Anda di halaman 1dari 27

DAKWAH MELALUI MUSIK SEBAGAI INOVATIF DAKWAH

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Sudi Tafsir dan Hadist Dakwah

Oleh :
Mokhammad A’lan Tabaika
Nim : 02040721013

Dosen :
Dr. Abdullah Sattar, S. Ag, M.Fil.I

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABYA
A. Pendahuluan
Kemajuan zaman modern seperti sekarang ini menjadi tantangan umat islam, paling tidak
mestinya umat islam bisa memanfaatkan kemajuan ini demi perkembangannya dan menjadikan
islam sebagai wahana rahmatan lil alamin. Keadaan ini menjadikan seorang da’I dituntut untuk
mempunyai inovatif dalam berdakwah, dengan mencoba hal yang baru dalam kegiatan
dakwahnya. Meskipun jalan yang ditempuh terlihat kontroversi, atau bagi kebanyakan orang
kegiatan itu sangat sederhana. Langkah awal menuju dakwah inovatif ini adalah adanya
keberanian untuk mau mengambil resiko sekecil apapun. Sebab bicara masalah dakwah adalah
berbicara masalah umat dan segala problematika kehidupannya.
Dakwah sebagai manifestasi keislaman seorang muslim, dapat disosialisasikan melalui
berbagai media tanpa mengurangi makna dan tujuan dakwah.1 Banyak hal yang dapat
dipergunakan sebagai inovatif dalam dakwah, salah satu diantaranya adalah melalui media musik
(lagu), kesenian ini mempunyai daya tarik dan nila tersendiri, dan tidak membosankan
penikmatnya (pendengarnya). Musik merupakan alat komunikasi yang cukup efektif dengan
melalui seluruh aspek yang terdapat didalam musik. Musik dapat mempengaruhi orang yang
menikmatinya, musik adalah ekspresi jiwa manusia tentang keindahan nada dan irama,
keindahan musik akan lebih terasa jika lirik dan syairnya dapat menyentuh jiwa penikmatnya.
Oleh karena itu menjadi hal yang wajar jika manusia menyukai musik sebagai sesuatu yang
indah. Menurut Sidi Gazalba dalam bukunya Islam dan Kesenian mengungkapkan, bahwa
kesenian itu mengandung daya tarik yang berkesan untuk menarik sasarannya, dan
pemanfaatannya sendiri bertujuan untuk menimbulkan kesenangan yang bersifat estetik
(keindahan), juga merupakan naluri atau fitrah manusia.2
Islampun tidak melarang kita berdakwah melalui lagu, seperti yang dijelaskan oleh Yusuf
Qardhawi dalam bukunya Halal dan Haram bahwa, nyanyian adalah salah satu bentuk hiburan
yang dapat menghibur jiwa dan meyenangkan hati. Islam memperbolehkan nyanyian asalkan
tidak kotor, cabul, dan mengajak berbuat dosa.3 Dakwah dan seni pada hakikatnya merupakan

1
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif ( Jakarta: CV Pedoman Ilmu, 2005), h.10
2
Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998) Cet. Ke-1, H. 186.
3
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, (Jakarta: Robbani Press, 2005), Cet.5, H. 345-346.
upaya untuk mempengaruhi seseorang dalam bertindak dan berperilaku. Melalui keduanya
diharapkan dapat mengubah kepribadian baik secara individu maupun kolektif.
Bahkan pemanfaatan musik sebagai media dakwah sudah dilakukan sejak zaman dahulu,
Musik atau lagu ini tidak terlepas dari penyebaran Islam di Nusantara. Islam masuk ke Nusantara
melalui tassawuf. Geneologi keilmuan ini tak bisa terbantahkan bahwa dengan model tassawuf,
Islam dapat diterima di Nusantara. Bukti-bukti kitab klasik karya ulama Nusantara seringkali
berwujud syair, atau dalam bahasa sekarang bisa disebut lirik, yang jika dipadupadankan dengan
instumen musik maka akan melahirkan apa yang disebut dengan lagu.
Sejarah musik Islam tak bisa terlepas dengan filsuf-komponis yang sangat masyur, Al
Farabi. Beliau merupakan filsuf besar pengarang Kitabu al-Musiqa al-Kabir, sebuah kitab yang
membahas tentang teori musik. Bahkan, musik modern yang kini sering kita perdengarkan juga
tak bisa terlepas dari teorinya Al Farabi ini. Al Farabi merupakan komponis yang mahir dalam
membuat nada-nada indah, baik haru, sedih, maupun bahagia. Advertisement Diriwayatkan
bahwa Al Farabi suatu ketika memainkan alat musik di depan penguasa Syiria. Saat Al Farabi
memainkannya, para hadirin seketika bisa tertawa, lantas ketika Al Farabi mengubah nada, para
hadirin bisa seketika menangis bahkan tertidur. Tentu ini bukan sihir, bagi penikmat musik
klasik barat, maka anda akan tahu sensasi ketika anda mendengarkan alunan nada-nada Mozart,
Beethoven, maupun Vivaldi yang sangat terkenal itu. Kembali kepada lagu dan dakwah, para
wali di Tanah Jawa merupakan para maestro seni. Kita bisa sebut Sunan Kalijaga, Sunan Kudus,
Sunan Giri, sunan Bonang dan kawan-kawan yang merupakan para sufi-seniman yang sangat
ahli dalam membuat syair dan nada. Dandhanggula, Maskumambang, Asmarandana dan lain-lain
itu, semuanya merupakan racikan syair karya para filosof Tanah Jawa ini. Bahkan untuk
tembang lir-ilir dan cublek-cublek suweng adalah bukti bahwa lagu ini sudah sangat melegenda,
kita bisa bayangkan, sebuah lagu dapat bertahan selama lebih dari 500 tahun. Luar biasa bukan?
Bahkan pada era itu, Mozart dan Beethoven yang sangat terkenal di Barat itu belum lahir sama
sekali. Sampai sekarang, metode dakwah untuk menarik simpati masyarakat Indonesia pada
khususnya, tak akan bisa dilepaskan dengan yang namanya lagu. Buktinya Saat Ramadhan tiba,
perkawinan antara dakwah lagu idustri menjadi satu kesatuan utuh. Lagu-lagu bertema dakwah
bertebaran di mana-mana. Semua masyarakat menyambutnya dengan senang dan bahagia,
judulnya pun bermacam dan beragam, ada yang sangat sufitik, adapula yang renyah sehingga
mudah dipahami oleh semua kelas sosial. Baik yang berbahasa Arab, Inggris, Indonesia, semua
didengarkan dan berusaha dihafal. Advertisement Mengutip pernyataan Imam Al-Ghazali dalam
kitab Ihya Ulumid Din bahwa musik dapat membantu seseorang meningkatkan perasaan
religiusnya dan mengalami pengalaman mistik.
Biasanya musik atau lagu yang digunakan untuk berdakwah terdapat beberapa jenis
aliran musik tersendiri, seperti nasyid, gambus, kosidah, dll. Sejalan dengan perkembangan
dunia musik dakwah, khususnya di indonesia dari sekian banyak musisi dakwah, diantaranya
adalah Opick, Rhoma irama, KH. Ma’ruf Islamudin, Ust. Derry sulaiman, dll. Mereka
melakukan misi dakwahnya melalui musik dan syair lagu yang dijadikan sebagai media alternatif
dan suatu pendekatan dalam misi dakwahnya.
Meskipun demikian, dalam kegiatan dakwah semua unsur harus mengandung kebaikan,
karena sesuatu yang baik pastilah berasal dari jiwa yang bersih yang memancarkan kekuatan luar
biasa untuk melakukan perubahan besar dalam masyarakat. Dan kita tidak punya dalil secuil pun
untuk mengatakan bahwa seorang artis atau penyanyi tidak boleh berdakwah. Justru setiap
muslim dan muslimah, siapa pun dia, wajib meleburkan diri dalam tugas dakwah. Setiap kita
wajib mengajak ke jalan Allah, meskipun ia seorang artis atau penyanyi.

B. Pembahasan
1. Pengertian Inovatif
Inovatif dan Inovasi adalah dua hal yang selalu dikaitkan bersama-sama. Pengertian
inovatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mengenalkan sesuatu yang
bersifat baru. Sedangkan inovasi Menurut KBBI, inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-
hal yang baru, atau pembaharuan. Pengertian dari inovasi lainnya adalah usaha yang dilakukan
oleh seseorang dengan mendayagunakan pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan,
dan individu yang mengelilinginya.
  Tujuannya adalah menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya sendiri maupun
lingkungannya. Seseorang yang berhasil melakukan sebuah inovasi adalah seseorang yang
inovatif. Secara tidak langsung, manfaat inovatif adalah membawa sesuatu hal yang baru yang
dapat memudahkan kehidupan manusia dan membawa manusia ke dalam kondisi kehidupan
yang lebih baik. 
2. Islam Mengajarkan Untuk Inovatif
Allah sering mengajarkan makhluknya untuk berinovatif atau berkreasi, ketika
menciptakan makhluk- Nya, Allah SWT menggunakan “proses”, sekalipun Allah sangat Kuasa
untuk mencipta sesuatu tanpa proses. Meski tidak secara rinci, Allah SWT sengaja
memperlihatkan tahapan proses penciptaan-Nya kepada manusia. Ini dimaksudkan agar manusia
dapat memahami kekuasaan-Nya, sehingga mempermudah mereka mempelajari serta
mensyukurinya. Padahal jika Dia berkehendak menciptakan sesuatu sangatlah mudah tanpa
harus melalui sebuah proses. Al-Quran mengungkapkan penjelasan tahapan penciptaan
tersebut diantaranya; Allah sebagai al-Khaliq (Maha Mencipta), 1. Allah menciptakan
alam semesta ini selama enam masa, tentunya waktu yang dimaksud adalah berbeda
dengan konsep waktu didunia. 2. Begitu pula dalam menciptakan mnusia sebagai
makhluk terbaik-Nya, berlangsung dalam beberapa tahap 3. yakni tahap jasad, hayat, ruh,
dan nafs.

Penyampaian proses penciptaan ini mengajarkan kepada manusia untuk menghargai


“proses”, bukan hanya berorientasi kepada hasil semata. Manusia sendiri yang diadakan-
Nya dari suatu ketiadaan selalu melalui tahap perencanaan. Kemudian diwujudkan
sebagaimana yang direncanakan, dan selanjutnya bahkan dibentuk dengan segala rupa
dan fungsinya, barulah dilahirkan. Tahapan ini terterang jelas dalam nama-nama terbaik-
Nya, yakni sebagai al-Khaliq Yang Menciptakan, juga melalui tahapan-Nya sebagai
alMuqaddir, perencana yang terbaik. Kemudian menghasilkan karya-Nya sebagai al-
Bari’Yang Mengadakan. Dan al-Musawwir ialah Maha Pembentuk Rupa sebagai proses
akhir untuk membentuk segala sesuatu yang diciptakan dengan - sebaik-baiknya.5 Imam
al-Ghazali memberikan ilustrasi menarik dalam perumpamaan penciptaan oleh Allah
SWT sebagai al-Khaliq, al-Bari’, dan al-Musawwir dengan mengurutkan tahapan dari
ketiganya. Yakni layaknya mendirikan sebuah bangunan, maka dibutuhkan proses yang
memerlukan bahan, desain perenacanaan, dan pertimbangan ukuran oleh arsitek.
Kemudian menggunakan pekerja yang bertanggung jawab mengerjakan pembangunan.
Sebagai tahap akhirya masih memerlukan seorang ahli dekorasi utuk memperindah
tampilan. Hal ini lazim dilakukan dalam sebuah pembangunan secara bertahap, dimana
selalu diperlukan perencanaan, pembangunan, dan pendesainan dengan meggunakan para
pekerjanya masing-masing.

Dalam Al-qur’an beberapa kali menggunakan kata sowwar yang berarti


membentuk itu menunjukkan adanya unsur kreatifitas, diantaranya adalah

a. QS. Ghafir [40]: 64

َّ ‫َاهّٰلل ُ اذَّل ِ ْي َج َع َل لَمُك ُ ااْل َ ْر َض قَ َر ًارا َّو‬


ُ ‫الس َم ۤا َء ِبنَ ۤا ًء َّو َص َّو َرمُك ْ فَ َا ْح َس َن ُص َو َرمُك ْ َو َر َزقَمُك ْ ِّم َن ا َّلط ِ ّي ٰب ِت ۗ ٰذ ِلمُك ُ اهّٰلل‬
َ ‫َربُّمُك ْ ۚ فَتَرٰب َ كَ اهّٰلل ُ َر ُّب الْ ٰعلَ ِمنْي‬
Artinya : Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap,
dan Membentukmu lalu Memperindah rupamu serta Memberimue rezki dari yang baik-baik.
Yang demikianlah Allah Tuhanmu, Maha Suci Allah, Tuhan seluruh alam.

1) Mufassir Klasik
Al-Qurtubi

‫َ ْر َض قَ َر ًارا‬ ‫ َاهّٰلل ُ اذَّل ِ ْي َج َع َل لَمُك ُ ااْل‬sebagai permulaan ayat ini, merupakan penguat devinisi dalil-dalil

keesaan Allah yang terbahas pada ayat sebelumnya (ayat 63). Pada penggalan firman ‫الاهل الا هو‬
‫ ف اءين توفك ون‬ialah suatu penegasan keesaan Allah yang tidak dimungkinkan makhluk-Nya

berpaling dari-Nya setelah melihat jelas segala dalil keesaan-Nya. Maka, pada ayat 64 ini,
penciptaan Allah atas bumi sebagai tempat tinggal manusia semasa hidup hingga wafatnya
menambahkan kekuataN dalil Allah Yang Esa.

Selanjutnya, ْ ‫ َّو َص َّو َرمُك ْ فَ َا ْح َس َن ُص َو َرمُك‬menurut al-Qurtubi ialah sebuah karunia penciptaan Allah

terhadap manusia dengan bentuk terbaik.33 Dalam menyempurnakan penciptaan-Nya tersebut


Allah tidak hanya memberikan bumi sebagai tempat kehidupan manusia, namun Dia
menciptakan dengan bentuk terbaiknya. Dalam sambungan ayat-Nya, Allah senantiasa
memberikan banyak rizki yang baik. Maka kemudian jelas Dialah Tuhan Maha Kekal dan
layak untuk dipuji.4
4
Al-Qurt}u>bi> Jilid. 25, op.cit, h. 796-798
2) Mufassir Pertengahan
Fakhruddin Al-Razi
Dalam tafsirnya, menurut Fakhruddin al-Razi terdapat tiga hal yang termaksud dalam ayat ini

Pertama, sebagai maksud dari ْ ‫ َّو َص َّو َرمُك‬ialah terdapat kebaruan dalam bentuk ciptaan-Nya.

Kedua , ْ ‫فَ َا ْح َس َن ُص َو َرمُك‬ ialah bentuk ciptaan yang baik. Dan ketiga, sebagai penutup ayat, ciptaan

tersebut akan mendapatkan rizki yang baik dan akan berlangsung terus menerus serta akan tetap
dalam kebaikan.5
3) Mufassir Kontemporer

Mustafa al-Maragi
Al Maragi menafsirkan ayat ini sebagai penyebutan dalil keesaan Allah. Pada permulaan ayat
Allah menyebutkan dalil keesaan-Nya yang ada pada seluruh penjuru alam semesta.
Selanjutnya
pada penggalan ayat :

َّ ‫َّو َص َّو َرمُك ْ فَ َا ْح َس َن ُص َو َرمُك ْ َو َر َزقَمُك ْ ِّم َن‬


‫الط ِ ّي ٰب ِت‬
“dan Membentukmu lalu Memperindah rupamu serta Memberimu rezki dari yang baik-baik"
merupakan penyebutan dalil keesaan Allah yang berada pada diri manusia. Allah telah
membaguskan rupa manusia dengan postur yang tegak, anggota tubuh yang sesuai dan kulit
cemerlangnya. Dengan kesempurnaan ini mereka diberikan kemampuan untuk bersiap
melakukan berbagai macam industri untuk memperoleh kesempurnaan yang lain. Dia pun
memberikan rizki berupa makanan dan minuman yang baik.6

b. QS. al-Taghabun [64]: 3

ُ ‫الس ٰم ٰو ِت َوااْل َ ْر َض اِب لْ َح ّ ِق َو َص َّو َرمُك ْ فَ َا ْح َس َن ُص َو َرمُك ْ ۚ َو ِالَ ْي ِه الْ َم ِصرْي‬


َّ ‫َخلَ َق‬

5
Imam Muhammad al-Razi> Fakhruddin Ibn. Al ‘ala>mah Diyauddin Umar, Tafsir Fakhr al-Razi>, Mafatih al-Gaib, ,
Darul Fikr, Beirut, Juz. 27, Jilid 14, h. 85
6
Ahmad Mus}t}afa> al-Mara>gi>, Tafsir al-Maraghi, , Must}afa> alba>b al-Hababi> Mesir 1974, Terjm. Hery Noer Aly,
Anshori Umar Situnggal, Bahrun Abu Bakar, Toha Putra , Semarang, 1989, Jilid 24, h. 165
Artinya : Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. Dia membentuk
rupamu lalu Memperbagus rupamu dan kepada-Nya tempat kembali.7

1) Mufassir Klasik
Al-Qurtubi
Menurut al-Qurtubi, permulaaan ayat ini menegaskan bahwa tidak ada keraguan
Allah menciptakan langit dengan sebenar-benar keyakinan. Adapun firman Allah,
ۚ ْ ‫و َصو َرمُك ْ فَ َا ْح َس َن ُصو َرمُك‬
َ َّ َ
“Dia membentuk rupamu dan membeguskan-Nya rupamu itu”
mengutip pendapat Muqatil, yang dimaksud tersebut adalah nabi Adam. Allah
menciptakannya dengan kekuasaan-Nya sebagai suatu kemuliaan baginya. Pendapat
yang lain, menyatakan yang termaksud dalam firman ini adalah seluruh makhluk.
Attaswir menurut al-Qurtubi disebut perencanaan atau pembentukan.
Sedangkan mengenai pembagusan rupa. Dimaknai bahwa Allah menjadikan manusia
sebagai hewan yang paling bagus rupanya. Dalilnya adalah, tak mungkin seorang
manusia mendambakan rupanya berbeda dari selainnya. Diantara keindahan rupanya
ialah keseimbangan yang tidak bungkuk/miring sebagaimana firman-Nya dalam QS.
al-Tin [95]:4 ۖ ٍ ‫لَ َق دْ َخلَ ْقنَ ا ااْل ِن ْ َس َان يِف ْ ٓ َا ْح َس ِن تَ ْق ِومْي‬ Artinya : sungguh Kami telah

menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.8


2) Mufassir Pertengahan
Fakhruddin Al-Razi
Menurut al-Razi, Allah menciptakan sesuatu sesuai dengan hikmah dan kebenaran
serta menghidupkannya kembali pula. Lafaz ‫ص َّو َر ُك ْم َفاَحْ َس َن ص َُو َر ُك ۚ ْم‬
َ ‫ َو‬mengandung dua
makna.
Pertama, menjelaskan ciptaan yang paling baik, paling sempurna, dan paling dapat
menghukumi atas sesuatu tersebut. Keesaan Allah ditunjukkan dan dapat ditemukan

7
Al-Qur‟an Depag, op.cit, h. 443
8
al-Qurtubi, Jilid18, opcit, h. 576
pada diri yang diciptakan. Secara khusus pula Rububbiyah Allah ditunjukkan atas
kebagusan ciptaan-Nya tersebut.
Kedua, tindakan yang baik untuk pandangan yang bagus. Jika dipandang, ukuran
manusia, postur kediriannya hingga perhitungan (kesesuaian yang dipertimbangkan)
anggota-anggota tubuhnya, maka dapat disebut bahwa hal itu adalah penyerupaan yang
terbaik. Firman Allah ‫ َو ِالَ ْي ِه ْالمَصِ يْر‬menunjukkan bahwa pengakhiran seluruh
ciptan nya tersebut disandarkan kembali kepada Allah sebagai tempat kembali. Al-
Razi menyinggung pembahasan yang dimiliki dalam ayat ini diantaranya, sungguh
Allah adalah al-Hakim, Yang Maha Bijaksana. Jika kita mengetahui sifat Allah yang
demikian, maka dapat diketahui pula bahwa setiap yang dikerjakan Allah tentu
mengandung hikmah. Termasuk rahasia hikmah yang dikandung pada setiap ciptaan-
Nya. Selanjutnya, sama sekali tidak ada keburukan yang terdapat pada ciptaan-Nya
tersebut karena seluruhnya telah diciptakan dengan bentuk dan rupa yang terbaik. 9
3) Mufassir Kontemporer
Mustafa al-Maragi
‫الس ٰم ٰو ِت َوااْل َ ْر َض اِب لْ َح ّ ِق‬
َّ ‫َخلَ َق‬ adalah pernyataan bahwa Allah menciptakan nikmat

penciptaan bumi dan langit tersebut dengan penuh hikmah dan mengandung berbagai
ۚ ْ ‫و َص و َرمُك ْ فَ َا ْح َس َن ُص و َرمُك‬
manfaat gama dan dunia. َ َّ َ menjelaskan penciptaan manusia

yang mengandung ruh dari alam arwah dan jasmani dari alam materi. Allah telah
menempatkan berbagai kekuatan perasaan, lahir, dan batin dalam diri manusia yang
diciptakan. Sehingga Allah menjadikan manusia adalah makhluk terpilih diantara
seluruh makhluk-Nya, karena Allah juga memberikan segala karakteristik ciptaan
kepada manusia. Dengan demikian maka manusia mengandung ruh dan berasal dari
alam arwah dan jasmani yang bermateri.10
c. QS. Ali Imran [3]: 6

9
Fakruddin al-Razi, Juz. 30, Jilid 15, opcit, h. 22
10
Mustafa al-Maragi, 1993, Jilid 28, opcit, h. 193
ُ ‫ه َُو اذَّل ِ ْي يُ َص ِّو ُرمُك ْ ىِف ااْل َ ْر َحا ِم َك ْي َف يَشَ ۤا ُء ۗ ٓاَل ِاهٰل َ ِااَّل ه َُو الْ َع ِز ْي ُز الْ َح ِكمْي‬
Artinya : Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa,
yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan
Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

1) Mufasir Klasik
Al-Qurtubi
Pertama, ‫ ه َُو اذَّل ِ ْي يُ َص ِّو ُرمُك ْ ىِف ااْل َ ْر َح ا ِم‬adalah suatu pemberitahuan terhadap manusia tentang
siapa yang membentuk mereka didalam rahim. Dialah Yang Maha Mencipta. Allah SWT.

Kata ‫ ااْل َ ْر َحا ِم‬adalah jamak dari ‫الرحمي‬ yang terambil dari kata ‫( رمحة‬kasih sayang). Hal ini
menjadi berhubungan karena tempat tersebut (rahim) merupakan tempat tumbuhnya buah

kasih sayang. Sedangkan kata ْ ‫ يُ َص ِّو ُرمُك‬adalah bentuk dari‫ص ورة‬ (gambar) dari asalnya ‫ص ار‬
yang berarti “kecondongan”. Karena gambar itu condong kepada penyerupaan bentuk yang
sama. Ayat ini ini berkaitan denga kaum nasrani Najram yang membantah mengenai
keadaan Isa. Sebab ini sama sebagaimana yang dijabarkan al-Maraghi. Mereka menanyakan
perihal Isa yang memiliki sifat ketuhanan yang dilahirkan tanpa perantara ayah.
Maka ayat ini sebagai bantahan terhadap mereka yang mengandung dalil kekuasaan Allah
yang Maha Membentuk. Dan Isa adalah termasuk makhluk yang dibentuk oleh Allah.
Kedua, ialah garis pembahasan pada akhir penggalan ayat ‫كيف يش اء‬sebagaimana yang
dikehendaki-Nya” al-Qurtubi menafsirkan sebagai kehendak Allah menciptakan rupa
manusia dalam bentuk buruk, cantik, hitam, putih, tinggi, pendek, sehat, atau cacat, maupun
sifat-sifat lain yang dapat membahagiakan atau membuat kesedihan.11
2) Mufassir Pertengahan
Fakhruddin al-Razi
Al-Razi memandang latar belakang ayat ini sebagaimana sebab-sebab yang disebutkan al-
Maragi diatas. Ayat ini terkait dengan tanggapan pertanyan beberapa orang nasrani
mengenai pembentukan Isa as sebagai makhluk Allah. Dia dihidupkan, dimatikan, diadakan

11
Al-Qurtubi, Jilid. 14, op.cit, h. 18-20
dan diciptakan sebagaimana makhluk Allah yang lain.55

‫ ُه َو اذَّل ِ ْي يُ َص ِّو ُرمُك ْ ىِف ااْل َ ْر َح ا ِم َك ْي َف ي ََش ۤا ُء‬mengisyaratkan bahwa Allah sangat berkuasa

menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk terjadi. kemungkinan-kemungkinan tersebut


diciptakan yang tentunya untuk kemaslahatan dan kemanfaatan makhluknya.
Al-Razi mengutip pendapat Al-Wahidi yang menafsirkan . ْ ‫ُه َو اذَّل ِ ْي يُ َص ِّو ُرمُك‬
Menurutnya, ‫ التص وير‬dalah menjadikan sesuatu pada bentuk atau rupa. Bentuk tersebut

menjadi bagus (indah) manakala hasilnya sesuai atau selaras antara seluruh bagiannya.

Sebagaimana disampaikan oleh al-Qurtubi bahwa asal dari lafaz ‫صور‬


ّ ini adalah ‫صار‬yang
memiliki arti “kecondongan”. Maka bentuk rupa manusia yang dilahirkan kadangkala
memang memiliki kemiripan dengan orang tuanya. Adapun ‫ ااْل َ ْر َحا ِم‬yang dimaksud adalah
jama‟ dari ‫ الرحمي‬yang berasal dari ‫رمحة‬ atau kasih sayang, karena secara tentu setiap yang

terdapat dalam rahim cenderung diberikan kasih sayang, atau benih dalam rahim tersebut
terhasil dari perpaduan kasih sayang.12
3) Mufassir Kontemporer
Mustafa al-Maragi
Sebagaimana asbab al-nuzul yang telah al-Maragi uraikan sebelumnya. Kelahiran Isa
bukanlah pengada-adaan yang tiba tiba. Artinya Isa tidak memiliki sifat ketuhanan yang
lahir tanpa ayah secara “ajaib”. Ayat ini sebagai bukti Allah menciptakan Nabi Isa
sebagaimana semestinya dalam rahim ibunda. Allah yang menjadikan kalian dalam bentuk
yang berlainan dan berbeda-beda selama dalam rahim. Sejak air mani, menjadi darah kental
hingga segumpal daging. Kemudian menjadi laki-laki atau perempuan dalam bentuk baik
atau jelek dan seterusnya. Semua yang terjadi adalah penuh ketellutuan dan kadar
keteraturan. Maka yang demikian tersebut mustahil dikatakan sebagai hal yang tiba-tiba.
Melainkan melalui sifat Kekuasaan-Nya Allah menjadikan proses penciptaan dengan teliti
dan penuh kewaspadaan terhadap hal yang sulit.

12
Ibid.
Ayat ini ditutup dengan penjelasan kembali bahwa Allah Maha Sendiri dalam
menciptakan dan memberikan gambaran. Ia Maha Perkasa dengan segala pengetahuan-Nya,
sehingga tak satupun menentang kehendak-Nya. Allah bijaksana dan suci terhadap hal yang
sia-sia. Maka demikian ini Allah menjadikan segala sesuatu dengan penuh hikmah,
diantaranya menciptakan kalian dengan bentuk yang indah. Sangat diluar jangkauan
menggambarkan ada sesuatu yang lain yang lebih indah, rapi dan teratur selain ciptaan-Nya
tersebut.13 Dalam menafsirkan kalimat‫ التص وير‬al-Maragi menyebutnya sebagai perbuatan
menjadikan sesuatu ke dalam bentuk yang belum pernah tergambarkan. Sedangkan ‫الصورة‬

adalah keadaan sesuatu menurut kebiasaannya.14


Semua ayat dan tafsir diatas merupakan bentuk percontohan Allah Swt. Dalam
mengajarkan inovatif dan kreatifias pada mahluknya.

3. Musik bagian dari inovatif dakwah


Dalam Dakwah juga diperlukan Inovatif Supaya dakwah bisa terus terealisasikan
disemua kalangan mad’u. Qs.Al-Maidah Ayat 3

ۗ‫َالْ َي ْو َم اَمْك َلْ ُت لَمُك ْ ِديْنَمُك ْ َو َاتْ َم ْم ُت عَلَ ْيمُك ْ ِن ْع َميِت ْ َو َر ِضيْ ُت لَمُك ُ ااْل ِ ْساَل َم ِديْنًا‬

“… pada hari ini telah kusempurnakan agamamu, dan telah kucukupkan nikmatku, dan telah ku
ridhoi Islam sebagai agama bagimu…” (QS. Al-maidah : 3)
Sebagai ajaran yang sempurna, sudah pasti Islam sebagai ajaran yang berlaku hingga
akhir jaman kelak. Karena ajaran Islam berlaku di setiap zaman, pasti metode penyampaian serta
bahasa nya juga tentu beda-beda, contohnya kitab zabur yang menurut riwayat berbahasa qibti
turun untuk umat Islam jaman Nabi Daud, taurat yang berbahasa ibrani untuk umat Islam jaman
Nabi Musa, injil yang menggunakan bahasa suryani turun untuk umat Islam jaman Nabi Isa,
begitu juga Alqur’an yang berbahasa arab turun untuk umat Islam pada jaman Nabi Muhammad,
dan bukan berarti Alqur’an turun untuk orang arab saja (lihat QS. Al-Fushillat :44), karena Nabi
Muhammad diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. ( QS. Al-Anbiya : 107).

13
Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi, Juz 3, Mustafa albab al-Hababi Mesir 1974, Terjm. Hery Noer Aly,
Anshori Umar Situnggal, Bahrun Abu Bakar, Toha Puttra , Semarang, 1989, h. 174-175
14
Ibid, h. 164
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa setiap rasul diturunkan sesuai dengan
bahasa kaumnya, ini dijelaskan dalam Alquran surat  Ibrahim ayat 4 yang artinya :

‫َۗ و َمٓا َا ْر َسلْنَا ِم ْن َّر ُس ْولٍ ِااَّل ِب ِل َس ِان قَ ْو ِم ٖه ِل ُي َبنِّي َ لَه ُْم‬
“Dan tidaklah kami menutus Rasulpun kecuali dengan bahasa kaumnya supaya dia dapat
menjelaskan kepada mereka…” (QS. Ibrahim : 4)
Tafsir ibnu katsir : Hal ini merupakan salah satu dari kasih sayang Allah kepada
makhluk-Nya, yaitu Dia mengutus kepada mereka rasul-rasul dari kalangan mereka sendiri yang
berbahasa sama dengan mereka, agar mereka dapat memahami para rasul dan memahami risalah
yang dibawa oleh para rasul itu.
Apa tujuan nya? Tentu agar dakwah para rasul lebih mudah dimengerti dan diterima oleh
kaumnya, bisa dibayangkan seorang rasul datang dengan bahasa yang sama sekali berbeda, pasti
akan cederung tidak diterima bahkan ditolak.Sesuai dengan ayat Alquran yang sudah disebutkan
di atas bahwa, “berdakwah dengan bahasa kaumnya” bahkan selain bermakna secara tekstual
tentu ada makna lain yang bisa terus dikontekskan dan menjadi inovasi sesuai dengan kebutuhan
jaman. Allah juga berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 63

‫َوقُ ْل لَّه ُْم يِف ْ ٓ َانْ ُف ِسه ِْم قَ ْواًل ۢ ب َ ِل ْيغًا‬


“.., dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.
Tafsir ibnu katsir : Nasihatilah mereka dalam semua perkara yang terjadi antara kamu
dengan mereka, yaitu dengan perkataan yang membekas dalam jiwa mereka lagi membuat
mereka tercegah dari niat jahatnya.
al-Burushi mengartikan Qawlan Balighan dari segi cara pengungkapannya yaitu
perkataan yang dapat menyentuh dan berpengaruh pada hati sanubari orang yang diajak bicara,
artinya bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tersebut mempengaruhi dan merubah
perilaku sasaran komunikasi.
Menurut Jalaluddin Rahmat bahwa kata Qawlan Baligha merupakan menggunakan kata-
kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung kepokok masalah
(straight to the point) dan tidak berbelitbelit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran,
gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas
komunikasi dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka
Dakwah sebagai manifestasi keislaman seorang muslim, dapat disosialisasikan melalui
berbagai media tanpa mengurangi makna dan tujuan dakwah.15 Banyak hal yang dapat
dipergunakan sebagai media dakwah, salah satu diantaranya adalah melalui media musik (lagu),
kesenian ini mempunyai daya tarik dan nila tersendiri, dan tidak membosankan penikmatnya
(pendengarnya). Musik merupakan alat komunikasi yang cukup efektif dengan melalui seluruh
aspek yang terdapat didalam musik. Musik dapat mempengaruhi orang yang menikmatinya,
musik adalah ekspresi jiwa manusia tentang keindahan nada dan irama, keindahan musik akan
lebih terasa jika lirik dan syairnya dapat menyentuh jiwa penikmatnya.

4. Pengertian Musik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas,2001) menyatakan musik adalah nada
atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan
( terutama yang menggunakan alat-alat yang menghasilkan bunyi). Menurut Hardjana
(2003:111) Musik adalah permainan waktu dengan mengadopsi bunyi sebagai materinya. Musik
adalah waktu dalam bunyi. Dalam musik, waktu adalah ruang – bunyi adalah substansinya.
Didalam ruang waktu itulah bunyi-bunyi bergerak.
Menurut Jamalus (1988:1) musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu
atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-
unsur musik, yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk/struktur lagu dan ekspresi sebagai satu
kesatuan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa musik merupakan cabang seni
yang timbul dari pikiran dan perasaan yang dapat dimengerti dan dipahami berupa nada atau
suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama lagu dan keharmonisan sebagai
suatu ekspresi diri.

5. Dakwah Melalui Musik


Dakwah melalui musik dan nyanyian meerupakan upaya pemaksimalan langkah dakwah
dan syiar ilmu-ilmu Islam, yakni ilmu lahir dan batin. melakukan syiar agama lewat alunan nada

15
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif ( Jakarta: CV Pedoman Ilmu, 2005), h.10
maupun syair lagu. Hal ini dilakukan mungkin karena dakwah lewat musik lebih mudah, karena
pendengarnya tidak bosan serta gampang menyampaikan pesan-pesan moral yang tertuang
melalui lirik- lirik lagu.
Musik dipandang sebagai salah satu media alternative dalam berdakwah. Karena musik
telah menjadi bagian integral dalam aktivitas masyarakat dan musik telah semakin meluas yang
dapat didengarkan oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Baik melalui radio, televise,
internet, telepon, handphone, flash disk (USB), dan sebagainya. Berdakwah melalui musik
dinilai dapat meningkatkan intensitas, kecepatan, dan jangkauan komunikasi yang dapat
digunakan da’I terhadap mad’unya dalam berdakwah.
Berdakwah melalui musik memiliki daya tarik tersendiri yang berkesan. Menurut
pendapat Sidi Gazalba kalu kesenian itu mengandung daya tarik yang berkesan, kenapa kita tidak
memanfaatkannya sebagai media dakwah sehingga dakwah dapat menarik sasarannya dan
pemanfaatan sendiri bertujuan untuk menimbulkan kesenangan yang bersifat estetik dan senang
pada keindahan merupakan naluri atau fitrah manusia.
Musik diharuskan memiliki nilai komunikasi antara pemusik (orang yang memainkan
musik) dengan orang yang mendengarkannya. Nilai komunikasi tersebut dengan tujuan agar
keduanya dapat memperoleh pengalaman estetika. Memperoleh nilai komunikasi, caranya serupa
atau sama dengan menggunakan bahasa agar dapatdipahami yakni dengan menyusun atau
merangkai kata-kata atau frase, kemudian dijadikannya dengan kalimat, dan dari kalimat yang
diucapkan orang lain dapat memahami tujuan dan maksudnya. Budilinggono mengatakan bahwa
“kata-kata dirangkai menjadi frase dan dari frase menjadi kalimat. Sama halnya dengan musik
diawali dari rangkaian motif-motif yang ada, menjadi suatu bentuk musik secara keseluruhan”.16

6. Musik Memiliki Nilai Keindahan


Musik dapat dikatakan suatu hasil kreatifitas manusia, lahirnya musik keluar atas
dorongan dari ide-ide atau emosi-emosi yang ada didalamnya, kemudian dituangkan dalam
bentuk usaha menyusunkan nada, ritme, lagu, dan keharmonisan secara bersamaan sehingga
dapat melahirkan keindahan dan kesenangan. Dengan keharmonisan akal dan hati manusia dapat
berkreasi sedemikian rupa dengan menciptakan bentuk-bentuk atau hal-hal yang menyenangkan,
baik itu yang berbentuk nyata ataupun abstrak.

16
Ibid, h. 9
Musik adalah suatu kreasi seni yang ditujukan untuk memperoleh nilai estetika (nilai
yang mengandung kapasitas untuk menimbulkan tanggapan estetik atau pengalaman estetik,
yang mengartikan pengalaman yang berkaitan dengan keindahan). 17 Dengan nilai estetika
tersebut orang dapat merasakan keindahan serta merasakan apa yang telah dirasakan oleh
penciptanya melalui pesan dalam bentuk musik.
Hal ini selaras dengan Islam yang memang menyukai keindahan. Dalam sebuah hadits
sahih disebutkan,

‫َّن اهَّلل َ مَج ِ ي ٌل حُي ِ ُّب الْ َج َما َل‬


‫ِإ‬
“Sesungguhnya Allah Maha indah dan mencintai keindahan” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ûd
radhiyallahu’anhu).

Keindahan merupakan naluri manusia, dengan aspek intuisi yang digunakan sebagai
landasan penilaian estetika atau keindahan yang datang melalui indera-indera yang terdapat
dalam diri manusia. Baik dalam indera pendengaran, indera penglihatan, dan indera-indera
lainnya. Allah berfirman dalam surat An-Nahl Ayat 78

َّ ُ ‫َواهّٰلل ُ َاخ َْر َجمُك ْ ِّم ْۢن بُ ُط ْو ِن ُا َّمهٰ ِتمُك ْ اَل تَ ْعلَ ُم ْو َن َش ْيـًٔ ۙا َّو َج َع َل لَمُك‬
ۙ ‫الس ْم َع َوااْل َبْ َص َار َوااْل َفْـدَ َة‬
ِٕ
‫لَ َعلَّمُك ْ ت َ ْش ُك ُر ْو َن‬
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu
bersyukur”.
Tafsir Ibnu Katsir : Di antara karunia Allah kepada hamba-Nya adalah dengan
mengeluarkan manusia dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa pun, kemudian
Allah mengaruniakan pendengaran yang dengannya dia mendengar segala jenis suara, dan
pengelihatan yang dengannya ia melihat segala hal-hal yang kasat mata, dan af-idah, yaitu
akal yang pusatnya adalah di hati dan di otak, dan dengannya manusia mampu membedakan
yang baik dan buruk dari segala sesuatu. Dan segala indera dan kemampuan yang telah Dia
ciptakan itu membantu manusia untuk terus berkembang seiring dengan bertambahnya
17
Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dan Seni Budaya, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1988),
h.75.
umurnya, hingga perkembangannya sempurna. Dan semua ini diciptakan oleh-Nya agar
manusia mampu beribadah kepada-Nya, dan menaati Rabbnya. Manusia yang mampu
menggunakan potensinya sesuai dengan tujuan penciptaannya akan mendapatkan cinta Allah
serta taufik dari-Nya dalam segala tindak-tanduk dan perbuatannya, sehingga segala yang
diperbuatnya menjadi terarah dan sesuai dengan aturan-Nya.
Orang yang beriman mempunyai komitmen untuk lebih dahulu mendengar, kemudian
diikuti dengan ketaatan kepada Allah SWT. Melalui indera pendengaran, musik dapat
dirasakan dan diresapi oleh hati. Dengan indera pendengaran, manusia merasakan unsur-
unsurnya ke dalam hati, perenungan di dalamnya dapat melahirkan rasa yang berbeda-beda
dalam diri manusia, baik itu rasa yang menyenangkan atau sebaliknya rasa yang tidak
menyenangkan, hal ini tergantung dalam keharmonisan antara musik dengan manusia itu
sendiri. Maka musik tersebut dapat dirasakan menyenangkan, dan bisa dinikmati
keindahannya.
Bahkan menurut pendapat penulis bahwa Allah Swt. sendiri Juga mengajarkan musik
melalui Al qur’an dengan adanya unsur musik seperti nada dan irama ketika al qur’an
dilantunkan terdapat irama Bayati, Shoba, Hijaz, Nihawand, Rast, Sika dan Jiharka, hal ini
juga berdasarkan hadis yang menganjurkan untuk memperindah bacaan al-Quran.
Diantaranya,
Hadis dari al-Barra bin Azib Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berpesan,
‫ َز ِي ّ ُنوا الْ ُق ْرآ َن ِبَأ ْص َوا ِتمُك‬18
Hiasilah al-Quran dengan suara kalian. 
Kemudian, hadis dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫لَيْ َس ِمنَّا َم ْن لَ ْم ي َ َتغ ََّن اِب لْ ُق ْرآ ِن‬19
“Siapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca al-Quran, maka ia bukan
dari golongan kami.”.

18
HR. Ahmad 18994, Nasai 1024, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth
19
HR. Abu Daud 1469, Ahmad 1512 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth
Ada beberapa keteragan yang disampaikan para ulama tentang makna ‘yataghanna bil
qur’an’. Diantaranya adalah memperindah bacaan al-Quran. Karena itu, dia hadis di atas
dijadikan dalil anjuran memperbagus suara ketika membaca al-Quran.
Imam an-Nawawi mengatakan,
‫أمجع العلامء ريض هللا عهنم من السلف واخللف من الصحابة والتابعني ومن بعدمه من علامء األمصار‬
‫أمئة املسلمني عىل استحباب حتسني الصوت ابلقرآن‬20
Para ulama salaf maupun generasi setelahnya, di kalangan para sahabat maupun tabiin,
dan para ulama dari berbagai negeri mereka sepakat dianjurkannya memperindah bacaan al-
Quran.
Selanjutnya an-Nawawi menyebutkan makna hadis kedua,
‫… قال العلامء رمحهم هللا فيستحب حتسني الصوت ابلقراءة‬،‫قال مجهور العلامء معىن مل يتغن مل حيسن صوته‬
‫ترتيهبا ما مل خيرج عن حد القراءة ابلمتطيط فإن أفرط حىت زاد حرفا أو أخفاه فهو حرام‬21
Mayoritas ulama mengatakan, makna ‘Siapa yang tidak yataghanna bil quran’ adalah
siapa yang tidak memperindah suaranya dalam membaca al-Quran. Para ulama juga
mengatakan, dianjurkan memperindah bacaan al-Quran dan membacanya dengan urut, selama
tidak sampai keluar dari batasan cara baca yang benar. Jika berlebihan sampai nambahi huruf
atau menyembunyikan sebagian huruf, hukumnya haram.
Konsekuensi melagukan al-Quran dengan dalam arti mengikuti irama lagu, bisa
dipastikan dia akan memanjangkan bacaan atau menambahkan huruf atau membuat samar
sebagian huruf karena tempo nada yang mengharuskan demikian. Dan ini semua termasuk
perbuatan haram sebagaimana keterangan an-Nawawi.
Makna yang benar untuk melagukan al-Quran adalah melantunkannya dengan suara
indah, membuat orang bisa lebih khusyu. Diistilahkan Imam as-Syafii dengan at-
Tahazun (membuat sedih hati). Sebagaimana dinyatakan al-Hafidz dalam Fathul Bari, Syarh
Shahih Bukhari (9/70).
7. Jenis Musik
Musik bisa dikategorikan dalam tiga jenis, diantaranya:
20
at-Tibyan, hlm. 109
21
at-Tibyan, hlm. 110
a. Musik Vokal
Kata vokal berasal dari kata vocoal (Belanda), voca (Italia), voix (Perancis), voice
(Inggris), yang memiliki makna suara dalam bahasa arab dikenal dengan syai’ir atau syair.
Musik vokal memiliki arah terhadap semua suara manusia. Dengan demikian musik vokal itu
hanya mempergunakan suara manusia atau nyanyian saja, tanpa diiringi alat musik. Hidangan
musik vokal disebut dengan kata vokalia, dan mereka yang mendengarkan musik vokal
disebut dengan sebutan vokalis.22
Musik vocal atau Syair telah menjadi bagian dari tradisi orang-orang Arab jahiliyah,
sejarah menunjukkan bahwasanya pada zaman Rasulullah Saw telah terbentuk sebuah pasar
syair yang dikenal dengan nama Pasar 'Uqadz tempat para ahli syair dari segala penjuru
qabilah melantunkan syir-syair karya mereka, dan bagi syair-syair terbaik diberikan hadiah
dan karyanya ditempelkan pada dinding ka'bah.
b. Musik Instrumental
Instrumental berasal dari sebuah kata Instrument (Italia), yang mempunyai arti alat.
Maksud dalam musik instrumental disini adalah alat musik seperti biola, terompet, dan alat
musik lain-lainnya. Musik instrumental dalam penyajiannya, hanya menggunakan alat-alat
musik saja tanpa ada nyanyian. Hidangan musik Instrumentalia, sedangkan yang
menghidangkannya disebut dengan sebutan instrumentalis.
c. Musik Campuran Musik campuran adalah musik yang disatukan dari keduanya, yaitu
musik vokal dan musik instrumental yang disajikan secara bersamaan atau bersama-sama.
Pada umumnya yang dipentingkan adalah vokalnya, sedangkan instrumental hanya pengiring
saja. Dalam pelaksanaanya dapat dilakukan oleh banyak orang, dua orang, hingga satu orang,
jika ia memainkan musik sambil bernyanyi.17 Jadi, bermain musik tidak hanya memainkan
alat musik atau instrumennya saja, akan tetapi dengan mengeluarkan nyanyian juga
merupakan bagian dari bermain musik. Dengan menyatukan kedua penyajian tersebut, akan
diperoleh permainan musik yang lengkap dan beragam menjadi satu kesatuan yang terpadu.
8. Hukum Musik
a. Hukum Musik Vokal atau Syair

22
Murodi, Muatan-muatan Dakwah Dalam Lagu Ebiet G. Ade (Studi Analisis Tentang Muatan, Dakwah
Dalam Lagu Ebiet G. Ade), (Karya Ilmiah Mahasiswa IAIN Sunan Gunung Jati), h.31. di unduh dari Ref:
(http://parapemikir.com /tradisi-ilmiah-islam)
Dalam Islam terdapat dua bentuk penjelasan tentang kedudukan syair ada teks yang
menjelaskan tentang kebolehannya dan adapula yang mencelanya.
1) Kebolehan syair dan bersyair
Sabda Nabi SAW yang diceritakan oleh Ubay bin Ka’b, tentang memuji suatu syair:
(Aziz, 2010: 328)

ِ ‫َحدَّ ثـَنَا َأبُو الْ َي َم ِان َأخْبـَ َراَن ُش َع ْي ٌب َع ِن ُّالز ْه ِر ِّى قَا َل َأخْبـَ َرىِن َأبُو بَ ْك ِر ْب ُن َع ْب ِد َّالرمْح َ ِن َأ َّن َم ْر َو َان ْب َن الْ َحمَك‬
‫ صىل‬- ِ ‫ُوث َأخْبـَ َر ُه َأ َّن ُأىَب َّ ْب َن َك ْع ٍب َأخْبـَ َر ُه َأ َّن َر ُسو َل اهَّلل‬ َ ‫َأخْبـَ َر ُه َأ َّن َع ْبدَ َّالرمْح َ ِن ْب َن اَأل ْس َو ِد ْب ِن َع ْب ِد يـَغ‬

‫الش ْع ِر حِمْك َ ًة‬


ِّ ‫ قَا َل « َّن ِم َن‬- ‫هللا عليه وسمل‬
‫ِإ‬
Artinya : “Dari Ubay bin Ka‟b bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya
terdapat hikmah diantara suatu (bait-bait) syair”

Nilai sastra adalah nilai keindahan dan kebijakan. Keindahanya menyentuh perasaan,
sementara kebijakanya menggugah hati dan pikiran. Pesan yang bijak akan mudah diterima
dengan perasaan yang halus. Orang yang tidak memiliki perasaan sulit untuk menerima
kebijakan. Di dalam Al-Qur’an juga mengandung nilai-nilai sastra yang tinggi. Jadi seseorang
yang memiliki penyakit hati seperti sombong, iri dengki, kikir, dan sebagainya maka akan
sulit untuk menerima kebenaran Al-Qur’an.
Bahkan Rasulullah Saw sebagai seorang Arab juga memiliki kecenderungan
melantunkan syair dan mendengarkan syair sebagaimana hadis-hadis yang menjelaskan akan
kebolehan syair dan melantunkan syair tetapi beliau tidak membuat atau menyusun syair
karena kedudukan beliau sebagai Rasul hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
‫الش ْع َر َو َما يـَ ْن َب ِغي هَل ُ ْن ه َُو الَّ ِذ ْك ٌر َوق ُـ ْرَآ ٌن ُمبِني‬
ِّ ‫َما عَل َّ ْمنَا ُه‬
‫ِإ ِإ‬
"Dan kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah
layak baginya. Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab yang memberi
penerangan" (Q.S.Yasin: 69).

Ayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Saw tidak membuat atau menyusun syair
dan tidak mengatakan sebait syair pun, jika beliau ingin melantunkan syair beliau tidak
menyempurnakan atau senantiasa memotong timbangan syair tersebut, sebagai salah contoh
sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi :

ُّ ‫يك َع ِن الْ ِم ْقدَ ا ِم ْب ِن رُش َ يْ ٍح َع ْن َأبِي ِه َع ْن عَاِئشَ َة قَا َل ِقي َل لَهَا ه َْل اَك ن النَّىِب‬ ٌ ِ ‫َحدَّ ثـَنَا عَىِل ُّ ْب ُن ُح ْج ٍر َأ خْبـَ َراَن رَش‬
‫ول َو َي‬ ُ ‫الش ْع ِر قَال َ ْت اَك َن يـَ َت َمث َُّل ب ِِش ْع ِر ا ْب ِن َر َوا َح َة َويـَ َت َمث َُّل َويـَ ُق‬
ِّ ‫يـَ َت َمث َُّل ِبىَش ْ ٍء ِم َن‬- ‫ صىل اهللا عليه وسمل‬-
ٌ ‫قَا َل َأبُو ِعيىَس ه ََذا َح ِد‬. ‫» َوىِف الْ َب ِاب َع ِن ا ْب ِن َعبَّ ٍاس‬. ‫يك اِب َأل ْخ َب ِار َم ْن ل َ ْم ت ُـ َز ِّو ِد‬
‫يث َح َس ٌن حَص ِ حي‬ َ ‫« ْأ ِت‬

Dari Aisyah beliau berkata: seseorang bertanya kepadanya: 'Apakah Rasulullah Pernah
melantunkan syair, Aisyah menjawab: "Beliau pernah melantunkan Syair Ibnu Rawahah dan
beliau melantunkan 'Dan telah datang kepadamu berita tanpa tambahan'.
Penjelasan dari Aisyah menunjukkan bahwasanya Rasulullah Saw hanya menyebutkan
dan melantunkan potongan syair karya Abdullah bin Rawahah pada masa perang Khandak
dengan tujuan agar lebih bersemangat, karena Sesungguhnya syair karya Ibnu Rawahah
menyebutkan: ”Akan tampak kepadamu hari-hari di mana kebodohanmu Dan akan datang
kepadamu berita dari yang tidak kamu sangka”
Dan banyak lagi riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan bahwa beliau hanya
menyebutkan syair karya sahabat-sahabat beliau dengan cara memotongnya bukan dari syair-
yair karya beliau karena pelarangan dari Allah SWT. Diantara hikmah larangan Allah
terhadap Rasul-Nya untuk menyusun syair dan melantunkannya adalah agar anggapan kaum
kafir bahwa Raslullah Saw adalah seorang ahli syair dan al-Qur'an merupakan syair karya
Muhammad Saw terbantahkan.
2) Larangan syair
Pada sisi yang lain Rasulullah Saw melarang untuk bersyair sebagaimana sabda beliau
Saw :

‫َع ْن ا ْب ِن مُع َ َر َريِض َ اهَّلل ُ َعن ْـهُ َما َع ْن النَّيِب ِّ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ قَا َل َأل ْن ي َ ْم َت ِلَئ َج ْو ُف َأ َح ِدمُك ْ قـَ ْي ًحا خَي ْـ ٌر‬
‫هَل ُ من َأ ْن ي َ ْم َت ِلَئ ِش ْع ًر‬
Dari Ibnu Umar dari Nabi Saw beliau bersabda: "Lambung seseorang penuh dengan
nanah lebih baik daripada penuh dengan syair".
Ketika melihat hadis kedua tentang pelarangan bersyair secara zahir, maka akan
ditemukan pelarangan untuk bersyair secara mutlak, sebab hadis tentang pelarangan bersyair
memiliki asbab al-wurud sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dari riwayat Abu Said
al-Khudri beliau berkata
‫بينا حنن نسري مع رسول اهللا صىل اهللا عليه وسمل ابلعرج إذ عرض شاعر ينشد فقال رسول اهللا‬
‫ ألن ميتلئ جوف رجل قيحا يرخ هل من‬, ‫ أمسكوا الشيطان‬,‫ خذوا الشيطان أو‬: ‫صىل اهللا عليه وسمل‬
‫أن ميتلئ شعر‬
"Ketika kami sedang berjalan bersama Rasulullah Saw di al-'Araj, tiba – tiba seorang
penyair membacakan syair kepada kami Rasul pun berkata : "Tahan Syaitan itu, dan
peganglah........,lalu beliau bersabda: "Lambung seseorang penuh dengan nanah lebih baik
daripada penuh dengan syair".
Ibnu Baththal berkata: sebahagian ulama berpendapat bahwa syair yang dimaksud
dalam hadis adalah syair-syair yang mengandung hujatan terhadap Rasulullah Saw. Akan
tetapi Abu ubaid secara pribadi berdasarkan kesepakatan ulama menganggap bahwa
penafsiran tentang makna syair adalah penafsiran yang salah sebab kaum muslimin telah
sepakat bahwa satu kalimat yang mengandung hujatan kepada Rasulullah Saw maka akan
menjadikan kufur. Akan tetapi dikalangan sebahagian ulama melarang syair dan bersyair
secara mutlak hal tersebut didasarkan perkataan Rasulullah Saw: "tahan Syaitan itu" dan
firman Allah:
‫ اَّل‬٢٢٦ ‫ون‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬
َ ُ‫ون َما اَل ي َ ۡف َعل‬ َ ُ‫ َوَأهَّن ُ ۡم ي َ ُقول‬  ٢٢٥ ‫ون‬ َ ُ ‫ َأل َ ۡم تَ َر َأهَّن ُ ۡم يِف لُك ِ ّ َوادٖ هَي ِ مي‬٢٢٤ ‫َو لشُّ َع َرٓا ُء يَت َّ ِب ُعهُ ُم لۡغ َُاو َۥن‬
‫ِإ‬
‫ٱذَّل ِ َين َءا َمنُو ْا َومَع ِ لُو ْا ٱ َّلصٰ ِل َحٰ ِت َو َذ َك ُرو ْا ٱهَّلل َ َك ِث ٗريا َوٱن َترَص ُ و ْا ِم ۢن ب َ ۡع ِد َما ُظ ِل ُمو ْا ۗ َو َس َي ۡعمَل ُ ٱذَّل ِ َين َظلَ ُم ٓو ْا َأ َّي‬
٢٢٧ ‫ون‬ َ ‫ُمن َقلَ ٖب يَن َق ِل ُب‬
“Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat
bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan bahwasanya mereka suka
mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan (nya)?, kecuali orang-orang
(penyair-penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak menyebut Allah dan
mendapat kemenangan sesudah menderita kedzaliman. Dan orang-orang yang dzalim itu
kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali”. (QS. as-Syu’ara` [26] : 224-
227)
Berdasarkan ayat dan hadis tersebut mereka yang melarang syair secara mutlak
menganggap bahwa syair dan bersyair merupkan pekerjaan syaitan yang sesat. Para ahli tafsir
seperti al-Thabary beliau berpendapat bahwa para ahli syair tersebut mengikuti jejak orang-
orang yang sesat bukan jejak orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan yang dimaksud
dengan orang yang sesat menurut Ibnu Abbas adalah para pembuat syair dari kalangan orang-
orang kafir dan yang lainnya berpendapat yang dimaksud dengan orang sesat adalah Syaitan.
Ikrimah berkata bahwa suatu ketika terdapat dua ahli syair yang saling mencaci satu sama lain
(dengan menggunakan syair), maka Allah menurunkan ayat ini (al-Sya'ara' : 224). Qatadah
berpendapat bahwa para ahli syair memuji seseorang dengan hal-hal yang bathil dan mencela
dengan hal-hal yang bathil pula.
Imam al-Qurthuby mengomentari hadis Abu Said al-Khudri dengan mengatakan bahwa
para ulama berkata bahwasanya Rasulullah Saw melakukan hal tersebut –yaitu mencela
penyair tersebut karena beliau Saw. telah mengetahui keadaan penyair tersebut, karena
penyair tersebut dikenal sebagai penyair yang menjadikan syair-syairnya sebagai jalan untuk
mendapatkan penghasilan sehingga dia berlebihan dalam memuji ketika diberi, dan berlebihan
dalam mencela ketika tidak diberi, sehingga menyiksa manusia baik dari segi harta maupun
kehormatan. Oleh karena itu mereka yang melakukan hal ini wajib untuk diingkari.

b. Hukum Musik Instrumental


1) Bolehnya alat musik (Musik Instrumental)
Hadits Aisyah ra.
‫ فَ َس ِم ْعنَا لَغ ًَطا َو َص ْو َت‬،‫هللا صىل هللا عليه وسمل َجا ِل ًسا‬
ِ ‫ول‬ُ ‫ اَك َن َر ُس‬:‫َع ْن عَاِئشَ َة ريض هللا عهنا قَال َ ْت‬
,‫ اَي عَاِئشَ ُة‬:‫هللا صىل هللا عليه وسمل فَ َذا َحبَ ِش َّي ٌة تَ ْز ِف ُن َوا ِّلص ْب َي ُان َح ْولَهَا فَ َقا َل‬ ِ ‫ول‬ ُ ‫ فَ َقا َم َر ُس‬،‫ِص ْب َي ٍان‬
‫ِإ‬
‫هللا صىل هللا عليه وسمل فَ َج َعلْ ُت َأن ُْظ ُر لَهْي َا‬ ِ ِ‫ فَجِ ْئ ُت فَ َوضَ ْع ُت لَ ْحيَي َّ عَىَل َم ْن ِك ِب َر ُسول‬,‫تَ َعايَل ْ فَان ُْظ ِري‬
‫ِإ‬
‫ ْذ َطلَ َع مُع َ ُر ريض‬,‫ َأِلن ُْظ َر َمزْن ِ لَيِت ِع ْندَ ُه‬, ‫ اَل‬:‫ول‬ ُ ُ‫ فَ َج َعلْ ُت َأق‬:‫ َأ َما َش ِب ْع ِت؟ َأ َما َش ِب ْع ِت؟ قَالَ ْت‬: ‫فَ َقا َل يِل‬
‫ِإ‬
‫ يِّن َأَلن ُْظ ُر ىَل َش َيا ِطنيِ ا ن ْ ِس‬:‫هللا صىل هللا عليه وسمل‬
ِ ‫ فَ َقا َل َر ُسول‬،‫هللا عنه فَانْ َف َّض النَّ ُاس َعهْن َا‬
‫ِإْل‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ َوالْجِ ِّن قَدْ فَ ُّروا ِم ْن مُع َ َر‬23
Aisyah ra. berkata: Ketika Nabi saw. duduk, beliau mendengar suara hiruk pikuk
dan suara anak-anak. Lalu beliau bangkit, ternyata beliau melihat suku Habsyi menari-
nari dan bermain-main dengan rebana yang dikerumuni anak-anak. Lalu beliau bersabda:
Wahai Aisyah kemarilah dan saksikanlah. Lalu aku mendekatinya dan meletakkan dagu
pada pundak Nabi dan aku ikut menyaksikannya. Nabi bersabda: Cukupkah (diucapkan
2x). Aku menjawab: Belum, agar aku dapat pamer kedudukanku di sisi beliau. Tiba-tiba
Umar muncul dan membubarkan mereka. Maka Rasulullah saw. bersabda: Aku melihat
setan manusia dan jin lari dari Umar.
Hadits Aisyah ra.

ُ ‫و َر ُس‬-(
‫ول‬ َ ) ‫هللا صىل هللا عليه وسمل) (يِف َأاَّي ِم ِمىًن‬ ِ ‫ول‬ ُ ‫ ( َد َخ َل عَيَل َّ َر ُس‬:‫َع ْن عَاِئشَ َة ريض هللا عهنا قَال َ ْت‬
)- ِ ‫ولَي َْس َتا ِب ُم َغنِّ َيتَنْي‬-(
َ )‫) َ(و ِع ْن ِدي َج ِاري َ َت ِان ِم ْن َج َو ِاري اَأْلن َْص ِار‬-‫هللا صىل هللا عليه وسمل ي َ ْو َمِئ ٍذ اِب لْ َم ِدينَ ِة‬
ِ
)ِ‫اث) (ي َ ْو ٌم قُ ِت َل ِفي ِه َصنَا ِديدُ اَأْل ْو ِس َوالْخ َْز َرج‬ َ ‫(تَرْض ِ اَب ِن بِدُ فَّنْي ِ ) َ(وتُ َغنِّ َي ِان ِب َما تَ َق َاولَ ْت ِب ِه اَأْلن َْص ُار ي َ ْو َم ب ُ َع‬
‫ َو َح َّو َل َوهْج َهُ) َ(وت َ َس َّجى ِبث َْو ِب ِه) (فَدَ َخ َل َأبُو‬,‫هللا صىل هللا عليه وسمل عَىَل الْ ِف َر ِاش‬ ِ ‫ول‬ ُ ‫(فَاضْ َط َج َع َر ُس‬
)‫هللا صىل هللا عليه وسمل؟‬ ِ ِ‫الش ْي َط ِان يِف بَيْ ِت َر ُسول‬ َّ ‫ َأ َم َزا ِم ُري‬:‫بَ ْك ٍر ريض هللا عنه) (فَا ْنهَت َ َرمُه َا) َ(وقَا َل‬
‫ َوه ََذا‬,‫ فَ هَّن َا َأاَّي ُم ِعي ٍد) ( َّن ِللُك ِّ قَ ْو ٍم ِعيدً ا‬،‫ َد ْعهُ َما اَي َأاَب بَ ْك ٍر‬:‫هللا َع ْن َوهْج ِ ِه َوقَا َل‬ِ ‫ول‬ ُ ‫(فَ َكشَ ف َر ُس‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
)‫ مَغ َ ْزهُت ُ َما فَخ ََر َجتَا‬,َ‫ فَلَ َّما غَ َفل‬:‫ ِعيدُ اَن ) (قَال َ ْت‬24

Aisyah ra. berkata: (Ali menjumpai Rasulullah saw. sewaktu di hari-hari Mina –
Tasyriq-) (Saat itu Nabi saw. berada di Madinah) (dan aku memiliki dua gadis anshar)
(keduanya bukan penyanyi prefesional) (keduanya menaboh rabana) (dan menyanyikan
syair-syair yang menggambarkan perang Bua’ts) (di hari terbunuhnya para tokoh Aus dan
23
Hr. Tirmidzi: 3691. Periksa Adab Zafaf: 202.
24
Hr. Bukhari: 907, 909, 944, 2750, 3337; Muslim: 892; Nasai: 1593, 1597; Ibnu Majah: 1898;
dan Ahmad: 24095, 24585, 25072.
Khazraj) (Lalu Nabi pun berbaring di atas tikarnya sambil memalingkan wajahnya) (dan
bertutupkan selembar kain) (Lalu Abu Bakar tiba dan membentak kedua penyanyi itu)
(seraya berkata: Kenapa ada seruling setan di rumah Rasul?) (Lalu Nabi menyingkap tabir
kain dari wajahnya seraya bersabda: Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakar, ini adalah
hari raya) (Sesungguhnya pada setiap kaum memiliki hari raya, dan hari ini adalah hari
raya kita). (Aisyah berkata:  Ketika Abu Bakar lengah, lalu aku mendorong keduanya
keluar rumah).

2) Larangan alat musik (musik instrumental)


Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Ghanm al-Asy’ari, dia berkata, “Abu ‘Amir
atau Abu Malik al-Asy’ari Radhiyallahu anhu telah menceritakan kepadaku, demi Allâh,
dia tidak berdusta kepadaku, dia telah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫ َولَ َيزْن ِ لَ َّن َأ ْق َوا ٌم لَـى‬.‫ َوالْـ َم َع ِاز َف‬، ‫ َوالْـ َخ ْم َر‬، ‫ َوالْـ َح ِر ْي َر‬، ‫لَـ َيـ ُك ْون َ َّـن ِم ْن ُأ َّمـ ِت ْـي َأ ْق َوا ٌم ي َ ْـس َت ِحل ُّ ْو َن الْـ ِح َر‬
‫ِإ‬
، ‫ ْار ِج ْع لَ ْينَا غَدً ا‬: ‫ ِلـ َحا َج ٍة فَ َيـ ُق ْولُ ْو َن‬- َ ‫ يَْأ ِتهْي ِ ْم –يَعْيِن ْ الْ َف ِقرْي‬، ‫َجنْ ِب عَمَل ٍ يَ ُر ْو ُح عَلَهْي ِ ْم ب َِس ِار َح ٍة لَـه ُْم‬
‫ِإ‬
‫هللا َويَـضَ ُع الْ َعمَل َ َويَـ ْم َسـخُ آ َخ ِر ْي َن ِق َر َد ًة َو َخنَ ِاز ْي َر لَـى ي َ ْو ِم الْ ِقيَا َم ِة‬
ُ ‫فَـ ُيـ َبـ ِيـّـ ُتـهُـ ُم‬25.
‫ِإ‬
‘Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan ummatku sekelompok orang yang
menghalalkan kemaluan (zina), sutera, khamr (minuman keras), dan alat-alat musik. Dan
beberapa kelompok orang sungguh akan singgah di lereng sebuah gunung dengan binatang
ternak mereka, lalu seseorang mendatangi mereka  -yaitu orang fakir- untuk suatu
keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami besok hari.’ Kemudian Allâh
mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allâh

mengubah sebagian dari mereka menjadi kera dan babi sampai hari Kiamat.

Ibnu hazm menulis sebuah kitab arrisalah a’nil mussiqi beliau mengatakan tidak ada ada
satu pun hadist shahih yang dapat digunakan untuk mengharamkan musik dan nyayian, dan

25
Shahîh Bukhari (no. 5590). Fat-hul Bâri (X/51),
beliau meneliti dalil para ulama’ yang digunakan untuk mengharamkan musik beliau
mengatakan “tidak ada hadist yang paling shahih untuk mengharaman musik selain hadist.

‫ َوالْـ َم َع ِاز َف‬، ‫ َوالْـ َخ ْم َر‬، ‫ َوالْـ َح ِر ْي َر‬، ‫لَـ َيـ ُك ْون َ َّـن ِم ْن ُأ َّمـ ِت ْـي َأ ْق َوا ٌم ي َ ْـس َت ِحل ُّ ْو َن الْـ ِح َر‬
Kata wal ma’azif dalam hadis di atas dipahami sebagian ulama dengan makna
“dan
alat musik”, tapi ada juga yang memahami “bersamaan dengan”. Ulama yang
menerjemahkan waw dengan “dan” memahami musik itu haram di antaranya Imam Ibnu
Al Jauzi, Imam Qurthubi dan Imam Asy Syaukani, hal ini juga berdasarkan pada surat
Luqman ayat 6, sementara ulama yang memahami waw dengan “bersamaan dengan”
cenderung untuk tidak mengharamkan musik. Ternyata tidak semua waw  memiliki arti
“dan”. Tetapi ada juga waw Ma’iyyah berati “bersamaan dengan”. Itu yang dipakai oleh
Syekh ibnu khaldun, Syekh Ali Jum’ah, Syekh Ahmad Thayyib, Syekh Yusuf Qardhawi
Syekh al-Thanthawi, dan para ulama Azhar dari dulu, Syeh romadhoni albuthi, syeh
mutawali assya’rawi, bahkan hujjatul mislam imam al ghazali tidak mengharamkan musik
kecuali berdampak negatif bagi pendengarnya.

C. Kesimpulan
Islam pada hakikatnya merupakan agama dakwah, yang mewajibkan seluruh ummatnya
melakukan dakwah, sekecil apapun dan dengan media apapun, termasuk salah satunya ialah
dengan sebuah musik dan lagu, ketika apa yang kita sampaikan dan contohkan kepada orang lain
merupakan kebaikan, baik kebaikan yang berhubungan dengan Allah maupun kebaikan terhadap
sesama manusia maka hal itu sudah termasuk dakwah. seperti apa yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW: “sampaikanlah walau hanya satu ayat”.
Senada dengan pernyataan di atas, musik juga bisa menjadi sebagai inovatif dakwah
sebagai ruang untuk kita menyampaikan sesuatu kepada orang banyak, termasuk menyampaikan
pesan dakwah. Musik dipandang sebagai salah satu inovatif dalam berdakwah. Karena musik
telah menjadi bagian integral dalam aktivitas masyarakat dan musik telah semakin meluas yang
dapat didengarkan oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Ketika yang disampaikan itu
adalah kebaikan-kebaikan, kecintaan kita kepada Rasulullah, ketaatan kita kepada Allah, atau
menyeru kita mengingat Allah, dan misi-misi lainnya yang mengandung kebaikan-kebaikan,
maka hal itu juga bisa disebut dakwah. Karena berdakwah atau melakukan kegiatan dakwah, kita
tidak harus menjadi seorang ustad, kyai ataupun menjadi seorang ulama, tidak harus melalui
mimbar-mimbar ataupun ceramah-ceramah resmi. Tetapi kita bisa berdakwah dengan cukup
menjadi diri kita sendiri, dan sesuai dengan apa yang kita miliki dan mampu, serta apa yang
Allah berikan kepada diri kita. Jadi, setiap orang bisa melakukan dakwah sesuai dengan
kemampuan dan ilmunya masing-masing.

Kajian Pustaka

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif ( Jakarta: CV Pedoman Ilmu, 2005), h.10


Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998) Cet. Ke-1, H. 186.
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, (Jakarta: Robbani Press, 2005), Cet.5, H. 345-346.
Imam Muhammad al-Razi Fakhruddin Ibn. Al ‘alamah Diyauddin Umar, Tafsir Fakhr al-
Razi, Mafatih al-Gaib, , Darul Fikr, Beirut, Juz. 27, Jilid 14, h. 85
Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi, , Mustafa albab al-Hababi Mesir 1974,
Terjm. Hery Noer Aly, Anshori Umar Situnggal, Bahrun Abu Bakar, Toha Putra , Semarang,
1989, Jilid 24, h. 165
Al-Qur‟an Depag, op.cit, h. 443
Al-Qurtubi Jilid. 25, op.cit, h. 796-798
Fakruddin al-Razi, Juz. 30, Jilid 15, opcit, h. 22
Mustafa al-Maragi, 1993, Jilid 28, opcit, h. 193
Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi, Juz 3, Mustafa albab al-Hababi Mesir 1974,
Terjm. Hery Noer Aly, Anshori Umar Situnggal, Bahrun Abu Bakar, Toha Puttra, Semarang,
1989, h. 174-175
Ibid, h. 164
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif ( Jakarta: CV Pedoman Ilmu, 2005), h.10
at-Tibyan, hlm. 109
at-Tibyan, hlm. 110
HR. Ahmad 18994, Nasai 1024, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth
HR. Abu Daud 1469, Ahmad 1512 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth

Anda mungkin juga menyukai