terhadap Perolehan Kembali Seng dari Dross Seng dengan Metode Hidro-
Elektrometalurgi
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok,
Depok, 16436, Indonesia
Email: rizqicakti@yahoo.com
Abstrak
Kegunaan logam seng yang luas untuk kebutuhan industri maupun kebutuhan sehari-hari
secara otomatis akan meningkatkan angka permintaan terhadap logam seng setiap tahunnya.
Mengolah kembali logam seng dari dross seng merupakan salah satu cara agar cadangan
mineral seng di bumi tidak habis. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk memperoleh
kembali logam seng dari dross seng adalah dengan metode hidro-elektrometalurgi. Proses
terdiri dari pemanggangan 700oC, pelindian H2SO4, dan elektrowinning. Penelitian ini
meneliti pengaruh dari parameter-parameter pelindian dan elektrowinning pada proses
perolehan kembali logam seng. Untuk karakterisasi sampel menggunakan XRD yang
dilengkapi dengan perangkat lunak XRD Match!, AAS, dan EDS. Dari penelitian ini,
parameter optimal terjadi pada konsentrasi pelindi 2 M H2SO4 dan suhu elektrowinning 25oC
pada rapat arus 2000 A/m2. Parameter tersebut menghasilkan efisiensi arus sebesar 91.57%
dan kemurnian logam seng sebesar 77.68%.
Abstract
Extensive usability of zinc metal for industry needs and daily needs will automatically
increase demand for zinc metal annually. Recovery of zinc metal from zinc dross is one way
for zinc mineral deposits in the earth is not exhausted. One method that can be done to recover
zinc metal from zinc dross is hydro-electrometallurgy method. The process consists of
roasting 700°C, H2SO4 leaching, and electrowinning. This study investigated the effect of
leaching and electrowinning parameters on recovery of zinc metal. For characterization of
samples using XRD, that comes with XRD Match! software, AAS, and EDS. From this study,
optimal parameters occurred at 2 M H2SO4 leaching concentration and 25oC electrowinning
temperature at 2000 A/m2 current density, each performed for 60 minutes. These parameters
produced a current efficiency of 91.57% and a purity of 77.68% zinc metal.
Keywords: Zinc; Zinc dross; Roasting; H2SO4 leaching; Zinc electrowinning; Hydro-electrometallurgy
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam sangat beragam namun
lokasinya tersebar. Dengan sumber daya mineral melimpah yang Indonesia miliki ini
mendorong kegiatan pertambangan di Indonesia untuk dapat memanfaatkan sumber daya
alam tersebut secara maksimal dan efisien. Salah satu mineral yang dimiliki Indonesia adalah
mineral sphalerite (ZnS) yang dapat ditemukan dalam jumlah kecil di sejumlah daerah di
Indonesia. Mineral tersebut dapat diolah untuk memperoleh produk utamanya yaitu logam
seng (Zn).
Seng adalah unsur kimia dengan lambang kimia Zn, nomor atom 30, dan massa atom
relatif 65,39. Seng merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik. Beberapa
aspek kimiawi seng mirip dengan magnesium. Hal ini dikarenakan ion kedua unsur ini
berukuran hampir sama. Selain itu, keduanya juga memiliki keadaan oksidasi +2. Seng
merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau. Seng sedikit kurang padat daripada
besi dan berstruktur kristal heksagonal. Di kerak bumi, seng merupakan unsur paling
melimpah ke-24[1].
Otomotif merupakan salah satu sektor yang banyak menggunakan logam seng sebagai
bahan utama untuk proses pengecoran dan galvanisasi. Logam ini memiliki titik leleh yang
rendah dan fluiditas yang baik yang menjadikannya salah satu pilihan di industri otomotif.
Permukaan lelehan logam seng sangat mudah teroksidasi selama proses pelelehan, dan
membentuk suatu lapisan oksida yang menutupi permukaan lelehan yang dinamakan dengan
dross. Dross sebagian besar tersusun atas logam Zn, beberapa Zn-oksida dan pengotor dalam
jumlah sedikit seperti Fe, Si, Al, Cu[2].
Penelitian dalam rangka mengekstraksi logam seng dari dross seng sudah banyak
dilakukan baik secara pirometalurgi, hidrometalurgi, maupun elektrometalurgi. Salah satu
penelitian yang sudah dilakukan membahas tentang proses perolehan kembali logam seng dari
zinc plant residue (ZPR). Residunya diambil dari Waelz kiln yang memproses bijih seng-
timbal karbonat. ZPR mengandung 11,3% Zn, 24,6% Pb, dan 8,3% Fe, dan dicampur dengan
H2SO4 dan diproses yang terdiri dari pemanggangan, pelindian air, dan pelindian NaCl.
Sekitar 86% Zn didapat setelah pemanggangan 200oC selama 30 menit dengan rasio berat
H2SO4/ZPR yang sama dan diikuti dengan pelindian air 25oC selama 60 menit[3].
Selain penelitian di atas, beberapa penelitian mengenai perolehan kembali logam seng
dari dross seng sudah banyak dilakukan. Perlu ditemukan cara untuk dapat mengekstraksi
logam seng dari dross seng seefektif dan seefisien mungkin sehingga proses produksi logam
Pemanggangan atau roasting dapat dikatakan sebagai tahap awal sebelum dilakukan
proses hidrometalurgi. Pemanggangan merupakan proses pemanasan bijih, konsentrat atau
senyawa lain yang dilakukan pada suhu di bawah titik leburnya dengan memanfaatkan reaksi
antara gas-padatan dan penambahan suatu reagen kimia[4]. Proses pemanggangan pada logam
seng termasuk dalam jenis Oxidizing Roasting, dimana proses oksidasi dari logam sulfide
menghasilkan logam oksida dan sulfur dioksida. Dalam proses pemanggangan logam seng
reaksi yang terjadi sebagai berikut:
2ZnS(s) + 3O2(g) à 2ZnO(s) + 2SO2(g)
Pemanggangan pada ZnS diperlukan karena senyawa seng sulfida (ZnS) yang apabila
dilarutkan dalam H2SO4 encer pada proses pelindian memiliki kelarutan yang rendah,
sedangkan hasil pemanggangan dalam bentuk seng oksida (ZnO) memiliki kelarutan yang
tinggi. Rata-rata suhu yang digunakan pada proses pemanggangan ini adalah 900oC, dimana
terjadi perubahan ZnS menjadi ZnO. Tetapi pada suhu tersebut terjadi kecenderungan
pembentukan zinc ferrite yang bersifat tidak larut pada asam sulfat. Oleh karena itu, suhu
pemanggangan harus diturunkan menjadi 700oC[5].
Pelindian atau leaching merupakan proses ekstraksi senyawa utama dari padatan yang
dapat larut dari suatu larutan. Secara lebih luas, pelindian didefinisikan sebagai proses
pelarutan selektif mineral atau bijih dengan bantuan suatu reagen kimia tertentu sebagai
pelarut untuk memisahkan unsur yang diinginkan dari pengotornya dimana hanya unsur yang
diinginkan yang akan larut. Beberapa jenis reagen kimia yang biasa digunakan dalam proses
pelindian ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Reagen Pelindian yang Umum digunakan Beragam Jenis Mineral[6]
Mineral Jenis Larutan Pelindi
Logam Oksida H2SO4
Logam Sulfat H2SO4 atau H2O
Logam Sulfida Larutan Fe2(SO4)3
Mineral Cu/Ni Larutan NH3, NH4CO3
Al2O3 NaOH
Au, Ag NaCN
3. Metodologi Penelitian
Material atau bahan yang digunakan adalah dross seng yang berasal dari PT. XXX.
Sampel terlebih dahulu dihancurkan (crushing) menggunakan palu kemudian dilanjutkan
menggunakan mortar hingga halus. Setelah halus, sampel diayak hingga didapatkan ukuran
partikel sebesar #70 dan #80. Sampel dibagi menjadi 9 bagian sesuai dengan banyaknya
variasi yaitu tiga konsentrasi larutan dan suhu yang berbeda. Berat masing masing sampel
adalah 40 gram.
Pertama-pertama anoda dan katoda dicuci menggunakan larutan aseton dan alkohol
untuk menghilangkan lemak di permukaan elektroda. Kemudian katoda Al dilakukan
penimbangan sebagai berat awal. Anoda dan katoda dimasukkan ke dalam gelas kimia yang
berisi larutan ZnSO4 hasil pelindian. Kemudian anoda, katoda, couloumeter, rectifier,
multitester disambungkan membentuk rangkaian sel elektrowinning. Dan proses
elektrowinning dilakukan pada rapat arus 2000 A/m2 dengan variabel suhu 250C, 40oC, dan
55oC selama 60 menit. Katoda diambil dan dikeringkan menggunakan hair dryer. Kemudian
katoda Al dilakukan penimbangan sebagai berat akhir.
4. Hasil Penelitian
Hasil pengujian dengan XRD pada sampel awal didapatkan data difraktogram seperti
pada Gambar 5.
Hasil dari karakterisasi AAS setelah pelindian H2SO4 pada sampel dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengujian AAS pada Sampel setelah Pelindian
30000
24958
25000
20000
ppm
60 Al
%wt
40
S
20.91
16.1
20
Fe
3.97
1.14
4.89
1.33
0
Zn
1
M
2
M
Konsentrasi
Larutan
Gambar 8. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan dan Konsentrasi Logam Hasil Elektrowinning
100
77.68
80
63.17
60
Al
%wt
40
27.13
S
16.1
20
4.89
1.33
8.79
Fe
0.91
0
Zn
25
C
55
C
Suhu
Elektrowinning
Gambar 9. Grafik Hubungan Suhu Elektrowinning dan Konsentrasi Logam Hasil Elektrowinning
Variasi Konsentrasi Zn
Sampel
Konsentrasi Suhu %wt ppm
1 1M 25oC 91.14 911400
4 2M 25oC 55.48 554800
o
13 2M 55 C 9.9 99000
Hasil Perhitungan efisiensi arus dari enam sampel setelah dielektrowinning dan dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Elektrowinning dan Efisiensi Arus
VARIASI Elektrowinning
80
66.47
68.66
55.66
60
42.49
25
C
40
20
40
C
0
55
C
1
M
2
M
Konsentrasi
H2SO4
50
66.47
55.66
1
M
42.49
0
2
M
25
C
40
C
55
C
Suhu Elektrowinning
Pada penelitian ini, sebelum sampel diperlakukan dan diteliti terlebih dahulu
dilakukan karakterisasi XRD untuk mengetahui senyawa apa saja yang terkandung pada
sampel awal dross seng. Berdasarkan hasil pembacaan perangkat lunak XRD Match! yang
ditunjukkan pada Gambar 5., ditemukan 6 buah kecocokan pada unsur Zn dalam sampel awal
dross dengan database yang diwakili oleh puncak (peak) yang terbentuk pada difraktogram
sampel awal dross seng. Selain itu unsur-unsur lain juga terdeteksi memiliki puncak seperti Al
memiliki 4 buah kecocokan, Fe-Zn memiliki 3 buah kecocokan, dan ZnS memiliki 3 buah
kecocokan.
Kandungan senyawa-senyawa dan unsur-unsur dalam sampe yang cocok dengan
database dapat dilihat pada Tabel 2. diketahui bahwa sampel awal dross seng mengandung
unsur-unsur dan senyawa-senyawa seperti Al, Zn, Fe-Zn, dan ZnS. Al memiliki kandungan
yang cukup tinggi hingga 45.5%, diikuti Zn dengan 32.8%, ZnS dengan 13%, dan Fe-Zn
dengan 8.7%. Ini menunjukkan bahwa pengotor utama pada sampel dross seng ini berasal dari
Al. Dan penelitian ini difokuskan untuk menurunkan kabar Al, dan mendapatkan kadar Zn
setinggi-tingginya. Disamping itu keberadaan ZnS dapat kita ubah menjadi ZnO dengan
pemanggangan agar lebih mudah larut dalam H2SO4 encer.
Hasil pengujian yang dilakukan dengan metode AAS pada sampel A, B, dan C dapat
dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 7, menunjukkan konsentrasi larutan ZnSO4 yang berbeda
yaitu 1, 2, dan 4 M menghasilkan kadar Zn yang berbeda-beda. Pada konsentrasi larutan 1 M
ZnSO4 menghasilkan kadar Zn mencapai 10295 ppm, apabila dibandingkan dengan
konsentrasi larutan 2 M ZnSO4 terjadi peningkatan kadar Zn mencapai 24958 ppm. Hal ini
dapat terjadi karena pada saat dilakukan proses pelindian, pada konsentrasi larutan 2 M
ZnSO4 terjadi laju reaksi yang lebih tinggi sehingga logam seng yang terkandung dalam dross
seng terlarut lebih banyak dibandingkan pada konsentrasi larutan 1 M ZnSO4. Akan tetapi,
pada konsentrasi larutan konsentrasi larutan 4 M ZnSO4 menghasilkan kadar Zn mencapai
11075 ppm, apabila dibandingkan dengan konsentrasi larutan 2 M ZnSO4 terjadi penurunan
kadar Zn. Hal ini terjadi dikarenakan larutan dengan konsentrasi 4 M ZnSO4 melarutkan
mineral-mineral pengotor yang tidak diinginkan, sehingga mengurangi kadar Zn yang terlarut.
Selain itu, pada sampel hasil pelindian dengan konsentrasi larutan 4 M ZnSO4 tampak
terlihat gelatin putih yang mengendap pada dasar larutan seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 12. Hal dapat terjadi dikarenakan pada saat proses pelindian dengan larutan 4 M
H2SO4 suhu proses dapat mencapai 110oC sedangkan pada sampel A dan B suhu yang dicapai
masing-masing adalah 44oC dan 82oC. Dengan suhu setinggi itu, senyawa ZnO yang
terkandung dalam dross seng dapat berubah menjadi seng hidroksida (Zn(OH)2) berupa
endapan gelatin putih seperti pada Gambar 12.[9]. Oleh karena itu, penulis tidak melanjutkan
penelitian pada sampel C dengan konsentrasi larutan 4 M ZnSO4.
Dalam pengujian dengan EDS, sampel yang diuji adalah sampel berupa endapan
logam Zn pada permukaan katoda yang berbentuk dendrit. Dari hasil penelitian yang
ditunjukkan pada Tabel 6. pada sampel 1 dan 4 memperlihatkan konsentrasi larutan yang
berbeda dan suhu elektrowinning yang sama sebagai variabel tetap, dimana ini memiliki
pengaruh terhadap kemurnian logam seng yang terdeposisi pada katoda. Gambar 8.
memperlihatkan hasil dari proses elektrowinning hubungan antara konsentrasi larutan ZnSO4
dan kemurnian logam seng.
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 8. bahwa pada larutan elektrolit dengan
dengan konsentrasi 2 M ZnSO4 kemurnian logam seng yang didapatkan mencapai 77.68%,
hal ini lebih tinggi jika dibandingkan kemurnian logam seng yang didapatkan pada larutan
elektrolit dengan konsentrasi 1 M ZnSO4 yang mencapai 73.98%. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan pada larutan elektrolit dengan 2 M ZnSO4 konsentrasi logam seng yang terlarut
memiliki konsentrasi lebih tinggi yaitu 24958 ppm, sedangkan pada larutan elektrolit dengan
konsentrasi 1 M ZnSO4 konsentrasi logam seng yag terlarut lebih rendah yaitu 10295 ppm.
Selain logan seng yang terdeposisi, mineral-mineral lainnya juga ikut terdeposisi atau
yang biasa kita sebut pengotor. Pengotor seperti S dan Fe ikut terdeposisi pada katoda dengan
presentase rendah, kecuali pada S (sulfur). Pada Gambar 8. menunjukkan Fe yang terdeposisi
mengalami peningkatan persentase dari 1.14% menjadi 1.33%. Dari yang terdeposisi pada
katoda, menunjukkan bahwa dengan konsentrasi larutan yang lebih tinggi mineral-mineral
pengotor yang ikut terlarut juga akan semakin meningkat. Selain itu terdapat unsur lain seperti
Al, hal ini dapat dikarenakan oleh katoda yang terbuat dari Al. Sehingga saat pengujian EDS
mendeteksi adanya unsur Al.
Seperti dijelaskan di atas bahwa terdapat pengotor yang terdeposisi dengan konsentrasi
yang cukup tinggi, pengotor itu adalah S (sulfur). S yang ikut terdeposisi pada permukaan
katoda bukan merupakan S dari dross seng, karena pada sampel awal hasil analisis XRD
memperlihatkan bahwa presentase S yang terdapat pada sampel awal dross seng sangat kecil.
S yang ikut terdeposisi tersebut dapat disebabkan berasal dari larutan ZnSO4 yang ikut
menempel pada permukaan logam seng yang terbentuk. Hal ini dapat diminimalisir dengan
dilakukannya proses pencucian pada logam seng setelah dilakukannya proses eleketrowinning
menggunakan aquades. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sulfat yang menempel pada
permukaan deposit logam seng.
Konsentrasi larutan berpengaruh terhadap efisiensi arus yang dihasilkan. Gambar 10.
memperlihatkan hasil yang didapatkan setelah dilakukan proses elektrowinning dengan
variabel konsentrasi larutan ZnSO4 berbeda, yaitu 1 dan 2 M dan pada tiga suhu yang berbeda
25, 40, 55 oC. Pada sampel dengan suhu elektrowinning 25oC dapat dilihat bahwa terjadi
peningkatan efisiensi arus pada konsentrasi 2 M ZnSO4 dibandingkan pada konsentrasi 1 M
ZnSO4 dari 55.66% menjadi 91.57% . Hal ini juga didapatkan pada sampel dengan suhu
elektrowinning 40oC dimana peningkatan terjadi dari 42.49% menjadi 82.04%, dan juga pada
sampel dengan suhu elektrowinning 55oC dimana efisiensi arus meningkat dari 66.47%
menjadi 68.66%.
Dapat dilihat pada Gambar 10. bahwa hasil grafik sudah sesuai dengan literatur,
dimana dengan semakin tingginya konsentrasi larutan efisiensi arus juga akan semakin
meningkat, hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan semakin tinggi juga laju
reaksi yang terjadi, dan membuat mineral yang diinginkan juga akan ikut terlarut. Tetapi jika
terlalu tinggi akan membuat mineral tidak diinginkan akan ikut terlarut, hal ini terjadi pada
larutan 4 M ZnSO4.
Suhu elektrowinning berpengaruh terhadap efisiensi arus yang dihasilkan, dengan
semakin tinggi suhu semakin tinggi efisiensi arus yang dihasilkan. Pada Gambar 11. dapat
dilihat efisiensi-efisiensi arus yang dihasilkan dengan variabel suhu yang berbeda, yaitu 25,
40, dan 55 oC. Hasil yang diperoleh pada sampel dengan konsentrasi larutan 1 M ZnSO4
(garis biru) menunjukkan bahwa terjadi penurunan efisiensi arus pada suhu 40oC dari 25oC
6. Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisa yang telah dilakukan pada penelitian ini maka dapat
diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Setelah dilakukan pemanggangan, kandungan logam sulfida (ZnS) dalam sampel dross
seng sebagian besar berubah menjadi logam oksida (ZnO). Selain itu, pada suhu 500-
7. Saran
Setelah dilakukannya penelitian ini, penulis memiliki beberapa saran yang diperlukan
untuk dilakukan penelitian yang lebih lanjut, diantaranya:
1. Setelah dilakukannya proses eletrowinning lebih baik dilakukan proses pencucian
pada logam seng yang terdeposisi pada katoda setelah dilakukannya proses
8. Referensi
[1] Pugazhenthy, L. (1991). Zinc Handbook: Properties, Processing, and Use In Design
Second Edition. CRC Press.
[2] H. Zheng, Z. Gu, Y. Zheng. (2008). Electrorefining Zinc Dross in Ammoniacal
Ammonium Chloride System. Journal of Hydrometallurgy 90. Scince Direct. Pp 8–12.
[3] Turan, M. D., H. Soner Altundogan, Fikret Tumen. (2004). Recovery of Zinc and Lead
from Zinc Plant Residue. Journal of Hydrometallurgy 75. Science Direct. Pp. 169-176.
[4] N. Sevryukov, B. Kuzmin. (1969). General Metallurgy. Moscow : Peace Publishers.
[5] C.B. Gill. (1980). Nonferrous Extractive Metallurgy. A Willey-Interscience Publication.
[6] Moore, J.J. (1981). Chemical Metallurgy. Butterworths and Co. (Publishers) Ltd.
London.
[7] Jha, M.K., V. Kumar, R.J. Singh. (2001). Review of Hydrometallurgical Recovery of
Zinc from Industrial Wastes. Resources, Conservation and Recycling 33. Science Direct.
Pp. 1-22.
[8] Zhang, Wei. (2010). Performance of Lead Anodes Used for Zinc Electrowinning and
Their Effects on Energy Consumption and Cathode Impurities. Faculté Des Sciences Et
De Génie. Université Laval. Québec.
[9] Tamrin. 2002. Proses Perolehan Zinc Oksida dari Limbah Padat Dross Zinc Melalui
Proses Leaching H2SO4 dan Pengendapan oleh Natrium Hidroksida. Skripsi Jurusan
Teknik Metalurgi dan Material. Universitas Indonesia. Depok.
[10] Ren, Xiulian, et al. 2010. The Recovery of Zinc from Hot Galvanizing Slag in An Anion-
Exchange Membrane Electrolysis Reactor. Journal of Hazardous Materials 181.
Elvesier. Pp. 908–915.
[11] Buarzaiga, Mohamed. 1999. An Investigation of The Failure Mechanisms of Aluminum
Cathodes in Zinc Electrowinning Cells. Department of Metals and Materials
Engineering. The University of British Columbia. Vancouver.
Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014