Modul Tata Kelola Keuangan Desa PDF
Modul Tata Kelola Keuangan Desa PDF
KATA PENGANTAR
U
ndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) membawa semangat dan
harapan baru untuk mewujudkan desa yang mandiri. Dalam konteks ini desa sebagai
subyek pembangunan. Salah satunya kemandirian dalam tata kelola keuangan. Di mana
desa tidak lagi mendapat residu/sisa anggaran tetapi desa mendapat redistribusi anggaran
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Daerah (APBD)
yang cukup signifikan untuk membiayai penyelenggaraan kewenangan desa. Dengan penga-
turan desa yang baru ini, berpengaruh juga pada perubahan mekanisme tata kelola keuangan
di desa yang diatur melalui Perturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 Ta-
hun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Karena pengelolaan keuangan me
rupakan hal yang paling sensitif dalam tata kelola pemerintahan desa, maka pengaturannya
harus transparan, partisipatif, akuntabel serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Pengelolaan keuangan desa dinilai sebagai elemen penting untuk mewujudkan cita-cita pe-
rencanaan desa. Proses tata kelola keuangan diawali dengan penyusunan Rencana Pemba-
ngunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) yang merupakan dokumen perencanaan untuk
periode enam tahun. Dari dokumen enam tahun ini kemudian diturunkan menjadi dokumen
tahunan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa). RKPDesa menja-
dikan satu-satunya dokumen untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB-
Desa) yang berisi kewenangan-kewenangan desa dalam bidang penyelenggaraan pemerintah
desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan
masyarakat desa. APBDesa yang ditetapkan dengan peraturan desa tersebut yang kemudian
menjadi pijakan pengelolaan keuangan pada satu tahun anggaran yang dimulai pada tanggal
1 Januari hingga 31 Desember tahun berjalan.
Dalam pengelolaan keuangan desa, unsur transparansi atau keterbukaan dari perencanaan
hingga pertanggungjawaban berpengaruh penting terhadap aspek lainnya seperti partisipasi
dan akuntabilitas. Pemerintah desa yang transparan dalam tata kelola keuangan akan men-
dorong warga terlibat aktif dalam pengelolaan keuangan desa sehingga pemerintah desa
akan siap menjelaskan dan mempertanggungjawabkan.
Setelah sekian dekade Desa praktis menjadi obyek dari dinamika pembangunan yang sentra-
listik, sekarang telah diakui kewenangannya untuk mengatur tata pemerintahan sendiri secara
otonom, termasuk pengelolaan keuangan. Peluang yang terbuka dalam menentukan prioritas
program pembangunan dan penganggaran menuntut kompetensi bagi pengelola Desa pada
bidang tata kelola keuangan.
Sudah tentu beberapa permasalahan muncul di seputar pengelolaan keuangan terutama yang
berkait dengan tantangan kapasitas sumber daya manusia, belum berkembangnya kultur ter-
tib administrasi, dan sikap masyarakat yang masih relatif pasif terhadap kebijakan anggaran.
Meski iklim demokrasi telah kondusif, tetapi jika permasalahan teknis dan kultural tersebut
masih belum teratasi, maka akan mengganggu kelancaran dalam implementasi pembangu-
nan partisipatif yang menjadi roh dari demokratisasi desa.
Buku Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa ini dimaksudkan untuk membantu dalam upa-
ya membentuk kompetensi di bidang pengelolaan keuangan bagi para pemangku kepenti-
ngan pembangunan Desa. Buku ini merupakan bagian yang membentuk kemampuan fasilita-
si pembangunan partisipatif di tingkat Desa. Oleh karena itu, siapa yang telah membaca buku
ini diharapkan mampu memahami alur dan praktik pengelolaan keuangan desa. Sekaligus
diharapkan dapat menjadi fasilitator baik sebagai narasumber maupun membimbing dalam
praktik di lapangan secara nyata.
Dengan membaca buku ini, akan dapat meminimalisir persoalan yang muncul akibat dari
tingginya sensitivitas pengelolaan keuangan, karena di dalamnya memberikan pedoman
bagaimana mekanisme pengelolaan secara transparan, partisipatif dan akuntabel.
BAB II
POKOK – POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA 9
A. Pengertian 11
B. Dasar Hukum 11
C. Asas dan Nilai 13
D. Ruang Lingkup 13
E. Memahami Dana Transfer 15
F. Hak dan Kewajiban Pemerintah Desa dan Masyarakat 17
BAB III
TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA 19
A. Perencanaan Keuangan Desa 21
B. Pelaksanaan Keuangan Desa 27
C. Penatausahaan Keuangan Desa 30
D. Pelaporan dan Pertanggungjawaban 33
BAB IV
TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA 35
A. Struktur Tim Pengelola 38
B. Tugas Pokok dan Fungsi 39
C. Unsur-Unsur yang Terlibat 40
BAB V
KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA 41
A. Penerapan Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas 44
B. Hakikat Musyawarah Desa 45
C. Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa 46
LAMPIRAN 47
Tentang Penulis 76
BAB I
KEDUDUKAN
KEUANGAN DESA
DALAM UU DESA
1
2
MODUL KEUANGAN DESA BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
UU Desa mengubah konstruksi desa dari tidak memiliki kewenangan mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri menjadi pelaku utama yang memiliki mandat kewenangan secara pasti. Sebagaima-
na diperintahkan Pasal 20 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pelaksanaan kewenangan berdasar-
kan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a
dan huruf b diatur dan diurus oleh desa.
Kewenangan itu tidak sebatas memiliki dan menentukan kewenangan desa, tetapi juga menjadi dasar
dalam menyusun perencanaan pembangunan, menyusun anggaran desa, hingga mengoptimalkan pe-
manfaatan potensi desa dan mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Pelaksanaan kewenangan
tersebut harus dapat mewujudkan pembangunan desa yang secara langsung meningkatkan kesejahte-
raan masyarakat, memenuhi hak-hak dasar, dan menanggulangi kemiskinan di desa.
Tanggung jawab pemerintah desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga diiringi dengan
jaminan bahwa pemerintah desa memiliki hak mendapatkan keuangan yang sebanding dengan ke-
wenangannya. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai semangat baru untuk menjadikan
desa lebih mandiri secara keuangan. Sumber keuangan desa tidak bersifat bantuan tetapi sudah men-
jadi kewajiban pemerintah daerah untuk memberikannya kepada desa.
Cara pandang pemerintah dan pemerintah daerah terhadap hak desa untuk mengelola keuangan desa
harus berubah, tidak dibenarkan lagi meletakkan pemerintah desa untuk selalu “menunggu perintah”.
Cara pandang tersebut harus diubah dengan menempatkan desa menjadi pelaku utama, uang desa
adalah uang rakyat bukan uang pemerintah/pemerintah daerah, dan seterusnya. Apabila kondisi ini
terlaksana, cita-cita UU Desa untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa akan
segera terwujud.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mendudukkan desa tidak lagi sebagai bagian dari
(subsistem) kabupaten/ kota, tetapi berada di kabupaten/kota. Artinya bahwa kedudukan desa tidak
lagi hanya menjadi “pesuruh” pemerintah kabupaten/kota sebagaimana yang selama ini terjadi. Akan
tetapi, desa diposisikan menjadi subyek utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangu-
nan di desa. Desa telah memiliki kedaulatan untuk mengatur dan mengurus rumah tanggganya sendiri
berdasarkan kewenangan desa yang dimiliki. Baik kewenangan yang berasal dari hak asal-usul maupun
kewenangan lokal berskala desa.
Visi misi desa untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat yang dimandatkan UU Desa
telah direalisasikan dalam wujud kewenangan desa. Sehingga desa saat ini mempunyai tugas dan tang
gung jawab untuk mengungkit kewenangannya sendiri secara optimal yang kemudian dijadikan se-
bagai modal utama menuju kemandirian desa. Desa juga harus segera menemukan kembali jati dirinya
yang sudah sangat lama “diamputasi dan dihilangkan” oleh sistem penyeragaman desa. Dengan de-
mikian, menjadi sangat krusial bagi desa untuk mengawali perenungan, mengungkit kembali kekuatan
sosial yang dimiliki sebagai wujud membangun kedaulatan.
Uang desa hakikatnya adalah uang rakyat yang harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kese-
jahteraan rakyat. Keuangan desa merupakan alat yang harus dikelola dengan baik oleh pemerintahan
desa. Semakin bertambah uang desa maka sudah seharusnya tujuan penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan desa dapat tercapai sesuai yang digambarkan dalam visi misi desa, yaitu kesejahte-
raan dan kemandirian.
3
MODUL KEUANGAN DESA BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
Guna melindungi dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar rakyat, keuangan desa harus dikelola se-
cara terbuka, partisipatif, bertanggungjawab, dan berkeadilan. Sehingga, sejak dari proses perenca-
naan anggaran desa, pelaksanaan, sampai pertanggungjawaban wajib melindungi kelompok-kelom-
pok masyarakat yang terpinggirkan. Pemanfaatan sumber daya keuangan desa tidak boleh didominasi
dan dikuasai segelintir aktor/elit desa. Karenanya, setiap proses pengambilan keputusan terkait keua-
ngan desa harus tetap mencerminkan keberpihakan dan keadilan untuk pemenuhan kebutuhan riil ma-
syarakat desa.
Pertanyaannya, “mengapa uang desa adalah uang rakyat?” Jawabannya tegas, karena rakyat yang
membayar pajak, retribusi, dan lain-lain sebagai sumber utama keuangan negara. Sehingga pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa mempunyai kewajiban membelajakan uangnya sesuai
dengan kebutuhan riil rakyatnya. Mereka tidak boleh membelanjakan uang tersebut tanpa ada mandat
dan persetujuan dari rakyat.
Sumber keuangan desa sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal
76 ayat (1) terdiri dari : Pendapatan Asli Desa, Dana Transfer (Dana Desa, ADD, Bagi Hasil Pajak dan
retribusi Daerah), Bantuan Keuangan, dan Lain-lain pendapatan desa yang sah. Jika hal ini dibanding-
kan dengan sumber keuangan desa yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan diperjelas dalam PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa, maka perbedaannya
cukup signifikan.
Meskipun seolah-olah jenis sumber keuangan hanya ditambah dengan dana desa, tetapi alokasi UU
No.6/2014 lebih tegas dan tidak ada yang beda tafsir antara teks pasal dengan penjelasan pasal. Se-
perti, jika sesuai teks pasal 68 ayat (1) huruf c, PP 72/2005 tentang Desa turunan dari UU 32/2004 tentang
Pemda besar ADD adalah 10% dari Dana Perimbangan (DAPER) atau (10% x (DBH +DAU ). Tetapi
pada pasal penjelasan disebutkan 10% dari DAPER atau bagi hasil pajak dan sumber daya alam ditam-
bah dana alokasi umum setelah dikurangi belanja pegawai atau (10%x (DAU-Belanja Pegawai)).
Selengkapnya perbedaan jenis-jenis sumber pendapatan desa sebagaimana tabel di bawah ini:
4
MODUL KEUANGAN DESA BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
Sebelum terbit UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pengelolaan kekayaan desa belum berjalan
sebagaimana yang diharapkan karena belum ada pedoman yang dapat digunakan sebagai gamba-
ran menyeluruh tentang penerapan fungsi manajemen dalam pengelolaannya. Artinya, pengelolaan
kekayaan desa selama ini hanya terbatas pada pencatatan saja.
Jenis kekayaan desa yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatan sumber pendapa-
tan desa, misalnya Tanah Kas Desa, Pasar Desa, Pasar Hewan, Tambatan Perahu, Bangunan Desa,
Pelelangan Ikan yang dikelola oleh desa, dan lain-lain kekayaan milik desa.
Pengelolaan kekayaan desa harus diarahkan agar seluruhnya bisa menjadi milik desa yang dapat di-
buktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. Pengelolaan kekayaan desa harus
dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan
kepastian nilai serta berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa. Sehingga,
kekayaan desa wajib dikelola oleh pemerintahan desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepenti-
ngan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat desa.
Khusus kekayaan desa yang berupa tanah, tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan
kepada pihak lain, kecuali dipergunakan untuk kepentingan umum. Proses pelepasan hak kepemilikan
tanah desa dapat dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai dengan harga yang menguntungkan
desa dengan memperhatikan harga pasar dan NJOP. Ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk
membeli tanah yang lebih baik dan berlokasi di desa setempat. Seluruh proses di atas harus mempu-
nyai kekuatan hukum tetap di desa setelah mendapat persetujuan bupati.
Merujuk pada Penjelasan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 19, tanah kas desa merupa-
kan salah satu kewenangan berdasarkan hak asal usul. Sehingga pengaturan apapun soal tanah desa
sepenuhnya menjadi kewenangan desa. Proses pengaturannya wajib disetujui dalam forum musyawa-
rah desa atau rembuk desa yang masih berlaku dan disepakati oleh masyarakat setempat. Peran pe-
merintah kabupaten dalam soal pengaturan hak asal usul hanya pada pembinaan dan pengendalian
agar desa tidak keluar dari ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Meskipun kewenangan untuk mengatur keuangan desa oleh pemerintah desa sangat besar, tetapi tidak
serta merta hanya dilakukan oleh para “elit desa”. Berbagai unsur masyarakat desa wajib hukumnya
dilibatkan dalam seluruh proses pengambilan keputusan pengelolaan keuangan desa. Karena itu, fo-
rum rembug desa yang dalam UU Desa disebut musyawarah desa harus selalu dikawal pelaksanaannya.
Beberapa kewenangan desa yang melekat dalam pengelolaan keuangan desa dan harus selalu dikawal
oleh masyarakat, diantaranya:
a. Penggalian sumber-sumber pendapatan asli desa;
b. Melakukan perencanaan dan pelaksanaan belanja desa dalam APB Desa sesuai dengan kebutuhan
masyarakat desa yang sudah disepakati dalam RKP Desa;
5
MODUL KEUANGAN DESA BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
Mengapa pengawalan masyarakat sangat penting dilakukan? Pertama, keuangan desa yang selama
ini disusun dalam APB Desa lebih banyak bersumber dari bantuan keuangan, sehingga desa hanya
menurut apa yang diperintahkan oleh yang memberi bantuan (pemerintah/pemerintah provinsi/pe-
merintah kabupaten). Bahkan ADD dan Bagi Hasil Pajak & Retribusi Daerah untuk desa yang seha-
rusnya adalah hak desa, juga selalu diidentikkan dengan bantuan. Sehingga penggunaannya harus
mengikuti peraturan bupati yang sangat detil mengatur alokasi belanjanya.
Kedua, meningkatnya sumber pendapatan desa yang disertai dengan perintah menyusun dokumen
perencanaan partisipatif, masyarakat harus melakukan pengawalan serius. Karena selama ini banyak
terjadi ketidaksesuaian antara dokumen perencanaan dan penganggaran desa. Pemerintah kabupaten
yang seharusnya mempunyai kewenangan pengendalian dan pembinaan tidak pernah memberikan
sanksi apapun, bahkan terkesan “membiarkan” begitu saja. Sementara masyarakat desa yang sejak
awal terlibat aktif dalam proses penyusunan dokumen perencanaan, ketika terjadi perubahan dalam
penganggaran desa sama sekali tidak pernah mendapatkan akses informasi dan ruang untuk membe-
rikan koreksi. Sikap apatis, acuh, dan menurunnya semangat gotong royong merupakan hukuman yang
diberikan masyarakat kepada pemerintahan desa.
Dengan dilaksanakannya UU Desa, cara pandang demikian seharusnya sudah berubah, karena seluruh
keuangan desa yang termaktub dalam APB Desa merupakan hak pemerintah desa untuk mengatur
dan mengurusnya. Pemerintah kabupaten hanya sebatas menjalankan fungsi pembinaan, pengenda-
lian, monitoring, dan evaluasi atas pelaksanaan keuangan desa. Pelaporan dan pertanggungjawaban
sepenuhnya menjadi kewajiban pemerintah desa untuk menyampaikan baik kepada masyarakat, BPD
maupun kepada bupati.
Dengan demikian, pemerintah desa memiliki ruang yang sangat luas dalam pengelolaan keuangan
desa mulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung-
jawaban. Sehingga kemampuan para penyelenggara pemerintah desa untuk menciptakan transparan-
si, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan desa menjadi prasyarat utama. Beban ke-
wenangan yang bertambah besar tidak bisa lagi dibarengi dengan kinerja aparatur desa yang senang
menunggu perintah dan tidak memiliki keberanian inisiatif kebijakan.
Untuk mewujudkan mandat mulia tersebut, maka belanja desa harus diprioritaskan untuk memenuhi
kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. De-
ngan kata lain, UU Desa memerintahkan seluruh kebijakan belanja desa harus dapat meningkatkan
pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan, sebagaimana tujuan pengaturan desa.
6
MODUL KEUANGAN DESA BAB I KEDUDUKAN KEUANGAN DESA DALAM UU DESA
Guna mengawal kebijakan keuangan desa agar berpihak pada rakyat, yang harus dilakukan oleh para
penyelenggara pemerintah desa, lembaga kemasyarakatan desa, dan masyarakat desa adalah dengan
memiliki pemahaman tentang anggaran yang berkeadilan untuk semua (justice for all). Artinya, seluruh
kebijakan anggaran dan keuangan desa akan memiliki nilai manfaat besar manakala berdampak secara
langsung terhadap kelompok masyarakat yang selama ini terpinggirkan secara sosial, seperti pengu-
rangan kemiskinan, pemenuhan hak disabilitas, kesenjangan, diskriminasi, dan marginalisasi salah satu
kelompok masyarakat.
Hadirnya UU Desa bukan sekedar menurunkan kekuasaan dari atas kepada kepala desa dan atau
perangkat desa. Lebih dari itu, UU Desa diharapkan secara cepat dan akurat memberikan perlindungan
dan meningkatkan kesempatan semua kelompok masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan di desa serta mengakses manfaat pelaksanaan keuangan desa.
Persoalan peminggiran dalam setiap tahap proses pengambilan kebijakan di desa, terutama soal
keuangan harus segera dihilangkan. Para aparat pemerintah desa dan tokoh-tokoh desa tidak dibe-
narkan lagi merendahkan kualitas partisipasi masyarakat. Apapun bentuk dan suara masyarakat ketika
sudah disepakati dalam sebuah forum yang demokratis, maka wajib untuk diakomodasi dalam kebi-
jakan desa.
Manfaat jangka panjang yang didapat apabila proses pengambilan kebijakan keuangan desa sung-
guh-sungguh melibatkan berbagai unsur masyarakat adalah terbangunnya kepercayaan antara mas-
yarakat dengan pemerintah desa. Rasa saling percaya tersebut kemudian memunculkan rasa memiliki
yang selanjutnya dapat menghilangkan penilaian bahwa masyarakat desa sekarang “sulit swadaya dan
gotong royong”. Sampai saat ini modal sosial paling besar yang dimiliki oleh desa adalah semangat
swadaya dan gotong royong.
7
8
BAB II
POKOK–POKOK
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
A. Pengertian
B. Dasar Hukum
C. Asas dan Nilai
D. Ruang Lingkup
E. Memahami Dana Transfer
F. Hak dan Kewajiban Pemerintah Desa dan Masyarakat
9
10
MODUL KEUANGAN DESA BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
A | Pengertian
Pengertian keuangan desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 71, ayat 1, UU No. 6 Tahun 2014 adalah
“semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang
dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.” Hak dan kewajiban
sebagaimana dimaksud menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan keuangan
desa.
Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Pengelolaan keuangan dike-
lola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menyusun banyak peraturan (regulasi) sebagai pe-
doman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Di tingkat pemerintah pusat
telah menyusun peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Sedangkan di tingkat kabupaten telah
menyusun peraturan daerah dan/atau peraturan bupati.
Dibawah ini gambaran skema peraturan perundangan yang telah disusun oleh pemerintah pusat
sebagai pedoman pelaksanaan UU 6 Tahun 2014 tentang Desa.
11
MODUL KEUANGAN DESA BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Penjelasan :
UU Nomor 6 Tahun 2014 telah disusun Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 yang telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan telah disusun beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri No. 111/2014; Nomor 112/2014; Nomor 114/2014) dan Peraturan Menteri Desa
(Permendes No.1/2015; Nomor 2/2015; Nomor 3/2015; Nomor 4/2015) sebagai pedoman
teknis pelaksanaan.
UU Nomor 6 Tahun 2014 telah disusun Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 yang te-
lah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Dana Desa yang Ber-
sumber dari APBN dan telah disusun beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri
No.113/2014), Peraturan Menteri Desa (Permendes No.5/2015), dan Peraturan Menteri Keua-
ngan ( PMK Nomor 241/PMK.07/2014; Nomor 250/PMK.07/2014; Nomor 93/PMK.07/2015) se-
bagai pedoman teknis pelaksanaan.
Khusus tentang pedoman pengelolaan keuangan desa, pemerintah pusat sudah menyusun peraturan
pemerintah dan peraturan menteri sesuai yang diperintahkan oleh UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa. Kemudian pemerintah kabupaten harus menyusun pedoman tehnis berupa peraturan daerah
dan/atau peraturan bupati. Selanjutnya pemerintah desa harus segera menyusun peraturan desa dan/
atau peraturan kepala desa sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dengan berpe-
doman pada peraturan perundangan yang lebih atas.
Di bawah ini adalah gambaran bagan peraturan perundangan yang harus disusun oleh pemerintah
kabupaten dan pemerintah desa sesuai mandat peraturan pemerintah dan peraturan menteri untuk
melaksanakan UU Desa.
UU No.6/2014
PP No. 43/2014 yang telah diubah PP No. 47/2015 PP No. 60/2014 yang telah diubah PP No.22/2015
Perdes tentang Perdes tentang Perdes tentang Perdes tentang Perdes tentang
………………….. Pungutan Desa APB Desa Dana Cadangan Kedudukan
Desa Keuangan Kepala
Desa dan Perang-
kat Desa
12
MODUL KEUANGAN DESA BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
1. Transparan artinya prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang APB Desa.
2. Akuntabel artinya prinsip dari sebuah perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggung-
jawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang diperca-
yakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3. Partisipatif atinya bahwa pengelolaan keuangan desa harus memberikan ruang seluas-luasnya ke-
pada masyarakat untuk secara aktif terlibat dalam setiap tahapan proses pengelolaan keuangan
desa.
4. Tertib dan disiplin anggaran mengandung arti bahwa APB Desa harus dikelola secara tepat waktu
dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawab-
kan serta berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku.
Sedangkan nilai dalam pengelolaan keuangan desa pada dasarnya menuntut uang rakyat tersebut
kembali dapat dinikmati sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Pada posisi demikian, pemerin-
tah desa hanya sebatas pihak yang diberikan mandat untuk mengelola dan mendistribusikan kembali
pada rakyat sebagai pemegang “kekuasaan” keuangan desa.
Pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa dituntut mempunyai nilai-nilai keadilan untuk
semua dalam rangka keberpihakan anggaran. Nilai – nilai tersebut diantaranya meliputi:
1. Berpihak pada kelompok miskin, artinya bahwa kebijakan anggaran desa harus dapat memberikan
jaminan terhadap hak-hak masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
2. Berpihak pada keadilan gender, artinya bahwa kebijakan anggaran desa harus dapat memberikan
kemanfaatan yang adil antara laki-laki dan perempuan baik dalam hal akses, manfaat, berpartisi-
pasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya
3. Berpihak pada kelompok perempuan, artinya bahwa kebijakan anggaran desa harus dapat menja-
min hak-hak dasar kelompok perempuan yang selama ini diposisikan sebagai masyarakat “terbe-
lakang”
4. Berpihak pada kelompok disabilitas, artinya bahwa kebijakan anggaran desa harus dapat mem-
berikan perlindungan dan menjamin hak-hak masyarakat yang berkebutuhan khusus (disabilitas)
5. Berpihak pada kelompok tereksklusi lainnya, artinya bahwa kebijakan anggaran desa memiliki ke-
wajiban untuk melindungi hak-hak dasar kelompok masyarakat yang terhalang atau terhambat dari
sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, politik di dalam
masyarakat yang utuh, baik secara individu dan keluarga maupun kelompok.
D | Ruang Lingkup
Keuangan desa pada prinsipnya harus dikelola secara baik, tertib, transparan dan akuntabel. Setiap
tahapan proses pengelolaan keuangan desa mulai perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pe-
laporan, dan pertanggungjawaban tidak boleh keluar dari prinsip-prinsip tersebut. Batasan-batasan
dalam tata kelola keuangan desa yang telah diberlakukan harus dipatuhi dilaksanakan oleh pemerintah
desa.
Masyarakat harus memahami ruang lingkup pengelolaan keuangan desa secara baik. Selain itu juga
harus terlibat secara aktif untuk memberikan masukan, saran atau yang lain terhadap keberpihakan ke-
bijakan keuangan desa. Secara ringkas ruang lingkup pengelolaan keuangan desa dapat digambarkan
sebagaimana siklus di bawah ini.
13
MODUL KEUANGAN DESA BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Penjelasan :
1. Tahap perencanaan keuangan desa merupakan tahapan awal pengelolaan keuangan desa yang
dimulai dari penyusunan Rancangan APB Desa sampai menjadi peraturan desa dan dituangkan
dalam lembaran desa
2. Tahap pelaksanaan keuangan desa adalah tahap dimana APB Desa yang sudah menjadi peratu-
ran desa dilakukan sosialisasi dan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan sampai disusun peraturan
Kepala Desa tentang perubahan APB Desa.
3. Tahap penatausahaan keuangan desa adalah tahap pencatatan seluruh transaksi keuangan, baik
penerimaan maupun pengeluaran uang dalam satu tahun anggaran.
4. Tahap pelaporan keuangan desa merupakan salah satu alat pengendalian untuk mengetahui ke-
majuan pelaksanaan kegiatan, dan mengevaluasi berbagai aspek terkait pelaksaan kegiatan
5. Tahap pertanggungjawaban keuangan desa adalah laporan realisasi pelaksanaan APB Desa yang
disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setelah tahun anggaran berakhir.
Adapun terkait siklus pengelolaan desa mulai bulan Januari sampai dengan Desember dapat dilihat
proses bulan merencanakan dan menyusun anggaran desa adalah sebagai berikut :
Pembahasan masing-masing tahapan pengelolaan keuangan desa secara lebih lengkap akan diuraikan
pada Bab III tentang Tahapan Pengelolaan Keuangan Desa.
14
MODUL KEUANGAN DESA BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Hal ini harus dibedakan dengan dana yang sifatnya bantuan baik dari pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota. Bantuan keuangan kepada desa sifatnya tidak mengikat
dan bisa tidak berkelanjutan. Sehingga bantuan keuangan masuk kategori bantuan bersifat khusus
dengan pedoman teknis tersendiri disertai mandat untuk melaksanakan sebagian visi misi kabupaten/
provinsi/pusat sesuai yang memberikan bantuan.
Sedangkan dana transfer adalah mandat UU Desa yang harus diberikan secara berkelanjutan dan se-
suai formula yang ditetapkan baik formula alokasi maupun tata cara pembagiannya kepada pemerin-
tah kabupaten dan pemerintah desa. Jika pemerintah kabupaten tidak mematuhi perintah UU Desa
tersebut, maka pemerintah dapat memberikan sanksi, baik berupa pengurangan dana alokasi khusus
maupun penundaan transfer dana desa kepada daerah.
1. Dana Desa
Dana Desa atau yang disingkat DD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Be-
lanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah-
an, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Besar-
nya Dana Desa adalah 10% dari total dana transfer ke daerah. Sebagaimana yang dimandatkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan PP 60 Tahun 2014 yang mengatur
Dana Desa, pengalokasian DD dilakukan secara bertahap.
Pembagian DD kepada masing-masing kabupaten dilakukan dengan cara alokasi sebesar 90% dibagi
secara merata dan 10% sisanya dibagi secara proporsional. Penghitungan proporsional dihitung ber-
dasarkan variabel alokasi dasar serta alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk,
angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis setiap desa.
Pembagian dari kabupaten kepada desa juga dilakukan sesuai pembagian dari APBN kepada kabu-
paten. Memang ketika kebijakan pembagian DD dari kabupaten ke desa muncul persoalan “ketidak-
adilan” perolehan alokasi masing-masing desa. Artinya pembagian proporsi 90% dan 10% dari total
Dana Desa dominan pada asas pemerataan bukan asas keadilan. Karena banyak desa perbatasan,
tingkat kemiskinan cukup besar dan kondisi geografis sangat sulit hanya terpaut tidak lebih dari 10%.
Padahal banyak daerah yang sudah mempraktikkan pembagian alokasi dana desa yang pembagian
alokasinya antara 60%-70% dibagi merata (asas pemerataan) dan 30%-40% secara proporsional (asas
keadilan).
Pencairan DD dari Rekening Kas Umum Negara ( RKUN ) kedalam Rekening Kas Umum Daerah
( RKUD ) dilakukan 3 tahap, yaitu :
Antar tingkat Rute Pe- April Agustus Oktober
Pemerintah mindahbukuan
Tahap 1 : 40% Tahap 2 : 40% Tahap 3 : 20%
Pemerintah ke RKUN ke RKUD Paling lambat Paling lambat Paling lambat minggu ke-2
Pemerintah Kab/ minggu ke-2 minggu ke-2
kota
Pemerintah kab/ RKUD ke RKD Paling lambat 7 Paling lambat 7 Paling lambat 7 hari kerja
kota ke Pemerin- (desa) hari kerja sejak hari kerja sejak sejak diterima RKUD
tah Desa diterima RKUD diterima RKUD
15
MODUL KEUANGAN DESA BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Pembagian ADD ke desa dilakukan dengan pola 60% untuk ADD minimum (dibagi rata keseluruh
desa) dan 40% disebut ADD proporsional. Cara pembagiannya ditentukan dengan beberapa vari-
abel, misalnya kebutuhan penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa, jumlah penduduk,
jumlah penduduk miskin, luas wilayah, kesulitan geografis, dan lain-lain. Pengaturan ADD sepenuhn-
ya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten dengan menerbitkan peraturan bupati. Secara
matematis dirumuskan sebagai berikut :
Penggunaan ADD diantaranya adalah untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa,
tunjangan/operasional BPD, RT/RW, kegiatan penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangu-
nan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat sesuai kewenangan skala desa.
Khusus pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat Desa digunakan
penghitungan sebagai berikut:
Sedangkan tahapan pencairan ADD sangat variatif, artinya masing-masing daerah berbeda-beda
dalam memberlakukan ketentuan pencairan ADD. Ada yang memakai pola 3 tahap, dengan proporsi
tahap pertama 40%, tahap kedua 40% dan tahap ketiga 20%. Ada juga daerah yang menerapkan
pola pencairan 2 tahap, yaitu tahap pertama 50% dan tahap kedua 50%. Karenanya kebijakan ADD
sepenuhnya menjadi tugas pemerintah daerah.
16
MODUL KEUANGAN DESA BAB II POKOK–POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Meletakkan rakyat sebagai bagian dari subyek pengelolaan keuangan desa akan dapat mempercepat
pemulihan kembali kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan ekologi desa yang lama telah rusak. Keru-
sakan sistem yang menjauhkan rakyat dari hak mereka untuk terlibat mengurus desa akan segera dapat
disembuhkan manakala ada upaya untuk mengembalikan modal sosial desa. Untuk mengawal im-
plementasi UU Desa terutama dalam pengelolaan keuangan desa, rakyat dan pemerintah desa harus
sadar dan memahami posisi masing-masing.
Berikut gambaran pembagian peran antara masyarakat dan pemerintah desa yang terangkum dalam
matrik di bawah ini:
Sumber : diolah dari Pasal 67 ayat (1) dan (2) UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Sumber : diolah dari Pasal 68 ayat (1) dan (2) UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
17
18
BAB III
TAHAPAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DESA
19
20
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya bahwa tahapan pengelolaan keuangan desa men-
cakup perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban.
APB Desa disusun sebagai dasar pengambilan kebijakan berkaitan dengan anggaran, penentuan
prioritas program, kegiatan dan menjaga kesesuaian dengan (konsistensi) program jangka panjang
dan jangka pendek sebagaimana yang menjadi visi dan misi desa, menjadi arahan operasional bagi
kepala desa, dan menciptakan akuntabilitas, serta mempermudah pengendalian dan pengawasan.
Struktur APB desa terdiri dari : Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Secara lengkap struktur APB
Desa dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
PADes
Pengertian Pendapatan Desa adalah semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupa-
kan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapa-
tan Desa terdiri dari: Pendapatan Asli Desa, Transfer, Bantuan Keuangan, dan pendapatan lain-lain.
Selengkapnya struktur pendapatan desa seperti di bawah ini:
Adapun pengertian belanja adalah semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban
desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa.
Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan Desa.
21
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
BELANJA DESA
Klasifikasi Kegiatan Jenis
• Penyelenggaraan Pemerintahan Sesuai dengan • Belanja Pegawai (pengeluaran peng-
Desa kebutuhan desa hasilan tetap dan tunjangan)
• Pelaksanaan Pembangunan Desa yang telah ditu- • Belanja Desa dan Jasa (Pengeluaran
• Pembinaan Kemasyarakatan Desa angkan dalam dalam rangka pembelian/
• Pemberdayaan Masyarakat Desa Rencana Kerja pengadaan barang atau bangunan
• Belanja Tak Terduga Pemerintah Desa yang nilai manfaatnya lebih dari12
(RKPDesa) bulan
• Belanja Modal (Pengeluaran
dalam rangka pembelian/pengadaan
barang atau bangunan yang man-
faatnya lebih dari 12 bulan
22
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Sedangkan yang dimaksud pembiayaan desa adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan mau-
pun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
23
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Secara singkat perencanaan Rancangan Peraturan Desa APB Desa sampai proses evaluasi Raperdes
APB Desa di tingkat kabupaten atau yang didelegasikan di tingkat kecamatan, dapat digambarkan
sebagai berikut :
Menyampaikan
rancangan Perdes
tentang APBDesa
kepada BPD
Menyusun rancangan
Perdes tentang APB-
Desa
Bagan Penyusunan APBDes menurut Permendagri No. 113/2014, Pasal 21 Ayat (3) & (4), Pasal 22 , Pasal 23
24
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Beberapa hal penting yang perlu diingat dalam proses penyusunan Raperdes APB Desa ada-
lah sebagai berikut :
• Bila Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam 20 hari kerja sejak diterima-
nya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa maka Peraturan Desa tersebut berlaku
dengan sendirinya.
• Bila Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi tidak sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyem-
purnaan paling lama 7 hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi.
• Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti (Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa), Bupati/Walikota membatal-
kan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota. Hal tersebut sekaligus menya-
takan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya dan Kepala Desa hanya
dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa.
• Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa paling lama 7 hari kerja
setelah pembatalan tersebut, selanjutnya Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan
desa dimaksud
• Bila Camat tidak memberikan hasil evaluasi dalam 20 hari kerja, maka Peraturan Desa
tersebut berlaku dengan sendirinya.
• Bila Camat menyatakan hasil evaluasi tidak sesuai dengan kepentingan umum dan perun-
dang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling lama
7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
• Bila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti (Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Pera-
turan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa), Camat menyampaikan usulan
pembatalan Peraturan Desa kepada Bupati/Walikota.
• Ketentuan lebih lanjut tentang pendelegasian evaluasi diatur dalam Peraturan Bupati/
Walikota.
Perdes APB Desa adalah salah satu dari 4 (empat) perdes yang harus dilakukan evaluasi oleh Bupati
sebelum disyahkan dan dituangkan dalam lembaran desa. Ketiga perdes lainnya meliputi: Perdes pu-
ngutan desa, Perdes tata ruang desa dan Perdes struktur organisasi desa. Apabila dalam pelaksanaan
evaluasi Bupati melimpahkan kewenangan evaluasi kepada Camat, maka pelaksanaan evaluasi cukup
dilakukan oleh Camat. Artinya, proses penyusunan APB Desa berhenti di level kecamatan. Sementara,
Bupati hanya memberikan pedoman teknis tentang tata cara evaluasi rancangan APB Desa kepada
Camat.
Secara garis besar tahapan proses perencanaan pengelolaan keuangan desa atau tahapan penyusu-
nan APB Desa yaitu : pencermatan RPJM Desa/ RKP Desa, penyusunan rancangan perdes APB Desa,
penyerahan dari pemerintah desa kepada BPD untuk dibahas, musyawarah anggaran desa, pemba-
hasan dan penyepakatan bersama BPD, Evaluasi Bupati, Penetapan, pengundangan dalam lembaran
desa dan pelaksanaan APB Desa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah desa dan masyarakat dalam proses
penyusunan APB Desa, diantaranya :
• Semua kegiatan koordinasi, konsultasi dan permintaan evaluasi rancangan APB Desa dari Desa
kepada Bupati melalui Camat harus disertai dengan surat pengantar resmi dari desa. Hal ini dikare-
nakan adanya batasan hari dalam proses evaluasi yang wajib dilakukan baik oleh pemerintah desa
maupun tim evaluasi.
• Sangat banyak ditemukan keterlambatan dalam penyusunan APB Desa, sehingga melewati batas
25
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
akhir penetapan APB Desa yaitu tanggal 31 Desember. Agar proses penyelenggaraan pemerintah-
an desa tetap bisa berjalan dan mempunyai legalitas hukum, maka Kepala Desa harus membuat
peraturan Kepala Desa tentang “Pengaturan Pengeluaran Desa Sebelum Ditetapkan Peraturan
Desa Tentang APB Desa Tahun Anggaran 2015”. Meskipun bentuknya peraturan Kepala Desa,
namun BPD tetap diberikan informasi, termasuk masyarakat.
• Jenis pengeluaran desa yang dapat dilakukan sebelum ditetapkan peraturan desa tentang APB
Desa Tahun 2015 besarnya tidak boleh melebihi pagu anggaran APB Desa tahun sebelumnya dan
hanya bersifat mengikat dan operasional perkantoran, seperti :
1. belanja pegawai yang bersifat mengikat (Penghasilan Tetap Kades dan Perangkat Desa) ;
2. belanja alat-alat tulis kantor;
3. belanja pembayaran rekening listrik;
4. belanja pembayaran rekening air;
5. belanja perjalanan dinas; dan
6. belanja lain yang bersifat operasional perkantoran.
• Seluruh kebutuhan anggaran untuk penyusunan APB Desa harus dianggarkan dan tercatat da-
lam APB Desa. Demikian juga dengan keberadaan tim anggaran yang bertugas menyusun, harus
mendapatkan Surat Keputusan dari Kepala Desa.
26
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
• Tahap pertama, pelaksanaan keuangan desa adalah pelaksanaan APB Desa yang meliputi kegiatan
sosialisasi Perdes APB Desa, penyusunan DPA/RAB, pelaksanaan penerimaan, pelaksanaan belanja.
• Tahap kedua, pelaksanaan kegiatan yang meliputi mekanisme pelaksanaan pembangunan dan pi-
hak-pihak yang terlibat, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, permintaan pendanaan, dan
pencairan.
• Tahap ketiga, perubahan APB Desa yang meliputi kegiatan penyusunan rancangan Perkades Peru-
bahan APB Desa, Penetapan Perubahan APB Desa dan sosialisasi peraturan Kepala Desa tentang
Perubahan APB Desa.
27
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Sedangkan berkaitan dengan pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan peraturan Bu-
pati/Walikota dengan berpedoman pada ketentuan perundangan yang berlaku.
Untuk mekanisme pengajuan pendanaan dan pencairan sebagaimana secara detil dapat
dilihat pada bagan di bawah ini:
28
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan APB Desa, antara lain :
• Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja;
• keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus di-
gunakan dalam tahun berjalan;
• Terjadi penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan desa pada tahun berjalan;
• Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan
sosial yang berkepanjangan;
• Perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Dalam satu tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa, APB Desa dapat dilakukan perubahan
hanya satu kali selambat-lambatnya 3 bulan (akhir bulan September) sebelum tahun anggaran berakhir
yang ditetapkan dengan peraturan desa. Apabila setelah Perdes Perubahan APB Desa ditetapkan ada
pendapatan desa yang bersumber dari bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/
Kota serta hibah dan bantuan pihak ketiga yang tidak, maka perubahannya diatur dengan peraturan
kepala desa.
Sedangkan prosedur penyusunan perubahan APB Desa pada prinsipnya sama dengan tahapan dan
prosedur penyusunan APB Desa. Artinya pemerintah desa tetap harus membuka ruang-ruang infor-
masi dan partisipasi publik dalam setiap tahapan proses penyusunan. Meskipun perubahan APB Desa
berbentuk peraturan kepala desa, tetapi BPD dan masyarakat tetap mempunyai hak mendapatkan
informasi.
Tahapan yang dilakukan adalah mulai dari penyusunan RKA RAPB Desa Perubahan atau lazim disebut
RKA Perubahan-Desa (RKA P-Desa), penyusunan ringkasan dan rincian APB Desa perubahan, penyusu-
nan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang Perubahan APB Desa, musyawarah anggaran desa dan
penyusunan Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran Desa atau disingkat DPPA-Desa.
(contoh format perubahan APB Desa dapat dilihat pada lampiran format A; A.1)
Secara lengkap alur penyusunan perubahan APB Desa dapat dilihat dalam siklus di bawah ini:
29
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Dokumen penatausahaan adalah dokumen resmi milik pemerintah desa. Dokumen tersebut dapat ber-
fungsi sebagai sumber data untuk keperluan pemeriksaan/audit, dan sebagai barang bukti apabila
diperlukan dalam proses hukum, manakala terjadi dugaan penyelewengan keuangan atau tindak pi-
dana lain terkait keuangan desa.
Penyimpangan dan manipulasi bisa terjadi karena disengaja oleh pembuatnya dengan maksud untuk
memuaskan kepentingan diri dan kelompoknya atau tidak disengaja karena dipaksa oleh keadaan,
seperti tekanan dari atasan atau aturan yang tidak jelas. Ditambah lagi dengan kenyataan selama ini
yang selalu menggantungkan tugas dan kewajiban untuk melengkapi syarat administrasi keuangan
pada perintah atasan.
Agar para pejabat pengelola keuangan desa, khususnya bendahara yang mempunyai tugas penatau-
sahaan, terhindar dari persoalan-persoalan akuntabilitas, maka harus diperhatikan beberapa ketentuan
pokok dalam penatausahaan berikut ini:
1. Rekening Desa
• Rekening Desa dibuka oleh pemerintah desa pada bank pemerintah atau bank pemerintah
daerah atas nama pemerintah desa. Khusus desa yang belum memiliki layanan perbankan di
wilayahnya akan diatur oleh Pemerintah Kab/Kota
• Spesimen tanda tangan pada rekening desa atas nama kepala desa dan bendahara desa dengan
jumlah rekening sesuai kebutuhan
2. Penerimaan Desa
Penerimaan desa sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014, Bab V, Bagian Kedua Pelaksa-
naan, Pasal 24, 25, dan 26 maka harus tertib administrasi dan taat peraturan, bahwa penerimaan
desa :
• Disetorkan langsung oleh Bendahara Desa ke Rekening Desa dan didukung bukti yang lengkap
dan sah.
• Disetorkan langsung oleh pemerintah supra desa atau pihak ketiga ke Rekening Desa.
• Dipungut oleh petugas yang selanjutnya dapat diserahkan kepada Bendahara Desa atau disetor
langsung ke rekening desa.
• Pungutan dapat dibuktikan dengan :
1. Karcis pungutan yang disahkan oleh Kepala Desa
2. Surat tanda bukti pembayaran oleh pihak ketiga
3. Bukti pembayaran lainnya yang sah
• Penerimaan oleh Bendahara Desa harus disetor ke Rekening Desa paling lambat tujuh hari kerja
dibuktikan dengan surat tanda setoran.
• Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai pemasukkan selain yang ditetapkan da-
lam Peraturan Desa.
30
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
• Bendahara dapat menyimpan uang di Kas Desa dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
3. Pengeluaran Desa
Pengeluaran desa sesuai dengan Permendagri No. 113/2014, Bab V, Bagian Kedua Pelaksanaan,
Pasal 24, 25, dan 26 maka pengeluaran desa :
• Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan dengan peraturan desa tentang APB-
Desa atau peraturan desa tentang Perubahan APBDesa.
• Pengeluaran dilakukan melalui pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
• Pengeluaran desa tidak dapat dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa
ditetapkan.
• Pengeluaran desa tidak termasuk untuk Belanja Pegawai yang bersifat mengikat dan operasional
perkantoran.
Melihat begitu rumit dan beratnya tugas penatausahaan, maka banyak hal yang benar-benar harus
dipersiapkan. Misalnya, bagaimana prosedur penerimaan melalui bendahara, melalui bank, tata cara
pencatatan dalam buka kas, buku kas bantu, buku bank, buku pajak, bukti transaksi dan lain-lain. Hal
yang lebih penting juga bagaimana membangun mekanisme transparansi, partisipasi, dan akuntabili-
tas dalam setiap tugas penatausahaan keuangan desa. Proses partisipasi yang sudah dibangun sangat
baik, akan dengan mudah “dimanipulasi” melalui selembar dua lembar kerta bukti transaksi jika tidak
dibarengi dengan komitmen yang tinggi.
(Contoh format buku kas umum, buku bantu pajak, dan buku bantu bank dapat dilihat pada lampiran
format F.1; F.2; F.3)
31
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Guna menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, salah satu tahapan penting yang harus
dibangun mekanismenya dengan baik adalah mengenai pelaporan pengelolaan keuangan desa.
Pelaporan sebagai suatu alat pengendali, mempunyai fungsi untuk melakukan pengawasan secara
periodik capaian pelaksanaan kegiatan, sekaligus sebagai perangkat evaluasi.
Pelaporan keuangan desa diupayakan secara selalu menyajikan data yang valid, akurat dan terkini,
sistematis, ringkas, sederhana dan jelas serta tepat waktu sesuai yang diatur peraturan perunda-
ngan. Dan yang terpenting bahwa pelaporan yang disusun harus dilakukan sendiri oleh desa sesuai
tugas pokok dan fungsinya. Tidak bisa lagi desa selalu bergantung dengan pihak lain hanya karena
alasan “keterbatasan SDM” perangkat desa.
Jenis pelaporan keuangan desa setiap tahun dikelompokkan menjadi 2 tahap, yaitu :
Laporan Semester Pertama yaitu Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa Semester Pertama yang
disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Juli tahun
berjalan.
(Contoh Format laporan realisasi pelaksanaan APB Desa semester pertama dapat dilihat ada lampi-
ran format G.1)
Laporan Semester Akhir Tahun, yaitu Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester Kedua/
Laporan Semester Akhir Tahun yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling
lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.
(contoh format laporan realisasi pelaksanaan APB Desa semester akhir tahun dapat dilihat pada
lampiran G.2)
Selain itu, Kepala Desa juga harus melampirkan Neraca Keuangan Desa dan Laporan Pengelolaan
Kekayaan Milik Desa bersamaan dengan penyampaian laporan semester akhir tahun.
(Contoh format laporan neraca keuangan desa dan pengelolaan kekayaan desa dapat dilihat pada
lampiran format H.1; H.2)
2. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban adalah suatu sikap atau tindakan untuk menanggung segala akibat dengan
perbuatan atau segala resiko ataupun konsekuensinya. Kepala desa sebagai pemimpin penyeleng-
gara pemerintahan desa juga harus melakukan pertanggungjawaban baik kepada bupati, BPD,
dan terutama kepada masyarakat. Pada dasarnya pertanggungjawaban ini dilakukan dalam rangka
meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan yang baik.
32
MODUL KEUANGAN DESA BAB III TAHAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Bagi masyarakat desa, pertanggungjawaban diarahkan untuk mewujudkan harapan dan ke-
percayaan terhadap kualitas penyelenggaraan pemerintahan desa. Maka untuk itu yang mesti
dilakukan oleh para penyelenggara pemerintahan desa diantaranya memberikan pertang-
gungjawaban publik melalui sarana informasi yang lebih mudah diakses masyarakat dan ber-
sedia menerima segala kritik dan masukan dari masyarakat. Kepercayaan ini harus dijaga dan
dipelihara dalam ruang-ruang partisipasi agar penyelenggaraan pemerintahan desa makin
demokratis.
Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa merupakan bagian tidak ter-
pisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam laporan tersebut seka-
ligus dilampirkan Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran berke-
naan dan Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.
(Contoh format laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa dapat dilihat
pada lampiran format H)
33
34
BAB IV
TIM PENGELOLA
KEUANGAN DESA
A. Struktur Tim Pengelola
B. Tugas Pokok dan Fungsi
C. Unsur-Unsur yang Terlibat
35
36
MODUL KEUANGAN DESA BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA
BAB IV
Pengelolaan keuangan desa merupakan tugas yang melekat pada seluruh aparatur pemerintah desa
mulai dari kepala desa, sekretaris desa, bendahara desa sampai dengan perangkat desa lain yang men-
jadi bagian dari pelaksanaan keuangan desa. Sebagai tim pengelola keuangan desa, seluruh tanggung
jawab untuk menjaga kelancaran dan ketertiban pengelolaan keuangan desa menjadi tugas kolektif.
Penumpukan kerja pada satu atau dua orang akan menjadi beban yang akan membuka peluang peny-
impangan dan hambatan dalam pengelolaan.
Kepatuhan terhadap prosedur pengelolaan keuangan desa yang dibangun mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, sampai dengan pelaporan dan pertanggungjawaban harus mampu dija-
ga oleh tim pengelola keuangan desa. Karenanya antar anggota tim pengelola harus memahami tugas
pokok dan fungsi masing-masing. Seluruh tim pengelola harus memiliki komitmen untuk menjaga
ritme kerja sesuai dengan mandat yang diberikan.
Berbagai persoalan selalu muncul pada saat pelaksanaan keuangan desa, jika ada salah satu unsur
dalam tim pengelola yang tidak punya komitmen dan tidak konsisten terhadap prosedur kolektif yang
telah disepakati. Bahkan, bila mereka saling berebut kekuasaan maka dapat menimbulkan kekacauan
tugas pokok yang semestinya dijalankan. Kondisi demikian, acapkali menjadi penyebab terjadinya keti-
dakpatuhan dalam setiap tahapan pengelolaan keuangan desa.
Penyimpangan prosedur yang secara sengaja dilakukan oleh salah satu anggota tim pengelola akan
menyebabkan “manipulasi keuangan desa.” Seperti pencatatan transaksi yang tidak sesuai dengan
tanggal pelaksanaan transaksi, penggelembungan harga dan volume, menurunkan standar kualitas
pembangunan, dan melakukan manipulasi partisipasi. Problem seperti ini masih menjadi hal mendasar
yang dialami desa. Bahkan seolah-olah sudah dianggap sebagai persoalan biasa yang tidak memiliki
dampak hukum apa pun.
Dalam upaya mendorong peningkatan kualitas tata kelola keuangan desa yang sesuai dengan UU
Desa, desa harus segera bangkit dari keterpurukan tersebut. Desa harus memiliki optimisme dan keya-
kinan bahwa sumber daya manusia desa memiliki kemampuan yang dibutuhkan. Persoalannya hanya
pada bagaimana segenap tim pengelola keuangan desa mempunyai kesadaran untuk selalu mening-
katkan kapasitas dirinya. Terutama anggota tim pengelola bisa memahami dan dapat menjalankan
tugas sesuai beban kerja dan tanggungjawab masing-masing dengan tetap menjalin koordinasi dan
soliditas dalam melakukan pekerjaan. Itulah pentingnya perumusan sebuah struktur kerja tim pengelola
beserta seluruh tata laksana yang diperlukan tim.
37
MODUL KEUANGAN DESA BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA
Gambaran lengkap struktur organisasi pemerintah desa dan struktur tim pengelola keuangan desa
adalah sebagaimana bagan di bawah ini:
38
MODUL KEUANGAN DESA BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA
Bendahara Desa
• menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan mempertanggung-
jawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan desa dalam rangka pelak-
sanaan APB Desa
39
MODUL KEUANGAN DESA BAB IV TIM PENGELOLA KEUANGAN DESA
Hal penting yang harus diperhatikan dalam setiap upaya melakukan pengangkatan tim pengelola
keuangan desa adalah selalu memperhatikan proporsi antara keterwakilan perempuan. Sangat dimung-
kinkan dalam struktur pengelola keuangan desa, para aparatur desa didominasi oleh laki-laki dan tidak
satupun perempuan yang menjadi perangkat desa. Oleh karena itu, sangat tepat apabila dalam me-
ngangkat anggota pelaksana kegiatan dari unsur masyarakat diprioritaskan dari kelompok perempuan.
40
BAB V
KETERLIBATAN MASYARAKAT
DALAM PENGELOLAAN
KEUANGAN DESA
41
MODUL KEUANGAN DESA BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
42
MODUL KEUANGAN DESA BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
BAB V
KETERLIBATAN MASYARAKAT
DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Implementasi UU Desa memberikan ruang dan peluang yang sangat besar kepada desa untuk me-
ngatur dan mengurus rumah tangganya sendiri atas dasar prakarsa lokal desa. Kemampuan keuangan
desa sebagai modal untuk menjalankan roda kehidupan di desa diharapkan semakin meningkat secara
bertahap. Ketika kewenangan desa bertambah besar maka kapasitas keuangan (fiskal) yang dimiliki
juga harus sebanding dan tanggung jawab bagi pemerintah desa semakin besar. Perubahan kebijakan
yang seperti itu sangat memungkinkan bagi desa untuk bisa mengembangkan dirinya, terutama dalam
mengatur dan mengurus masyarakatnya agar lebih sejahtera.
Perubahan kedudukan desa dari “penerima perintah atau obyek” menjadi “pelaku utama atau subyek”
pemerintahan dan pembangunan tidak serta-merta menjadikan desa mengubah paradigmanya. Hal ini
bisa dipahami karena desa sudah puluhan tahun diposisikan sebagai subsistem pemerintahan kabupat-
en/kota. Desa seolah hanya merupakan kepanjangan tangan dari kecamatan dan kabupaten. Padahal
secara nyata sejak terbitnya UU 22/1999 dan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, kedudukan
desa sudah harus berubah. Desa merupakan satu kesatuan wilayah hukum tersendiri dalam NKRI.
Sebagai wilayah yang memiliki kedaulatan hukum, maka kebijakan lokal desa yang dirumuskan ber-
sama masyarakat niscaya menjadi produk hukum desa yang sah. Dalam pelaksanaannya juga tidak
selalu harus menunggu “dawuh” atasan. Karena itu, peran aktif masyarakat dalam mengawal setiap
tahapan proses perumusan kebijakan desa menjadi syarat penting membangun eksistensi desa yang
lebih mandiri dan berdaulat. Desa tidak terus menerus harus menunggu “perintah” dalam menjalankan
roda pemerintahan dan pembangunan serta pemberdayaan masyarakat. Tetapi, harus berusaha keras
menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas lokal desa.
Dalam demokrasi desa tidak dibutuhkan lagi sistem perwakilan, masyarakat bisa secara langsung ber-
hadapan dengan para pemegang pemerintahan di desa. Partisipasi masyarakat merupakan sebuah wa-
hana paling strategis untuk menjadi alat dalam menumbuhkan rasa saling percaya antara pemerintahan
desa dengan masyarakat yang dipimpinnya.
Problem besarnya adalah apakah desa sudah benar-benar siap mengembalikan nilai-nilai demokrasi lo-
kal desa atas dasar modal sosial yang telah dimiliki selama ini? Kenyataannya adalah desa sudah cukup
lama “terbelenggu” dalam sistem “sentralistik” yang instruksional. Sehingga desa seakan-akan lupa
pada jati dirinya sebagai sebuah pemerintahan yang memiliki kewenangannya sendiri.
Tekad untuk memosisikan masyarakat desa menjadi bagian dari pelaku utama penyelenggaraan pe-
merintahan dan pembangunan di desa harus dimiliki bersama antara aparatur desa dan masyarakat-
nya. Meskipun berat, tetapi komitmen tersebut harus menjadi dasar setiap pihak yang ada di desa dan
dengan dukungan dari pemerintahan lebih atas. Apapun usaha baik desa jika yang lebih atas tetap
memosisikan desa sebagai “bawahan” dan “dinomorduakan”, tidak akan membuahkan hasil baik.
Komitmen meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan desa harus terus terkawal meskipun ter-
kadang ada kendala instruksi dari atas. Kekuatan masyarakat dalam berpartisipasi wajib terus didorong
agar tetap memiliki kepedulian terhadap desa. Masyarakat harus paham terhadap hak-haknya dalam
setiap tahapan proses pengambilan kebijakan pengelolaan keuangan desa. Dengan demikian, ma-
syarakat akan lebih mudah menangkap peluang, peran, dan langkah-langkah untuk berpartisipasi yang
lebih berkualitas.
43
MODUL KEUANGAN DESA BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Untuk memberikan jaminan peluang masyarakat atas penerapan asas TPA, diperlukan kepastian infor-
masi ruang-ruang publik dan persyaratan yang harus dimiliki oleh masyarakat. Dengan demikian, pe-
nerapan TPA tidak sebatas wacana tetapi benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat melalui pe-
ningkatan pelayanan publik oleh pemerintahan desa. Semakin besar manfaat yang dirasakan langsung
oleh masyarakat, maka kepercayaan atau trust antara pemerintahan desa dengan masyarakatnya
menjadi semakin kuat. Lebih jelasnya penerapan TPA antara peluang dan prasyarat keterlibatan mas-
yarakat, sebagai berikut :
Transparansi
Peluang : masyarakat mendapatkan informasi atas rencana tahapan dan proses pengelolaan keuan-
gan desa, mulai dari penyusunan RAPB Desa, Pelaksanaan APB Desa, Penatausahaan keuangan desa,
laporan kemajuan pendapatan dan pengeluaran keuangan desa yang diumumkan secara berkala oleh
pemerintah desa melalui Bendahara Desa kepada warga desa serta ringkasan pertanggungjawaban
realisasi APB Desa.
Prasyarat : tim pengelola keuangan desa harus memiliki kemampuan mengelola informasi keuangan
desa menjadi informasi publik yang mudah diakses dan dipahami masyarakat desa. Sedangkan ma-
syarakat desa harus memiliki kapasitas pengetahuan dan ketrampilan membaca kebijakan keuangan
desa.
Partisipasi
Peluang : masyarakat desa dapat menjadi bagian dari keanggotaan tim penyusun RAPB Desa, sebagai
anggota pelaksana kegiatan, tim monitoring dan pengawasan, tim pemeliharaan, dan dapat memban-
tu dalam penyusunan RAB serta menyelaraskan laporan kemajuan penyerapan dana kegiatan pada
Buku Kas Pembantu Kegiatan dan Buku Kas Umum di desa.
Prasyarat : tim pengelola keuangan desa memiliki komitmen dan mau bekerjasama dengan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan desa. Bagi masyarakat harus memiliki pengeta-
huan dan kemampuan teknis dalam setiap tahapan siklus pengelolaan keuangan desa.
Akuntabilitas
Peluang : masyarakat dapat melakukan pengawasan secara partisipatif baik aktif maupun pasif dalam
setiap tahapan pengelolaan keuangan desa. Momen pelaporan dan pertanggungjawaban Kepala Desa
merupakan ruang paling strategis yang harus dijadikan forum publik di desa.
Prasyarat : tim pengelola keuangan desa memiliki kesadaran bahwa uang desa adalah uang rakyat
yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat secara langsung. Sehingga tim harus memiliki ke-
mampuan teknis mengelola keuangan desa sesuai tahapan dengan baik. Sementara masyarakat desa
dituntut memiliki pengetahuan melakukan pengawalan secara kolektif dan kritis serta memahami tata
cara penyampaian pengaduan manakala terjadi penyimpangan dengan tetap menjaga kondisi yang
aman di desa.
Kondisi aman, tenteram dan nyaman akan tetap terjaga apabila mampu mengedepankan nilai-nilai ke-
bersamaan yang diwujudkan dalam prinsip-prinsip TPA untuk memutuskan kebijakan di desa. Karena-
nya, seluruh pihak yang ada di desa, baik unsur pemerintah, BPD, Lembaga Desa dan masyarakat harus
memiliki cita-cita bersama membangun desa lebih baik. Semangat kebersamaan itulah yang nantinya
diharapkan dapat mengembalikan jati diri desa yang salah satunya diwujudkan melalui forum rembug
desa atau musyawarah desa.
44
MODUL KEUANGAN DESA BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Untuk mewujudkan cita-cita di atas, salah satu syaratnya dengan meningkatkan kinerja kelembagaan
di tingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan ma-
syarakat, Pemerintah Desa dan BPD. Badan Permusyawaratan Desa memiliki tugas penting untuk
memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa. Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa disebut-
kan bahwa “Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah forum musyawarah antara
Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh
Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa”.
Hal-hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud meliputi : penataan Desa, perencanaan Desa,
pengelolaan keuangan desa, kerja sama Desa, rencana investasi yang masuk ke Desa, pembentukan
BUM Desa, penambahan dan pelepasan aset Desa, dan, kejadian luar biasa. Pelaksanaan musyawarah
desa paling sedikit dilaksanakan 1 kali dalam satu tahun dan atau sesuai kebutuhan desa.
Musyawarah Desa atau Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam
berita acara keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pe-
merintah Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa. Karena itu, seluruh anggota BPD
dituntut memiliki kemampuan, baik pengetahuan maupun ketrampilan dalam mengelola penyeleng-
garaan musyawarah desa yang demokratis.
Tanggung jawab BPD tidak sekedar panitia pelaksana, tetapi dituntut untuk menjaga dan melindungi
hak-hak masyarakat yang akan menjadi “masukan” pembahasan musyawarah desa. Selain itu, BPD se-
bagai perwakilan dari masyarakat wajib menjaga kualitas pelaksanaan musyawarah dengan cara mem-
berikan pembekalan pengetahuan masyarakat. Modal pengetahuan masyarakat sangat dibutuhkan
dalam proses pengambilan keputusan yang selalu mencerminkan keberpihakan terhadap masyarakat.
Menjadikan aspirasi dan keterlibatan masyarakat pada setiap proses pengambilan keputusan di desa
melalui Musyawarah Desa hakikatnya mengembalikan “kedaulatan rakyat”. Dengan demikian, rakyat
desa akan mempunyai peran yang lebih strategis sebagai bagian dari pelaku utama yang aktif dan kri-
tis. Rakyat tidak boleh lagi hanya sebagai “penonton” dan penerima manfaat yang pasif, tetapi harus
mampu menumbuhkan prakarsa dan gerakan partisipasi dalam membangun desanya.
Hal mendasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan musyawarah desa adalah :
• Memahami hak dan kewajiban;
• Memahami dan mematuhi tata tertib musyawarah desa yang telah disepakati bersama;
• Memahami tahapan pelaksanaan musyawarah desa;
• Mempersiapkan materi yang akan dibahas;
• Kepanitian dan agenda pembahasan musyawarah desa;
• Ketersediaan pendanaan;
• Memperhatikan keadilan peserta musyawarah yang akan diundang, dan
• Mengawal dan mensosialisasikan hasil keputusan musyawarah desa.
Guna memberikan hasil yang optimal dalam setiap kali musyawarah desa, maka peran aktif seluruh un-
sur kelembagaan masyarakat desa menjadi sangat penting. Kehadiran kelembagaan masyarakat desa
dapat memainkan peran dan fungsinya sesuai beban kerja yang dimiliki. Pembentukan lembaga ini
tidak boleh hanya sebatas menjadi alat kekuasaan Kepala Desa dan atau BPD, tetapi harus mampu
mendorong keberdayaan masyarakat desa secara menyeluruh.
45
MODUL KEUANGAN DESA BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Lembaga kemasyarakatan Desa berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat Desa dalam pemban-
gunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi
dan transparansi di tingkat masyarakat serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif
dalam kegiatan pembangunan.
Keahlian para pengurus lembaga kemasyarakatan desa dalam mengelola dinamika organisasi/lemba-
ganya senantiasa dapat mendorong berkembangnya swadaya dan gotong royong masyarakat desa.
Proses pembelajaran kedewasaan masyarakat berdemokrasi di desa hendaknya dijadikan kerangka
kerja utama para pengurus yang telah mendapatkan mandat. Amanah rakyat pada hakikatnya sebuah
kepercayaan yang harus dibarengi dengan tanggung jawab kerja yang sebanding.
Meskipun keberadaan lembaga kemasyarakatan desa sebagai mitra kerja pemerintah desa, akan tetapi
tetap harus menjaga kemandirian dan kebebasan dalam bekerja. Tidak bisa dibenarkan adanya alasan
bahwa sebagai mitra pemerintah desa maka “hidup mati“ membela Kepala Desa dan Perangkat Desa
tetapi mengabaikan hak-hak rakyat desa. Justru sebaliknya, pembentukan lembaga tersebut diharap-
kan mempercepat saluran partisipasi masyarakat dari bawah ke atas.
Dalam proses pembentukan lembaga kemasyarakatan desa, hendaknya selalu mengedepankan prin-
sip-prinsip keterbukaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif. Kebutuhan membentuk sebuah lem-
baga tetap mengutamakan kebutuhan lokal desa bukan titipan atau perintah dari pemerintah lebih
atas. Banyak ditemukan pembentukan lembaga kemasyarakatan desa yang dipaksakan dari atas, hanya
menambah beban desa. Sehingga banyak sekali lembaga kemasyarakatan desa tinggal sebuah nama.
Yang sangat penting diperhatikan juga, bahwa dalam memilih atau menetapkan pengurus, harus terja-
di pemerataan diantara unsur masyarakat. Penumpukkan tugas pengurus kepada segelintir orang tidak
akan membawa hasil positif dalam perjalannya. Kebiasaan buruk desa yang selalu memberikan ke-
percayaan dan membebankan pada orang-orang yang dianggap “bisa dan mau” sudah salah kaprah.
Apalagi tidak pernah mencoba memberikan kesempatan pada yang lain, justru semakin berdampak
buruk pada perjalanan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa.
46
LAMPIRAN
47
48
MODUL KEUANGAN DESA
49
MODUL KEUANGAN DESA
50
MODUL KEUANGAN DESA
51
MODUL KEUANGAN DESA
52
MODUL KEUANGAN DESA
53
MODUL KEUANGAN DESA
54
MODUL KEUANGAN DESA
55
MODUL KEUANGAN DESA
56
MODUL KEUANGAN DESA
57
MODUL KEUANGAN DESA
58
MODUL KEUANGAN DESA
59
MODUL KEUANGAN DESA
60
MODUL KEUANGAN DESA
61
MODUL KEUANGAN DESA
62
MODUL KEUANGAN DESA
63
MODUL KEUANGAN DESA
64
MODUL KEUANGAN DESA
65
MODUL KEUANGAN DESA
66
MODUL KEUANGAN DESA
67
MODUL KEUANGAN DESA
68
MODUL KEUANGAN DESA
69
MODUL KEUANGAN DESA
70
MODUL KEUANGAN DESA
71
MODUL KEUANGAN DESA
72
MODUL KEUANGAN DESA
73
MODUL KEUANGAN DESA
74
MODUL KEUANGAN DESA
75
MODUL KEUANGAN DESA
Tentang Penulis
Yusuf Murtiono
Isu desa dan tata kelola keuangan desa mejadi fokus kajian
Yusuf. Ia aktif di Forum Masyarakat Sipil (Formasi) Kebumen.
Aktivitas Yusuf dalam beberapa tahun terakhir santara lain
sebagai Tim Konsultan Pro-Poor Planning, Budgeting and
Monitorting Assestment di Wakatobi, Kupang, dan Gorontalo;
Tim Tehnical Assistensi Building Better Budget for Women and
the Poor di Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,
Gorontalo (2011-2013), Direktur program piloting pembentukan
Tim Koordinasi Percepatan penanggulangan Kemiskinan dan
Sistem Informasi Desa (SID) Kabupaten Kebumen. Yusuf juga
sering menjadi narasumber maupun fasilitator berbagai pelati-
han untuk implementasi UU Desa.
Yusuf dapat dihubungi melalui : yusufmurtiono@yahoo.com
76