Anda di halaman 1dari 1

Nama : Andyana Muhandhatul Nabila

NRP : 5027211029
Kelompok : 24 – Pi – Cancer
Muhammad Ainun Nadjib
Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Cak Nun merupakan seorang tokoh
intelektual Muslim Indonesia. Beliau lahir Jombang, 27 Mei 1953. Cak Nun merupakan anak
keempat dari 15 bersaudara. Lahir dari pasangan Muhammad Abdul Latief dan Chalimah.
Ayahnya adalah petani dan tokoh agama (kyai) yang sangat dihormati masyarakat Desa
Menturo, Sumobito, Jombang. Sedangkan ibu dari Cak Nun menjadi panutan warga yang
memberikan rasa aman dan banyak membantu masyarakat.
Cak Nun menyampaikan gagasan pemikiran dan kritik-kritiknya dalam berbagai bentuk:
puisi, esai, cerpen, film, drama, lagu, musik, talkshow televisi, siaran radio, seminar, ceramah,
dan tayangan video. Ia menggunakan beragam media komunikasi dari cetak hingga digital dan
sangat produktif dalam berkarya. Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke
Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya, yang kemudian celetukannya diadopsi oleh
Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora pathèken”. Setelah Reformasi 1998, Cak Nun
bersama KiaiKanjeng memfokuskan berkegiatan bersama masyarakat di pelosok Indonesia.
Aktivitasnya berjalan terus dengan menginisiasi Masyarakat Maiyah, yang berkembang di
seluruh negeri hingga mancanegara. Cak Nun bersama Kiai Kanjeng dan Masyarakat Maiyah
mengajak untuk membuka yang sebelumnya belum pernah dibuka. Memandang, merumuskan
dan mengelola dengan prinsip dan formula yang sebelumnya belum pernah ditemukan dan
dipergunakan.
Dalam menyampaikan kajian islami, Cak Nun tak hanya di forum Padhang Bulan saja,
tapi juga di berbagai acara lain. Jika dihitung, rata-rata dalam satu bulan bisa sampai lima belas
kali dalam sebulan. Melalui kegiatan tersebut, ayah dari Sabrang Mowo Damar Panuluh atau
yang dikenal Noe Letto ini berusaha berupaya melakukan dekonstruksi pemahaman terhadap
cara berpikir, metode hubungan kultural, pola komunikasi serta nilai dalam masyarakat.
Sholawatan pun menjadi salah satu agenda wajib dalam setiap pertemuan. Tidak jarang dalam
setiap kesempatan mengisi acara, Cak Nun juga mengadakan workshop kecil bagi orang-orang
yang turut datang untuk sinau bareng. Dibantu para penabuh gamelan Kiai Kanjeng, mereka
yang diajak naik ke panggung pun diajak untuk melestarikan budaya lewat lagu maupun
permainan tradisional. Cara itu pun sering disebut sebagai dakwah kultural. Yakni, membawa
nilai-nilai budaya atau kearifan lokal sebagai sarana dalam berdakwah. Memang, apa yang dia
lakukan berbeda dengan yang dikerjakan para wali songo, yang di dalam sejumlah literatur
disebutkan, memakai seni budaya musik tradisional maupun wayang, sebagai media dakwah.
Dalam banyak kesempatan, Cak Nun selalu menyampaikan tentang potensi besar alam
Indonesia. Dia sedang membangun optimisme. Khususnya, pada umat Islam, walaupun hadirin
yang datang ke forum Maiyah tidak melulu orang Islam. Bahkan, tak jarang orang berbeda
agama diajak menjadi narasumber sebagai penambah wawasan serta referensi. Cak Nun selalu
menyampaikan bahwa Indonesia merupakan masyarakat majemuk dan beragam, yang semua
suku-sukunya memiliki keunikan dan kekuatan. Sinergitas adalah harga mati untuk membawa
kemajuan di bumi pertiwi ini.

Anda mungkin juga menyukai