Pembimbing :
dr. Tanto Budhiarto, SpJP, FIHA
Pendamping :
dr. Rosita Yanti
dr. Rizki
Disusun Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan hipertensi
sistemik yang lama dan berkepanjangan. Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja
jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot
jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh
darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung
setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Pada bagian akhir penyakit, Hipertrofi ventrikel
kiri (HVK) gagal mengkompensasi dengan meningkatkan cardiac output dalam menghadapi
peningkatan tekanan darah, kemudian ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan
cardiac output. Saat penyakit ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun.
Hal ini menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem reninangiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta meningkatkan
vasokontriksi perifer. 1,2
Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan edema paru akut tanpa
perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum, perkembangan dilatasi atau
disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik maupun yang simtomatik melambangkan
kemunduran yang cepat pada status klinis dan menandakan peningkatan risiko kematian.
Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel kiri, penebalan dan disfungsi diastolik ventrikel
kanan juga terjadi sebagai hasil dari penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri. 1
Aritmia sering terjadi pada pasien gangguan struktur jantung dan sering menjadi
faktor presipitasi atau perburukan gagal jantung. Gagal jantung juga dapat menambah risiko
terjadinya aritmia. Perkembangan gagal jantung untuk menjadi aritmia didasari oleh kelainan
struktur dan adanya regangan pada sistem konduksi karena terjadi peningkatan tekanan akhir
diastolik. 3,4
Arimia kardia umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami
arterial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi. Resiko henti
jantung mendadak meningkat. Berbagai metabolisme dipekirakan memegang peranan dalam
patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel, ketidakhomogen
miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada afterload. Semua faktor
tersebut dapat menyebabkan peningkatanan resiko ventrikel takiaritmia.3,4
Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
BAB II
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.H
Umur
: 74 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Jl.Sultan Mahmud - Tg.Unggat
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
Tanggal masuk
: 24 Februari 2015
Tanggal keluar: 28 Februari 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
: Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Berdebar-debar, nyeri dada sebelah kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS datang ke RSAL Midiyato pada tanggal 24 Februari 2015 dengan keluhan sesak
nafas yang memberat sejak 4 jam SMRS, suara nafas tidak berbunyi. Sebelumnya OS juga
sudah sering mengeluh sesak napas, terutama bila banyak beraktivitas. Apabila dalam
keadaan sesak OS lebih nyaman pada posisi duduk daripada posisi berbaring. OS juga
mengeluh dada berdebar-debar dan nyeri dada sebelah kiri yang menjalar hingga ke
punggung, nyeri dada hilang timbul. Nyeri kepala (+), mual (-), muntah (-), kedua kaki
bengkak (+).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (+)
Penyakit jantung (+)
DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan seperti pasien
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum
o Kesadaran
: Compos Mentis
o Kesan Gizi : Sedang
o Tinggi badan : 167 Cm
o Berat badan : 60 Kg
o Vital Sign
: TD
220/120
Nadi
170x/menit
Respirasi
32x/menit
Suhu
36,5oC
B. Pemeriksaan Khusus
o Kepala
: Normocephal, rambut warna hitam
o Mata
: Normal
Palpebra
: Tidak tampak edema
Konjungtiva
: Tidak anemis
Sklera
: Tidak tampak ikterik
Pupil
: Bulat isokor
Refleks Cahaya
: Langsung +/ + , tidak langsung +/+
o Leher
:
JVP 5+2 mmHg
Massa abnormal tidak ditemukan
Deviasi trakea tidak ditemukan
o Thoraks
Inspeksi
Dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis
Normochest, diameter ventrolateral : AP = 2 : 1
Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra
Fremitus taktil/vokal simetris, tidak ada pergerakan dinding
dada yang tertinggal
Perkusi
Terdengar redup pada lapangan paru
Perenjakan paru positif, batas jantung kanan pada ICS V linea
sternalis dextra
Batas jantung kiri pada ICS VI satu jari medial linea
midclavicularis sinistra
Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis dextra
Auskultasi
S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) Regulitas : Iregular
Murmur (-) Gallop (-)
Vesikuler di kedua hemitoraks , Rh +/+ Wh -/o Abdomen
Inspeksi
Permukaan rata, simetris.
Auskultasi
Bising usus ( + )
Perkusi
Timpani pada seluruh lapang abdomnen
Palpasi
Hepar, lien, dan ginjal tidak teraba adanya pembesaran
Tidak ada nyeri tekan, nyeri lepas pada abdomen
o Ekstremitas
Akral hangat, perfusi baik
Edema pada kedua tungkai.
Sianosis tidak ditemukan pada keempat ekstremitas.
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Glukosa sewaktu
Cholesterol
HDL Cholesterol
LDL Cholesterol
Trigliserida
Ureum
Creatinin
Asam Urat
b.EKG
24/02/2015 (06.38)
Kesan : - SVT
V.RESUME
Laki-laki 74 tahun datang ke RSAL Midiyato dengan keluhan sesak nafas yang
memberat sejak 4 jam SMRS, sesak tidak berbunyi. Sebelumnya OS juga sudah sering
mengeluh sesak napas, terutama bila banyak beraktivitas. Apabila dalam keadaan sesak OS
lebih nyaman pada posisi duduk daripada posisi berbaring. OS juga mengeluh dada berdebardebar dan nyeri dada sebelah kiri yang menjalar hingga ke punggung, nyeri dada hilang
timbul. Nyeri kepala (+), kedua kaki bengkak (+). Terdapat riwayat hipertensi dan penyakit
jantung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD : 220/120, HR: 170x/mnt, RR: 32x/mnt. Pada
pemeriksaan fisik Thorax didapatkan redup pada perkusi dan terdengar ronchi pada auskultasi
lapangan paru. Kesan EKG : Supraventrikular Takhikardi.
VI. DIAGNOSIS KERJA
- HHF + ALO
- Hipertensi Emergency
- SVT
VII. PENATALAKSANAAN
- Non medikamentosa :
Tirah baring
Diet rendah garam
Diet lunak
- Medikamentosa :
O2 : 10 l/mnt NRM
Tiaryt 2 Amp dlm 100cc NaCl : 10 gtt/i mikro
Nitrogliserin 2 Amp dlm 100cc NaCl : 10 gtt/I mikro
Farsix 8 Amp (sy.pump) : 5 cc/jam
P/O :
Lisinopril 1x10 mg
Amlodipin 2x5 mg
ISDN 3x5 mg
Carpiaton 1x25 mg
VIII. PROGNOSIS
-
Quo ad vitam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
FOLLOW UP
Tanggal
24/2/2015
07.00
Vital sign:
TD: 220/120
N: 170x/mnt
R: 32
S: 36,7
24/2/2015
09.00
TD: 180/110
N : 163x/mnt
R : 35
Follow up
KU: Sesak nafas
KT: Nyeri dada, berdebar-debar
Kes: CM
Mata: CA -/- SI -/Leher: JVP 5+2 mmHg
Thorax: pulmo: VS +/+ Rh +/+ wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G( )
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema kedua tungkai
Terapi
O2 : 10
l/mnt
NRM
Tiaryt 2 Amp dlm
P/O
gtt/I mikro
Farsix 3x1 Amp
:
Lisinopril 1x10 mg
Amlodipin 2x5 mg
ISDN 3x5 mg
Carpiaton 1x25 mg
Tiaryt 2 Amp dlm
100cc Nacl : 10 gtt/i
mikro
Nitrogliserin 2 Amp
dlm 100cc Nacl : 7
gtt/I mikro
Farsix 8 Amp
(sy.pump) : 5 cc/jam
Lisinopril 1x10mg
Fluxum 0,4 ml
Carpiaton 1x1
Stator 1x20mg
OMZ 1X1
Amlodipin dan ISDN
Stop.
12.00
TD : 140/80
N : 100
R : 28
23.00
Visite dr.Tanto
TD : 140/90
N : 103
R : 24
STOP)
Nitrogliserin 2 Amp
dlm 100cc Nacl : 7
gtt/I mikro
(Pertahankan
sampai KU baik 2
hari)
Farsix 6 Amp
(sy.pump) : 2,5
25/2/2015
06.00
Mata: CA -/- SI -/Thorax: pulmo: VS +/+ Rh +/+ wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema kedua tungkai
KU: Sesak (-)
TD: 110/70
N: 94x/mnt
R : 24
26/2/2015
cc/jam
Lisinopril 1x10mg
Fluxum 0,4 ml
Carpiaton 1x1
Stator 1x20mg
OMZ 1X1
Inovad 1 Amp dlm
TD: 130/90
N: 80 x/mnt
R: 20x/mnt
27/2/2015
Mata: CA -/- SI -/Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema minimal
KU: Sesak (-)
Nacl 7 gtt/I
Furosemid 1x1 Amp
TD: 120/80
N : 82 x/mnt
R : 20 x/mnt
Mata: CA -/- SI -/Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema (-)
Lain-lain lanjutkan
28/2/2015
KU: (-)
Terapi Pulang :
TD: 140/90
N : 88 x/mnt
R : 20 x/mnt
Mata: CA -/- SI -/Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)
Abd: BU (+)
NT/NL/NK -/-/Asites (-)
Ekst: Edema (-)
Pasien diperbolehkan pulang atas
persetujuan dokter
Furosemid 1x1tab
Atrovastatin 1x 20mg
Lisinopril 1x10mg
Pantoprazole 2x1
Digoxin 1x1
CPG 1x75 mg
Carpiaton 1x1
Kesan :
OMI Anteroinferior.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 EDEMA PARU
3.1.1 Definisi Edema Paru
Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya
tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis.
Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di
interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri
melebihi keluaran ventrikel kiri.6
3.1.2 Patofosiologi Edema Paru
Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :
A. Ketidak-seimbangan Starling Forces
a.Peningkatan tekanan kapiler paru :
i. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
ii. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
iii. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema)
b. Penurunan tekanan onkotik plasma.
dengan Payah Jantung Kiri. Gangguan fungsi sistolik dan/atau fungsi diastolik ventrikel kiri,
stenosis mitral atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan
kapiler paru yang mendadak dan tinggi akan menyebabkan edema paru kardiogenik dan
mempengaruhi pula pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan oksigen arteri menjadi
berkurang. Di lain pihak rasa seperti tercekik dan berat pada dada menambah ketakutan
penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah meningkat yang menghambat lebih
lanjut pengisian ventrikel kiri. Adanya kegelisahan dan napas yang berat menambah pula
beban jantung yang selanjutnya lebih menurunkan fungsi jantung oleh karena adanya
hipoksia. Apabila lingkaran setan ini tidak segera diputus penderita akan meninggal.7
3.1.4 Penatalaksanaan Edema Paru
a.Oksigen berguna untuk pengobatan Edema Paru Kardiogenik, kadang-kadang
diberikan bersama dengan ventilasi mekanik.
b. Posisi setengah duduk.
c. Morphine 2-5 mg diencerkan dengan dektrose atau larutan elektrolit diberikan
titrasi intravena selama 3 menit, sambil dilihat respon klinik berupa
berkurangnya keluhan dan gejala edema paru maupun efek samping depresi
pernapasan. Dosis dapat diulang 2-3 kali lagi dengan interval 15 menit apabila
diperlukan. Apabila keadaan tidak begitu gawat, dapat diberikan 8-15 mg
subkutan atau intramuskuler dan dosis dapat diulang setiap 3-4 jam. Sebaiknya
selalu tersedia antagonis morphine yaitu naloxone.
d. Diuretik
Furosemid atau asam etakrinat 40-60 mg intravena selama 2 menit. Dengan
pemberian furosemid diuresis terjadi dalam 5 menit, yang mencapai puncak
dalam 30 menit dan berakhir setelah 2 jam. Tetapi biasanya edema paru sudah
berkurang sebelum efek diuresis terjadi, sehingga diduga efek permulaan
furosemid menyebabkan dilatasi vena. Sebagai tambahan, furosemid juga
mengurangi afterload sehingga memperbaiki pengosongan ventrikel kiri.
e. Penurunan Preload
Cara yang dapat dilakukan ialah dengan Rotating Torniquet dan Phlebotomy
sebanyak 500 ml
f. Vasodilator
Vasodilator yang paling tepat ialah Nitroprusid karena menurunkan tahanan
pembuluh darah sistemik (afterload) sehingga meningkatkan isi semenit dan
menyebabkan pula venodilatasi (menurunkan preload) sehingga menurunkan
tekanan kapiler para. Dosis awa140-80 ug/menit, dinaikkan 5 ug/menit setiap 5
menit sampai edema paru menghilang atau tekanan sistolik arteri turun di bawah
100 mmHg.
Obat lain yang dapat diberikan ialah Nitrogliserin 0,3-0,6 mg sublingual yang
menimbulkan venodilatasi sehingga dapat menurunkan preload.
Dapat pula diberikan Isosorbide Dinitrate 2,5-10 mg sublingual setiap 2
jam.Prazosin mungkin dapat dipakai apabila tidak ada obat lain. Efek maksimum
tercapai dalam 45 menit dan menetap selama 6 jam. Dosis mulai dengan 0,5-1
mg, maksimal 3 x 10 mg/hari (3). Dengan kombinasi morphine, rotating
setelah
Infark
Miokard
Akut.
Kalau
terdapat
Takiaritmia
Supraventrikuler yang cepat dapat diobati dengan kardioversi. Obat lain yang
dapat dipakai ialah golongan simpatomimetik (Dopamine, Dobutamine) dan
golongan inhibitor phosphodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoximone,
Piroximone). Dopamine dosis 2-5 ug/kg/menit, menunjukkan efek inotropik
positif tanpa perubahan denyut jantung atau tahanan perifer yang berarti. Pada
dosis 5-10 ug/kg/menit mulai terjadi peningkatan tekanan darah, denyut jantung
dan tahanan perifer dan aliran darah ke ginjal mungkin menurun. Efek samping
aritmia mulai timbal pada dosis 10 ug/kg/menit, sedangkan efek vasokonstriksi
timbul pada dosis 15 ug/kg/menit(3,4,5). Dobutamine - dosis biasanya antara 2,5
- 10 ug/kg/menit, kadang-kadang cukup 0,5 ug/kg/menit, tetapi dapat pula
sampai 40 ug/kg/menit. Yang perlu diperhatikan ialah tidak terdapat
hipovolemia.6,7
Gambar 1. Algoritma manajemen edema/kongesti paru akut. Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and
35
kasus
per
100.000
orang/tahun.
AVNRT
populasi,
resiko
SVT
dua
kali
lebih
tinggi
pada
wanita
dibandingkan pria. 5
3.2.3 Elektrofisiologi
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh
gangguan
pembentukan
rangsang,
gangguan
konduksi
rangsang
dan
otot
jantung
terjadi
blokade
akibat
gangguan
tambahan
sedangkan
retrograd
terjadi
pada
jaras
his-purkinje.
Kelainan pada EKG tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang
lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang lebih
c.
gejala ringan atau keluhan cardiopulmonary yang parah. Gejala yang muncul
SVT dan tingkat frekuensi sebagai berikut :
- Palpitasi
- Dizziness
- Sesak napas
- Sinkop
- Nyeri dada
- Kelelahan
- Diaforesis
- Mual
Palpitasi dan dizziness adalah gejala yang paling umum dilaporkan oleh pasien
dengan SVT. Sesak nafas mungkin menjadi sekunder untuk detak jantung yang
cepat, dan sering menghilang dengan penghentian takikardia. SVT Persistent
dapat menyebabkan tachycardia-induced cardiomyopathy . 9
3.2.7
Penatalaksanaan SVT
1. Tindakan yang dulu lazim dicoba pada anak yang lebih besar adalah perasat valsava
2. Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat
kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan
berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal.
Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan
cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera
pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin
mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.
Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi SVT
karena dapat menghilangkan hampir semua SVT. Efektivitasnya dilaporkan pada
sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush
saline, mulai dengan dosis 50 g/kg dan dinaikkan 50 /kg setiap 1 sampai 2 menit
(maksimal 250 /kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 150 g/kg. Pada
sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang.
3. Verapamil juga tersedia untuk penanganan segera SVT, Jika diberikan verapamil,
persiapan untuk mengantisipasi hipotensi harus disiapkan seperti kalsium klorida (10
mg/kg), cairan infus, dan obat vasopressor seperti dopamin. Tidak ada bukti bahwa
verapamil efektif mengatasi ventrikular takikardi pada kasus-kasus yang tidak
memberikan respon dengan adenosin. Tahun 2008, penelitian oleh Leitner dkk,
menemukan bahwa verapamil intravena efektif pada 100% pasien SVT.
4. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja
memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur
cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat
loading dose diberikan.
5. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan SVT
6. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau
kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct
current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 wattdetik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron
dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat
memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum
dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi
ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang
tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan
tindakan invasif.
7. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis
secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar
dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan dosis digitalisasi, 2 kali
berturut-turut berselang 8 jam.
8. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan,
dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi
cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat
dan mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neosynephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek
vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol.
9. Penelitian oleh Etheridge dkk tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55%
pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien
dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi
memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada
beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan
amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan.
Propanolol dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat
fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.