Anda di halaman 1dari 14

PENELITIAN KARYA ILMIAH

PENERAPAN 5S TERHADAP SISWA KELAS XI IPA 3 SMA

NEGERI 2 KARANGANYAR

Oleh :
1. Aksan Kalam Permana (03)
2. Intan Nur Handayani (18)
3. Mahendra Ardiansyah (22)
4. Pramesthi Endah Cahyani (28)

SMA NEGERI 2 KARANGANYAR


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai karakter


kepada warga sekolah. Pendidikan moral perlu menjadi prioritas dalam
kehidupan. Seorang pelajar harus memiliki sikap dan karakter yang baik
dalam lingkungan sekolah maupun rumah.
Dalam kegiatan sekolah tentu ada budaya yang mewajibkan
siswanya untuk melakukan budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan
Santun). Tentunya hal ini dapat membiasakan siswa pada pergaulan
sehari-hari. Kebudayaan 5S harus dibiasakan sejak TK, SD, SMP, SMA,
sampai Perguruan Tinggi. Tujuanya untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas kedisiplinan siswa di sekolah.
Budaya 5S seiring dengan perkembangan jaman dan modernisasi,
maka orang mulai acuh dan meninggalkan budaya ketimuran tersebut.
Melihat kenyataan tersebut, didapatkan beberapa siswa yang telah menjadi
dampaknya modernisasi tersebut. Mereka sudah mulai tampak individu
(memikirkan diri sendiri) sehingga kurang peduli kepada orang lain. Etika,
sopan santun mulai hilang dimana para siswa sekarang kurang bisa
menempatkan diri kepada siapa mereka bergaul dan bagaimana sikapnya
kepada orang yang lebih tua termasuk kepada gurunya.
Berdasarkan pada permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian dengan menumbuhkan pendidikan karakter dan budi pekerti
melalui pembiasaan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun). Nilai
karakter yang dapat diterapkan melalui budaya 5S yaitu: disiplin,
bersahabat, dan cinta damai. Budi pekerti yang dapat ditumbuhkan melalui
budaya 5S adalah tata krama kepada sesama teman, teman yang lebih tua
(kakak kelas) teman yang lebih muda (adik kelas), serta hormat kepada
guru. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pembiasaan budaya 5S
(senyum, sapa, salam, sopan, santun) untuk menumbuhkan nilai karakter
dan budi pekerti siswa kelas XI IPA 3 di SMA N 2 Karanganyar.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana keadaan karakter siswa kelas XI IPA 3 SMA N 2


Karanganyar?
2. Bagaimanakah Penanaman karakter sopan santun melalui program
5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) pada siswa kelas XI
IPA 3 SMA N 2 Karanganyar?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menanamkan
karakter sopan santun melalui program 5S (Senyum, Salam, Sapa,
Sopan, Santun) pada siswa kelas XI IPA 3 SMA N 2 Karanganyar?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui keadaan karakter siswa kelas XI IPA 3 SMA N


2 Karanganyar.
2. Untuk mengetahui penanaman karakter sopan santun siswa kelas
XI IPA 3 SMA N 2 Karanganyar.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat
penanaman karakter sopan santun siswa kelas XI IPA 3 SMA N 2
Karanganyar.

1.4 Manfaat

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang


penanaman karakter sopan Santun di SMA Negeri 2 Karanganyar
yang menanamkan karakter sopan santun melalui program 5S
(Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun)
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam
upaya menanamkan karakter sopan santun melalui program 5S
(Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun).
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pandangan untk
mengetahui faktor penghambat penanaman karakter sopan santun
siswa kelas XI IPA 3 SMA N 2 Karanganyar.
BAB II

KAJIAN TEORI

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun


2003 pasal 1 butir 1, pendidikan adalah: “usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.” Pendidikan nasional bertujuan: “untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
waarga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UU Sisdiknas No.
20 tahun 2003 pasal 3).
Pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai yang khas baik
(tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan
berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terwujud
dalam perilaku. Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan karakter
dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan siswa
untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan
dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber
dari nilai moral universal (bersifat absolut) sebagai pengejawantahan nilai-
nilai agama yang biasa disebut the golden rule. Pendidikan karakter dapat
memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar
tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut
adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung
jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, kerjasama, percaya
diri, kreatif, kerja keras, pantang menyerah, keadilan kepemimpinan, baik,
rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan.
Adapun tujuan dari pendidikan karakter yang sesungguhnya jika
dihubungkan dengan falsafah Negara Republik Indonesia adalah
mengembangkan karakter peserta didik agar mampu mewujudkan nilai-nilai
luhur pancasila. Fungsi pendidikan karakter adalah sebagai berikut. 1.
Pengembangan potensi dasar, agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik”. 2. Perbaikan perilaku yang kurang baik dan penguatan
perilaku yang sudah baik. 3. Penyaringan budaya yang kurang sesuai dengan
nilai-nilai luhur pancasila. Kemudian, ruang lingkup atau sasaran dari
pendidikan karakter adalah satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
Pendidikan dalam sistem persekolahan selama ini lebih menekankan
pengembangan kemampuan intelektual akademis dan kurang memberikan
perhatian pada aspek yang sangat fundamental, yakni pengembangan karakter
(watak). Sementara karakter itu merupakan aspek yang sangat penting dalam
penilaian kualitas sumber daya manusia. Seseorang dengan kemampuan
intelektual yang tinggi dapat saja menjadi orang yang tidak berguna atau
bahkan membahayakan masyarakat jika karakternya rendah.
Menurut Zuchdi dalam Adisusilo (2012:77) memaknai watak
(karakter) sebagai perangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-
tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral seseorang. Lebih lanjut
dikatakan bahwa tujuan pendidikan. Watak seseorang mengajarkan nilai-nilai
tradisional tertentu, nilai- nilai yang diterima secara luas sebagai landasan
perilaku yang baik dan bertanggung jawab. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menumbuhkan rasa hormat, tanggung jawab, rasa kasihan, disiplin, loyalitas,
keberanian, toleransi, keterbukaan, etos kerja dan kecintaan pada Tuhan
dalam diri sesorang.
Menurut Lickona dalam Minsih (2015:116-117) menekankan
pentingnya tiga komponen karakter yang baik (component of good character),
yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan
tentang moral), dan moral action (perbuatan moral). Ketiga komponen
tersebut diperlukan dalam pembentukan karakter agar individu mampu
memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai nilai kebajikan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang, secara tidak langsung juga mempengaruhi perilaku bangsa
Indonesia secara umum.
Saat ini banyak dilihat di tengah-tengah masyarakat, banyak para
orang tua dan generasi muda bahkan sampai anak – anak bangsa yang tidak
memiliki karakter sopan santun. Karakter sopan santun menjadi luntur
disebabkan oleh salah satu faktor yang begitu mudah dapat mengakses
perilaku hidup bangsa dibelahan lain yang cenderung hedonis dan egois, hal
itu dianggap serta dipercaya sebagai gaya hidup orang. Tentu saja hal ini
berdampak negatif bagi perkembangan karakter bangsa di negara ini.
Pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata
pelajaran di kelas, tetapi juga harus diterapkan melalui suatu pembiasaan.
Kegiatan pembiasaan secara spontan dapat dilakukan misalnya saling
menyapa, baik antar teman, antar guru maupun antar guru dan peserta didik.
Pembiasaan diarahkan pada upaya pembudayaan pada aktivitas tertentu
sehingga menjadi aktivitas yang terpola atau tersistem.
Penanaman pendidikan karakter belum sepenuhnya optimal
dilaksanakan disetiap satuan pendidikan. Penanaman pendidikan karakter
yang dimaksud adalah menanamkan nilai – nilai universal untuk mencapai
kematangan karakter melalui beberapa program, salah satunya yaitu program
5S yaitu Salam, Senyum, Sapa, Sopan dan Santun.
Menurut Mikarsa dalam Damayanti (2012: 108) mengajari sopan
santun atau tata krama sebaiknya dilakukan sejak dini. Bisa dimulai sejak ia
berusia 1 atau 1,5 tahun saat ia mulai mengerti. Dalam menanaman karakter
tidak dapat dilakukan dengan hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan
atau melatih suatu keterampilan tertentu, namun melalui pembiasaan di
sekolah. Salah satu contoh pembiasaan ini dapat dilakukan melalui program
5S ( Salam, Senyum, Sapa, Sopan dan Santun). Tentunya berkaitan dengan
hal itu akan ada beberapa kegiatan-kegiatan yang mendukung proses
penanaman karakter sopan santun melalui Program 5S tersebut. Berikut
Penjelasan tentang Sala, Senyum, Sapa, Sopam, dan Santun :
1. Senyum
Senyum merupakan ibadah, biasanya seseorang tersenyum karena
meraka sedang bahagia, Senyuman menambah manisnya wajah
walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Menurut departemen
pendidikan nasional (2008: 1277) senyum merupakan gerak tawa
ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukan rasa senang, gembira,
suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit.
Sedangkan Saikhul Hadi (2013: 37) berpendapat bahwa, secara
fisiologi senyum merupakan ekspersi wajah yang terjadi akibat
bergeraknya atau timbulnya suatu gerakan di bibir atau kedua
ujungnya, atau pula disekitar mata. Saikhul Hadi (2013: 3)
menjelaskan bawha senyuman dapat melumpuhkan musuh,
menyembuhkan penyakit, perekat tali persaudaraan, pengobat luka
jiwa, dan bisa menjadi sarana tercapainya perdamaian dunia.
2. Salam
Kata salam berasal dari bahasa Ibrani: syalom yang berarti damai.
Menurut Alfonsus Sutarno (2008: 38) damai mengandung unsur
silaturahmi, sukacita, dan sikap atau pernyataan hormat kepada orang
lain. Bentuk salam bisa bermacam-macam. Ada salam perkenalan,
salam perjumpaan, dan salam perpisahan. departemen pendidikan
nasional (2008: 1208) menjelaskan bahwa salam merupakan sebuah
pernyataan hormat. Jika seseorang memberi salam kepada orang lain
berarti seorang itu bersikap hormat kepada orang yang dia beri salam.
Salam akan sangat mempererat tali persauradaraan. Pada saat
seseorang orang mengucapkan salam kepada orang lain dengan
keikhlasan, suasana menjadi cair dan akan merasa bersaudara.
3. Sapa
Menurut Alfonsus Sutarno (2008: 36) menyapa identik dengan
menegur, menyapa bisa berarti mengajak seseorang untuk bercakap-
cakap. Tegur sapa bisa memudahkan siapa saja untuk bergaul akrab,
saling kontak, dan berinteraksi. Sedangkan departemen pendidikan
nasional (2008: 1225) menjelaskan bahwa sapa berarti perkataan untuk
menegur. Menegur dalam hal ini bukan berarti menegur karena salah,
melainkan menegur karena kita bertemu dengan seseorang, misalnya
saja dengan memanggil namanya atau menggunakan sapaan-sapaan
yang sudah sering kita gunakan seperti “hey”. Bila seseorang menyapa
orang lain maka suasana akan menjadi hangat dan bersahabat.
4. Sopan dan Santun
Menurut departemen pendidikan nasional (2008: 1330) sopan memiliki
arti hormat, takzim dan tertib menurut adat. Seseorang yang sopan
akan bersikap mengikuti adat, tidak pernah melanggar adat. Sedangkan
santun menurut departemen pendidikan nasional (2008: 1224)
memiliki pengertian halus dan baik (tingkah lakunya), sabar dan
tenang juga penuh rasa belas kasihan (suka menolong). Seseorang
yang bersikap santun akan mementingkan kepentingan orang lain
daripada kepentingan diri sendiri.
Menurut Mohamad Mustari (2011: 158) Kesantunan bisa
mengorbankan diri sendiri demi masyarakat atau orang lain. Inti dari
bersikap santun adalah berperilaku interpersonal sesuai tataran norma
dan adat istiadat setempat. Sopan santun menurut Taryati (dalam
Suharti, 2004: 61) adalah suatu tata cara atau aturan yang turun-
temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang
bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan
yang akrab, saling pengertian, hormat-menghormati menurut adat yang
telah ditentukan. Penjelasan tentang sopan santun tersebut sejalan
dengan pernyataan Suwadji (dalam Suharti, 2004: 62) bahwa sopan
santun atau unggahungguh berbahasa dalam bahasa Jawa mencakup
dua hal, yaitu tingkahlaku atau sikap berbahasa penutur dan wujud
tuturannya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode penelitian


tindakan. Penelitian tindakan adalah penelitian tentang masalah yang
terjadi di dalam masyarkat atau kelompok sasaran. Hasil penelitian
tindakan dapat langsung diterapkan pada masyarakat atau kelompok
sasaran. Karakteristik utama penelitian ini adalah partisipasi dan
kolaborasi antara peneliti dan anggota sasaran.

3.2 Target Penelitian

Target penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 3 SMA N 2


Karanganyar

3.3 Waktu Penelitian

Waktu penelitian sebagai berikut :


No Hari, tanggal Kegiatan Keterangan
1. 17 Januari 2019 Membuat topik
2. 18 Januari 2019 Menyusun proposal
3. 07 Februari 2019 Mengajukan proposal
4. 15 Februari 2019 Melakukan penelitian
5. 22 Februari 2019 Menyusun hasil penelitian
6. 08 Maret 2019 Melaporkan hasil
penelitian dan presentasi

3.4 Biodata Peneliti

a. Nama : Aksan Kalam Permana


No : 03
Kelas : XI IPA 3
b. Nama : Intan Nur Handayani
No : 18
Kelas : XI IPA 3
c. Nama : Mahendra Ardiansyah
No : 22
Kelas : XI IPA 3
d. Nama : Pramesthi Endah Cahyani
No : 28
Kelas : XI IPA 3
3.5 Anggaran Biaya
Anggaran biaya pada penelitian ini diperoleh dari dana pribadi peneliti
dengan perencian :
1. Pemasukan
Dana Pribadi Rp10.000
2. Pengeluaran
Penyusunan Proposal -
Pembuatan Kuesioner Rp10.000
Wawancara -
Total pengeluaran Rp10.000 +
Sisa Rp 0
BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan karakter siswa kelas XI IPA 3 SMA N 2 Karanganyar


Dari deskripsi data yang telah peneliti jabarkan di hasil penelitian,
diketahui bahwa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Karanganyar
memiliki keadaan karakter yang tidak terlalu buruk dalam hal
penanaman karakter di lingkungan sekolah. Pihak kepala sekolah dan
guru telah ikut serta menanamkan karakter yang baik pada siswa siswa
nya. Namun tidak banyak siswa yang menerapakan karakter secara
sempurna karena kebiasaan mereka yang kurang baik dalam kehidupan
sehari – hari , sehingga perlu diadakannya program 5S (Senyum,
Salam, Sapa, Sopan, Santun) pada siswa XI IPA 3 SMA Negeri 2
Karanganyar.
4.2 Penanaman karakter sopan santun melalui program 5S (Senyum,
Salam, Sapa, Sopan, Santun) pada siswa kelas XI IPA 3 SMA N 2
Karanganyar
Sebagian besar siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Karanganyar
telah menerapkan program 5S di lingkungan kelas maupun luar kelas.
Mereka selalu menyapa saat bertemu teman, hal ini merupakan salah
satu penerapan dari program “Sapa”. Lalu mereka selalu sopan dan
santun terhadap orang yang lebih tua, terutama pada guru disekolah,
hal ini merupakan penerapan dari program “Sopan” dan “Santun”.
4.3 Faktor pendukung dan penghambat penanaman karakter sopan
santun siswa kelas XI IPA 3 SMA N 2 Karanganyar
Dalam menanamkan karakter sopan santun melalui program 5S pada
siswa kelas XI IPA 3 SMA N 2 Karanganyar ada faktor pendukung
dan faktor penghambat. Di antaranya yaitu:
 Faktor Pendukung
1. Kurikulum yang digunakan yaitu kurikulum 2013 berbasis
karakter. Sehingga sangat mendukung dengan adanya
penanaman karakter sopan santun melalui program 5S. Pada
Kurikulum 2013 penilaiannya menggunakan tiga ranah, yaitu
ranah sikap, ranah pengetahuan, dan ketrampilan. Dengan
adanya ranah sikap maka dalam suatu pembelajaran akan ada
karakter yang diharapkan dari siswa guna untuk melakukan
suatu penilaian.
2. Lingkungan Sekolah yang sudah menerapkan pembiasaan 5S
dan Bapak Ibu Guru yang sudah banyak memberikan contoh
kepada siswa sehingga siswa tersebut bisa mencontoh perilaku
sopan santun gurunya. Hal ini sejalan dengan pendapat Asrori
(2008) dalam Williandani, dkk (2016:140) bahwa guru harus
mengetahui dan mendalami karakteristik yang ada di dalam diri
peserta didiknya secara menyeluruh yang merupakan suatu
kesatuan. Jika seorang guru mengetahui karakteristik setiap
siswanya maka akan mempermudah guru dalam memberikan
contoh perilaku yang baik terhadap siswa tersebut.
 Faktor Penghambat
1. Lingkungan Keluarga, orangtua tidak begitu paham apa
sebenarnya tujuan dari sekolah itu sendiri, bagi mereka yang
penting menyekolahkan anaknya. Hal ini biasa terjadi pada
orangtua yang terlalu sibuk dengan urusannya sehingga waktu
untuk anaknya terbatas dan akhirnya anak kurang diperhatikan
oleh orangtuanya, terutamanya sikap dan perilaku yang lepas
dari pengawasan orangtua. Sehingga hal ini menjadi
penghambat dalam menanamkan karakter sopan santun siswa,
karena partisipasinya dan dukungan dari orangtuanya kurang
2. Lingkungan Masyarakat, anak-anak bergaul dengan orang
yang lebih dewasa dan orang tersebut membawa dampak buruk
bagi anak. Anak bukannya diajari hal-hal yang positif
melainkan hal yang negatif
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Pendidikan memegang peran penting dalam upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia dapat
mempertahankan dan meningkatkan taraf kehidupan. Pendidikan
merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan manusia dan pusat
perkembangan.. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak
dini. Ada beberapa pihak yang sangat mempengaruhi terbentuknya
karakter anak, seperti keluarga, lingkungan masyarakat, teman
sepergaulan, lingkungan sekolah, dll. Banyak pakar yang mengatakan
bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini akan
membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Memiliki
akhlak yang mulia tidak secara otomatis begitu manusia dilahirkan, namun
memerlukan proses panjang melalui pengasuh. Oleh karena itu masih
perlu peningkatan dalam Pendidikan karakter terhadap siswa kelas XI IPA
3 SMA Negeri 2 Karanganyar.
5.2 Saran
1. Bagi Kepala Sekolah
a. Kepala sekolah hendaknya mengawasi guru dalam proses
pembelajaran yang terkait dengan program 5S.
b. Program 5S yang ditulis di dalam kurikulum lebih diperjelas
bagaimana cara pelaksanaannya.
2. Bagi Guru
Guru diharapkan lebih jelas dalam mencantumkan kegiatan dari
program 5S yang akan dilaksanakan di dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
3. Bagi Siswa
Siswa sebaiknya menerapkan perilaku 5S di sekolah serta mentaati
tata tertib sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai-Nilai Karakter. Jakarta: PT.


Prajagrafindo Persada.

Faozah, I. (2014). Pelaksanaan Pendidikan Karakter Melalui Program 5S


(Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) Di SD Negeri 1 Sedayu Kecamatan
Sedayu Kabupaten Bantul. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id [diakses 24 Januari
2019].

Insriani, H. (2011). Pembelajaran Sosiologi Yang Menggugah Minat


Siswa. Jurnal Komunitas. 3(1): 108-125.

Noviani, A. (2011). Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Melalui


Mata Pelajaran Sosiologi. Jurnal Komunitas. Semarang: Universitas
Negeri Semarang. 3 (2) (2011) : 205-215.

Pringgadini, H. (2018). Penanaman Karakter Sopan Santun Melalui


Program 5s Pada Siswa Kelas Iv Sd Muhammadiyah 22 Sruni Surakarta.
Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Vol. No.3 hal
132-142, September 2018.

Setiawati, N. (2017). Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Pembentukan


Karakter Bangsa. Prosiding Seminar. Medan: Universitas Negeri Medan.
1 (1) (2017) : 348-352.

Sutrisno. 2017. “ Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren


Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta”. Jurnal
Pendidikan Luar Sekolah. Vol. VI Nomor 5 Tahun 2017.

Wahyudi, A. (2013). Implementasi Semboyan 5-S (Senyum, Salam, Sapa,


Sopan Dan Santun) Sebagai Pilar Pendidikan Karakter Di SMA
Muhammadiyah Sape Kabupaten Bima NTB. Skripsi. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang. [Online]. Tersedia:
http://eprints.umm.ac.id/26685/ [diakses 31 Januari 2019]
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai