Anda di halaman 1dari 3

EMHA AINUN NADJIB

Nama Lengkap : Emha Ainun Nadjib


Nama Panggilan : Cak Nun
Profesi : Budayawan
Agama : Islam
Tempat Lahir : Jombang, Jawa Timur
Tanggal Lahir : Rabu, 27 Mei 1953
Warga Negara : Indonesia
Istri : Novia S. Kolopaking
Anak : Sabrang Mowo Damar Panuluh, Ainayya Al-Fatihah, Aqiela Fadia
Haya, Jembar Tahta Aunillah, Anayallah Rampak Mayesha

BIOGRAFI

Emha Ainun Nadjib atau yang lebih akrab dengan panggilan Cak Nun merupakan budayawan
dan intelektual muslim asal Jombang, Jawa Timur. Anak keempat dari 15 bersaudara ini
sebelumnya pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Darussalam Gontor setelah melakukan
‘demo’ melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik, pada
pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian ia pindah ke Yogyakarta menamatkan
pendidikannya di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta. Namun, pendidikan formalnya di
UGM, tepatnya di Fakultas Ekonomi, hanya mampu Cak Nun selesaikan 1 semester saja.

Sebelum menikah dengan Novia Kolopaking, Cak Nun pernah menikah dan dikaruniai
seorang anak yang merupakan vokalis dari grup band Letto, Sabrang Mowo Damar Panuluh
atau lebih dikenal sebagai Noe. Sedangkan dari pernikahannya dengan Novia, Cak Nun
dikaruniai empat anak.

Lima tahun ia hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970–1975, belajar


sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya
misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Cak Nun. Masa-masa itu, proses kreatifnya
dijalani juga bersama Ebiet G Ade (penyanyi), Eko Tunas (cerpenis/penyair), dan EH.
Kartanegara (penulis).

Pada bulan Maret 2011, Cak Nun memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010
dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata,
Jero Wacik, Penghargaan Satyalancana Kebudayaan diberikan kepada seseorang yang
memiliki jasa besar di bidang kebudayaan dan mampu melestarikan kebudayaan daerah atau
nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Cak Nun belajar sastra pada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi
yang hidupnya misterius, dengan merantau di Malioboro, Yogyakarta antara tahun 1970-
1975. Ia pun gemar menekuni beberapa pementasan teater yang berhasil digelarnya. Cak Nun
juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di
Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984)
dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).

Selain teater, Cak Nun juga adalah seorang penulis buku dan aktif di kelompok musik
arahannya, Musik Kiai Kanjeng, yang selalu membawakan lagu-lagu sholawat nabi dan syair-
syair religius yang bertema dakwah. Selain itu, Cak Nun rutin menjadi narasumber pengajian
bulanan dengan komunitas Masyarakat Padang Bulan di berbagai daerah.

Kajian Islami

Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas


yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi
ekonomi guna menumbuhkan potensi rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan
komunitas Masyarakat Padhang Bulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara,
rata-rata 10 sampai15 kali per bulan bersama Gamelan Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40 sampai
50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Kajian-kajian islami yang
diselenggarakan oleh Cak Nun antara lain:

 Jamaah Maiyah Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman
Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah salah satu forum silaturahmi budaya dan
kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam
gelar kesenian lintas gender, yang diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali.
 Mocopat Syafaat Yogyakarta
 Padhangmbulan Jombang
 Gambang Syafaat Semarang
 Bangbang Wetan Surabaya
 Paparandang Ate Mandar
 Maiyah Baradah Sidoarjo
 Obro Ilahi Malang, Hongkong dan Bali
 Juguran Syafaat Banyumas Raya
 Maneges Qudroh Magelang

Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas


nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metode perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir,
serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.

Teater

Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halim HD, jaringan kesenian melalui
Sanggar Bambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama.
Beberapa karyanya:
 Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
 Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
 Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
 Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
 Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di
lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di
alun-alun madiun),
 Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
 Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
 Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan
melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda
Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
 Dan yang terbaru adalah pementasan teater Tikungan Iblis yang diadakan di
Yogyakarta dan Jakarta bersama Teater Dinasti
 Teater Nabi Darurat Rasul AdHoc bersama Teater Perdikan dan Letto yang
menggambarkan betapa rusaknya manusia Indonesia sehingga hanya manusia sekelas
Nabi yang bisa membenahinya (2012)

PENDIDIKAN

 SD, Jombang (1965)


 SMP Muhammadiyah, Yogyakarta (1968)
 SMA Muhammadiyah, Yogyakarta (1971)
 Pondok Pesantren Modern Gontor
 Fakultas Ekonomi UGM (tidak tamat)

KARIR

 Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970)


 Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976)
 Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta)
 Pemimpin Grup musik Kyai Kanjeng
 Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media

PENGHARGAAN

 Maret 2011, menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Negara


Kesatuan Republik Indonesia

SOCIAL MEDIA

www.kiaikanjeng.com

AL FATAH GIBRAN WIBOWO (02) / XI MIPA 1

Anda mungkin juga menyukai