Anda di halaman 1dari 16

1.

Diagnosis Banding ST-elevasi pada EKG selain STEMI


Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya ST-elevasi pada ekg selain
STEMI, diantaranya disajikan dalam tabel berikut:1

KONDISI KARAKTERISTIK
Elevasi Segmen-ST  Segmen ST berbentuk konkaf
Normal  Elevasi segmen-ST 1-3 mm di satu atau lebih sadapan prekordial,
terutama sadapan V2 pada laki-laki sehat tanpa gejala dan tanda
klinis infark miokard akut (IMA) merupakan gambaran elevasi
segmen-ST normal.

Repolarisasi Dini Jinak  Gelombang J yang prominen (berbentuk notched atau slurred) dan
(Benign Early elevasi segmen-ST konkaf < 3 mm pada sadapan V3 – V6,
Repolarization) terutama V4
 Amplitudo gelombang T positif yang besar (gelombang T tinggi,
tidak inversi)
 Apabila repolarisasi dini melibatkan sadapan ekstremitas, elevasi
segmen-ST akan lebih tinggi di sadapan II disbanding sadapan III,
dan terdapat depresi segmen-ST resiprokal di sadapan aVR dan
bukan aVL
 Biasanya terdapat pada seseorang yang aktif (atlet), usia di bawah
40 tahun, ras kulit hitam

Kesalahan penempatan  Menyerupai infark anterior


sadapan precordial  Berhubungan dengan inversi gelombang P gelombang pada V1,
V2 dan V3
Transthoracic  Sementara (transient), hanya bertahan beberapa menit
cardioversion  Segera muncul setelah cardioversion
Anomali primer arteri  Elevasi segmen ST pada EKG tidak sesuai dengan
koroner infarct-related artery atau terdapat missing artery pada
 Stenosis ostial atau angiografi
atresia, Fistula
 LCA berasal dari
arteri pulmonal
 Arteri koroner
berasal dari sinus
yang berlawanan
dengan intramural
course
Myocardial bridging  Menyerupai IMA
 Dalam sebagian kasus, perubahan elevasi segmen terbatas pada
LAD
 Mungkin terdapat gelombang Q (old infarct)
Abnormalitas arteri  Menyerupai IMA, terdapat riwayat hiperkuagulopati atau
yang sementara merokok
 Trombosis in situ
atau embolisasi
dengan lisis clot dan
and recanalization
 Spasme Arteri  Elevasi segmen-ST pada angina Prinzmetal tidak dapat
Koroner atau Angina dibedakan dari IMA, karena keduanya memiliki patofisiologi
varian (Angina yang sama
Prinzmetal)  Angina varian akibat peningkatan tonus pembuluh darah
koroner (vasospasme) yang bersifat temporer

Systemic inflammatory  IMA dilaporkan dapat emnjadi manifestasi awal pada kondisi
conditions tersebut
 (SLE,RA,Wegener’s
granulomatosis etc.
Conduction Kriteria Sgarbossa membedakan suatu kasus infark atau bukan
abnormalities 1. Elevasi segmen-ST ≥ 1 mm yang konkordan terhadap
 LBBB kompleks QRS di sadapan manapun. (Nilai = 5)
2. Depresi segmen-ST ≥ 1 mm pada salah satu sadapan di
antara V1 – V3. (Nilai = 5)
3. Elevasi segmen-ST ≥ 5 mm yang diskordan. (Nilai = 3)
 Wolf–Parkinson–  Elevasi segmen ST yang transien ada sadapan V1–V6
White (WPW)  Q wave–T wave vector discordance
syndrome
Hipertrofi Ventrikel  Sulit dibedakan dengan gambaran infark
Kiri  Gelombang S yang dalam dapat terlihat di lead V1 – V3, dengan
elevasi segmen-ST yang diskordan dengan kompleks QRS.
 Elevasi segmen-ST biasanya berbentuk konkaf
Perikarditis dan  Elevasi difus segmen-ST baik di sadapan prekordial maupun
Miokarditis ekstremitas, memperlihatkan keterlibatan lebih dari satu daerah
pendarahan pembuluh darah koroner
 Depresi segmen-PR(sangat spesifik untuk perikarditis akut)
 Elevasi segmen-ST berbentuk konkaf, jarang lebih dari 4-5mm,
dan tanpa disertai depresi segmen-ST resiprokal, juga kecuali
pada sadapan aVR dan V1

Hiperkalemia  Perubahan EKG pada hiperkalemia bersifat progresif


 Elevasi segmen-ST sering berbentuk downsloping
 Perubahan paling awal pada EKG adalah gelombang T yang
tinggi, tented, dan simetris. Diikuti penurunan amplitude
gelombang P dan pelebaran kompleks QRS, berkaitan dengan
makin tingginya konsentrasi kalium serum.
 Elevasi segmen ST bersifat reversible sat hyperkalemia
terkoreksi
Pulmonary embolism  Elevasi segmen ST yang terbatas pada V1–V3
 Kondisi klinis dan bantuan USG jantung dpat membantu dalam
membedakan dengan IMA
Peningkatan tekanan  Pemeriksaan EKG, echocardiography, dan cardiac marker
intrakranial dapat mengarahkan diagnosis ke IMA
 Dapat terjadi pada perdarahan intrakranial (khususnya
perdarahan subarakhnoid)
Aneurisma Ventrikel  Elevasi segmen-ST persisten dan gelombang Q patologis
 Elevasi segmen-ST biasanya terbatas pada sadapan I, aVL, dan V1
– V6, dipengaruhi oleh lokasi tersering aneurisma
 Aneurisma ventrikel adalah salah satu komplikasi IMA
Takotsubo  Elevasi segmen-ST yang berhubungan dengan interval QT yang
cardiomyopathy memanjang dan precordial yang dalam atau inversi global
gelombang T pada 48-72 jam.
Scorpion envenomation  Elevasi segmen ST menyerupai IMA
syndrome  Terdapat riwayat tersengat kalajengking, muntah, nyeri hebat pada
tempat yang tersengat dan keringat banyak.
Sindrom Brugada  Elevasi sengmen ST terutama terlihat pada sadapan V1 dan V2
 Gambaran RBBB atipikal (dengan tidak disertai gelombang S
yang lebar di sadapan I,
 aVL, dan V6) karakteristik elevasi segmen-ST berbentuk coved-
shaped
 Elevasi segmen-ST dimulai pada puncak gelombang R, dan
menurun (downsloping), berakhir dengan inversi gelombang T
 Sindrom ini endemik di Asia Tenggara, dengan predominan
laki-laki (80%) pada usia rata-rata 40 tahun.
2. Etiologi Gagal Jantung2
A. Preload
 Volume overload
o Left-to-right shunt: VSD, ASD, PDA, AV fistula
o Valvular regurgitation
o High output state: anemia, kehamilan, sepsis, tirotoksikosis
o Iatrogenik
o Gangguan fungsi ginjal
 Diastolic under-filling
o Efusi perikardium
o Kardiomiopati restriktif
o Perikarditis konstriktif
B. Afterload (Overload tekanan)
 Kongenital: coarctation of aorta, stenosis aorta, obstruksi aliran ventrikel kanan
atau ventrikel kiri
 Hipertensi sistemik
 Cor pulmonale
C. Disfungsi kontraktilitas intrinsik
 Myocarditis (immune mediated and inflammatory damage)
o Infeksi: bakteri, parasit (Chagas disease, rickettsiae), virus (HIV)
o Non-infeksi: giant cell myocarditis, autoimmune ( grave’s disease, SLE)
 Kardiomiopati
o Idiopatik
o Post Chemotherapy
o Toksik: recreational substance abuse (alkohol, cocaine, amfetamin, steroid
anabolic), heavy metal (cobalt, timbal, besi), obat (NSAID, anastesi,
antidepresan, radiasi
o Metabolik: hipotiroidisme, diabetes mellitus
o Inborn error of metabolism: Pompe’s disease
 Abnormalitas arteri koroner
o Ischemic heart disease: disfungsi endotel(CAD), abnormal mikrosirkulasi
arteri
o Anomali LCA dari arteri pulmonal
o Kawasaki disease
o Post-cardiac surgery
o Kontusio miokardial
o Neoplasma: mioma, infitrasi leukemia
D. Gangguan Konduksi
 Takiaritmia: SVT
 Bradiaritmia: complete heart block

3. Mekanisme Diaforesis pada ACS

Hal yang dapat menjelaskan terjadinya keringat dingin (diaforesis) pada pasien ACS adalah
overstimulation dari sistem saraf simpatis sebagai fenomena protektif sebagai respon terhadap
nyeri. Penjelasan lain yang mungkin adalah akibat terjadinya hipotensi transien akibat acute
myocardial stunning, sehingga menstimulasi sistem saraf simpatis dan terjadilah diaphoresis.
Diduga bahwa mungkin terdapat cross connection between pada sistem saraf simpatis yang
menginervasi kelenjar keringat dengan serabut saraf nyeri miokard, yang memiliki asal yang sama
pada regio torakolumbal.3

4. Mirror image pada EKG

Pada sadapan dengan arah berlawanan dari daerah injuri (infark) menunjukkan gambaran
depresi segmen ST dan disebut perubahan resiprokal (mirror image). Perubahan ini dijumpai pada
dinding jantung berlawanan dengan lokasi infark (75% dijumpai pada infark inferior dan 30% pada
infark anterior).4
5. Apa yang dimaksud anti remodeling, kenapa itu penting pada ACS?

Cardiac remodeling secara umum diterima sebagai sebuah penentu dari kondisi klinis
gagal. Gagal jantung kronis dapat terjadi setelah IMA, yang menyebabkan dilatasi LV jantung.
Remodeling didefinisikan sebagai ekspresi genom yang menghasilkan perubahan molekuler,
seluler dan interstisial dan diwujudkan secara klinis sebagai perubahan ukuran, bentuk dan
fungsi jantung akibat beban jantung atau cedera, remodeling jantung dipengaruhi oleh beban
hemodinamik, aktivasi neurohormonal dan faktor lainnya yang masih dalam penyelidikan.
Meskipun pasien dengan remodeling major menunjukkan perburukan progresif fungsi jantung,
memperlambat atau mengembalikan remodeling saat ini menjadi tujuan terapi gagal jantung.
Sehingga pengobatan anti-remodeling diperlukan pada pasien ACS untuk mencegah hingga
terjadinya gagal jantung.5

Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa sistem renin-angiotensin jantung diaktifkan


selama proses remodeling ini. Penghambatan dari sistem renin-angiotensin mencegah
geometric remodeling. ACE-I diketahui bisa meningkatkan akumulasi bradikinin jaringan.
Bradykinin memiliki efek antigrowth dan mengurangi tonus vasomotor. Peningkatan aktivasi
kinin akibat ACE-I dapat mengurangi remodeling struktural pada jantung yang infark.6

6. Jelaskan kapan saja terapi fibrinolitik bisa diberikan pada kasus STEMI berdasarkan onset.7
A. Terapi fibrinolitik sebaiknya diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien
tanpa indikasi kontra apabila IKP (intervensi koroner perkutan) primer tidak dapat
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis
pertama.
B. Fibrinolisis perlu dipertimbangkan untuk pasien yang datang awal (<2 jam sejak
awitan gejala) dengan infark luas dan risiko perdarahan rendah apabila waktu dari
kontak medis pertama hingga balloon inflation>90 menit.
C. Bila memungkinkan, fibrinolisis sebaiknya dimulai di rumah sakit
D. Setelah diberikan fibrinolisis, semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang dapat
menyediakan IKP. PCI “rescue” diindikasikan segera bila fibrinolisis gagal (<50%
perbaikan segmen ST setelah 60 menit). PCI emergensi diindikasikan apabila terjadi
iskemia rekuran atau bukti reoklusi setelah fibrinolisis yang berhasil
Keadaan di mana fibrinolisis lebih baik dari prosedur invasif:
• Pasien datang kurang dari 3 jam setelah awitan gejala dan terdapat halangan untuk strategi
invasif
• Strategi invasif tidak dapat dilakukan

* Cath-lab sedang/tidak dapat dipakai

* Kesulitan mendapatkan akses vaskular

* Tidak dapat mencapai laboratorium/pusat kesehatan yang mampu melakukan IKP


dalam waktu <120 menit

7. Jelaskan indikasi dan bagaimana mentritasi nitrat pada pasien ACS.7

a. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya mendapat
nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada indikasi kontra.

b. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau hipertensi
dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak
boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat beta
atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I).

c. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30
mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala
gagal jantung, atau infark ventrikel kanan, pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor
fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk
terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan.

Tabel Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA


Nitrat Dosis
Isosorbid dinitrate (ISDN) Sublingual 2,5–15 mg (onset 5 menit)

Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3 dosis

Intravena 1,25-5 mg/jam


Isosorbid 5 mononitrate Oral 2x20 mg/hari
Oral (slow release) 120-240 mg/hari

Nitroglicerin Sublingual tablet 0,3-0,6 mg–1,5 mg


(trinitrin, TNT, glyceryl trinitrate) Intravena 5-200 mcg/menit

8. Jelaskan durasi antiplatelet oral pada pasien ACS.7

Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanpa indikasi kontra dengan dosis
loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100mg setiap harinya untuk jangka
panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan. Aspirin diberikan seumur
hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.
Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan
berlebih
 Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300mg diikuti
dosis tambahan 300 mg saat IKP) atau ticagrelor (dosis loading 180 mg, dilanjutkan
90 mg dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima
strategi invasif. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap
hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP
tanpa risiko perdarahan yang tinggi.
 Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu
menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu
dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali
bila terdapat risiko kejadian iskemik yang tinggi
 Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau
dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman DAPT perlu tetap
diberikan selama 12 bulan tanpa memperdulikan jenis stent.
Terapi antikoagulan pada pasien ACS.7

A. STEMI

i. Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya diberikan terapi


antikoagulan selama minimum 48 jam dan lebih baik selama rawat inap, hingga
maksimum 8 hari (dianjurkan regimen non UFH bila lama terapi lebih dari 48 jam
karena risiko heparin-induced thrombocytopenia dengan terapi UFH berkepanjangan.

ii. Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat diberikan terapi
antikoagulan (regimen non-UFH) selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari
pemberian.

iii. Strategi lain yang digunakan adalah meliputi LMWH atau fondaparinuks dengan
regimen dosis sama dengan pasien yang mendapat terapi fibrinolisis.

iv. Pasien yang menjalani IKP Primer setelah mendapatkan antikoagulan berikut ini
merupakan rekomendasi dosis:

• Bila telah diberikan UFH, berikan bolus UFH tambahan sesuai kebutuhan untuk
mendukung prosedur, dengan pertimbangan GP

IIb/IIIA telah diberikan.

• Bila telah diberikan enoksaparin, dosis subkutan terakhir diberikan dalam 8 jam,
tak perlu dosis tambahan, bila dosis subkutan terakhir antara 8-12 jam, maka
ditambahkan enoxapain intravena 0,3 mg/kg.

• Bila telah diberikan fondaparinuks, diberikan antikoagulan tambahan dengan


aktivitas anti IIa dengan pertimbangan telah diberikan GP IIb/ IIIa.

v. Karena adanya risiko trombosis kateter, fondaparinuks tidak dianjurkan digunakan


sebagai antikoagulan tunggal pendukung IKP, sebaiknya ditambahkan antikoagulan
lain dengan aktivitas anti IIa.
B. UAP/NSTEMI
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.
i. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan terapi
antiplatelet. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia,
dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.

ii. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang
paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan.

iii. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH
(85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat
reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP.

iv. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.

v. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat
molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan
apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia.

vi. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu


dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit.

vii. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Chandra S, Singh V, Nehra M, Agarwal D, Singh N. ST-segment elevation in non-


atherosclerotic coronaries: a brief overview. Internal and emergency medicine. 2011 Apr
1;6(2):129-39.
2. https://www.textbookofcardiology.org/wiki/Heart_Failure#Etiology_of_heart_failure
3. Gokhroo RK, Ranwa BL, Kishor K, Priti K, Ananthraj A, Gupta S, Bisht D. Sweating: A
Specific Predictor of ST‐Segment Elevation Myocardial Infarction Among the Symptoms
of Acute Coronary Syndrome: Sweating In Myocardial Infarction (SWIMI) Study Group.
Clinical cardiology. 2016 Feb 1;39(2):90-5.
4. Dharma S, SpJP FI. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. EGC.
5. Cohn JN, Ferrari R, Sharpe N. Cardiac remodeling—concepts and clinical implications: a
consensus paper from an international forum on cardiac remodeling. Journal of the
American College of Cardiology. 2000 Mar 1;35(3):569-82.
6. Yoshiyama M, Nakamura Y, Omura T, Izumi Y, Matsumoto R, Oda S, Takeuchi K, Kim
S, Iwao H, Yoshikawa J. Angiotensin converting enzyme inhibitor prevents left ventricular
remodelling after myocardial infarction in angiotensin II type 1 receptor knockout mice.
Heart. 2005 Aug 1;91(8):1080-5.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Edisi ke-3. 2015.

Anda mungkin juga menyukai