Anda di halaman 1dari 10

Maiyah Sebagai Pelopor Kebudayaan Nusantara

Nurul Hidayat/118104007

A. Pendahuluan

Setiap negara dapat dipastikan memiliki kebudayaan dengan corak dan ciri khas yang berbeda-
beda. Untuk mengetahui sebuah kebudayaan suatu Negara dapat dilihat dari berbagai aspek
seperti pola penerapan politik, pengelolaan eonomi, kondisi sosial dan budaya itu sendiri. Selain
itu, beberapa negara memperlihatkan realitas kebudayaan bangsanya melalui media kesenian,
seperti perfilman, music, dance, dan lain sebagainya. Ini yang sudah dan masih dilakukan oleh
Negara seperti halnya Korea Selatan. Gerakan ini disebut sebagai Korean Wave (hallyu) yang
memiliki semangat mendistribusikan kebudayaan mereka ke seluruh dunia secara massif yang
akhirnya membawa negara tersebut kearah kemajuan yang tinggi.

Indonesia sebagaimana Negara lain juga memiliki kebudayaanya sendiri. Kebudayaan Indonesia
merupakan gabungan dari kebudayaan yang dijalankan di masing-masing wilayah di dalamnya.
Artinya, untuk menggambarkan kebudayaan Indonesia, mesti mengetahui terlebih dahulu
beragam kebudayaan yang ada di dalamnya. Pengetahuan tentang kebudayaan-kebudayaan yang
diperoleh tadi akan memunculkan kesadaran bahwa Indonesia terdiri dari berbagai
keanekaragaman, mulai dari ras, suku, etnis, dan agama yang memiliki ciri khas kebudayaanya
masing-masing.

Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia memiliki dimensi yang disebut


multikultural.1
Pendidikan multikultural sangat berperan penting, karena pendidikan multikultural disini
berdiri sebagai acuan dan pedoman pada berlangsungnya proses pendidikan. Pendidikan di
Indonesia yang unsurnya meliputi multi suku, bahasa, agama, budaya, dan gender memiliki
kemungkinan adanya konflik. Kurangnya toleransi terhadap perbedaan yang ada akan
membuat pendidikan multikultural menjadikan peran yang cukup penting untuk
menyatukan dari setiap perbedaan.

1
Imron Rossidy, Pendidikan Berparadigma Inklusif Upaya Memadukan Pengokohan Akidah dengan
Pengembangan Sikap Toleransi dan Kerukunan, (Malang: UIN Malang Press, 2009), Hlm.1
Pendidikan Multikultarlisme selain memberikan kesadaran akan kebudayaan Indonesia yang
kompleks, selanjutnya juga akan berhasil memperkenalkan kebudayaan Indonesia yang
sebenarnya kepada Negara-negara lain, layaknya Korean wave tadi. Namun, agar sampai pada
pencapaian tersebut diperlukan sebuah media yang pas untuk menggambarkan kebudayaan
Indonesia ke khalayak umum yang lebih luas lagi.

Komunitas Maiyah menjadi salah satu alternatf untuk menyampaikan nilai-nilai kebudayaan
Indonesia. Maiyah Memiliki cara tersendiri untuk menampilkan kebudayaan di Indonesia yang
multicultural. Metode yang digunakan di dalamnya sangat beragam, mulai dari berdiskusi
(sinau), menonton, menyanyi dan bermusik yang tentunya masih dengan corak keindonesiaan.
Selain itu, maiyah telah banyak mengupayakan meminimalisir terjadinya konflik-konflik
horizontal atas nama perbedaan agama, tradisi, dan budaya.

Dengan demikian, penulis memfokuskan pembahasan kepada bagaimana maiyah menjalankan


aksinya dalam memelopori kebudayaan Indonesia. Maiyah bukan satu-satunya alternative agar
kebudayaan Indonesia dapat dikenal orang banyak di dunia, masih ada banyak sarana dan
alternative lain agar tuuan-tujuan luhur tersebut tercapai. Akan tetapi, maiyah dengan gayanya
dalam menebar keharmonisan, dirasa pas oleh penulis untuk dikaji dengan serius dalam tulisan
ini.

B. Sekilas Tentang Maiyah

Tidak ada definisi yang absolute untuk menjelaskan apa itu Maiyah, karena jika ditanyakan pada
seratus jamaah Maiyah, maka akan ada jawaban seratus pula yang berbeda-beda. mengapa bisa
demikian? karena tidak ada ada penjelasan yang akurat. Menurut tulisan-tulisan kecil yang
beredar diantara kalangan komunitas Maiyah. Kata Maiyah berasal dari bahasa Arab
maiyatullah, yang berarti bersama Allah. Kemudian kesandung lidah Jawa dan akhirnya akrab
sebagai Maiyah.
Tahun 1993, atas gagasan Adil Amrullah diselenggarakan pengajian di rumah Ibu Emha sebagai
jalan silaturohim Emha dengan keluarganya. kemudian meluas hingga tetangga satu RT, satu
desa, satu kabupaten, satu provinsi, bahkan di luar Jawa Timur. Karena penggajian digelar
sebulan sekali pada saat bulan purnama, maka pengajian itu dinamakan pengajian
Padhangmbulan. Kemudian, setelah reformasi kejatuhan Soeharto, dimulailah pengajian serupa
di Yogya, diberi nama Mocopat Syafaat. Lahir pula Paperandang Ate di Mandar, Bangbang
Wetan di Surabaya, Gambang Syafaat di Semarang, Kenduri Cinta di Jakarta, dan Obrol Ilahi di
Malang.

Jadi apa itu Maiyah? Untuk apa Maiyah itu ada, kalau mendefinisikan sendiri saja kesulitan.
Maiyah sama sekali bukan agama baru, bukan aliran teologi atau thoriqot, organisasi massa, atau
lembaga politik. Maiyah yang secara kreatif mengadopsi atau lebih tepat menjabarakan prinsip-
prinsip persahabatan, persaudaraan, dan ikrar perjuangan berdasarkan cinta kasih serta dengan
ikhlas dan jujur bersumber dari inspirasi gua tsur2 dan momentum hijrah Nabi, merupakan kreasi
sufistik Emha yang jika dibandingkan dengan gerakan-gerakan sufi dalam sejarah menempati
posisi setara dengan kaum malamatiyah”.3 Mengenai pluralisme dalam pengajian Maiyah, Emha
pernah mengatakan pada suatu malam di Mocopat Syafaat, Heart: connecting people. Hatilah
yang menyambungkan manusia satu dengan manusia lain. Bukan agama, bukan kebangsaan
apalagi ikatan negara.4

Maiyah pernah kedatangan tamu seorang Ustaz. Beliau salah satu ketua organisasi Islam yang
oleh peneliti barat organisasi disebut fundamentalis radikal. Ustaz tersebut menyampaikan
tentang syariat islam dan beberapa hal lainnya. pendek kata, akhirnya terjadi diskusi antara sang
ustaz, jamaah Maiyah, dan Emha. Diskusi tersebut menjawab pertanyaan dari Jamaah Maiyah:
menurut Rosulullah, umat islam akan terpecah menjadi 73 firqoh, tujuh puluh golongan itu akan
sesat. sementara yang satu golongan itu termasuk golongan rosulullah. sementara di Indonesia

2
Momentum gua tsur terjadi saat Rosul Muhammmad dan Abu bakr sedang dalam perjalanan hijrah menuju
Madinah. saat mereka berlindung di gua Tsur, mereka dilempari batu dari luar oleh anak pasukan Quraisy makkkah
hingga Rosul terluka. saat itu Abu bakr menangis karena tidak sampai hati melihat Rosul terluka. Rosul
menenangkan hati Abu Bakr dengan mengatakan: Tenang saja, Allah bersama kita. Itulah pesan pokok Rosul
kepada sahabat seperjalanannya tersebut
3
Prayogi R. Saputra, Spiritual Journey Emha, (Jakarta: Kompas: 2012), hlm. 34
4
Ibid hal 182
saja islam sudah terpecah menjadi puluhan golongan bahkan ratusan. Jika yang dimaksud
golongan termasuk juga organisasi-organisasi yang berbasis Islam.

Lantas siapakah yang menjadi bagian dari golongan Rosulullah? Ustaz dipersilakan menjawab
pertamakali. beliau mengutarakan tidak akan membahas mana golongan yang sesat dan yang
tidak. Beliau menaruh harapan, “Saya kira, apa salahnya jika kita semua jadi bagian dari yang
satu golongan itu”. Jawaban yang mengejutkan dari seorang ketua organisasi radikal-
fundamentalis. Emha menjawab dengan menggoda para jamaah Maiyah. “kalau saya akan
memilih menjadi bagian dari 72 golongan itu, sebab dengan demikan saya selalu memiliki
kesempatan untuk memperbaiki diri, untuk selalu belajar, untuk selalu bertaubat dan jauh dari
perasaan bangga sebagai orang yang paling benar apalagi yang paling bertakwa”.

Prayogi dengan penuh kerendahhatian menyebutkan, Maiyah merupakan sebuah cara


mempertanyakan kembali (dekonstruksi) dari cara beragama bangsa Indonesia. 5 Dari model
pengajian, cara berfikir hingga pada praktik-praktik muamalah etika pergaulan dengan manusia.

Contoh sederhana, Maiyah mempertanyakan benarkah model pengajian dalam Islam selalu harus
berbentuk ceramah tanpa peluang dialog dalam posisi multiarah, bukan sebatas sesi tanya jawab.
Kemudian apakah MUI merupakan otoritas keagaaman yang fatwa-fatwanya bersifat mengikat
atau hanya sebagai peanasihat. bahkan sampai pada apakah Rosullah penganut Syiah, Sunni, NU,
atau Muhamadiyyah, sehingga kita bereaksi keras terhadap perbedaan-perbedaan semacam itu?
Lebih jauh, Maiyah tidak behenti mempertanyakan, namun sekaligus melakukan rekonstruksi
yang lentur atas cara pandang beragama. sebagai contoh misalnya atas penyelenggaraan
pengajian. Maiayah mengambil model nonceramah dan pokok bahasan tidak melulu tentang
agama. Dalam pengajian Maiyah ada beberapa narasumber dengan beberapa disiplin ilmu yang
berbeda. baik disiplin ilmu akademis ataupun non akademis.

Para narasumber diberikan keluasan untuk menyampaikan presentasi “keilmuannya” pada


batasnya masing-masing. Melihat fakta tersebut tumbuh kesan bahwa maiyahan sebenarnya
merupakan panggung bebas di mana siapapun berhak mempertunjukan atau berbicara tentang

5
Ibid hal 144
apa saja dalam kapasitas masing-masing, dan jamaah yang hadir siap dengan kematangan cara
berpikir dan budayanya untuk menerima apapun temanya dan siapapun penyajinya.

Dibalik itu semua, Maiyah senantiasa memberikan sudut pandang tasawuf atas tema bahasan
yang didiskusikan. Hal ini menjadi penting karena gagasan Maiyah adalah merohanikan segala
sesuatu, sehingga sudut pandang apapun akan didekati dari sudut pandang tasawuf.

C. Korelasi Antara Kebudayaan Nusantara Dengan Maiyah

Sebagai tradisi, nilai-nilai luhur, dan kearifan lokal yang dimiliki dan dihidupi bersama secara
turun-temurun oleh suatu kelompok masyarakat tertentu dalam suatu bangsa, kebudayaan dapat
dimaknai sebagai identitas kolektif atau jati diri suatu bangsa. Kebudayaan memiliki peran dan
fungsi yang sentral dan mendasar sebagai landasan utama dalam tatanan kehidupan berbangsa
dan bernegara karena suatu bangsa akan menjadi besar jika nilai-nilai kebudayaan telah
mengakar (deep-rooted) dalam sendi kehidupan masyarakat.

Indonesia sebagai negara kepulauan adalah negara-bangsa yang memiliki kekayaan dan
keragaman budaya nusantara yang merupakan daya tarik tersendiri di mata dunia. Seharusnya
hal ini dapat dijadikan modal untuk menaikkan citra bangsa di mata dunia sekaligus nilai-nilai
fundamental yang berfungsi merekatkan persatuan.

Seperti yang kita ketahui, sebagai sebuah negara bangsa (nation-state) Indonesia memiliki nilai-
nilai luhur yang khas dan membudaya di masyarakat seperti gotong-royong, saling tolong
menolong, ramah, santun, toleran, dan perduli terhadap sesama. Nilai-nilai luhur tersebut pada
akhirnya dijadikan rujukan untuk membentuk ideologi negara, yaitu Pancasila yang secara umum
dibangun atas nilai-nilai luhur yang telah mengakar dan membudaya di masyarakat jauh sebelum
Indonesia menjadi negara kesatuan. Hal itu bisa tergambar dalam sebuah idiom yang sering kita
dengar, yaitu bhinneka tunggal ika, yang berarti kita beragam namun kita tetap satu.

Sejak pascareformasi hingga saat ini kebudayaan di Indonesia terus mengalami banyak tantangan
yang cukup serius, khususnya generasi muda yang sudah mulai banyak kurang memahami
kebudayaan lokal. Banyak di antara mereka yang tidak memiliki ketertarikan khusus akan
kebudayaan lokal. Banyak di antara generasi muda yang sudah melupakan bahkan tidak
mengetahui dongeng-dongeng lokal dan permainan tradisional. Tidak banyak dari mereka yang
mengetahui kejayaan kerajaan nusantara di masa lalu seperti kebesaran Kerajaan Sriwijaya
dalam membangun kekuatan maritimnya serta Kerajaan Majapahit yang berhasil mempersatukan
nusantara.

Mulai melunturnya wacana kebudayaan nusantara di kalangan masyarakat dikarenakan


masuknya pengaruh budaya asing, baik dari Barat maupun Asia. Perkembangan teknologi yang
menghapus ruang dan waktu juga memberi pengaruh besar. Ada indikasi krisis karakter dan
identitas serta integritas di kalangan generasi muda saat ini. Degradasi budaya akan terjadi jika
suatu negara tidak memiliki filter yang kuat untuk menyaring budaya asing yang masuk,
sehingga akan melemahkan budaya lokal dan bangkitnya budaya asing.6 Hal ini bisa dibilang
cukup mengkhawatirkan karena apabila nilai-nilai kebudayaan hilang dan tidak teraktualisasi,
masyarakat kita khususnya generasi muda akan kehilangan fondasi etik dan landasan
fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang secara potensial akan berujung
pada terpecah-belahnya persatuan bangsa, dan maraknya budaya korupsi, narkoba, dan aksi
terorisme.

Oleh karena itu, wacana kebudayaan, khususnya terkait nilai-anilai luhur harus terus disuarakan
untuk menangkal pengaruh eksternal-negatif yang salah satunya dapat dilakukan dengan cara
melestarikan, memajukan, dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan nusantara, serta
menginternalisasinya di masyarakat khususnya generasi muda. Ada beberapa alternative dan
media, salah satunya adalah bergabung dengan komunitas kebudayaan seperti halnya maiyah.

Salah satu Maiyah yang tampak jelas mengupayakan kelestarian kebudayaan leluhur adalah Maiyah
Gambang Syafaat. Maiyah ini salah satu fenomena dari beberapa pop culture yang ada di kota Semarang,
karena Maiyah sendiri sangat diminati oleh masyarakat, khususnya masyarakat Semarang. Maiyah
Gambang Syafaat adalah salah satu dari sekian pop culture yang sedang naik daun di kalangan
masyarakat kota Semarang, khususnya kalangan anak muda (mahasiswa). Maiyah termasuk bagian dari

6
Gema Budiarto, Indonesia dalam Pusaran Globalisasi dan Pengaruhnya Terhadap Krisis Moral dan Karakter,
Jurnal Pamator, Volume 13 No. 1, April 2020 Hlm 1.
pop culture karena Maiyah dipandang sebagai bentuk kajian budaya. Kajin budaya menegaskan bahwa
suatu bentuk budaya harus dipelajari terkait dengan hubungan sosial dan sistem di mana budaya
diproduksi dan dikonsumsi. Studi tentang budaya sangat erat kaitannya dengan studi tentang masyarakat,
politik dan ekonomi. Kajian budaya menunjukkan bagaimana budaya media mengartikulasikan sebuah
nilai-nilai dominan, ideologi politik, perkembangan sosial dan hal baru pada zaman tersebut.

Acara Maiyah Gambang Syafaat selalu menyajikan tema-tema yang sedang hangat dibicarakan oleh
publik saat ini. Disajikan dalam bentuk dialog interaktif dua arah (ada penceramah atau narasumber dan
audiens) dan disertai dengan pementasan sebuah kesenian (grub music, pembacaan puisi, drama dana lain
sebagainya). Cak Nun memberi penekanan terhadap para jamaah Maiyah Gambang Syafaat, bahwa
Maiyah itu sebagai sebuah kelompok bukanlah sebagai suatu institusi, tapi Maiyah menjadi sebagai suatu
laboratorium mengenai pembelajaran kehidupan.

Cak Nun menyatakan secara langsung bahwa Maiyah Gambang Syafaat sebagai sebuah tempat menanam
hal-hal yang baik, formulasi akal-akal pikiran yang baik. Mengindikasikan terdapat suatu proses dalam
menanamkan sebuah pola pikir. Melalui jalan sekolah kepribadian dan wawasan ala Maiyah dan para
jamaah tidak merasa diajarkan secara terikat, namun secara sadar ingin terus belajar dari setiap aktivitas
yang diikuti.

Oleh Karenanya, kondisi yang tampak akrab dan harmonis dalam acara Maiyah menjadi dalil bahwa
komunitas ini mengupayakan penjunjungan nilai-nilai leluhur dan melestarikan kebudayaan nusantara
secara umum melalui berbagai metode dengan tanpa menghakimi, memaksa ataupun mendiskriminasi
peerbedaan yang terdapat pada kelompok lain. Jika maiyah mendapatkan perhatian khusus dari pemangu
kebijakan yang terkait, barangkali kebudayaan Indonesia dapat diboombardir ke pseluruh penjuru dunia
melalui media Maiyah layaknya Korea Selatan yang berhasil mendistribusikan kebudayaan negaranya
melalui Drama Korea, music, dance dan lain lain.

D. Peran Maiyah Membangun Keharmonisan Antar Masyarakat

Maiyah adalah salah satu bentuk dari budaya ringan, yaitu budaya yang mudah diterima oleh
semua kalangan masyarakat yang berasal dari latar belakang apapun. Terlihat dari antusias para
jamaah yang hadir dalam setiap acaranya dan tidak membebani seseorang untuk melakukan
sesuatu. Mungkin hal itu yang menjadikan para jamaah selalu rindu akan acara yang cuma
diadakan satu bulan sekali. Kata Cak Nun bahwa Maiyah bukan Islam yang menuntut ummat
manusia untuk berproses menyatu dengan Maha Asal Usulnya. Upaya mencerdasi kehidupan,
mengarifi pengalaman, menjernihi kenyataan, menyertai jalan dan mengakurasi tujuan agar para
pelakunya mengistiqamahi akad dan cintanya di jalan Allah yang dituntunkan oleh Rasulullah.
Jamaah Maiyah Gambang Syafaat memelihara kesadaran tentang keniscayaan ada dan hadirnya
Allah, Rasulullah dan Islam di dalam kehidupan para jamaah, di rumah mereka, di kantor kios
warung pekerjaannya, di sawah, di gardu-gardu dan jalanan. 7

Maiyah selalu menawarkan sebuah bahasan yang ringan dan tak jarang para narasumbernya
menggunakan kata-kata jenaka yang membuat para jamaah tertawa lepas. Komunitas ini tidak
memandang suku, ras, maupun agama. Semuanya membaur menjadi satu tanpa ada sekat-sekat
perbedaan yang menghalangi. Semuanya senang dan bermakna. Banyak orang rela jauh-jauh
datang untuk mengikuti kegiatan komunitas ini. Bahkan rela untuk duduk berjam-jam sampai
tengah malam hanya untuk merajut kebersamaan dengan para jamaah yang lain.

Acara Maiyah sifatnya fleksibel, jadi bisa dikatakan sebagai budaya hiburan dan pengajian yang
bernuansa diskusi. Artinya tidak serta-merta Maiyah mengedepankan hiburan saja tidak
mendapatkan substansi dari sebuah kebersamaan, akan tetapi hiburan di sini ialah hiburan yang
mengarahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bisa dikatakan juga bahwa Maiyah adalah
sebuah hiburan yang islami, yang dikemas dengan nilai-nilai kereligiusan dan mempunyai misi
untuk berdakwah lewat seni. Sedangkan seni adalah bagian dari sebuah hiburan, dan hiburan di
sini adalah sebuah hiburan yang mengarahkan untuk lebih dekat dengan Allah. Menjadikan
Maiyah sebagai fenomena dari pop culture di Indonesia.

Grub Musik Kiai Kanjeng adalah salah satu grub musik yang selalu menemani Cak Nun dalam
setiap acara Maiyahan. Komposisi Kiai Kanjeng yang selalu menerapkan kesenian yang
mengkolaborasikan seni musik clasik dan modern yang membuat grub ini disukai oleh para
jamaah yang hadir setiap acaranya. Menghadirkan nuansa musik yang karakter Indonesia yang
dikolaborasikan dengan musik barat namun bernafaskan islami. Bentuk dakwah dalam kesenian
ini yeng menjadi ciri khas dari grub Kiai Kanjeng dalam perjalanan karirnya.

7
https://www.caknun.com/2013/maiyah-dan-postmodernism/
Cak Nun dengan jamaah Maiyahnya sesungguhnya merupakan nikmat bagi pemerintah dan
Negara Indonesia. Forumforum Maiyah Cak Nun telah menjadi danau serapan bagi banjir
kebencian masyarakat. Maiyah menjadi mata air penjernih diantara air-air yang keruh, yang
setiap saat dapat mengeruhkan suasana gara-gara ketidak adilan dalam masyarakat. Maiyah
menjadi jembatan perdamaian bilamana terjadi konflik antara kelompok masyarakat. Lebih dari
itu, Maiyah sendiri telah menjadi sekolah kehidupan yang memberikan pendidikan kearifan
hidup bagi siapa saja yang mau bergabung dalam Maiyah untuk duduk bersama merapatkan
barisan demi sebuah kebersamaan. Selain kebersamaan dalam Maiyah, sisi lain Maiyah yang
menjadi menarik para jamaahnya adalah sebuah konsep forum diskusi dan bebas atau terbuka
dalam berpendapat.

Berangkat dari berbagai macam latarbelakang para jamaah yang hadir diacara Maiyah, selalu
dipersilahkan untuk menanggapi, melalui tema sederhana akan tambah menarik jika ditanggapi
secara bebas dan siapapun boleh menanggapi, ini adalah bentuk demokrasi dalam berdiskusi.s

E. Penutup

Indonesia dengan keragaman yang serba unik berpotensi menjadi cerminan bangsa lain dalam
menjalankan kebudayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Indonesia akan menjadi contoh
bagi kebudayaan lain bilamana kebudayaan Indonesia mendapatkan formulasinya yang pas dan
dapat dipublikasikan ke khalayak yang lebih luas. Selain memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia, pryeksi kebudayaan sebagaimana disebutkan tadi dapat mengantarkan
Indonesia kea rah kematangan dan keamajuan.

Salah satu media alternative agar tujuan diatas dapat tercapai adalah menanamkan nilai-nilai dan
pemahaman tentang kebudayaan Indonesia ke penduduk pribumi terlebih dahulu. Banyak
metode yang bisa digunakan seperti sinau bareng dengan diimbuhi hiburan-hiburan kebudayaan
seperti yang dilakukan Komunitas kebudayaan yang bernama Maiyah. Maiyah ibarat ladang
bagi kebudayaan dimana kita bisa mendapatkan apapun untuk kita capai dalam hidup. Di dalam
Maiyah diajarkan tentang manusia dan kemanusiaan, kebudayaan nusantara dan bagaimaa
menjalani hidup dengan penuh keharmonisan.
F. Bibilografi

Imron Rossidy, Pendidikan Berparadigma Inklusif Upaya Memadukan Pengokohan Akidah


dengan Pengembangan Sikap Toleransi dan Kerukunan, (Malang: UIN Malang Press,
2009),

Prayogi R. Saputra, Spiritual Journey Emha, (Jakarta: Kompas: 2012),

Gema Budiarto, Indonesia dalam Pusaran Globalisasi dan Pengaruhnya Terhadap Krisis Moral
dan Karakter, Jurnal Pamator, Volume 13 No. 1, April 2020

https://www.caknun.com/2013/maiyah-dan-postmodernism/

Anda mungkin juga menyukai