Anda di halaman 1dari 31

NEUROSAINS PEMBELAJARAN DAN

APLIKASINYA PRAKTIK PEMBELAJARAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Teori Belajar dan Pembelajaran


Dosen Pengampu : Dr. Catharina Tri Anni, M.Pd.

Oleh:

Firdausul Ulya 0104518003

Alsin Pare 0104518008

Diyah Ayu Catur P 0104518001

Dwi Putri Ramadhani 0104518017

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Neurosains
Pembelajaran dan Aplikasinya Praktik Pendidikan” di Universitas Negeri
Semarang.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, disebabkan


oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kami dan para pembaca.

Semarang, 24 Agustus 2018

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
KAJIAN TEORI ..................................................................................................... 3
2.1 Neurosains ................................................................................................ 3
2.2 Pembelajaran ............................................................................................ 3
2.3 Pembelajaran dengan neurosains .............................................................. 4
BAB III ................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5
3.1 Definisi Neurosains ................................................................................. 5
3.1.1 Tujuan Neurosains ........................................................................... 5
3.1.2 Ruang Lingkup Neurosains .............................................................. 6
3.2 Neurosains dalam Praktik Pendidikan ........................................................... 7
3.3 Pembelajaran Perspektif Neurosains ........................................................... 11
3.3.1 Teori-teori Neurosains dalam Pembelajaran......................................... 11
3.3.2 Pembelajaran perspektif neurosains...................................................... 14
3.4 Fungsi Otak sebagai kematangan dan pengalaman ..................................... 15
3.4.1 Peran otak sebagai fungsi kematangan dan pengalaman ...................... 15
3.4.2 Perbedaan Fungsi Otak Kanan & Otak Kiri ......................................... 19
3.4.3 Hubungan antar otak dengan perkembangan kognitif .......................... 24
BAB IV ................................................................................................................. 26
PENUTUP ............................................................................................................. 26

iii
4.1 Simpulan ...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam mencapai pendidikan yang lebih jasmani dan alami bagi peserta didik,
peserta didik harus diberi pengalaman sebagai makhluk yang utuh sejak awal.
Antara lain musik, seni dan berjalan dialam terbuka. Manfaat potensial dari setiap
pencarian yang melibatkan gerakan dan kreatifitas tidak terbatas. Konon, pada usia
tujuh tahun, otak anak sudah terikat kuat dengan 80 persen dari segala sesuatu yang
pernah ia ketahui. Semua pertumbuhan neural berikutnya dibangun diatas jalur-
jalur diawal tersebut. Seorang arsitek yang hebat dapat melacak kembali
keberhasilannya kerumah-rumahan yang ia bangun pada usia tiga tahun bersama
pamannya. Sesuatu yang bersifat pengalaman telah terbentuk didalam otaknya. Kita
ingin memberikan kepada anak-anak situasi yang kaya pembelajaran dimana jalur-
jalur neural semacam itu dapat terbentuk.

Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa otak mengatur seluruh fungsi tubuh


yang mengendalikan kebanyakan perilaku dasar manusia seperti halnya makan,
tidur, dan menghangatkan tubuh. Otak bertanggung jawab atas penciptaan
peradaban, musik, seni, ilmu, dan bahasa. Terdapat seratus miliar neuron atau sel
saraf di dalam otak. Diperkirakan dalam satu otak manusia, jumlah interkoneksi di
antara sel-sel saraf lebih besar dari jumlah atom di alam semesta.

Rakhmat juga mengungkapkan bahwa perkembangan otak hampir mirip


perkembangan alam semesta. Jika alam semesta lahir karena ledakan dahsyat, The
Big Bang, maka perkembangan otak juga dimulai dengan overproduksi neuron pada
minggu-minggu petama kehamilan. Setiap hari diproduksi 250.000 neuroblast, sel
saraf yang belum matang. Bagian otak paling dalam menjadi penuh sesak. Neuron-
neuron tersebut bermigrasi ke lapisan otak paling luar.

1
Profesor Marian Diamond dalam Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa otak
dapat berubah secara positif jika dihadapkan pada lingkungan yang diberi
rangsangan, dan otak akan dapat menjadi negatif jika tidak diberi rangsangan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka sangat penting menghadirkan lingkungan yang
mampu merangsang siswa untuk dapat mengaktifkan otaknya. Lingkungan yang
merangsang ini perlu dihadirkan dalam kondisi yang bervariasi. Mekanisme kerja
otak sangat memberikan kedudukan yang penting dalam memahami setiap
perubahan tingkah laku belajar yang dilakukan oleh seseorang. Berkaitan dengan
hal itulah, maka penulis ingin memberikan penjelasan mengenai mekanisme kerja
otak pada teori Neurosains dalam pengaturan informasi yang akan mendukung
peran kita sebagai seorang pendidik.

1.2 Rumusan Masalah


Setelah melihat latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, maka
dapat dirumuskan masalah yang akan diselesaikan dalam penulisan makalah ini
yaitu:

a. Apa definisi neurosains pembelajaran?


b. Bagaimana aplikasi neurosains dalam praktik pendidikan?
c. Bagaimana terjadinya pembelajaran perspektif neurosains?
d. Bagaimana peran otak sebagai fungsi kematangan dan pengalaman?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Memberikan informasi mengenai definisi neurosains pembelajaran.


b. Memberikan informasi mengenai aplikasi neurosains dalam praktik
pendidikan.
c. Memberikan informasi mengenai terjadinya pembelajaran perspektif
neurosains
d. Memberikan informasi mengenai peran otak sebagai fungsi kematangan dan
pengalaman.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

Mempelajari dasar-dasar biologis dari setiap perilaku. Artinya, tugas utama


dari neurosains adalah menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas
yang terjadi di dalam otaknya. Penelitian mutakhir di bidang neurosains
menemukan sejumlah bukti hubungan tidak terpisahkan antara otak dan perilaku
(karakter) manusia. (hengki wijaya, 2018). Makalah ini secara umum menjelaskan
tentang otak dan penerapannya dalam pembelajaran, sehingga awalnya akan lebih
fokus menjelaskan tentang neurosains itu sendiri kemudian menjelaskan tentang
pembelajaran yang menggunakan metode neurosains. pembelajaran dengan
menggunakan metode neurosains tentu belum diperhatikan dengan seksama oleh
guru sehingga jarang menemukan penerapannya dalam pembelajaran.
2.1 Neurosains
Neurosains adalah ilmu yang mempelajari tentang otak dan fungsi2 otak
didalamnya, ternyata neurosains cabang ilmu yang diperbincangkan oleh para
ilmuan. secara etimologi adalah ilmu neural yang mempelajari sistim syaraf,
terutama mempelajari sel syaraf/neuron dengan pendekatan multidispliner (taufik
pasiak 2012)
2.2 Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan , penguasaan kemahiran dan tabiat , serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran
dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan
kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Pembelajaran adalah pemberdayaan
potensi peserta didik menjadi kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat
berhasil tanpa ada orang yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Syaiful

3
Sagala,2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam
desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar.
2.3 Pembelajaran dengan neurosains
John truer, memberikan pertimbangan yang sifatnya optimis meskipun harus
hati-hati, bahwa neurosains dapat dihubungkan dengan pendidikan. ia melihat
terdapat jembatan pendek yang telah ada dan dapat digunakan untuk
menghubungkan keduanya, yakni psikologi kognitif. Dalam perkembangannya,
riset neurosains di bidang pendidikan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat,
meskipun sifatnya satu arah, yakni dari saintis (neurology, psikolog, biology, dll)
ke pragmatis (pembelajaran). Lebih lanjut Maria montesori neurology pertama
yang menjadikan ruang kelas taman kanak-kanak sebagai laboratorium penelitian
yang mengaitkan otak dan pendidikan.

4
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi Neurosains


Taufik Pasiak (Bandung:2012), Tuhan dalam otak manusia, mewujudkan
kesehatan spiritual berdasarkan Neurosains , menyatakan bahwa Neurosains
merupakan sebuah ilmu neural yang mempelajari sistem kerja syaraf yang fokus
terhadap neuron atau sel syaraf menggunakan pendekatan multidisipliner.
Jamaludin Harun (2003), Teori Pembelajaran serta Kesannya dalam Reka
bentuk Aplikasi Multimedia Pendidikan, menyatakan bahwa Neuriosains
merupakan sebuah bidang kajian mengenai sistem saraf dalam otak manusia yang
berhubungan dengan kesadaran dan kepekaan otak dari segi biologi, persepsi,
ingatan, dan kaitannya dengan pembelajaran.
Taruna Ikrar (2015), Ilmu Neurosains Modern, menyatakan bahwa
Neurosains adalah ilmu masa depan (ultimate science), ilmu yang tingkat
kerumitannya sangat menantang dan menarik karena menyangkut otak yang
menjadi pusat kehidupan.
Suyadi (2015), Dasar - dasar pemikiran menuju ilmu neurosains pendidikan
islam (optimalisasi otak dalam pembelajaran anak usia dini), menyatakan bahwa
Neurosains pendidikan adalah bidang ilmu interdisipliner yang mempelajari sistem
saraf pusat (otak) yang meregulasi kognisi, afeksi dan psikomotorik dalam kontek
pendidikan.
3.1.1 Tujuan Neurosains
Aminul Wathon, neurosains dalam pendidikan , jurnal lentera: kajian
keagamaan, keilmuan dan teknologi, volume 14, nomer 1, maret 2016, 284 -293
menyatakan bahwa Tujuan dari neurosains adalah mempelajari dasar-dasar biologis
dari setiap perilaku atau dapat dikatakan bahwa neurosains menjelaskan perilaku
manusia yang di dasarkan dari sudut pandang kerja otak. Berdasarkan Positron
Emission Tomography (PET) terdapat enam sistem yang mengatur semua perilaku
manusia, yaitu teks prefrontalis, sistem limbik, gyros cingulatus, ganglia basalis,
lobus temporalis, dan cerebellum.

5
Menurut Suyadi, “ Model Pendidikan Karakter dalam Konteks Neurosains”
, Proceeding Seminar Nasional , (Yogyakarta: Prodi PGMI Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga, 2012) , 8 . ke enam sistem otak tersebut memiliki fungsi dalam
pengaturan dalam pengaturan kognisi, afeksi, dan psikomotorik, termasuk IQ, EQ,
dan SQ. Semua sistem otak bekerja sama membangun sikap dan perilaku.
Neurosains juga disebut ilmu yang menghubungkan otak dan pikiran atau jiwa dan
badan, atau hati dan akal.

3.1.2 Ruang Lingkup Neurosains


Aminul Wathon, neurosains dalam pendidikan , jurnal lentera: kajian
keagamaan, keilmuan dan teknologi, volume 14, nomer 1, maret 2016, 284 -293
Neurosains mencakup beberapa dimensi, yaitu:
1. Seluler-Molekuler
Pada kajian seluler-molekuler dipelajari berbagai macam sel saraf dan
kinerjanya melakukan fungsi-fungsi yang berbeda untuk menghasilkan
berbagai macam perilaku kompleks, seperti emosi, kognisi, dan
tindakan.
2. Sistem Saraf
Bidang sistem saraf mengkaji bagaimana sel-sel saraf yang memiliki
fungsi sama dalam sebuah sistem yang kompleks. Sebagi contoh pada
nglihatan dikaji dalam "sistem visual", masalah gerakan dikaji dalam
"sistem isotonik" atau “sistem kinestetik”, masalah pendengaran dikaji
dalam "sistem auditori"; dan seterusnya.
3. Neurosains Perilaku
Neurosainsa perilaku mengkaji bagaimana sistem saraf bekerja sama
untuk menghasilkan perilaku tertentu, misalnya, bagaimana saraf visual,
saraf auditori, saraf motorik memproses informasi (materi pelajaran) s
ecara simultan (meskipun hanya salah satu yang dominan).
4. Neurosains Social
Bidang ini mengkaji bagaimana “otak sosial” berperan dan membantu
manusia dalam membentuk hubungan sosial. Meskipun bukan

6
merupakan sistem yang terlokalisasi dan mudah di identifikasi dengan
jelas, otak sosial terbentuk dari berbagai interaksi. komponen lobus
frontal, seperti cortex prefrontal, cortex orbitofrontal dan cortex
ventromedial merupakan komponen utama yang bertanggung jawab
untuk itu.

3.2 Neurosains dalam Praktik Pendidikan


Penemuan penting mengenai perkembangan neurosains dan aplikasinya dalam
dunia pendidikan, yaitu:

a. John truer, memberikan pertimbangan yang sifatnya optimis meskipun


harus hati-hati, bahwa neurosains dapat dihubungkan dengan pendidikan. ia
melihat terdapat jembatan pendek yang telah ada dan dapat digunakan untuk
menghubungkan keduanya, yakni psikologi kognitif.
Dalam perkembangannya, riset neurosains di bidang pendidikan mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat, meskipun sifatnya satu arah, yakni dari
saintis (neurology, psikolog, biology, dll) ke pragmatis (pembelajaran).
Contoh penelitian yang dilakukan micheal Atherton dan read m.diket
b. Kurt w. fischer “hubungan neurosains dan pendidikan justru harus
dilakukan di ruang kelas, bukan di laboratorium neurosains. Argumennya
adalah diruang kelas inilah anak-anak memahat otaknya sendiri.
c. Maria montesori neurology pertama yang menjadikan ruang kelas taman
kanak-kanak sebagai laboratorium penelitian yang mengaitkan otak dan
pendidikan
d. Jodi tommerdahl “tidak mungkin temuan dari laboratorium neurosains
dapat langsung diterapkan ke dalam pembelajaran diruang kelas”.
Penelitian serupa banyak dilakukan dengan fokus dan spesifikasi yang
berbeda-beda. Termasuk dalam hal ini adalah Eric Jensen, Bobby DePorter dan
David A. Sousa serta para neurolog lainnya. Kurt W. Fischer yang menyatakan
bahwa hubungan neurosains dan pendidikan justru harus dilakukan di ruang
kelas, bukan di laboratorium neurosains. Argumennya adalah di ruang-ruang kelas
inilah anak- anak “memahat” otaknya sendiri.

7
Maria Montesori adalah neurolog pertama yang menjadikan ruang kelas
Taman Kanak-kanak (TK) sebagai laboratorium penelitian yang mengaitkan otak
dan pendidikan. Sekarang, laboratorium Montessori tersebut telah berkembang
menjadi Sekolah Montessori yang sangat terkenal dan telah tersebar luas ke seluruh
penjuru dunia.

Jodi Tommerdahl yang menyatakan bahwa tidak mungkin temuan laboratorium


neurosains dapat langsung diterapkan ke dalam pembelajaran di ruang kelas. Oleh
karena itu, ia membangun jembatan yang kokoh untuk menghubungkan
pikiran, otak, dan pendidikan, mulai dari laboratorium neurosains hingga praksis
pembelajaran di ruang kelas.

Jodi Tommerdahl mengusulkan lima langkah untuk mengimplementasikan


temuan riset di laboratorium neurosains ke dalam praktik pembelajaran di ruang
kelas, yaitu neurosains, neurosains kognitif, mekanisme psikologi, teori
pendidikan, dan ruang kelas pembelajaran.

Lalu, ia membangun jembatan yang kokoh untuk mengimplentasikan temuan


riset laboratorium neurosains ke dalam praktik pembelajaran diruang kelas, yaitu

Implikasi perkembangan otak dalam dunia pendidikan

0-6 thn masa emas proses pembentukan kepribadian, karakter maupun berfikir anak
menuju proses keberhasilan. Anak usia 6-7 thn menaruh harapn yang tinggi untuk
berhasil dalm mempelajari sgala hal meskipun prateknya buruk. Anak-anak adalah

8
masa perkembangan yang lumayan panjang untuk belajar segala sesuatu hal, pada
masa ini juga anak-anak mengalami proses perkembangan atau tugas pertimbangan
seperti perkembangan fisik, perkembangan kognitif, mental, spiritual, emosional,
dan perkembangan moral.

Dalam tugas perkembangan ini pula anak-anak memiliki potensinya masing-


masing , untuk itu diperlukan pendidikan yang tepat yang dapat mengkoordinir
proses berkembangnya otak anak. Jadi, pendidikan anak usia dini merupakan
fondasi utama dalam proses pencerdasan anak dan karakter baik anak, oleh karena
itu ilmu neurosains sangat di perlukan dalam proses pembelajaran ini.

Menurut pakar neurosains Indonesia Taruna Ikrar dalam kuliah umum di Jakarta
“guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar harus mampu menggunakan metode
neurosains , hal ini dikarenakan bahwa metode ini merupakan kunci dasar untuk
perkembangan anak di masa depan”
1. Optimalisasi kecerdasan
- Pendidikan sebaiknya mengembangkan kecerdasan, bukan hafalan yaitu
melalui stimulasi otak untuk berfikir
- Otak cerdas antara lain mampu menciptakan sesuatu yang baru, menemukan
alternative yang tak pernah dipikirkan orang, dan mengatasi masalah
dengan elegant

2. Keseimbangan fungsi otak kanan dan kiri


- Otak kanan lebih bersifat intuitif, acak, tak terartur, divergen
- Otak kiri bersifat linier, teratur, konvergen
- Pendidikan hendaknya mengembangkan kedua belahan otak itu secara
seimbang. Pembelajaran yang bersifat eksploratori dan divergen, lebih dari
1 kemungkinan jawaban benar akan mengambangkan kedua belahan otak
tersebut.

9
3. Keseimbangan otak triune
- Pendidikan harus mengembangkan secara seimbang fungsi otak atas,
tengah, bawah (logika, emosi, motoric) / yang sering disebut head, heart,
hand. Dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan manusia
yang cerdas, terampil, berakhlak mulia

4. Pengembangan motoric tangan


- Stimulasi melalui motoric tangan perlu dilakukan sejak dini. Koordinasi
tangan ini sifatnya berkebalikan, di mana tangan kiri di kendalikan otak
bagian kanan. Oleh karena itu tidak selayaknya kita melarang anak
menggunakan tangan kirinya, karena hal itu justru sedang mengembangkan
otak kanannya.

5. Pengembangan kemampuan berbahasa


- Bahasa dan kognisi saling mendukung, maka kemampuan bahasa perlu di
kembangkan sejak dini
- Berbagai fasilitas yang mampu mengembangkan kemampuan bahasa
diperlukan untuk memacu munculnya kemampuan berbahasa, baik lisan
maupun tulis

6. Multiple intelligences
- Setiap orang itu unik, ia memiliki bakat, potensi dan keingin sendiri
- Teori MI dar Howard gardner (2000) mengingatkan kita akan kecerdasan
yang ganda
- Pendidikan harus mempertimbangkan tipe kecerdasan anak tersebut , bakat
dan keinginanannya
- Guru harus menggunakan berbagai metode media, dan objek belajar untuk
mengembangkan kecerdasan yang beragam

10
3.3 Pembelajaran Perspektif Neurosains
3.3.1 Teori-teori Neurosains dalam Pembelajaran
1. Teori Emosi
Cannon (1927) menyatakan bahwa peranan utama emosi berada di talamus,
yang merupakan bagian inti dari pusat otak. Canon berpendapat bahwa talamus
memberikan respon terhadap stimulus yang membangkitkan emosi dengan
mengirim impuls secara serempak ke korteks cerebral dan ke bagian tubuh yang
lain. Perasaan emosional merupakan akibat keterbangkitan korteks dan sistem saraf
simpatik. Menurut teori ini yang dikembangkan oleh Bard dan dikenal sebagai teori
Cannon Bard, perubahan badani dan pengalaman emosi terjadi pada saat yang
sama. Penelitian berikutnya memperjelas kenyataan bahwa hipotalamus dan
sebagian tertentu dari sistem limbik, bukan talamus, merupakan pusat otak yang
paling banyak terlibat langsung dalam integrasi respons emosional. Impuls dari
kawasan ini dipancarkan ke inti sel dalam batang otak yang mengendalikan fungsi
sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom bekerja secara langsung pada otot dan
organ internal untuk menginisiasi beberapa perubahan badani yang mencirikan
emosi dan bekerja secara tidak langsung dengan merangsang hormon adrenal untuk
menimbulkan perubahan badani lainnya.

Emosi bukan peristiwa sesaat, tetapi pengalaman yang terjadi selama beberapa
saat. Pengalaman emosional dapat ditimbulkan oleh masukan eksternal pada sistem
sensoris, kita melihat atau mendengar stimulus yang membangkitkan emosi. Tetapi
sistem saraf otonom menjadi aktif segera setelah itu, sehingga umpan balik dari
perubahan badani menambah pengalaman emosional. Jadi, pengalaman sadar kita
tentang emosi melibatkan integrasi informasi tentang keadaan fisiologis tubuh dan
informasi tentang situasi yang membangkitkan emosi. Bentuk-bentuk emosi ada
tiga aspek, yaitu: 1) aspek kognisi, 2) kesigapan, 3) perasaan. Penilaian seseorang
terhadap situasi yang membangkitkan emosi merupakan faktor penentu respons
emosional yang penting. Schachter (1971) yakin bahwa emosi merupakan fungsi
interaksi faktor kognitif dan keadaan keterbangkitan fisiologis. Teori kognitif
fisiologis tentang emosi mengemukakan bahwa umpan balik ke otak dari aktivitas
fisiologis menimbulkan keadaan keterbangkitan yang tidak berbeda, tetapi emosi

11
yang dirasakan ditentukan oleh “label” yang diberikan orang pada keadaan
keterbangkitan itu. Penentuan label merupakan proses kognitif, individu
menggunakan informasi dari pengalaman masa lampau dan persepsinya tentang
keadaan saat ini untuk menginterpretasi perasaannya. Interpretasi ini akan
menentukan label yang mereka gunakan untuk memberikan keadaan emosional
mereka.

Kesigapan untuk melakukan tindakan bergantung pada sistem saraf autonom


yang memiliki dua percabangan, sistem saraf simpatetik dan parasimpatik. Sistem
saraf simpatetik mempersiapkan tubuh untuk respons yang singkat, intens dan
“melawan atau melarikan diri” yang penuh semangat. Sistem saraf parasimpatetik
meningkatkan pencernaan dan proses lain yang bertujuan mengonservasi energi
serta menyiapkan diri untuk persiapan selanjutnya. Akan tetapi tiap situasi
memerlukan pembangkitan sistem saraf simpatetik dan parasimpatetik dengan
campuran yang unik.

2. Amygdala
Amygdala adalah struktur dalam sistem saraf berbentuk seperti almonds yang
terletak di dasar lobus temporalis. Amygdala merupakan bagian dari sistem limbik
yang terlibat dalam pengalaman emosional dan fungsi seksual. Struktur ini berperan
dalam ingatan yang bersifat emosional dan terbentuk dari sebuah nukleus atau
kluster badan sel. Amygdala tumbuh dan mencapai puncak perkembangannya
sebelum usia 4 tahun.

Karena itu pada anak-anak di bawah 4 tahun, sensasi dan rangsangan yang
paling cepat ditangkap, dikonsilidasi dan disimpan adalah sensasi-sensasi yang
bersifat emosional. Pengalaman-pengalaman emosional pada anak usia ini
merupakan pengalaman hidup yang terpatri kuat. Pengalaman atau pelajaran pada
usia ini akan berdampak lebih kuat jika diberikan dengan nuasa emosi yang tinggi,
misalnya melalui bermain. Amygdala menyimpan memori tentang peristiwa
emosional, menerima input dari sistem visual, auditif dan pencernaan, termasuk
bagian otak yang mengenal rasa dan sentuhan. Amygdala adalah peran stimulasi,

12
regulasi, emosi dan respon emosional terhadap informasi sensor serta
mengevaluasinya dengan cepat dalam menentukan nilai emosionalnya serta
mengambil keputusan terhadap kejadian tertentu. Jadi amygdala adalah struktur
yang menghubungkan antara emosional dan rasio atau kesadaran emosional
(emotional awareness). Sebagai contoh, apabila kita menghadapi rasa takut maka
hal ini adalah suatu komponen dari kondisi emosional yang cirinya adalah kondisi
tergerak (a state of being moved). Komponen emosi lainnya adalah kesadaran
(awareness) yang dirasakan. “Emotional awareness” kemudian timbul untuk
menentukan tindakan yang diambilnya terhadap rasa takut tersebut. Joseph Le
Doux (1996) dalam buku The Emosional Brain menulis bahwa sistem emosional
utama yaitu rasa takut mencakup amygdala dan bagian frontal dari korteks singulat
(cingulater cortex, yaitu struktur setengah lengkung yang melingkupi bagian tengah
otak atau daerah limbik melalui jalur neuron, visual dan auditif yang mengait
langsung ke struktur yang berbentuk almond tersebut). Struktur ini ditemukan di
setiap belahan bagian tengah otak. Amygdala mengirimkan serabut ke hipotalamus
dan batang otak, tempat pernafasan, keringat, denyut jantung, pembuluh darah dan
tonus otak dikendalikan.

3. Teori Triune Brain


Teori dari Paul D. Maclean berawal dari hipotesisnya di tahun 1960-an, seorang
Neuroscientist Amerika yang menjelaskan tentang evolusi otak vertebrata di dalam
bukunya The Triune Brain in Evolution (1990). Kajian Teori Triune ini terus
dikembangkan oleh para ahli sampai saat ini. Berdasarkan teori Triune Brain ini,
otak manusia terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Reptilian Complex (Otak Reptil),
Limbic System (sistem Limbic), dan NeoCortex (Neokorteks). Ketiga lapisan otak
tersebut saling terkait dalam satu organisme menyeluruh dan saling terlibat dalam
tugasnya dengan cara yang rumit, tapi menentukan. Menurut teori ini, lapisan otak
manusia terdiri dari tiga bagian dasar yang berbeda, yaitu otak reptil, sistem limbik,
dan otak neokorteks yang disebut juga dengan otak belajar.

13
4. Belahan Otak Kiri Dan Kanan
Hipotesis lain mengemukakan kaitan antara dua belahan dengan kategori emosi
yang berbeda. Menurut Jeffrey Gray (1970), aktivitas belahan otak kiri terutama
lobus frontal dan temporalnya berkaitan dengan sistem aktivasi perilaku. Hal
tersebut ditandai dengan peningkatan aktivitas (saraf) autonom dari level rendah
hingga tinggi dan kecenderungan untuk mendekat (ke orang lain) yang dapat
mengindikasi kesenangan atau kemarahan. Peningkatan aktivitas lobus frontal dan
temporal belahan otak kanan diasosiasikan dengan sistem inhibisi perilaku yang
meningkatkan perhatian dan pembangkitan, menginhibisi tindakan dan
menstimulasi emosi, antara lain rasa takut dan muak. Perbedaan antara kedua
belahan otak berkaitan dengan kepribadian. Secara ratarata, individu yang memiliki
aktivasi korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak kiri cenderung lebih bahagia,
mudah bergaul dan lebih suka bersenang-senang. Individu yang memiliki aktivitas
korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak kanan cenderung lebih tertutup, tidak
puas dengan hidup dan lebih mudah emosi yang tidak menyenangkan. Belahan otak
kanan lebih responsif terhadap stimulus emosional daripada belahan otak kiri.
Sebagai contoh, mendengar suara tawa atau tangis akan lebih mengaktivasi
amygdala kanan daripada amygdala kiri. Ketika seseorang mengamati wajah,
perhatian yang dicurahkan untuk mengenali ekspresi emosi akan meningkatkan
aktivitas korteks temporal belahan otak kanan.

3.3.2 Pembelajaran perspektif neurosains


1. Pembelajaran Berbasis Permasalahan
Pembelajaran berbasis permasalahan menarik keterlibatan siswa dalam
pembelajaran dan membantu memotivasi mereka. Ketika siswa belajar kelompok
mereka juga dapat meningkatkan keterampilan kerjasama mereka dalam belajar.
Pembelajaran dengan gaya ini mengharuskan siswa berpikir kreatif dan mengolah
pengetahuan mereka untuk digunakan dengan cara-cara yang khas. Metode ini
bermanfaat terutama untuk pengerjaan proyek-proyek yang tidak memiliki satu
solusi yang benar secara pasti.

14
2. Simulasi dan Permainan Peran
Simulasi dapat dilakukan melalui komputer, di kelas-kelas atau temapat-tempat
umum seperti museum. Permainan peran adalah suatu bentuk penyajian model di
mana para siswa saling mengamati. Baik simulasi maupun permainan peran
memberi kesempatan belajar yang tidak bisa didapatkan oleh siswa dengan cara-
cara biasa. Kedua metode ini memiliki manfaat motivational dan dapat memusatkan
perhatian siswa.

3. Diskusi Aktif
Siswa sebagai bagian dari sebuah diskusi, dipaksa untuk berpartisipasi. Artinya
siswa tidak bisa menjadi pengamat yang pasif. Tingkat keterlibatan kognitif dan
emosional yang meningkat ini, dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih baik.
Aktivitas kognitif ini membantu siswa membangun koneksi-koneksi sinaptif dan
car-cara baru dalam menggunakan informasi.

4. Tampilan Visual
Tampilan-tampilan visual membantu meningkatkan perhatian, pembelajaran
dan mempertahankannya. Guru yang mengggunakan tampilan visual dalam
aktivitas mengajar mereka dengan menggunakan tampilan visual dan mengajak
siswanya untuk menggunakannya juga akan menonjolkan pengolah informasi
visual dan cenderung meningkatkan pembelajaran.

5. Iklim yang positif


Penelitian terhadap otak membuktikan efek-efek positif yang diberikan oleh
keterlibatan-keterlibatan emosional terhadap pembelajaran dan pembentukan
konekskoneksi sinaptik. Guru yang menciptakan iklim kelasa yang positif akan
menemukan bahwa persolan-persoalan perilaku dapat diminimalkan dan bahwa
siswa makin menjadi terlibat dalam pembelajaran.

3.4 Fungsi Otak sebagai kematangan dan pengalaman


3.4.1 Peran otak sebagai fungsi kematangan dan pengalaman
Sebelum berbicara lebih lanjut mengenai fungsi otak terhadap kematangan
dan pangalaman alangkah lebih baiknya kita mengenal otak terlebih dahulu

15
mengenai struktur dan organisasi otak manusia. Sistem saraf merupakan pusat
keputusan dan komunikasi tubuh. Sistem saraf terdiri dari dua bagian utama: (a)
tulang punggung yang terdiri dari sederetan tulang punggung yang bersambung-
sambungan (spinal cord) dan (b) otak. Otak terdiri dari dua bagian: (i) batang otak
(brain stem) dan (ii) korteks serebral (cerebral cortex). Otak merupakan pusat dari
keseluruhan tubuh. Selain paling penting, otak juga merupakan organ yang paling
rumit.

Otak manusia berukuran sekitar 1-1.5kg dengan rata-rata 1330gram.


Ukuran tersebut kurang lebih 2% saja dari ukutan tubuh manusia. Ukuran otak yang
sebesar itu membutuhkan 15% dari seluruh peredaran darah dari jantung dan 20%
dari sumber daya metabolik manusia.

Gambar 1. Struktur Otak Manusia

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

a. Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisis,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.

16
Cerebrum sendiri terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing
adalah:
 Lobus Frontal yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini
berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan
gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual, dan
kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan, dan rasa sakit.
 Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
 Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi, dan bahasa dalam
bentuk suara.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi
beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua
belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara
umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri
mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan
kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.

b. Cerebellum (Otak Kecil)


Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol

17
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,
misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam
mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
c. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight
or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari
tiga bagian, yaitu:
 Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar
dan Otak Kecil.
 Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan
pendengaran.
 Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
d. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak.
Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama
dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak
mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,

18
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan
perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus,
rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori
jangka panjang. Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus
yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu
mendapat perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak
informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai
otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl
Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau
ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti
menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem
limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat
bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.

3.4.2 Perbedaan Fungsi Otak Kanan & Otak Kiri


Otak besar atau cerebrum yang merupakan bagian terbesar dari otak
manusia adalah bagian yang memproses semua kegiatan intelektual, seperti
kemampuan berpikir, menalarkan, mengingat, membayangkan, serta merencanakan
masa depan.Perbedaan dua fungsi otak sebelah kiri dan kanan akan membentuk
sifat, karakteristik dan kemampuan yang berbeda pada seseorang. Perbedaan teori
fungsi otak kiri dan otak kanan ini telah populer sejak tahun 1960-an, dari hasil
penelitian Roger Sperry.

Otak besar dibagi menjadi belahan kiri dan belahan kanan, atau yang lebih dikenal
dengan Otak Kiri dan Otak Kanan. Setiap belahan mempunyai fungsi yang berbeda.
Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio,
kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat matematika. Beberapa
pakar menyebutkan bahwa otak kiri merupakan pusat Intelligence Quotient (IQ).

Sementara itu otak kanan berfungsi dalam perkembangan Emotional Quotient


(EQ). Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain serta
pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan intuitif,

19
kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyanyi,
menari, melukis dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya.

Perbedaan teori fungsi otak ini belum terjadi sampai dengan manusia mencapai usia
kurang lebih 12 tahun. Setalah menjelang usia tersebut barulah terjadi yang
dinamakan lateralisasi. Pada awal mulanya dinyatakan bahwa hemisfir
kiriditugaskan untuk urusan bahasa dan kanan hal-hal lain. perkembangan terakhir
menunjukkan bahwa hemisfir kanan pun ikut bertanggung jawab akan penggunaan
bahasa . (Dibahas lebih lanjut dalam otak dan bahasa)

Belahan otak mana yang lebih baik? Keduanya baik. Setiap belahan otak punya
fungsi masing-masing yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Akan tetapi,
menurut penelitian, sebagian besar orang di dunia hidup dengan lebih
mengandalkan otak kirinya. Hal ini disebabkan oleh pendidikan formal (sekolah
dan kuliah) lebih banyak mengasah kemampuan otak kiri dan hanya sedikit
mengembangkan otak kanan. Orang yang dominan otak kirinya, pandai melakukan
analisis dan proses pemikiran logis, tetapi kurang pandai dalam hubungan sosial.
Mereka juga cenderung memiliki telinga kanan lebih tajam, kaki dan tangan
kanannya juga lebih tajam daripada tangan dan kaki kirinya. Sedangkan orang yang
dominan otak kanannya bisa jadi adalah orang yang pandai bergaul, tetapi
mengalami kesulitan dalam belajar hal-hal yang teknis.

Ada banyak cara untuk mengetahui apakah seseorang dominan otak kanan atau
dominan otak kiri. Misalnya dengan melihat perilaku sehari-hari, cara berpakaian,
dengan mengisi kuisioner yang dirancang khusus atau dengan peralatan
Electroencephalograph yang bisa mengamati bagian otak mana yang paling aktif.

Teori perkembangan otak/kognitif

Teori perembangan kkognitif yang paling terkenal adalah teori perkembangan


kognitif menurut jean piaget, beliau mengemukakan ada 4 tahapan perkembangan
kognitif pada manusia. Keempat tahap tersebut antara lain

o tahap Sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)

20
o tahap Praoperasi (umur 2 – 6 atau 7 tahun)
o tahap operasi konkret ( umur 6 atau 7 – 11 atau 12 tahun)
o tahap operasi formal (umur diatas 11 atau 12 tahun)

1. tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)


6 tingkatan perkembangan pada tahap sensorimotor

o exercising ready – made sensorimotor equipment (refleks) (0-1


bulan)
biasanya sudah mulai terjadi sejak si Kecil lahir hingga berusia satu bulan.
Pada tahap ini, ia akan banyak melakukan gerakan yang bersifat refleks,
spontan, dan tidak disengaja.
o Primary circular reaction (Respon berulang) (1-4 bulan)
Pada tahap ini, umumnya si Kecil sudah mulai mampu mengulang
kebiasaan-kebiasaan sederhana, seperti memasukkan jari ke dalam mulut.
Fase ini disebut juga dengan reaksi sirkuler primer. Tak hanya itu, otot
mata si Kecil juga sudah mulai terbiasa bergerak mengikuti benda ia lihat.
Begitu pun ketika mendengar suara, ia akan mulai menggerakkan kepala
ke arah sumber suara tersebut.
o Secondary circular reaction (Reaksi berulang lanjutan) (4-8 bulan)
Pada tahap ini, biasanya si Kecil sudah mulai bisa menggerakkan beberapa
mainan yang ditunjukkan padanya. Respon ini merupakan sebuah tanda
bahwa ia sudah memasuki tahap perkembangan reaksi sirkuler sekunder.
Fase ini merupakan respon berulang yang melibatkan benda-benda di
sekitar anak, misalnya, ketika si Kecil menggerakkan tangan berulang kali
karena benda yang sedang digenggam olehnya dapat mengeluarkan bunyi
ketika digoyangkan.
o Co-ordination of secondary scheme (8-12 bulan)
Si Kecil umumnya mulai mengalami perkembangan yang cukup
siginifikan pada tahap ini, yaitu koordinasi antara gerakan dan perintah
otak. Di tahap ini, ia jugamulai bisa mengulang kembali gerakan-gerakan

21
yang telah dipelajari dan diingat sebelumnya dengan cara yang lebih
terkoordinasi. Contohnya, saat sedang menggenggam mainan, si Kecil
akan mencoba untuk memukulkan benda tersebut pada objek lain yang
berada pada jangkauannya.
o Tertiary circular reaction (12 – 18 bulan)
Tahap ini ditunjukan dengan aktifnya anak dalam bereksperimen,
mengacu pada kesenangan dan keingintahuan atas hal-hal baru.
o Invention of new means through mental combinations (18-24
bulan)
Inilah tahap perkembangan sensorimotor terakhir, yang berlangsung di
usia 18-24 bulan. Pada tahap ini, fungsi mental si Kecil akan mulai
bertransisi dari sensorimotor menjadi kemampuan kognitif. Fase ini
merupakan tahap paling krusial dalam proses perkembangan sensorimotor
karena ia kini sudah mulai mengembangkan kemampuan berimajinasi,
logika berpikir, dan cara menyelesaikan masalah.
2. tahap Praoperasi (umur 2 – 6 atau 7 tahun)
pada tahap ini hal yang dapat diamati antara lain (1) pengembangan
fungsi simbolik, (2) penggunaan bahasa simbolik, (3) pemecahan
masalah secara intuitif, (4) pemikiran anak ditandai oleh sifat tidak dapat
berubah dan egosentrisme. Piaget membagi tahap ini menjadi dua sub
tahap yaitu
a. tahap prekonseptual (2-4 tahun)
pada bagian awal periode pra-operasi, anak bersifat
egosentris. Yang mana anak yang berpusat pada dirinya sendiri
dan tidak dapat mengambil sudut pandang orang lain. Misalnya, jika
Anda menunjukkan seorang anakdua baris tongkat, setiap baris
berisi enam batang dengan ukuran yang sama dan jika tongkat dalam
satu baris diberi jarak pada interval yang lebih lebar dari yang lain
anak akan mengatakan bahwa baris dengan tongkat yang disusun
lebih lebar berisi lebih banyak batang.

22
b. tahap intuitif (4-6 atau 7 tahun)
pemikiran anak pada tahap ini anak membangung pemikiran
intuitifnya melalui kesan-kesan belaka. Anak juga tidak dapat
mengatasi masalah seperti mengurutkan atau menserikan sesuatu.
Karakter penting lain adalah tidak dapat berubah- anak tidak melihat
suatu hal yang logis itu dapat diubah.

Aspek lain dalam tahap pre operasional antara lain


 anak memiliki kecenderungan untuk menganggap benda mati
mempunyai atribut kehidupan atau kesadaran (animisme)
 anak memiliki kecenderungan untuk menganggap semua subjek
di dunia sebagai produk ciptaan manusia dan dibuat untuk tujuan
kita sendiri (artificialism);
 anak memiliki kecenderungan untuk melihat beberapa
psikologis fenomena seperti mimpi sebagai pengalaman nyata
dan nyata (realisme).

3. tahap operasi konkret ( umur 6 atau 7 – 11 atau 12 tahun)


Karakteristik utama dan pencapaian selama periode ini termasuk
konservasi massa, panjang, berat dan volume, pemikiran yang dapat
berubah, desentralisasi, kemampuan untuk mengambil peran orang lain,
berpikir logis, melibatkan operasi konkrit dari dunia langsung,
klasifikasi (mengatur objek ke dalam hirarki kelas) dan seriasi
(mengatur objek ke dalam seri yang teratur seperti menambah tinggi).
anak mulai mengolah pemikiran simbolis dan membangun dasar
pemikiran logis yang mencirikan remaja.

4. tahap operasi formal (umur diatas 11 atau 12 tahun)


pada tahap ini anak menunjukkan fleksibilitas, abstraksi, pengujian
hipotesis mental dan pertimbangan kemungkinan alternatif dalam
penalaran yang kompleks dan penyelesaian masalah. Anak juga dapat

23
mengasimilasi dan menggabungkan informasi jatah dari berbagai
sumber.

3.4.3 Hubungan antar otak dengan perkembangan kognitif


Perkembangan otak pada manusia terjadi dalam korelasi dengan tahapan
Piaget yang utamanya membangunan penalaran. Hal ini memungkinkan deskripsi
perkembangan kognitif sebagai akibat sebagian dari dan tergantung pada peristiwa
biologis yang terjadi di otak. Bukti menunjukkan bahwa beberapa struktur otak
akhirnya tergantung pada kombinasi peristiwa biologis dan masukan instruksional
atau pengalaman. Seperti pembentukan memori atau informasi yang disimpan di
otak ditandai dengan banyaknya kerutan pada otak, jadi semakin banyak informasi
yang disimpan di otak semakin banyak pula kerutan di otak. Lebih jauh dalam studi
MRI tentang otak setiap kegiatan yang dilakukan. anak-anak dilahirkan dengan
beberapa jaringan saraf yang ditentukan secara genetik yang mengacu pada jenis
kegiatan yang terjadi secara otomatis. Bernapas, menghisap, deteksi sensorik,
metabolisme, dan kegiatan serupa sudah diprogram ke dalam otak dan koneksi
dibuat untuk kontrol motorik yang sesuai. Dari hari kelahiran dalam
pertumbuhannya, ketika ada tindakan pada jaringan ada yang untuk memperkuat,
melemahkan, memodifikasi, dan menambah kegiatan mereka. Misalnya, ketika
anak memeluk, jaringan otak diaktifkan dan diperkuat dan menembak menyebar ke
jaringan yang terkait; ketika anak bernyanyi, ada jaringan lain diperkuat untuk
menerima suara dan menafsirkannya sebagai lagu.

Winick, 1968 menemukan bahwa sintesis sel-sel otak baru berhenti secara virtual
sekitar usia 4-5 tahun . Karena keterbatasan sensitivitas pada pengukuran, tidak
mungkin untuk menyatakan bahwa tidak ada sintesis yang terjadi
kemudian. Namun, sejauh yang dapat ditentukan, ada penghentian aktivitas enzim
yang terlibat dalam mereplikasi DNA (DNA polimerase) dan asimtot dalam total
DNA per otak sehingga tidak ada peningkatan signifikan dalam jumlah sel otak.

Pentingnya temuan ini adalah bahwa, karena otak meningkat sekitar 30% dalam
berat setelah usia tersebut, berat tambahan harus bertambah berat per sel
otak. Sebagian besar dari peningkatan berat badan adalah meningkatnya

24
peninggalan neuron, yang berarti mereka mengirimkan akson dan dendrit
bercabang yang lebih panjang dan bercabang untuk menciptakan koneksi
fungsional di antara kelompok-kelompok neuron yang lebih jauh letaknya (Conel,
1939-63; Rabinowicz, 1979). Peningkatan kompleksitas jaringan ini
memungkinkan fungsi mental yang lebih kompleks dan tak terelakkan.

Dengan demikian, ketika tahap pertumbuhan otak cepat berikutnya dimulai sekitar
usia 6 tahun, koneksi dibuat antara kelompok-kelompok neuronal yang sudah ada
yang mengabdi pada fungsi-fungsi yang berbeda. Dengan kata lain, fungsi motorik
dan sensorik yang sebelumnya terpisah sekarang terkait, sehingga menciptakan
fungsi yang lebih kompleks. Pada intinya, ini menghasilkan apa yang disebut
kemampuan sensori-motor abstrak serta penalaran konkret.

25
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Neurosains pembelajaran yakni ilmu pengetahuan (masa depan) yang
berkaitan dengan otak (sebagai pusat kehidupan) dan pembelajaran yang mengatur
sikap, kemampuan dan keterampilan. Neurosains memiliki tujuan untuk mengajak
otak, jiwa dan hati membangun sikap dan perilaku secara bersama-sama. Ruang
lingkup neurosains terdiri dari seluler-molekuler, system saraf, neurosains perilaku
dan neurosains social.

Dalam praktik pengaplikasikan pembelajaran Jofi Tommerdhal


mengusulkan 5 langkah yaitu neurosains, neurosains kognitif, mekanisme
psikologi, teori pendidikan dan ruang kelas pembelajaran. Beberapa cara untuk
mengaplikasikannya yaitu mengoptimalisasi kecerdasan, menyeimbangkan fungsi
otak kanan dan kiri, menyeimbangkan otak triune, mengembangkan motoric
tangan, mengembangkan kemampuan berbahasa dan mengembangkan multiple
intelligences. Pembelajaran perspektif neurosains dapat dilakukan dengan
melakukan pembelajaran berbasis masalah, simulasi dan permainan peran, diskusi
aktif, tampilan visual, dan iklim positif. Peran otak sebagai fungsi kematangan dan
pengalaman mempengaruhi pembelajaran dengan neurosains untuk membangun
penalaran, seperti pembentukan informasi atau memori pada otak. Pada umur
golden age baik untuk penyimpanan memory jangka panjang.

4.2 Saran
1. Untuk pendidik diharapkan dapat menggunakan neurosains pembelajaran
2. Untuk pendidik harus mencoba ilmu neurosains dalam belajar-pengajar
karena dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia
3. Untuk makalah selanjutnya dapat membahas lebih mendalam tentang
neurosains pembelajaran
4. Untuk makalah selanjutnya dapat memberikan contoh penerapan neurosains
pembelajaran dengan otak yang lebih detail

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Jafri Malin. 2014. Kerjanya Dalam Bidang Neurosains: apa yang patut
diketahui mengenai sains. Malaysia. Universiti Sains Malaysia
Aminul Wathon, neurosains dalam pendidikan , jurnal lentera: kajian keagamaan,
keilmuan dan teknologi, volume 14, nomer 1, maret 2016, 284 -293
Bredekamp, S., & Rosegrant, T. (1992). Reaching Potentials: Appropriate
Curriculum and Assessment for Young Chil-dren, Volume 1. Washington:
National Association for The Education of Young Children.
Harun, Jamaluddin. 2003. Teori Pembelajaran serta Kesannya dalam Reka bentuk
Aplikasi Multimedia Pendidikan , (Online), (
b.domaindlx.com/infodata/pdf/mdp.pdf ). Diakses tanggal 15 Mei 2012
Suyadi, Dasar - Dasar Pemikiran Menuju Ilmu Neurosains Pendidikan Islam
(Optimalisasi Otak dalam Pembelajaran Anak Usia Dini), Disertasi
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015), hlm.

27

Anda mungkin juga menyukai