Anda di halaman 1dari 21

Studi Pengaruh Konsentrasi Larutan Pelindi dan Suhu Elektrowinning

terhadap Perolehan Kembali Seng dari Dross Seng dengan Metode Hidro-
Elektrometalurgi

Rizqi Cakti Bramantyo, Johny Wahyuadi Mudaryoto Soedarsono

Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok,
Depok, 16436, Indonesia

Email: rizqicakti@yahoo.com

Abstrak

Kegunaan logam seng yang luas untuk kebutuhan industri maupun kebutuhan sehari-hari
secara otomatis akan meningkatkan angka permintaan terhadap logam seng setiap tahunnya.
Mengolah kembali logam seng dari dross seng merupakan salah satu cara agar cadangan
mineral seng di bumi tidak habis. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk memperoleh
kembali logam seng dari dross seng adalah dengan metode hidro-elektrometalurgi. Proses
terdiri dari pemanggangan 700oC, pelindian H2SO4, dan elektrowinning. Penelitian ini
meneliti pengaruh dari parameter-parameter pelindian dan elektrowinning pada proses
perolehan kembali logam seng. Untuk karakterisasi sampel menggunakan XRD yang
dilengkapi dengan perangkat lunak XRD Match!, AAS, dan EDS. Dari penelitian ini,
parameter optimal terjadi pada konsentrasi pelindi 2 M H2SO4 dan suhu elektrowinning 25oC
pada rapat arus 2000 A/m2. Parameter tersebut menghasilkan efisiensi arus sebesar 91.57%
dan kemurnian logam seng sebesar 77.68%.

Study of Effect of Leaching Concentration and Electrowinning Temperature on


Recovery of Zinc from Zinc Dross with Hydro-Electrometallurgy Method

Abstract

Extensive usability of zinc metal for industry needs and daily needs will automatically
increase demand for zinc metal annually. Recovery of zinc metal from zinc dross is one way
for zinc mineral deposits in the earth is not exhausted. One method that can be done to recover
zinc metal from zinc dross is hydro-electrometallurgy method. The process consists of
roasting 700°C, H2SO4 leaching, and electrowinning. This study investigated the effect of
leaching and electrowinning parameters on recovery of zinc metal. For characterization of
samples using XRD, that comes with XRD Match! software, AAS, and EDS. From this study,
optimal parameters occurred at 2 M H2SO4 leaching concentration and 25oC electrowinning
temperature at 2000 A/m2 current density, each performed for 60 minutes. These parameters
produced a current efficiency of 91.57% and a purity of 77.68% zinc metal.

Keywords: Zinc; Zinc dross; Roasting; H2SO4 leaching; Zinc electrowinning; Hydro-electrometallurgy

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam sangat beragam namun
lokasinya tersebar. Dengan sumber daya mineral melimpah yang Indonesia miliki ini
mendorong kegiatan pertambangan di Indonesia untuk dapat memanfaatkan sumber daya
alam tersebut secara maksimal dan efisien. Salah satu mineral yang dimiliki Indonesia adalah
mineral sphalerite (ZnS) yang dapat ditemukan dalam jumlah kecil di sejumlah daerah di
Indonesia. Mineral tersebut dapat diolah untuk memperoleh produk utamanya yaitu logam
seng (Zn).
Seng adalah unsur kimia dengan lambang kimia Zn, nomor atom 30, dan massa atom
relatif 65,39. Seng merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik. Beberapa
aspek kimiawi seng mirip dengan magnesium. Hal ini dikarenakan ion kedua unsur ini
berukuran hampir sama. Selain itu, keduanya juga memiliki keadaan oksidasi +2. Seng
merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau. Seng sedikit kurang padat daripada
besi dan berstruktur kristal heksagonal. Di kerak bumi, seng merupakan unsur paling
melimpah ke-24[1].
Otomotif merupakan salah satu sektor yang banyak menggunakan logam seng sebagai
bahan utama untuk proses pengecoran dan galvanisasi. Logam ini memiliki titik leleh yang
rendah dan fluiditas yang baik yang menjadikannya salah satu pilihan di industri otomotif.
Permukaan lelehan logam seng sangat mudah teroksidasi selama proses pelelehan, dan
membentuk suatu lapisan oksida yang menutupi permukaan lelehan yang dinamakan dengan
dross. Dross sebagian besar tersusun atas logam Zn, beberapa Zn-oksida dan pengotor dalam
jumlah sedikit seperti Fe, Si, Al, Cu[2].
Penelitian dalam rangka mengekstraksi logam seng dari dross seng sudah banyak
dilakukan baik secara pirometalurgi, hidrometalurgi, maupun elektrometalurgi. Salah satu
penelitian yang sudah dilakukan membahas tentang proses perolehan kembali logam seng dari
zinc plant residue (ZPR). Residunya diambil dari Waelz kiln yang memproses bijih seng-
timbal karbonat. ZPR mengandung 11,3% Zn, 24,6% Pb, dan 8,3% Fe, dan dicampur dengan
H2SO4 dan diproses yang terdiri dari pemanggangan, pelindian air, dan pelindian NaCl.
Sekitar 86% Zn didapat setelah pemanggangan 200oC selama 30 menit dengan rasio berat
H2SO4/ZPR yang sama dan diikuti dengan pelindian air 25oC selama 60 menit[3].
Selain penelitian di atas, beberapa penelitian mengenai perolehan kembali logam seng
dari dross seng sudah banyak dilakukan. Perlu ditemukan cara untuk dapat mengekstraksi
logam seng dari dross seng seefektif dan seefisien mungkin sehingga proses produksi logam

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


seng dapat berjalan dengan potensi yang maksimal dan mampu untuk memenuhi permintaan
terhadap logam seng yang akan terus meningkat di masa yang akan datang.

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


2. Dasar Teori

2.1. Proses Pemanggangan (Roasting)

Pemanggangan atau roasting dapat dikatakan sebagai tahap awal sebelum dilakukan
proses hidrometalurgi. Pemanggangan merupakan proses pemanasan bijih, konsentrat atau
senyawa lain yang dilakukan pada suhu di bawah titik leburnya dengan memanfaatkan reaksi
antara gas-padatan dan penambahan suatu reagen kimia[4]. Proses pemanggangan pada logam
seng termasuk dalam jenis Oxidizing Roasting, dimana proses oksidasi dari logam sulfide
menghasilkan logam oksida dan sulfur dioksida. Dalam proses pemanggangan logam seng
reaksi yang terjadi sebagai berikut:
2ZnS(s) + 3O2(g) à 2ZnO(s) + 2SO2(g)
Pemanggangan pada ZnS diperlukan karena senyawa seng sulfida (ZnS) yang apabila
dilarutkan dalam H2SO4 encer pada proses pelindian memiliki kelarutan yang rendah,
sedangkan hasil pemanggangan dalam bentuk seng oksida (ZnO) memiliki kelarutan yang
tinggi. Rata-rata suhu yang digunakan pada proses pemanggangan ini adalah 900oC, dimana
terjadi perubahan ZnS menjadi ZnO. Tetapi pada suhu tersebut terjadi kecenderungan
pembentukan zinc ferrite yang bersifat tidak larut pada asam sulfat. Oleh karena itu, suhu
pemanggangan harus diturunkan menjadi 700oC[5].

2.2. Proses Pelindian (Leaching)

Pelindian atau leaching merupakan proses ekstraksi senyawa utama dari padatan yang
dapat larut dari suatu larutan. Secara lebih luas, pelindian didefinisikan sebagai proses
pelarutan selektif mineral atau bijih dengan bantuan suatu reagen kimia tertentu sebagai
pelarut untuk memisahkan unsur yang diinginkan dari pengotornya dimana hanya unsur yang
diinginkan yang akan larut. Beberapa jenis reagen kimia yang biasa digunakan dalam proses
pelindian ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Reagen Pelindian yang Umum digunakan Beragam Jenis Mineral[6]
Mineral Jenis Larutan Pelindi
Logam Oksida H2SO4
Logam Sulfat H2SO4 atau H2O
Logam Sulfida Larutan Fe2(SO4)3
Mineral Cu/Ni Larutan NH3, NH4CO3
Al2O3 NaOH
Au, Ag NaCN

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


Proses pelindian pada logam seng menggunakan larutan H2SO4. Penggunaan asam
sulfat dapat melarutkan logam Zn dan mengendapkan pengotor. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
ZnO(s) + H2SO4(l) → ZnSO4(l) + H2O(l)

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pelindian logam seng adalah:


1. Konsentrasi Larutan
Dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan H2SO4 maka laju reaksi
akan semakin bertambah sehingga jumlah dari mineral berharga yung larut akan
semakin bertambah[7] . Tetapi apabila terlalu tinggi akan menyebabkan mineral-
mineral yang tidak diinginkan juga akan ikut terlarut.
2. Temperatur
Semakin tinggi temperature maka akan semakin meningkatkan laju reaksi.
Tetapi peningkatan temperature juga dapat mengakibatkan jumlah pengotor yang ikut
terlarut
3. Waktu kontak
Memperpanjang waktu kontak antara pelarut dengan bijih bisa berujung pada
peningkatan presentase pengotor yang ada dalam larutan.

2.3. Proses Elektrowinning

Elektrowinning adalah salah satu proses pemurnian berdasarkan teori elektrolisis


untuk mendapatkan logam dari larutan hasil pelindian. Proses ini dilakukan sebagai tahap
akhir dari proses ekstraksi hidrometalurgi bila diinginkan produksi logam yang berkadar
relatif tinggi. Pada proses elektrowinning Zn, akan diperoleh endapan logam Zn pada
permukaan katoda yang berasal dari reaksi reduksi larutan ZnSO4. Pada anoda akan tejadi
pembentukan oksigen karena menggunakan anoda inert yang tidak ikut bereaksi.

Gambar 1. Skema Sel Elektrowinnnig Zn

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


Skema sel elektrowinning Zn dapat dilihat pada Gambar 1. anoda yang digunakan
bersifat inert seperti Pb, sedangkan katodanya berupa logam murni seperti aluminium.
Larutan elektrolitnya merupakan larutan hasil pelindian (ZnSO4). Suhu operasi proses
memiliki andil besar pada proses elektrowinning ini karena suhu operasi proses
mempengaruhi konsumsi daya yang dihasilkan dan laju korosi pada anoda yang dipakai agar
diketahui kondisi optimum proses untuk mendapatkan kemurnian logam seng yang tinggi[8].
Persamaan berikut memperlihatkan reaksi yang terjadi pada elektrowinning Zn:
Katoda : Zn2+(aq) + 2e- à Zn(s)
Anoda : H2O (l) à ½ O2(g) + 2H+(aq) + 2e-
Spectator ion : SO42-(aq) à SO42-(aq)
Zn2+(aq) + SO42-(aq) + H2O(l) à Zn(s) + 2H+(aq) + SO42-(aq) + ½ O2(g)
Hasil dari proses elektrowinning adalah deposisi logam seng pada katoda alumunium.
Secara teoritis berat endapan yang terdeposisi pada permukaan katoda dapat dihitung
menggunakan persamaan Faraday :
 !"  !  !
!=
!  !
Dimana, W = Berat logam yang terdeposisi (gram); Ar = Berat atom; I = Arus
(Ampere); t = Waktu (detik); n = Jumlah elektron yang berpinda; F = Konstanta Faraday
(96500 joule).

3. Metodologi Penelitian

Material atau bahan yang digunakan adalah dross seng yang berasal dari PT. XXX.
Sampel terlebih dahulu dihancurkan (crushing) menggunakan palu kemudian dilanjutkan
menggunakan mortar hingga halus. Setelah halus, sampel diayak hingga didapatkan ukuran
partikel sebesar #70 dan #80. Sampel dibagi menjadi 9 bagian sesuai dengan banyaknya
variasi yaitu tiga konsentrasi larutan dan suhu yang berbeda. Berat masing masing sampel
adalah 40 gram.

Gambar 2. Prosedur Penghalusan

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


Sampel kemudian dicampur dengan briket dengan perbandingan 1:1. Hasil
pencampuran tadi kemudian dimasukkan ke dalam krusibel kemudian dilakukan
pemanggangan di dalam dapur pemanggang dengan suhu 700oC dengan lama waktu
pemanggangan berkisar antara 60 menit. Kemudian dross seng hasil pemanggangan
dipisahkan dengan briket.
Sampel hasil pemanggangan ditaruh di dalam gelas kimia kemudian dilarutkan dengan
menggunakan 500 mL larutan H2SO4 dengan variasi konsentrasi larutan 1, 2, dan 4 M.
Kemudian dilakukan pengadukan dengan menggunakan magnet pengaduk. Proses pelindian
ini dilakukan pada suhu ruangan dan dilakukan selama 60 menit. Kemudian dilakukan
pengecekan pH larutan menggunakan kertas pH meter. Hasil pelindian disaring menggunakan
kertas saring (#125) untuk memisahkan filtrat dan residu yang mengendap. Filtrat yang
dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia untuk proses selanjutnya. Setiap filtrat
akan diambil 100 ml sebagai sampel analisis AAS.

Gambar 3. Prosedur Penyaringan

Pertama-pertama anoda dan katoda dicuci menggunakan larutan aseton dan alkohol
untuk menghilangkan lemak di permukaan elektroda. Kemudian katoda Al dilakukan
penimbangan sebagai berat awal. Anoda dan katoda dimasukkan ke dalam gelas kimia yang
berisi larutan ZnSO4 hasil pelindian. Kemudian anoda, katoda, couloumeter, rectifier,
multitester disambungkan membentuk rangkaian sel elektrowinning. Dan proses
elektrowinning dilakukan pada rapat arus 2000 A/m2 dengan variabel suhu 250C, 40oC, dan
55oC selama 60 menit. Katoda diambil dan dikeringkan menggunakan hair dryer. Kemudian
katoda Al dilakukan penimbangan sebagai berat akhir.

Gambar 4. Prosedur Elektrowinning

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


Masing masing sampel dross seng dan dross hasil pemanggangan yang telah
dihaluskan dan diayak sampai berukuran #80 dimasukkan kedalam tempat sampel mesin
XRD untuk dilakukan analisa senyawa yang terkandung pada dross seng. Hasil XRD
dianalisa menggunakan perangkat lunak Match!.
Pengujian AAS dilakukan untuk mengetahui persentase kandungan logam seng pada
larutan hasil pelindian. Dilakukan pengambilan sampel pada setiap proses pelindian yaitu
sampel dengan konsentrasi 1, 2, dan 4 M. Filtrat hasil pelindian diukur volumenya dan
kemudian ditimbang. Kemudian dilakukan pengujian AAS pada setiap sampel. Sampel hasil
elektrowinning juga dilakukan uji AAS untuk mengetahui perbandingan hasil dengan
pengujian EDS.
Setelah pengujian AAS, Pengujian EDS dilakukan untuk mengetahui persentase
kandungan logam seng yang terdeposisi pada katoda aluminium. Dendrit yang terbentuk pada
katoda aluminium ditembak pada suatu titik dimana terdapat deposisi seng dipermukaannya
untuk mengetahui kadar Zn yang terdeposisi.

4. Hasil Penelitian

4.1. Hasil Pengamatan Karakterisasi XRD pada Sampel Awal

Hasil pengujian dengan XRD pada sampel awal didapatkan data difraktogram seperti
pada Gambar 5.

Gambar 5. Difraktogram Sampel Awal Dross Seng

Kandungan senyawa-senyawa dan unsur-unsur dalam sampel yang cocok dengan


database dapat dilihat pada Tabel 2.

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


Tabel 2. Hasil XRD Senyawa dan Unsur Sampel Awal Dross Seng

4.2. Hasil Pengamatan Karakterisasi XRD pada Sampel setelah Pemanggangan


o
700 C

Gambar 6. menunjukkan perbedaan yang terjadi pada difraktogram sampel awal


dengan sampel setelah pemanggangan.

Gambar 6. Difraktogram Sampel Awal dan Sampel setelah Pemanggangan

Sementara kandungan senyawa-senyawa dan unsur-unsur dalam sampel awal dan


setelah pemanggangan ditunjukkan oleh Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Hasil XRD Senyawa Sampel Awal

Tabel 4. Hasil XRD Senyawa Sampel setelah Pemanggangan

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


4.3. Hasil Pengamatan Karakterisasi AAS setelah Pelindian H2SO4

Hasil dari karakterisasi AAS setelah pelindian H2SO4 pada sampel dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengujian AAS pada Sampel setelah Pelindian

Sampel Konsentrasi ppm


A 1M 10295
B 2M 24958
C 4M 11075

Sementara untuk melihat grafik yang menunjukkan perbedaan kadar Zn yang


dihasilkan oleh ketiga sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

30000   24958  
25000  
20000  
ppm  

15000   10295   11075  


10000  
5000  
0  
1  M   2  M   4  M  
Konsentrasi  Larutan  

Gambar 7. Grafik Hasil Pengujian AAS pada Konsentrasi 1, 2, dan 4 M

4.4. Hasil Kemurnian Logam Seng dengan Karakterisasi EDS

Tabel 6 menunjukkan hasil pengamatan terhadap kemurnian logam seng dengan


karakterisasi EDS.
Tabel 6. Hasil Pengujian EDS pada Sampel setelah Elektrowinning

Variasi Konsentrasi (%wt)


Sampel
Konsentrasi Suhu Al S Fe Zn
o
1 1M 25 C 3.97 20.91 1.14 73.98
o
4 2M 25 C 4.89 16.1 1.33 77.68
13 2M 55oC 8.79 27.13 0.91 63.17

Gambar 8. memperlihatkan hasil dari proses elektrowinning hubungan antara


konsentrasi larutan ZnSO4 dan kemurnian logam seng.

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


100  
73.98   77.68  
80  

60   Al  

%wt  
40   S  
20.91   16.1  
20   Fe  
3.97   1.14   4.89   1.33  
0   Zn  
1  M   2  M  
Konsentrasi  Larutan  

Gambar 8. Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan dan Konsentrasi Logam Hasil Elektrowinning

Gambar 9. memperlihatkan hasil dari proses elektrowinning hubungan antara suhu


elektrowinning dan kemurnian logam seng.

100  
77.68  
80   63.17  
60   Al  
%wt  

40   27.13   S  
16.1  
20   4.89   1.33   8.79   Fe  
0.91  
0   Zn  
25  C   55  C  
Suhu  Elektrowinning  

Gambar 9. Grafik Hubungan Suhu Elektrowinning dan Konsentrasi Logam Hasil Elektrowinning

4.5. Hasil Kemurnian Seng dengan Karakterisasi AAS

Tabel 7. memperlihatkan konsentrasi Zn yang diperoleh setelah proses elektrowinning


dengan karakterisasi AAS.
Tabel 7. Hasil Pengujian AAS pada Sampel setelah Elektrowinning

Variasi Konsentrasi Zn
Sampel
Konsentrasi Suhu %wt ppm
1 1M 25oC 91.14 911400
4 2M 25oC 55.48 554800
o
13 2M 55 C 9.9 99000

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


4.6. Hasil Konsentrasi Larutan dan Suhu Elektrowinning terhadap Efisiensi Arus

Hasil Perhitungan efisiensi arus dari enam sampel setelah dielektrowinning dan dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Elektrowinning dan Efisiensi Arus

VARIASI Elektrowinning

Sampel Rapat Arus Suhu/


Konsentrasi Wterdeposisi Wfaraday Efisiensi Arus
(A/m2) Waktu
(gr) (gr) (%)
o
1 1M 2000 25 C/1jam 0.3670 0.4878 55.66
10 1M 2000 40oC/1jam 0.2898 0.4878 42.49
o
11 1M 2000 55 C/1jam 0.4097 0.4878 66.47
o
4 2M 2000 25 C/1jam 0.5750 0.4878 91.57
o
12 2M 2000 40 C/1jam 0.5988 0.4878 82.04
o
13 2M 2000 55 C/1jam 0.5302 0.4878 68.66

Sementara itu, Gambar 10 menunjukkan grafik yang dihasilkan pada konsentrasi


larutan terhadap efisiensi arus. Dan Gambar 11 menunjukkan grafik yang dihasilkan pada
suhu elektrowinning terhadap efisiensi arus.

Pengaruh Konsentrasi Larutan terhadap Efisiensi Arus


91.57  
100   82.04  
%  Efisiensi  Arus  

80   66.47   68.66  
55.66  
60   42.49   25  C  
40  
20   40  C  
0   55  C  
1  M   2  M  
Konsentrasi  H2SO4  

Gambar 10. Grafik Pengaruh Konsentrasi Larutan terhadap Efisiensi Arus

Pengaruh Suhu terhadap Efisiensi Arus


91.57  
100   82.04  
68.66  
% Efisiensi Arus

50   66.47  
55.66   1  M  
42.49  
0   2  M  
25  C   40  C   55  C  
Suhu Elektrowinning

Gambar 11. Grafik Pengaruh Suhu Elektrowinning terhadap Efisiensi Arus

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


5. Pembahasan
5.1. Karakterisasi XRD pada Sampel Awal

Pada penelitian ini, sebelum sampel diperlakukan dan diteliti terlebih dahulu
dilakukan karakterisasi XRD untuk mengetahui senyawa apa saja yang terkandung pada
sampel awal dross seng. Berdasarkan hasil pembacaan perangkat lunak XRD Match! yang
ditunjukkan pada Gambar 5., ditemukan 6 buah kecocokan pada unsur Zn dalam sampel awal
dross dengan database yang diwakili oleh puncak (peak) yang terbentuk pada difraktogram
sampel awal dross seng. Selain itu unsur-unsur lain juga terdeteksi memiliki puncak seperti Al
memiliki 4 buah kecocokan, Fe-Zn memiliki 3 buah kecocokan, dan ZnS memiliki 3 buah
kecocokan.
Kandungan senyawa-senyawa dan unsur-unsur dalam sampe yang cocok dengan
database dapat dilihat pada Tabel 2. diketahui bahwa sampel awal dross seng mengandung
unsur-unsur dan senyawa-senyawa seperti Al, Zn, Fe-Zn, dan ZnS. Al memiliki kandungan
yang cukup tinggi hingga 45.5%, diikuti Zn dengan 32.8%, ZnS dengan 13%, dan Fe-Zn
dengan 8.7%. Ini menunjukkan bahwa pengotor utama pada sampel dross seng ini berasal dari
Al. Dan penelitian ini difokuskan untuk menurunkan kabar Al, dan mendapatkan kadar Zn
setinggi-tingginya. Disamping itu keberadaan ZnS dapat kita ubah menjadi ZnO dengan
pemanggangan agar lebih mudah larut dalam H2SO4 encer.

5.2. Karakterisasi XRD pada Sampel setelah Pemanggangan 700oC

Hasil dari pemanggangan dikarakterisasi dengan menggunakan XRD untuk


mengidentifikasi senyawa-senyawa apa saya yang mengalami peningkatan jumlah dan
senyawa-senyawa apa saja yang mengalami penurunan jumlah. Gambar 6. menunjukkan
perbedaan yang terjadi pada difraktogram sampel awal dengan sampel setelah pemanggangan.
Terjadi peningkatan puncak pada Al dan Zn pada difraktogram sampel setelah
pemanggangan, hal ini dapat disimpulkan bahwa kandungan Al dan Zn dalam sampel dross
seng setelah pemanggangan meningkat jika dibandingkan sampel dross seng awal. Disamping
itu, pada difraktogram menunjukkan penurunan senyawa-senyawa seperti Fe-Zn dan ZnS
pada sampel setelah pemanggangan. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukannya proses
pemanggangan terjadi perubahan senyawa-senyawa seperti senyawa sulfida.
Tabel 3. dan Tabel 4. menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase ZnS
berkurang cukup signifikan dari 23.2% menjadi 3%. Dalam hal ini, proses pemanggangan
dengan suhu mencapai 700oC mengubah logam sulfida (ZnS) menjadi logam oksida (ZnO).

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


Hal ini sudah sesuai dengan literatur, dimana dengan dilakukannya pemanggangan
menghilangkan sulfur dan arsenik dengan mengubah logam sulfida menjadi bentuk
oksidanya. Dapat dilihat juga pada kedua tabel di atas bahwa terdapat ZnSO4 yang mengalami
peningkatan persentase secara signifikan dari 42% menjadi 74.6%. Hal ini dapat terjadi
karena pada suhu 500-600oC logam sulfida (ZnS) berubah menjadi senyawa sulfatnya
(ZnSO4)[9].

ZnS(s) + 2O2(g) à ZnSO4(s) T = 500-600oC

5.3. Karakterisasi AAS setelah Pelindian H2SO4

Hasil pengujian yang dilakukan dengan metode AAS pada sampel A, B, dan C dapat
dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 7, menunjukkan konsentrasi larutan ZnSO4 yang berbeda
yaitu 1, 2, dan 4 M menghasilkan kadar Zn yang berbeda-beda. Pada konsentrasi larutan 1 M
ZnSO4 menghasilkan kadar Zn mencapai 10295 ppm, apabila dibandingkan dengan
konsentrasi larutan 2 M ZnSO4 terjadi peningkatan kadar Zn mencapai 24958 ppm. Hal ini
dapat terjadi karena pada saat dilakukan proses pelindian, pada konsentrasi larutan 2 M
ZnSO4 terjadi laju reaksi yang lebih tinggi sehingga logam seng yang terkandung dalam dross
seng terlarut lebih banyak dibandingkan pada konsentrasi larutan 1 M ZnSO4. Akan tetapi,
pada konsentrasi larutan konsentrasi larutan 4 M ZnSO4 menghasilkan kadar Zn mencapai
11075 ppm, apabila dibandingkan dengan konsentrasi larutan 2 M ZnSO4 terjadi penurunan
kadar Zn. Hal ini terjadi dikarenakan larutan dengan konsentrasi 4 M ZnSO4 melarutkan
mineral-mineral pengotor yang tidak diinginkan, sehingga mengurangi kadar Zn yang terlarut.
Selain itu, pada sampel hasil pelindian dengan konsentrasi larutan 4 M ZnSO4 tampak
terlihat gelatin putih yang mengendap pada dasar larutan seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 12. Hal dapat terjadi dikarenakan pada saat proses pelindian dengan larutan 4 M
H2SO4 suhu proses dapat mencapai 110oC sedangkan pada sampel A dan B suhu yang dicapai
masing-masing adalah 44oC dan 82oC. Dengan suhu setinggi itu, senyawa ZnO yang
terkandung dalam dross seng dapat berubah menjadi seng hidroksida (Zn(OH)2) berupa
endapan gelatin putih seperti pada Gambar 12.[9]. Oleh karena itu, penulis tidak melanjutkan
penelitian pada sampel C dengan konsentrasi larutan 4 M ZnSO4.

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


Gambar 12. Gelatin Putih pada Sampel C

5.4. Analisis Kemurnian Seng dengan Karakterisasi EDS

  Dalam pengujian dengan EDS, sampel yang diuji adalah sampel berupa endapan
logam Zn pada permukaan katoda yang berbentuk dendrit. Dari hasil penelitian yang
ditunjukkan pada Tabel 6. pada sampel 1 dan 4 memperlihatkan konsentrasi larutan yang
berbeda dan suhu elektrowinning yang sama sebagai variabel tetap, dimana ini memiliki
pengaruh terhadap kemurnian logam seng yang terdeposisi pada katoda. Gambar 8.
memperlihatkan hasil dari proses elektrowinning hubungan antara konsentrasi larutan ZnSO4
dan kemurnian logam seng.
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 8. bahwa pada larutan elektrolit dengan
dengan konsentrasi 2 M ZnSO4 kemurnian logam seng yang didapatkan mencapai 77.68%,
hal ini lebih tinggi jika dibandingkan kemurnian logam seng yang didapatkan pada larutan
elektrolit dengan konsentrasi 1 M ZnSO4 yang mencapai 73.98%. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan pada larutan elektrolit dengan 2 M ZnSO4 konsentrasi logam seng yang terlarut
memiliki konsentrasi lebih tinggi yaitu 24958 ppm, sedangkan pada larutan elektrolit dengan
konsentrasi 1 M ZnSO4 konsentrasi logam seng yag terlarut lebih rendah yaitu 10295 ppm.
Selain logan seng yang terdeposisi, mineral-mineral lainnya juga ikut terdeposisi atau
yang biasa kita sebut pengotor. Pengotor seperti S dan Fe ikut terdeposisi pada katoda dengan
presentase rendah, kecuali pada S (sulfur). Pada Gambar 8. menunjukkan Fe yang terdeposisi
mengalami peningkatan persentase dari 1.14% menjadi 1.33%. Dari yang terdeposisi pada
katoda, menunjukkan bahwa dengan konsentrasi larutan yang lebih tinggi mineral-mineral
pengotor yang ikut terlarut juga akan semakin meningkat. Selain itu terdapat unsur lain seperti
Al, hal ini dapat dikarenakan oleh katoda yang terbuat dari Al. Sehingga saat pengujian EDS
mendeteksi adanya unsur Al.
Seperti dijelaskan di atas bahwa terdapat pengotor yang terdeposisi dengan konsentrasi
yang cukup tinggi, pengotor itu adalah S (sulfur). S yang ikut terdeposisi pada permukaan
katoda bukan merupakan S dari dross seng, karena pada sampel awal hasil analisis XRD
memperlihatkan bahwa presentase S yang terdapat pada sampel awal dross seng sangat kecil.
S yang ikut terdeposisi tersebut dapat disebabkan berasal dari larutan ZnSO4 yang ikut
menempel pada permukaan logam seng yang terbentuk. Hal ini dapat diminimalisir dengan
dilakukannya proses pencucian pada logam seng setelah dilakukannya proses eleketrowinning
menggunakan aquades. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sulfat yang menempel pada
permukaan deposit logam seng.

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


Selain dari konsentrasi larutan yang dapat mempengaruhi kemurnian logam seng, suhu
elektrowinning juga mempengaruhi kemurnian logam seng yang dihasilkan. Dari hasil
penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 6. pada sampel 4 dan 13 memperlihatkan suhu
elektrowinning yang berbeda dan konsentrasi larutan yang sama sebagai variabel tetap,
dimana ini memiliki pengaruh terhadap kemurnian logam seng yang terdeposisi pada katoda.
Gambar 9. memperlihatkan hasil dari proses elektrowinning hubungan antara suhu
elektrowinning dan kemurnian logam seng.
Grafik pada Gambar 9. memperlihatkan bahwa pada suhu elektrowinning 25oC
kemurnian logam seng yang didapatkan mencapai 77.68% dan pada suhu elektrowinning
55oC kemurnian logam seng yang didapatkan turun menjadi 63.17%. Dari data di atas dapat
disimpulkan bahwa peningkatan suhu elektrowinning berbanding terbalik dengan kemurnian
logam seng yang terdeposisi pada katoda. Hal ini dapat terjadi karena bila dilihat mineral-
mineral pengotor, seperti S dan Fe, yang ikut terlarut menunjukkan bahwa seiring
meningkatnya suhu elektrowinning persentase mineral-mineral pengotor tersebut juga
meningkat, artinya dengan meningkatnya suhu elektrowinning maka laju reaksi yang terjadi
semakin cepat yang mengakibatkan mineral-mineral pengotor yang seharusnya tidak ikut
terdeposisi menjadi ikut terdeposisi dan menyebabkan kemurnian logam seng yang terdeposisi
pada katoda semakin berkurang.

5.5. Analisis Kemurnian Seng dengan Karakterisasi AAS

Karakterisasi AAS dilakukan untuk mengetahui kemurnian logam seng yang


terdeposisi dengan lebih kuantitatif, karena karakterisasi EDS hanya menjangkau area-area
tertentu sehingga hasil yang didapatkan semi-kuantitatif. Dan dari karakterisasi AAS tersebut
didapatkan hasil seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7. Pada sampel 1 dan 4 memperlihatkan
konsentrasi larutan yang berbeda dan suhu elektrowinning yang sama sebagai variabel tetap,
dimana ini memiliki pengaruh terhadap kemurnian logam seng yang terdeposisi pada katoda.
Sedangkan sampel 4 dan 13 memperlihatkan suhu elektrowinning yang berbeda dan
konsentrasi larutan yang sama sebagai variabel tetap.
Tabel 7. memperlihatkan konsentrasi Zn yang diperoleh setelah proses elektrowinning
bahwa pada larutan elektrolit dengan dengan konsentrasi 1 M ZnSO4 kemurnian logam seng
yang didapatkan mencapai 91.14% atau 911400 ppm, hal ini lebih tinggi jika dibandingkan
kemurnian logam seng yang didapatkan pada larutan elektrolit dengan konsentrasi 2 M ZnSO4
yang mencapai 55.48% atau 554800 ppm. Hal ini berbanding terbalik dibandingkan dengan
hasil karakterisasi EDS, penurunan ini dapat dikarenakan unsur-unsur lain yang tidak

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


terdeteksi oleh AAS, dimana pada karakterisasi EDS sulfur yang terbentuk pada sampel
konsentrasi 1 M ZnSO4 labih tinggi dibandingkan pada sampel konsentrasi 2 M ZnSO4
sehingga menurunkan konsentrasi Zn.
Selain itu, Tabel 7. juga memperlihatkan bahwa pada suhu elektrowinning 25oC
kemurnian logam seng yang didapatkan mencapai 55.48% atau 554800 ppm dan pada suhu
elektrowinning 55oC kemurnian logam seng yang didapatkan turun secara signifikan menjadi
9.9% atau 99000 ppm. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu
elektrowinning berbanding terbalik dengan kemurnian logam seng yang terdeposisi pada
katoda dan hal ini sudah sesuai dengan hasil karakterisasi EDS. Pada sampel dengan suhu
elektrowinning 55oC didapatkan konsentrasi logam yang hanya sebesar 9.9%, hal ini dapat
disebabkan oleh jumlah sampel yang sangat sedikit karena sampel yang digunakan adalah
sampel setelah dilakukannya pengujian EDS.

5.6. Pengaruh Konsentrasi Larutan Suhu Elektrowinning  terhadap Efisiensi Arus

Konsentrasi larutan berpengaruh terhadap efisiensi arus yang dihasilkan. Gambar 10.
memperlihatkan hasil yang didapatkan setelah dilakukan proses elektrowinning dengan
variabel konsentrasi larutan ZnSO4 berbeda, yaitu 1 dan 2 M dan pada tiga suhu yang berbeda
25, 40, 55 oC. Pada sampel dengan suhu elektrowinning 25oC dapat dilihat bahwa terjadi
peningkatan efisiensi arus pada konsentrasi 2 M ZnSO4 dibandingkan pada konsentrasi 1 M
ZnSO4 dari 55.66% menjadi 91.57% . Hal ini juga didapatkan pada sampel dengan suhu
elektrowinning 40oC dimana peningkatan terjadi dari 42.49% menjadi 82.04%, dan juga pada
sampel dengan suhu elektrowinning 55oC dimana efisiensi arus meningkat dari 66.47%
menjadi 68.66%.
Dapat dilihat pada Gambar 10. bahwa hasil grafik sudah sesuai dengan literatur,
dimana dengan semakin tingginya konsentrasi larutan efisiensi arus juga akan semakin
meningkat, hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan semakin tinggi juga laju
reaksi yang terjadi, dan membuat mineral yang diinginkan juga akan ikut terlarut. Tetapi jika
terlalu tinggi akan membuat mineral tidak diinginkan akan ikut terlarut, hal ini terjadi pada
larutan 4 M ZnSO4.
Suhu elektrowinning berpengaruh terhadap efisiensi arus yang dihasilkan, dengan
semakin tinggi suhu semakin tinggi efisiensi arus yang dihasilkan. Pada Gambar 11. dapat
dilihat efisiensi-efisiensi arus yang dihasilkan dengan variabel suhu yang berbeda, yaitu 25,
40, dan 55 oC. Hasil yang diperoleh pada sampel dengan konsentrasi larutan 1 M ZnSO4
(garis biru) menunjukkan bahwa terjadi penurunan efisiensi arus pada suhu 40oC dari 25oC

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


dengan efisiensi arus 55.66% menurun menjadi 42.49%, dan kembali naik pada suhu 55oC
dengan efisiensi arus 66.47%. Hal sebaliknya justru diperoleh pada sampel dengan
konsentrasi larutan 2 M ZnSO4 (garis merah), dimana pada grafik menunjukkan terjadi
penurunan efisiensi arus seiring naiknya suhu elektrowinning. Suhu 25oC menghasilkan
efisiensi arus paling besar yaitu 91.57%, suhu 40oC dengan efisiensi arus 82.04%, dan
semakin menurun ketika suhu mencapai suhu 55oC dimana menghasilkan efisiensi arus
68.66%.
Pada penelitian yang dilakukan Wei Zhang (2010) mengatakan bahwa pada sistem
elektrowinning suhu operasi proses meningkatkan laju korosi pada anoda yang dipakai[12]. Hal
ini mengindikasikan bahwa dengan meningkatnya laju korosi pada anoda, laju reaksi pada
sistem elektrowinning juga akan meningkat. Penelitian lain juga dilakukan Xiulian Ren et al.
(2010), dimana dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dengan meningkatnya suhu proses
maka konduktivitas larutan dan transfer massa juga akan meningkat[10]. Penelitian yang
dilakukan Mohamed Buarzaiga (1999) mengatakan bahwa pada sistem elektrowinning
menggunakan larutan asam terjadi evolusi hydrogen yang akan mengurangi efisiensi arus
pada katoda. Suhu berpengaruh dengan terjadinya evolusi hidrogen, dimana dengan suhu
semakin tinggi, evolusi hidrogen juga akan meningkat. Hal ini dapat terjadi karena suhu
elektrowinning juga berpengaruh pada hydrogen overpotential, dimana hydrogen
overpotential turun seiring naiknya suhu proses[11]. Hal ini akan berakibat negatif karena
permasalahan evolusi hidrogen dapat diatasi dengan meningkatkan hydrogen overpotential[7].
Dari tiga penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatnya suhu
proses elektrowinning maka laju reaksi, konduktivitas larutan, dan transfer massa pada sistem
elektrowinning juga akan meningkat, dimana hal ini akan meningkatkan efisiensi arus yang
dihasilkan. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya suhu proses maka hydrogen
overpotential akan semakin menurun yang akan berakibat pada terjadinya evolusi hidrogen.
Itulah mengapa pada sampel dengan konsentrasi larutan 2 M ZnSO4, terjadi penurunan
efisiensi arus seiring dengan meningkatnya suhu elektrowinning.

6. Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisa yang telah dilakukan pada penelitian ini maka dapat
diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Setelah dilakukan pemanggangan, kandungan logam sulfida (ZnS) dalam sampel dross
seng sebagian besar berubah menjadi logam oksida (ZnO). Selain itu, pada suhu 500-

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


600oC ZnS memiliki kecenderungan berubah menjadi ZnSO4 sehingga persentasenya
meningkat.
2. Karakterisasi AAS setelah pelindian memperlihatkan peningkatan konsentrasi larutan
H2SO4 dari 1 M ke 2 M pada proses pelindian dapat melarutkan lebih banyak logam
seng dari 10295 ppm menjadi 24958 ppm, tetapi pada konsentrasi larutan 4 M H2SO4
turun menjadi 11075 ppm.
3. Hasil uji EDS kemurnian logam seng menunjukkan pada konsentrasi larutan 2 M
ZnSO4 kemurnian logam seng mencapai 77.68%, lebih tinggi daripada konsentrasi
larutan 1 M ZnSO4 yang mencapai 73.98%. Pada parameter lainnya, dengan suhu
elektrowinning 25oC kemurnian logam seng mencapai 77.68% dan pada suhu
elektrowinning 55oC turun menjadi 63.17%.
4. Hasil uji AAS kemurnian logam seng menunjukkan konsentrasi larutan 1 M ZnSO4
kemurnian logam seng mencapai 91.14% atau 911400 ppm, lebih tinggi daripada
konsentrasi larutan 2 M ZnSO4 yang mencapai 55.48% atau 554800 ppm. Pada
parameter lainnya, dengan suhu elektrowinning 25oC kemurnian logam seng mencapai
55.48% atau 554800 ppm dan pada suhu elektrowinning 55oC turun secara signifikan
menjadi 9.9% atau 99000 ppm.
5. Sampel dengan konsentrasi larutan 2 M ZnSO4 (sampel 4, 12, dan 13) memiliki
efisiensi arus lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi larutan 1 M ZnSO4
(sampel 1, 10, dan 11).
6. Efisiensi arus pada suhu elektrowinning 25, 40, dan 55 oC dengan 2 M ZnSO4 masing-
masing menghasilkan 55.66%, 42.49%, dan 66.47%. Pada suhu elektrowinning 25, 40,
dan 55 oC dengan 1 M ZnSO4 masing-masing menghasilkan efisiensi arus 91.57%,
82.04%, dan 68.66%.
7. Parameter optimal terjadi pada konsentrasi pelindi 2 M H2SO4 dan suhu
elektrowinning 25oC pada rapat arus 2000 A/m2. Parameter tersebut menghasilkan
efisiensi arus sebesar 91.57% dan kemurnian logam seng sebesar 77.68%.

7. Saran

Setelah dilakukannya penelitian ini, penulis memiliki beberapa saran yang diperlukan
untuk dilakukan penelitian yang lebih lanjut, diantaranya:
1. Setelah dilakukannya proses eletrowinning lebih baik dilakukan proses pencucian
pada logam seng yang terdeposisi pada katoda setelah dilakukannya proses

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


eleketrowinning menggunakan aquades agar mengurangi kadar sulfur yang ikut
menempel pada permukaan logam seng.
2. Untuk penelitian selanjutnya dengan metode yang sama diharapkan parameter-
parameter lain digunakan seperti waktu pelindian atau elektrowinning sehingga
didapatkan hasil yang lebih optimal.

Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014


 

8. Referensi

[1] Pugazhenthy, L. (1991). Zinc Handbook: Properties, Processing, and Use In Design
Second Edition. CRC Press.
[2] H. Zheng, Z. Gu, Y. Zheng. (2008). Electrorefining Zinc Dross in Ammoniacal
Ammonium Chloride System. Journal of Hydrometallurgy 90. Scince Direct. Pp 8–12.
[3] Turan, M. D., H. Soner Altundogan, Fikret Tumen. (2004). Recovery of Zinc and Lead
from Zinc Plant Residue. Journal of Hydrometallurgy 75. Science Direct. Pp. 169-176.
[4] N. Sevryukov, B. Kuzmin. (1969). General Metallurgy. Moscow : Peace Publishers.
[5] C.B. Gill. (1980). Nonferrous Extractive Metallurgy. A Willey-Interscience Publication.
[6] Moore, J.J. (1981). Chemical Metallurgy. Butterworths and Co. (Publishers) Ltd.
London.
[7] Jha, M.K., V. Kumar, R.J. Singh. (2001). Review of Hydrometallurgical Recovery of
Zinc from Industrial Wastes. Resources, Conservation and Recycling 33. Science Direct.
Pp. 1-22.
[8] Zhang, Wei. (2010). Performance of Lead Anodes Used for Zinc Electrowinning and
Their Effects on Energy Consumption and Cathode Impurities. Faculté Des Sciences Et
De Génie. Université Laval. Québec.
[9] Tamrin. 2002. Proses Perolehan Zinc Oksida dari Limbah Padat Dross Zinc Melalui
Proses Leaching H2SO4 dan Pengendapan oleh Natrium Hidroksida. Skripsi Jurusan
Teknik Metalurgi dan Material. Universitas Indonesia. Depok.
[10] Ren, Xiulian, et al. 2010. The Recovery of Zinc from Hot Galvanizing Slag in An Anion-
Exchange Membrane Electrolysis Reactor. Journal of Hazardous Materials 181.
Elvesier. Pp. 908–915.
[11] Buarzaiga, Mohamed. 1999. An Investigation of The Failure Mechanisms of Aluminum
Cathodes in Zinc Electrowinning Cells. Department of Metals and Materials
Engineering. The University of British Columbia. Vancouver.

 
Studi Pengaruh konsentrasi..., Rizqi Cakti Bramantyo, FT UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai