Askep Mastoiditis
Askep Mastoiditis
Batasan:
Mastoiditis merupakan keradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi
dari Otitis Media Kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan
epitel sel-sel mastoid udara (mastoid air cells) yang melekat ditulang temporal. Mastoiditis
adalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak dirawat atau perawatannya tidak
adekuat.
Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada saat belum ditemukan-
nya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian pada anak-anak serta
ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Saat ini, terapi antibiotik ditujukan
untuk pengobatan infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis.
Etiologi:
Kuman aerob.
- Positif gram : S. Pyogenes, S. Albus.
- Negatif gram : Proteus spp, Pseudomonas spp, E. Coli, kuman anaerob.
- Bakterioides spp
Pathofisiologi:
Timbul dari infeksi yang berulang dari Otitis Media Akut.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya infeksi berulang.
1. Eksogen : infeksi dari luar melalui perforasi membran timpani.
2. Rinogen : dari penyakit rongga hidung dan sekitarnya.
3. Endogen : alergi, DM, TBC paru.
Diagnosis:
1. Anamnesis
- Otorea terus menerus/kumat-kumatan lebih dari 6-8 minggu.
- Pendengaran menurun (tuli).
2. Pemeriksaan.
1) Tipe Tubo Timpani (hipertropi, benigna).
1
2
- Perforasi sentral.
- Mukosa menebal.
- Audiogram; tuli konduktif dengan “air bone gap” sebesar 30 dB.
- X-foto mastoid: sklerotik.
2) Tipe Degeneratif
- Perforasi sentral besar.
- Granulasi/polip pada mukosa cavum timpani.
- Audiogram: tuli konduktif/campuran dengan penurunan 50-60 dB.
- X-foto mastoid: sklerotik.
3) Tipe Metaplastik (atikoantral maligna)
- Perforasi atik/marginal.
- Terdapat Kolesteatom
- Destruksi tulang pada margotimpani
- Audiogram: tuli konduktif/campuran dengan penurunan 30 atau lebih.
- X-foto mastoid: sklerotik.
4) Tipe Campuran (degeneratif metaplastik)
- Perporasi marginal besar atau total.
- Granulasi dan kolesteatom.
- Audiogram : Tuli konduktif/campuran dengan penurunan 60 dB asal lebih.
- X-Foto mastoid sklerotik/rongga.
3. Pemeriksaan tambahan : pembuatan audiogram dan X-foto mastoid.
1. Penyulit
1. Abses retro aurikula
2. Paresis/paralisis syaraf fasialis
3. Labirintitis
4. Komplikasi intra kranial: meningitis, abses extra dural, abses otak.
A. PENATALAKSANAAN KOLABORASI
B. PENGKAJIAN
Manifestasi klinik mastoiditis meliputi adanya pembengkakkan dibelakang telinga dan rasa
sakit pada saat pergerakan minimal dari tragus, pinna atau kepala. Rasa sakit tidak berku-
rang dengan tindakan Myringotomy. Selulitis timbul di kulit atau di kulit kepala luar
2
3
selama proses mastoid berlangsung. Pada pemeriksaan otostopik ditemukan adanya warna
merah, tumpul/majal, tebal, membran timpani yang tidak bergerak dengan atau tanpa per-
forasi. Nodes limpa postauricular teraba lembut dan membesar. Klien mastoiditis juga
dapat mengalami demam yang tidak begitu tinggi, malas dan anoreksia.
Berdasarkan tipenya, penatalaksanaan terapi dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tipe tubo timpanal stadium aktif:
- Antibiotika: ampisilin/amoxillin (3-4 x 500 mg oral), klindamisin (3x150 mg – 300 mg
oral) per hari selama 5-7 hari.
- Pengobatan sumber infeksi dirongga hidung dan sekitarnya.
- Perawatan lokal dengan Perhidrol 3 % dan tetes telinga Chloramphenicol 1-2 %.
- Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi.
Pada stadium tenang (kering) dilakukan Miringoplasty).
2. Tipe degeneratif:
- Atikoantrotomi
- Timpanoplastik
3. Tipe metaplastik/campuran.
- Mastoidektomi radikal
- Mastoidektomi radikal & rekonstruksi
Paresis/paralisis syaraf fasialis
1. Menentukan lokasi lesi
- Dengan tes Scheimer : supra/intra ganglion.
- Refleks stapedeus: positif lesi dibawah M. Stapedeus.
negatif lesi diatasnya
2. Mastoidektomi, urgen dan dekompresi syarap fasialis.
3. Rehabilitasi.
2. Intervensi
C. PENATALAKSANAAN TANPA PEMBEDAHAN. TERAPI ANTIBIOTIK
DITUJUKAN UNTUK MENCEGAH PENYE-BARAN INFEKSI DARI OTITIS
MEDIA ATAU MASTOIDITIS, NAMUN JUGA ADA BATAS PENGGUNAAN
UNTUK PENGOBATAN MASTOIDITIS KARENA ADANYA KESULITAN
UNTUK MENERIMA EFEK ANTIBIOTIK SAMPAI KEDALAM STRUKTUR
TULANG MASTOID YANG MENONJOL. DARI PEMERIKSAAN BIAKAN
DAPAT DITENTU-KAN KESENSITIFAN ORGANISME YANG MENGINFEKSI
3
4
a. Penatalaksanaan Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi diperlukan jika tidak ada
respon terhadap pengobatan antibiotik selama beberapa hari. Mastoidektomy radikal/total
yang sederhana atau yang dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-
lihkan ossicles dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran.
Seluruh jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar ke bagian
yang lain.
Beberapa komplikasi dapat timbul bila bahan yang terinfeksi belum dibuang se-
muanya atau ketika ada kontaminasi dari struktu/bagian lain diluar mastoid dan telinga te-
ngah. Komplikasi mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial
wajah (syaraf-syaraf kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk melihat ke
arah sam-ping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut mencong, seolah-olah ke
samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi lain meliputi vertigo, meningitis,
abses otak, otitis media purulen yang kronis dan luka infeksi.
1) TYMPANOPLASTY
Ahli bedah berusaha memulihkan kembali telinga tengah untuk memperbaiki pendengaran
yang hilang. Prosedur pembedahan yang ada bervariasi, mulai dari cara pemulihan yang
sederhana pada membran timpani atau dikenal dengan istilah myringoplasty sampai
penggantian ossicles didalam telinga tengah. Tipe I tympanoplasty digunakan pada
myringoplasty. Tindakan tympanoplasty yang bermutu tinggi digunakan untuk kerusakan
yang lebih besar serta disiapkan untuk pemulihan yang lebih ekstensif/lebih luas.
3. Perawatan Pre-Operasi
Perawat mengajarkan secara khusus pada klien yang dijadwalkan untuk menjalani
tympanoplasty. Antibiotik tetes diberikan sebelum pembedahan untuk membunuh
organisme yang menginfeksi, cairan yang terdiri dari cuka dan air steril dengan perban-
4
5
dingan yang sama diberikan untuk mengirigasi telinga, yang bertujuan untuk
mengembalikan ke pH normal.
Hal-hal yang harus dilakukan klien agar tidak terjadi infeksi pre-operasi seperti:
- menghindari orang-orang yang terinfeksi saluran pernafasan atas.
- beristirahat yang cukup.
- mengkonsumsi diet yang seimbang.
- mempertahankan intake cairan yang adekuat.
Perawat meyakinkan klien bahwa prosedur yang dilaksanakan bertujuan untuk
memperbaiki pendengaran, meskipun pada awalnya pendengarannya akan berkurang kare-
na adanya balutan di kanal. Perawat menerangkan pentingnya bernafas dalam setelah ope-
rasi. Mengenai cara batuk yang benar juga perlu diterangkan dan hindari batuk yang kuat,
karena dapat meningkatkan tekanan di telinga tengah.
Prosedur Operatif
Pada awalnya tindakan pembedahan dilakukan hanya bila di telinga tengah dan tuba
eusthacia bebas dari infeksi. Apabila terjadi infeksi, maka hasil dari tindakan
graft/pemindahan kulit kemungkinan besar menjadi infeksi dan tidak sembuh sebagaimana
mestinya. Pada pembedahan membran timpani dan ossicles mengharuskan penggunaan
mikroskop dan dipertimbangkan sebagai prosedur yang sulit. Anestesi lokal dapat
digunakan meskipun yang sering dipilih adalah anestesi general untuk mencegah klien agar
tidak cepat sadar.
Ahli bedah dapat memperbaiki membran timpani dengan menggunakan bahan-
bahan seperti otot fascia temporal, mengambil bagian yang tebal untuk dilakukan skin graft
dan jaringan vena. Apabila ossicles rusak, tindakan yang lebih ekstensif harus diambil
untuk memperbaiki atau mengganti tulang yang kecil tersebut. Ahli bedah menjangkau
ossicles dengan salah satu dari 3 cara berikut ini:
1. Pendekatan Transkanal (Transcanal Approach).
2. Insisi Endaural (Endaural Incision).
3. Mengarahkan Postauricular melalui Mastoidektomi (The Postauricular Route via
Mastoidectomy).
Ahli bedah kemudian membuang jaringan penyakit dan membersihkan rongga telinga te-
ngah. Tingkat kerusakan ossicles dikaji dengan teliti agar dapat diperbaiki atau diganti jika
perlu. Ahli bedah menggunakan kartilago autogenous atau tulang, ossicles pada mayat
5
6
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat timbul:
1. Perubahan persepsi/sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah
atau kerusakan di syaraf pendengaran.
Hasil yang diharapkan: Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensori
pendengaran sampai pada tingkat fungsional.
NO INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji tanda-tanda awal kehilangan pendengaran. Diagnosa awal terhadap kea-
daan telinga atau terhadap
masalah-masalah pendengar-
an yang ada memungkinkan
pemberian intervensi sebelum
pendengaran rusak secara
permanen.
2. Bersihkan serumen yang tersembunyi dengan cara Serumen yang letaknya ter-
irigasi. sembunyi dapat menyebab-
- Pastikan bahwa klien tidak mengalami perforasi kan tuli konduktif sehingga
6
7
7
8
8
9
9
10
a. Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, ber- kan oleh perawat kepada kli-
bicara dengan perlahan & dengan jelas langsung ke en dapat diterima dengan ba-
telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada ik oleh klien.
berbicara dengan keras).
- Tempatkan klien dengan telinga yang baik
berhadapan dengan pintu.
- Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
b. Jika klien dapat membaca ucapan:
- Lihat langsung pada klien & bicaralah lam-
bat & jelas.
- Hindari berdiri didepan cahaya karena dapat
menyebabkan klien tidak dapat membaca
bibir anda.
c. Perkecil distraksi yang dapat menghambat kon-
sentrasi klien.
- Minimalkan percakapan jika klien kelelah-
an atau gunakan komunikasi tertulis.
- Tegaskan komunikasi penting dengan me-
nuliskannya.
d. Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan
penerjemah. Alamatkan semua komunikasi
pada klien, tidak kepada penterjemah. Jadi
seolah-olah perawat sendiri yang langsung
10
11
PENGKAJIAN DATA
I. Identitas Klien
Nama : Ny. SM
Umur : 31 tahun
TTL : -
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Candu RT I RW I Blitar.
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
11
12
Lama bekerja :-
MRS : 5 April 2001
Keluarga terdekat : Suami
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Candu RT I RW I Blitar.
12
13
tampak gelisah.
3. Sistem Kesadaran dan Otak (B 3)
Kadang-kadang kepala pusing/vertigo, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil
normal, orientasi baik, tuli konduksi telinga kiri dan kanan. Tidak ada tanda-tanda
parese pada syaraf VII. Post op Myringoplasty tanggal 6 April 2001, verban
tampak terpasang dan terawat baik.
Audiogram tanggal:
Tanggal
K1 K1 K1 K1 K1
125 250 500 1K 2K 4K 8K
4. Sistem Perkemihan (B 4)
Baik 2-3 x/hr, warna kuning jernih.
5. Sistem Pencernaan (B 5)
Nafsu makan baik, tidak ada mual/muntah, BAB 2 x/hr pagi dan sore. Klien tidak
ada sakit maag.
6. Sistem Integumen dan Muskuloskeletal (B 6)
Mandi 2 x/hr pagi dan sore, kulit bersih, tidak ada nyeri otot dan persendian.
V. Pengkajian Psikososial
1. Pola pikir dan persepsi: kesulitan yang dialami klien: klien kesulitan melakukan
komunikasi dengan orang lain.
2. Persepsi diri: saat ini selain klien memikirkan penyakitnya, juga memikirkan kelu-
arganya (suami dan anak-anaknya).
3. Suasana hati: gelisah dan khawatir memikirkan bagaimana bisa membeli alat bantu
pendengaran (masalah keuangan).
4. Hubungan/komunikasi: bicara dengan klien harus keras dan menggunakan isyarat
dengan tangan, jarak harus dekat dengan klien.
5. Kehidupan keluarga:
- Adat istiadat yang dianut: Jawa.
- Pembuat keputusan dalam keluarga: suami.
13
14
VII. Terapi/Pengobatan
- Infus RL 20 tts/mnt.
- Klindamycin 3x300 mg.
- Mefenamat acid 3x500 mg k/p.
- Rawat luka (ganti verban).
- Operasi Myringoplasty tanggal 6 April 2001.
Analisa Data
TGL KELOMPOK DATA KEMUNGKINAN MASALAH DIAGNOSA
PENYEBAB
9/4/ DS:Klien mengatakan ia Penurunan pende- Kerusakan Ko- Kerusakan ko-
2001 ti-dak bisa mendengar, ngaran. munikasi munikasi ber-
bi-la diajak berbicara hubungan de-
ha-rus keras & dekat. ngan penurun-
DO: - Audiogram klien tuli an
konduksi sedang kanan pendengaran
& kiri.
14
15
15
16
16
17
2. 10/4/ Resiko terhadap cedera Cedera tidak terjadi -Pusing/vertigo 1. Orientasikan Agar klien tahu 1. Menjelaskan -Pusing/verti-
2001 berhubungan dengan verti- berkurang/hilang. klien terhadap dimana ia bera- kondisi diruang go tidak terja-
go. -Kllien tidak ge- sekelilingnya. da. an. di.
lisah lagi. 2. Menganjurkan -Cedera tidak
2. Awasi klien Untuk menghin- keluarga untuk terjadi.
secara ketat. dari & memper- mendampingi
kecil kemungki- klien bila ingin
nan cedera. kekamar mandi/
WC.
3. Pertahankan Memudahkan 3. Menyarankan
tempat tidur klien untuk turun klien untuk ti-
pada ketinggi- naik tempat ti- dak langsung
an yang pa- dur. bangun/duduk.
ling rendah. 4. Menyetel tem-
pat tidur seren-
4. Berikan terapi Untuk menghi- dah mungkin.
analgesik: langkan/mengu- 5. Memberikan
Asam Mefe- rangi nyeri. asam Mefena-
namat 500 mg mat 500 mg.
3x1 tab.
3. 10/4/ Ketidakefektifan penata- Penatalaksanaan program Klien mampu 1. Identifikasi Segera dapat me- 1. Menanyakan -Klien & ke-
2001 laksanaan program tera- terapeutik efektif. menjelaskan faktor-faktor ngetahui & me- masalah-masa- luarga dapat
peutik berhubungan deng- kembali/mengu- penyebab ngatasi faktor lah yang mem- mengerti apa
an ketidakcukupan penge- lang kembali apa yang meng- yang menghala- buat klien geli- yang telah di
tahuan tentang perawatan yang telah dije- hambat pene- ngi penatalaksa- sah & khawa- jelaskan &
telinga; tanda-tanda gejala laskan perawat. talaksanaan naan yang efektif tir. akan tetap
dan komplikasi yang yang efektif. 2. Menjelaskan kontrol ke RS
mungkin terjadi. bahwa: bila telah
2. Jelaskan & bi- Agar klien me- - kemampuan sembuh.
carakan pro- ngetahui & me- pendengaran -Klien dapat
ses penyakit, ngerti tentang klien tetap tidak memahami &
aturan pera- perawatan & pe- pulih, tetapi ke- mengerti ha-
watan & ngobatan penya- luhan-keluhan- rus kemana
pengobatan, kitnya. nya dulu akan bila mengala-
perubahan ga- hilang. mi kesulitan
17
18
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
Donna. 1995. Medical Surgical Nursing; 2nd Edition. WB Saunders.
Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Mukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu
Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya.
19