`
Jumat, 27 Februari 2015
Oleh:
Lanny Tria Damayanti (04121003015)
Innur Rahmaline Zarina (04121003019)
Utari Septera (04121003021)
Indaah Triana (04121003023)
Olivia Sitompul (04121003025)
Mitra Yuni Ratnasari (04121003027)
Hafiza Khoradiyah (04121003033)
Dwi Purnama Sari (04121003035)
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang senantiasa rahmat dan hidayah-
Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Gangguan Sistem Pencernaan
dan Pencernaan Makanan”.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,oleh karena itu pada
kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1) Dosen Bagian Fisiologi Unsri selaku Dosen pembimbing dan pengajar yang telah memberi
pengetahuan.
2) Literatur yang ada di internet dan perpustakaan umum yang menambah
wawasan.
Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan dan keterbatasan materi kami mohon maaf sebesar- besarnya. Semoga makalah ini
bermanfaat dan berguna bagi yang membacanya.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................................iii
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
BAB II
ISI
2.1. Gangguan Pada Mulut
2.2. Gangguan Pada Esofagus
2.3. Gangguan Pada Lambung
2.3.Gangguan Pada Usus Halus
2.4.Gangguan Pada Usus Besar
2.9. Gangguan Pada Rektum dan Anus
2.10. Gangguan pada Hati
2.11. Gangguan Pada Pankreas dan Empedu
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sistem pencernaan makanan berhubungan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya
untuk di proses oleh tubuh. Makanan adalah tiap zat atau bahan yang dapat digunakan dalam
metabolisme guna memperoleh bahan-bahan untuk memperoleh tenaga atau energi. Selama
dalam proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana dan dapat diserap oleh
usus, kemudian digunakan oleh jaringan tubuh.
Sistem pencernaan adalah organ yang seringkali mudah terkena gangguan sehinggatimbul
berbagai masalah penyakit pencernaan. Penyakit pencernaan adalah semua penyakit yangterjadi
pada saluran pencernaan. Penyakit ini merupakan golongan besar dari penyakit padaorgan
esofagus, lambung, duodenum bagian pertama, kedua dan ketiga, jejunum, ileum, kolon,kolon
sigmoid, dan rektum. Penyakit pencernaan yang mulanya ringan dapat berdampak fatalapabila
kita tidak mengerti diagnosa penyakit dan cara penanganan yang tepat. Oleh karena itusangat
penting bagi kita untuk mengetahui berbagai seluk beluk hingga penanganan
penyakit pencernaan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Gangguan Pencernaan di Mulut?
2. Bagaimana Gangguan Pencernaan di Esofagus?
3. Bagaimana Gangguan Pencernaan di Lambung?
4. Bagaimana Gangguan Pencernaan di Usus Halus?
5. Bagaimana Gangguan Pencernaan di Usus Besar?
6. Bagaimana Gangguan Pencernaan di Rektum dan Anus?
7. Bagaimana Gangguan Pencernaaan di Hati?
8. Bagaimana Gangguan Pencernaan di Pankreas dan Empedu?
1.3. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Gangguan Pencernaan di Mulut
2. Untuk Mengetahui Gangguan Pencernaan di Esofagus
3. Untuk Mengetahui Gangguan Pencernaan di Lambung.
4. Untuk Mengetahui Gangguan Pencernaan di Usus Halus
5. Untuk Mengetahui Gangguan Pencernaan di Usus Besar
6. Untuk Mengetahui Gangguan Pencernaan di Rektum dan Anus
7. Untuk Mengetahui Gangguan Pencernaaan di Hat
8. Untuk Mengetahui Gangguan Pencernaan di Pankreas dan Empedu.
BAB II
ISI
2.1. Gangguan Pada Mulut
1. Penyakit Pada Gigi
Karies Dentis adalah penyakit destruktif pada jaringan keras gigi yang terjadi akibat infeksi oleh
Streptococcus mutans dan bakteri lainnya. Ketika sisa-sisa makanan tertinggal di sela-sela gigi,
sisa-sisa makanan tersebut akan menjadi media pertumbuhan bakteri. Bakteri mencerna
sisa makanan tersebut dan menghasilkan asam. Asam inilah yang mengikis lapisan email
gigi. Jika lubang ini telah mencapai bagian rongga pulpa, tempat jaringan saraf dan pembuluh
darah, Pengobatan karies meliputi pengangkatan jaringan keras yang menjadi lembek serta
terinfeksi, penambalan, lapisan dentin yang terpapar, dan pemulihan struktur gigi dengan
tambalan perak amalgam, komposisi plastik, emas atau porselen.
2. Ulkus afosa rekuren
terjadi di setiap tempat pada mukosa oral nonkreatinasi (bibir, lidah, mukosa buka, dasar mulut,
palatum mole, orofaring). Ditandai dengan ulkus yang tunggal atau berkelompok dengan rasa
nyeri yang dikelilingi oleh bagian tepi eritemotous, lesi dapat berdiameter 1-2 mm dalam
kelompok (herpetiformis), 1-5 mm (minor) atau 5-15 mm (mayor). Lesi sembuh dalam waktu 1-
2 minggu tetapi dapat kambuh setiap sebulan sekali atau beberapa kali atau setahun.
3. Penyakit Kanker Mulut
Dua hingga empat persen penyakit keganasan yang ditemukan di Amerika Serikat dan sebagian
negara barat adalah karisinoma sel skuamosa pada mulut.
Lesi prakanker yang paling sering terdapat di dalam kavum oris ditemukan sebagai leukoplakia,
yaitu suatu bercak putih pada mukosa yang tidak dapat dihilangkan dengan menggosoknya. Dari
pemeriksaan histologi, lesi tersebut memperlihatkan keadaan hiperkeratosis, akantosis dan atapia
(displasia). Leukoplakia mencakup tipe-tipe homogen dan nonhomogen. Leukoplakia noduler
nonhomogen (nodul putih dengan latar belakang merah) memiliki potensi jauh lebih besar untuk
terjadinya transformasi maligna bila dibandingkan dengan leukoplakia homogen. Bukti yang
diperoleh akhir-akhir ini menunjukkan bahwa lesi seperti beludru yang berwarna merah tanpa
keluhan (eritroplasia) pada dasar mulut, permukaan ventrolateral lidah atau kompleks palatum
mole-pilar anterior lebih cenderung berupa karsinoma in situ atau karsinoma invasif
dibandingkan lesi yang berwarna putih.
Penyebab
Penyebab lazim sindrom malabsorbsi yaitu :
1. Gastrektomi , menyebabkan pencampuran yang tak sempurna antara kimus dan sekret lambung.
2. Penyakit hepatobiliar, menyebabkan terjadinya insufisiensi asam empedu intralumen.
3. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya malabsorpsi vitamin
B12 yang menyebabkan terjadinya maldigesti lemak akibat dekonjugasi garam empedu. Garam
empedu yang tidak terkonjugasi kurang efektif untuk pembentukan misel dan lebih sedikit
terabsorpsi di ileum.
4. Kekurangan laktase herediter menyebabkan malabsorpsi laktosa.
Deteksi
Pemeriksaan bermanfaat untuk menegakkan diagnosis malabsorpsi dapat menunjukkan
adanya gangguan malabsorpsi ataupun maldigesti.
1. Lemak feses , uji tertua dan terpercaya untuk mengetahui adanya steatore. Feses diperiksa untuk
mengetahui adanya lemak netral, lemak pecah, dan serat otot yang tidak tercerna. Orang normal
mengeluarkan lemak feses kurang dari 6 g per hari. Jika lebih dikatakan steatore.
2. Sprue Tropis
Sprue Tropis terjadi pada daerah tropis teertentu seperti, puerto Rico, India, dan Asia Barat
Daya. Gejala dan tanda mirip dengan sprue non-tropis, sedangkan perubahan pada hasil biopsi
serupa tapi lebih ringan. Sebagian besar penderita sembuh setelah pengobatan antibiotik
golongan tetrasiklin.
3. Defisiensi Laktase
Gejala khs defisiensi laktase adalah kejang perut, kembung, dan diare setelah minum susu.
Mekanisme patofisiologi yaitu bila laktosa tidak dihidrolisis masuk ke usus besar, dapat
menimbulkan efek osmotik yang menyebabkan masuknya air ke dalam lumen kolon. Bakteri
kolon meragikan laktosa sehingga menghasilkan asam laktat dan asam lemak yang mengiritasi
kolon. Akibatnya terjadinya peningkatan motilitas usus akibar iritasikolon dan iritasi hebat.
Dilakukan uji toleransi laktosa dilakukan dengan memberikan laktosa 50 g , kemudian kadar
glukosa darah diukur . pada defisiesi laktosaa, kadar gula darah tidak dapat naik lebih dari 20 mg
/100 ml dibandingkan dengan kadar gula darah puasa. Pengobatan dapat dilakukan dengan tidak
mengonsumsi susu dan produk susu lainnya.
4. Apendisitis
Apendisitis merupakan penyakit bedah yang paling banyak dialami oleh setiap usia, namun
sering pada remaja dan dewasa muda.
Patofisiologis
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan didinding organ
tersebut. Patogenesis utamanya disebabkan adanya obstruksi lumen akibat fekalit (feses keras
akibat kekurangan serat).
Pengobatan
Setelah diagnosis apendisitis ditegakkan , maka pasien dipersiapkan untuk menjalani
pembedahan dan apendiks segera dibuang.
5. Peritonitis
Peradangan peritoneum biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari rongga abdomen
misalnya apendisitis. Organisme yang sering menyerang yaitu Eschericia coli atau Bactericoides.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk
kantong nanah di antara pelekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya. Bila yang menginfeksinya menyebar, akan menyebabkan peritonitis generalisata.
Dengan timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang, lalu usus
merenggang cairan dan elektrolit akan hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi,
oliguria, dan syok.
Gejala yang muncul adalah demam, nyeri abdomen yang terus menerus, dan muntah.
Pengobatannya dengan pemberian antibiotik, penggantian cairan dan elektrolit melalui intravena,
dan tindakan menghilangkan nyeri.
6. Obstruksi Usus
Gangguan aliran normal isi usus sepanjang jalur usus. Ada 2 jenis obstruksi usus : (1) Non-
mekanis , peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang memengaruhi
pengendalian otonom motilitas usus, (2) mekanis , terjadi obstruksi di dalam lumen usus karena
tekanan ekstrinsik.
Gejalanya yaitu peregangan abdomen, nyeri, muntah, dan konstipasi. Pemeriksaan radiografi
abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosis obstruksi usus. Obstruksi usus halus
ditandai dengan adanya udara di dalam usus halus tetapi tidak terdapat di kolon.
Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan memperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan muntah dengan intubasi dan dekompresi.
5. Diare kronis
Secara umum sebagian besar diare karena infeksi sembuh dalam 2-3 minggu dan diare yang
berlangsung lebih lama membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Diagnosis bandingnya ad.alah:
Sering: kolitis: penyakit seliaka: giardiasis: obat-obatan (misalnya inhibitor pompa proton),
Jarang: hipolakrasia: neoplasma kolon. misalnya adenoma vilosa; tirotoksikosis.
Sangat jarang: tumor endokrin (misalnya sindrom ZollingerEllison).
Gambaran klinis
Penting untuk memastikan apakah pasien mengalami diare yang sebenarnya dan bukan
gangguan fungsi usus. Gambaran klinis spesifik yang menunjukkan adanya diare patologis
adalah: diare noktural; penurunan berat badan; ulkus di mulut.
Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit bisa memberi petunjuk apakah kelainan teruuma berasal dari kolon,
usus halus. atau pankreas.
Diare kolon: diare cair (watery) sering disertai darah dan lendir. Bisa disertai sulit menahan
buang air besar.
Diare usus halus: bisa menunjukkan gambaran steatorea dan penurunan berat badan.
Insufisiensi eksokrin pankreas: gejala khasnya adalah steatorea dan penurunan berat badan.
Selain itu pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada pankreas berupa nyeri epigastrik (sering
menjalar ke punggung) yang berhubungan dengan intoleransi terhadap makanan berlemak.
6. WASIR
Penyakit wasir dapat timbul karen berbagai sebab. Tinja yang mengeras dan mengedan terlalu
kuat untuk mengeluarkan tinja yang keras tersebut sering menyebabkan seorang penderita
seseorang menderita wasir. Makanan pun bisa menyebabkan terjadinya wasir, seperti memakan
makanan yang pedas dan mengandung alkohol. Ada beberapa kebiasaan penderita penyakit wasir
yang bisa mengurangi atau menghambat aktivitas sehari-hari, seperti kebiasaan jongkok terlalu
lama ketika buang air besar. Dengan mengetahui penyebab yang bisa mencetuskan terjadinya
wasir.
2.9. Gangguan Pada Rektum dan Anus
1. Prolapsus Rektum: turunnya rektum melalui anus.
Prolapsus yang bersifat sementara dan hanya mengenai lapisan rektum (mukosa), sering terjadi
pada bayi normal, mungkin karena bayi mengedan selama buang air besarnya dan jarang
berakibat serius.
Pada orang dewasa, prolapsus lapisan rektum cenderung menetap dan bisa memburuk, sehingga
lebih banyak bagian dari rektum yang turun.
Prosidensia adalah prolapsus rektum yang lengkap. Paling sering terjadi pada wanita di atas usia
60 tahun.
PENYEBAB
Prolapsus rektum seringkali berhubungan dengan berbagai keadaan berikut:
- Enterobiasis
- Trikuriasis
- Fibrosis kistik
- Malnutrisi dan malabsorbsi (misalnya penyakit seliak)
- Sembelit.
GEJALA
Prolapsus rektum menyebabkan rektum berpindah keluar, sehingga lapisan rektum terlihat
seperti jari berwarna merah gelap dan lembab yang keluar dari anus.
DIAGNOSA
Untuk menentukan luasnya prolapsus, dilakukan pemeriksaan pada saat penderita berdiri atau
jongkok dan mengedan. Melalui perabaan otot melingkar anus (otot sfingter ani) dengan
menggunakan sarung tangan, sering ditemukan adanya penurunan dari tonus (ketegangan) otot.
Melalui pemeriksaan sigmoidoskop dan barium enema usus besar, bisa ditemukan penyakit yang
mendasarinya (misalnya adanya kelainan pada saraf dari otot sfingter ani).
PENGOBATAN
Pada bayi dan anak-anak, pelunak tinja akan mengurangi kebutuhan mengedan selama buang air
besar.
Melilit bokong dengan tali pengikat diantara waktu buang air besar, biasanya membantu
prolapsus sembuh dengan sendirinya.
Pada orang dewasa, diperlukan pembedahan untuk mengatasi masalah ini. Pembedahan sering
menyembuhkan prosidensia.
Pada pembedahan perut, rektum diangkat, ditarik dan ditempelkan pada tulang ekor. Pada jenis
pembedahan yang lainnya, sebagian dari rektum dibuang.
Untuk orang yang terlalu lemah untuk menjalani operasi karena usia lanjut atau kesehatan yang
buruk, lingkaran dari kawat atau plastik dapat dimasukan mengelilingi otot sfingter ani, cara ini
disebut prosedur Thiersch. (medicastore)
2. Abses Anorektal : Ada nanah di anus & rektum
Abses Anorektal merupakan suatu pengumpulan nanah yang disebabkan masuknya bakteri ke
ruangan di sekitar anus dan rektum.
PENYEBAB
Masuknya bakteri ke daerah sekitar anus dan rektum.
GEJALA
Abses di bawah kulit bisa membengkak, merah, lembut dan sangat nyeri.
Abses yang terletak lebih tinggi di rektum, bisa saja tidak menyebabkan gejala, namun bisa
menyebabkan demam dan nyeri di perut bagian bawah.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan di daerah sekitar anus dan rektum.
Dengan menggunakan sarung tangan, dapat dirasakan pembengkakan lembut di rektum,
meskipun dari luar tidak tampak adanya pembengkakan.
PENGOBATAN
Antibiotik memiliki nilai terbatas kecuali pada penderita yang mengalami demam, kencing manis
atau infeksi di bagian tubuh lainnya.
Biasanya, pengobatan terdiri dari suntikan dengan bius lokal, membuka abses dan mengeluarkan
nanahnya.
Kadang-kadang, penderita dirawat dan mendapatkan pembiusan total sebelum dokter membuka
dan mengeringkan abses. Setelah semua nanah dibuang, bisa terbentuk terowongan abnormal
yang menuju ke kulit (fistula anorektal).
3. Fissura Anus : Luka Bernanah Pada Lapisan Anus
PENYEBAB
Biasanya disebabkan oleh cedera karena buang air besar yang keras dan besar.
Fissura menyebabkan otot melingkar (sfingter) dari anus mengalami kejang dan hal ini akan
menyulitkan penyembuhan.
GEJALA
Fissura menyebabkan nyeri dan perdarahan selama atau segera setelah buang air besar.
Rasa nyeri akan berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam dan kemudian
menghilang sampai saat buang air besar berikutnya.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan di daerah anus.
PENGOBATAN
Bisa diberikan pelunak tinja atau psilium, yang bisa mengurangi cedera karena buang air besar
yang keras.
Pelumas berupa suppositoria (obat yang dimasukkan ke dalam dubur) juga bisa diberikan
Biopsi
Setiap hipotesis kanker harus dikonfirmasi dengan studi laboratorium sampel kecil
(biopsi) jaringan pankreas yang diambil oleh dokter selama USG khusus, dilakukan di bawah
anestesi umum dan disebut echo-endoskopi. Penelitian fungsi hormonal (hipoglikemia, diabetes,
dll) juga akan sangat berguna. Kadang-kadang bedah eksplorasi pankreas diperlukan untuk
menyimpulkan secara pasti kehadiran kanker pankreas.
Lokasi batu empedu bisa bermacam – macam yakni di kandung empedu, duktus sistikus,
duktus koledokus, ampula vateri, di dalam hati.Kandung empedu merupakan kantong berbentuk
seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati.Empedu yang disekresi secara
terus menerus oleh hati masuk kesaluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang
kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan
bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus
hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk
duktus koledokus. Pada banyak orang,duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
membentuk ampula vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran
dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi.
Garam-garam empedu dibentuk darikolesterol di dalam sel-sel hepatik; dan pada proses
sekresi garam-aram empedu sekitar 1 sampai 2 gr/hari kolesterol juga disekresikan ke dalam
empedu. Tidak diketahui adanya fungsi khusus kolesterol di dalam empedu dan dianggap bahwa
kolesterol ii hanyalah produk samping dari pembentukan dan sekresi garam empedu.
Kolesterol hamper tidak larut di dalam air murni, tetapi garam empedu dan lesitin dalam
empedu dapat berkombinasi secara fisik dengan kolesterol, untuk membentuk micelus ultra-
mikroskopik yang larut. Jika empedu sudah dipekatkan di dalam kandung empedu, garam-garam
empedu dan lesitin akan menjadi pekat bersama dengan kolesterol, yang membuat kolesterol
tetap dalam bentuk larutan.
Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan
batu empedu.Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah (1)
terlalu banyak absorpsi air dari empedu, (2) terlalu banyak absorpsi garam-garam empedu dan
lesitin dari empedu, (3) terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, dan (4) peradangan
epitel kandung empedu.
b. PEMERIKSAAN FISIK
Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam
pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis akut, pasien akan
mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis
kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh
ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.Riwayat ikterik maupun ikterik
cutaneous dan sclera dan bisa teraba hepar.
c. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium.Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis. Apabila
terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu
didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum
biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.
PATOFISIOLOGI
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90 % batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu
yang mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung <20% kolesterol.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam
menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh
substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus
untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama
kelamaan tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu.Factor motilitas
kandung empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penyakit pencernaan adalah semua penyakit yang terjadi pada saluran pencernaan.Penyakit ini
merupakan golongan besar dari penyakit pada organ mulut, esofagus, usus halus, usus besar,
rektum, anus, bahkan hati, pankreas dan empedu.
Penyakit pencernaan bervariasi dari penyakit ringan hingga berat yang dapat menyebabkan kema
tian. Namun, walaupun terkadang terasa ringan penyakit pada sistem pencernaan
ini dapatmengakibatkan dampak yang berat bahkan fatal apabila dibiarkan tanpa penanganan
yang dapatdan intensif.Sebagian penyakit dari sistem pencernaan dapat dijadikan ciri atau
dampak dari penyakitlain sebagai penyakit permulaan atau sampingan. Tentu saja hal ini tidak
dapat diremehkan bagitu saja mulai dari penyebab maupun cara pencegahannya.
3.2. Saran
Kita harus lebih mengenali dan mengetahui macam-macam penyakit pencernaan mulai
dari penyebab hingga penanganan dan terapi yang tepat. Serta menjaga pola makan, kebersihan
diri dan lingkungan sekitar agar terhindar dari penyakit-penyakit tersebut.
Daftar Pustaka
A.Sylvia, Price. 2003. Patofisiologis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 1997. FisiologiKedokteran. Ed.9 – Jakarta : EGC
Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Faunci, Kasper. 1994. Harisson’s Principles Of
Internal Medicine 13/E. Terjemahan: Asdie, H. Ahmad. 1995. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Vol I.E/13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price,Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2005. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses - Proses
Penyakit Vulome 1, Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Taylor, Chandrasoma. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. 2005. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.