Tinjauan Pustaka
Hemoglobin
Pengertian Hemoglobin
Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang kaya zat besi yang memiliki afinitas (daya
gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oksihemoglobin di dalam
sel darah merah sehingga oksigen dibawa dari paru - paru ke jaringan - jaringan.1
Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4
subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu
polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu
secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin.1
Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh,
sedangkan mioglobin mengangkut dan menyimpan untuk sel-sel otot. Besi yang ada di
dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-
sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan tubuh, dan besi yang
diserap dari saluran pencernaan.1,2
5 – 11 tahun 11,5
12 – 14 tahun 12,0
Anemia Hb (g/dl)
Berat <7,0
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah
11gr pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10.5 gr pada trimester 2, nilai batas tersebut dan
perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodilusi, terutama
pada trimester 2.11
Tabel.
Usia kehamilan Hb Normal (g/dl) Anemia jika Hb Kriteri
kurang dari: (g/dl) a
Trimester I: 0-12 minggu 11,0-14,0 11,0 (Ht 33%) Anem
Trimester II: 13-28 minggu 10,5-14,0 10,5 (Ht 31%) ia
Trimester III: 29 minggu-melahirkan 11,0-14,0 11,0 (Ht 33%) Berda
sarkan
Rata-rata Kadar Hmoglobin normal pada ibu hamil
2. Mikrositik
Mengecilnya ukuran sel darah merah akibat defisiensi besi, gangguan sintesis globin,
porfirin, dan heme serta gangguan metabolisme besi lainnya.
3. Normositik
Pada anemia jenis ini ukuran sel darah merah tetap. Hal ini disebabkan oleh kehilangan
darah masif, meningkatnya volume plasma berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik, gangguan
endokrin, ginjal, dan hati.
Anemia defisiensi besi adalah anemia karena kekurangan zat besi dalam darah. Hal ini
ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau
hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia
mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi
merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia karena
kehilangan darah saat menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.9,11
1. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.
a. Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah: makanan yang berasal dari hewan
(seperti ikan, daging, hati, ayam).
b. Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang walaupun kaya
akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus.
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
a. Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi
meningkat tajam.
b. Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan untuk pertumbuhan
janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.
3. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh seperti perdarahan atau kehilangan darah dapat
menyebabkan anemia. Hal ini terjadi pada penderita :
a. Cacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan pada
dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi terus menerus yang mengakibatkan hilangnya
darah atau zat besi.
b. Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi (AGB), dapat memperberat keadaan anemianya.
c. Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada dalam darah.
2.2.5 Tanda - tanda dan Akibat Anemia
A. Tanda-tanda anemia
Ada berbagai tanda dan gejala pada penderita anemia. Tanda-tanda tersebut seperti lesu, lemah,
letih, lelah, lalai (5L), sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang. Gejala lebih lanjut
pada anemia adalah organ tubuh menjadi pucat, seperti pada kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan
telapak tangan.9
B. Akibat anemia pada wanita usia subur
Pada wanita usia subur, terdapat beberapa gejala dari anemia. Anemia dapat menimbulkan akibat
seperti menurunkan fungsi imunitas tubuh, menurunkan produktivitas kerja, dan menurunkan
kebugaran. Pada wanita usia subur yang akan memiliki pasangan dan merencanakan memiliki
anak, anemia dapat meningkatkan kejadian BBLR pada bayi baru lahir.9
Wanita yang berstatus gizi baik akan lebih cepat mengalami pertumbuhan badan
dan akan lebih cepat mengalami menstruasi. Sebaliknya wanita yang berstatus gizi buruk
pertumbuhannya akan pelan dan lama serta menstruasinya akan lebih lambat. IMT
mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin.13
- Pengukuran Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat usia dan tingkat gizi. Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan,
sekaligus merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menilai dan memantau
status gizi.14
Terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk menilai status gizi dalam pengukuran
antropometri yaitu:
1) Usia merupakan parameter vital yang sangat penting dalam penilaian status gizi,
2) Berat badan merupakan parameter yang baik dalam menilai status gizi, karena sifatnya
yang mudah mengalami perubahan akibat tingkat konsumsi makanan dan kesehatan,
- Indikator Antropometri
Indikator antropometri adalah kombinasi dari parameter yang dijadikan dasar dalam
penilaian status gizi. Terdapat beberapa indikator antropometri. Pada dewasa yang
digunakan adalah lingkar lengan atas (LLA) serta indeks massa tubuh (IMT).14
Tabel 2.3. Klasifikasi Status Gizi Dewasa Kawasan Asia Pasifik berdasarkan IMT14
IMT(Kg/m2 ) Status Gizi
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang
dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Definisi ini
menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang
dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pangan sebagai sumber berbagai zat
gizi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi setiap hari. Pangan sumber zat besi
terutama zat besi heme, yang bioavailabilitasnya tinggi, sangat jarang dikonsumsi oleh
masyarakat di negara berkembang, yang kebanyakan memenuhi kebutuhan besi mereka
dari produk nabati.13
Jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka dapat
menyebabkan defisiensi besi.13
Di Indonesia, ketidakcukupan jumlah Fe dalam makanan terjadi karena pola
konsumsi makan masyarakat Indonesia masih didominasi sayuran sebagai sumber zat
besi yang sulit diserap. Sementara itu, daging dan bahan pangan hewani sebagai sumber
zat besi yang (heme iron) jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat pedesaan.13
Besi makanan diabsorpsi oleh seseorang yang berada dalam status besi baik
sebanyak 5 - 15 persen dan jika dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi dapat mencapai
50 persen. Faktor bentuk besi berpengaruh terhadap absorpsi besi. Besi heme yang
terdapat dalam pangan hewani dapat diserap dua kali lipat daripada besi nonheme.13
Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme (dalam hemoglobin dan
mioglobin makanan hewani) dan besi non-heme (dalam makanan nabati). Sumber besi
non-heme yang baik diantaranya adalah kacang - kacangan. Asam fitat yang terkandung
dalam kedelai dan hasil olahannya dapat menghambat penyerapan besi. Namun karena
zat besi yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya cukup tinggi, hasil akhir
terhadap penyerapan besi akan positif. Sayuran daun berwarna hijau memiliki kandungan
zat besi yang tinggi sehingga jika sering dikonsumsi makan akan meningkatkan cadangan
zat besi di dalam tubuh. Beberapa sayuran hijau mengandung asam oksalat yang dapat
menghambat penyerapan besi, namun efek menghambatnya relatif lebih kecil
dibandingkan asam fitat dalam serealia dan tanin yang terdapat dalam teh dan kopi.13
Sumber baik zat besi berasal dari pangan hewani seperti daging, unggas dan ikan
karena mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi. Pangan hewani seperti daging sapi,
daging unggas, dan ikan memiliki Meat, Fish, Poultry Factor (MFP Factor) yang dapat
meningkatkan penyerapan besi. Hasil pencernaan ketiga pangan tersebut menghasilkan
asam amino sistein dalam jumlah besar. Selanjutnya asam amino tersebut mengikat besi
dan membantu penyerapannya. Kandungan zat besi pada makanan dapat dilihat di tabel
2.4 .15
Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah
dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak diketahui, maka dipakai umur
kehamilan lebih dari 24 minggu. Paritas atau jumlah persalinan juga berhubungan dengan
anemia, dimana ibu yang mengalami kehamilan lebih dari 4 kali juga dapat
meningkatkan resiko mengalami anemia. Prevalensi anemia pada kelompok paritas 0
lebih rendah daripada paritas 5 ke atas. Semakin sering seorang wanita melahirkan maka
semakin besar resiko kehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb. Setiap
kali wanita melahirkan, jumlah zat besi yang hilang diperkirakan sebesar 250 ml. Hal
tersebut akan lebih berat lagi apabila jarak melahirkan relatif pendek. Paritas 2-3 kali
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional menganjurkan agar kesehatan ibu selama hamil dapat
optimal dalam menyongsong persalinannya maka jumlah persalinan yang telah dialami
tidak lebih dari 2 kali.13,14
Status Ekonomi
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ugi (2013) mengenai hubungan tingkat
sosial ekonomi dengan kadar hemoglobin, didapatkan data responden dengan status
ekonomi rendah sebanyak 49 persen yang mengalami anemia lebih rendah dari pada
responden dengan status ekonomi tinggi yaitu 60,4 persen. Dimana nilai OR
sebesar 1,6 pada hubungan tersebut memiliki arti bahwa status ekonomi yang rendah
berpeluang 1,6 kali dibanding ibu hamil yang status ekonominya tinggi. Tingkat sosial
ekonomi diantaranya adalah (pendapatan, pendidikan dan jumlah anggota keluarga).13
Semakin rendah status gizi seseorang, semakin meningkat pula risiko terjadinya
anemia. Bila makanan yang dikonsumsi mempunyai nilai gizi yang baik, maka status gizi
juga akan baik, sebaliknya jika makanan yang dikonsumsi nilai gizinya kurang, maka
akan memicu terjadinya kekurangan gizi serta dapat pula menimbulkan anemia karena
pada dasarnya, kejadian anemia pada suatu individu secara langsung dipengaruhi oleh
pola konsumsi makanan sehari-hari yang kurang mengandung zat besi, selain adanya
faktor infeksi pemicu.13,14
Jarak kehamilan
Jarak kehamilan sangat mempengaruhi status anemia gizi besi pada wanita hamil, hal ini
disebabkan karena pada saat kehamilan cadangan besi yang ada di tubuh akan terkuras untuk
memenuhi kebutuhan zat besi selama kehamilan terutama pada ibu hail yang mengalami
kekurangan cadangan besi pada awal kehamilan dan pada saat persalinan wanita hamil juga
banyak kehilangan besi melalui perdarahan. Dibutuhkan waktu lama untuk memulihkan
cadangan besi yang ada di dalam tubuh, waktu yang paling baik untuk memulihkan kondisi
fisiologis ibu adalah dua tahun. Dengan begitu kebutuhan besi yang dibutuhkan janin dan
plasentanya tidak dapat dipenuhi secara maksimal. Jarak kehamilan yang kurang dari dua tahun
sering ditemukan di negara berkembang. 16
Pendidikan
Pendidikan ibu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari
penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak
lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan mudah menerima gagasan baru.
Demikian halnya dengan ibu yang berpendidikan tinggi akan memeriksakan kehamilannya
secara teratur demi menjaga keadaan kesehatan dirinya dan anak dalam kandungannya.
Pendidikan secara umum adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Makin tinggi pendidikan sehingga tidak menimbulkan anemia pada kehamilan, ibu
hamil dengan pendidikan tinggi prevalensinya rendah untuk terkena anemia pada kehamilan.
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap
penilaian baru yang diperkenalkan. Tingkat pendidikan ibu hamil yang rendah akan
mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang zat besi (Fe) menjadi
terbatas dan berdampak pada terjadinya anemia akibat difisiensi besi.17
Studi Cuneyt dkk menemukan bahwa lebih dari setengah wanita dengan anemia (57,1%)
memiliki 10 atau kurang kunjungan antenatal care. Dengan kata lain, wanita yang dirawat
untuk perawatan antenatal kurang dari 10 kali selama kehamilan memiliki prevalensi anemia
secara signifikan lebih tinggi daripada mereka yang dirawat 10 kali atau lebih selama
kehamilan. Percobaan kontrol acak multi-negara yang dilakukan oleh WHO menunjukkan
bahwa intervensi penting dapat diberikan lebih dari empat kunjungan pada interval tertentu,
setidaknya untuk wanita yang sehat. Oleh karena itu, untuk intervensi anemia yang paling
efektif, penting bahwa wanita harus menghadiri klinik antenatal pada trimester pertama
kehamilan mereka. Dalam penelitian ini, hanya 17% wanita yang melakukan kunjungan
perawatan antenatal pertama mereka pada trimester pertama, dan karenanya, sebagian besar
wanita hamil melewatkan intervensi anemia.23
Demikian pula, studi ini berpikir bahwa dampak jumlah kunjungan antenatal pada anemia
ibu dalam penelitian ini terutama disebabkan dari usia kehamilan pada inisiasi perawatan
antenatal. Usia kehamilan yang lebih awal pada penerimaan pertama akan meningkatkan
kunjungan perawatan antenatal total pada akhir kehamilan dan juga akan mencegah penipisan
penyimpanan besi karena suplementasi dini.23
Hasil penelitian Pratiwi dkk, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa variabel jumlah kunjungan ANC berpengaruh terhadap kejadian anemia pada usia
remaja di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Darmawan (2003) juga menyatakan bahwa Frekuensi Antenatal Care berhubungan dengan
anemia pada ibu hamil. Sedangkan Amiruddin dkk (2004) pada pe- nelitiannya menyatakan
bahwa frekuensi ANC tidak berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil. 24
Pemeriksaan kehamilan dianjurkan minimal 4 kali dalam kondisi kehamilan normal. Standar
ANC dikenal dengan 7T yaitu Timbang berat badan dan ukur tinggi badan,ukur Tekanan
darah, periksa Tinggi fundus uteri, berikan Tetanus toxoid, Tablet tambah darah, Tes
penyakit kelamin dan Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. Pemeriksaan kehamilan
secara teratur merupakan upaya untuk mendeteksi lebih dini bahaya atau komplikasi yang
bisa terjadi dalam kehamilan seperti anemia defisiensi besi pada ibu hamil.25
Usia
Usia merupakan usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat ini. Dalam
usia reproduksi sehat usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai
dengan 35 tahun. Pada usia kurang dari 20 tahun perkembangan biologis dalam hal ini alat
reproduksi belum optimal dan psikis belum matang sehingga menyebabkan wanita hamil mudah
mengalami guncangan mental yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan
kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Pada usia lebih dari 35 tahun merupakan risiko
untuk hamil berubungan dengan alat-alat reproduksi yang terlalu tua.20
Studi Waode dkk mendepatkan usia ibu merupakan faktor risiko terhadap kejadian
anemia Studi ini menunjukkan bahwa responden dengan usia < 20 tahun dan > 35 tahun
memiliki risiko 7,21 kali untuk mengalami anemia dibandingkan dengan responden dengan
usia 20-35 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
menunjukkan adanya hubungan antara faktor usia terhadap kejadian anemia pada ibu hamil
dimana terdapat peningkatan kejadian anemia pada ibu hamil dengan usia 20 tahun dan usia
diatas 35 tahun.21
Penelitian Cicih dkk menunjukkan bahwa ibu muda memiliki risiko 56% lebih tinggi
dari anemia. Demikian pula, Barroso dkk. di Inggris menemukan bahwa kemungkinan
anemia adalah 96% lebih tinggi pada ibu muda. Serta Briggs dkk menyatakan bahwa remaja
(≤ 19 tahun) adalah 2,5 kali lebih mungkin menjadi anemia dibandingkan orang dewasa pada
predelivery. Dalam penelitian ini mengandung ibu muda yang lebih mungkin memiliki
prevalensi perdarahan antepartum yang lebih tinggi. Sebuah penelitian sebelumnya
melaporkan remaja (wanita ≤19 tahun) memiliki kandungan besi feritin dan besi tubuh yang
jauh lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa yang dapat meningkatkan risiko
anemia pada kehamilan. Banyak remaja dapat memulai kehamilan dengan cadangan besi
rendah karena asupan zat besi yang kurang baik dan / atau tuntutan pertumbuhan.25
Daftar Pustaka
1. Pearce, Evelyn. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia; 2009.
2. Soekirman. Ilmu gizi dan aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional; 2000.
3. Arisman. Gizi dalam daur kehidupan: buku ajar ilmu gizi. Jakarta: EGC; 2004.
4. Siahaan R, Nashty. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemia pada remaja
putri di wilayah depok tahun 2011. Jakarta: FKM UI; 2012.
5. Kusumawati E. Perbedaan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) remaja
menggunakan metode Sahli dan digital (Easy Touch GCHb) Journal of Health Science
and Prevention Vol
2(2), September 2018. Surabaya:Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya;2018.
6. WHO. Haemoglobin Concentrations for The Diagnosis of Anaemia and Assessment of
Severity. Geneva: World Health Organization; 2011.
7. WHO, UNICEF & UNU. Iron Deficiency Anaemia: Assessment, Prevention and Control,
A Guide for Programme Managers. Geneva: World Health Organization; 2001.
8. Febianty N. Perbandingan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode
Sahli dan Autoanalyzer pada orang normal. Bandung: Universitas Kristen
Maranatha;2017.
9. Departemen Kesehatan. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri dan
Wanita Usia Subur. Jakarta: Depkes RI. 1998.
10. WHO [World Health Organization]. 2001. Iron Deficiency Anaemia, Assessment,
Prevention, and Control: A guide for programme managers. Geneva: World Health
Organization.
11. Masrizal. Anemia defisiensi besi dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 2. No.1.
Andalas; 2007.
12. Hidayah N. Analisis Faktor Penyebab Anemia Wanita Usia Subur di Desa Jepang Pakis
Kabupaten Kudus. Kudus; 2016.
13. Arumsari E. Faktor risiko anemia pada remaja putri beserta program pencegahan dan
penanggulangan anemia gizi besi (PPAGB) di kota Bekasi. Bogor: Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor; 2008.
14. Nissa S. Hubungan status sosio ekonomi dan status gizi dengan kejadian anemia pada
wanita usia subur prakonsepsi di kecamatan terbanggi besar kabupaten lampung tengah.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung: Lampung;2017.
15. Pramartha A. Perbedaan kadar hemoglobin pada kelompok wanita vegetarian dengan
non-vegetarian. ISM vol. 7. No. 1. Bali:Universitas Udayana;2016.
16.
17.
18.
19.
20.
21. sitti asfiah w, Yulia A, Wahidatun Asryani S. Faktor - faktor risiko usia, asupan tablet
fe dan status gizi yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Medula.
2014;2(1):131-133.
22. Opitasari C, Andayasari L. Young mothers, parity and the risks of anemia in the third
trimester of pregnancy. Health Science Journal of Indonesia. 2015;6(1):7-11.
23. Lestari S, Fujiati I, Keumalasari D, Daulay M, Martina S, Syarifah S. The prevalence
of anemia in pregnant women and its associated risk factors in North Sumatera,
Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science.
2018;125:012195.
24. Mahayana SA, Chundrayetti E, Yulistini. Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2015;4(3).
25. Opitasari C, Andayasari L. Young mothers, parity and the risks of anemia in the third
trimester of pregnancy. Health Science Journal of Indonesia. 2015;6(1):7-11.
26.