktur


formalnya. Yang menjadi perhatian dari struktur tematik itu adalah relasi antara
tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada di sekitarnya. Bagi
Goldmann, karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia yang imajiner.
Karenanya, pengarang menciptakan tokoh, objek, dan relasi-relasinya secara
imajiner.

Novel bagi Goldmann merupakan salah satu bentuk pencarian nilai-niali


otentik yang terdegradasi dalam dunia yang terdegradasi pula. Pencarian nilai-nilai
otentik itu dialami oleh hero yang problematik karena ia tidak lagi menemukan
otentisitas dalam dunia yang dihadapinya.
Berkaitan dengan keotentitasan ini, Goldmann membagi novel menjadi tiga
jenis, (1) Idealisme abstrak. Dalam novel ini, tokoh membayangkan dunia itu
sesempit pikirannya. Karenanya, tokoh menganggap hidup itu serba mudah, dapat
diatasi, sehingga tokoh menjadi lebih sempit daripada dunia atau kenyataan. Tokoh
dalam kategori ini tidak mempunyai interioritas, tidak mempunyai perasaan, dan
nol perbuatan. Contoh: film Rambo. (2) Romantisme keputusasaan. Dalam novel
ini, kesadaran tokoh lebih luas daripada kesadarannya akan dunia. Tokoh merasa
dunia ini sudah sedemikian “bobrok” dan dia tidak menemukan jalan keluarnya.
Sehingga, tokoh masuk dalam dunianya sendiri. Tokoh menjadi cenderung putus
asa dan cenderung tidak melakukan kegiatan apapun. Tokoh dalam kategori ini
penuh interioritas dan perasaan serta pemikiran namun nol perbuatan. Yang
termasuk dalam kategori ini misalnya ceritacerita Putu Wijaya dan Iwan
Simatupang. (3) Novel pendidikan. Novel jenis ini merupakan jalan tengah dari
novel jenis idealism abstrak dan romantisme-keputusasaan. Di satu sisi, tokoh
mempunyai interioritas. Tetapi, di sisi lain, dia masih ingin bergabung dengan
dunianya. Oleh interaksinya dengan dunia itu tokoh mengalami kegagalan. Karena
interioritasnya, tokoh menyadari sebab kegagalannya. Lukacs menyebut jenis novel
ini sebagai novel “kematangan yang jantan”

E. Konsep Pandangan Dunia

Goldmann juga mengembangkan konsep mengenai pandangan dunia yang


dapat terwujud dalam karya sastra dan filsafat. Menurutnya, struktur kategoris yang
merupakan kompleks menyeluruh gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan
perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota
kelompok sosial tertentu dan mempertentangkannya dengan kelompok sosial yang
lain disebut pandangan dunia (Faruk, 1999a:12).
Pemahaman terhadap karya sastra adalah usaha memahami perpaduan unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan
kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk atau totalitas kemaknaan.
Setiap karya sastra yang penting mempunyai struktur kemaknaan (Strukture
Significative), karena menurut Goldmann, struktur kemaknaan itu merupakan
struktur global yang bermakna dan mewakili pandangan dunia (vision du monde,
world vision). Penulis tidak sebagai individu, tetapi mewakili golongan (kelas)
masyarakat (Satoto, 1986:175).

Pada gilirannya pandangan dunia itulah yang menghubungkan karya sastra


dengan kehidupan masyarakat. Latar belakang sejarah, zaman dan sosial
masyarakat turut mengkondisikan terciptanya karya sastra baik dari segi isi atau
segi bentuk dan strukturnya. Hal ini desebabkan oleh kenyataan bahwa pandangan
dunia itu sendiri oleh Strukturalisme Genetik dipandang sebagai produk dari
hubungan antara kelompok sosial yang memilikinya dengan situasi sosial dan
ekonomi pada saat tertentu (Goldmann dalam Faruk, 1999a:13). Oleh karena itu,
sastra pada dasarnya juga merupakan kegiatan kebudayaan atau peradaban dari
setiap situasi, masa atau zaman saat sastra itu dihasilkan. Dengan situasi inilah,
tidak dapat dipungkiri bahwa sastra adalah pemapar unsur-unsur sosiokultural demi
memberi pemahaman nilai-nilai budaya dari setiap zaman atau perkembangan
zaman itu sendiri. Goldmann berpandangan bahwa kegiatan kultural tidak bisa
dipahami di luar totalitas kehidupan dalam masyarakat yang telah melahirkan
kegiatan itu; seperti halnya kata tidak bisa dipahami di luar ujaran (Damono,
1979:43). Jadi, pada dasarnya sastra juga mengandung nilai-nilai historis,
sosiologis, dan kultural.
Goldmann (dalam Satoto, 1986:176) menyatakan bahwa pandangan dunia
ini disebut sebagai suatu bentuk kesadaran kelompok kolektif yang menyatukan
individu-individu menjadi suatu kelompok yang memiliki identitas kolektif.
Menurut Goldmann, karya sastra, namun demikian, bukan refleksi dari suatu
kesadaran kolektif yang nyata dan ada, melainkan puncak dalam suatu level
koherensi yang amat tinggi dari kecenderungan-kecenderungan khusus bagi
kelompok tertentu, suatu kesadaran yang harus dipahami sebagai suatu realitas
dinamik yang diarahkan ke satu bentuk keseimbangan tertentu (Faruk, 1999b:33).
Pandangan dunia bukan merupakan fakta empiris yang langsung, tetapi lebih
merupakan struktur gagasan, aspirasi dan perasaan yang dapat menyatukan suatu
kelompok sosial masyarakat.

F. Konsep “Pemahaman-Penjelasan”

Goldmann menjelaskan tentang metodenya itu: untuk bisa realistis,


sosiologi harus bersifat historis; demikian juga sebaliknya, untuk bisa ilmiah dan
realistis, penelitian sejarah harus sosiologis (Damono, 1979:43). Dengan demikian,
strukturalisme genetik merupakan teori alternatif untuk menganalisis karya sastra
yang antara historis dan sosiologis dapat dilakukan secara berkaitan.

Karya sastra harus memiliki kepaduan antara struktur yang satu dengan
yang lain. Unsur luar maupun unsur dalam sama-sama memiliki arti penting di
dalam membangun karya sastra. Kepaduan dari kedua unsur tersebut memberi
kelengkapan, bahwa karya sastra tidak hanya dapat dilihat dari dalam (teks) sastra,
melainkan unsur pembentuk dari luar. Karya sastra berusaha mengungkap
persoalan-persoalan yang dihadapi manusia. Persoalan-persoalan itu sebagian ada
yang terpecahkan dan sebagian tidak ditemukan jalan keluarnya.

Karena itu, Goldmann mencoba mengembangkan metode dialektik. Prinsip


dasar dari metode dialektik yang membuatnya berhubungan dengan masalah
koherensi di atas adalah pengetahuannya mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang
akan tetap abstrak apabila tidak dibuat kongkret dengan mengintegrasikan ke dalam
keseluruhan (Goldmann dalam Faruk, 1999b:19-20).

Metode dialektik mengembangkan dua konsep, yaitu “Pemahaman-


penjelasan” dan “Keseluruhan-bagian.” Pemahaman adalah pendeskripsian struktur
objek yang dipelajari, sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkan ke
dalam struktur yang lebih besar (Goldmann dalam Faruk, 1999b:21). Pada dasarnya
pengertian konsep “Pemahaman-penjelasan” sangat berkait dengan konsep
“Keseluruhan-bagian.”

Pada penjelasan konsep fakta kemanusiaan telah dikemukakan bahwa


terdapat dua fakta, yaitu fakta individual dan fakta sosial. Fakta individual baru
memiliki arti penting jika di tempatkan dalam keseluruhan. Sebaliknya,
keseluruhan mempunyai arti karena merupakan respon-respon dari bagian-bagian
yang membangunnya. Konsep “Keseluruhan-bagian” memilki keterkaitan untuk
saling melengkapi dalam memberi arti dari “keseluruhan” dan “bagian” itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka strukturalisme genetik


memandang karya sastra tidak hanya sebagai yang memilki struktur yang lepas-
lepas, melainkan adanya campur tangan faktor-faktor lain (faktor sosial) dalam
proses penciptaannya. Karya sastra dipahami sebagai totalitas perpaduan struktur
dalam dan struktur luar.

Apabila dirumuskan dalam bentuk definisi, strukturalisme genetik pada


prinsipnya adalah teori sastra yang berkeyakinan bahwa karya sastra tidak semata-
mata merupakan suatu struktur yang statis dan lahir dengan sendirinya, melainkan
merupakan hasil strukturasi struktur kategoris pikiran subjek penciptanya atau
subjek kolektif tertentu yang terbangun akibat interaksi antara subjek itu dengan
situasi sosial dan ekonomi tertentu (Faruk, 1999:13)

G. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian puisi Bithaqah Hawiyah karya Mahmoud
Darwish ini adalah metode strukturalisme semiotik dengan pendekatan secara objektif.

Semiotik pada dasarnya merupakan lanjutan dari strukturalisme. Sebab itulah


seringnya disebut dengan strukturalisme semiotik. Lambang-lambang kebahsaan dalam suatu
karya sastra, sebagai sesuatu yang dihadirkan lewat motivasi subjektif pengarang dan
pemaknaannya. Sedangkan Pendekatan strukturalisme terhadap karya sastra harus
ditempatkan dalam keseluruhan model semiotik, diantaranya pembaca, penulis, keyataan,
tetapi pula sistem sastra dan sejarah sastra semuanya harus memainkan peranannya dalam
intrepretasi karya sastra yang menyeluruh.

Pendekatan objektif yaitu pendekatan yang yang menekankan karya sastra sebagai
struktur yang sedikit banyaknya bersifat otonom. Slain itu, analisis objektif biasa juga disebut
dengan analisis strukturalisme yang bertujuan untuk membongkar dan memaparkan
secermat, seteliti dan semendalam mungkin keterkitan dan ketrjalinan semua unsur dan aspek
karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Dalam pndangan
struktural yang sebenarnya, tidak mungkin ada perbedaan bentuk dan isi. Bentuk diberi
makna kaitannya dengan isi. Isi diberi pencerahan oleh gejala bentuk yang terpadu
dengannya.

- Data
Data ialah kata dan atau kalimat, yang mana dalam penelitian ini bahan penelitian
utama yang penulis gunakan pada penulisan ini adalah puisi Mahmoud Darwis yang berjudul
Bithaqah Hawiyah. Untuk penelitian puisi tersebut, peulis memperoleh data-data sekunder
yang diantaranya telah penulis dapatkan dari studi pustaka, artikel, dan media elektronik.
DAFTAR PUSTAKA

Cecep Syamsul Hary. Humanisme Mahmoud Darwish. Style Sheets.


http://cabiklunik.blogspot.com/search/label/budaya (Minggu, 06 April 2019)

Common Ground (CGNews), Style Sheets. http://www.commongroundnews.org (06 April


2019)

FAQ On Mahmoud Darwish. Style Sheets. http://imeu.net/ (Minggu, 06 April 2019)

Ibtisam Barakat. Mahmoud Darwish: Seorang Rakyat dan Penyair. Sumber : Kantor Berita

Leliani Else, “Strukturalisme Genetik dan Hegemoni”

Mahmoud Darwish. Style sheets. http://wikipedia.org/wiki/Mahmoud Darwish (di akses


tanggal 06 April 2019)

Mahmoud Darwish (1942-2008). Style Sheets. http://www.kirjasto.sci.fi/indeksi.htm#d


(diakses pada tanggal 04 April 2019)

Nida,Penyair Palestina Berjuang dengan Puisi. Atas nama Orang Palestina. Style Sheets.
http://www.harianalisa.com (Minggu 06 April 2019)

Patriotisme. Style Sheets. http://id.wikipedia.org/wiki/patriotisme

Yohanes Sehandi, “Mengenal 25 Teori Sastra”, (Yogyakarta: Penerbit Ombak 2016) hlm,
175

Anda mungkin juga menyukai