Referat Edema Paru
Referat Edema Paru
EDEMA PARU
Oleh
Preceptor
dr. Sri Indah Aruminingsih, Sp.Rad.
Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena rahmat-Nya
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Bagian
Dalam penyusunan Referat ini tentu saja masih terdapat kelemahan dan
kekurangan, untuk itu penyusun berharap masukan dan kritik yang membangun
Penyusun
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Paru merupakan organ yang terletak pada rongga dada berbentuk kerucut atau
konus yang ujungnya berada diatas tulang iga pertama dan dasarnya berada
cairan serosa yang berlebih pada alveolus dan ruang intersisial maka akan
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh akumulasi cairan di paru-
paru (ruang interstitial dan alveolus). Cairan ini memenuhi alveolus di dalam
paru yang terjadi secara akut merupakan kondisi kegawatan medis yang harus
segera ditangani. Walaupun edema paru kadang merupakan kondisi yang fatal,
namun penanganan yang tepat untuk edema paru dan kondisi yang
namun secara umum terapi ini termasuk suplementasi oksigen dan pengobatan
keseluruhan berjumlah 74,4 juta. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema
edema paru. Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971.
Sejak itu menyebar ke berbagai daerah, sampai tahun 1980 seluruh propinsi di
1.2 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan
sistem peredaran darah (sirkulasi). Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan
dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2
lobus. Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superior, lobus media, dan
lobus inferior. Lobus superior dan lobus media dibatasi fissura horizontalis;
lobus inferior dan media dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri
adalah lobus superior dan lobus inferior yg dipisahkan oleh fissura oblique.
Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.2
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang
menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang
Organ paru-paru memiliki tube bronkial atau bronchi, yang bercabang- cabang
kapiler yang berisi darah yang berfungsi untuk oksigen dari udara berdifusi ke
3
dari jantung mencapai paru-paru melalui arteri paru-paru dan, setelah
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh akumulasi cairan di paru
(ruang interstitial dan alveolus). Cairan ini memenuhi alveolus di dalam paru-
paru yang menyebabkan seseoran kesulitan untuk bernafas. Edema paru terjadi
oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang
Edema paru dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema
sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di
atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya
2019)
4
2.3 Patogenesis Edema Paru
kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan
pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli kapiler, dan hasil akhir
Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang
dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam
keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan solute dari pembuluh
dapat terjadi pada peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan
b. Sistem limfatik
cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negative di
limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema.
Proses terjadinya edema paru melalui 3 tahap, yaitu: (Harun dan Nasution
2009)
1. Stadium 1
5
Pada keadaan ini terjadi peningkatan jumlah cairan dan koloid di ruang
interstitial yang berasal dari kapiler paru. Celah pada endotel kapiler paru
peningkatan cairan di ruang interstitial. Pada fase ini penderita sesak dan
2. Stadium 2
3. Stadium 3a
kapiler.
4. Stadium 3b
6
akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler paru.
Valvular
Kardiogenik
Non-valvular
Edema Paru
Tekanan Rendah
Alveolus
Peningkatan
Non-kardiogenik Permeabilitas
Alveolus
Neurogenik
7
Tabel 1. Perbedaan Edema Paru Kardiogenik (EPK) dan Edema Paru Non-
Kardiogenik (EPNK). (Ingram dan Braunwald, 20030
EPK EPNK
Anamnesis Tanda penyakit dasar
Acute cardiac event (+) Jarang
Penemuan Klinis
Perifer Dingin (low flow state) Hangat (high flow
meter)
S3 gallop/kardiomegali (+) (-)
JVP Meningkat Tak meningkat
Ronki Basah Kering
Laboratorium
EKG Iskemia/infark Biasanya normal
Foto toraks DIstribusi perihiler Distribusi perifer
ENzim kardiak Bisa meningkat Biasanya normal
PCWP > 18 mmHg < 18 mmHg
Shunt intra pulmoner Sedikit Hebat
Protein cairan edema < 0.5 > 0.7
JVP: jugular venous pressure
PCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure
a. Sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari);
d. Pada pasien dengan edema paru kardiak, dapat ditemukan adanya riwayat
8
2.6 Gambaran Radiologis
tersebut adalah penebalan septa interlobar yang biasa disebut septal lines atau
kerley lines, peribronchial cuffing, cairan di fisura, dan efusi pleura. Septa
interlobar biasanya tidak terlihat pada rontgen dada. Septa ini akan terlihat jika
terdapat akumulasi cairan di daerah tersebut. (Cinteza dkk, 2007; Glaus dkk,
2010)
Terdapat beberapa Kerley lines, kerley lines A, garis ini akan muncul ketika
sekitar 6 cm dari hilus dan tidak sampai ke perifer paru. Kerley lines B, garis
ini biasanya disebut sebagai septal lines, garis ini akan muncul biasanya di basis
paru atau di sekitar sudut costofrenikus. Panjang garis horizontal ini 1-2 cm
9
dengan tebal hanya 1 mm. Kerley lines C merupakan Kerley lines B en face,
merupakan opasitas reticular pada basis paru. Kerley lines D, merupakan garis
yang sama dengan Kerley lines B, dan akan terlihat hanya pada lateral chest
Gambar 4. [Gambar Kiri] Kerley lines A (panah putih), Kerley lines B (kepala
panah putih), Kerley lines C (kepala panah hitam), [Gambar Kanan]
Peribronchial cuffing, pleural effusion.
10
Tabel 2. Perbedaan gambaran radiologis CPE dan non CPE
bronkus atau bronkiolus besar baik pada foto polos dan CT, terjadi karena
digambarkan sebagai "dougnat sign". Jika dilihat secara tangensial, ini dapat
2011)
11
Gambar 5. Peribronchial cuffing (panah merah).
Garis septum, juga dikenal sebagai garis Kerley, terlihat ketika septa
Garis kerley terjadi ketika tekanan kapiler paru mencapai 20-25 mmHg.
1. Garis kerley A
foto thoraks terlihat garis kerley A melewati tanda vaskular normal dan
memanjang secara radial dari hilus ke lobus atas. (Sekar dkk, 2011)
12
Gambar 6. Kerley A (panah merah).
2. Garis kerley B
paru dan tegak lurus terhadap permukaan pleura dan meluas ke sana.
13
3. Garis kerley C
Garis pendek yang tidak mencapai pleura (bukan garis B atau D) dan
tidak secara radial menjauh dari hillus (bukan garis A). Biasanya garis
4. Garis kerley D
Merupakan garis yang sama seperti garis kerley B tetapi garis tersebut
14
Gambar 9. Penebalan Fisura Interlobaris (panah merah).
edema, yaitu stadium edema interstiial dan edema alveolar. Kedua stadium ini
identik pada gagal jantung kiri dan kelebihan cairan intravaskuler. Keduanya
sering dijumpai pada pasien dengan edema tekanan di ICU maupun IGD.
Intensitas dan durasi dari kedua stadium ini tergantung dari peningkatan
tekanan yang terjadi, yaitu tergantung dari rasio tekanan hidrostatik dan
onkotik.
15
Gambar 10. Gambaran foto thorax pada pasien laki-laki, 33 tahun dengan edema
peningkatan tekanan hidrostatik karena akut mikolitik leukemia yang
datang dengan kelebihan cairan karena gagal ginjal dan gagal jantung.
Panah hitam pada gambar b menunjukkan adanya pelebaran progresif
pembuluh darah lobus (peribronchial cuffing), panah putih gambar c
menunjukkan adanya bilateral kerley lines, dan juga terdapat area
noduler dengan peningkatan opasitas. Kelebihan cairan dapat
dikonfirmasi dari pertambahan ukuran dari vena zygos.
Gambar 11. Gambaran CT-scan pada pasien laki-laki 53 tahun, dengan edema
peningkatan tekanan hidrostatik. Didapatkan adanya peribronchial
cuffing (panah hitam) pada bagian anterior paru kiri. Kedua paru terlihat
adanya ground-glass area.
16
Bat Wing Edema
Bat wing edema mengarah pada distribusi edema alveolar di bagian sentral dan
pada 10% kasus edema paru, dan secara keseluruhan terjadi pada kasus
perkembangan cepat gagal jantung berat seperti pada insufisiensi katub mitral
akut (yang berhubungan dengan rupturnya otot papilar, infark miokard masif,
dan destruksi katub seperti pada endokarditis septik) atau pada kasus gagal
ginjal. Pada kasus bat wing edema, korteks paru bersih dari cairan alveolar
ditandai secara radiologis dengan infiltrat alveolus, dan gambaran tipikal edem
Gambar 12. Bat wing edema pada pasien wanita, 77 tahun dengan kelebihan cairan
dan gagal jantung. Pada gambaran foto thorax dada (3.a) dan gambaran
CT-scan (3.b) menunjukkan adanya wing alveolar edema yang
distribusinya sentral dan sparing dari konteks paru. Infiltrat pada pasien
ini berkurang setelah 32 jam menjalani pengobatan.
17
Distribusi Asimetris dari Edema Peningkatan Tekanan
perubahan morfologi dari parenkim paru pada kasus penyakit paru obstruksi
kronis. Selain itu, pada kasus gagal jantung, emfisema pada apices atau
gambaran destruksi dan fibrosis pada bagian paru bagian atas dan tengah (sering
terlihat pada kasus edema paru yang predominan pada bagian yang kurang
Gambar 13. Edema paru asimetris pada pasien laki-laki 70 tahun, dengan end-
stage fibrosis dan emfisema bulosa dikarenakan asbestosis dengan
gagal jantung. Pada gambaran radiografi didapatkan infiltrat
edema paru predominan pada basis paru karena aliran darah paru
mengalir ke bagian ini dari bula lobus bagian atas.
18
Gambar 14. Edema paru asimetris pada pasien pria dengan chronic obstructive
pulmonary disease. Pada gambar 5.a yang merupakan parenkim paru
dan gambar 5.b yang merupakan gambaran mediastinum menunjukkan
edema dengan gambaran diffuse ground-glass attentuation dengan
gradien anteroposterior. Cairan yang memenuhi bula subpleura paling
jelas terlihat pada gambar 5.b di bagian kiri bawah.
Edema paru neurogenik terjadi pada lebih dari 50% pasien dengan gangguan
otak berat seperti pada trauma, perdarahan subaraknoid, stroke, maupun status
dan faktor yang mempengaruhi edema permeabilitas tanpa DAD. Gejala dari
edema paru neurogenik ini diantaranya adalah dispneu, takipneu, dan sianosis
yang terjadi setelah adanya gangguan pada otak. Gejala dan tanda ini akan
apices pada 50% kasus. Gambaran radiologi ini biasanya menghilang setelah 1-
2 hari.
19
Gambar 15. Edema paru neurogenik pada pasien wantia berumur 54 tahun dengan
perdarahan intrakranial karena hipertensi arteri. Gambar a. menunjukkan
foto rontgen thorax dengan gambaran konsolidasi yang predominan pada
daerah apices. Tanpa disertai efusi pleura, Kerley lines, maupun ukuran
jantung yang abnormal. Gambar b. menunjukkan CT scan dengan
gambaran konsolidasi alveolar pada sentral paru, dan penebalan septum
interlobus (tanda panah hitam).
Gambaran HRCT pada edema paru kardiak adalah penebalan septal bilateral,
ground glass opacity pada lokasi yang dipengaruhi gravitasi, kardiomegali,
cairan pleura. High Resolution Computed Tomography (HRCT) pasien dengan
edema paru tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis, penegakkan
diagnosis dilakukan dengan menggabungkan gejala klinis dan temuan
radiografi. (Cardinale, 2012)
20
Gambar 16. Gambaran HRCT edema paru kardiak. Penebalan septal halus dan ground
glass opacity pada lokasi yang dipengaruhi gravitasi, terdapat kardiomegali,
efusi pleura
Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru terlebih dahulu kita cari
penyakit yang mendasari terjadinya edema. Karena merupakan faktor yang
sangat penting dalam pengobatan, sehingga perlu diketahui dengan segera
penyebabnya.
Karena terapi spesifik tidak selalu dapat diberikan sampai penyebab diketahui,
maka pemberian terapi suportif sangatlah penting. Tujuan umum adalah
mempertahankan fungsi fisiologik dan seluler dasar. Yaitu dengan cara
memperbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi. Pemeriksaan
21
tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau, infus juga perlu
dipasang.
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema
secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg
tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil
memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1
ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 –
90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital (10).
6. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak
berhasil dengan oksigen.
22
BAB III
KESIMPULAN
Edema paru merupakan kondisi adanya akumulasi cairan di paru (ruang interstitial
radiologi edema paru pada foto polos thorak berupa stag’s antler sign, Kerley lines,
ukuran jantung membesar, pedikel vaskuler melebar, distribusi edema sentral dan
terdapat efusi paru. Sedangkan, pada edema non kardiogenik ukuran jantung
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Cardinale, L., Volpicelli, D., Lamorte, A., Martino, D., Veltri, A., 2012,
Disease, Vol. IV, No. IV.dalam Wijayanti, dkk. 2015. Radiograph Based
2. Cinteza, M., Margulescu, A.D., Darabont, Roxana O., 2007. Acute Cardiogenic
3. Collins J, Stern EJ. 2010. Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams
& Wilkins.
5. Dietrich CF, Dietrich MG, Dietrich BM. 2016. Lung B-lines artefacts and their
6. Fishman : Pulmonary disease and disorders, fourth edition, volume one, United
7. Glaus, T., Schellenberg, S., Lang, J., 2010. Cardiogenic and Non Cardiogenic
152:7, 311-317.
24
8. Gluecker, T., Capasso, P., Schnyder, P., Guidinchet, F., Schaller, M.D.,
Revelly, Jean P., Chiolero, R., Vock, P., Wicky, S.. Clinical and Radiologic
9. Hall, Guyton &. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
10. Harun, S., Nasution, S.A., 2009, Edema Paru Akut dalam Buku Ajar Ilmu
11. Hurst JW. 2015. The Heart, arteries, and veins. McGraw-Hill.
critically III (Part II). Radiography of lung pathologies common in the ICU
15. Lorraine, B.W., Michaell, A.M., 2005, Acute Pulmonary Edema. New England
18. Rampengan, Starry H. Edema paru kardiogenik akut. Jurnal Biomedik (JBM).
2014;6(3):149-156.
25
19. Sekar T, Swan KG, Vietrogoski RA. 2011. A beeline through Sir Peter James
critically III (Part II). Radiography of lung pathologies common in the ICU
21. Dietrich CF, Dietrich MG, Dietrich BM. 2016. Lung B-lines artefacts and their
22. Cardinale, L., Volpicelli, D., Lamorte, A., Martino, D., Veltri, A., 2012,
Disease, Vol. IV, No. IV.dalam Wijayanti, dkk. 2015. Radiograph Based
26