Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Kematian mendadak yang tidak diharapkan dan tidak dapat dijelaskan


ditemukan pada sebagian besar kasus pada praktek kedokteran forensik. Kematian
mendadak yang tidak dijelaskan sering tercatat sebagai kematian karena sebab
yang alami. Para ahli percaya bahwa kebanyakan dari kematian ini dikarenakan
Sudden Death Syndrome (sindroma kematian mendadak) atau Sudden Cardiac
Death (kematian jantung mendadak). Penyebab kematian mendadak akibat
penyakit dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh, diantaranya sistem Susunan
Saraf Pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernafasan.1,2
Pada tahun-tahun terakhir ini, penyebab kematian tersering pada kasus
kematian mendadak adalah penyakit kardiovaskular. Penyebab penyakit jantung
itu sendiri bermacam macam, mulai dari penyakit jantung koroner, kardiomiopati,
penyakit katup jantung hingga akibat kelainan genetik seperti pada sindrom
marfan. 1 Sebuah studi post mortem pada salah satu Rumah Sakit di Dublin,
Connoly Hospital antara Januari 1987 hingga Desember 2001, menyebutkan
bahwa penyebab terbanyak kematian mendadak adalah penyakit Jantung (79%).1,3
Di Indonesia sendiri sukar didapat insiden kematian mendadak yang
sebenarnya. Angka yang ada hanyalah jumlah kematian mendadak yang diperiksa
di bagian kedokteran forensik FKUI. Dalam tahun 1990, dari seluruh 2461 kasus,
ditemukan 227 laki-laki (9,2%) dan 50 perempuan (2%) kasus kematian
mendadak, sedangkan pada tahun 1991 dari 2557 kasus diperiksa 228 laki-laki
(8,9%) dan 54 perempuan (2,1%). Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka
apabila kematian tersebut didahului oleh keluhan, gejala dan terdapat saksi
(apalagi bila saksinya adalah dokter, misalnya di klinik, puskesmas, atau rumah
sakit) biasanya tidak akan menjadi masalah kedokteran forensik. Namun apabila
kematian tersebut terjadi tanpa riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka dapat
menimbulkan kecurigaan bagi penyidik, apakah terkait unsur pidana di dalamnya.

1
2

Disinilah peran pemeriksaan forensik berupa autopsi dan pemeriksaan histologi


akan sangat penting guna menjawab permasalahan di atas.1,3,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 KEMATIAN MENDADAK ( SUDDEN DEATH )


II.1.1 DEFINISI
Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden
unexpected natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu
natural (alamiah, wajar). Kata ”mendadak” disini diartikan sebagai kematian yang
datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan, dengan batasan waktu yang nisbi.
Camps menyebutkan batasan kurang dari 48 jam sejak timbul gejala pertama. 1,3,4
Definisi kematian mendadak menurut WHO, yaitu kematian dalam waktu
24 jam sejak gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik sebagian besar
kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala timbul.
Kematian mendadak tidak selalu tidak terduga, dan kematian yang tak terduga
tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya terjadi bersamaan
pada satu kasus.1,2,4
Terminologi kematian mendadak disini dibatasi pada suatu kematian
alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan
kematian mendadak dengan terminologi ”sudden natural unexpected death”.
Kematian alamiah di sini berarti kematian hanya disebabkan oleh penyakit dan
trauma atau racun tidak memainkan dalam menyebabkan kematian. Deskripsi
“sudden” atau “unexpected” tidak selalu akurat, “unexplained” biasanya menjadi
alasan dilakukan investigasi medikolegal. Autopsi dapat dilakukan untuk
mengetahui penyebab kematian, meskipun setelah autopsi dilakukan, penyebab
kematian tetap tidak diketahui. 1,2,3,4
Pada kematian mendadak, penyebab kematian hampir selalu ditemukan
pada sistem kardiovaskuler, meskipun lesi tidak terdapat di jantung atau pembuluh
darah utama. Cerebral hemmorraghe yang masif, perdarahan subarachnoid,

2
3

rupture kehamilan ektopik, hemoptisis, hematemesis dan emboli pulmonal,


sebagai contoh, bersama dengan penyakit jantung dan aneurisma aorta
mempunyai kontribusi pada sebagian besar penyebab kematian mendadak dan
“unexpected” akibat sistem vaskular. Tanpa autopsi, para dokter salah dalam
menentukan sebab kematian dari 25-50% kasus. Di banyak negara dengan banyak
proporsi autopsi mediko-legal dan di Inggris dan Wales terdapat sekitar 80%
autopsi koroner, sisanya karena bunuh diri, kecelakaan, dan pembunuhan.1,3,4

II.1.2 EPIDEMIOLOGI
Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan. Penyakit pada jantung dan pembuluh darah
menduduki urutan pertama dalam penyebab kematian mendadak dan juga
memiliki kecenderungan yang serupa yaitu lebih sering menyerang laki-laki
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 7:1 sebelum menopause dan
menjadi 1:1 setelah perempuan menopause. Tahun 1997 -2003 di Jepang
dilakukan penelitian pada 1446 kematian pada kecelakaan lalu lintas dan dari
autopsi pada korban kecelakaan lalu lintas di Dokkyo University dikonfirmasikan
bahwa 130 kasus dari 1446 kasus tadi penyebab kematiannya digolongkan dalam
kematian mendadak, bukan karena trauma akibat kecelakaan lalu lintas. Di
Indonesia seperti yang dilaporkan badan Litbang Departemen Kesehatan RI,
persentase kematian akibat penyakit ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi
9,1% (1981), 16,0 (1986), dan 19,0% (1995). 1,3,4

II.1.3 KLASIFIKASI
Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah
yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak (sudden natural
unexpected death).
Kematian alamiah ini dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu:1,3,4
1.) Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor
fisik dan emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat
aktivitas fisik, dimana cara mati dapat lebih mudah diterangkan atau
4

kematian tersebut terjadi selama perawatan/pengobatan yang dilakukan


oleh dokter ( Attendaned Physician).
2.) Keadaan dimana mayat ditemukan dalam keadaan yang lebih
mencurigakan seringnya diakibatkan TKP nya atau pada saat orang
tersebut meninggal tidak dalam perawatan atau pengobatan dokter
(unattendaned physician), terdapat kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang
mungkin ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya kematian.

Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah dapat dengan


lebih mudah ditegakkan, dan kepentingan dilakukannya autopsi menjadi lebih
kecil. Pada kematian kategori ini, keluarga untuk kepentingan almarhum dan
mereka sendiri dapat meminta dilakukannya autopsi klinik pada almarhum.
Autopsi klinik tidak memerlukan surat permintaan dari kepolisian, karena pada
prinsipnya dilakukan atas kehendak keluarga, bukan untuk kepentingan
penyidikan. Persetujuan keluarga dalam tindakan autopsi klinik ini harus dibuat
secara tertulis, dan hasil dari pemeriksaan akan dituangkan dalam sebuah laporan
autopsi atau ”autopsy report”.
Pada kematian alamiah kategori kedua, sebab kematian harus benar-benar
ditentukan agar cara kematian dapat ditentukan dan kematian alamiah dan tidak
wajar sedapat mungkin ditentukan dengan cara apakah kekerasan atau racun ikut
berperan dalam menyebabkan kematian. Oleh karena keadaan pada kematian
alamiah kategori kedua ini lebih mencurigakan maka polisi akan mengadakan
penyidikan dan membuat surat permintaan visum et repertum. Pada keadaan ini
hasil pemeriksaan akan dituangkan dalam visum et repertum, dan persetujuan
keluarga akan menjadi prioritas yang lebih rendah dari kepentingan penegakan
hukum.

II.1.4 ETIOLOGI
Secara garis besar penyebab kematian mendadak, yaitu karena trauma,
keracunan dan penyakit. Insiden kematian mendadak akibat trauma dan keracunan
lebih kurang sekitar 25-30%, sementara penyakit merupakan penyebab tersering
5

dari terjadinya kematian mendadak dengan persentase mencapai 60-70%.


Kematian mendadak terbanyak akibat dari penyakit pada sistem jantung dan
pembuluh darah.1,2,3
Berikut ini penyebab kematian mendadak secara garis besar, yaitu:
1. Trauma
Menurut dr.Roslan Yusni Hasan, Sp.BS, trauma pada otak dan
leher dapat menjadi kombinasi penyebab kematian yang fatal. Hal ini
terjadi ketika terjadinya benturan pada bagian kepala yang kemudian
dibarengi leher yang tertolak ke belakang. Akibatnya, tulang leher patah
dan patahnya tulang ini dapat memicu kematian dalam waktu singkat
akibat tertutupnya jalan nafas. Tubuh seketika bisa kehilangan suplai
oksigen, akibatnya sel-sel mengalami kematian mendadak. Akan tetapi,
trauma otak ternyata sebenarnya tidak selalu menyebabkan kematian
dalam waktu singkat, paling tidak diperlukan waktu 1-2 jam sebelum
terjadinya kematian.1,5,6
Trauma lain yang bisa menyebabkan kematian mendadak adalah
cedera tulang dada (thorax) dan panggul (pelvis). Cedera tulang dada
dapat menyebabkan terjadinya tamponade jantung atau suatu kondisi di
mana jantung tertekan akibat benturan pada dada. Hal ini menyebabkan
darah menggenang di sekitar jantung di dalam tulang dada. Sedangkan
cedera pada tulang panggul menyebabkan tubuh mengalami kehilangan
darah dalam jumlah banyak.1,3,4
Salah satu masalah yang paling sulit dalam kedokteran forensik
adalah jika kematian terjadi pada seseorang yang mengalami kekerasan
namun menderita juga sedang penyakit atau dimana penyakit telah
meningkatkan kerusakan setelah terjadinya kekerasan. Pada keadaan
seperti ini kontribusi penyakit dan kekerasan sebagai sebab kematian dapat
menjadi masalah medikolegal. Pada prakteknya, situasi yang paling sering
menyebabkan keadaan seperti ini adalah penyakit koroner, emboli
pulmoner dan perdarahan subarachnoid.7
6

2. Keracunan4,8
a. Definisi
Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan berupa
sakit atau kematian.
Intoksikasi merupakan suatu keadaaan dimana fungsi tubuh
menjadi tidak normal yang disebabakan oleh sesuatu jenis racun atau
bahan toksik lain.

b. Jenis – jenis racun


Berdasarkan sumber racun dapat digolongkan menjadi:
 Racun yang berasal dari tumbuh – tumbuhan yaitu opium, kokain,
kurare, aflatoksin
 Racun yang berasal dari hewan seperti bisa atau toksin ular, laba-
laba dan hewan lauta
 Racun yang berasal dari mineral seperti arsen, timah hitam dan
lain-lain
 Racun yang berasal dari sintetik seperti heroin
Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi:
 Racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas – gas yang
terdapat di alam
 Racun yang terdapat dirumah tangga, misalanya detergen,
insektisida, pembersih (cleaners)
 Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida,
herbisida dan pestisida
 Racun yang digunakan dalam industry dan laboratorium, misalnya
asap dan basa kuat, logam berat
 Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya sianida dalam
singkong, botulinium (racun ikan), bahan pengawet, zat adiktif
 Racun dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedative
7

c. Cara kerja atau efek yang ditimbulkan


 Lokal : pada tempat kontak akan timbul beberapa reaksi, misalnya
perangsangan, peradangan atau korosif. Contoh korosif : asam dan
basa kuat
 Sistemik : mempunyai afinitas terhadap salah satu system,
misalnya barbiturate, alcohol, morfin, mempunyai afinitas kuat
terhadap SSP. Digitalis dan oksalat terhadap jantung. CO terhadap
darah.
 Lokal dan sistemik : asam karbol menyebabkan erosi lambung,
sedangkan sebagian yang diabsorpsi akan menimbulkan depresi
SSP

d. Faktor yang mempengaruhi keracunan


 Cara masuk : mulai dari yang paling cepat sampai paling lambat
berturut-turut adalah inhalasi, intravena, intramuskuler,
intraperitoneal, subkutan, peroral, kulit.
 Umur : orang tua dan anak-anak lebih rentan
 Kondisi tubuh : lebih rentan pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah seperi pada orang dengan gizi kurang atau buruk,
orang dengan penyakit ginjal
 Kebiasaan : penting pada kasus keracunan alcohol dan morfin
sebab terjadi toleransi
 Alergi : misal vitamin E, penicillin, streptomisin, dan prokain
 Faktor racun sendiri : yaitu takaran, konsentrasi, bentuk dan
kondisi fisik lambung, struktur kimia, sinergisme dan adisi.
 Waktu pemberian : sebelum atau sesudah makan. Pada racun
peroral jika diberikan sebelum makan absorpsi akan lebih baik dan
efek lebih cepat.
8

e. Kriteria Diagnosis
1. Adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun penyebab
2. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada
barang bukti jika sisanya masih ada
3. Dapat ditemukan racun atau sisa dalam tubuh/ cairan tubuh korban,
jika racun menjalar secara sistemik
4. Kelainan pada tubuh korban, makroskopik maupun mikroskopik
sesuai dengan racun penyebab
5. Riwayan penyakit, bahwa korban tersebut benar-benar kontak
dengan racun
Butir 3 dan 4 mutlak perlu
Yang perlu diperhatikan untuk korban keracunan :
 Keterangan tentang racun apa kira-kira yang menjadi penyebabnya
 Harus sedikit sekali menggunakan air
 Jangan menggunakan desinfektan

f. Pemeriksaan toksikologik
Pemeriksaan toksikologik harus dilakukan pada :
 Bila pada pemeriksaan setempat terdapat kecurigaan terhadap
keracunan.
 Bila pada otopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada
keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak
biasa (cherry red pada CO, merah terah pada sianida, kecoklatan
pada nitrit, nitrat, anilin, fenasitin dan kina); loka bekas suntikan
sepanjang vena, keluarnya buih dari mulut dan hidung (keracunan
morfin), bau amandel (keracunan sianida), bau kutu busuk
(keracunan malation).
 Bila pada otopsi tidak ditemukan penyebab kematian.

Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu


dilakukan pemeriksaan penting yaitu :
9

 Pemeriksaan ditempat kejadian (TKP)


 Otopsi lengkap
 Analisis toksikologik

3. Penyakit2,3,4
a. Penyakit Sistem Kardiovaskular
Beberapa penyakit pada sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan mati mendadak antara lain:
1. Penyakit Jantung iskemik
2. Infark Miokard
3. Penyakit Katup Jantung
4. Miokarditis
5. Kardiomiopati

1.) Penyakit Jantung Iskemik


Dengan perhitungan kasar, sekitar 62% dari semua
kematian mendadak karena penyakit jantung, disebabkan oleh
arteriosklerosis pada arteri koroner. Terbentuknya sumbatan pada
lumen cabang pembuluh darah yang partial atau total yang luas
ataupun hanya setempat dapat menyebabkan arteri tidak dapat
mengirim darah yang adekuat ke miokardium. Sebagai akibatnya
akan terjadi coronary artery insufficiency dan jantung secara tiba-
tiba berhenti. Obstruksi yang signifikan pada lumen arteri
koronaria adalah jika membatasi 75% lumen atau setidaknya 80%
dari lumen yang normal harus hilang sebelum timbul infark
miokard.
Untuk dapat menyebabkan kematian, tidak perlu harus ada
penyumbatan. Adanya penyenmpitan atau penebalan, khususnya
pada ramus descenden a. coronaria sinistra, yaitu arteri yang
mensuplai darah bagi sistem konduksi (pacemaker). Dengan
10

berkurangnya suplai darah ke tempat tersebut, yang terjadi pada


waktu melakukan kerja fisik (oleh karena ada penebalan atau
penyempitan, sehingga tidak bisa melebar sewaktu dibutuhkan),
terjadi hipoksia yang diikuti fibrilasi atrium dan berakhir dengan
keamtian.
Tempat dimana a. coronaria sering mengalami
penyempitan, adalah:
a.) ramus descenden a. coronaria sinistra (45-64%)
b.) a. coronaria dextra (24-46%)
c.) a. circumflexa coronaria sinistra (3-10%)
d.) pangkal a. coronaria sinistra (0-10%)

Stenosis dari arteri koroner oleh ateroma sangat sering


terjadi, konsekuensinya terjadi pengurangan aliran darah ke otot
jantung yang dapat menyebabkan kematian dengan berbagai cara,
yaitu:
a.) Insufisiensi koroner akibat penyempitan lumen utama akan
mengakibatkan iskemia kronik dan hipoksia dari otot-otot
jantung di bawah stenosis. Otot jantung yang mengalami
hipoksia mudah menyebabkan aritmia dan fibrilasi ventrikel,
terutama pada adanya beban stress seperti olahraga atau emosi.
b.) Komplikasi dari ateroma dapat memperburuk stenosis koroner
dan kematian otot jantung yang mengikutinya. Plak ateroma
ulseratif dapat pecah atau hancur, mengisi sebagian atau
seluruh pembuluh darah dengan kolesterol, lemak dan debris
fibrosa. Pecahan ini akan terbawa ke arah distal pembuluh
darah dan pada percabangan pembuluh darah menyumbat
pembuluh darah dan menyebabkan multipel mini-infark.
Bagian endotel dari plak yang hancur dapat bertindak seperti
katup dan menutup total pembuluh darah. Komplikasi lain
adalah perdarahan sub-intima yang terjadi pada plak,
11

membesarkannya secara tiba-tiba dan menutup lumen


pembuluh darah.
c.) Trombosis koroner
d.) Miokard infark, terjadi ketika stenosis berat terjadi atau terjadi
oklusi total dari pembuluh darah, bila pembuluh darah kolateral
di tempat bersangkutan tidak cukup memberi darah pada
daerah yang bersangkutan. Infark umumnya baru terjadi bila
lumen tertutup lebih dari atau sama dengan 70%.
e.) Lesi pada sistem konduksi jantung. Efek dari infark yang besar
adalah mengurangi fungsi jantung karena kegagalan pompa dan
otot yang mati tidak dapat berkontraksi atau menyebabkan
aritmia dan fibrilasi ventrikel. Infark yang dapat dilihat dengan
mata secara makroskopik tidak terjadi saat kematian mendadak,
karena perlu beberapa jam agar oklusi jantung menjadi jelas.
Tapi efek fatal dari infark dapat terjadi pada setiap saat setelah
otot menjadi iskemik.
f.) Infark miokard yang ruptur dapat menyebabkan kematian
mendadak karena hemoperkardium dan tamponade jantung.
Keadaan ini umumnya terjadi pada wanita tua, yang
mempunyai miokardium yang rapuh, namun tidak menutup
kemungkinan terjadi pada semua orang. Keadaan ini cenderung
terjadi dua atau tiga hari setelah onset infark dan bagian otot
yang infark menjadi lunak. Ruptur terkadang terjadi pada
septum interventrikuler, menyebabkan ”leftright shunt” pada
jantung.
g.) Fibrosis miokard, terjadi ketika infark miokard menyembuh
karena miokardium tidak dapat berprofilerasi. Sebuah daerah
fibrosis yang besar di ventrikel kiri dapat kemudian
membengkak karena tekanan yang tinggi selama sistole
membentuk aneurisma jantung yang mengurangi fungsi
jantung.
12

h.) Ruptur otot papilaris, dapat terjadi karena infark dan nekrosis.
Keadaan ini memungkinkan katup mitral mengalami prolaps
dengan gejala insufisiensi mitral dan bahkan kematian.
Ateroma pada arteri koroner bisa fokal dengan plak yang
irreguler dengan berbagai ukuran atau dalam jumlah sedikit dan
terlokalisir dengan sisa lumen lain pada sistem kardiovaskuler
hampir normal. Hal ini berarti setiap bagian pembuluh darah
utama harus diperiksa saat otopsi, pemotongan transversal
dilakukan dengan jarak tidak lebih dari 3 mm.

2.) Infark Miokard


Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat
insufisiensi aliran darah. Insufisiensi terjadi karena spasme dan
atau sumbatan karena sklerosis dan trombosis. Infark miokard
adalah patologik (gejala klinisnya bervariasi, kadang tanpa gejala
apapun), sedangkan infark miokard akut adalah pengertian klinis
(dengan gejala diagnosis tertentu). Kematian dapat terjadi dalam
beberapa jam awal atau hari setelah infark dan penyebab segeranya
adalah fibrilasi ventrikel.
Beberapa komplikasi infark miokard yang mungkin timbul
antara lain:
 Ruptur jantung, merupakan penyebab umum timbulnya
haemoperikardium dan cardiac tamponade. Ruptur selalu
terjadi selama infark. Ruptur paling sering terjadi pada bagian
distal dinding ventrikel kiri.
 Trombosis mural, tidak dapat disepelekan jika infark terjadi
pada endokardium ventrikel kiri.
 Perikarditis, terjadi bersama dengan infark transmural.
Perikardium viseral menjadi berwarna merah keunguan
dengan vaskular blush pada permukaannya.
13

 Fibrosis miokard, pada orang tua dapat menyebabkan


hipertrofi ventrikel pada hipertensi dan meyebabkan iskemik
relatif.
 Aneurisma jantung, terjadi dimana daerah fibrosis yang luas
menggantikan infark transmural sebelumnya.

Pada autopsi dapat dikenali beberapa bentuk infark


miokard, yaitu: 4,8,9,10
 Infark laminar, lebih banyak ditemukan pada daerah
subendokardial atau pada ventrikel kiri, kadang infark luas
sampai setengah atau lebih dari tebalnya dinding.
 Infark lokal atau regional, lebih sering pada penyakin arteri
koroner murni, dan disebabkan oklusi lokal atau sumbatan
yang berat pada arteri koronaria. Besar dan posisi infark
tergantung dimana oklusi terjadi. Hampir semua infark jenis
ini ditemukan pada ventrikel kiri.

Gambaran makroskopis infark miokard awal digambarkan


dengan berbeda pada banyak buku patologi, sebagian karena
berbagai macam umur infark yang digambarkan oleh penulis.
Beberapa gambaran yang khas dari tingkatan infark miokard,
adalah: 9,10
 Pada 12-18 atau bahkan 24 jam pertama, tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Tanda pertama yang dapat ditemukan
adalah oedem pada otot yang terlihat pucat karena tekanan
serabut otot pada pembuluh darah.
 Sekitar akhir hari pertama sampai hari kedua dan ketiga,
daerah tersebut menjadi berwarna kuning disertai pecahnya
miosit yang menyebabkan lapisan tampak merah. Hal ini
akan memberikan gambaran “trigoid” seperti belang pada
macan.
14

 Setelah beberapa hari, infark menjadi lebih lembut dan rapuh,


disebut “myomalacia cordis”. Pada fase ini, 2 atau 3 hari
kedepan akan terjadi ruptur dan masuk ke kandung
pericardial.
 Tiga minggu dan setelahnya, bagian tengah infark menjadi
seperti gelatin, warnanya memudar menjadi aduadu
transparan.
 Satu atau dua bulan selanjutnya, fibrosis akan mengganti otot
yang mati dan menjadi jaringan parut.

Gambaran infark miokard yang berbeda pada tiap fase


dapat terlihat secara mikroskopis. Gambaran infark tersebut antara
lain: 8,9,10
 Perubahan awal gambaran mikroskopis infark miokard tidak
spesifik. Perubahan tersebut diantaranya oedema intersisial,
kongesti, dan perdarahan kecil.
 Periode 18-24 jam, terjadi degenerasi yang progresif pada
serabut otot dan jumlah eosinofilia bertambah. Oedema
seluler mereda dan digantikan oleh oedema interfibre,
memisahkan serabut otot.
 Hari kedua sampai keempat, nukleus menjadi cekung dan
membayang. Terjadi infiltasi netrofil pada sebagian infark,
kemudian digantikan oleh mononuklear makrofag akan
membersihkan debris dan fibroblas akan menjadi kolagen
selama perbaikan.
 Pada akhir minggu pertama, terjadi disitegrasi serabut otot,
dan kapiler baru dan fibroblas mulai terlihat.
 Pada minggu keempat, terjadi fibrosis awal yang lambat dan
tidak merata.

3.) Penyakit Katup Jantung


15

Penyakit katup jantung biasanya mempunyai riwayat yang


panjang. Kematian mendadak dapat terjadi akibat rupture valvula.
Kematian mendadak juga dapat terjadi pada stenosis aorta
kalsifikasi (calcific aorta stenosis) kasus ini disebabkan oleh
penyakit degenerasi dan bukan karditis reumatik. Penyakit ini lebih
banyak pada pria dari pada wanita dan timbul pada usia sekitar 60
tahun atau lebih.
Stenosis aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri,
bahkan lebih nyata dibanding pada hipertensi. Jantung dapat
mencapai berat 800 – 1000 gram. Penyebabnya biasanya adalah
kalsifikasi pada katup jantung menyebabkan katup menjadi tebal
dan kaku. Pada tingkat lanjut, seluruh katup mungkin hampir tidak
dapat dikenali, massa seperti kapur, dengan lumen hampir tidak
cukuplebar untuk memuat sebuah pensil. Katup aorta yang sempit,
menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri dan menyebabkan
hipertrofi otot dalam rangka memompa stroke volume yang sama
melewati lubang yang lebih sempit. Efek yang lain adalah
penurunan tekanan perfusi koroner, dan akan lebih buruk jika
terjadi regurgitasi. Kematian mendadak umumnya terjadi pada usia
di atas 60 tahun, namun terjadi pula pada orang yang lebih muda
dengan kelainan kongenital berupa katup aorta yang bikuspid.2,3,4

4.) Miokarditis
Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan sering
terjadi pada dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada kematian
mendadak hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
histopatologik. Otot jantung harus diambil sebanyak 20 potongan
dari 20 lokasi yang berbeda dari pemeriksaan ini. Pada
pemeriksaan histopatologik tampak peradangan interstisial dan
atau parenkim, edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot
16

hingga miolisis. Infiltrasi leukosit berinti tunggal, plasmosit dan


histiosit tampak jelas. 2,3,4

5.) Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu kelainan pada miokardium
yang dihubungkan dengan disfungsi jantung dimana belum
diketahui penyebab yang pasti. Kardiomiopati bukan merupakan
hasil dari arteriosklerosis, hipertensi, kongenital, atau penyakit
katup jantung. Kardiomiopati dapat digolongakan menjadi 3, yaitu:
dilated/kongesti, hipertrofi, dan restriktif-obliteratif. Pada
dilated/kongesti, jantung dengan nyata membesar, dengan
miokardium yang lembek dan perbesaran pada semua ruang.
Secara mikroskopis, terdapat degenerasi dan atau hipertrofi serat
otot, fibrosis miokardium yang fokal atau difus, infiltasi sel
mononuklear, dan kadang infiltrasi lemak. 2,3,4

b. Penyakit Sistem Respirasi


Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia,
dan atau pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada tuberculosis
paru, kanker paru, bronkiektasis, abses, dan sebagainya. Sedangkan
asfiksia terjadi pada pneumonia, spasme saluran nafas, asma, penyakit
paru obstruktif kronis, aspirasi darah atau tersedak. 2,3,4

c. Penyakit Sistem Pencernaan


Kematian dapat cepat terjadi pada kasus perdarahan akibat
gastritis kronis atau ulkus duodeni. Perdarahan fatal akibat tumor
jarang terjadi dan jika terjadi maka sering akibat dari karsinoma atau
leiomyoma. Kematian mendadak dapat juga disebabkan oleh varises
esophagus yang sering merupakan komplikasi dari sirosis hepatis
dimana mekanisme terjadinya adalah akibat dari hipertensi portal. 2,3,4
17

d. Penyakit Sistem Hematopoietik


1.) Limpa
Ruptur dari limpa dapat menyebabkan kolaps dan mati
mendadak dengan cepat. Limpa dapat ruptur secara spontan atau
karena trauma. Hal ini terjadi jika limpa terlibat dalam penyakit
yang cukup berat yaitu infeksi mononukleosa, hemofilia, malaria
dan tifoid.
2.) Darah
Kematian mendadak tak terduga dilaporkan oleh kasus
megaloblastik anemia. Infeksi ringan juga dapat muncul sebagai
pemicu terjadinya kematian pada beberapa keadaan anemia.Hal
tersebut juga dapat terjadi pada pasien leukemia. 2,3,4

e. Penyakit Sistem Urogenital


Penyakit pada ginjal dan sistem urinaria jarang menyebabkan
mati mendadak. Ada beberapa kondisi yaitu pada pasien dengan
uremia fase terminal atau dengan koma/kejang dapat terjadi mati
mendadak. 2,3,4

f. Penyakit Sistem Saraf Pusat


Kejadian mati mendadak yang berhubungan dengan penyakit
sistem saraf pusat biasanya akibat perdarahan yang dapat terjadi pada
subarachnoid atau intraserebral.
1.) Perdarahan Sub Arakhnoid Spontan (Non Trauma)
Perdarahan sub arakhnoid spontan merupakan keadaan
yang sangat berpotensi mengancam jiwa. Penyebab dari
perdarahan sub arakhnoid spontan ini sangat perlu diketahui karena
akan menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Perdarahan
18

subarakhnoid dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat


walaupun mekanismenya masih belum jelas. Pada autopsi,
diagnosis perdarahan subarakhnoid terbukti sendiri (selfevident).
Biasanya perdarahan berasal dari sirkulus Willis, perdarahan yang
paling tebal akan melewati dasar otak, terutama sisterna basalis.
Darah biasanya akan menyebar secara lateral dan dapat menutupi
seluruh permukaan hemisfer serebral, otak bagian belakang, dan ke
bawah menuju kanalis spinalis. Perdarahan akan berwarna merah
terang pada perdarahan segar; apabila bertahan beberapa minggu
akan berwarna kecoklatan karena hemoglobin mengalami
perubahan. Hemosiderin dapat dideteksi dengan pengecatan Perl
setelah sekitar tiga hari. Penentuan sumber perdarahan terkadang
sulit.Aneurisma tampak pada 85% kasus perdarahan sub arakhnoid
spontan namun sisanya tidak menunjukkan adanya aneurisma. Hal
ini mungkin karena destruksi aneurisma kecil ketika ruptur.
Pencarian akan adanya aneurisma kecilpada otopsi mungkin sulit
karena adanya lapisan tebal dari bekuan darah yangterjebak antara
selaput otak dan pembuluh darah. 2,3,4

2.) Perdarahan Intraserebral


Perdarahan intraserebral non traumatik umumnya disebabkan
oleh kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi (hipertensi,
eklamsia), juga dikarenakan disfungsi autoregulasi dengan aliran darah
otak yang berlebihan (cedera reperfusi, transformasi hemoragik,
paparan dingin), pecahnya aneurisma atau malformasi arteri-vena,
arteriopati, perubahan hemostasis (trombolisis,antikoagulasi, diatesis
hemoragik), nekrosis hemoragik (tumor, infeksi), atauobstruksi aliran
vena (trombosis vena serebral). Perdarahan intraserebral secara klinis
ditandai dengan onset yang mendadak dan berkembang dengan cepat.
Perdarahan serebral lebih sering ditemui pada laki-laki
dibanding perempuan dan tidak umum terjadi pada umur muda.
19

Perdarahan biasanya terjadi pada orang ketika aktif dibanding


ketikaberistirahat. Hipertensi sebenarnya sering menyertai keadaan ini
dan biasanya hanya ada satu episode perdarahan yaitu ketika serangan.
Perdarahan berulang tidak umum ditemukan. Penderita biasanya
menunjukkan gejala dalam dua hingga beberapa jam. Pada perdarahan
intraserebral otak akan membengkak secara asimetris, dengan hemisfer
yang membengkak mengandung darah. Perdarahan subarakhnoid dapat
atau tidak muncul pada dasar otak. Pada irisan, jaringan otak yang
berdekatan dengan perdarahan akan membengkak dan edematous.
Tidak ada jaringan otak pada daerah hematom. Irisan mikroskopik
menunjukkan sklerotik yang terhialinisasi pada arteri dan arteriol.
Terkadang dapat ditemukan aneurisma arteriol dan arteri yang dilatasi.
Kematian umumnya disebabkan kompresi dandistorsi otak tengah atau
perdarahan ke dalam sistem ventrikel.
Walaupun kematian pada pecahnya aneurisma atau perdarahan
intraserebral dianggap wajar, namun pada beberapa keadaan tertentu
dapat termasuk dalam pembunuhan, misalnya apabila orang tersebut
mengalami ruptur aneurisma ketika terjadi kekerasan secara fisik,
namun yang menentukan apakah ada aksi kriminal di dalamnya adalah
pengadilan, bukan tenaga medis yang memeriksa. 2,3,4

3.) Lain-lain
Kematian mendadak jarang terjadi pada infeksi, meskipun ada abses
serebral yang ruptur, dan kematian yang cepat berhubungan dengan
meningitis (pneumokokus, meningokokus, influenza, tuberkulosa). Akut
poliomyelitis dan ensefalitis dapat menyebabkan kematian cepat jika juga
mengenai batang otak.2,3,4

II.1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


20

Berhadapan dengan kasus kematian mendadak, autopsi harus dilakukan


dengan sangat teliti, pemeriksaan histopatologik merupakan suatu keharusan.
Sampel diambil dari semua organ yang dianggap terlibat dengan perjalanan
penyakit hingga menyebabkan kematian, juga kelainan pada organ yang tampak
secara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut tidak berhubungan
langsung dengan penyebab kematian. 1,2,3,4
Sebaiknya setiap jenis organ dimasukkan pada wadahnya sendiri,
menghindari bias pembacaan mikroskopik. Eksisi sampel organ haruslah
mencakup daerah yang normal dan daerah yang kita curigai secara mikroskopik
terjadi proses patologik. Informasi mengenai temuan-temuan pada autopsi perlu
disertakan dalam permintaan pemeriksaan histopatologi, sehingga dokter ahli
patologi dapat melakukan tugasnya dengan maksimal. 1,2,3,4
Pada autopsi kasus yang diduga kematian mendadak, hampir selalu harus
dilakukan pemeriksaan toksikologi. Tanpa pemeriksaan toksikologi, penegakan
sebab mati menjadi kurang tajam. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan
toksikologi beragam sesuai dengan kecurigaan jenis racun pada kasus secara
individual. 1,2,3,4
Secara umum sampel untuk analisa toksikologi yang dianggap rutin antara
lain:
1. Darah
Tempat terbaik untuk memperoleh sampel darah adalah dari vena
femoralis atau iliaca, atau dari vena axilaris. Untuk analisa secara umum,
sekitar 15 ml darah dimasukkan ke dalam tabung kosong agar pembekuan
darah dapat terjadi, bersama itu diambil pula 5-10 ml darah dimasukkan
kedalam tabung berisi antikoagulan seperti EDTA atau potassium oxalat atau
heparin. Untuk pemeriksaan alkohol dari darah diperlukan 5 ml darah yang
dimasukkan dalam tabung berisi sodium fluorida untuk mengambat destruksi
alkohol oleh mikro organisme.

2. Urin
21

Sebanyak 20-30 ml urine dimasukkan ke dalam kontainer kosong,


kecuali bila ada penundaan pemeriksaan, dapat dimasukkan sodium azide.

3. Muntahan atau isi lambung


Muntahan dapat dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat
ditutup rapat, pada autopsi isi lambung dapat dimasukkan ke dalam
wadahyang sama dengan membuka kurvatura minor dengan
gunting.Laboratorium tertentu juga akan meminta sampel dinding
lambungkarena bubuk atau debris tablet dapat melekat pada lipatan lambung
dengankonsentrasi yang tinggi.

4. Feces
Isi rektum umumnya tidak diperlukan untuk analisa, kecuali ada
kecurigaan keracunan logam berat, sampel sebanyak 20-30 gram
dapatdimasukkan ke dalam wadah yang dapat tertutup rapat.

5. Liver dan organ lain


Hati dapat diperiksa secara utuh untuk analisa toksikologi, bila hanya
sebagian hati yang diambil sebagai sampel (100 gr) maka berat total hati harus
dicantumkan dalam lembar permintaan pemeriksaan.
Pada penyalahgunaan bahan pelarut seperti pada penghirup lem, bahan
kimia peracun umumnya dapat ditemukan dalam darah. Laboratorium dapat
membantu bila kita dapat memberikan sampel paru secara utuh agar gas yang
terperangkap dalam paru dapat dianalisa. Pada keadaan ini paru dimasukkan
ke wadah kedap udara seperti kantung nilon ataukantung polyvinyl klorida.

6. Potongan rambut dan kuku


Pada keracunan logam berat sebagian rambut dapat dipotong atau
dicabut beserta akarnya. Potongan kuku dapat digunakan pada pemeriksaan
22

penunjang karena logam berat mengendap pada kuku dan dapat dianalisa
dengan analisa aktivasi neutron untuk melihat hubungan pertumbuhan rambut
dan paparan racun. Paparan racun yang paling baru akan terlihat paling dekat
dengan akar atau pangkal kuku.

II.2 ASPEK MEDIKOLEGAL PADA NATURAL SUDDEN DEATH


Pada tindak pidana pembunuhan, pelaku biasanya akan melakukan suatu
tindakan atau usaha agar tindak kejahatan yang dilakukanya tidak diketahui baik
oleh keluarga, masyarakat dan yang pasti adalah pihak penyiidik (polisi) , salah
satu modus operandus yang bisa dilakukan adalah dengan cara membawa jenazah
tersebut ke rumah sakit dengan alasan kecelakaan atau meninggal di perjalanan
ketika menuju ke rumah sakit (Death on Arrival) dimana sebelumnya korban
mengalami serangan suatu penyakit (natural sudden death).7
Pada kondisi diatas, dokter sebagai seorang profesional yang mempunyai
kewenangan untuk memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat
hati-hati dalam mengeluarkan dan menandatangani surat kematian pada kasus
kematian mendadak (sudden death) karena dikhawatirkan kematian tersebut
setelah diselidiki oleh pihak penyidik merupakan kematian yang terjadi akibat
suatu tindak pidana. Kesalahan prosedur atau kecerobohan yang dokter lakukan
dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan menandatangani surat kematian
tersebut dapat terkena sangsi hukuman pidana.1,7,11
Ada beberapa prinsip secara garis besar harus diketahui oleh dokter
berhubungan dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu: 7,11
a. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda
kekerasan yang signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan
kematian ?
b. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang
mengarah pada keracunan ?
c. Apakah korban merupakan pasien (contoh: penyakit jantung koroner)
yang rutin datang berobat ke tempat praktek atau poliklinik di rumah sakit
?
23

d. Apakah korban mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan


penyakit tersering penyebab natural sudden death ?

Adanya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian yang tidak wajar


berdasarkan kriteria tersebut, maka dokter yang bersangkutan harus melaporkan
kematian tersebut kepada penyidik (polisi) dan tidak mengeluarkan surat
kematian.7,11

II.3 AUTOPSI 2,7,11


II.3.1 Definisi
Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi
pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan merumuskan
proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-
penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.

II.3.2 Klasifikasi
Berdasarkan tujuannya, autopsi terbagi atas :

1. Autopsi klinik

Dilakukan terhadap mayat seorang yang diduga terjadi akibat suatu


penyakit, tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti,
menganalisis kesesuaian antara diagnosis klinis dengan diagnosis
postmortem, patogenesis penyakit dan sebagainya. Untuk autopsi ini
diperlukan izin keluarga terdekat mayat tersebut.

Sebaiknya autopsi klinik dilakukan secara lengkap, namun dalam


keadaan amat memaksa dapat dilakukan juga autopsi partial atau needle
terhadap organ tertentu meskipun kedua keadaan tersebut kesimpulannya
sangat tidak akurat.
24

2. Autopsi forensik/medikolegal

Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal


akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan,
pembunuhan maupun bunuh diri. Autopsi forensik harus dilakukan sedini
mungkin dan lengkap oleh dokter sendiri dan seteliti mungkin.

Tujuan pemeriksaan ini adalah :

a. Membantu penentuan identitas mayat


b. Menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian dan saat kematian
c. Mengumpulkan dan memeriksa benda bukti untuk penentuan identitas
benda penyebab dan pelaku kejahatan

d. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk


visum et repertum.
3. Autopsi Anatomi

Dilakukan terhadap mayat korban meninggal akibat penyakit, oleh


mahasiswa kedokteran dalam rangka belajar mengenai anatomi manusia.
Untuk autopsi ini diperlukan izin dari korban (sebelum meninggal) atau
keluarganya. Dalam keadaan darurat, jika dalam 2 x 24 jam seorang jenazah
tidak ada keluarganya maka tubuhnya dapat dimanfaatkan untuk autopsi
anatomi.

II.3.3 Persiapan Sebelum Autopsi Forensik


Sebelum dilakukan autopsi forensik yang perlu diperhatikan adalah hal-hal
sebagai berikut :
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan
dilakukan termasuk izin keluarga, surat permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum et repertum
2. Memastikan mayat yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud dalam
surat tersebut.
25

3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian


selengkap mungkin membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis
pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan

4. Memastikan alat-alat yang diperlukan telah tersedia.

II.3.4 Teknik Autopsi Forensik

Dalam autopsi forensik ada 2 teknik yang dilakukan, yaitu:


1. Teknik pemeriksaan luar

Dalam teknik pemeriksaan luar yang diperiksa adalah bagian luar


mayat seperti pakaian yang dipakai, perhiasan, benda yang ada disamping
mayat, perubahan tanatologi, identitas mayat, tanda-tanda khusus, warna kulit,
rambut, perkiraan umur, ras, mata, bagian wajah, alat kelamin, tanda-tanda
kekerasan/luka.
2. Teknik pemeriksaan dalam

Dalam teknik pemeriksaan dalam organ tubuh yang diperiksa dimulai


dari lidah, tonsil, kelenjar gondok, kerongkongan (eofagus), batang tenggorok
(trakea), tulang lidah, rawan gondok (kartilago tiroidea), rawan cincin
(kartilago krikoidea), arteri karotis interna, kelenjar kacangan (timus), paru-
paru, jantung, aorta torakalis, aorta abdominalis, anak ginjal (kelenjar
suprarenalis), ginjal, ureter, kandung kencing, hati, kandung empedu, limpa,
kelenjar getah bening, lambung, usus halus, usus besar, kelenjar liur perut,
otak besar, otak kecil, batang otak, alat kelamin dalam (genitalia interna).

II.3.5 Kepentingan Autopsi Forensik 7,11

Mati mendadak sampai saat ini mungkin masih dianggap sebagai peristiwa
yang wajar, baik oleh masyarakat maupun pihak penyidik atau kepolisian.
Sehingga kasus mati medadak tidak dimintakan autopsi. Kondisi tersebut sangat
merugikan, mengingat kemungkinan kematian mendadak tersebut terdapat unsur
26

kriminalnya, atau kematian tersebut berhubungan dengan kelalaian perbuatan


orang lain.

Kasus mati mendadak yang tidak terduga sering menimbulkan pertanyaan.


Kecurigaan adanya ketidakwajaran sering muncul dalam pikiran orang.
Berbagai pertanyaan muncul dalam benak masingmasing orang tentang
korban yang mati mendadak tersebut. Pada kasus kematian mendadak, sangat
perlu mendapat perhatian keadaan korban sebelum kematian. Apakah korban baru
menjalankan aktivitas, atau sewaktu istirahat sehabis melakukan aktivitas.
Keadaan lingkungan tempat kejadian perkara juga harus diperhatikan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan :
 Kematian terjadi pada saat seseorang melakukan aktivitas fisik maupun
emosional dan disaksikan oleh orang lain, misalnya sedang berolahraga,
melakukan ujian, dan lain sebagainya.
 Jenazah dalam keadaan mencurigakan, misalnya korban tanpa kelainan apa-
apa dengan dengan pakaian rapi ditemukan meninggal, atau meninggal di
tempat tidur sendirian.

Prakoso (1992) mengutip pernyataan Gonzales yang menyebutkan


beberapa kondisi yang mendukung untuk dilakukannya autopsi pada kasus mati
mendadak, yaitu:

1. Jika jenazah ditemukan dalam keadaaan yang mencurigakan, seperti


ditemukan adanya tanda kekerasan. Kadang kematian mendadak yang
disebabkan penyakit dapat dipacu oleh adanya kekerasan yang disengaja tanpa
meninggalkan tanda pada tubuh korban. Umur korban juga memegang
peranan penting dalam menentukan, apakah korban perlu dilakukan autopsi
atau tidak. Mati mendadak jarang terjadi pada usia muda, jadi kecurigaan
adanya unsur kriminal perlu lebih diperhatikan dibanding pada orang tua.

2. Autopsi dilakukan atas permintaan keluarga, yang ingin mengetahui


sebab kematian korban.

3. Autopsi dilakukan untuk kepentingan asuransi.


27

Kematian mendadak yang tidak mendatangkan kecurigaan pada


prinsipnya tidak perlu dilakukan autopsi. Baru jika penyidik merasa ada
kecurigaan atau tidak mampu untuk menentukan adanya kecurigaan mati tidak
wajar, maka dokter sebetulnya mutlak untuk melakukan pemeriksaan di tempat
kejadian yang sebenarnya (Prakoso, 1992). Pada autopsi kasus yang diduga
kematian mendadak, hampir selalu pemeriksaan toksikologi harus dilakukan.
Tanpa pemeriksaan toksikologi, penegakan sebab mati menjadi kurang tajam.

BAB III
KESIMPULAN

Kematian mendadak merupakan kematian dalam waktu 24 jam sejak


gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik sebagian besar kematian terjadi
dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala timbul. Kematian mendadak
terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang
terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak Kematian alamiah terbagi
menjadi kematian mendadak dimana terdapat saksi mata yang terjadi selama
perawatan/pengobatan yang dilakukan oleh dokter ( Attendaned Physician) dan
kematian mendadak dimana pada saat orang tersebut meninggal tidak dalam
perawatan atau pengobatan dokter (unattendaned physician).
Penyebab kematian mendadak secara garis besar yaitu karena trauma,
keracunan dan penyakit. Trauma yang dapat menyebabkan kematian mendadak
meliputi trauma pada otak, leher, dada dan panggul. Pada kasus mati mendadak
yang diduga disebabkan keracunan perlu dilakukan pemeriksaan ditempat
kejadian (TKP), otopsi lengkap dan analisis toksikologi untuk mengetahui racun
penyebabnya. Penyakit yang dapat menyebabkan kematian mendadak meliputi
penyakit pada sistem kardiovaskular, penyakit pada sistem respirasi, penyakit
pada sistem pencernaan, penyakit pada sistem hematopoetik, penyakit pada sistem
28

urogenital, dan penyakit pada SSP. Penyakit pada jantung dan pembuluh darah
menduduki urutan pertama dalam penyebab kematian mendadak.

Pemeriksaan yang dilakuakan pada kematian mendadak meliputi


pemeriksaan autopsi, pemeriksaan histopatologik dan analisis toksikologi.
Mengingat kemungkinan kematian mendadak tersebut terdapat unsur kriminalnya,
atau kematian tersebut berhubungan dengan kelalaian perbuatan orang lain
pemeriksaan autopsi penting untuk dilakukan

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Kristanto, Erwin, Tjahjanegara Winardi.Kematian Mendadak (Sudden Natural


Unexpected Death). http://www.freewebs.com/erwin_k/kematianmendadak.htm.
Diakses tanggal 11 September 2013
2. Mun’im Idris, Abdul. 1997. Mati Mendadak Akibat Penyakit. Jakarta: Bina Rupa
Aksara, hal: 209-14.
3. Wahyuni, Ningrum. Sudden Death.
http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2011/08/04 sudden-death/, Diakses tanggal 11
September 2013
4. Fahmi, Arif Hakim. Sudden Death. http:// Arif Hakim
Fahmi.wordpress.com/2011/11/17 /sudden-death/. Diakses tanggal 11 September
2013
5. Anonim. Sudden Death Due to Intracranial Lession.
http://www.scribd.com/doc/25785441/Sudden-Death-Due-to-Intracranial-
Lesion.Diakses tanggal 11 September 2013
6. Motozawa Y, Yokoyama T, Hitosugi M, et all. Analysis of sudden natural deaths
while driving with forensic autopsy findings. Available from : http: www-
nrd.nhtsa.dot.gov/pdf/nrd-01/esv/esv19/05-0112-W.pdf., Diakses tanggal 12
September 2013
7. Budiyanto. A, Widiatmika.W,. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta.
Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia.
29

8. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. Legal Medicine. Pathology and
toxicology. 2nd edition. New York : Appleton century croft. 1954 :102 – 51.
9. Di Maio Vincent J.M, Dana Suzanna E. Natural Disease. Dalam : Handbook of
Forensic Pathology. Austin : Landes Bioscience; 1998. Hal : 35-64
10. Knight B. Forensic Pathology. Second Edition. New York : Oxford University Press.
1996 : 487 – 516.
11. Dahlan, Sofwan. 2008. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.Semarang.

Anda mungkin juga menyukai