Kemuliaan manusia diukur dari sejauh mana dia mampu membina Hablun Minallah dan Hablun minannas.
Bahkan Allah SWT mengatakan
bahwa manusia akan selalu dalam kehinaan jika tidak bisa membina kedua hubungan tersebut (3:112). Aspek hubungan sesama manusia (aspek mu’amalat) itu mencakup aturan tentang pergaulan hidup antar umat manusia di atas permukaan bumi ini.
Misalnya bagaimana pengaturan tentang
benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar manusia dalam keluarga, hubungan keluarga dengan tetangga, hubungan antar anggota masyarakat, hubungan dalam bernegara dan hubungan internasional. Pandangan Islam tentang Kehidupan Dunia.
Hidup hanya dapat dirasakan tapi
sulit didefinisikan. Semua orang sangat mudah mengatakan apakah sesuatu itu hidup atau mati. Manakala seseorang melihat pohon yang dari hari ke hari bertambah tinggi, berdaun hijau, kemudian berbuah, ia dengan mudah mengetahui bahwa pohon itu hidup. Sebaliknya, manakala orang tadi melihat pohon yang kering, daunnya berguguran, tidak bertambah besar sekalipun disirami atau dipupuk, maka dengan mudah pula ia tahu bahwa pohon itu telah mati, tidak hidup lagi. Demikian halnya manusia dan hewan. Ulama besar, Muhammad Al Ghazali, pernah berkata bahwa pemahaman hidup yang dangkal adalah sebuah tindak ‘kriminal’ yang keji. Disebut demikian karena pemahaman yang dangkal ini akan membawa kepada ketersesatan dari jalan menuju akhirat yang bahagia. Oleh sebab itu, kita perlu memahami secara mendalam mengenai makna hidup yang sesungguhnya. Makna hidup dalam tinjauan Islam paling tidak meliputi pemahaman bahwa: 1.Hidup ini semuanya adalah ujian dari Allah SWT Hidup adalah untuk menguji apakah seorang manusia bersyukur atau kufur kepada Allah SWT. Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 yang terjemahnya, ”(ALLAH) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” 2. Kehidupan dunia ini lebih rendah dibandingkan kehidupan akhirat.
Sebagaimana dalam QS Adh Dhuha [93]:4, “dan
sesungguhnya hari kemudian (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)” 3. Kehidupan dunia ini hanya sementara Boleh jadi saat ini kita dalam kondisi sehat wal ‘afiat, gagah, cantik, kulit mulus, dll. Tapi ada saatnya ketika kita kemudian menjadi tua, keriput, lemah, pikun, dan akhirnya dipanggil ke sisi Allah SWT. Dalam QS Al Mu’min [40]:39, Allah berfirman, “Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. “ 4. Kehidupan ini adalah ladang amal untuk kesuksesan akhirat. Ali bin Abi Thalib ra. Berkata bahwa sesungguhnya hari ini adalah hari untuk beramal bukan untuk hisab (perhitungan) dan esok (akhirat) adalah hari perhitungan bukan untuk beramal. Ketika seseorang meninggal dunia maka terputuslah semua amal perbuatannya dan ia tinggal menunggu masa untuk mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya di dunia. Bekal kita adalah ibadah kepada Allah SWT. Supaya terselenggaranya hubungan tersebut dengan baik, Islam mengajarkan beberapa prinsip sebagai berikut :
1. Kehormatan manusia (Karamah Insaniyah).
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah Allah di
muka bumi yang bertugas memakmurkan bumi (2:30). Allah memikulkan amanat yang mulia ini ke pundak manusia (33:72). Oleh sebab itu Allah memuliakan umat manusia melebihi makhluk-makhluk yang lainnya (17:70). 2. Kesatuan Umat Manusia
Umat manusia berasal dari satu
keturunan yaitu dari Nabi Adam as. (49:13; 4:1). Oleh sebab itu manusia memiliki nilai kemausiaan yang sama. Tidak ada kelebihan satu ras dibanding dengan ras yang lain. Yang menentukan nilai kemuliaan manusia di sisi Allah hanyalah ketaqwaannya (49:13). 3. Kerjasama Umat Manusia
Manusia tidak bisa hidup sendiri, harus
bekerjasama dengan manusia yang lainnya. Umat manusia harus bekerjasama dalam kebajikan dan taqwa dan tidak boleh bekerjasama dalam berbuat dosa dan pelanggaran (5:2). 4. Toleransi • Manusia tidak mungkin harus selalu memiliki pendapat dan keinginan yang sama, oleh sebab itu Islam mengajarkan bahwa seseorang harus dapat memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbeda pendapat dan keinginan, tanpa harus memaksakan kehendak sendiri kepada orang lain, dan seseorang juga harus bisa atau suka memaafkan kesalahan orang lain. • Toleransi tidak bisa diartikan menyerah kepada kejahatan atau memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbuat jahat (7:199; 3:134). 5. Kemerdekaan
Mencakup kemerdekaan pribadi, kemerdekaan
mengemukakan pendapat, kemerdekaan beragama, kemerdekaan menentukan nasib, kemerdekaan menetap di suatu tempat, kemerdekaan berpindah-pindah, kemerdekaan memiliki kekayaan dan lain-lain segbagainya (2:256; 10:99; 4:29).
Inti kemerdekaan adalah membedakan manusia
dari perhambaan sesama manusia dan mebebaskan manusia dari keterikatan kepada selain Allah SWT. 6. Keadilan Memberikan kepada orang lain haknya. Keadilan itu mencakup keadilan hukum (4:58), keadilan sosial (17:26), dan keadilan hubungan antar negara (5:8). • Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al- • Baik janji antar Isra’/ 17: 34). 7. pribadi, antar kelompok Memenuhi maupun antar negara (5:1; Janji 17:34) 8. Kasih Sayang dan Mencegah Kerusakan
Kasih sayang dengan semua
makhluk Allah termasuk binatang, dan tidak merusak alam dan lingkungan.
Rasulullah SAW. bersabda : “Orang-orang yang pengasih
akan dikasihi oleh Yang Maha Pengasih. Kasihilah orang- orang yang ada di atas bumi ini, niscaya kamu akan dikasihi oleh Yang ada di langit” (HR. Ahmad) Di samping prinsip-prinsip pokok hubungan antara manusia, Islam secara khusus mengajarkan bagaimana seharusnya hubungan sesama umat Islam, antara lain sebagai berikut : 1. Umat Islam adalah umat satu (ummatan wahidah) (21:92; 23:52), yang harus selalu menjaga persatuan, dan tidak boleh berpecah belah (3:103; 8:46)
Karena perpecahan akan
membawa kepada kegagalan, dan kegagalan berakibat hilangnya wibawa. (QS. Al- Anfal/8: 46). 2. Umat Islam seluruhnya bersaudara (ukhuwah Islamiyah), yaitu persaudaraan yang diikat dengan tali iman (49:10).
Iman merupakan tali pengikat yang sangat
kokoh dan tidak akan pernah lepas, lebih dari segala macam ikatan-ikatan lain seperti ikatan darah, suku, bahasa, bangsa, dan sebagainya. 3. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah itu, umat Islam harus berusaha untuk saling mengenal (ta’aruf) (49:13) secara mendalam.
Dari ta’aruf akan
memunculkan sikap untuk saling memahami (tafahum), dan saling menolong (ta’awun). Sebagai bukti bahkan lebih dari ukhuwah baik lagi kalau mampu Islamiyah dan untuk mengutamakan saudara memperkokohnya se-Islam dari diri sekaligus, umat sendiri (Al-Ihsan alan Islam harus saling Nafsi) (59:9) dan mencintai; mencintai menghilangkan sikap saudaranya seperti mementingkan diri mencintai dirinya sendiri. sendiri (Al-Hadits) Persatuan dan ukhuwah Islamiyah harus dipelihara dengan menghindari hal- hal yang akan merusaknya,
• Seperti olok-olok, cacian, panggilan yang
tidak disukai, su’uz zhan, mengintip kesalahan orang lain, bergunjing (49:11- 12), dengki, khianat, dan lain-lain sebagainya (Al-Hadits).