Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi merupakan sarana penting untuk masyaarakat, salah satunya adalah jalan raya,
terdiri dari

a. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum.
b. Jalan khusus adalah jalan selain daripada yang termasuk di atas.
c. Jalan tol adalah jakan umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban membayar
tol.

Klasifikasi dan spesifikasi jalan raya dapat dibedakan menurut fungsi pelayanannya, menurut
kelas jalan, menurut keadaan topografi, penggolongan layanan administrasi dan menurut jenis-jenis
jalan raya.

1.2 Tujuan Penulisan Laporan


Adapun tujuan penulisan laporan tugas ini ialah sebagai berikut :

a. Memperdalam ilmu dan pemahaman mengenai mata kuliah Teknik Jalan Raya.

b. Memberikan gambaran kepada mahasiswa dalam mengolah data yang di dapat dengan
perhitungan-perhitungan yang menunjang, lengkap dengan teori yang memenuhi kaidah-
kaidah perencanaan.

c. Mengetahui cara penerapan prinsip-prinsip ilmu Jalan Raya.

d. Untuk melengkapi dan memenuhi syarat dalam menempuh mata kuliah GeometriJalan Raya.

1.3 Metode Pengumpulan Data


Dalam penyusunan tugas mata kuliah Teknik Jalan Jalan Raya ini, penyusun memperoleh
data yang diperlukan berdasarkan kegiatan studi literature atau studi kepustakaan, yaitu data yang
dihimpun diperoleh dari hasil membaca dan mempelajari buku-buku sumber dan juga melakukan
kegiatan browsing secara online yang relevan sesuai dengan tema yang dibahas dalam laporan ini.

1.4 Sistematika Penulisan Laporan


Dalam penyajiannya sebagai tugas mata kuliah Geometri Jalan Raya, dibahas dan dijelaskan
dengan sistematika penulisan seperti berikut ini :

1
BAB I PENDAHULUAN

Mengenai latar belakang, tujuan penulisan, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Berupa teori dan pemahaman konsep mengenai Geometri Jalan Raya.

BAB III PEMBAHASAN

Berisi tentang perhitungan Alinyemen Horizontal, Alinyemen Vertikal serta Galian dan Timbunan

BAB IV PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran-saran dari hasil perhitungan geometrik jalan raya.

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Perkembangan Jalan
Jalan Raya memiliki sejarah perkembangan bermula dari yang tadinya hanyalah beupa bekas
jejak berubah disebabkan karena manusia memiliki hasratuntuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Jalan dibuat karena manusia perlu bergerak dan berpindah-pindah dari suatu tempat
ketempat lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan melindungi dari cuaca iklim dan

2
gangguan binatang buas,Selain itu juga jejak jalan tersebut berfungsi sebgai penuntun arah dan
menjadikan jejak jalan semakin melebar dikarenakan seringa berpindah-pindahnya mereka.

Kemudian kurang lebih 5000 tahun yang lalu, untuk keperluan tukar menukar barang pokok
mereka mulai menggunakan jalur jalan secara tetap yang berfungsi sebagai jalan prasarana sosial
dan ekonomi.

Dari sejarah perkembangan peradaban manusia dan dari berbagai penemuan para pakar
transportasi tentang sejarah perkembangan jalan dapatlah diketahui bahwa :

1. Jalan pertama yang menggunakan perkerasan ditemukan didaerah Mesopotamia yang


dibangun kurang lebih 3500 SM. Penemuan ini dipandang sebagai awal dari sejarah
keberadaan jalan raya.
2. Jalan dan susunan blok-blok batu besar ditemukan diantara Babilonia hingga Mesir yang
diperkirakan dibangun 2500-2568 SM yang berfungsi untuk mengangkut batu-batu besar
dalam membangun Great Pyramid.
3. Dipulau Crate (Kereta)Yunani ditemukan jalan yang diperkeras dari batu-batuan yang
dibuat kurang lebih 1500 SM.
4. Diwilayah Babilonia ditemukan permukaan jalan yang dibuat berlapis-lapis yaitu dari
lapisan tanah dasar yang diatasnya disusun lapisan batu-batu besar, batu beronjol
dicampur mortar, batu kerikil dan kemudian ditutup dengan batu Plat.
Kekaisaran Romawi mengalami kejayaan dalam membangun jalan pada tahun 753- 476 SM. Hal
tersebut berdasarkan atas berbagai penemuan antara lain :

a. Penemuan danau aspal Trinidad oleh Sir Walter Religh Tahun 1595, dimana dengan bahan
temuan tersebut dapat dipergunakan untuk memperkeras lapisan permukaan jalan.
b. Pierre Marie Jereme Tresaquet memperkenalkan konstruksi jalan dari batu pecah pada
periode th 1718 – 1796.
c. Metode perinsip desak diperkenalkan oleh orang Scotlandia yaitu pada tahun 1790 yaitu
Thomas Telford.
d. Th 1815 Jhon london Mc adams memperkenakan prinsip tumpang tindih atau konstruksi
Makadam.
e. Penemuan mesin penggilas (stom roller) ditemukan th 1860 oleh Lemoine.

2.1.1 Jalan Raya Modern

Pada tahun 1908 di Paris didirikan lembaga petemuan tetap internasional yang menetapkan
norma-norma dan ketentuan pembangunan jalan raya dan pada tahun 1914 didirikan pula
perserikatan pejabat jalan raya dan transportasi negara-negara bagian di Amerika. Dan penggunaan
aspal sebagai perkerasan dimulai sejak 1920 sehingga pada tahun 1935 pembangunan jalan raya

3
mulai dikembangkan berdasarkan bidang spesialisasi keilmuan, yaitu bidang perencanaan geometri
jalan raya dan bidang peencanaan konstruksi perkerasan jalan raya.

Perkembangn jalan raya di indonesia dimulai sejak jaman kerajaan Tarumanegara mulai
tahun 400- 1519 M. Pada masa itu jalan dibuat untuk menunjang kegiatan perdagangan yaitu untuk
mengangkut barang dagangan dan mengangkut bahan-bahan untuk pembuatan candi sebagai
sarana ibadah. Dan dengan kedatangan VOC th 1965 turut memperbanyak jalur jalan. Pada jaman
pemerintahan gubernur jenderal Daendless dibangun jalan antara anyer, panarukan. Jalan ini
dibangun untuk kepentingan strategi militer perang dan juga bertujuan untuk menjangkau daerah
terpencil dan untuk mendorong pertumbuhan sosial ekonomi dan budaya masyarakat.

Jalan yang dibangun sejak jaman VOC setelah jaman kemerdekaan oleh pemerintah jalan
raya itu sebagai berikut :

a. Diperbesar, kualitas konstruksi ditingkatkan dengan tujuan untuk pelayanan lalu lintas
dengan klasifikasi cepat, aman, nyaman.
b. Jalan yang ada diperbaiki, desain geometri diperbaiki.
c. Membuka isolasi terpencil maka dibangun jalan raya baru untuk meningkatkan sosial
ekonomi.

Tujuan jalan raya di Indonesia meliputi adalah sebagai berikut :

a. Sebagi sarana transportasi untuk menjamin stabilitas ekonomi dan keamanan negara.
b. Untuk mendorang pertumbuhan dan perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya.
c. Sebagai pengembangan jaringan sistem pelayaran transportasi perkotaan untuk berbagai
aktifitas masyarakat, yang dikembangkan adalah metoda transportasi modern yaitu
dengan jalan door to door.

2.1.2 Geometrik Jalan Raya


Geometrik merupakan membangun badan jalan raya diatas permukaan tanah baik secara
vertikal maupun horizontal dengan asumsi bahwa badan/bentuk permukaan bumi adalah tidak
rata. Tujuannya adalah menciptakan hubungan yang baik antara waktu dan ruang menurut
kebutuhan kendaraan yang bersangkutan, menghasilkan bagian-bagian jalan yang memenuhi
persyaratan kenyamanan, keamanan, serta nilai efisiensi yang optimal. Dalam membangun jalan
raya itu dipengaruhi oleh topografi, sosial, ekonomi dan masyarakatnya.

Beberapa hal yang menyangkut geometri jalan raya ialah sebagai berikut :

 Pemahaman konseptual

1. Aliyement horizontal yaitu garis proyeksi sumbu jalan yang diasumsikan tegak lurus atau sejajar
dengan bidang gambar.

4
a. Jalan raya dipandang pada suatu bidang datar merupakan sumbu jalan (garis sumbu jalan)
rangkaian dari garis-garis lurus. Tiga syarat pokok pada jalan yang akan dirancang
(geometris) yaitu; Nyaman, Aman, Efisien/ekonomis.
b. Tikungan atau titik belok.
c. Lengkung horizontal.
d. Kemiringan melintang atau super elevasi.
e. Pelebaran tikungan, khusus mengamati pergeseran antara roda muka dengan roda belakang.
f. Penomoran jalan (stasioning), penempatan titik station yang digunakan untuk keperluan
desain.

2. Aliyement vertikal yaitu seakan-akan jalan itu naik dan turun atau tegak lurus bidang gambar. Ada
beberapa yang harus diperhatikan yaitu :

a. Lengkung perlalihan vertikal.


b. Cut and fill (penimbunan dan penggalian tanah).
c. Drainase.
d. Bahu Jalan

2.1.3 Klasifikasi Jalur Lalu-Lintas


Berhubungan dengan perbedaan kecepatan kendaraan yang menggunakan jalan raya, maka
jalan raya itu dibagi dalam berbagai jalur lalu lintas, yaitu:

1. Jalur lalu lintas pejalan kaki (trotoir di dalam kota bahu-bahu di luar kota).

2. Jalur lalu lintas untuk sepeda.

3. Jalur lalu lintas untuk sepeda motor.

4. Jalur lalu lintas untuk mobil. truk dan kendaraan lain yang sejenis.

• Lebar Jalur Lalu-Lintas Untuk Sepeda

Lebar jalur lalu lintas untuk sepeda ditetapkan 0,75 m karena ukuran lebar sepeda berikut
pengendaranya kurang lebih 0,60 m.

• Lebar Jalur Lalu-Lintas untuk Sepeda Motor

Lebar jalur lalu lintas untuk sepeda motor ditetapkan 1 m. Tetapi jika lalu lintas kendaraan ini
digabungkan dengan lalu lintas kendaraan penumpang lainnya (mobil dll.), maka haruslah lebar jalur
itu ditambah dengan 1-1,5 m. Kalau lalu lintas sepeda motor itu harus diperbesar maka lebar jalur
lalu lintas itu harus diperbesar menurut keperluan.

• Lebar Jalur Lalu-Lintas Untuk Mobil, Truk Dan Kendaraan Bermotor Lainnya Yang Sejenis

5
Lebar jalur lalu lintas untuk mobil, truk dan kendaraan-kendaraan lain yang sejenis itu tidak
dapat ditetapkan dengan setepat-tepatnya karena beraneka ragam bentuk dan ukuran-ukuran
kendaraan-kendaraan tersebut.Sebelum menetapkan lebar jalur lalu lintas terlebih dahulu harus
diadnakan penelitian dan pengamatan mengmenai keadaan lalu lintas kendaraan-kendaraan di jalan
tersebut di kemudian hari.

Lebar jalan lalu lintas yang normal untuk mobil dan truk yang ditetapkan diberbagai negara
itu tidak sama. Sebagian perbandingan diberikan contoh sebagai berikut: Lebar jalur lalu lintas yang
normal untuk mobil dan truk di Amerika (U.S.A.) dan di lnggris ialah 12 feet =  3,65 m, di Negeri
Belanda 3,60 m dan di Jerman Barat 3,75 m.

Di Indonesia lebar jalur lalu lintas itu ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga seperti
yang tercantum, pada daftar "Standar Perencanaan Geometrik".

2.1.4 Klasifikasi Jalan Raya Menurut Fungsinya


1. Jalan Utama/ Jalan Primer

Jalan Raya Utama adalah jalan raya yang melayani lalu lintas yang tinggi (kendaraan berat)
antara kota-kota yang penting atau antara pusat-pusat produksi dan pusat-pusat eksport. Adapun
ciri-cirinya sebagai berikut :

a. Dilalui oleh kendaraan berat > 10 ton, 10 ton adalah beban ganda.
b. Dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan tinggi (PR) > 80 km/jam.

2. Jalan Sekunder

Jalan Raya Sekunder ialah jalan raya yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi, baik
kendaran ringan maupun berat antara kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil, serta
melayani daerah-daerah di sekitarnya. Adapun cirinya sebagai berikut :

a. Kendaraan yang melaluinya yaitu kendaraan ringan < 10 ton dan berat > 10 ton.
b. Dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan sedang (40-80 km/jam).

3. Jalan Penghubung/ Jalan Lokal

Jalan penghubung adalah jalan keperluan aktivitas daerah yang sempit juga dipakai sebagai
jalan penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang lama atau yang berlainan.

Fungsi jalan penghubung adalah untuk melayani lalu lintas yaitu memenuhi kebutuhan
aktivitas masyarakat setempat biasanya jalan perkotaan. Adapun ciri-cirinya sebagai berikut :

a. Melayani semua jenis pemakai jalan, kendaraan ringan serta kendaraan berat namun
dibatasi dari pusat pemukiman ke pusat industri.
b. Kecepatan kendaraan rendah (max. 60 km/jam).
c. Banyak persimpangan jalan serta terdapat titik simpul sebagai pusat aktivitas masyarakat.

6
2.1.5 Klasifikasi Jalan Raya Menurut Berat Kendaraan
Menurut berat kendaraan yang Iewat, jalan raya terdiri atas:

a. Jalan Kelas I.
b. Jalan Kelas IIA.
c. Jalan Kelas IIB.
d. Jalan Kelas IIC.
e. Jalan Kelas III.
Tebal perkerasan jalan itu ditentukan sesuai dengan kelas jalan.Makin berat kendaraan-
kendaraan yang melalui suatu jalan, makin berat pula syarat-syarat yang ditentukan untuk
pembuatan jalan itu.

a. Kelas I
Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat melayani lalu
lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan
tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan-jalan raya yang berjalur banyak dengan
konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu
lintas.

b. Kelas II
Kelas jalan ini mencakup semua jalaln-jalan sekunder. Dalam komposisi Ialu lintasnya
terdapat lalu lintas lambat. Kelals jalan ini, selanjutnya berdasarkan komposisi dan sifat lalu
lintasnya, dibagi dalam tiga kelas, yaitu : IIA, IIB dan IIC.

1. Kelas IIA
Adalah jalan-jalan raya sekuder dua jalur atau lebih dengan konlstruksi permukaan jalan dari
jenis aspal beton (hot mix) atau yang setaraf, di mana dalam komposisi lalu lihtasnya terdapat
kendaraan lambat tapi, tanpa kendaraan tanpa kendaraan yang tak bermotor. Untuk lalu lintas
lambat, harus disediakan jalur tcrsendiri.

2. Kelas IIB
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi
berganda atau yang setaraf di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat,
tapi tanpa kendaraan yang tak bermotor.

3. Kelas IIC
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis
penetrasi tunggal di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dari
kendaraan tak bermotor.

c. Kelas III
Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan
berjalur tunggal atau dua. Konstruksi pcrmukaan jalan yang paling tinggi adalah pelaburan dengan
aspal.

7
2.1.6 Klasifikasi Jalan Raya Menurut Ramainya Lalu Lintas
Suatu jalan raya yang mempunyai banyak jalur lalu-lintas itu tergantung pada kecepatan
kendaraan-kendaraan masih harus dibagi lagi dalam beberapa jalur lalu-lintas, yaitu jalur-jalur lalu-
lintas lambat dan jalur-jalur lalu-lintas cepat.

Jalur-jalur lalu-lintas cepat itu dibagi lagi menurut kecepatan kendaraan- kendaraan yang
melaluinya dalarn beberapa gulongan yaitu:

1. Jalur lalu-lintas untuk 40 km/jam.

2. Jalur lalu-lintas untuk 50 km/jam.

3. Jalur lalu-lintas untuk 60 krn/jam ke atas.

Oleh karena itu, pada perencanaan pembuatan suatu jalan harus dapat rnenjangkau
perkembangan lalu-lintas untuk sesuatu waktu yang tertentu dikemudian hari tanpa ada perbaikan
yang berarti, misalnya dapat mencapai umur rencana 15-20 tahun yang mendatang.

Umur rencana jalan adalah jangka waktu sejak jalan itu dibuka hingga saat diperlukan
perbaikan berat atau telah dianggap perlu untuk memberi lapisan pengerasan baru. Ramainya lalu-
lintas kendaraan yang melewati sesuatu jalan itu dapat diteliti dengan menghitung jumlah (volume)
kendaraan yang lewat sesuai dengan masing-masing jenis kendaraan.

Pekerjaan penelitian ini dilakukan tiap-tiap hari selama 24 jam terus-menerus selama jangka
waktu yang tertentu misalnya sdanra 2 minggu berturut-turut. Angka-angka yang menunjukkan hasil
penelitian (pencatatan) jumlah kendaraan yang lewat itu disebut "Lalu-lintas Harian Rata-rata"
disingkat L.H.R.

Karena beraneka ragam jenis-jenisnya kendaraan maka diadakan suatu angka perbandingan
antara jenis-jenis kendaraan itu. Untuk mobil penumpang/sepeda-motor disebut "Satuan Mobil
Penumpang" disingkat S.M.P. yang besar angka perbandingannya ditetapkan sama dengan satu.
Besar angka-angka perbandingan untuk kendaraan jenis lainnya dapat dibaca pada Tabel 2.1
dibawah ini.

Tabel 1. Jenis-jenis kendaraan dan angka perbandingannya

Jenis-Jenis Kendaraan Angka Perbandingan

Sepeda 0,5

Mobil Penumpang/seperla motor 1

Truk ringan (berat kotor 5 ton) 2

Truk sedang (5 ton) 2,5

Bus 3

Truk berat (10 ton) 3

8
Kendaraan tak bermotor (gerobak, 7

Cikar den sebagainya)

Bila suatu jalan terdapat berbagai jenis kcndaraan dengan jurnlah yang berbeda, maka
dengan angka perbandingan pada Daflar I dibuat daftar yang akan menghasilkan angka "S.M.P."-nya.

Setelah didapat angka "S.M.P."-nya kita menentukan kelas jalan dengan membaca Tabel 2.2
pada halaman selanjutnya. Sebagai contoh perhatikan daflar yang menghasilkan jumlah "S.M.P."
suatu jalan sebesar 10.500 S.M.P. yang dapat dibaca di bawah ini.

Tabel 2. Jenis kendaraan dan jumlah LHR

Jenis Kendaraan Jumlah L.H.R. S.M.P.

1. Sepeda motor 4.000 buah kendaraan 4.000


2. Sedan/mobil penumpang
2.500 buah kendaraan 2.500
3. Truk Ringan
500 buah kendaraan 1.000
4. Bus
1.000 buah kendaraan 3.000

JUMLAH 10.500 S.M.P

Tabel 3. Klasifikasi jalan

Menurut

FUNGSI KELAS L.H.R. dalam S.M.P.

Jalan Utama Jalan Kelas I __ 20.000 __

Jalan Sekunder Jalan Kelas IIA 6.000 __ 20.000

Jalan Kelas IIB 1.500 __ 8.000

Jalan Kelas IIC __ 2.000 __

Jalan Jalan Kelas III __ __ __


Penghubung

9
2.2 Geometrik Jalan Raya
Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan seperti
kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume dan kapasitas jalan, dan tingkat pelayanan yang
diberikan oleh jalan tersebut. Parameter – parameter ini merupakan penentu tingkat kenyamanan
dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan.

2.2.1 Penentuan Centre Line


Dalam menentukan centre line kita akan menghadapi beberapa persoalan diantaranya
mengenai bentuk dari permukaan alam yang tidak teratur, turun naik kemudian keadaan tanah
dasar dan lain sebagainya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan centreline diantaranya :

a. Garis centre line dibuat sependek mungkin.


b. Route rencana jalan dipilih sedatar mungkin mengikuti garis kontur atau transis.
c. Syarat antara sudut belokan pertama dan sudut belokan kedua diusahakan sepanjang –
panjangnya. ( 3,5 cm pada gambar dengan skala 1 : 10.000).
d. Besar sudut belok disesuaikan dengan kecepatan rencana.
e. Perbandingan galian dan timbunan 1 : 1 s/d 1 : 3.

Walaupun kita tahu bahwa jarak yang tersingkat untuk menghubungkan dua tempat adalah
merupakan garis lurus, tetapi dalam hai ini tidak mungkin untuk membuat centre line selurus –
lurusnya karena banyak menghadapi rintangan – rintangan yang berupa bukit, lembah, sungai yang
sukar dilalui, maka trase jalan dibuat sedemikian rupa dengan memperhatikan faktor keamanan dan
kenyamanan pemakai jalan.

10
2.2.2 Perhitungan Koordinat
Untuk menghitung koordinat ada dua alternatif hitungan, yaitu :

a. Pengukuran lapangan langsung.


b. Perhitungan pada peta topografi.

Pada perencanaan disini hanya akan dibahas perhitungan koordinat dari peta topografi. Yaitu
dengan cara menginterpolasi koordinat yang telah ada pada peta topografi yaitu dengan adanya
perpotongan sumbu X dan sumbu Y.

1. Perhitungan jarak dilakukan dengan rumus di bawah ini :

d 1  X1 X0 2  Y1 Y02

2. Perhitungan sudut tangen dengan mengurangkan azimuth awal dan azimuth akhir.
3. Perhitungan azimuth awal yaitu dengan rumus :
XA X1
α  arctg  Kuadran
YA Y1
o Kuadran I :x=(+)
y=(+)
az = α
o Kuadran II :x=(+)
y=(-)
az = 1800 - α
o Kuadran III :x=(-)
y=(-)
az = 1800 + α
o Kuadran IV :x=(-)
y=(+)
az = 3600 – α

2.2.3 Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen
horizontal terdiri dari garis – garis lurus yang dihubungkan dengan garis – garis lengkung. Garis
lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan (spiral – circle –
spiral), busur peralihan saja (spiral–spiral), ataupun busur lingkaran saja (circle).

11
2.2.4 Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan merupakan lengkung untuk tempat peralihan penampang melintang dari
jalan lurus ke jalan dengan superelevasi.

Bentuk lengkung peralihan yang memberikan bentuk yang sama dengan jejeak kendaraan
ketika beralih dari jalan lurus ke tikungan berbentuk busur lingkaran dan sebaliknya, dipengaruhi
oleh sifat pengemudi, kecepatan kendaraan, radius lengkung, dan kemiringan melintang jalan.

Keuntungan dari penggunaan lengkung peralihan pada alinyemen horizontal :

a. Pengemudi dapat dengan mudah mengikuti lajur yang telah disediakan untuknya, tanpa
melintasi lajur lain yang berdampingan.
b. Memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke kemiringan sebesar
superelevasi secara berangsur – angsur sesuai dengan gaya sentrifugal yang timbul.
c. Memungkinkan mengadakan peralihan pelebaran perkerasan yang diperlukan dari jalan
lurus ke kebutuhan lebar perkerasan pada tikungan – tikungan yang tajam.
d. Menambah keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi, karena sedikit kemungkinan
pengemudi keluar jalur.
e. Menambah keindahan bentuk dari jalan tersebut, menghindari kesan patahnya jalan
pada batasan bagian lurus pada lengkung busur lingkaran

2.2.5 Kemiringan Melintang (Superelevasi)


Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng normal ke
superelevasi penuh, sehingga dengan menggunakan diagram superelevasi dapat ditentukan bentuk
penampang melintang pada setiap titik di suatu lengkung horizontal yang direncanakan.

Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai garis nol. Elevasi
tepi perkerasan diberi tanda positifatau negatif ditinjau dari ketinggian sumbu jalan. Tanda positif
untuk elevasi tepi perkerasan yang terletaklebih tinggi dari sumbu jalan dan tanda negatif untuk
elevasi yang terletak lebih rendah dari sumbu jalan.

12
Gambar 1. Super Elevasi

Gambar 2. Kemiringan Melintang

2.2.6 Bentuk Lengkung Peralihan


2.2.6.1 Spiral – Circle – Spiral

Gambar 3. Spiral – Circle – Spiral

13
Lengkung spiral merupakan peralihan dari bagain lurus ke circle. Panjang lengkung peralihan
(spiral) diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentripugal dari nol
(pada bagian lurus) sampai sebesar :

m.v3
K
R.Ls

3
 Vr.1000
 
Lsmin  0,022 
360  V.K
 2,272
R C

dimana :

Ls = panjang spiral (m)

v = kecepatan rencana (km/jam)

R = jari – jari circle (m)

C = perubahan kecepatan(m/det3)dianjurkan harga C= 0,4 m/det3

k = superelevasi

Jari – jari circle yang diambil harus sedemikian sehingga sesuai dengan kecepatan rencana
yang ditentukan serta tidak mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang melebihi harga
maksimum. Kemiringan tikungan maksimum dibedakan antara jalan untuk antar kota (maksimum =
0,10) dan untuk jalan kota (maksimum = 0,08).

Besarnya jari – jari lengkung minimum berdasarkan rumus :

Vr2
R
127(e fm)

dengan miring tikungan maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum.

Dimana :

R = jari – jari lengkung minimum (m)

e = miring tikungan maksimum

fm = koefisien gesekan maksimum

Rumus umum :

Data :

PI.Sta = nomor stasiun


d = jarak PI ke PI yang lain (m)

V = ditetapkan(km/jam)

14
 = diukur dari gambar (derajat)

R = ditetapkan (m)

Ls = panjang lengkung spiral(m)

s = lihat tabel (derajat)

Ts = (R + p) × tg ½  + k(m)

Es = (R + p) × cos ½  - R(m)

Lc = panjang lengkung circle(m)

e = kemiringan melintang(superelevasi)(m/m)

v = kecepatan rencana (km/jam)

Ls Δc
2θs  x360 Lc = .2π2π.
2.π.R 360

’ = - 2s L = Lc + 2.L

2.2.6.2 Circle

Batasan yang dipakai di Indonesia dimana diperbolehkan menggunakan bentuk circle adalah
sebagai berikut :

15
Gambar 4 Circle

Tabel 4. Kecapatan rencana

Kecepatan rencana Jari – jari lengkung minimum

(Km/jam) (m)

120 2000
100 1500

80 1100

60 700

40 300

30 180

Rumus umum :

Data :

PI.Sta = nomor stasiun


d = jarak PI ke PI yang lain(m)

V = (ditetapkan)(km/jam)

 = (diukur dari gambar)(derajat)

R = (ditetapkan)(m)

T = R ×tg ½ (m)

E = T ×tg ¼ (m)

L = 0,01744 × × R(m)

e = kemiringan melintang(superelevasi)(m/m)

16
2.2.6.3 Spiral – Spiral

Gambar 5. Spiral-spiral

Lengkung horizontal berbentuk spiral – spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran,
sehingga titik SC berimpit dengan titik CS.

Rumus umum :

Data :

PI.Sta = nomor stasiun


d = jarak PI ke PI yang lain(m)

Vr = ditetapkan(km/jam)

R = ditetapkan(m)

θs
Ls = xR (m)
28,648

Ts = (R + p) ×tg ½  + k (m)

(R  p)
Es =  R (m)
cos1/2α

L = 2 ×Ls(m)

Dari harga s didapat p* dan k* pada tabel :

P = p* . Ls

K = k* .Ls

17
2.2.7 Pelebaran Perkerasan pada Lengkung Horizontal
Kendaraan yang bergerakdari jalan lurus menuju ke tikungan, seringkali tak dapat
mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan. Hal ini disebabkan karena :

a. Pada waktu membelok yang diberi belkan pertama kali hanya roda depan, sehingga lintasan
roda belakang agak keluar lajur (off tracking).
b. Jejak lintasan kendaraantidak lagi berimpit, karena bemper depan dan belakang kendaraan
akan mempunyai lintasan yang berbeda dengan lintasan roda depan dan roda belakang
kendaraan.
c. Pengemudi akan mengalami kesukaran dalam mempertahankan lintasannya tetap pada lajur
jalannya terutama pada tikungan – tikungan yang tajam atau pada kecepatan – kecepatan
tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut di atas, maka pada tikungan – tikungan yang tajam perlu
perkerasan jalan diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor dari jari – jari lengkung,
kecepatan kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan rencana yang dipergunakan sebagai dasar
perencanaan.

2.2.8 Jarak Pandang pada Lengkung Peralihan


Dalam peninjauan jarak pandangan pada suatu lengkung peralihan (tikungan) ada dua
kemungkinan :

a. Keadaaan dimana jarak pandangan (S) lebih kecil dari pada panjang tikungan yang
bersangkutan (L), sehingga seluruh jarak pandangan ada dalam daerah lengkung ( S< L).
b. Keadaan dimana jarak pandangan (S) lebih besar dari pada panjang tikungan (L), sehingga
jarak pandangan sebagian dalam lengkungan sepanjang (L) dan sisanya dalam garis lurus ( S<
L ).

2.2.9 Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan
perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepidalam masing –
masing perkersan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga sebagai penampang
memanjang jalan.

Penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan, seperti :

18
a. Kondisi tanah dasar
b. Keadaan medan
c. Fungsi jalan
d. Muka air banjir
e. Muka air tanah

2.2.10 Lengkung Vertikal


Pergantian dari suatu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan
lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi
keamanan, kenyamanan dan drainase.

1. Lengkung vertikal adalah lengkung yang dipakai untuk mengadakan peralihan secara
berangsur – angsur dari suatu landai ke landai berikutnya.
2. Lengkung vertikal disebut cembung apabila titik perpotongan antara kedua tangen yang
bersangkutan (PPV) ada di atas permukaan jalan.
3. Lengkung vertikal disebut cekung apabila titik perpotongan antara kedua tangen yang
bersangkutan (PPV) ada di bawah permukaan jalan.
Jenis-jenis lengkung vertikal ialah sebagai berikut :

a) Busur lingkaran

b) Parabola sederhana

c) Parabola tingkat tiga

d) Spiral

Pada umumnya di Indonesia menggunakan lengkung parabola sederhana untuk lengkung


vertikal cembung maupun cekung.

Rumus umum

A1 = (+ a ) – (– b)

A2 = (+ c ) – (– b)

A.Lv
Ev 
800
2
 x 
y  .E  A .x2
 Lv  v 200Lv
1
 2 

Dimana :

Ev = pergeseran vertikal (m)

19
x = jarak horizontal dari setiap titik pada garis kelandaian terhadap PLV (m)

y = panjang pergeseran vertikal dari titik yang bersangkutan (m)

Lv = jarak horizontal antara PLV dan PTV, disebut panjang lengkung (m)

A = perbedaan aljabar landai jalan (persen (%) )

Dalam perencanaan lengkung vertikal, biasanya elevasi PPV telah ditentukan terlebih
dahulu, kemudian baru dihitung harga – harga sebagai berikut

• Panjang Lv

• Pergeseran vertikal Ev

• Elevasi dari permukaan rencana jalan tepat dibawah atau di atas PPV

• Elevasi dari titik – titik PLV dan PTV

• Elevasi dari permukaan rencana jalan PLV, PPV dan PTV yang diambil pada setiap nomor –
nomor stasiun yang tersebut dalam alinyemen horizontal.

Data :

PPVI. Sta = nomor stasiun

A.Lv
Elev = elevasi PPVI (m) Ev = (m)
800

Gambar 6. Lengkung Vertikal

20
2.2.11 Galian dan Timbunan
Pekerjaan galian dan timbunan tanah (cut dan fill) pada perencanaan dan pada
pembangunan jalan raya tidak pernah dapat dihindarkan. Hal ini diakibatkan karena route garis trase
jalan tidak selalu dapat diposisikan terletak diatas permukaan tanah asli, sekalipun dapat dilakukan,
akan tetapi tanah asli tersebut belum tentu memenuhi syarat daya dukung yang diaharapkan
sebagai landasan pondasi jalan raya.

Gambar 7. Galian Timbunan

Sebagai pedoman yang dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan geometrik jalan
raya, antara lain yaitu:

a. Hendaklah diupayakan agar volume galian dan timbunan tanah direncanakan dalam jumlah
yang sebanding sama besar untuk sepanjang segmen jalan raya yang bersangkutan, yaitu
dengan mengkombinasikannya pada perencanaan alinyement horizontal dan alinyement
vertikal, sehingga memungkinkan perencana untuk memperoleh total jumlah volume dan
galian tanah yang sama besar tersebut.
b. Volume galian dan timbunan tanah pada perencanaan alinyemen haruslah dipilih se-minimal
mungkin, sehingga pekerjaan pemindahan tanah dan pekerjaan stabilisasi tanah dasar dapat
dikurangi, waktu penyelesaian proyek dapat dipercepat, dan biaya pembangunan jalan dapat
dilakukan se-efisien mungkin.
c. Pada perencanaan dan penetapan tinggi tanah galian harus mempertimbangkan
kemampuan daya operasional maksimum alat-alat berat yang digunakan.
d. Penetapan badan jalan diatas tanah timbunan haruslah dipertimbangkan faktor keamanan
bagi kendaraan yang bersangkutan, mempertimbangkan stabilitas dan kemiringan lereng.
e. Hanya karena keadaan topografi yang sulit dan berat, serta keadaan lain yang sangat
memaksa, maka perbandingan jumlah total volume galian terhadapa jumlah timbunan tanah
dapat diambil “3:1” dengan disertai pertimbangan-pertimbangan lainnya diatas.

21
2.2.11.1 Perhitungan Volume Galian dan Timbunan

Untuk menghitung volumme galian dan timbunan tanah dari masing-masing irisan
penampang melintang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Dengan menggunakan panimetri atau milimeter kolom, hitung luas masing –masing irisan
gambar potongan melintang tersebut.
b. Setelah luas masing-masing irisan penampang melintang diperoleh, selanjutnya hitung
volume galian dan timbunan masing-masing dengan rumus sebagai berikut:
(𝑎1+𝑎2)
Volume = 2
+ 𝑑

Dimana :

V = volume galian atau timbunan tanah (m3)

A1 = luas bidang galian atau timbunan pada titik awal proyek (m2)

A2 = luas bidang galian atau timbunan pada irisan penampang berikutnya (m2)

d = panjang antara 2 titik irisan melintang (meter)

Hitung total jumlah volume galian dan timbunan tanah tersebut.

2.2.11.2 Langkah-langkah Perhitungan

Adapun langkah-langkah perhitungan galian dan timbunan dalah sebagai berikut :

1. Tetapkan titik-titik stasioning pengamatan sebagai posisi titik irisan penampang melintang
yang diperlukan pada sepanjang garis sumbu jalan.
2. Berdasarkan gambar perencanaan alinyemen horizontal dan perencanaan alinyemen
vertikal, gambarkan masing-masing penampang melintang yang bersangkutan yang
memperlihatkan perbedaan tinggi muka tanah asli dengan tinggi permukaan perkerasan
yang direncanakan.
3. Dengan menggunakan planimetri atau milimeter kolom hitung masing-masing luas
penampang galian dan timbunan tanh yang bersangkutan.
4. Hitung volume galian dan timbunan tanah dengan menggunakan rumus diatas.
Namun dalam tugas ini perhitungan volume galian dan timbunan dilakukan menggunakan
software AutoCAD dengan perintah Area.

22
Gambar 8. Penampang Melintang

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN TRASE JALAN RAYA

Rencana geometrik jalan raya dari kota A ke kota B dalam peta Topografi

Dengan ketentuan perencanaan sbb:

1. Kecepatan Rencana (Vr) = 65 km/jam


2. Jalan terdiri dari = 4Lajur dan 1 Arah UD
3. LHR = 10000 smp/jam/lajur
4. Lebar Lajur = 2.5 m
5. Lebar Bahu Jalan = 1m
6. Kemiringan Bahu = 1:3

Peta Topografi dengan skala 1 : 10000

3.1.1 Pemilihan Kelas Jalan

23
Pemilihan kelas jalan berdasarkan jumlah LHR. Diketahui LHR = 10000
smp/jam/lajur dan ada4 lajur. Berarti 10000 x 4 = 40000 smp/jam. Berdasarkan Standard
Perencanaan Geometrik

(Lampiran 01,Buku : Geometrik Jalan Raya, Supratman Agus)maka jalan ini termasuk
kepada kelas jalan IIA.

3.1.2 Sudut Belok Patokan


Rumus yang digunakan untuk menghitung sudut belok patokan (Dmax) adalah :

181913,53emaks  f maks 
Dmaks  + α toleransi
Vr 2

Dimana nilai koefisien diketahui sebagai berikut (Daftar 16, Halaman 70 Buku :
Geometrik Jalan Raya, Supratman Agus) :

 Alternatif 1
Rencana Vr = (65,70, 80) km/jam

emax = 0,10 (untuk jalan luar kota)

fmax = 0,15 (untuk kecepatan 65 km/jam)


0,147 (untuk kecepatan 70 km/jam)
0,14 (untuk kecepatan 80 km/jam)
α toleransi = 15°(untuk kecepatan 65 km/jam)
14° (untuk kecepatan 70 km/jam)
11° (untuk kecepatan 80 km/jam)

181913,53(0,10+0,140)
Dmax 65 = + 15= 17,54°
652

181913,53(0,10+0,128)
Dmax 70 = + 14= 12,98°
902

181913,53(0.10+0,115)
Dmax 80 = + 11= 8,91°
1002

TabelSudut Belok Patokan


Vr D max D min

24
(Km/Jam)

65 25,76° 17,54°

80 17,54° 12,98°

3.1.3 Perencanaan Garis Trase Jalan

Sesuai dengan ketetntuan tersebut diatas, maka dipilih kecepatan rencana untuk setiap
belokan adalah :

 Kecepatan rencana pada titik belok PI1 = 65 km/jam


 Kecepatan rencana pada titik belok PI2 = 80 km/jam

1. Perhitungan Sudut Belok Betul


Sudut belok pada peta topografi adalah :
∆PI1 = 21,980
∆PI2 = 16,9010
Mencari Koordinat Titik Belok (PI1) dengan koordinat A (1406.70; 5500.4014)

Koordinat PI1

Diketahui : DA-PI1 (Pada Peta Topografi) = 1,8857 cm atau 0,018857 m


DA-PI1 (Setelah Dikali Skala) = 0,018857 x 10000 = 188,57 m

XPI1 = XA + ((Sin α A-P1I) x (DA-PI1)) YPI1 = YA + ((Cosα A-P1I) x (DA-PI1))

= 1406.70 + ((Sin 58,469) x (188,57)) = 5500.4014+ ((Cos 58,469) x


(188,57))
= 1611,81
= 6021,61

α A-P1I
= 58,469 0
Jadi, Koordinat PI1 (1476.68; 5612.07)

Koordinat PI2

Diketahui : DPI1-PI2(Pada Peta Topografi) = 6,2484 cm atau 0,062484 m

25
DPI1-PI2(Setelah Dikali Skala) = 0,062484 x 10000 = 624,84 m

XPI1 = XA + ((Sin α A-P1I) x (DA-PI1)) YPI1 = YA + ((Cosα A-P1I) x (DA-PI1))

= 1476.68+ ((Sin 44,322) x (624,84)) = 5612.07+ ((Cos 44,322) x (624,84))

= 2048,38 = 6468,63

α PI1-PI2
= 44,322 0
Jadi, Koordinat PI2 (2242.43; 6167.15)
Koordinat B

Diketahui : DPI2-B(Pada Peta Topografi) = 2,0995cm atau 0,020995 m


DPI2-B(Setelah Dikali Skala) = 0,020995 x 10000 = 209,95 m

XPI1 = XA + ((Sin α A-P1I) x (DA-PI1)) YPI1 = YA + ((Cosα A-P1I) x (DA-PI1))

= 2242.43+ ((Sin 31,3610) x (209,95)) = 6468,63+ ((Cos 31,3610) x (209,95))

= 2157,64 = 6230.22

α PI2-B
= 31,3610
Jadi, Koordinat B (2425.20; 6647,90)

Rumus yang digunakan dalam perhitungan sudut belok betul adalah :


𝑋1 − 𝑋𝐴
𝛼 = 𝐴𝑟𝑐 𝑇𝑎𝑛
𝑌1 − 𝑌𝐴

1406,70−5500,40
αA-1= 𝐴𝑟𝑐 𝑇𝑎𝑛 =58,469 0(Kuadran I)
1476,69−5612,08
1476,69−5612,08
α1-2 = 𝐴𝑟𝑐 𝑇𝑎𝑛 =44,322 0(Kuadran I)
2242,43−6167,16
2242,43−6167,16
α2-B = 𝐴𝑟𝑐 𝑇𝑎𝑛 =31,3610(Kuadran I)
2425,20−6230,22

26
Maka sudut belok betul diperoleh :

ΔPI1 = |αA-PI1 – αPI1-PI2|


= |58,469 0–44,322 0| = 14,147 0
ΔPI2 = |αPI1-PI2 – αPI2-B|
= |44,322 0- 31,3610| = 12,9610

2. Perhitungan Panjang Betul (Tangen Betul)

Rumus yang digunakan adalah:

D  (X  X ) 2  (Y  Y ) 2
1 0 1 0

DA-PI1 = √(1406,70 − 5500,40)2 + (2242,43 − 6167,16)2= 188,57 meter

DPI1-PI2 =√(1476,69 − 5612,08)2 + (6468,63 − 6021,61)2= 624,84 meter

DPI2-B = √(2243,43 − 6167,16)2 + (2425,20 − 6230,22) 2 = 209,95 meter

3. Kontrol Perhitungan

Tabel Kontrol Perhitungan Sudut dan Garis Tangen

Vr Sudut Belok Sudut Belok Rencana Kontrol Sudut

(km/jam) Dmax Dmin Peta Dihitung < 0.5°

65 25,764° 17,536° 140 14,1470 0,147o OK

80 17,536° 12,97° 130 12,9610 0,049o OK

27
Panjang tangen Kontrol jarak
Garis tangen
Pada Peta (m) Dihitung (m) <3%

D1 131.79 131.79 0

D2 945,769 945,769 0

D3 193,333 193,33 0

Total 1023,36 1023,36 <0 %

Maka perencanaan dan perhitungan trase jalan = 0 % < 3% …OK!

3.2 PERHITUNGAN ALINYEMEN HORIZONTAL

3.2.1 Perhitungan Tikungan Pertama (PI-1)

Dari perencanaan trase, maka diperoleh data sebagai berikut :

∆PI1 = 14,1470
Vr1 = 65 km/jam
D1 = 131,797m
emax = 0,10(Daftar 16 Halaman 70 Buku Geometrik Jalan Raya: Supratman Agus)
fmax = 0,15 (Daftar 16 Halaman 70 Buku Geometrik Jalan Raya: Supratman Agus)

28
Menentukan bentuk lengkung dengan rumus :

Vr 2 80 2
Rmin    209,974 m
127(e  f ) 127(0,10  0.140)

Diambil Rdesain = 400 m

Karena pada Vr = 65 km/jam, Rsyarat = <1000 m (Daftar 18 Halaman 94 Buku Geometrik


Jalan Raya: Supratman Agus). Maka digunakan rumus Spiral – Circle – Spiral. Dengan
elemen-elemen tikungan yang dihitung adalah :

1. Panjang TS = Titik Peralihan dari Tangen ke Spiral


2. Panjang LC = Panjang Lengkung Circle dari SC ke CS
3. Panjang ES
4. Panjang L = Panjang Tikungan SCS (Sprial-Circle-Spiral)
5. Panjang LS = Panjang Lengkung Spiral dari TS ke SC

29
Gambar 9. Tikungan 1 (S-C-S)

 Perhitungan Elemen Tikungan :

Tabel Perubahan Kecepatan

Kecepatan
c
(Km/Jam)
30 0.75 m/det2
40 0.68 m/det2
60 0.54 m/det2
80 0.4 m/det2

c = 0,505
𝑉𝑟 2 652
k = 127 𝑥 𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 = = 0,067
127 𝑥 750
𝑉𝑟 3 𝑉𝑟 𝑥 𝑘
Lsmin = 0,022 𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 𝑥 𝑐 − 2,727 𝑐
803 65 𝑥 0,067
Lsmin = 0,022 − 2,727
750 𝑥 0,4 0,4

Lsmin = 41,270 m

Diambil Lsdesain = 54,167 m

30
𝐿𝑠𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 100
2𝜃𝑠 = 𝑥 360 = 𝑥 360 = 9,167°
2 𝜋 𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 2 𝑥 𝜋 𝑥 400
9,167
𝜃𝑠 = = 4,584°
2
1’ = ∆PI 1 - 2θs = 14,147o - 9,167° = 4,980°

𝐿𝑠3 1003
x = 𝐿𝑠 − = 100 − = 119,923 𝑚
40 𝑅 2 40 𝑥 4002

𝐿𝑠2 1002
y= = = 3,2 m
6𝑅 6 𝑥 400

K* = x – (R. Sin θs) = 119,923 – (400 (Sin 4,584°)) = 59,987 m

P* = y – R (1 – Cos θs) = 3,2 – 750 (1 – Cos 4,584°) = 0,801 m

Maka diperoleh :

a. TS1 = (R + P*) Tan ½ + K*


= (400 + 0,801) Tan ½ (14,147°) + 59,987
= 153,152m
(𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛+𝑃∗)
b. ES1 = 1 − 𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛
𝐶𝑜𝑠 ∆𝑷𝑰𝟏
2

(400+0,801)
= 1 − 400 = 6,56 m
𝐶𝑜𝑠 (14,147°)
2

c. Lc = 0,01744 x 1’x Rdesain


= 0,01744 x 4,980° x 400
= 65,135 m……………OK! (Perhitungan boleh menggunakan SCS)
d. L1 = Lc + 2Lsdesain
= 65,135+ (2 x 120)
= 305,135 m

Kontrol :

L1< 2TS1

305,135m < 2(153,152)

305,135m <306,304 m……………………..OK!

31
3.2.2 Perhitungan Tikungan Kedua (PI-2)

Dari perencanaan trase, maka diperoleh data sebagai berikut :

∆PI2 = 32,075o
Vr2 = 70 km/jam
D2 = 945,76 m
emax = 0,10(Daftar 16 Halaman 70 Buku Geometrik Jalan Raya: Supratman Agus)
fmax = 0,128(Daftar 16 Halaman 70 Buku Geometrik Jalan Raya: Supratman Agus)

Menentukan bentuk lengkung dengan rumus :

Vr 2 90 2
Rmin    279,73 m
127(e  f ) 127(0,10  0.128)

Diambil Rdesain = 750 m

Karena pada Vr = 80 km/jam, Rsyarat = <1100 m (Daftar 18 Halaman 94 Buku Geometrik


Jalan Raya: Supratman Agus). Maka digunakan rumus Spiral – Circle – Spiral. Dengan
elemen-elemen tikungan yang dihitung adalah :

1. Panjang TS = Titik Peralihan dari Tangen ke Spiral


2. Panjang LC = Panjang Lengkung Circle dari SC ke CS
3. Panjang ES
4. Panjang L = Panjang Tikungan SCS (Sprial-Circle-Spiral)
5. Panjang LS = Panjang Lengkung Spiral dari TS ke SC

32
Gambar 10. Tikungan 2 (S-C-S)

 Perhitungan Elemen Tikungan :

Tabel 7. Tabel Perubahan Kecepatan

Kecepatan
c
(Km/Jam)
30 0.75 m/det2
40 0.68 m/det2
60 0.54 m/det2
80 0.4 m/det2
90 0.33 m/det2

c = hasil interpolasi 0,47


𝑉𝑟 2 902
k = 127 𝑥 𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 = = 0.07593
127 𝑥 840
𝑉𝑟 3 𝑉𝑟 𝑥 𝑘
Lsmin = 0,022 𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 𝑥 𝑐 − 2,727 𝑐
803 80 𝑥 0.07593
Lsmin = 0,022 − 2,727
840 𝑥 0,33 0,33

Lsmin = 1,387m

Diambil Lsdesain = 130 m

33
𝐿𝑠𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 130
2𝜃𝑠 = 𝑥 360 = 𝑥 360 = 10,231°
2 𝜋 𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 2 𝑥 𝜋 𝑥 750
10,231°
𝜃𝑠 = = 5,116°
2
2’ = ∆PI2 - 2θs = 12,961o - 10,231° = 2,730°

𝐿𝑠3 1303
x = 𝐿𝑠 − = 130 − = 149,88 𝑚
40 𝑅 2 40 𝑥 7502

𝐿𝑠2 1502
y= = = 4,464 m
6𝑅 6 𝑥 750

K* = x – (R. Sin θs) = 149,88 – (840 (Sin 5,116°)) = 74,98 m

P* = y – R (1 – Cos θs) = 4,464– 840 (1 – Cos 5,116°) = 1,118 m

Maka diperoleh :

e. TS2 = (R + P*) Tan ½ + K*


= (750 + 1,118) Tan ½ (12,961°) + 74,98
= 170,526 m
(𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛+𝑃∗)
f. ES2 = 1 − 𝑅𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛
𝐶𝑜𝑠 ∆𝑷𝑰𝟐
2

(840+1,118)
= 1 − 750 = 6,528 m
𝐶𝑜𝑠 (12,961°)
2

g. Lc = 0,01744 x 2’x Rdesain


= 0,01744 x 2,730°x 750
= 39,992 m……………OK! (Perhitungan boleh menggunakan SCS)
h. L2 = Lc + 2Lsdesain
= 39,992 + (2 x 130)
= 339,992 m

Kontrol :

L2 < 2TS2

339,992 m < 2(170,526)

339,992 m <341,051 m……………………..OK!

34
3.3.3 Kontrol Panjang Tangen

Data PI-1 : Data PI-2 :

 TS1 = 153,152 m  TS2 = 170,526 m


 D1 = 131,67m  D2 = 624,83 m
 L1 = 305,135 m  L2 = 339,992 m

Maka x = D2 – ½ (L1+L2)
= 624,83 – ½ (305,135+ 339,992)
= 302,226m
Maka x = 302,226m >200 m………………….OK!

3.3.4 Perhitungan Pelebaran Tikungan


A. Tikungan Pertama (PI-1)
Jalan raya yang direncanakan adalah jalan kelas II-A. Pada perhitungan ini digunakan
spesifikasi ukuran kendaraan jenis Semi Trailer kombinasi (C43) yaitu dengan jarak gandar
(P) = 10,648 m dan Tonjolan Depan (A) = 1,218 m. (Daftar 18 Halaman 103Buku Geometrik
Jalan Raya: Supratman Agus)
Tabel 8. Jenis dan Dimensi Kendaraan

Tonjolan Kebebasan Lebar


Jenis kendaraan Jarak As (P)
depan (A) samping Kendaraan
Mobil Penumpang (PC) 3.654 0.914 0.365 1.98
Truck Tunggal (SU) 6.09 1.218 0.609 2.435
Semi Trailer kombinasi
10.648 1.218 1.066 2.436
(C43)
Trailer (C50) 13.41 1.218 1.34 2.436

Rumus :

b'  n( Rdesain  Rdesain 2  P 2 )  (n  1).Td  z

Td  Rdesain 2  A(2 P  A)  Rdesain


Vr
z  0,105
Rdesain

35
Dimana :
b’ = Lebar tambahan perkerasan pada tikungan
Td = Lebar tambahan akibat tonjolan depan mobil
z = Lebar tambahan untuk mengimbangi pergeseran roda akibat kelalaian pengemudi
n = Jumlah jalur (direncanakan 4 jalur)
Rdesain = Jari-jari lengkung tikungan.
P = Jarak gandar (Untuk jalan kelas II-A diambil 10,648 m)
A = Panjang tonjolan depan (Untuk jalan kelas II-A diambil 1,218 m)

Maka didapat :
80
z = 0,105 = 0,307 m
√7500

Td = √7502 + 1,218 ((2 𝑥 10,648) + 1,218) − 750 = 0,018 𝑚

b’ = 3 (750 – (√7502 − 10,6482 )) + (3-1) (0,018) + 0,307


= 0,570 m
Maka pada daerah disepanjang tikungan yang dihitung diperlukan adanya pelebaran
konstruksi perkerasan jalan tambahan sebesar 0,570 m

B. Tikungan Kedua (PI-2)


Jalan raya yang direncanakan adalah jalan kelas II-B. Pada perhitungan ini digunakan
spesifikasi ukuran kendaraan jenis Semi Trailer kombinasi (C43)yaitu dengan jarak gandar
(P) = 10,648 m dan Tonjolan Depan (A) = 1,218 m. (Daftar 18 Halaman 103 Buku Geometrik
Jalan Raya: Supratman Agus)
Tabel 9. Jenis dan Dimensi Kendaraan

Tonjolan Kebebasan Lebar


Jenis kendaraan Jarak As (P)
depan (A) samping Kendaraan
Mobil Penumpang (PC) 3.654 0.914 0.365 1.98
Truck Tunggal (SU) 6.09 1.218 0.609 2.435
Semi Trailer kombinasi
10.648 1.218 1.066 2.436
(C43)
Trailer (C50) 13.41 1.218 1.34 2.436

36
Rumus :

b'  n( Rdesain  Rdesain 2  P 2 )  (n  1).Td  z

Td  Rdesain 2  A(2 P  A)  Rdesain

Vr
z  0,105
Rdesain
Dimana :
b’ = Lebar tambahan perkerasan pada tikungan
Td = Lebar tambahan akibat tonjolan depan mobil
z = Lebar tambahan untuk mengimbangi pergeseran roda akibat kelalaian pengemudi
n = Jumlah jalur (direncanakan 4 jalur)
Rdesain = Jari-jari lengkung tikungan.
P = Jarak gandar (Untuk jalan kelas II-B diambil 6,09 m)
A = Panjang tonjolan depan (Unuk jalan kelas II-B diambil 1,218 m)

Maka didapat :
80
z = 0,105 = 0,326 m
√750

Td = √7502 + 1,218 ((2 𝑥 10,648) + 1,218) − 750 = 0,016 𝑚

b’ = 3 (840 – (√7502 − 10,6482 )) + (3-1) (0,016) + 0,326


= 0,561 m
Maka pada daerah disepanjang tikungan yang dihitung diperlukan adanya pelebaran
konstruksi perkerasan jalan tambahan sebesar 0,561 m

37
3.3.5 Perhitungan Kemiringan Melintang (Super-Elevasi)
Data-data yang diperlukan untuk perhitungan superelevasi adalah sebagai berikut :
Tabel 10. Data-Data Untuk Perhitungan Super Elevasi

PI1 PI2

Vr 65 km/jam 80 km/jam

Rdesain 400 m 750m

En(*) 2% 2%

Em(**) 4,2 % 4,5%

B 3x3m 3x3m

b’ 0,57 m 0,561m

Lsdesain 400 m 130m

Lc 65,135m 39,992m

S’(***) 1/200 1/220

D 188,58m 624,83m

Keterangan :
D = Panjang tangen
b’ = Lebar tambahan jalan
B = Lebar jalur lalu lintas (Untuk kelas jalan II-B diambil 4 x 2,5m)
(Daftar 4 Halaman 25 Buku Geometrik Jalan Raya: Supratman Agus)
Vr = Kecepatan rencana
Rdesain = Jari-jari lengkung tikungan
Lc = Panjang lengkung Circle
Lsdesain = Panjang lengkung spiral
Emax** = Kemiringan melintang maksimum
En * = Kemiringan melintang normal
S*** = Landai relative antara tepi perkerasan maksimum
* = Lihat lampiran 01 Buku Geometrik Jalan Raya Supratman Agus
(Tergantung Kelas Jalan)
** = Lihat Lampiran 06 Buku Geometrik Jalan Raya Supratman Agus
(Tergantung Rdesain & Vr)

38
*** = Lihat Lampiran 02 Buku Geometrik Jalan Raya Supratman Agus (Tergantung Vr)
a. Tikungan Pertama (PI-1)

Gambar 11. Super Elevasi Tikungan 1

Perhitungan kemiringan melintang maksimum (emax) :


hn = en ½ ( B + b’ ) = 0,02 ½ ( 9 + 0,57 ) = 0.096 m
hm = em ½ ( B + b’ ) = 0,042 ½ ( 9 + 0,57 ) = 0.2010 m
hm’ = em ½ ( B + b’ ) = 0,042 ½ ( 9 + 0,57 ) = 0.2010 m
𝑒𝑛 𝑥 𝐿𝑠𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 0,02 𝑥 100
a = = = 38,710 m
𝑒𝑛+𝑒𝑚 0,02+0,062

Kontrol
Ls – (2a) > a
120 – (2 x 38,710) > 38,710 m

Syarat Aman Syarat Nyaman


ℎ𝑛+ℎ𝑚′ 𝑒𝑛+𝑒𝑚 1
emax = 𝑥 100% < 𝑒𝑚𝑎𝑥 𝑑𝑎𝑡𝑎 S= 𝑥 (𝐵 + 𝑏 ′ ) < 𝑆 ′ =
𝐵+𝑏′ 𝐿𝑠 200

0,096 +0,2010 0,02+0,042


= 𝑥 100% < 4,2 % = 𝑥 (9 + 0,57) < 0,005
9+0,57 100

= 3,1 % <4,2 %........................OK! (Aman) = 0,004945< 0,005......................OK! (Nyaman)

42,581 m > 38,710 m………………….OK!

39
b. Tikungan Kedua (PI-2)

Gambar 12. Super Elevasi Tikungan 2

Perhitungan kemiringan melintang maksimum (emax) :


hn = en ½ ( B + b’ ) = 0,02 ½ ( 9 + 0,561 ) = 0,0956 m
hm = em ½ ( B + b’ ) = 0,045 ½ ( 9 + 0,561 )= 0,2151m
hm’ = em ½ ( B + b’ ) = 0,045 ½ ( 9 + 0,561 )= 0,2151 m
𝑒𝑛 𝑥 𝐿𝑠𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛
a = 𝑒𝑛+𝑒𝑚
=
0,02 𝑥 150
Kontrol 0,02+0,045
=

Ls – (2a) >a 46,154m


150 – (2 x 46,154) >46,154 m
57,629m >46,154 m………..OK!

Syarat Nyaman
𝑒𝑛+𝑒𝑚 1
S= 𝑥 (𝐵 + 𝑏 ′ ) < 𝑆 ′ =
𝐿𝑠 220

0,02+0.045
= 𝑥 (9 + 0,561) < 0,00455
100

= 0,00414< 0,00455.....................OK! (Nyaman)

40
Syarat Aman
ℎ𝑛+ℎ𝑚′
emax = 𝑥 100% < 𝑒𝑚𝑎𝑥 𝑑𝑎𝑡𝑎
𝐵+𝑏′

0,0956 +0,2151
= 𝑥 100% < 4,5 %
9+0,561
3.3.6 Titik Stationing
= 3,25 % <4,5 %........................OK! (Aman)
1) Tikungan PI1

Sta A = 0 + 0,00

Sta PI1 = Sta A + d1 = 0 +235, = 0 + 188,58

Sta TS1 = Sta PI1 – TS1 = 131,79– 153,152 = 0 + 35,42

Sta SC1 = Sta TS1 + Ls1 = 35,42+ 100 = 0 + 155,42

Sta CS1 = Sta SC1 + Lc1 = 155,4 + 65,135 = 0 + 220,56

Sta ST1 = Sta CS1 + Ls1 = 220,56+ 120 = 0 + 340,56

Sta PI2 = Sta ST1 + d2 – TS1 = 340,56 + 624,83 – 153,152 = 0 + 812,24

2) Tikungan PI2

Sta PI2 = Sta ST1 + d2 – TS1 = 340,56 + 624,83 – 153,152 = 0 + 812,24

Sta TS2 = Sta PI2 – TS2 = 812,24 – 170,526 = 0 + 641,71

Sta SC2 = Sta TS2 + Ls2 = 641,71 + 150 = 0 + 791,71

Sta CS2 = Sta SC2 + Lc2 = 791,71+ 39,992 =0 + 831,70

Sta ST2 = Sta CS2 + Ls2 = 831,70+ 150 =0 + 981,70

Sta B = Sta ST2 + d3 – TS2 = 981,70 + 209,95– 170,526 = 1 + 021,13

Kontrol Stationing
(1023,35  1021,13)
Kontrol : %d = d x100% = x100% < 3%
d 1023,35
= 0,22 % < 3%..................OK!

Tabel 11. Penomoran Titik Stationing

STATIONING
TIKUNGAN PI 1 TIKUNGAN PI 2
Sta A 0 Sta A 0
Sta PI 1 188.58 Sta PI 1 188.58

41
Sta Ts 1 35.42 Sta PI 2 812.24
Sta SC 155.42 Sta TS 2 641.71
Sta CS 220.56 Sta SC 2 791.71
Sta ST 1 340.56 Sta CS 2 831.70
Sta PI 2 812.24 Sta ST 2 981.70
Sta B 1021.130
Tabel 12. Data Tikungan

DATA TIKUNGAN
PI1
Sta. = 0+ 131.8
Bentuk Tikungan :
Spiral-Circle-Spiral
0
∆PI1 = 21.987
Vr 1 = 65 km/jam
R1 = 400 meter
Ls 1 = 100 meter
Lc 1 = 53.46 meter
L1 = 253.46 meter
Ts 1 = 127.88 meter
Es 1 = 8.54 meter
B = 2 x 3,5 meter
emaks = 6.2 %
emaks hitung = 4.1 %
smaks = 0.0063
smaks hitung = 0.0086
DATA TIKUNGAN PI1 DATA TIKUNGAN PI2
Sta. = 0+ 188.58 Sta. = 0+ 812.24
Bentuk Tikungan : Bentuk Tikungan :
Spiral-Circle-Spiral Spiral-Circle-Spiral
0 0
∆PI1 = 14.147 ∆PI2 = 12.961
Vr 1 = 80 km/jam Vr 2 = 90
R1 = 750 meter R2 = 840
Ls 1 = 120 meter Ls 2 = 150
Lc 1 = 65.13 meter Lc 2 = 39.99
L1 = 305.13 meter L2 = 339.99
Ts 1 = 153.15 meter Ts 2 = 170.53
Es 1 = 6.56 meter Es 2 = 6.53
B = 2 x 3,5 meter B = 2 x 3,5
emaks = 4.2 % emaks = 4.5
emaks hitung = 3.1 % emaks hitung = 3.25

42
smaks = 0.0050 smaks = 0.0045
smaks hitung = 0.0049 smaks hitung = 0.0041

3.3.7 Posisi Titik dan Keadaan Kemiringan Melintang

Data-data yang dibutuhlan untuk perhitungan stationing dapat dilihat pada


tabel berikut ini :

PI1 PI2

Ts1 = 153,15m Ts2 = 170,53m

Lc1 = 65,13m Lc2= 39,99m

Ls1 = 120 m Ls2 = 150 m

a. Tikungan 1
A. Posisi Titik dan Keadaan Kemiringan Titik A
o STA A = STA TS1 = D1 – TS1
= 188,57 – 153,15
= 0 + 35.42 m
o Keadaan Kemiringan :
Kemiringan sebelah kiri = kemiringan sebelah kanan.
Maka, hn = -0.096 meter
B. Posisi Titik dan Keadaan Kemiringan Titik B
o STA B = STA A + a = 35,42+ 38,71
= 74,13 m
o Keadaan Kemiringan :
Kemiringan sebelah kanan = 0 meter

43
Kemiringan sebelah kiri = -hn = -0.096 meter
C. Posisi Titik dan Keadaan Kemiringan Titik C
o STA C = STA B + a = 74,13 + 38,71
= 112,84 m
o Keadaan Kemiringan :
Kemiringan sebelah kanan = hn = 0,02952meter
Kemiringan sebelah kiri = -hn = -0,02952meter
D. Posisi Tttik dan Keadaan Kemiringan Titik D
o STA D = STA C + (ls – 2a) = 112,84 + (120– 2(38,71))
= 155,424 m
o Keadaan Kemiringan :
Kemiringan sebelah kanan = hm = 0,201 meter
Kemiringan sebelah kiri = -hm = -0,201 meter

b. Tikungan 2
A. Posisi Titik dan Keadaan Kemiringan Titik A
o STA A = STA TS2 = Sta PI2 – TS2 = d2 - TS2
= 624,84 – 170,53
= 642,880m
o Keadaan Kemiringan :
Kemiringan sebelah kiri = kemiringan sebelah kanan.
Maka, hn = -0.096meter

B. Posisi Titik dan Keadaan Kemiringan Titik B


o STA B = STA A + a = 642,880+ 46,154
= 689,034m
o Keadaan Kemiringan :

44
Kemiringan sebelah kanan 0 = meter
Kemiringan sebelah kiri = -0.096 meter

C. Posisi Titik dan Keadaan Kemiringan Titik C


o STA C = STA B + a = 689,034+ 46,154
= 735,19m
o Keadaan Kemiringan :
Kemiringan sebelah kanan = hn = 0,0289meter
Kemiringan sebelah kiri = -hn = -0,0289meter

D. Posisi Titik dan Keadaan Kemiringan Titik D


o STA D = STA C + (ls– 2a) =735,19+ (150-2(46,154))
= 792,880m
o Keadaan Kemiringan :
Kemiringan sebelah kanan = hm = 0,2151meter
Kemiringan sebelah kiri = -hm = -0,2151meter

3.3 PERHITUNGAN ALINYEMEN VERTIKAL

3.3.1 Data Perencanaan

Dari perencanaan dan perhitungan alinyemen horizontal pada awal proyek


(Titik A) sampai dengan akhir proyek (Titik B) telah diperoleh data antara lain
sebagai berikut :

 STA A = 0 + 0 meter, Elevasi 1002,862 meter dan Vr = 65 km/jam


 STA PI-1 = 0 + 305 meter, Elevasi 1004,281 meter dan Vr = 65 km/jam
 STA PI-2 = 0 + 741,79 meter, Elevasi 1004,281 meter dan Vr = 65 km/jam
 STA B = 1 + 021,21 meter, Elevasi 1003meter dan Vr = 65 km/jam
 Panjang Tikungan L1 = 305,135 meter dan L2 = 339,992 meter

45
3.3.2 Perencanaan Landai Jalan

Landai Pertama (dari Sta 0.000 + 305)


Data :
t1 = 1002,862 m
t2 = 1004,281 m
d1 = 305 – 0 = 305 m
𝑡2−𝑡1 1004.281−1002,862
g1 = 𝑥 100% = 𝑥 100 % = 0,465 %(Jalan Naik)
𝑑1 305

Landai Kedua (dari Sta 305 + 741,281)


Data :
t1 = 1004,281m
t2 = 1004,281m
d2 = 741,281– 305 = 436,281 m
𝑡2−𝑡1 1004,281 −1004,281
g2 = 𝑥 100% = 𝑥 100 % = 0%(Jalan Datar)
𝑑2 436,281

Landai Ketiga (dari Sta 741,79 + 1021,21)


Data :
t1 = 1004,281 m
t2 = 1003 m
d3 = 1021,21 – 741,79 = 303,38 m
𝑡2−𝑡1 1003− 1004,281
g3 = 𝑥 100% = 𝑥 100 % = −0,458 %(Jalan Turun)
𝑑3 303,38

3.3.3 Perhitungan Jarak Pandang


A.Jarak Pandang Henti (JPH)
Tabel. Jarak Pandang Henti

46
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
a. Tikungan 1
Data : Vr = 65 km/jam
Maka nilai Jh90 didapat dari interpolasi antara Vr 65 dan 80
𝑥−120 175−120
Jh90 = 90−80 − 100−80
𝑥−120 55
= −
10 20

= 2x – 240 – 55
295 = 2x
Jh90 = 147,5m

b. Tikungan 2
Data : Vr = 80 km/jam
Maka nilai Jh90 didapat dari interpolasi antara Vr 80 dan 100
𝑥−120 175−120
Jh80 = 90−80 − 100−80
𝑥−120 55
= − 20
10

= 2x – 240 – 55
295 = 2x
h90= 147,5

B. Jarak Pandang Menyiap (JPM)

Tabel Jarak Pandang Menyiap

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

a. Tikungan 1
Data : Vr = 65 km/jam
Maka nilai Jh65 didapat dari interpolasi antara Vr 60 dan 80

47
𝑥−550 670−550
Jh90 = 65−600 − 80−60
𝑥−550 120
= −
10 20

= 2x – 1100 - 120
1220 = 2x
Jh90= 610

b. Tikungan 2
Data : Vr = 90 km/jam
Maka nilai Jd90 didapat dari interpolasi antara Vr 60 dan 80
𝑥−550 670−550
Jd90 = 65−60 − 80−60
𝑥−550 120
= −
10 20

= 2x – 1100 - 120
1220 = 2x
Jd90= 610

Perhitungan nilai S

NilaiShenti dan Ssiap diambil dari nilai jarak pandang menyiap dan jarak pandang
henti yang terkecil

Shenti = 147,5m ; Ssiap = 610m

Maka diambil S sebesar 147,5 m.

Perhitungan nilai C JPH dan JPM

Nilai konstanta C JPH dan C JPM didapat dari tabel Bina Marga 65’.

Tabel. Nilai Konstansta C’

Didapat nilai C JPH : 399

48
C JPM : 960

3.3.4 Perhitungan Lengkung Vertikal Cembung (PPV 1)


 Data Perencanaan :
g10%
g2 = −1,268%
Shenti = 147,5 m
L1 = 305,135 m
Vd = 65 km/jam
A = |g2 – g1|
= |-1,628–0|
= -1,268
Karena nilai A>0 maka tipe lengkung tersebut adalah lengkung cekung.

a. L(for S<Lhorizontal)
Nilai L kenyamanan didapatkan berdasarkan rumus yang ada di Jurnal ITS.
Karena S< L = 147,5 m <305,135 m, maka untuk lengkung vertikal menggunakan
𝐴𝑆2
rumus L = .
𝐶
−1,268 x 147,5^2
L= = 25,368 m
399

b. L (for Drainase)
Nilai L Drainase didapatkan berdasarkan rumus yang ada di Jurnal ITS.
L = 50 x A
= 50 x 0,465
=23,26 m

c. L(kenyamanan)
Nilai L kenyamanan didapatkan berdasarkan rumus yang ada di Jurnal ITS.
1000
L = V x t(3dt)x3600
1000
= 65 x 3 x 3600

49
= 75 m

d. L terpilih
Lterpilih didapat dari nilai L terbesar.
1. L (S<Lhorizontal) = 25,368 m
2. L Drainase = 23,26 m
3. L Kenyamanan = 75 m

Maka Lterpilih adalah 54,166 m

3.3.5 Perhitungan Lengkung Vertikal Cembung (PPV 2)


 Data Perencanaan :
g2 = 0%
g3 = -0,595%
Shenti = 147,5 m
L2 = 54,166 m
Vd = 80 km/jam
A = |g2 – g3|
= |0 – (-0,595)|
= 0,595
Karena nilai A>0 maka tipe lengkung tersebut adalah lengkung cembung.

a. L(for S<Lhorizontal)
Nilai L kenyamanan didapatkan berdasarkan rumus yang ada di Jurnal ITS.
Karena S< L = 147,5 m <339,992 m, maka untuk lengkung vertikal menggunakan
𝐴𝑆2
rumus L = .
𝐶
0,595 x 147,5^2
L= = 24,997 m
399

b. L (for Drainase)
Nilai L Drainase didapatkan berdasarkan rumus yang ada di Jurnal ITS.
L = 50 x A
= 50 x 0,458

50
= 22,922 m

c. L (kenyamanan)
Nilai L kenyamanan didapatkan berdasarkan rumus yang ada di Jurnal ITS.
1000
L = V x t(3dt)x3600
1000
= 80 x 3 x 3600

= 66,667 m

d. L terpilih
Lterpilih didapat dari nilai L terbesar.
L (S<Lhorizontal) = 24,997 m
L Drainase = 22,922 m
L Kenyamanan = 66,667 m

Maka L terpilih adalah 66,667 m

3.3.6 Stasiuning dan Elevasi Alinyemen Vertikal


Tikungan 1
a. Input
L
Stasiuning PLV1 = STA PPV1- 2
54,166
= 305 - 2

= 267,50
= 0+268
g1 L
Elevasi PLV1 = Elv PPV1 – 100 x 2
0,458 75
= 1004,281 - x
100 2

= 1004,10925
= 1+004
b. Output
L
Stasiuning PTV1 = STA PPV1 +2
75
= 305 + 2

51
= 342,50
= 0+343
g1 L
Elevasi PTV1 = Elv PPV1 + 100 x 2
0,458 75
= 1004,281 + x
100 2

= 1004,45275
= 1+004

Tikungan 2
a. Input
L
Stasiuning PLV2 = STA PPV2- 2
54,166
= 741,79 - 2

= 704,29
= 0+704
g2 L
Elevasi PLV2 = Elv PPV2 – 100 x 2
0 75
= 1004,281 - 100 x 2

= 1004,281
= 1+004
b. Output
L
Stasiuning PTV2 = STA PPV2 +2
54,166
= 741,79 + 2

= 779,29
= 0+779
g2 L
Elevasi PTV2 = Elv PPV2 + 100 x 2
0 54,116
= 1004,281 + 100 x 2

= 1004,281
= 1+004

Input Output
Sta. Elev Sta. Elev

0+268 1+004 0+343 1+004


0+704 1+004 0+779 1+004

52
3.4 PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN

Pada perhitungan kali ini dilakukan dengan metode Cross Section yaitu dengan

mengkombinasikan gambar perencanaan alinyemen horizontal dengan alinyemen

vertikal, sehingga irisan penampang melintang jalan dapat digambarkan tegak lurus

terhadap sumbu jalan sedemikian rupa sejauh daerah badan jalan, sesuai dengan topografi

dan keadaan daerah setempat, serta ketentuan spesifikasi jalan yang bersangkutan.

53
(a1  a 2 )
Rumus : Volume = xL
2

Keterangan :
V = Volume galian dan timbunan tanah (m3)
A1 = Luas bidang galian atau timbunan pada titik awal proyek (m2)
A2 = Luas bidang galian atau timbunan pada irisan penampang berikutnya (m2)
L = Panjang antara 2 (dua) titik irisan melintang (meter)

Contoh :

Diketahui :

A1(timbunan)= 93,6 m2

A2(timbunan) = 83,46 m2

L = 20 m

(a1  a 2 ) (93,6  83,46)


Volume = xL = x 20
2 2

Volume = 32380 m3

Berikut adalah hasil perhitungan galian dan timbunan dari STA 0+020 hingga 1+020

Tabel. Perhitungan galian dan timbunan

54
STA Fill Area (m^2) Cut Area (m^2) L (m) Fill Volume (m^3) Cut Volume (m^3) Total Fill (m^3) Total Cut (m^3)
0+ 20 93.6 0 20 0 0 0 0
0+ 40 83.46 0 20 1770.6 0.0 1770.6 0.0
0+ 60 72.9 0 20 1563.6 0.0 3334.2 0.0
0+ 80 62.28 0 20 1351.8 0.0 4686.0 0.0
0+ 100 52.26 0 20 1145.4 0.0 5831.4 0.0
0+ 120 43.02 0 20 952.8 0.0 6784.2 0.0
0+ 140 32.94 0 20 759.6 0.0 7543.8 0.0
0+ 160 23.04 0 20 559.8 0.0 8103.6 0.0
0+ 180 14.22 0.05 20 372.6 0.5 8476.2 0.5
0+ 200 7.08 0.23 20 213.0 2.8 8689.2 3.3
0+ 220 1.56 0.73 20 86.4 9.6 8775.6 12.9
0+ 240 0 2.15 20 15.6 28.8 8791.2 41.7
0+ 260 0 4.1 20 0.0 62.5 8791.2 104.2
0+ 280 0 6.07 20 0.0 101.7 8791.2 205.9
0+ 300 0 8.72 20 0.0 147.9 8791.2 353.8
0+ 320 0 11.91 20 0.0 206.3 8791.2 560.1
0+ 340 0 14.46 20 0.0 263.7 8791.2 823.8
0+ 360 0 17.24 20 0.0 317.0 8791.2 1140.8
0+ 380 0 20.16 20 0.0 374.0 8791.2 1514.8
0+ 400 0 23.02 20 0.0 431.8 8791.2 1946.6
0+ 420 0 25.81 20 0.0 488.3 8791.2 2434.9
0+ 440 0 28.65 20 0.0 544.6 8791.2 2979.5
0+ 460 0 31.11 20 0.0 597.6 8791.2 3577.1
0+ 480 0 32.92 20 0.0 640.3 8791.2 4217.4
0+ 500 0 33.73 20 0.0 666.5 8791.2 4883.9
0+ 520 0 33.82 20 0.0 675.5 8791.2 5559.4
0+ 540 0 32.98 20 0.0 668.0 8791.2 6227.4
0+ 560 0 32.26 20 0.0 652.4 8791.2 6879.8
0+ 580 0 31.79 20 0.0 640.5 8791.2 7520.3
0+ 600 0 31.32 20 0.0 631.1 8791.2 8151.4
0+ 620 0 30.34 20 0.0 616.6 8791.2 8768.0
0+ 640 0 28.42 20 0.0 587.6 8791.2 9355.6
0+ 660 0 24.9 20 0.0 533.2 8791.2 9888.8
0+ 680 0 21.13 20 0.0 460.3 8791.2 10349.1
0+ 700 0 16.8 20 0.0 379.3 8791.2 10728.4
0+ 720 0 12.82 20 0.0 296.2 8791.2 11024.6
0+ 740 0 9.71 20 0.0 225.3 8791.2 11249.9
0+ 760 0 7.22 20 0.0 169.3 8791.2 11419.2
0+ 780 0 5.24 20 0.0 124.6 8791.2 11543.8
0+ 800 0 3.44 20 0.0 86.8 8791.2 11630.6
0+ 820 0 2.22 20 0.0 56.6 8791.2 11687.2
0+ 840 0 2.06 20 0.0 42.8 8791.2 11730.0
0+ 860 0 2.17 20 0.0 42.3 8791.2 11772.3
0+ 880 0 2.09 20 0.0 42.6 8791.2 11814.9
0+ 900 0 1.63 20 0.0 37.2 8791.2 11852.1
0+ 920 1.92 0.62 20 19.2 22.5 8810.4 11874.6
0+ 940 8.46 0.12 20 103.8 7.4 8914.2 11882.0
0+ 960 18.66 0 20 271.2 1.2 9185.4 11883.2
0+ 980 27.66 0 20 463.2 0.0 9648.6 11883.2
1+ 000 36.42 0 20 640.8 0.0 10289.4 11883.2
1+ 020 42.66 0 20 790.8 0.0 11080.2 11883.2

Berdasarkan tabel tersebut didapatkan hasil galian sebesar 6308,80m3 dan timbunan sebesar
28033,09 m3. Sehingga perbandingan galian dan timbunannya adalah

Perbandingan : Galian : Timbunan

55
11883,2 : 11080,2

1,072 :1

Perhitungan luas penampang galian dan timbunan dibantu oleh software Autocad dan
Civil 3D serta terlampir pada gambar alinyemen horizontal dan vertikal.

56
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Jalan raya merupakan kontruksi sipil yang sangat berperan penting dalam sendi
kehidupan masyarakat oleh karena itu syarat-syarat untuk membuat perencanaan jalan raya,
oleh Karen itu

1. Jarak
Pada perencanaan jalan ini didapatkan panjang d1sebesar 188,57 m, d2 sebesar 624,84
m, dan d3sebesar 209,95m, dengan panjang tangen total 1023,36 m
2. Sudut belok
Sudut belok yang didapatkan sesuai kecepatan rencana (Vr) pada setiap belokan
adalah
o Belokan pertama : PI1 = 65 km/jam ( ΔPI1 = 14,147°),
o Belokan kedua : PI2 = 80 km/jam (ΔPI2 = 12,961°)
dimana panjang total jalan yang direncanakan 1021,23meter.
3.Jumlah tikungan
Jumlah tikungan yang didapatkan sebanyak 2 tikungan dengan menggunakan SCS
(Spiral – Circle – Spiral) dengan panjang tikungan L1 = 305,135 m dan panjang
tikungan L2 = 339,992 m
4. Kelandaian (e)
Perencanaan Alinyemen Horizontal telah memnuhi syarat aman dan nyaman (emaks
hitung <emaks data, dan Smaks hitung <Smaks data) pada Alinyemen Vetikal setelah grade line yang
telah memenuhi syarat landai dan jarak pandang maka diperoleh dua buah lengkungan
yaitu Cembung dan Cembung.
Pada alinyemen vertikal, didapatkan 3 kelandaian dengan nilai kelandaian sebesar
berikut:
e1= 0,465 % (Jalan naik)
e2 = 0 % (Jalan Datar)
e3 = −0,458% (Jalan Turun)

57
Berdasarkan hasil tersebut didapatkan emaxsebesar 0,465 % dari etotalsebesar (0,465 + 0
+ 0,458) = 0,923%. Hasil tersebut memenuhi syarat dari ketentuan landai maksimum
kelas Jalan IIA sebesar 6%.

5. Galian dan Timbunan


Pekerjaan terakhir dalam penyusunan tugas perencanaan jalan adalah perhitungan galian
dan timbunan. Perhitungan galian timbunan didapatkan dari metode Cross Section dimana
perbandingan CUT : FILL adalah 11883,2 m3 : 11080,2 m3atau 1,072 : 1 dan memenuhi
syarat dari ketentuan perbandingan CUT : FILL yaitu 1 : 4, karena kontur dijalan nya
sangat membutuhkan timbunan banyak karena melewati kontur rendah

4.2 Saran

Dalam merencanakan sebuah jalan raya harus direncanakan secara matang dan tidak boleh
asal-asalan dan harus memperhatikan setiap syarat-syarat yang diperlukan

58
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Supratman. 2002.Geometrik Jalan Raya. Teknik Sipil FPTK UPI: Bandung

Setiyafudin, Arif. 2010. RE – ALINYEMEN GEOMETRIK JALANRUAS AMLAPURA –

KUBUTAMBAHAN, BALI (KM 77+600 s/d 95+000). Jurnal ITS.

Anonim. 2014. Contoh Perhitungan Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Tersedia


http://civildoqument.blogspot.com/2014/09/contoh-perhitungan-geometrik-jalan-
raya.html [Online]. Diakses: 1Juni 2018.

Anonim. 2014. Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Tersedia :


https://jidinmsirajuddin.wordpress.com/2014/01/23/geometrik-jalan-raya/ [Online].
Diakses : 1Juni 2018.

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1970. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.
13/1970. Bina Marga: Jakarta.

Sukiman, Silvia. 1994. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Nova: Bandung.

59

Anda mungkin juga menyukai