KONDISI KARAKTERISTIK
Elevasi Segmen-ST Segmen ST berbentuk konkaf
Normal Elevasi segmen-ST 1-3 mm di satu atau lebih sadapan prekordial,
terutama sadapan V2 pada laki-laki sehat tanpa gejala dan tanda
klinis infark miokard akut (IMA) merupakan gambaran elevasi
segmen-ST normal.
Repolarisasi Dini Jinak Gelombang J yang prominen (berbentuk notched atau slurred) dan
(Benign Early elevasi segmen-ST konkaf < 3 mm pada sadapan V3 – V6,
Repolarization) terutama V4
Amplitudo gelombang T positif yang besar (gelombang T tinggi,
tidak inversi)
Apabila repolarisasi dini melibatkan sadapan ekstremitas, elevasi
segmen-ST akan lebih tinggi di sadapan II disbanding sadapan III,
dan terdapat depresi segmen-ST resiprokal di sadapan aVR dan
bukan aVL
Biasanya terdapat pada seseorang yang aktif (atlet), usia di bawah
40 tahun, ras kulit hitam
Systemic inflammatory IMA dilaporkan dapat emnjadi manifestasi awal pada kondisi
conditions tersebut
(SLE,RA,Wegener’s
granulomatosis etc.
Conduction Kriteria Sgarbossa membedakan suatu kasus infark atau bukan
abnormalities 1. Elevasi segmen-ST ≥ 1 mm yang konkordan terhadap
LBBB kompleks QRS di sadapan manapun. (Nilai = 5)
2. Depresi segmen-ST ≥ 1 mm pada salah satu sadapan di
antara V1 – V3. (Nilai = 5)
3. Elevasi segmen-ST ≥ 5 mm yang diskordan. (Nilai = 3)
Wolf–Parkinson– Elevasi segmen ST yang transien ada sadapan V1–V6
White (WPW) Q wave–T wave vector discordance
syndrome
Hipertrofi Ventrikel Sulit dibedakan dengan gambaran infark
Kiri Gelombang S yang dalam dapat terlihat di lead V1 – V3, dengan
elevasi segmen-ST yang diskordan dengan kompleks QRS.
Elevasi segmen-ST biasanya berbentuk konkaf
Perikarditis dan Elevasi difus segmen-ST baik di sadapan prekordial maupun
Miokarditis ekstremitas, memperlihatkan keterlibatan lebih dari satu daerah
pendarahan pembuluh darah koroner
Depresi segmen-PR(sangat spesifik untuk perikarditis akut)
Elevasi segmen-ST berbentuk konkaf, jarang lebih dari 4-5mm,
dan tanpa disertai depresi segmen-ST resiprokal, juga kecuali
pada sadapan aVR dan V1
Hal yang dapat menjelaskan terjadinya keringat dingin (diaforesis) pada pasien ACS adalah
overstimulation dari sistem saraf simpatis sebagai fenomena protektif sebagai respon terhadap
nyeri. Penjelasan lain yang mungkin adalah akibat terjadinya hipotensi transien akibat acute
myocardial stunning, sehingga menstimulasi sistem saraf simpatis dan terjadilah diaphoresis.
Diduga bahwa mungkin terdapat cross connection between pada sistem saraf simpatis yang
menginervasi kelenjar keringat dengan serabut saraf nyeri miokard, yang memiliki asal yang sama
pada regio torakolumbal.3
Pada sadapan dengan arah berlawanan dari daerah injuri (infark) menunjukkan gambaran
depresi segmen ST dan disebut perubahan resiprokal (mirror image). Perubahan ini dijumpai pada
dinding jantung berlawanan dengan lokasi infark (75% dijumpai pada infark inferior dan 30% pada
infark anterior).4
5. Apa yang dimaksud anti remodeling, kenapa itu penting pada ACS?
Cardiac remodeling secara umum diterima sebagai sebuah penentu dari kondisi klinis
gagal. Gagal jantung kronis dapat terjadi setelah IMA, yang menyebabkan dilatasi LV jantung.
Remodeling didefinisikan sebagai ekspresi genom yang menghasilkan perubahan molekuler,
seluler dan interstisial dan diwujudkan secara klinis sebagai perubahan ukuran, bentuk dan
fungsi jantung akibat beban jantung atau cedera, remodeling jantung dipengaruhi oleh beban
hemodinamik, aktivasi neurohormonal dan faktor lainnya yang masih dalam penyelidikan.
Meskipun pasien dengan remodeling major menunjukkan perburukan progresif fungsi jantung,
memperlambat atau mengembalikan remodeling saat ini menjadi tujuan terapi gagal jantung.
Sehingga pengobatan anti-remodeling diperlukan pada pasien ACS untuk mencegah hingga
terjadinya gagal jantung.5
6. Jelaskan kapan saja terapi fibrinolitik bisa diberikan pada kasus STEMI berdasarkan onset.7
A. Terapi fibrinolitik sebaiknya diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien
tanpa indikasi kontra apabila IKP (intervensi koroner perkutan) primer tidak dapat
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis
pertama.
B. Fibrinolisis perlu dipertimbangkan untuk pasien yang datang awal (<2 jam sejak
awitan gejala) dengan infark luas dan risiko perdarahan rendah apabila waktu dari
kontak medis pertama hingga balloon inflation>90 menit.
C. Bila memungkinkan, fibrinolisis sebaiknya dimulai di rumah sakit
D. Setelah diberikan fibrinolisis, semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang dapat
menyediakan IKP. PCI “rescue” diindikasikan segera bila fibrinolisis gagal (<50%
perbaikan segmen ST setelah 60 menit). PCI emergensi diindikasikan apabila terjadi
iskemia rekuran atau bukti reoklusi setelah fibrinolisis yang berhasil
Keadaan di mana fibrinolisis lebih baik dari prosedur invasif:
• Pasien datang kurang dari 3 jam setelah awitan gejala dan terdapat halangan untuk strategi
invasif
• Strategi invasif tidak dapat dilakukan
a. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya mendapat
nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada indikasi kontra.
b. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau hipertensi
dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak
boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat beta
atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I).
c. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30
mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala
gagal jantung, atau infark ventrikel kanan, pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor
fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk
terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan.
Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanpa indikasi kontra dengan dosis
loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100mg setiap harinya untuk jangka
panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan. Aspirin diberikan seumur
hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.
Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan
berlebih
Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300mg diikuti
dosis tambahan 300 mg saat IKP) atau ticagrelor (dosis loading 180 mg, dilanjutkan
90 mg dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima
strategi invasif. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap
hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP
tanpa risiko perdarahan yang tinggi.
Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu
menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu
dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali
bila terdapat risiko kejadian iskemik yang tinggi
Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau
dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman DAPT perlu tetap
diberikan selama 12 bulan tanpa memperdulikan jenis stent.
Terapi antikoagulan pada pasien ACS.7
A. STEMI
ii. Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat diberikan terapi
antikoagulan (regimen non-UFH) selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari
pemberian.
iii. Strategi lain yang digunakan adalah meliputi LMWH atau fondaparinuks dengan
regimen dosis sama dengan pasien yang mendapat terapi fibrinolisis.
iv. Pasien yang menjalani IKP Primer setelah mendapatkan antikoagulan berikut ini
merupakan rekomendasi dosis:
• Bila telah diberikan UFH, berikan bolus UFH tambahan sesuai kebutuhan untuk
mendukung prosedur, dengan pertimbangan GP
• Bila telah diberikan enoksaparin, dosis subkutan terakhir diberikan dalam 8 jam,
tak perlu dosis tambahan, bila dosis subkutan terakhir antara 8-12 jam, maka
ditambahkan enoxapain intravena 0,3 mg/kg.
ii. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang
paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan.
iii. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH
(85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat
reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP.
iv. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.
v. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat
molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan
apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia.