Anda di halaman 1dari 149

Bab 1.

Merancang Elemen Mesin, Pengertian, dan Satuan

1. Klasifikasi Merancang Mesin :

1) Merancang dari sesuatu yang ada dan disempurnakan.


2) Merancang dari sesuatu yang sudah ada dikembangkan lebih lanjut.
3) Merancang dari sesuatu yang belum ada menjadi ada.

2. Langkah2 Perancangan

1) Merancang sesuatu dengan rasional, sesuai hukum alam


2) Merancang sesuatu dari proses penelitian dan pengamatan rumus-
rumus
3) Merancang sesuatu dengan mempertimbangkan peralatan pembuatan
4) Merancang sesuatu dengan capaian optimum, menghilangkan segala
efek negatip
5) Merancang sesuatu dengan melibatkan system yang komplek
6) Merancang sesuatu elemen dari mesin
7) Merancang sesuatu dengan bantuan komputer, untuk membuat,
mengkreasi, menganalisa dan optimasi

3. Hal2 Yang dipertimbangkan Dalam Merancang Mesin

1) Jenis-jenis beban yang bekerja pada part


2) Gerakan kinematik part pada mesin
3) Pemilihan material
4) Bentuk dan ukuran part
5) Beban gesek dan pelumasan
6) Kemudahan dan ekonomis
7) Penggunaan part standard
8) Aman saat pengoperasian
9) Peralatan Pendukung pembuatan
10) Mesin-mesin yang tersedia
11) Biaya pembuatan
12) Penyusunan Part
4. Prosedur Perancangan

1) Menetapkan Tujauan dan Keinginan

2) Mengamati gerakan-gerakan yang terjadi


pada mesin

3) Analisa Gaya pada tiap-tiap elemen

4) pemilihan Bahan untuk tiap bagian

5) Perancangan berdasarkan analisa ukuran dan


tegangan

6) Kemungkinan Perubahan-perubahan untuk


optimasi

7) Gambar detail untuk tiap-tiap komponen dan


pengerjaannya

8) Memproduksi berdasarkan gambar akhir

5. Mengenal satuan

Satuan dasar, misal adalah, panjang meter, berat kilogram, waktu secon,
Satuan turunan, misal luas , kecepatan, percepatan, tekanan dll
Beberapa system satuan, CGS(centi, gram,secon), FPS(feed,pound,second),
MKS(meter,kilogram,second), SI (Sistem Internasional)
6. Penulisan singkatan satuan

7. Besaran-besaran Dalam perancangan

Massa(m) dan berat (W)

m memiliki satuan kg, g memiliki satuan m/s2


Gaya (F)

F memiliki satuan Newton (N = 1 kg x 1m/s2)

8. Hubungan kgf dan kg(massa)

1 kgf = 1 kg x 9.81 m/s2 = 9.81 m/s2 = 9.81 N

Benda dengan m=100 kg


Maka akan memiliki gaya berat : F = m.a = m.g =100 x 9.81 = 981 N
Dan akan memiliki berat W = 981/9.81 = 100 kgf

9. Momen Gaya Dan Kopel Gaya

Momen gaya = F x l
F = gaya yang bekerja pada benda
l = jarak tegaklurus dari titik tinjauan ke posisi garis arah gaya

Kopel = F x X
F = gaya yang bekerja pada benda (besar sama arah berbeda)
X = jarak tegak lurus antar gaya
10. Massa Jenis material

11. Momen Enersia benda

I = m1(k1)2 + m2(k2)2 +m3(k3)2 + m4(k4)2

12. Momentum Angular, Torsi, Kerja

Momentum angular = I . 

I = Momen inersia massa


 = kecepatan sudut dari benda
Torsi T=I x 

Kerja Work = F . x

Work = T . 

x = lintasan yang ditempuh gaya F


 = lintasan sudut yang ditempuh torsi T
Bab 2 Macam-macam tegangan

1.Beberapa hal yang menyebabkan gaya pada elemen mesin

1) Energi yang di teruskan


2) Berat dari mesin
3) Gesekan pada mesin
4) Inersia pada benda-benda berputar
5) Perubahan Suhu
6) Ketidak seimbangan part

2. Jenis jenis Beban

1) Beban mati atau beban tetap (besar dan arah tetap)


2) Beban Hidup ( berubah besarnya beban)
3) Beban Tiba-tiba dan beban kejut ( terjadi dan hilang tiba-tiba)
4) Beban impact ( bekerja dengan kecepatan tertentu)

3. Tegangan dan Regangan

Stress,  = P/A

P = gaya yang bekerja pada benda


A = luas permukaan tempat gaya bekerja pada benda

Satuan tegangan Pascal (Pa) , 1 Pa = 1 N/m2

Megapascal 1 MPa = 1 x 106 N/m2 = 1 M/mm2


Gigapascal 1 GPa = 1 x 109 N/m2 = 1 kN/mm2

strain,  = l/ l
l = perubahan panjang akibat gaya pada benda
l = panjang mula-mula benda

4. Tegangan Tarik (tensile stress ) dan regangan tarik

Bila benda mendapatkan gaya tarik, maka penampang akan menderita


tegangan tarik sebesar :

t = P/A
Dan pertambahan panjang terjadi sebesar l
Regangan pada benda tersebut sebesar t = l/l
P = gaya tarik aksial pada penampang benda
A = penampang benda
l = panjang mula-mula
l = penambahan panjang
5. Tegangan Tekan (compressive stress ) dan regangan tekan

Bila benda mendapatkan gaya tekan, maka penampang akan menderita


tegangan tekan
Sebesar :

c = P/A
Dan pemendekan panjang terjadi sebesar l

Regangan pada benda tersebut sebesar c = l/l


P = gaya tekan aksial pada penampang benda
A = penampang benda
l = panjang mula-mula
l = pemendekan panjang

6. Modulus Young (E) atau Modulus Elastisitas

Menurut pengamatan Young, untuk logam elastic akan memenuhi hukum


proporsional

=E. atau E = / atau

E = (P x l)/ (A x l)
Satuan E adalah GPa atau G N/m2

Untuk beberapa jenis material memiliki E sebagai berikut

Contoh 4.1 : Sebuah sambungan rantai seperti gambar dibawah ini terdiri
dari rantai yang memiliki penampang lingkaran. Gaya tarik dibatasi
maksimum 50 kN. Hitung diameter kawat rantai tersebut, jika tegangan tarik
yang diijinkaan pada bahan tersebut sebesar 75 MPa.

Jawaban

Diketahui, P = 50 kN = 5 x 103 N
t= 75 MPa = 75 x 106 N/m2 = 75 N/mm2

Ditanyakan d=

Luas area A = (d2/4)

5 x 103 = t. A = 75 x 0.7854 d2 = 58.9 d2

d2 = 5 x 103 / 58.9
d = 29.13 atau d = 30
7. Tegangan Geser (shear stress) dan regangan geser

Bila sebuah benda mendapatkan dua buah gaya berlawanan yang bekerja
secara tangensial pada penampang benda, maka benda akan menderita
tegangan geser (shear stress)

Dan benda akan mengalami regangan geser (shear strain), adalah deformasi
menyudut akibat gaya geser.

 = Gaya tangensial / area = P/A

A = /4 x d2

 = 4 P/ ( x d2 )

Untuk geser pada sambungan ganda sebagaimana dibawah ini

Penampang area

Tegangan geser
8. Modulus Geser (Shear Modulus) atau Modulus kekenyalan

Sebagaimana modulus young, terdapat hubungan proporsional antara


tegangan geser dan regangan geser

=C atau / = C


 = tegangan geser
 = regangan geser
C = modulus geser (shear modulus)

Contoh 4.6. Hitung gaya yang digunakan untuk melakukan penekanan


(punch) pada plat untuk dilubangi dengan diameter 60 mm, tebal plat 5 mm,
dan tegangan geser ultimate plat 350 N/mm2

Jawaban

Diketahui d = 60 mm; t = 5 mm; u = 350 N/mm2

Luas area tekan =  x d x t = 3.14 x 60 x 5 = 942.6 mm2

Gaya untuk tekan = A x u = 942.6 x 350 = 329910 N = 329.91 kN


Soal 4.7 Gaya tarik sebesar 80 kN bekerja searah X dan Y, seperti gambar
dibawah ini, tegangan tarik maksimum batang 100 N/mm2, tegangan geser
yang diijinkan pada pin 80 N/mm2, hitung diameter batang dan pin.

Jawaban, P = 80 kN = 80 x 103 N; t = 100 N/mm2;  = 80 N/mm2

Diameter batang = Db
Area batang =  Db2 / 4 = 0.7854 Db2

t = P/Ab; 100 = (80 x 103)/ (0.7854 Db2 )


Db = 101846/100 = 1018.46
Db = 32 mm

Diameter pin = Dp
Area batang = 2 x  Dp2 / 4 = 1.571 Dp2

s = P/Ap; 80 = (80 x 103)/ (1.571 Dp2 )


Dp2 = 636.5
Db = 25.2 mm
9. Tegangan Leleh (bearing stress)
Gaya yang mengenai permukaan kontak dapat membuat permukaan kontak
meleleh dan akan menghasilkan bearing stress atau crushing stress. Dapat
terjadi pada bidang kontak paku keling, cotter pin,

b atau c = P/(d.t.n)
P = gaya yang bekerja menekan permukaan kontak
d = diameter pasak
t = tebal plat
d.t = area proyeksi rivet pada plat
n = jumlah rivet tiap satuan panjang

tekanan pada bantalan pb

pb =P/(l.d)

pb = tekanan rata-rata di bantalan


P = beban radial pada poros
l = panjang kontak
d = diameter poros
Contoh 4.8. Dua plat tebal masing-masing 16 mm, disambung dengan rivet
ganda seperti gambar dibawah ini, diameter ribet 25 mm. hitung tegangan
leleh (crusing stress) antara rivet dan plat jika gaya tarik maksimum pada
sambungan sebesar 48 kN.

Jawaban : t =16 mm; d = 25 mm; P = 48 kN

c = P/(d.t.n) = 48x103/(25x16x2) = 60 N/mm2


10. Diagram Tegangan Regangan

1. Daerah OA menunjukkan hubungan tegangan dan regangan proporsional,


dinamakan daerah proporsional, dan disini berlaku hukum Hook.

2. Daerah AB, daerah batas elastis, material akan kembali ke ukuran semula
bila beban dilepaskan.

3. Daerah BCD, daerah titik Yield, material mulai tidak kembali ke ukuran
semula bila beban dilepaskan, dan besar beban berubah ubah. Dan nilai
minimumnya pada titik D.

4. Daerah DE, daerah plastis, tegangan tidak lagi proporsional dengan


regangan, dan mencapai puncak beban di titik E, tegangan di E disebut
Ultimate stress.
5. Daerah EF, menuju putus, di daerah terjadi pengecilan penampang, dan
penurunan gaya, sekaligus di titik F benda akan butus (breaking stress)

11. Tegangan kerja (working stress)

Elemen mesin dirancang memiliki tegangan dibawah tegangan ultimate.


Tegangan ini dinamakan working stress, atau design stress, atau allowable
stress (tegangan ijin)

12. Angka Keamanan ( Factor of safety)

Untuk material getas

Untuk material ulet

13. Pertimbangan dalam memilih angka keamanan

1) Sifat material yang perubahannya selama pemakaian


2) Ketelitian yang dikehendaki
3) Beban yang dipakai
4) Kepastian tentang jenis kerusakan
5) Penyederhanaan asumsi model
6) Melokalisir tegangan
7) Tegangan akibat pengerjaan
8) Pertimbangan kerugian umur pemakain
9) Pertimbangan kerugian penurunan sifat material
Bab 3. Puntir (Torsion) dan Lengkung (Bending)

Poros bisa mendapatkan beban Puntir dan beban lengkung secara


bersamaan,

Beban puntir terjadi pada batang yang mendapat gaya kopel pada bidang
penampang parallelnya,

Beban lengkung diakibatkan gaya satu arah pada bidang penampangnya.

1. Beban Torsi pada batang

 = tegangan geser maksimum (ditepi poros)


r = radius poros
T = momen torsi
J = momen inersia polar
C = modulus kekenyalan bahan
l = panjang poros
 = sudut puntir persatuan panjang (radian)
Untuk poros pejal penampang lingkaran

Torsi yang terjadi adalah

Untuk poros penampang lingkaran berlubang

dan
Hubungan antara daya Poros Dan Torsi Poros adalah

P = Daya poros (Watt)


T = Torsi yang diteruskan (N.m)
 = kecepatan sudut (rad/s)
N = RPM poros

Contoh 5.1. Poros meneruskan daya 100 kW pada 160 r.p.m. Hitung
diameter poros jika torsi yang diteruskan 125 % dari torsi rata-rata.
Tegangan geser yang diijinkan bahan 70 MPa.

Diketahui : P = 100 kW = 100 x 103 W


N = 160 r.p.m
Tmax = 1.25 T mean
 = 70 MPa = 70 N/mm2

Cari Tmean dan d

100 x 103 = (2  N. Tmean )/60 =( 2. .160. Tmean )/60 = 16.76 Tmean

Tmean = 5966.6 N.m

Tmax = 1.25 x 5966.6 = 7458 N m = 7458 x 103 N.mm

7458 x 103 = ( . . d3 ) /16 = 13.75 d3

d3 = (7458 x 103 )/13.75 = 542.4 x 103

d = 81.5 mm
2. Beban Lengkung pada batang

Beban mengakibatkan batang terkena momen bending seperti diatas


Maka pada penampang akan mendapat tegangan yang besarnya sesuai
dengan posisinya dari sumbu netral. Tegangan tertinggi terletak di bagian
yang terjauh dari sumbu netral.

Hubungan antara Moment dan besarnya tegangan memiliki rumus

M = besar momen pada batang


 = tegangan lenkung
I = momen inersia luasan terhadap sumbu netral
y = jarak dari sumbu netral ke titik tinjauan
E = modulus young bahan
R = Radius kurva kelengkungan batang

Z = modulus tampang
Contoh 5.6. Batang poros pompa seperti gambar dibawah ini. Dengan beban
pada bagian kiri 25 kN dan kanan 35 kN, pada jarak seperti pada gambar.
Hitung diameter poros pada bagian tengah jika tegangan yang terjadi tidak
boleh lebih 100 MPa.

Diketahui b = 100 MPa = 100 N/mm2


Dicari moment terbesar, hitung dulu RA dan RB

Persamaan momen di A adalah


RB x 950 = (35 x 750) + (25 x 150) = 30 000
RB = 30 000/950 = 31.58 kN = 31.58 x 103 N
RA = (25 + 35) -31.58 = 28.42 kN = 28.42 x 103 N

Momen lengkung di
C = RA x 150 = 4.263 x 106 N.mm
D = RB x 200 = 6.316 x 106 N.mm

Momen bending terbesar terletak di D dengan besar 6.316 x 106 N.mm

Modulus tampang Z = (/32) x d3 = 0.0982 d3

100 = M/Z
= 6.316 x 106/ 0.0982 d3 = 64.32 106/ d3
d3 = 643.2 x 103
d = 86.3 di bulatkan 90 mm
3. Bi-Axial Stress pada batang

Batang bila mendapat beban tarik atau tekan, geser serta lengkung,
mengakibatkan terjadi resultante tegangan yang cukup komplek di dalam
batang. Untuk menyederhanakan biasa di lakukan dengan peninjauan pada
suatu bidang dua dimensi yang menderita gaya tarik atau tekan dan geser,
seperti gambar dibawah ini.

Besar tegangan dan regangan pada suatu garis EF bersudut  terhadap garis
vertikal adalah

Tegangan :

Regangan :

Daerah tegangan tarik maksimum atau minimum (principal planes) terdapat


di daerah dengan tegangan geser nol ( 1 = 0), dengan posisi sudut adalah
Atau

Menghasilkan persamaan sudut

Dua bidang prinsipel stess saling tegak lurus 90 kearah kanan, persamaan
sudutnya adalah

Maksimum prinsipel stress


Minimum prinsipel stress

Untuk Geser maksimum terjadi 45 derajad kekanan dari bidang prinsipel


stress dengan besar tegangan

Bila tegangan tarik hanya satu arah (2 = 0) maka rumus diatas menjadi
Bab 9. Sambungan paku Keling (Rivets Joint)

9.1. Pengenalan

Bentuk paku keling

1. Sambungan Permanen
2. Sambungan Dapat Dilepas

Sambungan yang tidak dapat dilepas kecuali dengan merusak sambungan,


missal, solder, las, keling,

Sambungan yang dapat dilepas tanpa merusak sambungan, missal ulir


(screwed), pasak (keys), Lubang dan pin (cotter and pin)
9.2 Metode pengelingan

Menyambung dua bagian agar kuat dan tegar, sambungan supaya kuat, dan
juga menjaga supaya tidak terjadi kebocoran pada sambungan.

Sambungan dingin untuk memperoleh kekuatan, sambungan panas untuk


supaya tidak terjadi kebocoran.

9.3. Bahan Paku keling

Bahan harus kuat(tough) dan ulet (ductile), biasa memakai baja karbon
rendah atau nikel, tembaga, aluminium, atau baja
9.8 Sambungan tumpuk (Lap joint)

9.9 sambungan Sambung (but joint)


9.12. Kegagalan Sambungan Rivet

1. Robek pada sisi tepi

m = 1.5 d

2. Robek pada antara baris rivet

p = pitch pada rivet


d = diameter lubang rivet
t = tebal plat
t = tegangan tarik yang diijinkan plat

Luasan sobek At = (p-d) t

Gaya Maksimum Pt = At . t = (p-d) .t. t


3. Tegangan Geser pada Rivet
4. Crushing (leleh) pada plat

d = diameter lubang rivet


t = tebal plat
c = tegangan crushing yang diijinkan
n = jumlah rivet per panjang

Luasan crushing Ac = d.t

Total Luasan = n.d.t

Gaya yang ditahan mak Pc = n.d.t. c


9.14 Efficiency pada sambungan Rivet

Gaya yang di derita pada sambungan Pt, Ps, Pc

Gaya yang diterima bila tanpa sambungan P = p . t. t

Effisiensi sambungan keling

 = (nilai terkecil Pt, Ps, Pc)/ (p . t. t )

p = pitch rivet

t = tebal plat

t = tegangan tarik plat yang diijinkan


9.21. Beban excentric Pada sambungan rivet
Gaya vertikal akibat beban Ps

Momen yang terjadi, karena letak Ps

Jarak diagonal

Total Moment

Hubungan F1 dan F2, F3,F4

Sudut pada sisi kanan atas


Resultante pada R3 dan R9

Besar R6
Bab 10 Sambungan Las

10.9 Jenis sambungan Las

1. Lap Joint (sambungan tumpuk)

2. Butt Joint (sambungan hubung)


10. 16. kekuatan pada sambungan Transverse Fillet

t = Tebal troat (BD)


s = panjang Leg (kaki)/tebal plat
l = panjang pengelasan
Gaya pad las tunggal

Gaya pad alas ganda

10.17 kekuatan pada Las Paralel fillet


 = tegangan geser yang diijinkan bahan las

Gaya untuk las tunggal

Gaya untuk las ganda

Gaya untuk las kombinasi


10.18 Kasus Spesial pada sambungan las Fillet

Pipa dengan torsi di ujung


Tegangan geser maksimum

2. Sambungan pada ujung poros yang terkena Moment


Tegangan Bending

Harga Maksimum

3. Fillet panjang Dan terkena Torsi


Harga tegangan geser maksimum
10.19 Kekuatan pada Butt Joint
10.20 Tegangan Untuk Sambungan Las
10.21 Faktor Konsentrasi tegangan pada sambungan Las

Factor ini digunakan bila sambungan mengalami beban fatiq


Bab 11. Sambungan Ulir (Screwed Joints)

11.2 Keuntungan dan Kerugian

1. Pemakaian yang praktis


2. Mudah dipasang dan di bongkar
3. Banyak jenis untuk berbagai penggunaan
4. relatip murah mudah diproduksi dengan standarisasi dan effisiensi yang
baik

Kerugian

Ada konsentrasi tegangan pada sambungan terutama di ulirnya

11. 3. Nama-nama Bagian Ulir


11.4 Bentuk penampang Ulir

1. BSW (British Standard Whitworth) dan BA (British Association

2. American National Standard dan Unified Standard

3. Square Dan Acme Standard


4. Knuckle Dan Buttres

5. Ulir Metrik
6. Hubungan Mur dan Baut
11.6. Tipe sambungan dengan baut pengencang

a. Baut terusan dengan mur


b. Baut pada lubang tap tanpa mur
c. Baut pada lubang tab dengan pengencang mur diatasnya

2. Baut cap, jenis baut tab dengan ukuran yang lebih kecil, memiliki kepala
dengan bentuk yang bermacam-macam

3. Machine screws, Baut cap yang bekerja dengan mur


4. Set Screw, berfungsi untuk mengencangkan sambungan antara dua buah
batang
Ukuran Set screw disbanding batang yang disambung

Gaya yang timbul pada tepi poros yang disambung

Torsi Poros yang disambung

Daya Poros yang diteruskan


11.7 Peralatan Pengunci gerak Sistem Mur Baut

1. Lock nut

2. Castle nut, Saw nut, Pen and ring

3. Pin pengunci
4. Pengunci dengan Plat dan Pegas

11.8 Penyajian Ulir

a) Ungkapan ukuran ulir Metrik biasa dituliskan M di bagian paling depan,

b) diikuti diameter dan toleransi ( 7 fine, 8 normal, 9 kasar) kemudian


toleransi posisi, H (unit ulir), d baut dengan kelongaran, h baut tanpa
kelonggaran).

Contoh M6-8d
11. 9. Ukuran Standart Ulir metrik

11. 10. Tegangan Pada Baut akibat Beban Statis

1. Tegangan Dalam akibat pengencangan


2. Tegangan Akibat beban luar
3. Kombinasi akibat tegangan dalam dan tegangan luar

11.11 Tegangan Dalam Akibat pembebanan

1. Akibat Pengencangan (hasil pengujian)

Pi = 2840 d N

Pi = Gaya tarik awal pada Baut (N)


d = diameter baut (mm)
Gaya Yang Diderita Baut

P = tegangan yang diijinkan x Penampang terkecil baut

Area

dp = diameter pitch
dc =diameter inti terkecil

2. Gaya geser akibat Torsi

 = tegangan geser
T = Torsi yang dikenakan
dc = diameter inti terkecil
3. Geser pada Ulir sejajar sumbu baut

s = tegangan geser
b = lebar baut pada dasar baut
n = banyak ulir

Tegangan pada Mur

d = diameter besar (kaki ulir pada mur)

4. Tegangan desak.leleh pada Ulir

d = diameter besar
dc =diameter inti (terkecil)
n = jumlah ulir.
5. Tegangan Bending (terjadi jika kepala baut atau mur ada eksentris)

x = beda tinggi antara ujung2 baut atau mur


l = panjang batang baut
E = Modulus Young bahan baut

11. 12 Tegangan akibat Gaya Luar

1. Tegangan tarik

atau

Dc = diameter baut (daerah terkecil)


t = Tegangan tarik bahan yang diijinkan

2. Tegangan Geser

atau

d = diameter baut (mayor)


n = jumlah baut
3. Kombinasi tegangan tarik dan geser

Geser maksimum

Tarik maksimum

Soal-soal
11.19 Beban Eksentris Dan sejajar Sumbu baut

a) Beban Vertikal Akibat Gaya pada Tiap baut

b) Beban Vertikal Akibat Moment Eksentris Pada Baut

c) Ambil beban yang paling Besar dari kedua beban tersebut


d) Besar Diameter baut Adalah
11.20. beban Eksentrik Tegak lurus sumbu baut

a) Beban Geser Tiap baut

b) Beban Tarik pada Baut Akibat Momen

c) Beban tarik Eqivalen (menderita tarik dan geser)

d) beban Geser Eqivalen (menderita tarik dan geser)


7. Bab 14 Poros (Shaft)

14.1 Pengenalan

Poros adalah bagian mesin yang berputar yang digunakan untuk meneruskan
tenaga dari satu tempat ke tempat lain. Tenaga disalurkan dengan gaya
tangensial dan momen torsi (momen puntir),

14.2 Material Poros

1. Memiliki kekuatan yang tinggi


2. Mudah dikerjakan dengan mesin
3. Tidak mudah patah
4. Mudah dilakukan proses perlakuan panas
5. Memiliki tahan aus yang baik

14.3 Cara Membuat Poros

Kebanyakan dibuat denga rol panas, dan finishing dengan tarik dingin, bubut
atau penggerindaan. Poros dengan rol dingin lebih kuat dibanding dengan
rol panas, tetapi rol dingin memiliki tegangan sisa yang lebih besar.
Tegangan sisa mengakibatkan terjadinya distorsi saat dikerjakan dengan
mesin. Untuk poros besar dibuat dengan tempa dan diselesaikan dengan
bubut.

14.4 Jenis Poros

1. Poros Transmisi (meneruskan Torsi)

2. Poros mesin (menumpu beban mesin)


14.6 Tegangan pada Poros

1. Tegangan akibat meneruskan Torsi


2. Tegangan akibat momen lengkung, poros menumpu beban sendiri atau
beban gigi,puli dst.
3. Tegangan Gabungan akibat torsi dan momen lengkung.

14.7. Tegangan Maksimum yang diijinkan untuk Poros Transmisi

Tegangan tarik atau tekan maksimum yang diijinkan


a. 112 MPa untuk poros tanpa alur pasak
b. 84 Mpa untuk poros dengan alur pasak

t = 0.6 el atau 0.36 u atau lebih kecil

Tegangan geser maksimum


a. 54 Mpa untuk poros tanpa laur pasak
b. 42 Mpa untuk poros dengan alur pasak

s = 0.3 el atau 0.18 u atau lebih kecil

14. 8 Macam Macam Perancangan Poros

a. Poros dengan momen puntir atau torsi saja


b. Poros dengan momen lengkung saja
c. Poros dengan momen puntir dan momen lengkung
d. Poros dengan beban aksial, momen puntir dan momen lengkung

14. 9 Poros Dengan Momen Puntir Saja

T = Momen puntir , torsi yang bekerja.


J = Inersia Polar tampang poros tehadap sumbunya
 = Tegangan geser
r = Jarak radius terluar ( r= d/2)

Inersia Polar lingkaran

Urusan rumus diatas

atau

Untuk Poros Berlubang

do = diameter poros terluar


di = diameter lubang

atau

Bila k = di/do
Daya yang diteruskan pada poros

atau

T = momen puntir (N.m)


N = kecepatan putar poros r.p.m

Untuk poros sabuk (belt)

T1 = Gaya pada daerah kencang


T2 = Gaya pada daerah kencor
R = radius puli
14.10 Poros terkena Momen lengkung Saja

M = Momen lengkung
I = momen Inersia penampang poros
b = tegangan bending (tarik atau tekan)
y = Jarak dari sumbu netral ke posisi terluar

poros dengan penampang lingkaran

dan

Uraian rumus diatas menjadi

menjadi

Untuk Poros Berlobang


Hasil akhir

k = di/do
14. Poros terkena Kombinasi Momen puntir dan Momen Lengkung

Diselesaikan dengan pendekatan tegangan geser maksimum, dan tegangan


normal maksimum

1. Pendekatan tegangan geser maksimum

 = tegangan geser akibat puntir


b = Tegangan (tarik atau tekan) akibat momen lengkung.

Dari perhitungan masing-masing besar tegangan di dapatkan

Bila disederhanakan menjadi

Dan hasil terakhir adalah digunakan pernyataan berikut


2. Pendekatan Tegangan Normal Maksimum

Bila nilai tegangan di masukkan persamaan menjadi

Disederhanakan menjadi

Hasil akhir dinyatakan dalam ungkapan berikut

3. Untuk Poros berlubang diperoleh rumus

k = di/do
14.12 Poros terkena beban Fluktuasi

Beban fluktuasi terjadi disebabkan karena beban berubah ubah besarnya


karena kejut dan lelah (shock and fatique)

Perumusan perlu memasukkan factor kejut dan lelah tersebut

Km = factor kejut dan fatiq pada Momen Lengkung


Kt = factor kejut dan fatiq pada Torsi
14.13 Poros Terkena Kombinasi beban Aksial, Torsi dan Lengkung.

Konstruksi ini contohnya terjadi pada poros baling-baling kapal dan juga
pada poros roda gigi cacing

Tegangan akibat momen lengkung adalah

Tegangan akibat gaya aksial adalah

Untuk poros pejal gabungan antara dua tegangan diatas menjadi

Untuk poros berlubang


Untuk poros terkena tekan perlu memperhatikan masalah tekuk, sehingga
melibatkan perhitungan factor tekuk ( )

Untuk poros pejal

Untuk poros berlubang

Factor tekuk  untuk L/K lebih kecil 115 adalah

Factor tekuk  untuk L/K lebih besar 115 adalah


Kesimpulan untuk 3 kombinasi gaya rumus menjadi
14.14 Perancangan Poros terhadap Kekenyalan (Sudut Puntir0

Pada camshaft (noken as) sudut punter dibatasi 0.25 per meter panjang,
untuk poros transmisi dibatasi 2.5 sampai 3

1. Kekenyalan Puntir

 = sudut puntir poros (radian)


T = momen puntir
J = Momen inersia polar tampang
G = modulus kekenyalan bahan poros
L = panjang poros

untuk poros pejal

untuk poros berlubang

2. Defleksi Lateral

Defleksi poros pada bentang tumpuan akibat beban luar


Bab 13. Pasak(Key) dan Kopling kaku(Coupling)

Pasak adalah sepotong baja yang disisipkan antara poros dan lubang bos puli
untuk menghubungkan keduanya , sehingga keduanya menyatu dan tidak
ada gerak relatip diantara keduanya.

Biasanya disisipkan secara parallel dengan sumbu poros, digunakan sebagai


sambungan tidak tetap yang akan dikenai gaya geser (Shear) dan gaya leleh
(crushing)

13.2. Jenis-Jenis Pasak

1. Sunk Keys
2. Saddle Keys
3. Tangent keys
4. Round Keys
5. Splines

1. Rectangular sunk key.

Lebar w = d/4
Tebal t = 2w/3 = d/6
Kemiringan 1 : 100 ( untuk panjang 100 in miring 1 in)
2. Square sunk key, bentuk sama dengan sunk key namun ukuran w= t =
d/4

3. Paralel sunk key, bentuk penampang sama dengan sunk key atau square
namun tidak memiliki kemiringan

4. Gib Head key, sama dengan rectangular sunk key, tetapi memiliki kepala
dengan bentuk gib head

Ukuran yang ada pada gib head key adalah

w = d/4

t = 2w/3 =d/6

5. Feather key, pasak yang diletakkan pada poros yang memungkinkan


gerak axial pada puli searah sumbu poros, biasanya untuk meneruskan
transmisi berupa putaran
6. Woodruff Key, Adalah pasak yang dengan mudah dapat mengatur sendiri
7. Saddle Key

Memiliki bentuk rata (Flat saddle) dan bentuk lengkung (Hollow saddle),

8. Tangen Key

Pasak ini disisipkan dengan kuat dengan cara berpasangan dan menyudut,
sehingga dapat menahan torsi pada dua arah putaran dengan kuat. Biasa
digunakan pada poros yang bekerja berat.
9. Round Key

Pasak ini memiliki penampang berbentuk lingkaran, yang dipasangkan pada


lubang yang dibuat sebagian di poros dan sebagian di hub(bos puli),
keuntungan penggunaan pasak ini adalah pemasangan dilakukan setelah
pasangan penyatu, kemudian dilakukan pembuatan lubang asak dan
dipasang pasak. Biasanya untuk tenaga yang kecil.

10. Splines. Adalah sambungan poros dan hub dengan membuat alur di
sekeliling lingkaran poros dan hub yang akan disambungkan.
13.8 Gaya yang bekerja pada Sunk key

1. Gaya F1 adalah gaya tekan karena sambungan yang presisi yang saling
menekan, Gaya ini menghasilkan tegangan tekan pada pasak

2. Gaya F disebabkan karena torsi yang diteruskan, Gaya ini menghasilkan


tegangan geser dan tegangan lelah pada pasak.
a. Menghitung tegangan geser

b. Menghitung Gaya Leleh

c. Jika Gaya geser dan gaya leleh berharga sama


d. Bila bahan Pasak sama dengan bahan Poros
13. 11. Shaft Coupling

Biasa digunakan untuk


1. Menyambung poros yang terpisah , seperti poros motor dan generator
yang harus disambungkan, sehingga mudah dalam pelepasan diantara
keduanya.
2. Mengantisipasi ketidak lurusan dari poros yang disambungkan.
3. mengurangi beban kejut pada sistem transmisi.
4. Menjaga dari beban lebih.

13.14. Sleeve , Muff Coupling (kopling tabung)

Untuk menghitung kekuatan dan bahan kopling dipakai persamaan


T = torsi yang diteruskan
c = kekuatan geser bahan tabung (biasanya besi tuang c = 14 M Pa)
Biasanya ukuran adalah

D = 2 d + 13 mm
L = 3.5 d

Perancangan kekuatan pasak

Tinjauan geser

Tinjauan Leleh
13.5 Kopling Clamp ( Compression Coupling)

Ukuran Utama

Jika Ditetapkan
1. Perancangan pasak dan tabung sama dengan kopling tabung yang
lain

2. Perancangan Baut Pengencang

a. Gaya Clamp Pada baut (untuk satu sisi)

b. tekanan Clamp oleh baut

c. Gaya Clamp pada daerah sambungan ( cekaman pada luasan keliling


poros)

d. Hubungan Torsi dan gaya cekam pada sambungan


13. Flange Coupling

Kopling yang disusun dari dua buah flange yang dibuat dari besi tuang, dan
dipasang pada masing-masing porosnya dengan pasak, kemudian disatukan
dengan baut.
13. 17. Perancangan Flange Coupling

1. Parancangan tabung (Hub)

2. Perancangan Pasak

3. Perancangan Flange ( Gaya Geser x Radius )


4. Parancangan Baut (Geser pada baut atau leleh)

a. Luasan geser tiap baut (shear)

b. Total gaya geser

c. Torsi yang diterima dengan asumsi geser baut

d. Luasan Leleh (Crushing) baut

e. Total gaya akibat leleh

f. Torsi yang diterima dengan asumsi leleh


Bab 24. Kopling Luwes (Clutches)

Adalah bagian mesin yang digunakan untuk menyambungkan antara poros


bagian penggerak dan poros bagian yang digerakkan tanpa menghentikan
putaran mesin yang sedang bekerja. Sebagai contoh pada mobil, pada saat
pergantian gigi sumber putaran (motor baker) tetap saja berputar, namun
bagian yang berganti gigi harus dalam kondisi tidak berputar. Sehingga
untuk memutus putaran dari sumbernya digunakan cluth.

24.2 Jenis-Jenis Clutch

1. Positive Clutches
2. Friction Clutches

1. Positive Clutches

Contoh jenis kopling ini adalah Kopling Cakar. Bila sumber putaran dari
kiri, Cakar sisi kiri disatukan kuat dengan poros sebelah kiri, sedangkan
cakar sebelah kanan disatukan dengan Poros kanan, namun cakar kanan bisa
bergerak maju mundur untuk menghubungkan atau memutuskan sambungan
ke sisi sebelah kiri.

1
24.4. Kopling Gesek.

1. Hubungan dilakukan dengan gaya gesek yang dihasilkan oleh kontak


gesek diantara dua permukaan yang akan saling dihubungkan.
2. Panas yang ditimbulkan harus dibuang dengan cepat.
3. Permukaan yang saling bergesekan harus cukup kaku agar tekanan pada
permukaan yang saling bergesekan dapat mengalami tekanan yang merata.

24.5. Bahan Kopling Gesek

1. Memiliki Koefisien gesek yang tinggi dan merata.


2. Tidak terpengaruh oleh kelembaban dan minyak
3. Dapat menerima suhu tinggi tanpa merubah sifat dan kekuatannya.
4. memiliki konduktifitas panas yang tinggi
5. Memiliki ketahanan aus dan gores.

24.6 Perjanjian Untuk perancangan Kopling Gesek.

1. Dipilih material yang cocok untuk terjadinya kontak yang baik


2. Bagian yang bergerak memiliki massa yang ringan, untuk memperkecil
beban inersia, terutama untuk putaran tinggi.
3. Diusahakan tidak menambahkan gaya luar untuk menjaga kontak dua
permukaan geseknya (biasa digunakan pegas).
4. Dapat menahan keausan

2
5. Mudah di perbaiki
6. Mudah membuang panas dari permukaan kontak
7. Bagian yang saling bergesekan dilindungi dengan pelindung.

24.7 jenis Kopling Gesek

1. Kopling Gesek Disc (piringan, piringan tunggal atau jamak)


2. Kopling Gesek Kerucut
3. Kopling Gesek Centrifugal

24.8. Kopling Gesek Piringan

3
24.9 Perancangan Kopling Gesek Piringan

a. Luas permukaan kontak adalah

b. Gaya normal pada luasan

c. Gaya Gesek pada luasan

4
d. Torsi Pada luasan

Bila di integralkan untuk seluruh luasan ada dua asumsi

1. Jika tekanan dianggap sama

2. Jika Keausan dianggap sama

a. tekanan yang terjadi

b. Gaya pada luasan

5
c. Besarnya tekanan

d. Torsi yang terjadi pada piringan

6
24.10. Kopling Gesek Piringan banyak

7
8
9
10
11
12
13
14
24.11 Kopling Kerucut.

15
a. Luasan gesek pada sisi miring

1. Asumsi bila terjadi tekanan sama

a. Intergrasi Torsi yang diteruskan pada luasan

16
b. besarnya tekanan

c. Torsi total yang diteruskan

2. Asumsi bila keausan sama

a. Torsi yang diteruskan luasan adalah

17
b. Torsi yang diteruskan adalah

c. gaya aksial untuk menghubungkan kopling

Harga aktual, hanya 25% saja sehingga rumus menjadi

18
24.13. Kopling Centrifugal

Biasa digunakan untuk menggerakkan sitem puli dari dalam, poros


penggerak diberi system pegas yang diujungnya diberi sepatu gesek, bila
putaran cukup tinggi maka gaya sentrifugal akan lebih besar dari gaya pegas,
dan mengakibatkan bagian luar yang digerakkan akan tergesek oleh sepatu
gesek dan berputar bersama.

24.14. Perancangan Kopling Sentrifugal

19
a. Gaya sentrifugal sepatu

b. Gaya untuk melawan gaya pegas (biasa ¾ putaran kerja)

c. Gaya keliling untuk menghubungkan putaran

d. Torsi untuk satu sepatu

e. Total Torsi sebanyak n biji sepatu

20
2. Ukuran dan bentuk sepatu

a. area kontak adalah

b. Gaya yang menekan kearah sentrifugal

c. Gaya untuk memutar bagian luar

3. Ukuran pegas

Ukuran pegas dibuat dengan ukuran yang nantinya dengan putaran kerja
tersebut dapat meneruskan gaya gesek.

21
Contoh

1. Massa sepatu

22
2. Ukuran Sepatu

23

Anda mungkin juga menyukai