Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tugas perencanaan 2 ini merupakan Tugas yang diberikan guna melengkapi nilai
tugas mahasiswa jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya, Pada jenjang Sarjana. Selain itu bahwa dalam tugas ini berguna untuk
meningkatkan kemampuan mahasiswa teknik mesin terutama dibidang teknik.

Berikut ini adalah spesifikasi mesin dan juga Transmisi yang akan dirancang ulang:

ENGINE 1TR - FE
Engine Type 4 IL, 16 Katup, DOHC, VVT-i
Displacement cc 1.998 cc
Bore x Stroke mm x mm 86.0 x 86.0
Max. Power Ps/rpm 136 / 5.600

Transmision 5 Speed manual

1st 3,926

2nd 2,142

3th 1,397
Gear Ratio
4th 1,000
5th 0,851
Reverse 4,743

1.2 Permasalahan
Melakukan Perancangan ulang Roda gigi Kijang Innova dengan cara melakukan
perhitungan ukuran (dimensi) dari komponen–komponen utama Roda gigi dan jenis material
yang dipergunakan dalam perencanaan ulang Roda gigi ini ?

1
1.2 Batasan masalah
Dalam perencanaan roda gigi ini yang akan direncanakan oleh penulis adalah sistem
transmisi roda gigi mobil Kijang Innova, adapun perencanaan ini meliputi:
1 Perencanaan roda gigi.
2 Perencanaan pasak.
3 Perencanaan poros.
4 Perencanaan bantalan

1.4 Tujuan dan manfaat


Tujuan
Pada perencanaan ulang Roda gigi ini tujuan yang ingin dicapai adalah merencanakan
ulang ukuran dan jenis material yang sesuai dengan jenis pembebanan yang diterima oleh
Roda gigi tersebut.
Manfaat
Dengan merencanakan ulang Roda gigi ini manfaat yang dapat diperoleh adalah kita
dapat lebih memahami permasalahan mengenai Roda gigi.

1.5 Diagram Kecepatan

I II III IV

Output
0,851 V = 6580,49 rpm

Input = 5600 rpm 1,000 IV = 5600 rpm

1,397
III = 4008,59 rpm
2,142

3,928 II = 2614,38 rpm

3,9525 I = 1425,66 rpm

4,743 R = 1416,82 rpm


Input
Catatan : Hasil Output dari :
Gear Ratio

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Pengertian Umum


Pada dasarnya guna mentrasnmisiksn daya besar dan putaran yang tepat tidak dapat
dilakukan dengan roda gesek. Untuk ini, kedua roda tersebut harus dibuat bererigi pada
kelilingnya sehingga penerus daya dilakukan oleh gigi-gigi jedua roda saling berkait. Roda
semacam ini dapat berbentuk silinder ataupun kerucut, disebut roda gigi. Keuntungan dar
penggunaan sistem transmissi dianataranya:
1. Dapat dipakai untuk putaran tinggi maupun putaran rendah
2. Kemungkinan terjadina slip kecil
3. Tidak menimbulkan kebisingan

Sunber: (Sularso,Dasar perncanaan dan pemilihan Elemen mesin, 1978, 211)

2.2. Macam-Macam Roda Gigi


Ada berberapa jenis roda gigi yang mempunyai fungsi dan tingkat kegunaan menurut
putaran atau kecepatan yang berbeda-beda serta daya yang dipindahkan. Adapun macam roda
gigi tersebut adalah :
1. Roda gigi lurus ( Spur Gear )
2. Roda gigi miring ( Helical Gear )
3. Roda gigi cacing ( Worm Gear )
4. Roda gigi kerucut ( Bevel Gear )

Sunber: (Sularso,Dasar perncanaan dan pemilihan Elemen mesin, 1978, 212)

2.2.1. Roda Gigi Lurus ( Spur Gear )


Roda gigi lurus dipakai untuk mentransmisikan daya dengan putaran rendah dan
gerak pada dua poros pararel, seperti gambar 2.1.

Gambar 2.1. Spur Gear. ( Aaron D. Deutschman, Machine Design, 1975, 520)

3
Gigi potong dibuat pararel terhadap sumbu poros dimana roda gigi berada. Ukuran yang kecil
dari sepasang roda gigi dibuat pinion merupakan roda gigi penggerak.

2.2.2. Roda Gigi Miring ( Helical Gear )


Roda gigi miring banyak dipakai untuk memindahkan daya dan putaran dengan
kedudukan poros pararel, tetapi juga dapat dipakai untuk poros tidak pararel.
Roda gigi miring secara umum dipakai untuk putaran tinggi pemindahan daya yang
besar serta tingkat kebisingan yang rendah. Yang dimaksud putaran tinggi adalah bila
putaran mencapai 3600 rpm atau lebih, atau kecepatan pitch line mencapai 5000 ft/min. Yang
membedakan roda gigi dengan roda gigi miring adalah kedudukan gigi terhadap sumbu
poros. Pada roda gigi miring gigi-giginya dibuat untuk membentuk sudut secara tetap
terhadap sumbu poros. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Helical Gear. (Aaron D. Deutschman, Machine Design, 1975, 602)

2.2.3. Roda gigi Cacing ( Worm Gear )


Sepasang worm gear seperti terlihat pada gambar 2.3. ini terdiri dari worm yang
menyerupai bentuk gigi seperti ulir cacing dan worm gear yang menyerupai helitical gear.
Sudut antara poros worm dengan worm gear biasanya 90. Salah satu keuntungan
yang diperoleh dari pemakaian worm gear adalah tidak terjadinya pukulan seperti yang
terjadi pada jenis roda gigi lainnya. Worm gear biasanya dibuat dari baja yang keras,
sedangkan gearnya dibuat dari bronze.

Gambar 2.3. Worm Gear. (Aaron D. Deutschman, Machine design 1975, 624)

4
2.2.4. Roda Gigi Kerucut ( Bevel Gear )
Roda gigi kerucut adalah jenis roda gigi yang dipergunakan untuk memindahkan daya
putaran dengan menggunakan kedudukan poros yang tidak pararel dan saling berpotongan.
Dapat dikatakan bahwa roda gigi kerucut adalah roda gigi yang paling baik untuk roda gigi
konis. Hal ini disebabkan bagian yang memuat gigi memang sudah berbentuk konis dan tidak
berbentuk silinder seperti roda gigi pada umumnya.

Gambar 2.5. Nama-nama Bagian Roda Gigi. (Sularso, Dasar Perencanaan dan
Pemilihan Elemen Mesin, 1978, 213)
2.3. Poros
Poros adalah salah satu dari elemen yang memegang peranan penting dalam setiap
unit mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga atau daya melalui putaran. Peran utama
pada trasmisi ini dipegang oleh poros.
Poros dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Poros trasmisi.
b. Poros spindle.
c. Poros gandar.

Sumber: (Zainun ahmad, Elemen Mesin I , 1999, 110)

5
2.3.1. Perencanaan Poros
Momen puntir harus dihitung dari daya N (Hp) yang ditransmisikan dengan putaran n
(rpm) adalah:
N
Mt = 63000 ( lbf.in ) (2.1)
n
Dimana : Mt = Momen torsi ( lbf.in )
N = Daya ( Hp )
n = Putaran ( rpm )
Kalau satuan yang dipakai adalah metris, rumus yang dipakai adalah :
N
Mt = 71620 ( kgf.cm ) (2.2)
n
Bila momen torsi Mt ( lbf.in ) dibebankan pada suatu diameter poros ds ( inchi ), maka
tegangan puntir t ( psi ) yang terjadi adalah :
Mt Mt 5,1
t = = = 3 (psi) (2.3)
Wt d s
3
ds
16
Syarat perencanaan :
t   t (2.4)

t
t = (psi)
N
Dimana N adalah faktor keamanan
5,1Mt
 t (2.5)
d 3s
Dimana  t = tegangan puntir yang diijinkan dari bahan. Dari persamaan diatas diperoleh
rumus untuk menghitung diametar poros ds ( mm ) adalah :
1/ 3
 5,1Mt 
ds    (mm) (2.6)
  t 

Sumber: (Zainun ahmad, Elemen Mesin I , 1999, 114)

2.4. Pasak Bintang ( spline )


Spline adalah sustu profil alur banyak yang biasanya disebut pasak bintang atau
poros bintang. Pasak ini merupakan satu bagian dari poros. Bentuk pasak bintang ada 3
macam yaitu :

6
1. Pasak bintang lurus
2. Pasak bintang involute
3. Pasak bintang tajam
Dari ketiga macam pasak bintang tersebut banyak digunakan adalah pasak bintang lurus dan
involute.

a) Pasak bintang involut b) Pasak bintang tajam

Sumber: (Zainun ahmad, Elemen Mesin I , 1999, 134)

2.4.1. Pasak Bintang Lurus


Pasak bintang lurus adalah yang tertua dari ketiga bentuk pasak bintang, dan secara
umum sudah diganti dengan bentuk yang lebih baru dan kuat yaitu involute. Tetapi pada
beberapa mesin perkakas dan peralatan kendaraan bermotor masih juga digunakan dan
perancang masih banyak menggunakan karena relatif sederhana. Pada tabel 2.1. menentukan
dimensi-dimensi maksimum dari pasak bintang yang berdasarkan diameter poros ds .

Sumber : (Zainun Ahmad , Elemen Mesin I , 1999, 133)

No. All Permanent Not Slides Slides


Of Standard Sizes Fits Fits Under Load Under Load
Spli Nominal
W h D h d h d
nes
4 {By 1/8 in From 0.24 0.07 0.85 0.125 0.075
6 3/4 in to 1 ¾; 2, 2 1D 5D 0D D D 0.10 0.80
¼, 2 ½, 3} 0.25 0.05 0.90 0.075 0.850 0D 0D
10 0D 0D 0D D D
{Same as above, 0.09 0.81
plus by ½ in from 0.15 0.04 0.91 0.070 0.860 5D 0D
16 3 to 6 in.} 6D 5D 0D D D

7
By ½ in, from 2 to 0.09 0.81
6 in 0.09 0.04 0.91 0.070 0.860 5D 0D
8D 5D 0D D D

Tabel 2.6. Rumusan Untuk Dimensi-Dimensi Pasak Bintang. (Zainun Ahmad,


Elemen Mesin I, 1999, 134)

Dimensi poros dapat berubah-ubah dan digambarkan sesuai dengan jenis bahan
yang digunakan, yaitu dengan menggunakan metode perlakuan panas dan permesinan. Untuk
toleransi pasak bintang atau poros bintang mempunyai toleransi batas dan toleransi tekan,
dengan dua perbedaan toleransi tersebut salah satunya adalah dengan proses gerinda poros
yang diperlukan.

Gambar 2.7. Pasak Bintang Berdasarkan Standar SAE. (Zainun Ahmad, Elemen
Mesin I, 1999, 135)
Akibat momen torsi akan terjadi gaya keliling pada diameter rata-rata sebesar :
2Mt
Ft = ( lb ) (2.7)
dm
Mt
=
rm
Dimana : Ft = Gaya keliling pada diameter rata-rata ( lb )
Mt = Momen torsi teoritis dari pasak bintang lurus ( lb.in )
dm = Diameter rata-rata ( in )
rm = Jari-jari rata-rata ( in )
Sehingga gaya keliling tersebut akan menimbulkan tegangan geser dan tegangan tekan.
a. Tegangan geser
s   s (lbf/in2 ) (2.8)

Ft
 s
W.L.Nt
b.Tegangan tekan
c   c (lbf/in2 ) (2.9)

8
Ft
 c
h.L.Nt

Dimana :  s = Tegangan geser yang diijinkan (lbf/in2 )

s = Tegangan geser yang terjadi ( lbf/in2 )


Ft = Gaya keliling pada diameter rata-rata ( lbf )
W = Lebar bintang ( in )
L = Panjang bintang yang berhubungan ( in )
Nt = Jumlah bintang
 c = Tegangan tekan yang diijinkan (lbf/in2 )

c = Tegangan tekan yang terjadi (lbf/in2 )


H = Tinggi gigi yang kontak (in)

Sumber: (Zainun ahmad, Elemen Mesin I , 1999, 135 - 136)

Gambar 2.8. Faktor Geometri Menurut Factor Lewis (Aaron D. Deutschman ,


Machine Design 1975, 371)

2.4.2. Pasak Bintang Involute


Pasak bintang involute merupakan bentuk baru dan banyak digunakan, karena lebih
kuat dari bentuk pasak binatang yang lain serta mudah didalam proses pembuatannya. Bentuk
pasak involute mempunyai bentuk umum untuk involut luar dan dalam yang sama dengan
roda gigi dengan sudut tekan 30 dan kedalaman gigi dari roda gigi standar. Gigi pada pasak
bintang dalam yang merupakan satu bagian dari naf dibentuk dengan proses broaching atau
dengan mesin sekrup. Sedangkan pada gigi pada pasak bintang luar merupakan satu bagian
dari poros dibentuk dengan proses hobbing. Untuk kontrol toleransi, lebar muka efektif

9
minimum dan diameter besar minimum dari pasak bintang dalam dipakai sebagai ukuran
dasar.

Pasak bintang yang bergigi luar toleransinya dapat berubah-ubah sesuai yang
diinginkan. Keuntungan pasak bintang involute antara lain : 1) Tegangan maksimum pada
dasar gigi, 2) ketelitian jarak dan dapat menghasilkan tegangan tekan yang sama diantara
gigi, 3) untuk mengeliminasi sesuai yang dibutuhkan, yaitu gigi pada naf dapat dihaluskan
dengan gerinda.

Pasak bintang involute dapat dibuat dengan kaki datar atau dengan kaki cekung dan
mempunyai 14 diameter pitch sesuai yang ditunjukan dengan pecahan, yaitu :

2.5 3 4 5 6 7 10 12 16 20 24 32 40 48
, , , , , , , , , , , , dan
5 6 8 10 12 16 20 24 32 40 48 64 80 96

Dalam tiap pecahan yang ditunjukan, pasak bintang dapat dibuat 6 sampai 50 gigi. Gambar
2.8. menunjukan ukuran-ukuran dari pasak bintang involute.

Sumber : (Zainun Ahmad , Elemen Mesin I, 1999, 134)

Gambar 2.9. Ukuran-ukuran dari Pasak Bintang Involute. (Zainun Ahmad , Elemen
Mesin I, 1999, 134)

Ada 2 jenis toleransi pada pasak bintang involute yaitu :

1. Toleransi diameter besar


Toleransi ini dapat dikontrol dengan merubah-rubah diameter besar dari gigi luar
pasak bintang.

10
2. Toleransi sisi
Toleransi ini dapat dikontrol dengan mengubah ketebalan gigi.

Momen torsi yang terjadi pada pasak bintang sama dengan momen torsi pada poros.

N
Mt = 63000 ( lb in ) (2.10)
n

Akibat momen puntir tersebut pada pasak bintang bekerja gaya keliling sebesar :

2Mt
Ft = (lbf) (2.11)
d

Dimana : Ft = Gaya keliling pada diameter rata-rata ( lbf )

Mt = Momen torsi ( lbf in )

d = Diameter pitch ( in )

Sumber: (Zainun ahmad, Elemen Mesin I , 1999, 138)

11
Gambar 2.10. Dimensi Pada Pasak Bintang Involut. (Aaron D. Deutschman , Machine
Design, 1975, 371)

Sehingga pada pasak bintang akan bekerja tegangan antara lain :

a. Tegangan geser
s   s (2.12)

4Mt
 s
d 2 .L
b. Tegangan tekan
c   c (2.13)

2Mt
 c
d.Nt.h.L
Dimana : h = Tinggi gigi yang kontak ( in )

12
= 0,8/P = 0,8 d/Nt

L = Panjang gigi ( in )

d = Diameter pitch ( in )

Nt = Jumlah gigi

Sehingga persamaaan diatas menjadi :

2Mt
 c (2.14)
0,8Ld 2

Sumber: (Zainun ahmad, Elemen Mesin I , 1999, 138-139)

2.5. Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau
gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan panjang umur. Bantalan
harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen lainnya bekerja dengan baik.
Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau
tidak dapat berkerja sebagaimana semestinya. Jadi, bantalan dalam permesinan dapat
disamakan peranannya dengan pondasi pada gedung.

2.5.1. Klasifikasi Bantalan

Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

A. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros


i. Bantalan luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan
lapisan pelumas.

ii. Bantalan gelinding


Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola ( peluru ), rol atau
rol jarum, dan rol bulat.

13
B. Atas dasar arah beban terhadap poros
i. Bantalan radial
Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.

ii. Bantalan gelinding khusus


Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus
sumbu poros.

Sumber: (Sularso, Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin, 1978, 103)

2.5.2. Perbandingan Antara Bantalan Luncur dan Bantalan Gelinding

Bantalan luncur mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan beban besar.
Bantalan ini sederhana konstruksinya dan dapat dibuat serta dipasang dengan mudah. Karena
gesekannya yang besar pada waktu jalan, bantalan luncur memerlukan momen awal yang
besar. Pelumasan pada bantalan ini tidak begitu sederhana. Panas yang timbul dari gesekan
yang besar, terutama beban yang besar, memerlukan pendinginan khusus. Sekalipun
demikian, karena adanya lapisan pelumas, bantalan ini dapat meredam tumbukan dan getaran
sehingga hampir tidak bersuara. Tingkat ketelitian yang diperlukan tidak setinggi bantalan
gelinding sehingg dapat lebih murah.

Bantalan gelinding pada umumnya lebih cocok untuk beban kecil dari pada bantalan
luncur, tergantung pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada bantalan ini dibatasi oleh
gaya sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut.

Sumber : (Sularso, Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin, 1978, 103)

2.5.3. Klasifikasi Bantalan Luncur

Bantalan luncur dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara :

Menurut bentuk dan letak bagian poros yang ditumpu bantalan, yaitu bagian yang disebut
jurnal. Bantalan ini dapat diklasifikasikan seperti pada gambar 2.9. Adapun macam-
macamnya adalah sebagai berikut :

a) Bantalan radial, yang berbentuk silinder, belahan silinder, elips, dll.


b) Bantalan aksial, yang dapat berbentuk engsel, kerah, Michel, dll.
c) Bantalan khusus, yang berbentuk bola, dll.

14
Menurut pemakaiannya terdapat bantalan untuk penggunaan umum, bantalan poros
engkol, bantalan utama mesin perkakas, bantalan poros roda kereta api, dll. Dalam teknik
otomotif bantalan luncur dapat berupa bus, bantalan logam sinter, dan bantalan plastik.

Sumber: (Sularso, Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin, 1978, 104)

Macam-macam bantalan luncur :


a) Bantalan radial polos
b) Bantalan radial berkerah
c) Bantalan aksial berkerah
d) Bantalan aksial
e) Bantalan radial ujung
f) Bantalan radial tengah

Gambar 2.11. Macam-macam Bantalan Luncur. (Sularso, Dasar Perencanaan Dan


Pemilihan Elemen Mesin, 1978, 104)

2.5.4. Jenis-Jenis Bantalan Gelinding

Bantalan gelinding mempunyai keuntungan dari gesekan gelinding yang sangat kecil
dibandingkan dengan bantalan luncur. Seperti diperlihatkan pada gambar 2.10, elemen
gelinding seperti rol dipasang diantara cincin luar dan cincin dalam. Dengan memutar salah
satu cincin tersebut bola atau rol akan membuat gerakan gelinding sehingga gesekan
diantaranya jauh lebih kecil. Untuk bola atau rol, ketelitian tinggi dalam bentuk dan ukuran
merupakan keharusan. Karena luas bidang kontak antara bola dan rol dengan cincinnya
sangat kecil maka besarnya beban per satuan luas atau tekanannya menjadi sangat tinggi.
Dengan demikian bahan yang dipakai harus mempunyai ketahanaan dan kekerasan yang
tinggi.

Sumber: (Sularso, Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin, 1978, 104)

15
Gambar 2.12. Macam-macam Bantalan Gelinding. (Sularso, Dasar Perencanaan Dan
Pemilihan Elemen Mesin, 1978, 129xv)

Bantalan gelinding ,seperti pada bantalan luncur dapat diklasifikasikan atas : bantalan
radial, yang terutama membawa beban radial dan sedikit beban aksial, dan bantalan aksial
yang membawa beban yang sejajar sumbu poros. Menurut bentuk elemen gelindingnya, dapat
pula dibagi atas bantalan bola dan bantalan rol. Demikian pula dapat dibedakan menurut
banyaknya baris dan konstruksi dalamnya. Bantalan yang cincin dalam dan bantalan cincin
luarnya dapat saling dipisahkan disebut macam pisah.

2.6. Perbandingan Kecepatan Pada Roda Gigi


dg p np Ntg Mtg
I     (2.16)
dp g ng Ntp Mtp

d 2 1 n1 Nt2 Mt 2
I     (2.17)
d1  2 n 2 Nt1 Mt1

Dimana : Ntg = Jumlah roda gigi gear

Ntp = Jumlah roda gigi pinion

16
I = Angka transmisi

 = Kecepatan sudut ( rad/det )

n = Kecepatan keliling ( rpm )

2.7. Jarak senter / titik pusat sepasang roda gigi


d1  d 2
C (inchi) (2.18)
2

Gambar 2.13. Effect Harga Dari Diameteral Pitch. (Aaron D. Deutschman,


Macine Design, 1975, 375)

2.8. Diameter Pitch


Nd Nt
P ; p ; P.p   (2.19)
Nt d

Dimana :

p = jarak antar gigi (inchi) P = Diameter pitch (inchi)

Nt = Jumlah roda gigi

17
d = Diameter pitch circle (inchi)

N = Jumlah diameter roda gigi

Gambar 2.14. Dasar Geometri Pada Roda Gigi. (Aaron D. Deutschman ,


Machine Design, 1975, 382)

2.9. Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Roda Gigi

 Gaya Tangensial ( Ft )
33000.N
Ft  Fn. cos   (lb) (2.20)
Vp

 Gaya Radial ( Fr )
Fr = Fn.sin   Ft. tan  (lb) (2.21)

 Kecepatan Pitch Line


.d.n
Vp  ( ft/min ) (2.22)
12

Dimana : Fn = Gaya normal ( N )

18
n = Putaran ( rpm )

N = Daya ( Hp )

 = Sudut kontak (  )

2.10. Beban Pada Roda Gigi


Persamaan Lewis :

S.b.y
Fb  (lb) (2.23)
Kf .P

Dimana :

(600  Vp )
Fd  .Ft  Untuk 0 < Vp < 2000 ( ft/min )
600

(1200  Vp )
Fd  .Ft  Untuk 2000 < Vp < 4000 ( ft/min )
1200

(78  Vp )
Fd  .Ft  Untuk Vp > 4000 ( ft/min )
78

Syarat perencanaan

Fb > Fd atau 9/P < b < 13/P ( b = lebar gigi )

P
Pn  (2.24)
cos 

Nt
Nte  (2.25)
cos 3 

Dimana :

Fb = Beban pada gigi (lb) P = Dimeteral pitch

Pn = Dimeter normal pitch Fd = Beban dinamis (ft/min)

 = Sudut helix Vp = Kecepatan pitch line (ft/min)

 = Sudut kontak S = Kekuatan ijin beban

Nt = Jumlah gigi y = Faktor bentuk Lewis

Kf = Konsentrasi tegangan Nte = Jumlah gigi ekivalen

19
Pn = Dimeteral normal pitch  = Sudut helix

 = Sudut kontak Nt = Jumlah gigi

2.11. Rumus Geometri Roda Gigi Miring


Pada dasarnya rumus-rumus untuk roda gigi miring sama dengan rumus-rumus pada
roda gigi lurus, namun berikut ini beberapa tambahan khusus rumus-rumus yang digunakan
pada roda gigi miring.

 Gaya tangensial ( Ft )
33000.N
Ft   Fn. cos n. cos  (lb) (2.26)
Vp

 Gaya radial ( Fr )
Fr  Ft.sin   Ft.sin n (lb) (2.27)

 Gaya aksial ( Fa )
Fa  Ft. tan  (lb) (2.28)

 Kecepatan pitch line


.d.n
Vp  (ft/min) (2.29)
12

Dimana : Fn = Gaya normal (lb)

n = Putaran (rpm)

n = Sudut kontak normal

2.12. Perhitungan Beban Dan Umur Bantalan Gelinding


2.12.1. Perhitungan Beban Ekivalen

Suatu beban yang besarnya sedemikian rupa hingga memberikan umur yang sama
dengan umur oleh beban dan kondisi putaran yang sebenarnya disebut beban ekivalen
dinamis.

Jika suatu deformasi permanen maksimum yang terjadi karena kondisi beban statis
yang sebenarnya pada bagian dimana elemen gelinding membuat kontak dengan

20
cincin pada tegangan maksimum, maka beban yang menimbulkan deformasi tersebut
dinamakan beban ekivalen statis.

Misalkan sebuah bantalan membawa beban radial Fr ( lb ) dan beban aksial Fa ( lb ),


maka beban ekivalen dinamis Pr ( kg ) adalah sebagai berikut :

Pr = X VFr + Y Fa

2.12.2. Perhitungan Umur Nominal

Jika C ( lb ) menyatakan beban nominal dinamis spesifik dan P ( kg ) beban ekivalen


dinamis, maka faktor kecepatan fn adalah :
1/ 3
 33,3 
Untuk bantalan bola, fn =   (2.30)
 n 

3 / 10
 33,3 
Untuk bantalan rol silinder, fn =   (2.31)
 n 

Faktor umur, adalah :

C
Untuk kedua bantalan : fh  fn (2.32)
P

Umur nominal Lh adalah :

Untuk bantalan bola, Lh = 500 fh3

Untuk bantalan rol silinder, Lh = 500 fh10/3

Dengan bertambah panjangnya umur karena adanya perbaikan besar dalam mutu
bahan dan karena tuntutan keandalan yang lebih tinggi, maka bantalan modern direncanakan
dengan Lh dikalikan dengan faktor koreksi. Jika Ln menyatakan keandalan umur ( 100 - n )(
% ), maka

Ln = a1.a2.a3. Lh

Dimana :

a1 = Faktor keandalan. a1 = 1 bila keandalan 90 % dipakai seperti biasa, atau


0,21 bila keandalan 99 % dipakai.

21
a2 = Faktor bahan. a2 = 1 untuk bahan baja bantalan hampa.

a3 = Faktor kerja. a3 = 1 untuk kondisi kerja normal.

22

Anda mungkin juga menyukai