Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Neurosains
Pembelajaran dan Aplikasinya Praktik Pendidikan” di Universitas Negeri
Semarang.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
KAJIAN TEORI ..................................................................................................... 3
2.1 Neurosains ................................................................................................ 3
2.2 Pembelajaran ............................................................................................ 3
2.3 Pembelajaran dengan neurosains .............................................................. 4
BAB III ................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5
3.1 Definisi Neurosains ................................................................................. 5
3.1.1 Tujuan Neurosains ........................................................................... 5
3.1.2 Ruang Lingkup Neurosains .............................................................. 6
3.2 Neurosains dalam Praktik Pendidikan ........................................................... 7
3.3 Pembelajaran Perspektif Neurosains ........................................................... 11
3.3.1 Teori-teori Neurosains dalam Pembelajaran......................................... 11
3.3.2 Pembelajaran perspektif neurosains...................................................... 14
3.4 Fungsi Otak sebagai kematangan dan pengalaman ..................................... 15
3.4.1 Peran otak sebagai fungsi kematangan dan pengalaman ...................... 15
3.4.2 Perbedaan Fungsi Otak Kanan & Otak Kiri ......................................... 19
3.4.3 Hubungan antar otak dengan perkembangan kognitif .......................... 24
BAB IV ................................................................................................................. 26
PENUTUP ............................................................................................................. 26
iii
4.1 Simpulan ...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Profesor Marian Diamond dalam Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa otak
dapat berubah secara positif jika dihadapkan pada lingkungan yang diberi
rangsangan, dan otak akan dapat menjadi negatif jika tidak diberi rangsangan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka sangat penting menghadirkan lingkungan yang
mampu merangsang siswa untuk dapat mengaktifkan otaknya. Lingkungan yang
merangsang ini perlu dihadirkan dalam kondisi yang bervariasi. Mekanisme kerja
otak sangat memberikan kedudukan yang penting dalam memahami setiap
perubahan tingkah laku belajar yang dilakukan oleh seseorang. Berkaitan dengan
hal itulah, maka penulis ingin memberikan penjelasan mengenai mekanisme kerja
otak pada teori Neurosains dalam pengaturan informasi yang akan mendukung
peran kita sebagai seorang pendidik.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
3
Sagala,2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam
desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar.
2.3 Pembelajaran dengan neurosains
John truer, memberikan pertimbangan yang sifatnya optimis meskipun harus
hati-hati, bahwa neurosains dapat dihubungkan dengan pendidikan. ia melihat
terdapat jembatan pendek yang telah ada dan dapat digunakan untuk
menghubungkan keduanya, yakni psikologi kognitif. Dalam perkembangannya,
riset neurosains di bidang pendidikan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat,
meskipun sifatnya satu arah, yakni dari saintis (neurology, psikolog, biology, dll)
ke pragmatis (pembelajaran). Lebih lanjut Maria montesori neurology pertama
yang menjadikan ruang kelas taman kanak-kanak sebagai laboratorium penelitian
yang mengaitkan otak dan pendidikan.
4
BAB III
PEMBAHASAN
5
Menurut Suyadi, “ Model Pendidikan Karakter dalam Konteks Neurosains”
, Proceeding Seminar Nasional , (Yogyakarta: Prodi PGMI Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga, 2012) , 8 . ke enam sistem otak tersebut memiliki fungsi dalam
pengaturan dalam pengaturan kognisi, afeksi, dan psikomotorik, termasuk IQ, EQ,
dan SQ. Semua sistem otak bekerja sama membangun sikap dan perilaku.
Neurosains juga disebut ilmu yang menghubungkan otak dan pikiran atau jiwa dan
badan, atau hati dan akal.
6
merupakan sistem yang terlokalisasi dan mudah di identifikasi dengan
jelas, otak sosial terbentuk dari berbagai interaksi. komponen lobus
frontal, seperti cortex prefrontal, cortex orbitofrontal dan cortex
ventromedial merupakan komponen utama yang bertanggung jawab
untuk itu.
7
Maria Montesori adalah neurolog pertama yang menjadikan ruang kelas
Taman Kanak-kanak (TK) sebagai laboratorium penelitian yang mengaitkan otak
dan pendidikan. Sekarang, laboratorium Montessori tersebut telah berkembang
menjadi Sekolah Montessori yang sangat terkenal dan telah tersebar luas ke seluruh
penjuru dunia.
0-6 thn masa emas proses pembentukan kepribadian, karakter maupun berfikir anak
menuju proses keberhasilan. Anak usia 6-7 thn menaruh harapn yang tinggi untuk
berhasil dalm mempelajari sgala hal meskipun prateknya buruk. Anak-anak adalah
8
masa perkembangan yang lumayan panjang untuk belajar segala sesuatu hal, pada
masa ini juga anak-anak mengalami proses perkembangan atau tugas pertimbangan
seperti perkembangan fisik, perkembangan kognitif, mental, spiritual, emosional,
dan perkembangan moral.
Menurut pakar neurosains Indonesia Taruna Ikrar dalam kuliah umum di Jakarta
“guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar harus mampu menggunakan metode
neurosains , hal ini dikarenakan bahwa metode ini merupakan kunci dasar untuk
perkembangan anak di masa depan”
1. Optimalisasi kecerdasan
- Pendidikan sebaiknya mengembangkan kecerdasan, bukan hafalan yaitu
melalui stimulasi otak untuk berfikir
- Otak cerdas antara lain mampu menciptakan sesuatu yang baru, menemukan
alternative yang tak pernah dipikirkan orang, dan mengatasi masalah
dengan elegant
9
3. Keseimbangan otak triune
- Pendidikan harus mengembangkan secara seimbang fungsi otak atas,
tengah, bawah (logika, emosi, motoric) / yang sering disebut head, heart,
hand. Dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan manusia
yang cerdas, terampil, berakhlak mulia
6. Multiple intelligences
- Setiap orang itu unik, ia memiliki bakat, potensi dan keingin sendiri
- Teori MI dar Howard gardner (2000) mengingatkan kita akan kecerdasan
yang ganda
- Pendidikan harus mempertimbangkan tipe kecerdasan anak tersebut , bakat
dan keinginanannya
- Guru harus menggunakan berbagai metode media, dan objek belajar untuk
mengembangkan kecerdasan yang beragam
10
3.3 Pembelajaran Perspektif Neurosains
3.3.1 Teori-teori Neurosains dalam Pembelajaran
1. Teori Emosi
Cannon (1927) menyatakan bahwa peranan utama emosi berada di talamus,
yang merupakan bagian inti dari pusat otak. Canon berpendapat bahwa talamus
memberikan respon terhadap stimulus yang membangkitkan emosi dengan
mengirim impuls secara serempak ke korteks cerebral dan ke bagian tubuh yang
lain. Perasaan emosional merupakan akibat keterbangkitan korteks dan sistem saraf
simpatik. Menurut teori ini yang dikembangkan oleh Bard dan dikenal sebagai teori
Cannon Bard, perubahan badani dan pengalaman emosi terjadi pada saat yang
sama. Penelitian berikutnya memperjelas kenyataan bahwa hipotalamus dan
sebagian tertentu dari sistem limbik, bukan talamus, merupakan pusat otak yang
paling banyak terlibat langsung dalam integrasi respons emosional. Impuls dari
kawasan ini dipancarkan ke inti sel dalam batang otak yang mengendalikan fungsi
sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom bekerja secara langsung pada otot dan
organ internal untuk menginisiasi beberapa perubahan badani yang mencirikan
emosi dan bekerja secara tidak langsung dengan merangsang hormon adrenal untuk
menimbulkan perubahan badani lainnya.
Emosi bukan peristiwa sesaat, tetapi pengalaman yang terjadi selama beberapa
saat. Pengalaman emosional dapat ditimbulkan oleh masukan eksternal pada sistem
sensoris, kita melihat atau mendengar stimulus yang membangkitkan emosi. Tetapi
sistem saraf otonom menjadi aktif segera setelah itu, sehingga umpan balik dari
perubahan badani menambah pengalaman emosional. Jadi, pengalaman sadar kita
tentang emosi melibatkan integrasi informasi tentang keadaan fisiologis tubuh dan
informasi tentang situasi yang membangkitkan emosi. Bentuk-bentuk emosi ada
tiga aspek, yaitu: 1) aspek kognisi, 2) kesigapan, 3) perasaan. Penilaian seseorang
terhadap situasi yang membangkitkan emosi merupakan faktor penentu respons
emosional yang penting. Schachter (1971) yakin bahwa emosi merupakan fungsi
interaksi faktor kognitif dan keadaan keterbangkitan fisiologis. Teori kognitif
fisiologis tentang emosi mengemukakan bahwa umpan balik ke otak dari aktivitas
fisiologis menimbulkan keadaan keterbangkitan yang tidak berbeda, tetapi emosi
11
yang dirasakan ditentukan oleh “label” yang diberikan orang pada keadaan
keterbangkitan itu. Penentuan label merupakan proses kognitif, individu
menggunakan informasi dari pengalaman masa lampau dan persepsinya tentang
keadaan saat ini untuk menginterpretasi perasaannya. Interpretasi ini akan
menentukan label yang mereka gunakan untuk memberikan keadaan emosional
mereka.
2. Amygdala
Amygdala adalah struktur dalam sistem saraf berbentuk seperti almonds yang
terletak di dasar lobus temporalis. Amygdala merupakan bagian dari sistem limbik
yang terlibat dalam pengalaman emosional dan fungsi seksual. Struktur ini berperan
dalam ingatan yang bersifat emosional dan terbentuk dari sebuah nukleus atau
kluster badan sel. Amygdala tumbuh dan mencapai puncak perkembangannya
sebelum usia 4 tahun.
Karena itu pada anak-anak di bawah 4 tahun, sensasi dan rangsangan yang
paling cepat ditangkap, dikonsilidasi dan disimpan adalah sensasi-sensasi yang
bersifat emosional. Pengalaman-pengalaman emosional pada anak usia ini
merupakan pengalaman hidup yang terpatri kuat. Pengalaman atau pelajaran pada
usia ini akan berdampak lebih kuat jika diberikan dengan nuasa emosi yang tinggi,
misalnya melalui bermain. Amygdala menyimpan memori tentang peristiwa
emosional, menerima input dari sistem visual, auditif dan pencernaan, termasuk
bagian otak yang mengenal rasa dan sentuhan. Amygdala adalah peran stimulasi,
12
regulasi, emosi dan respon emosional terhadap informasi sensor serta
mengevaluasinya dengan cepat dalam menentukan nilai emosionalnya serta
mengambil keputusan terhadap kejadian tertentu. Jadi amygdala adalah struktur
yang menghubungkan antara emosional dan rasio atau kesadaran emosional
(emotional awareness). Sebagai contoh, apabila kita menghadapi rasa takut maka
hal ini adalah suatu komponen dari kondisi emosional yang cirinya adalah kondisi
tergerak (a state of being moved). Komponen emosi lainnya adalah kesadaran
(awareness) yang dirasakan. “Emotional awareness” kemudian timbul untuk
menentukan tindakan yang diambilnya terhadap rasa takut tersebut. Joseph Le
Doux (1996) dalam buku The Emosional Brain menulis bahwa sistem emosional
utama yaitu rasa takut mencakup amygdala dan bagian frontal dari korteks singulat
(cingulater cortex, yaitu struktur setengah lengkung yang melingkupi bagian tengah
otak atau daerah limbik melalui jalur neuron, visual dan auditif yang mengait
langsung ke struktur yang berbentuk almond tersebut). Struktur ini ditemukan di
setiap belahan bagian tengah otak. Amygdala mengirimkan serabut ke hipotalamus
dan batang otak, tempat pernafasan, keringat, denyut jantung, pembuluh darah dan
tonus otak dikendalikan.
13
4. Belahan Otak Kiri Dan Kanan
Hipotesis lain mengemukakan kaitan antara dua belahan dengan kategori emosi
yang berbeda. Menurut Jeffrey Gray (1970), aktivitas belahan otak kiri terutama
lobus frontal dan temporalnya berkaitan dengan sistem aktivasi perilaku. Hal
tersebut ditandai dengan peningkatan aktivitas (saraf) autonom dari level rendah
hingga tinggi dan kecenderungan untuk mendekat (ke orang lain) yang dapat
mengindikasi kesenangan atau kemarahan. Peningkatan aktivitas lobus frontal dan
temporal belahan otak kanan diasosiasikan dengan sistem inhibisi perilaku yang
meningkatkan perhatian dan pembangkitan, menginhibisi tindakan dan
menstimulasi emosi, antara lain rasa takut dan muak. Perbedaan antara kedua
belahan otak berkaitan dengan kepribadian. Secara ratarata, individu yang memiliki
aktivasi korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak kiri cenderung lebih bahagia,
mudah bergaul dan lebih suka bersenang-senang. Individu yang memiliki aktivitas
korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak kanan cenderung lebih tertutup, tidak
puas dengan hidup dan lebih mudah emosi yang tidak menyenangkan. Belahan otak
kanan lebih responsif terhadap stimulus emosional daripada belahan otak kiri.
Sebagai contoh, mendengar suara tawa atau tangis akan lebih mengaktivasi
amygdala kanan daripada amygdala kiri. Ketika seseorang mengamati wajah,
perhatian yang dicurahkan untuk mengenali ekspresi emosi akan meningkatkan
aktivitas korteks temporal belahan otak kanan.
14
2. Simulasi dan Permainan Peran
Simulasi dapat dilakukan melalui komputer, di kelas-kelas atau temapat-tempat
umum seperti museum. Permainan peran adalah suatu bentuk penyajian model di
mana para siswa saling mengamati. Baik simulasi maupun permainan peran
memberi kesempatan belajar yang tidak bisa didapatkan oleh siswa dengan cara-
cara biasa. Kedua metode ini memiliki manfaat motivational dan dapat memusatkan
perhatian siswa.
3. Diskusi Aktif
Siswa sebagai bagian dari sebuah diskusi, dipaksa untuk berpartisipasi. Artinya
siswa tidak bisa menjadi pengamat yang pasif. Tingkat keterlibatan kognitif dan
emosional yang meningkat ini, dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih baik.
Aktivitas kognitif ini membantu siswa membangun koneksi-koneksi sinaptif dan
car-cara baru dalam menggunakan informasi.
4. Tampilan Visual
Tampilan-tampilan visual membantu meningkatkan perhatian, pembelajaran
dan mempertahankannya. Guru yang mengggunakan tampilan visual dalam
aktivitas mengajar mereka dengan menggunakan tampilan visual dan mengajak
siswanya untuk menggunakannya juga akan menonjolkan pengolah informasi
visual dan cenderung meningkatkan pembelajaran.
15
mengenai struktur dan organisasi otak manusia. Sistem saraf merupakan pusat
keputusan dan komunikasi tubuh. Sistem saraf terdiri dari dua bagian utama: (a)
tulang punggung yang terdiri dari sederetan tulang punggung yang bersambung-
sambungan (spinal cord) dan (b) otak. Otak terdiri dari dua bagian: (i) batang otak
(brain stem) dan (ii) korteks serebral (cerebral cortex). Otak merupakan pusat dari
keseluruhan tubuh. Selain paling penting, otak juga merupakan organ yang paling
rumit.
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
16
Cerebrum sendiri terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing
adalah:
Lobus Frontal yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini
berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan
gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual, dan
kemampuan bahasa secara umum.
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan, dan rasa sakit.
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi, dan bahasa dalam
bentuk suara.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi
beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua
belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara
umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri
mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan
kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.
17
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,
misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam
mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
c. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight
or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari
tiga bagian, yaitu:
Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar
dan Otak Kecil.
Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan
pendengaran.
Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
d. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak.
Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama
dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak
mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
18
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan
perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus,
rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori
jangka panjang. Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus
yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu
mendapat perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak
informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai
otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl
Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau
ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti
menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem
limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat
bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.
Otak besar dibagi menjadi belahan kiri dan belahan kanan, atau yang lebih dikenal
dengan Otak Kiri dan Otak Kanan. Setiap belahan mempunyai fungsi yang berbeda.
Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio,
kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat matematika. Beberapa
pakar menyebutkan bahwa otak kiri merupakan pusat Intelligence Quotient (IQ).
19
kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyanyi,
menari, melukis dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya.
Perbedaan teori fungsi otak ini belum terjadi sampai dengan manusia mencapai usia
kurang lebih 12 tahun. Setalah menjelang usia tersebut barulah terjadi yang
dinamakan lateralisasi. Pada awal mulanya dinyatakan bahwa hemisfir
kiriditugaskan untuk urusan bahasa dan kanan hal-hal lain. perkembangan terakhir
menunjukkan bahwa hemisfir kanan pun ikut bertanggung jawab akan penggunaan
bahasa . (Dibahas lebih lanjut dalam otak dan bahasa)
Belahan otak mana yang lebih baik? Keduanya baik. Setiap belahan otak punya
fungsi masing-masing yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Akan tetapi,
menurut penelitian, sebagian besar orang di dunia hidup dengan lebih
mengandalkan otak kirinya. Hal ini disebabkan oleh pendidikan formal (sekolah
dan kuliah) lebih banyak mengasah kemampuan otak kiri dan hanya sedikit
mengembangkan otak kanan. Orang yang dominan otak kirinya, pandai melakukan
analisis dan proses pemikiran logis, tetapi kurang pandai dalam hubungan sosial.
Mereka juga cenderung memiliki telinga kanan lebih tajam, kaki dan tangan
kanannya juga lebih tajam daripada tangan dan kaki kirinya. Sedangkan orang yang
dominan otak kanannya bisa jadi adalah orang yang pandai bergaul, tetapi
mengalami kesulitan dalam belajar hal-hal yang teknis.
Ada banyak cara untuk mengetahui apakah seseorang dominan otak kanan atau
dominan otak kiri. Misalnya dengan melihat perilaku sehari-hari, cara berpakaian,
dengan mengisi kuisioner yang dirancang khusus atau dengan peralatan
Electroencephalograph yang bisa mengamati bagian otak mana yang paling aktif.
20
o tahap Praoperasi (umur 2 – 6 atau 7 tahun)
o tahap operasi konkret ( umur 6 atau 7 – 11 atau 12 tahun)
o tahap operasi formal (umur diatas 11 atau 12 tahun)
21
yang telah dipelajari dan diingat sebelumnya dengan cara yang lebih
terkoordinasi. Contohnya, saat sedang menggenggam mainan, si Kecil
akan mencoba untuk memukulkan benda tersebut pada objek lain yang
berada pada jangkauannya.
o Tertiary circular reaction (12 – 18 bulan)
Tahap ini ditunjukan dengan aktifnya anak dalam bereksperimen,
mengacu pada kesenangan dan keingintahuan atas hal-hal baru.
o Invention of new means through mental combinations (18-24
bulan)
Inilah tahap perkembangan sensorimotor terakhir, yang berlangsung di
usia 18-24 bulan. Pada tahap ini, fungsi mental si Kecil akan mulai
bertransisi dari sensorimotor menjadi kemampuan kognitif. Fase ini
merupakan tahap paling krusial dalam proses perkembangan sensorimotor
karena ia kini sudah mulai mengembangkan kemampuan berimajinasi,
logika berpikir, dan cara menyelesaikan masalah.
2. tahap Praoperasi (umur 2 – 6 atau 7 tahun)
pada tahap ini hal yang dapat diamati antara lain (1) pengembangan
fungsi simbolik, (2) penggunaan bahasa simbolik, (3) pemecahan
masalah secara intuitif, (4) pemikiran anak ditandai oleh sifat tidak dapat
berubah dan egosentrisme. Piaget membagi tahap ini menjadi dua sub
tahap yaitu
a. tahap prekonseptual (2-4 tahun)
pada bagian awal periode pra-operasi, anak bersifat
egosentris. Yang mana anak yang berpusat pada dirinya sendiri
dan tidak dapat mengambil sudut pandang orang lain. Misalnya, jika
Anda menunjukkan seorang anakdua baris tongkat, setiap baris
berisi enam batang dengan ukuran yang sama dan jika tongkat dalam
satu baris diberi jarak pada interval yang lebih lebar dari yang lain
anak akan mengatakan bahwa baris dengan tongkat yang disusun
lebih lebar berisi lebih banyak batang.
22
b. tahap intuitif (4-6 atau 7 tahun)
pemikiran anak pada tahap ini anak membangung pemikiran
intuitifnya melalui kesan-kesan belaka. Anak juga tidak dapat
mengatasi masalah seperti mengurutkan atau menserikan sesuatu.
Karakter penting lain adalah tidak dapat berubah- anak tidak melihat
suatu hal yang logis itu dapat diubah.
23
mengasimilasi dan menggabungkan informasi jatah dari berbagai
sumber.
Winick, 1968 menemukan bahwa sintesis sel-sel otak baru berhenti secara virtual
sekitar usia 4-5 tahun . Karena keterbatasan sensitivitas pada pengukuran, tidak
mungkin untuk menyatakan bahwa tidak ada sintesis yang terjadi
kemudian. Namun, sejauh yang dapat ditentukan, ada penghentian aktivitas enzim
yang terlibat dalam mereplikasi DNA (DNA polimerase) dan asimtot dalam total
DNA per otak sehingga tidak ada peningkatan signifikan dalam jumlah sel otak.
Pentingnya temuan ini adalah bahwa, karena otak meningkat sekitar 30% dalam
berat setelah usia tersebut, berat tambahan harus bertambah berat per sel
otak. Sebagian besar dari peningkatan berat badan adalah meningkatnya
24
peninggalan neuron, yang berarti mereka mengirimkan akson dan dendrit
bercabang yang lebih panjang dan bercabang untuk menciptakan koneksi
fungsional di antara kelompok-kelompok neuron yang lebih jauh letaknya (Conel,
1939-63; Rabinowicz, 1979). Peningkatan kompleksitas jaringan ini
memungkinkan fungsi mental yang lebih kompleks dan tak terelakkan.
Dengan demikian, ketika tahap pertumbuhan otak cepat berikutnya dimulai sekitar
usia 6 tahun, koneksi dibuat antara kelompok-kelompok neuronal yang sudah ada
yang mengabdi pada fungsi-fungsi yang berbeda. Dengan kata lain, fungsi motorik
dan sensorik yang sebelumnya terpisah sekarang terkait, sehingga menciptakan
fungsi yang lebih kompleks. Pada intinya, ini menghasilkan apa yang disebut
kemampuan sensori-motor abstrak serta penalaran konkret.
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Neurosains pembelajaran yakni ilmu pengetahuan (masa depan) yang
berkaitan dengan otak (sebagai pusat kehidupan) dan pembelajaran yang mengatur
sikap, kemampuan dan keterampilan. Neurosains memiliki tujuan untuk mengajak
otak, jiwa dan hati membangun sikap dan perilaku secara bersama-sama. Ruang
lingkup neurosains terdiri dari seluler-molekuler, system saraf, neurosains perilaku
dan neurosains social.
4.2 Saran
1. Untuk pendidik diharapkan dapat menggunakan neurosains pembelajaran
2. Untuk pendidik harus mencoba ilmu neurosains dalam belajar-pengajar
karena dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia
3. Untuk makalah selanjutnya dapat membahas lebih mendalam tentang
neurosains pembelajaran
4. Untuk makalah selanjutnya dapat memberikan contoh penerapan neurosains
pembelajaran dengan otak yang lebih detail
26
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Jafri Malin. 2014. Kerjanya Dalam Bidang Neurosains: apa yang patut
diketahui mengenai sains. Malaysia. Universiti Sains Malaysia
Aminul Wathon, neurosains dalam pendidikan , jurnal lentera: kajian keagamaan,
keilmuan dan teknologi, volume 14, nomer 1, maret 2016, 284 -293
Bredekamp, S., & Rosegrant, T. (1992). Reaching Potentials: Appropriate
Curriculum and Assessment for Young Chil-dren, Volume 1. Washington:
National Association for The Education of Young Children.
Harun, Jamaluddin. 2003. Teori Pembelajaran serta Kesannya dalam Reka bentuk
Aplikasi Multimedia Pendidikan , (Online), (
b.domaindlx.com/infodata/pdf/mdp.pdf ). Diakses tanggal 15 Mei 2012
Suyadi, Dasar - Dasar Pemikiran Menuju Ilmu Neurosains Pendidikan Islam
(Optimalisasi Otak dalam Pembelajaran Anak Usia Dini), Disertasi
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015), hlm.
27