Anda di halaman 1dari 9

PERTEMUAN KE 13

KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA


Pengertian Ukhuwah Islamiyah, Insaniyah dan Wathaniyah
َ ‫ون ِإ ْخ َوةٌ َفَأصْ لِحُوا بَي َْن َأ َخ َو ْي ُك ْم َوا َّتقُوا اللَّ َه َل َعلَّ ُك ْم ُترْ َحم‬
‫ُون‬ َ ‫ ِإ َّن َما الْمُْؤ ِم ُن‬.١٠
10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat.QS. Al hujurat/49 : 10
Kata  ukhuwwah (Arab: ‫ )ُأ ُخوَّة‬berarti persaudaraan, terbentuk dari kata akh (‫ )َأ ٌخ‬yang berarti
saudara. Persaudaraan itu sendiri dapat kita definisikan sebagai ikatan atau pertalian yang mengikat
kuat antara dua orang atau lebih karena adanya kesamaan di antara mereka. Kesamaan itu bisa saja
karena faktor keturunan, sama-sama berasal dari ayah-ibu atau kakek-nenek yang sama (kita kenal
dengan sebutan saudara kandung atau saudara seketurunan), atau sama-sama waktu kecil pernah
menyusu kepada satu perempuan yang sama (dikenal dengan sebutan saudara sepersusuan), atau
sama-sama berasal dari tempat lahir atau tempat tinggal yang sama (disebut audara sebangsa-setanah
air), atau sama-sama memeluk agama yang sama (sering disebut saudara seiman-seagama), dan lain
sebagainya. Sedangkan kata islâmiyyah (‫الَ ِميَّة‬1‫)إس‬
ْ adalah kata sifat yang berarti berkenaan dengan
Islam atau bersifat keislaman. Dengan begitu, gabungan kata ukhuwwah dan islâmiyyah (ukhuwwah
islâmiyyah) mengandung arti persaudaraan yang bersifat keislaman atau persaudaraan antarsesama
pemeluk Islam.
1. Ukhuwwah Islâmiyyah 
Ukhuwwah Islâmiyyah adalah sebuah konsep persaudaraan yang mengajarkan bahwa setiap
muslim sejatinya adalah saudara bagi muslim yang lainnya dan dia juga harus memandang muslim
lainnya sebagai saudaranya, tanpa memandang latar belakang keturunannya, tanah kelahirannya,
kebangsannya, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Tentu ada konsekuensi dari persaudaraan
Islam ini. Ada hak dan kewajiban yang timbul dari persaudaraan ini. Di antara kewajiban dasar
seorang muslim yang menjadi hak bagi muslim lainnya adalah memberi salam (assalâmu ‘alaikum
wa rahmatullâh wa barakâtuh) ketika berjumpa, menjawab panggilan atau menghadiri undangannya,
memberi saran atau nasihat jika diminta, mengucap yarhamukallâh (semoga Allah merahmatimu)
ketika ia bersin dan dia mengucap al-hamdu lillâh, menjenguknya ketika ia sakit, dan mengantar
jenazahnya ke pemakaman ketika ia meninggal dunia. Hak dasar ukhuwwah islâmiyyah ini dapat
kita temukan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.Sebagaimana pada hadist yang
berbunyi:
“Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling
menguatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Syarat syarat untuk menciptakan rasa ukhuwah:
1. Melakukan dengan ikhlas karena Allah SWT dan sesuai dengan kaidah isi Al Qur’an dan
sunnah Rasul
2. Melakukan dengan ikhlas karena Iman dan taqwa kita yang tak bisa tergantikan oleh apapun.
3. Melakukan segala perbuatan sesuai dengan kaidah Islam yang baik dan benar. Banyak cara
untuk bisa kita lakukan dengan besar hati bahwa menebarkan rasa ukhuwah dalam
kehidupan sehari hari adalah menyenangkan:
1) Menjalankan sholat bersama-sama (berjamaah); dengan hati yang ikhlas dan memahami
bahwa kita sebagai manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain tanpa

1
harus melihat siapa dan bagaimana status sosialnya. Kebersamaan dalam menjalin rasa
kasih sayang dengan kemurnian batin adalah mutlak kita perlukan
2) Kesombongan tidak ada artinya satu persenpun ketika kita mengalami musibah yang
maha dasyat, ketika sakit keras hingga ajal menjemput atau ketika agama dan keyakinan
kita dipermalukan bangsa lain
3) Ikhlas membantu kesusahan sesama muslim; dan sesama umat beragama tanpa ada  rasa
pamrih atau menolong hanya karena menginginkan sesuatu (Pamer kekayaan atau
meningkatkan gengsinya agar dihormati orang lain).)
4) Ikhlas memaafkan kesalahan orang lain; dan memahami bahwa didunia ini tak ada satu
manusiapun yang bisa lolos dari yang namanya kesalahan, kekurangan dan kelemahan.
5) Saling bertegur sapa; dan menebarkan salam dengan wajah yang damai dan menciptakan
rasa saling sayang)
6) Melupakan perbedaan dan merajut kebersamaan; untuk menciptakan masyarakat yang 
bersatu, rukun, saling menghargai dan mau menerima kekurangan masing masing
7) Memperkuat dan meningkatkan rasa silahturahim; dengan cara misalnya mengadakan
pengajian bersama, atau ketika bulan ramadan bisa mengadakan acara buka bersama
dan sholat tarawih berjamaah
Rasulullah WAS pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku
amal yang dapat memasukkan aku ke surga”. Rasulullah menjawab; “Engkau menyembah Allah,
jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan
engkau menyambung silaturahmi.” (HR. Bukhari)
Ada perilaku yang harus  dijalankan demi terciptanya suasana Ukhuwah Islamiyah, Insaniyah dan
Wathaniyah, yaitu tahapan-tahapan berharga dalam Ukhuwah Islamiyah:
1) Ta’aruf ; Ta’aruf menurut Islam yaitu rasa ingin mengenal orang lain dengan maksud
memperbanyak persaudaraan
2) Tafahum; yaitu rasa saling memahami bahwa tidak ada satu manusiapun yang bisa lolos dari
kekurangan dan kesalahan.
3) Ta’awun; yaitu rasa saling tolong menolong antar umat beragama karena Allah.
4) Takaful; yaitu saling bersatu dalam suka maupun duka serta bersama-sama menyelesaikan
segala permasalahan dengan rasa kasih sayang dan rasa saling menghargai pendapat yang
berbeda. Saling memberikan jaminan sehingga timbul rasa aman.

2. Ukhuwah Insaniyah
Ukhuwwah Insâniyyah adalah jenis persaudaraan yang cakupannya lebih luas lagi, yaitu
persaudaraan antar sesama umat manusia di seluruh dunia. Prinsip ukhuwwah insâniyyah ini
sejalan dengan firman Allah swt. (QS Al-Hujurât /49 : 13).
‫ند الل َّ ِه َأتْقَاك ُْم ِإ َّن الل َّ َه‬
َ ‫ارفُوا ِإ َّن َأك َْر َمك ُْم ِع‬ ‫ُأ‬ ‫َأ‬
َ ‫َاس ِإ ن َّا َخلَقْنَاك ُم ِ ّمن َذك ٍَر َو نثَى َو َج َعلْنَاك ُْم ُش ُعوبا ً َوقَبَاِئ َل لِتَ َع‬
ُ ّ ‫يَا يُّ َها الن‬
١٣‫ِير‬ٌ ‫علِيمٌ َخب‬ َ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang
paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti”. (QS Al-Hujurât [49]: 13).
Setidaknya ada empat hal yang menjadi prinsip dasar ukhuwwah insâniyyah, yaitu

2
(1) bahwa semua manusia berasal dari satu bapak yang sama yaitu Adam AS
(2) bahwa manusia pada dasarnya adalah mulia dan terhormat,
(3) bahwa Islam adalah agama kebaikan, agama pembawa kebaikan,
(4) bahwa Islam menghendaki hidup berdampingan secara harmonis antara umat manusia yang
berbeda agama, bahasa, etnis, dan kebangsaannya.
Karena itu, atas dasar konsep ukhuwwah insâniyyah ini, Islam memandang bahwa setiap manusia
adalah bebas, tidak boleh ditindas, tidak boleh dijajah, tidak boleh dipaksa. Bahkan dalam hal
menganut agama pun, Islam memberi kebebasan. Makna ayat Al-Qur’an berikut ini menjelaskan
perihal kebebasan itu: 
1‫ق ِمن َّربِّ ُك ْم فَ َمن َشاء فَ ْليُْؤ ِمن َو َمن َشاء فَ ْليَ ْكفُرْ ِإنَّا َأ ْعتَ ْدنَا لِلظَّالِ ِمينَ نَاراً َأ َحاطَ بِ ِه ْم س َُرا ِدقُهَا َوِإن يَ ْست َِغيثُوا‬ُّ ‫َوقُ ِل ْال َح‬
٢٩ً ‫اءت ُمرْ تَفَقا‬ ْ ‫س ال َّش َرابُ َو َس‬ َ ‫يُغَاثُوا بِ َماء َك ْال ُم ْه ِل يَ ْش ِوي ْال ُوجُوهَ بِْئ‬.
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka, siapa yang
menghendaki (beriman), hendaklah ia beriman dan siapa yang menghendaki (kufur), biarlah dia
kufur.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang-orang zalim yang gejolaknya
mengepung mereka. (QS Al-Kahf [18]: 29).

1. Ukhuwah Wathaniyah
Ukhuwwah wathaniyyah adalah persaudaraan sesama warga yang tinggal di wilayah yang
sama. Wathan  artinya tanah air, tempat kelahiran, tanah tumpah darah, kampung halaman. Dengan
begitu, kata bentukannya, wathaniyyah, adalah kata sifat yang artinya berkenaan dengan tanah air
atau bersifat ketanahairan. Dalam konteks kita sekarang, seluruh warga Indonesia yang tinggal di
Sabang sampai Merauke adalah bersaudara, karena sama-sama lahir dan/atau tinggal
di wathan (tanah air, negeri) yang sama, tanpa melihat latar belakang agamanya atau keturunannya.
Persaudaraan jenis ini diakui oleh agama Islam. Kehadiran Islam, meskipun mengenalkan
jenis persaudaraan baru yang berdasarkan kesamaan iman dan agama, tidak lantas membasmi jenis
persaudaraan yang lain. Ini dapat kita tangkap dari sikap Rasulullah saw. yang mengikat warga
Madinah dalam sebuah ikatan perjanjian yang dalam sejarah kemudian dikenal dengan Piagam
Madinah atau Konstitusi Madinah. Di Madinah, secara kesukubangsaan dan kekabilahan,
masyarakatnya beragam. Sekadar menyebut contoh, ada suku Aus, Khazraj, Bani Qaynuqa’, Banî
Nadhir, dan sebagainya. Secara agama, mereka juga masyarakat yang plural, multi agama. Ada
penganut Yahudi, penganut Nasrani, dan penganut Islam. Mereka yang berlatar belakang berbeda-
beda itu diikat dalam satu persaudaraan, yaitu persaudaraan ketanahairan, persaudaraan sesama
warga yang tinggal di wilayah yang sama,  ukhuwwah wathaniyyah.
Persaudaraan jenis ini pun ada konsekuensinya, ada hak dan kewajiban masing-masing warga
terhadap yang lain dan terhadap wilayah yang menjadi tempat tinggal bersama. Dalam salah satu
sabdanya, misalnya, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir,
janganlah ia menyakiti tetangganya.” (HR Bukhari dan Muslim). Tetangga adalah orang yang
bertempat tinggal di satu wilayah yang sama dan dekat dengan kita. Di situ, Rasulullah saw. tidak
membatasi bahwa tetangga yang tidak boleh disakiti itu adalah tetangga yang muslim. Tidak!
Artinya, apa pun agama yang dianut oleh tetangga kita, apa pun suku bangsanya, apa pun bahasa
sehari-harinya, selama ia bertempat tinggal berdekatan dengan kita, satu wilayah dengan kita, maka
dia adalah saudara kita. Salah satu butir Piagam Madinah itu menyatakan: Setiap pasukan yang
berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain. Kata kita di situ mencakup warga
Madinah yang muslim maupun yang bukan muslim, yang dari suku A maupun suku bangsa yang

3
lain. Semuanya sama-sama berkewajiban mempertahankan Madinah (sebagai tempat tinggal
bersama, tanah air bersama, rumah besar bersama) dari serangan pihak luar.
Dalam konteks ini, semangat Sumpah Pemuda (yang mengakui tanah air yang satu: tanah air
Indonesia, bangsa yang satu: bangsa Indonesia, dan bahasa persatuan yang satu: bahasa Indonesia)
menemukan relevansinya dan pijakan kuat jika kita pandang dari sudut ajaran agama Islam.

Pluralisme beragam dan batasan-batasannya


Konsepsi Pluralitas dalam Islam
Islam sebenarnya juga mengenal konsep pluralitas atau kemajemukan. Namun konteks pluralitas
dalam Islam bukan pada pluralitas aqidah atau beragama. Allah menggambarkan konsep pluralitas
kehidupan manusia dalam firman-Nya.
‫ند الل َّ ِه َأتْ َقاك ُْم ِإ َّن الل َّ َه‬
َ ‫ارفُوا ِإ َّن َأك َْر َمك ُْم ِع‬ ‫ُأ‬ ‫َأ‬
َ ‫َاس ِإ ن َّا َخلَقْنَاك ُم ِ ّمن َذك ٍَر َو نثَى َو َج َعلْنَاك ُْم ُش ُعوبا ً َوقَبَاِئ َل لِتَ َع‬
ُ ّ ‫يَا يُّ َها الن‬
١٣‫ِير‬ٌ ‫علِيمٌ َخب‬ َ
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS.al Hujurat[49]:13)

Inilah pluralitas yang sebenarnya menjadi pondasi dasar ilmu sosiologi manusia modern. Pluralitas
di sini sama sekali bukan pluralitas aqidah sebagaimana yang diusung kelompok liberal. Karena jelas
sekali di dalam akhir ayat Alloh   memberikan timbangan syar’i yaitu ketakwaan. Islam mengakui
dan menghargai kemajemukan dan keberanekaragaman baik suku, bangsa, budaya maupun
bahasa. Dari kemajemukan inilah kita bisa saling interaksi dan berbagi wawasan. Ada sisi muamalah
dalam agama ini yang memang fleksibel dan selaras dengan perkembangan zaman. Namun ada juga
sisi Aqidah yang permanen dan tak bisa di otak-atik oleh siapapun dan sampai kapanpun. Jangan
dicampuradukkan karena semua ada batasannya. Para penggiat pluralisme berdalil dengan
potongan ayat
‫ين‬ ّ ِ ‫اه ِفي‬
ِ ‫الد‬ َ ‫ال َ ِإ ك َْر‬
“Laa ikroha fiddin “tidak ada paksaan dalam agama”  (QS. Al-Baqoroh/2:256). Oleh karena itu
agama apa saja adalah pilihan manusia dan kita wajib meyakini kebenarannya kata mereka. Padahal
kalau kita simak argumen mereka termentahkan sendiri dengan kelanjutan ayatnya.  Yaitu Allah
menjelaskan barang siapa yang kafir pada thaghut dan beriman kepada Allah   maka ia telah
berpegang dengan tali agama yang sangat kuat. Bagaimana seseorang akan kafir kepada thagut dan
beriman kepada Allah   jika meyakini semua agama sama padahal Allah   sendiri telah
membedakannya.

Pengertian-pengertian Rukun
■ Rukun berarti tidak bercerai, tidak berkelahi, hidup berdampingan secara damai, saling
menghormati, tidak saling menodai
■ Kerukunan umat beragama adalah antara umat beragama atau pemeluk suatu agama saling
hidup berdampingan secara damai, harmonis, saling bisa bekerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat.

4
■ Kerukunan umat beragama berbeda dari kerukunan agama. Agama tidak bisa dirukunkan
atau diceraikan. Agama diyakini oleh pemeluknya berasal dari yang dipertuhan, dalam Islam
adalah Allah SWT, mutlak benar, tidak bisa diubah, tidak bisa berubah, dan dipercayai atas
dasar iman. Akan tetapi, masing-masing agama mengajak kepada pemeluknya supaya hidup
rukun antar sesama umat manusia baik dalam satu agama atau antar agama.
■ Kerukunan beragama terbatas pada bidang-bidang kehidupan sosial atau kehidupan
bermasyarakat, bukan kerukunan dalam bidang-bidang ritus, ibadah keagamaan.
■ Jika orang Islam melaksanakan shalat Jumat, orang Kristen, Katholik, Hindu, Budha,
Kong Hu Cu tidak bisa atau tidak boleh ikut kecuali harus masuk Islam terlebih dulu.
Orang Islam tidak perlu mengajak orang-orang non Islam untuk ikut berjumatan.
■ Jika orang Kristen melakukan kebaktian di Gereja, demikian pula orang Katholik,
orang Islam, Hindu, Budha, Kong Hu Cu tidak boleh dan tidak bisa mengikutinya
kecuali mereka masuk Kristen terlebih dahulu. Orang Kristen tidak perlu mengajak
orang non Kristiani ikut serta dalam kebaktian.
■ Jika orang Hindu melakukan peribadatan di Pura, orang Islam, Kristen, Katholik,
Budha tidak boleh ikut bersamanya, kecuali mereka masuk terlebih dahulu menjadi
Hinduisme. Orang-orang Hindu tidak perlu mengajak-ajak orang non Hindu ikut
bersama di Pura untuk beribadah.
■ Jika orang Budha melakukan ritus keagamaan di Vihara tidak perlu mengajak orang-
orang non Budhisme beribadah bersamanya. Orang-orang non Budhisme juga tidak
perlu mencoba-coba ikut beribadah bersama mereka di Vihara.
■ Jika seorang mengaku beragama Islam kemudian dia juga melaksanakan ibadah
menurut Islam, umpamanya shalat Jumat. Tetatpi di lain waktu ia melakukan
kebaktian di Gereja, melakukan ritus-ritus keagamaan baik di Vihara, Pura, maupun
Kelenteng. Praktik keagamaan semacam ini tidak boleh terjadi. Larangan ini bukan
berarti melanggar HAM, melainkan atas dasar petunjuk sesuatu agama-agama.
Agama apa pun tentu tidak membenarkan untuk itu. Di dalam Islam disebutkan
bahwa mengatakan Tuhan adalah satu di antara yang tiga (QS.al-Maidah/5 :
17,72,73) telah menjadi kafir, dengan demikian, dia bukan lagi seorang muslim.
‫اد َأن‬ َ ‫يح ابْ ُن َم ْريَ َم ق ُْل ف ََمن يَ ْملِ ُك ِم َن الل ِّه َشيْئا ً ِإ ْن َأ َر‬ُ ‫ين قَآل ُوا ْ ِإ َّن الل َّه ُه َو ال َْم ِس‬َ ‫ل َّ َق ْد ك َ َف َر ال َّ ِذ‬
‫ض َما بَيْن َ ُه َما‬‫ات َواَأل ْر ِ َو‬ ِ ‫او‬ َّ ‫يح ابْ َن َم ْريَ َم َوُأ َّم ُه َو َمن ِفي اَأل ْر ِض َج ِميعا ً َولِل ِّه ُمل ُْك‬
َ ‫الس َم‬ َ ‫يُ ْهلِ َك ال َْم ِس‬
ٌ ‫اء َوالل ُّه َعل َى ك ّ ُِل َش ْي ٍء َق ِد‬
‫ير‬ ُ ‫خل ُُق َما يَ َش‬ ْ َ‫ي‬
17. Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu
ialah Al Masih putera Maryam". Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat
menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera
Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi
kesemuanya?". Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada
diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. (QS.al-Maidah/5 : 17)
‫اعبُ ُدوا ْ الل َّه‬
ْ ‫يل‬ َ ‫يح يَا بَ ِني ِإ ْس َراِئ‬ ُ ‫َال ال َْم ِس‬ َ ‫لَقَ ْد كَفَ َر ال َّ ِذ‬
ُ ‫ين قَال ُوا ْ ِإ َّن الل َّه ُه َو ال َْم ِس‬
َ ‫يح ابْ ُن َم ْريَ َم َوق‬
‫نص ٍار‬ َ ‫ين ِم ْن َأ‬ َ ‫لظالِ ِم‬ ُ ‫َيه ال َْجن َّ َة َو َمْأ َو‬
َّ ‫اه الن ّ َُار َو َما ِل‬ ِ ‫عل‬ َ ‫َربِّي َو َربَّك ُْم ِإ ن ّ َُه َمن يُ ْش ِر ْك بِالل ِّه َفقَ ْد َح َّر َم الل ُّه‬

5
72. Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah
ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim
itu seorang penolongpun. (QS.al-Maidah/5 : 72)
‫ُون‬ َ ْ ‫اح ٌد َوِإ ن ل َّ ْم يَنتَ ُهوا‬
َ ‫ع َّما يَقُول‬ ِ ‫ث ثَالَثَةٍ َو َما ِم ْن ِإ ل َـهٍ ِإ ال َّ ِإ ل َـ ٌه َو‬ َ ‫لَّقَ ْد كَفَ َر ال َّ ِذ‬
ُ ِ‫ين قَال ُوا ْ ِإ َّن الل َّه ثَال‬
ٌ‫اب َألِيم‬
ٌ ‫ع َذ‬ َ ‫ل َيَ َم َّس َّن ال َّ ِذ‬
َ ‫ين ك َ َف ُروا ْ ِمن ْ ُه ْم‬
73. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah
seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang
Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang
yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS.al-Maidah/5 : 73)
■ Dalam pelaksanaan ibadah, umpama Jum’atan, umat non Islam tidak boleh
mengganggu. ketika umat Hindu beribadah di Pura, umat non Hindu tidak boleh
menggangggunya. Ketika umat Kristen melakukan kebaktian di gereja, umat non
Kristen tidak boleh mengganggunya, dst. . . Dalam keadaan semacam ini, kerukunan
beragama berarti toleransi.
■ Dalam membuat sarana-sarana ibadah hendaklah dilakukan secara jujur terhadap
umat beragama lain dan menurut peraturan kehidupan bersama sebagaimana diatur
oleh pemerintah. Kalau ini dilanggar tentu akan menodai pemeluk agama lain. Ini
akan mengganggu kerukunan beragama.
■ Mengaku memeluk sesuatu agama secara prinsip adalah boleh, tetapi kalau
pengakuannya itu tidak sesuai dengan ajaran agama yang ia akui, tentu akan
menimbulkan masalah kerukunan beragama. Contohnya adalah seseorang mengaku
beragama Islam, tetapi kitab sucinya bukan Al Quran dan Nabi yang ia anut bukan
Nabi Muhammad sebagaimana dilakukan golongan Ahmadiyah, Musaddek beserta
pengikutnya dan Lia Eden beserta para pengikutnya.

Nasionalisme dan Kerukunan Beragama


NKRI terdiri atas multi suku, bahasa, adat-istiadat dan agama. Kondisi semacam ini merupakan
sumber potensi untuk konflik. Untuk menetralisir hal-hal yang tidak diinginkan, pemerintah
membuat kebijaksanaan supaya masing-masing pemeluk agama bisa rukun hidup bersama, dengan
memproduk berbagai macam perundangan/peraturan untuk dilaksanakan oleh rakyat sebaik-
baiknya, antara lain:
1. Kepmenag RI no 77 tahun 1978 tentang bantuan luar negeri untuk lembaga keagamaan di
Indonesia.
2. Kepmenag RI no. 35 tahun l980 tentang wadah musyawarah antar umat beragama
3. Instruksi Menag RI no 3 tahun 1981 tentang pelaksanaan pembinaan kerukunan hidup
beragama di daerah-daerah
4. Edaran Menag RI no MA/432/1981 tentang penyelenggaraan hari-hari besar keagamaann
5. Peraturan perundang-uandangan tentang pembinaan dan pengembangan beragama, 27
Maret 1981, dan masih banyak lagi peraturan yang bermuara terciptanya stabilitas nasional
berkenaan dengan masih banyaknya insiden, konflik keagamaan seperti pengrusakan masjid

6
beberapa hari belakangan ini terror dan menusukan terhadap Kyai, ustadz dan imam masjid
yang dibunuh saat mengimami shalat dll.

Agama dan Misi


1. Agama-agama besar dunia: Hindu, Budha, Yahudi, Nasrani, Islam, Kristen, merupakan
agama dakwah atau misionari
2. Agama dakwah menuntut pemeluknya supaya menyebarkan agamanya ke seluruh dunia
3. Jika masing-masing pemeluk agama melaksanakan perintah agamanya, pasti akan timbul
multi konflik karena saling berebut mencari pengikut sebanyak-banyaknya. Untuk mencegah
hal-hal yang tidak diinginkan ini, maka dalam penyebaran agama tidak dibenarkan untuk:
1) ditujukan terhadap orang dan atau orang-orang yang telah memeluk sesuatu agama
alain.
2) dilakukan dengan menggunakan bujukan/pemberian material, uang, pakaian,
makanan/minuman, obat-obatan dan lain-lain agar orang tertarik memeluk suatu
agama.
3) dilakukan dengan cara penyebaran pamflet, buletin, majalah dan buku-buku di
daerah/di rumah kediaman umat-orang yang telah memeluk agama lain.
4) dilakukan dengan cara-cara masuk keluar dari rumah ke rumah orang yang telah
memeluk agama lain dengan dalih apa pun.

Tri Kerukunan Umat Beragama


1. Kerukunan interen beragama, yaitu sesama penganut agama yang sama, umpama agama
Islam, (Ormas NU, Muhammadiyah, al-Irsyad, LDII, Persis, MTA) harus hidup rukun. Sesama
umat Katholik harus rukun, sesama umat Kristen (Kristen Ortodok, protestan, advent dll)
harus rukun, sesama umat Budha (threvada, Mahayana, vejrayana) harus rukun dst,
2. Kerukunan antara umat beragama, yaitu kerukunan dalam beragama melibatkan semua
jenis pemeluk agama. Orang Kristen harus rukun dengan orang Islam, orang Budha, orang
Katholik, orang Kong Hu Cu dan dengan orang Hindu.
3. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, yaitu semua pemeluk agama harus
loyal terhadap pemerintah dan pemerintah membina kehidupan bersama supaya hidup
berdampingan secara damai, harmonis dan penuh ketenangan dalam menjalankan agama.
Islam dan Kerukunan Umat Beragama
Islam menyediakan seperangkat ajaran/aturan supaya umat manusia hidup damai dan rukun,
antara lain:
1. Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, dan hanya mengingatkan akibat kepemilihannya
(QS. Al Baqarah/2 : 256).

‫ين‬ ّ ِ ‫اه ِفي‬


ِ ‫الد‬ َ ‫ال َ ِإ ك َْر‬
“Laa ikroha fiddin “tidak ada paksaan dalam agama”
2. Islam mempersilahkan orang mau kafir atau mau beriman (QS. al-Kahfi/18 : 29), dengan
mengingatkan akibat atas dasar kepemilihannya.
‫ق ِمن َّربِّ ُك ْم فَ َمن َشاء فَ ْليُْؤ ِمن َو َمن َشاء فَ ْليَ ْكفُرْ ِإنَّا َأ ْعتَ ْدنَا لِلظَّالِ ِمينَ نَاراً َأ َحاطَ بِ ِه ْم س َُرا ِدقُهَا َوِإن‬ ُّ ‫َوقُ ِل ْال َح‬
٢٩ً ‫اءت ُمرْ تَفَقا‬
ْ ‫س ال َّش َرابُ َو َس‬ َ ‫ ْال ُوجُوهَ بِْئ‬1‫ بِ َماء َك ْال ُمه ِْل يَ ْش ِوي‬1‫يَ ْستَ ِغيثُوا يُغَاثُوا‬.

7
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka, siapa yang
menghendaki (beriman), hendaklah ia beriman dan siapa yang menghendaki (kufur), biarlah
dia kufur.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang-orang zalim yang
gejolaknya mengepung mereka. (QS Al-Kahf [18]: 29).
3. Islam menghormati, tidak mengganggu pemeluk agama lain (QS. al-Kafirun/109 : 1-6).
4. Islam mewajibkan umatnya untuk menciptakan kedamaian di manapun ia bertada:
Absussalam (tebarkan kedamaian, al-Hadits)
5. Islam melarang umatnya berbuat aniaya kepada apa dan siapapun (QS. al-Baqarah/2 : 231;
al-An’am/6 : 144). QS. Ash-Shuraa/42 : 39-43
Artinya: dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka
membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi
barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka
pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim. Tetapi orang-orang
yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka.
Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia
dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat
siksa yang pedih. Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu
termasuk perbuatan yang mulia.
6. Islam hanya membolehkan kekerasan terhadap umat beragama lain karena teraniaya, atau
dengan kata lain sekedar membela diri (QS al-Hajj/22 : 39) hingga gangguan itu sirna (QS.
Muhammad/47 : 4).
َ ‫ُون ِبَأن ّ َُه ْم ُظلِ ُموا َوِإ َّن الل َّ َه‬
ٌ ‫عل َى ن َ ْص ِر ِه ْم ل َ َق ِد‬
 ‫ير‬ َ ‫ ُأ ِذ َن لِل َّ ِذ‬.٣٩
َ ‫ين يُ َقاتَل‬
39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu. (QS al-Hajj/22 : 39)
4. Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah
batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah
mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai
perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan
mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan
orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.
(QS. Muhammad/47 : 4).

Jika ke enam butir aturan essensial ini dapat diwujudkan oleh umat Islam dan umat non muslim
tidak menakali umat Islam tentu akan terjadi kehidupan beragama yang damai, tenang dalam
menjalani peribadatan, tidak merasa terancam oleh pemeluk agama lain, dan bisa bekerjasa
dengan baik dalam menjalani kehidupan sosial.

---000---

8
9

Anda mungkin juga menyukai