Hakekat muamalah
Kemuliaan manusia diukur dari sejauh mana dia mampu membina Hablun Minallah dan Hablun
Minannas. Bahkan Allah SWT mengatakan bahwa manusia akan selalu dalam kehinaan jika tidak bisa
membina kedua hubungan tersebut(3:112).
Aspek hubungan sesama manusia (aspekmu’amalat) itu mencakup aturan tentang pergaulan hidup
antar umat manusia diatas permukaan bumi ini. Misalnya bagaimana pengaturan tentang benda,
perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar manusia dalam keluarga, hubungan keluarga
dengan tetangga, hubungan antar anggota masyarakat, hubungan dalam bernegara dan hubungan
internasional.
Makna hidup dalam tinjauan Islam paling tidak meliputi pemahaman bahwa:
1.Hidup ini semuanya adalah ujian dari Allah SWT
Hidup adalah untuk menguji apakah seorang manusia bersyukur atau kufur kepada Allah SWT. Allah
berfirman dalam QS Al Mulk[67] : 2 yang terjemahnya, ”(ALLAH) yang menjadikan mati dan hidup, supaya
Dia mengujikamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.”
2. Kehidupan dunia ini lebih rendah dibandingkan kehidupan akhirat.
Sebagaimana dalam QS Adh Dhuha[93]:4, “dan sesungguhnya hari kemudian (akhirat) itu lebih baik
bagimu dari pada yang sekarang (permulaan)”
3. Kehidupan dunia ini hanya sementara
Boleh jadi saat ini kita dalam kondisi sehat wal‘afiat, gagah, cantik, kulit mulus, dll. Tapi ada saatnya
ketika kita kemudian menjadi tua, keriput, lemah, pikun, dan akhirnya dipanggil kesisi Allah SWT.
Dalam QS Al Mu’min[40]:39, Allah berfirman, “Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.“
4.Kehidupan ini adalah lading amal untuk kesuksesan akhirat.
Ali bin Abi Thalib ra. Berkata bahwa sesungguhnya hari ini adalah hari untuk beramal bukan untuk
hisab (perhitungan) dan esok (akhirat) adalah hari perhitungan bukan untuk beramal. Ketika seseorang
meninggal dunia maka terputuslah semua amal perbuatannya dan ia tinggal menunggu masa untuk
mempertanggung jawabkan semua amal perbuatannya di dunia. Bekal kita adalah ibadah kepada Allah
SWT.
Sebagai bukti dari ukhuwahIslamiyah dan untuk memperkokohnya sekaligus, umat Islam harus saling
mencintai; mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri (Al-Hadits).
Bahkan lebih baik lagi kalau mampu mengutamakan saudarase-Islam dari diri sendiri (Al-
IhsanalanNafsi) (59:9) dan menghilangkan sikap mementingkan diri sendiri.
Misalnya dengan mengucap salam dan dan menjawabnya, mengunjungi orang sakit, mengabulkan
undangan, mendoakan orang bersin, mengantarkan jenazah, saling menasehati, saling berkunjung, saling
mendoakan, saling mengucapkan selamat, saling memberi hadiah, saling membatu, dan lain-lain (Al-Hadits)
Sikap saling mencintai itu diwujudkan secara nyata dalam perkataan dan perbuatan,
Persatuan dan ukhuwahIslamiyah harus dipelihara dengan menghindari hal-hal yang akan
merusaknya,
•Seperti olok-olok, cacian, panggilan yang tidak disukai, su’uzzhan, mengintip kesalahan orang lain,
bergunjing(49:11-12), dengki, khianat, dan lain-lain sebagainya (Al-Hadits).
11. ISLAM DAN PERSOALAN HIDUP DAN KERJA
Hakekat Hidup dan Kerja
HIDUP ini sebuah misteri dan penuh rahasia! Manusia memiliki keterbatasan dalam memahami
makna hidup.
Pada umumnya, manusia tidak mengetahui banyak hal tentang sesuatu, yang mereka ketahui
hanyalah realitas yang nampak saja (Q.S 30: 6-7).
Tidak ada seorang pun yang tahu berapa lama ia akan hidup, di mana ia akan mati, (Q.S 31: 34) dalam
keadaan apa ia akan mati, dan dengan cara apa ia akan mati, sebagian manusia menyangka bahwa
hidup ini hanya satu kali dan setelah itu mati ditelan bumi.
Mereka meragukan dan tidak percaya bahwa mereka akan dibangkitkan kembali setelah mati (Q.S
An-Naml: 67).
Seorang filusuf Yunani Descartes pernah mendefinisikan, manusia ada dan dinyatakan hidup di dunia
bila ia melakukan aktivitas berpikir.
Karl Marx menyatakan, manusia ada dan dinyatakan hidup jika manusia mampu berusaha untuk
mengendalikan alam dalam rangka mempertahankan hidupnya.
Islam menjelaskan manusia ada dan dianggap hidup jika ia telah melakukan aktivitas "jihad" seperti
yang telah dijelaskan oleh Allah SWT (Q.S. Ali Imron: 169). Yaitu jihad dalam pengertian yang sangat
luas.
Jihad dalam pengertian bukan hanya sebatas mengangkat senjata dalam peperangan saja, tetapi
jihad dalam konteks berusaha mengisi hidup dengan karya dan kerja nyata.
Jihad dalam arti berusaha memaksimalkan potensi diri agar hidup ini berarti dan bermanfaat bagi diri,
keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Hidup dalam pandangan Islam adalah kebermaknaan dalam kualitas secara berkesinambungan dari
kehidupan dunia sampai akhirat, hidup yang penuh arti dan manfaat bagi lingkungan.
Hidup seseorang dalam Islam diukur dengan seberapa besar ia melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagai manusia hidup yang telah diatur oleh Dienull Islam.
Ada dan tiadanya seseorang dalam Islam ditakar dengan seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh
umat dengan kehadiran dirinya.
Sebab Rasul pernah bersabda "Sebaik-baiknya manusia di antara kalian adalah yang paling banyak
memberikan manfaat kepada orang lain. (Al-Hadis).
Dengan demikian, seorang muslim dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidup sehingga
eksistensinya bermakna dan bermanfaat di hadapan Allah SWT, yang pada akhirnya mencapai derajat
Al-hayat Al-thoyyibah (hidup yang diliputi kebaikan).
Untuk mencapai derajat tersebut maka setiap muslim diwajibkan beribadah, bekerja, berkarya
berinovasi atau dengan kata lain beramal saleh.
Sebab esensi hidup itu sendiri adalah bergerak (Al-Hayat) kehendak untuk mencipta (Al-Khoolik),
dorongan untuk memberi yang terbaik (Al-Wahhaab) serta semangat untuk menjawab tantangan
zaman (Al-Waajid).
Kerja atau amal maknanya adalah melakukan pekerjaan atau usaha yang menjadi salah satu unsur
terpenting dan titik tolak bagi proses kegiatan ekonomi seluruhnya.
Kerja dalam makna ini menurut Islam terbagi kepada:
1. Kerja yang bercorak jasmani.
2. Kerja yang bercorak aqli/fikiran.
Konsep kerja menurut Islam adalah meliputi segala bidang ekonomi yang dibolehkan oleh syarak, dan
sebagai imbalan akan diberi upah atau bayaran.
Islam menjadikan kerja sebagai tuntutan fardu atas semua umatnya, dan kerja sebagai bentuk ibadah
kita kepada Allah SWT.
Adapun prinsip kerja, adalah:
1. KerjasebagaiSumberNilai;
2. KerjasebagaiSumberPencaharian;
3. KerjasebagaiAzasKemajuanUmat.
Orang muslim yang berhasil dalam hidupnya adalah orang meninggalkan perbuatan yang melahirkan
kemalasan/tidak produktif dan digantinya dengan amalan yang bermanfa’at.
Sabda Rasulullahsaw. Dari Abu hurairah“Sebaik-baik Islamnya seseorang adalah meninggalkan
perbuatan yang tidak bermanfa’at” (HR. Tarmizi).
Bekerja bagi seorang muslim adalah dalam rangka mendapatkan rezki yang halal dan memberikan
manfa’at yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sekaligus sebagai ibadah kepada Allah swt. Firman-
Nya :“Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (al-Jumu’ah: 10)
Bekerja merupakan perintah Allah SWT, dan menjadi kewajiban setiap manusia, semenjak masa Nabi
Adam as hingga Nabi Muhammad SAW.
Nabi Daud as tidak makan melainkan dari hasil jerih payah kerja tangan beliau sendiri, Nabi Zakaria
adalah seorang tukang kayu, RasulullahSAW adalah seorang pedagang.
Beliau juga pernah bersabda, “Tidak seorang Rasul pun diutus Allah kecuali ia bekerja sebagai
penggembala domba. Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan dirimu, wahai Rasulullah? Beliau
menjawab, “Ya, saya dulu mengembala domba untuk penduduk Makkah.” (HR. Bukhari, 8/21)
Rasulullah SAW. Sebagai seorang teladan selalu memberikan motivasi kepada semua sahabatnya
untuk selalu giat dan bekerja dengan benar, seperti dalam penuturan beliau:
“Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para Nabi, Shiddiqin, dan Syuhada’,” (HR.
Tirmidzi).
“Setiap Muslim yang menanam satu tanaman atau menyemai satu semaian lalu (buahnya) dimakan
oleh manusia atau binatang, maka ia dianggap telah bersedekah.” (Muttaffaqqun‘alaih)
Bekerja adalah bagian dari ibadah dan jihad, jika sang konsisten terhadap hukum Allah, suci niatnya,
serta dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga bahkan masyarakat dan negara. Disabdakan:
“…kalau ada seseorang keluar dari rumahnya untuk bekerja guna membiayai anaknya yang masih
kecil, maka ia telah berusaha Fisabilillah. Jikalau ia keluar bekerja untuk kedua orangtuanya yang sudah
tua, maka ia Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada
orang lain, itu pun Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk keluarganya, maka ia Fisabilillah. Tetapi apabila ia
bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena
mengikuti jalan Syaithan.” (HR. Thabrani2/148)
Akhlak Dalam Bekerja
Pandangan Islam mengenai akhlak dalam bekerja atau disebut juga dengan etos kerja Islami, di
mulai dari usaha mengangkap sedalam-dalamnya sabda nabi yang mengatakan bahwa niali setiap bentuk
kerja itu tergantung pada niat-niat yang dipunyai pelakunya, jika tujuannya tinggi (mencari keridhaan
Allah) maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan begitu sebaliknya.
Adapun etos kerja yang islami tersebut adalah:
1. Niat ikhlas karena Allah semata;
2. Kerja keras, dan;
3. Memiliki cita-cita yang tinggi.
Menurut Dr. Musa Asy’arie etos kerja islami adalah rajutan nilai-nilai khalifah dan abd yang
membentuk kepribadian muslim dalam bekerja.
Nilai-nilai khalifah adalah bermuatan kreatif, produktif, inovatif, berdasarkan pengetahuan
konseptual, sedangkan nilai-nilai ‘abd bermatan moral, taat dan patuh pada hukum agama dan
masyarakat.
Toto Tasmara mengatakan bahwa semangat kerja dalam Islam kaitannya dengan niat semata-mata
bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah, sebab itulah
dinamakan jihad fisabilillah
Ciri-ciri orang yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan
tingkah lakunya, diantaranya:
orientasi kemasa depan;
Kerja keras, tekun, ulet dan teliti serta menghargai waktu;
Bertanggungjawab;
Hemat dan sederhana;
Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat.
Keutamaan Teliti
Terhindar dari kesalahan atau kekeliruan dalam melakukan sesuatu.
Terhindar dari sifat suuzan atau buruk sangka terhadap orang lain.
Meningkatkan kesempurnaan setiap pekerjaan.
Terhindar dari penyesalan akibat kegagalan yang disebabkan ketergesa-gesaan.
Sabda Rasul Saw. “Bila menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancuran”
Hadis di atas, menegaskan bahwa seseorang dalam bekerja, apapun pekerjaannya, kalau ingin
mengharapkan hasil yang berkualitas dan baik, maka dia harus profeisinal/ahli dalam pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya itu.
Dalam Sabda yang lain Rasul sampaikan: “Sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seseorang pekerja
apabila ia berbuat sebaik-baiknya (profesional) ” (HR. Baihaqi)
12. ISLAM DALAM MASALAH HARTA & JABATAN
Pendahuluan
Harta dan jabatan merupakan dua hal yang yang akrab dalam kehidupan kita sehari-hari,
juga saling berhubungan satu sama lain.
Harta dapat membuat orang punya jabatan, sebaliknya jabatan kadang-kadang dikejar
orang untuk memperoleh harta.
Sebagai “diizin Allah” yang menjadi rahmat bagi semesta alam sudah barang tentu Islam
memiliki perhatian yang sangat serius dan mempunyai tata aturan yang jelas mengenai
harta dan jabatan.
Harta dan jabatan dapat mengantarkan seseorang kepada kemuliaan, tetapi dapat pula
membuat seseorang menjadi hina. Tergantung bagaimana manusia itu memandang dan
menyikapinya.
Manusia bukan pemilik mutlak terhadap harta, kepemilikan manusia terhadap harta dibatasi
oleh hak-hak Allah, ini terlihat dari kewajiban manusia mengeluarkan sebagian kecil hartanya
untuk berzakat dan ibadah lainnya.
Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya mendapat
imbalan yang wajar.
Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi, selama tidak
merugikan orang lain dan mayarakat.
Pemilik boleh untuk memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara
menjualnya, menghibahkannya dan sebagainya.
Menurut bahasa, jabatan artinya sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang diemban.
Semua orang yang punya tugas tertentu, kedudukan tertentu atau terhormat dalam setiap
lembaga atau institusi lazim disebut orang yang punya jabatan.
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik yang
menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang menunjukkan
keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya.
Dalam surat Al-Haqqah Allah SWT menyatakan bahwa pejabatyang tidak beriman itu di
akhirat kelak akan mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki).
Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah.
Disebut sebagai amanah Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata-
mata karena kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah, jugasejatinya
bukan dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga buat kemaslahatan orang
lain.
Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka harus dijaga dan dijalankan atau
dipelihara dan dilaksanakan dengan benar, sebab satu saat akan dipertanggung-jawabkan di
hadapan Allah SWT.
Itu sebabnya maka Al-Qur’an dan hadis selalu mengingatkan bahwa harta itu juga
merupakan cobaan atau fitnah, seperti Firman Allah pada Surat Al-Anfal ayat 28:
ْ ْم َع
ظ ِْي ْر أ َ ْج ِع ْن َد ْهُْ َوالل َُْْْ َْ ْ فِتْ ْن َْ َوأَ ْولََْ ُد ُك ْم ْْ أَ ْم َوالُ ُك ْم ْْ ِإن َما
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu):disisi Allah-lah
pahala yang besar”.
Sehubungan dengan hal itu, maka harta dan jabatan adalah karunia Allah yang sangat baik
buat manusia, tetapi manakala tidak dapat dijaga dan dipelihara dengan baik, maka ia akan
menjadi fitnah dan bencana.
Harta dan jabatan yang halal serta digunakan dengan baik akan membawa manfaat dan
barokah, sedangkan harta dan jabatan yang disalah gunakan atau diperoleh dengan tidak
halal akan menjadi fitnah bahkan musibah.
Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik harta yang soleh
adalah yang dimiliki oleh orang yang soleh”.(HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Kewajiban Mencari Harta
Islam adalah satu-satunya agama yang tidak memisahkan antara kepentingan duniawi dan
ukhrawi, sehingga ungkapan hikmah yang berbunyi, “ad-dunyamazra‘atual-akhirak” (dunia
adalah tempat bercocok tanam untuk kepentingan akhirat) sangat populer di tengah-tengah
muslim.
Salah satu prinsip Islam dalam kehidupan duniawi ialah tentang kewajiban manusia
terhadap harta benda.
Harta atau kebendaan yang dimaksud di sini adalah semua jenis benda dan barang untuk
bekal hidup manusia, seperti pangan, sandang, papan, perhiasan dan sebagainya.
Kewajiban manusia untuk menuntut dan mencari harta itu secara patut, berusaha dan
bekerja dengan sungguh-sungguh, dengan selalu mengharapkan ridha Allah SWT.
Dalam mencari harta, seseorang tidak boleh menjadikan dirinya sebagai pengemis atau
peminta-minta, mengumpulkan harta dengan penuh tipu daya, menyalah gunakan wewenang
dan jabatan, dengan cara yang tidak halal, dan sebagainya.
“Barangsiapa masuk waktu sore dalam kondisi kelelahan karena mencari yang halal, maka
ia bermalam dengan diberi ampunan dan ia memasuki pagi dengan mendapat ridha Allah SWT.”
(HR. Thabrani)
“Barangsiapa tidak mempedulikan darimana ia mengusahakan hartanya maka Allah tidak
memperdulikan darimana Dia memasukkannya kedalam neraka.” (HR. Ad. Dailami)
Rasulullah Saw bersabda, “Tak ada satu pun makanan yang lebih baik yang dimakan
seseorang, selain dari jerih payahnya“. (Bukhari dan Ahmad).
Rasulullah Saw dalam sabdanya mengatakan, “Sesungguhnya akan lebih baik, bila
seseorang diantaramu memasukkan tanah kedalam mulutnya(makan tanah) dari pada ia
memakan sesuatu yang diharamkan Allah” (HR. Baihaqi).
Sabda RasulullahSAW :
"Dua ekor serigala yg lapar kemudian dilepas, menuju seekor kambing, (maka kerusakan
yang terjadi pada kambing itu) tidak lebih besar dibandingkan dengan kerusakan pada agama
seseorang yg ditimbulkan akibat ambisi terhadap harta& kehormatan".
"Hindarilah As-syukh(kikir) sesungguhnya as-syuhh itu menyebabkan kebinasaan kepada
orang-orang sebelum kalian, as-syukh itu membawa mereka untuk menumpahkan darah &
menghalalkan apa-apa yg dilarang oleh Allah buat mereka". (HR. Muslim)
"Hati-hatilah kalian terhadap As-syukh (kikir), sesungguhnya orang-orang sebelum
kalian telah binasa karena disebabkan oleh As-syukh (kikir). As-syuhh (kikir) itu mengajak
mereka utk bakhil, maka mereka berbuat bakhil; ia itu mengajak memutuskan tali silaturrahmi,
maka mereka memutuskan tali silaturrahmi; & ia itu mengajak mereka utk berdosa, maka mereka
berbuat dosa." (HR. Abu Daud)
“Perumpamaan orang yg mengejar kekayaan dunia itu bagaikan orang yg minum air laut.
Semakin banyak ia minum, maka semakin bertambah rasa hausnya.”
“Jadilah engkau di dunia seakan-akan engkau orang asing atau orang yang akan menyeberangi
jalan.” (HR. Al-Bukhari)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahuanhu berkata: “Setiap manusia keberadaannya di dunia
bagaikan seorang tamu, dan harta benda yang dimilikinya hanyalah pinjaman (dariAllah). Seorang tamu
sudah pasti akan pergi (meninggalkan dunia), dan harta pinjaman sudah barang tentu harus dikembalikan
(kpd pemiliknya).”
Imam Asy-Syafi’irahimahullah berkata: “Barangsiapa dikuasai oleh rasa cinta yang sangat
kepada dunia dan kemewahannya, niscaya ia akan merendahkan dirinya di hadapan ahli dunia (dari
orang-orang kaya). Dan barangsiapa merasa ridho dan qona’ah (dengan apa yg Allah berikan kepadanya),
niscaya ia tidak akan menghinakan diri di hadapan ahli dunia.”
Jabatan merupakan amanah yang mesti dipertanggung jawabkan kepada yang memberi amanah
(masyarakat) terlebih lagi kepada Allah SWT.
Berkaitan dengan itu, Rasulullah SAW., sangat melarang seorang muslim untuk meminta-minta
jabatan.
Meskipun demikian, bagi seseorang yang mempunyai kompetensi atau keahlian dan mempunyai
visi misi yang maslahat kelak dalam jabatannya, diboleh meminta jabatan, dengan ketentuan bahwa ia juga
tidak boleh terlalu percaya akan keahliannya.
dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia sebagai orang yang rapat
kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan Dia, Dia berkata: "Sesungguhnya kamu
(mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan Tinggi lagi dipercayai pada sisi kami". berkata Yusuf:
"Jadikanlah aku benda harawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai
menjaga, lagi berpengetahuan". (QS. Yusuf: 54-55)
Sabda RasulullahSAW :
"Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena jika
engkau diberi tanpa memintanya, niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah dengan diberi taufik kepada
kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan dibebankan kepadamu
(tidak akan ditolong)."(HR. Bukhari)
"Waha iAbu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanah, dan
nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan
haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut." (HR. Muslim)
“Tiada seorang yang diamanati oleh allah memimpin rakyat kemudian ketika ia mati ia masih
menipu rakyatnya, melainkan pasti allah mengharamkan baginya surge”. (HR. Bukhari& Muslim)