Anda di halaman 1dari 224

Muhammad Aqil Irham

Membaca Ulang
Pilkada di Indonesia

www.bacaan-indo.blogspot.com
www.bacaan-indo.blogspot.com
Tr a n sfor m a si p olit ik p en t in g d a r i er a otor it a r ia n ke dem okr a si
m en gh ad irkan berbagai fenom en a bar u d i m asyarakat Indonesia.
Desent r a lisasi, oton om i d aer a h , p em ilih a n pr esiden d a n kepa la
daerah langsung, mer upakan beberapa wujud positif yang dihadirkan
era demokrasi. Namun pada saat yang sam a, belum ter wujud secara
luas kedekatan energi besar mesin pembangunan dengan m asyarakat
akibat ‘sem akin berlikunya proses politik’. In i mer upakan sisi negatif
demokrasi yang har us dihadapi saat in i. Bahkan meluasnya kor upsi,
ter m asu k m on ey p olit ics m enjad ikan dem okr asi d iper t an ya kan .
Buku in i membantu kita mem aham i proses tran sisi dan kon solidasi
demokrasi di Indonesia.
—D r Ar ie S e tiabu d i S o e s ilo MS c , D e k a n Fa k u lta s Ilm u
S o s ia l d a n Ilm u Po litik Un ive rs ita s In d o n e s ia

Penu lis m en yad a r i sep enu h n ya gejola k dem okr asi ya n g saat in i
sedang berlangsung di Indonesia. Buku in i secara utuh member ikan
pand an gan yan g jelas, khu su snya terkait pelaksan aan pem ilih an
kepala daerah (Pilkada) di Indonesia.
—Ro be r t En d i Jaw e n g, D ire k tu r Ek s e k u tif Ko m ite
Pe m a n tau a n Pe la k s a n a a n Oto n o m i D ae ra h

Bu ku ten t a n g ‘dem okr a si m u ka du a’ in i—at au m enu r ut ist ila h


War ren duplicit y dem ocracy —dengan cerdas membedah persoalan
pem ilihan kepala (Pilkada) di Indonesia. Relasi di antara kelompok-
kelom p ok kep ent in ga n d a la m pr oses dem okr asi ter sebut sa n gat
d ipengar u h i oleh penguasaan m ereka atas sum ber daya lokal yang
kerap dim an faatkan untuk meredam tekanan yang muncul. Hal in i
www.bacaan-indo.blogspot.com

secar a detail d ijelaskan oleh penu lis m ela lu i telaa h n ya terh ad ap


praktik Pilkada di Indonesia.
—Mad e Su w a n d i Ph D, An g go ta Ko m is i Ap a ratu r
Sipil Ne ga ra
Pilkada m erupakan proses yan g dilewati ban gsa in i. Kadan g ada
dam pak-dam pak tak terduga dari proses pem ilihan lan gsun g oleh
rakyat. Nam un dem okrasi m em ang m em erlukan jalan panjang dan
kadan g ‘ada korban ’. Rakyat telah m en ggun akan hakn ya, tin ggal
pem en an g m elaksan akan kewajiban n ya. Bah wa ada yan g per lu
diperbaiki dalam pelaksanaan Pilkada memang merupakan keharusan.
Nam u n p er lu d igar isbawah i, p en gelola u an g r akyat sebaikn ya
mendapat mandat dari rakyat.
—H . Saifu llah Yu s u f, W akil Gu be rn u r Jaw a Tim u r
www.bacaan-indo.blogspot.com
Membaca Ulang
Pilkada di Indonesia
www.bacaan-indo.blogspot.com
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 1
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
www.bacaan-indo.blogspot.com

banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Membaca Ulang
Pilkada di Indonesia

Muhammad Aqil Irham


www.bacaan-indo.blogspot.com

Jakarta:
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Demokrasi Muka Dua: Membaca Ulang Pilkada di Indonesia

© Muhammad Aqil Irham

KPG 59 16 01132

Cetakan Pertama, Mei 2016

Penyunting
Candra Gautama

Perancang Sampul
Boy Bayu Anggara

Penata Letak
Dadang Kusmana

IRHAM, Muhammad Aqil


Demokrasi Muka Dua: Membaca Ulang Pilkada di Indonesia
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2016
xvi + 204; 13,5 cm x 20 cm
ISBN: 978-602-6208-01-9
www.bacaan-indo.blogspot.com

Dicetak oleh PT Gramedia, Jakarta.


Isi di luar tanggung jawab percetakan.
Untuk
istriku Yuliyati Harnafal Zamas
dan anak-anakku:
Rif’at Ayu Wijdan Irham
Naura Ghina Asy Shofa Irham
Muhammad Zayyed Zidane Irham
Muhammad Zayyed Zamroni Irham
www.bacaan-indo.blogspot.com
www.bacaan-indo.blogspot.com
DAFTAR ISI

Daftar Tabel x
Daftar Singkatan xii
Pengantar Penulis xv

PENDAHULUAN:
17 Tahun Demokrasi Indonesia 1
BAB I : Muka Depan Demokrasi:
Perspektif Neo-Institusionalisme 29
BAB II : Muka Belakang Demokrasi:
Perspektif Relasi Kuasa 71
BAB III : Inspirasi Dualitas Giddens:
Membaca Demokrasi Indonesia 93
BAB IV : Dua Muka Demokrasi:
Catatan Kritis Warren 129
www.bacaan-indo.blogspot.com

BAB V : Mewujudkan Demokrasi Substansial


Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 143
Daftar Pustaka 185
Indeks 197
Tentang Penulis 203
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Pelaksanaan Pemilukada Tahun 2005-2014 4


Tabel 1.2. Perbandingan Mekanisme Pemilihan dan Aktor
Kepala Daerah Antar-Rezim 5
Tabel 1.3. Jumlah Surat Izin Presiden untuk Pemeriksaan
Dugaan Tindak Pidana Pejabat Negara di Tingkat
Daerah (Kepala Daerah dan Anggota DPRD) 14
Tabel 1.4. Politik Dinasti dan Dinasti Politik Kepala
Daerah Pasca-Orde Baru 15
Tabel 2.1. Gagasan Para Pendiri Bangsa tentang Demokrasi 40
Tabel 2.2. Bentuk dan Susunan Pemerintahan yang
Menerapkan Otonomi Daerah di Era Orde Lama 45
Tabel 2.3. Metode Pemilu 62
www.bacaan-indo.blogspot.com
Daftar Tabel xi

Tabel 2.4. Dinasti Politik 63


Tabel 2.5. Otonomi Provinsi atau Kabupaten/Kota
dalam Pertemuan Pokja Otonomi Daerah 65
Tabel 4.1. Aplikasi Struktur Giddens dalam Demokrasi Lokal 96
Tabel 4.2. Perbandingan Ideologi Demokrasi Liberal
dan Pancasila 102
Tabel 4.3. Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945
Amandemen Kedua 112
Tabel 4.4. Skemata Sistem Interaksi: K-K-S 124
Tabel 6.1. Eselonisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota 165
Tabel 6.2. Eselon Perangkat Daerah Provinsi 165
Tabel 6.3. Tingkat Jabatan Struktural, Eselon, dan Jenjang
Pangkat Jabatan Struktural 167
Tabel 6.4. Jenjang Diklat Kepemimpinan untuk
Meningkatkan Kapasitas dan Kemampuan PNS 168
www.bacaan-indo.blogspot.com
DAFTAR SINGKATAN

ABG : ABRI, Birokrat, Golkar


ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
AD/ ADT : Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD-P : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah-
Perubahan
Baperjakat : Badan Pertimbangan J abatan dan Kepangkatan
Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Bawaslu : Badan Pengawas Pemilu
BPUPKI : Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia
Dapil : Daerah Pemilihan
DIM : Daftar Inventaris Masalah
DKPP : Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
www.bacaan-indo.blogspot.com

DOB : Daerah Otonomi Baru


DP4 : Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu
DPD : Dewan Perwakilan Daerah
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Daftar Singkatan xiii

DPS : Daftar Pemilih Sementara


DPT : Daftar Pemilih Tetap
FGD : Focus Group Discussion
FITRA : Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
FKAD : Forum Konstituen Anggota Dewan
Gerindra : Gerakan Indonesia Raya
Golkar : Golongan Karya
Hanura : Hati Nurani Rakyat
ICW : Indonesian Corruption Watch
J PPR : J aringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat
Kemendagri : Kementerian Dalam Negeri
KKN : korupsi, kolusi, dan nepotisme
KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi
KPPOD : Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
KPPS : Kelompok Panitia Pemungutan Suara
KPUD : Komisi Pemilihan Umum Daerah
KPU : Komisi Pemilihan Umum
KTA : kartu tanda anggota
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MK : Mahkamah Konstitusi
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
MPRS : Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
NASAKOM : Nasionalis, Agama, dan Komunis
NGO : Non Government Organization
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
NU : Nahdlatul Ulama
Ormas : organisasi masyarakat
www.bacaan-indo.blogspot.com

PAN : Partai Amanat Nasional


Panwaslu : Panitia Pengawas Pemilu
PDIP : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Perppu : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah
xiv Demokrasi Muka Dua

PKB : Partai Kebangkitan Bangsa


PKI : Partai Komunis Indonesia
PKS : Partai Keadilan Sejahtera
PNS : Pegawai Negeri Sipil
Pokja Otda : Kelompok Kerja Otonomi Daerah
Polri : Polisi Republik Indonesia
PPDP : Petugas Pemutakhiran Data Pemilih
PPK : Panitia Pemilihan Kecamatan
PPP : Partai Persatuan Pembangunan
PPS : Panitia Pemungutan Suara
PSHK : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
PT : Pengadilan Tinggi
PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara
Pussbik : Pusat Strategi dan Kebijakan Publik
RIS : Republik Indonesia Serikat
RT : Rukun Tetangga
RUU : Rancangan Undang-Undang
RW : Rukun Warga
SIM : Surat Izin Mengemudi
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
THR : Tunjangan Hari Raya
TNI : Tentara Nasional Indonesia
URDI : Urban and Development Institute
UU ASN : Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara
UUD : Undang-Undang Dasar
UUDS : Undang-Undang Dasar Sementara
YAPPIKA : Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan
www.bacaan-indo.blogspot.com

Kemitraan Masyarakat Indonesia


YIPD : Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah
YLKI : Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
PENGANTAR PENULIS

UKU ini diangkat dari hasil penelitian disertasi saya

B yan g m en gam bil tem a dem okrasi lokal di Provin si


La m p u n g. H a sil p en elit ia n t er seb u t kem u d ia n
saya kem bangkan dengan isu-isu relevan yang lebih aktual
d an p er d alam d en gan p em bah asan t eor et is yan g lebih
komprehensif.
Dalam proses olah pikir dan penyusunan buku ini, saya
www.bacaan-indo.blogspot.com

telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka sudah


sepatutnya saya m enyam paikan terim a kasih kepada m ereka,
terutam a kepada Prof. Sudarsono Hardjosoekarto PhD, Prof.
Iwan Gardono Sujatmiko PhD, dan Dr I Made Suwandi MSoc,
MSc.
xvi Demokrasi Muka Dua

Kepada Prof. Vedi Hadiz, Dr Arie Setiabudi Soesilo MSc,


Robert Endi J aweng, dan H. Saifullah Yusuf, terima kasih telah
bersedia memberikan endorsem ent untuk buku ini .
Nu sr on Wah id telah ban yak m em ban tu d alam awal
pengerjaan disertasi. Andi Rahman Alamsyah dan Muhammad
Damm telah membantu saya dalam pengerjaan buku ini.
Penerbitan Dem okrasi Muka Dua dan dua buku lanjutan
yang akan m engikutinya sem oga dapat m em beri sum bangan
untuk memahami, mengevaluasi, dan memperbaiki demokrasi
di Indonesia. Akhir kata, selamat membaca!

April 20 16
Mu h am m ad Aqil Irh am
www.bacaan-indo.blogspot.com
PENDAHULUAN:

17 Tahun Demokrasi
Indonesia

NDONESIA m em asuki babak baru kehidupan yang lebih

I dem okratis ketika gerakan Reform asi m elanda di tahun


1998, ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru di ba-
wah kekuasaan Soeharto. Tuntutan luas m asyarakat, m a ha-
siswa, dan tokoh -tokoh Reform asi m en doron g per ubah an
sosial politik. Mereka m en ekan legislatif un tuk m e la ku kan
am andem en konstitusi serta m engeluarkan ber bagai produk
www.bacaan-indo.blogspot.com

un dan g-un dan g yan g m en dukun g kebijakan de m o kratisasi


dan desentralisasi. Hasil am andem en UUD 1945 m en dorong
pem ilihan presiden dan wakil presiden m elalui m e kan ism e
“satu oran g satu suara” (one m an one v ote), m en ggan tikan
tradisi musyawarah mufakat melalui fraksi-fraksi seba gaimana
2 Demokrasi Muka Dua

terjadi selama pemerintahan Presiden Soeharto.1 Kali pertama


mekanisme baru tersebut diterapkan, Abdurrahman Wahid dan
Megawati menjadi presiden dan wakil presiden. Me reka terpilih
melalui parlemen baru hasil perubahan UU paket politik, salah
satunya mengatur tentang partai politik dan menjadi instrumen
regulasi peserta Pemilu 7 J uni 1999.2
Setahun setelah kejatuhan Soeharto, reformasi institusional
politik yan g diperan kan Presiden H abibie m en jadi ton ggak
awal proses demokratisasi di Indonesia. Perubahan signiikan
sis tem kepartaian dan sistem Pemilu berimplikasi pada fungsi
le gislatif di parlem en serta hubun gan n ya den gan presiden
dan kepala daerah di eksekutif. Eksistensi partai politik dan
fungsi-fungsinya dalam m endinam isasi m asyarakat m enjadi
mo tor penggerak utama demokratisasi di arena Pemilu secara
bebas tan pa lagi dibatasi dan dikooptasi n egar a. 3 Par tai
politik tum buh dan berkem ban g dalam sistem m ultipartai
yang didukung oleh reform asi institusi dan berbagai produk
UU Partai Politik yang m endorong percepatan dem okratisasi
pasca-Orde Baru.4 Partai-partai politik m engantarkan kader-

1 Amandemen pertama UUD 1945 dalam Sidang Umum MPR RI 19 Oktober


1999 ban yak m en gu bah pola keku asaan n egar a d an pem er in tah an .
Mengubah tata cara pem ilihan presiden dan m engatur m asa jabatannya,
sem entara kekuasaan legislatif m em peroleh porsi besar dalam hal fungsi
dan kewenangannya.
2 UU No. 2/ 1999 tentang Partai Politik m engakom odasi sistem m ultipartai
pertam a setelah Pem ilu 1955 yang diikuti 48 partai politik pada Pem ilu 7
J uni 1999. Parlem en baru hasil representasi m ultipartai m em iliki fraksi-
www.bacaan-indo.blogspot.com

fraksi juga sebagaimana di parlemen sebelumnya, namun hak dan aspirasi


anggota diberi otoritas dalam hal memilih presiden dan wakil presiden.
3 Sejak Orde Baru berdasarkan UU No. 3 Tahun 1975 dan diubah m enjadi
UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya sampai 31
J anuari 1999, jumlah partai dibatasi hanya dua, yaitu PPP dan PDI dan satu
Golongan Karya dengan menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal.
4 UU No. 2/ 1999 tentang Partai Politik telah m elahirkan 48 partai politik
17 Tahun Demokrasi Indonesia 3

kader m ereka ke parlem en sebagai represen tasi yan g m e-


nyuara kan aspirasi dan mengartikulasikan kepentingan rak yat
berdasarkan daerah pemilihan (Dapil) masing-masing.
Di tingkat lokal atau daerah, instrumen UU No. 22 Tahun
1999 m endorong percepatan dem okratisasi parlem en dalam
m e m ilih kepala daerah baik di tingkat provinsi m aupun ka-
bupaten/ kota.5 Perubahan ini tentu memperoleh dukungan ma-
syarakat di daerah-daerah, karena selama ini gubernur, bupati,
dan walikota selalu saja merupakan “kiriman” dari pusat yang
memiliki latar belakang sosiologis ABRI, birokrat, dan Golkar
(jalur ABG).6 Adanya UU baru ini telah mendorong bangkitnya
tokoh-to koh lokal untuk tampil menjadi pemimpin daerah.
P er u b a h a n u n d a n g-u n d a n g t er u s b er gu lir d en ga n
hadirnya UU No. 32 Tahun 20 0 4 yang m akin m em antapkan
de m okratisasi di In don esia. Berdasarkan UU in i pem ilihan
kepala daerah tidak lagi dilaksanakan di parlemen, melainkan

yang sah peserta Pemilu 7 J uni 1999. UU No. 31/ 20 0 2 mengikutsertakan 24


partai po litik dalam Pemilu 5 April 20 0 4 dan menghasilkan 17 partai yang
duduk di 550 kursi DPR dan UU No. 2/ 20 0 8 tentang Partai Politik mengi-
kutsertakan 38 partai politik dalam Pemilu April 20 0 9 dan menghasilkan 9
Parpol yang duduk 560 kursi DPR.
5 UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pem erintahan Daerah m endorong desen-
tralisasi dan dem okratisasi di tin gkat lokal (daerah) sehin gga kapasitas
lokalitas dan aktor-aktor masyarakat mempunyai peluang besar dalam me-
nentukan kebijakan yang berpihak kepada rakyat langsung dan terutam a
dalam proses penentuan local leadership. Mekanisme voting di DPR-MPR
dalam memilih presiden ditransfer ke tingkat daerah melalui DPRD dalam
hal m em ilih gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan walikota-
www.bacaan-indo.blogspot.com

wakil walikota.
6 Kekuasaan Orde Baru yang ditopang oleh UU No. 5/ 74 dan UU No. 5/ 1979
“m en cengkeram ” sam pai di tin gkat desa di m an a m iliter m en jadi aktor
utam a ke pem im pin an kepala daerah. Sejak 1970 , 20 dari 26 gubern ur
adalah militer aktif, bahkan pada 1997, di penghujung kekuasaan Soeharto,
14 dari 27 gubernur masih dari militer (dalam Nordholt dan Klinken, hlm.
15).
4 Demokrasi Muka Dua

dipilih langsung oleh seluruh anggota m asyarakat yang telah


m e m enuhi persyaratan UU.7 Im plem entasi UU dalam hal pe-
m ilihan kepala daerah secara lan gsun g un tuk pertam a kali
diselenggarakan dengan sukses pada J uni 20 0 5 di 191 ka bu-
paten. Pada Pilkada langsung kedua tahun 20 10 ter dapat 244
provinsi/kabupaten/kota yang menghasilkan konigurasi aktor-
ak tor ba ru yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat lo-
kal itu sendiri (lihat tabel Pelaksanaan Pemilu kada 20 0 5-20 14).

Tabel 1.1. Pelaksanaan Pemilukada Tahun 2005-2014


No. Waktu Jumlah Kota Kabupaten Jumlah
Pemilukada provinsi
1. 2005 7 174 32 213
2. 2006 7 60 11 78
3. 2007 6 23 12 41
4. 2008 dan 2009 12 107 35 154
5. 2010 7 182 35 224
6. 2011 5 71 11 87
7. 2012 5 56 18 79
8. 2013 14 103 33 148
9. 2014 1 1
Sumber: Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, 2 Oktober 2014.

H asil dari sejum lah Pilkada m en un jukkan , dem okrasi


langsung telah menutup ruang bagi kalangan militer aktif dan

7 UU ten tan g Pem erin tahan Daerah in i didasari oleh “suasan a batin ” di
mana praktik demokrasi di parlemen menggunakan m oney politics dalam
www.bacaan-indo.blogspot.com

pem ilihan kepala daerah. Untuk itu pem ilihan langsung m enjadi pilihan
den gan harapan m on ey politics sem akin berkuran g, karen a m elibatkan
seluruh rakyat yan g m em en uhi syarat sebagai pem ilih. Nam un setelah
berjalan lebih dari 10 tahun, ternyata praktik m oney politics malah semakin
m em besar dan m em buat harga dem okrasi m en jadi sem akin m ahal dan
han ya m am pu “dibeli” oleh kalan gan “berada” dan m em iliki jarin gan
dengan pemodal.
17 Tahun Demokrasi Indonesia 5

biro krat untuk m enjadi kepala daerah. Mekanism e UU ha nya


m engakom odasi calon kepala daerah yang berasal dari atau
dire ko m endasikan oleh partai-partai politik dan calon-calon
perseorangan.8 Perbandingan mekanisme pemilihan dan kon-
igurasi aktor kepala daerah pada zaman Orde Baru, Re for masi,
dan pasca-Reformasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.2. Perbandingan Mekanisme Pemilihan dan Aktor Kepala


Daerah Antar-Rezim

Rezim Mekanisme Perubahan Latar Belakang


Pemilihan Institusional Sosiologis Aktor
Kepala Daerah

Orde Fraksi-fraksi UU No. 5/1974 dan ABRI aktif, Golkar,


Baru di DPRD UU No. 5/1979 birokrat/PNS

Reformasi Setiap UU No. 22/1999 Eks-birokrat karier,


anggota pengusaha, partai
DPRD politik, eks-ABRI
dan Polri.

pasca- Langsung UU No. 32/2004 Petahana, klan


Reformasi petahana, eks-
birokrat, Parpol,
pengusaha, tokoh
masyarakat,
independen

8 UU Nomor 32 Tahun 20 0 4 menyatakan, peserta Pilkada adalah pasangan


calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. UU
in i kem udian diam an dem en den gan UU Nom or 12 Tahun 20 0 8 yan g
www.bacaan-indo.blogspot.com

menyatakan bahwa peserta Pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon
perseorangan. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah
Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada
dalam UU Pem da tersebut. Sejak berlakunya UU Nom or 22 Tahun 20 0 7
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pilkada dimasukkan dalam rezim
Pem ilu, sehingga secara resm i bernam a “pem ilihan um um kepala daerah
dan wakil kepala daerah” atau “Pemilukada”.
6 Demokrasi Muka Dua

Langsung UU No. 22 Tahun Dinasti politik


2014 tentang menjadi sorotan
Pemilihan Kepala
Daerah
UU No. 23 Tahun
2014 tentang
Pemda

Perpu No. 1 -
Tahun 2014
tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati
dan Walikota

- Serentak UU No. 8/2015 Sedang dalam


Perubahan atas UU tahapan, 9
No. 1 Tahun 2015 Desember 2015
tentang Penetapan
Peraturan
Pemerintah
Pengganti UU
No. 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati
dan Walikota
Menjadi UU

Sumber: telah diolah kembali.

Perkem ban gan selan jutn ya, pada 9 Desem ber 20 15 di-
rencanakan digelar Pem ilukada serentak di 272 daerah. Dari
jum lah tersebut, 20 4 daerah m erupakan dae rah yan g m asa
jabatan kepala daerahn ya berakhir pada 20 15, terdiri atas
8 provin si, 170 kabupaten , dan 6 kota. Adapun 68 daerah
sisanya memiliki kepala daerah yang masa jabatannya berakhir
www.bacaan-indo.blogspot.com

pada sem ester pertam a 20 16, terdiri atas 1 provin si dan 67


kabupaten / kota. Perjalan an pen yelen ggaraan Pem ilukada
seren tak in i pun diwarn ai ban yak liku-liku dan ken dala.
Di beber apa d aer ah , agen d a in i sem pat ter an cam gagal
dilaksanakan tepat waktu karena hanya ada satu pasangan ca-
17 Tahun Demokrasi Indonesia 7

lon yang lolos veriikasi. Selain itu, terdapat 86 daerah yang


hanya memiliki dua pasang calon. Daerah-daerah tersebut juga
berpotensi hanya m em iliki pasangan calon tunggal jika salah
satu calonnya tidak lolos veriikasi (Kom pas, 7 Agustus 20 15).
Menurut UU No. 8 Tahun 20 15 tentang Pemilihan Gu ber-
nur, Bupati, dan Walikota, apabila setelah dilakukan veriikasi,
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
menjadi peserta Pemilukada kurang dari dua pasangan calon,
m a ka KPU akan m em buka kem bali pendaftaran selam a tiga
hari. Akibat dari keharusan Pem ilukada diikuti oleh dua pa-
sangan calon atau lebih adalah terjadinya perubahan jad wal
dalam tahapan Pem ilukada di daerah yan g han ya m e m iliki
calon tunggal. Untuk mengatasi persoalan ini, pada September
20 15 MK m en gelu ar kan pu tu san yan g m em per boleh kan
pelaksanaan Pem ilukada dengan calon tunggal berdasarkan
Putusan MK No. 10 0 / PUU-XIII/ 20 15. Putusan ini merupakan
buah dari perm ohon an uji m ateri terhadap be be rapa pasal
dalam UU No. 8 Tahun 20 15 yang diajukan oleh Effendi Gazali
dan Yayan Sakti Suryandaru (Kom pas, 29 September 20 15).
Pengalam an dan praktik-praktik dem okrasi di era Re for-
m asi dan setelahnya, baik dem okrasi parlem en m aupun de-
m o krasi langsung dalam konteks Pilkada/ Pem ilukada, telah
menimbulkan perubahan signiikan bila dibandingkan dengan
praktik “demokrasi” di zaman Orde Baru. Pada era Orde Baru,
pe m erintahan daerah dan pem erintahan desa m erupakan ba-
gian dari kontrol pusat yang dikooptasi oleh negara. Kebijakan
“ma sa mengambang” disertai pengondisian uniformitas infra-
www.bacaan-indo.blogspot.com

struktur politik telah m enjauhkan rakyat, Orm as, dan par tai
politik dari proses-proses politik dan demokrasi. Ke se mua nya
in i terorien tasi pada pen gim plem en tasian kon sep “pem ba-
ngun an” yang bertujuan memperkuat sistem kekuasaan da lam
pemerintahan yang serba birokratis (bureaucratic heavy ) dan
8 Demokrasi Muka Dua

m em elihara ketertiban sosial dengan m em perketat “stabilitas


nasional”.
Gelom bang perubahan ke arah dem okratisasi pasca-Orde
Baru dian ggap sebagai solusi yan g tepat atas praktik oto-
ritarian isme Soeharto. Namun demikian, belakangan dike ta hui
juga bahwa solusi terbaik ini pun ternyata membawa masalah-
m asalah baru. Masalah-m asalah seperti korupsi dan po litik
dinasti menunjukkan, penyelenggaraan Pilkada di daerah tidak
selalu paralel dengan makna demokrasi yang sesungguhnya.
Perubahan sosial dan politik secara dem okratis di tingkat
lokal tentu diawali oleh kebijakan desentralisasi m elalui ins-
trumen undang-undang dan mekanisme peraturan pemerintah.
Ber iku t ker an gka kon sep d esen tr alisasi yan g d igu n akan
Duncan (20 0 7) dengan mengutip beberapa ahli:

“... Desentralisasi dipaham i sebagai pem indahan kekuasaan


administratif, iskal, dan politik dari pemerintah pusat pada
tin gkat yang lebih bawah dalam hierarki kewilayahan dan
ad m in istratif (Arghiros, 20 0 1; Bird dan Rodriguez, 1999;
Blunt dan Turner, 20 0 5). Gagasan desentralisasi juga lebih
ditujukan pada upaya merespons dan peduli pada kebutuhan-
kebutuhan lokal (Ribot, 20 0 4:11). Desentralisasi mendorong
pertumbuhan demokrasi di mana warga lokal dapat me la ku-
kan kontrol lebih atas pem erintahannya sendiri (Crook dan
Man or, 1998 ; Man or, 1999). Pem erin tahan lokal sem akin
akun tabel di mata konstituen, mengarah pada kebijakan yang
lebih baik dan m em perkecil korupsi (Agrawal dan Ribot,
1999). Desentralisasi juga diklaim meningkatkan pengelolaan
www.bacaan-indo.blogspot.com

sum ber daya alam (Kaimowitz dan Ribot, 20 0 2). Dengan de-
sen tralisasi kepentingan minoritas etnik dan kelompok mar-
ginal lainnya dapat lebih dilindungi karena kom unitas lokal
dapat lebih mempertahankan kontrolnya atas urusannya sen-
diri (Kaimowitz et al., 1998; K¨ alin, 1999). Namun di sisi yang
17 Tahun Demokrasi Indonesia 9

lain desen tralisasi han ya m em beri keun tun gan pada elite
lokal dan m engesam pingkan m inoritas etn ik dan populasi
yan g ku ran g berun tun g dari proses-proses politik (H adiz,
20 0 4a; Resosudarmo, 20 0 5).

Kebijakan desentralisasi memang telah mendorong proses


demokratisasi di tingkat lokal. Hal ini terlihat dari temuan-te-
m uan para peneliti dan pendapat lem baga-lem baga kredibel.
Webber (20 0 6), misalnya, menyebutkan bahwa Indonesia me-
ru pakan negara demokratis terbesar di Dunia Ketiga. Freedom
H ou se (20 0 6) m en yatakan , pasca-Refor m asi, pad a 1999
In don esia m erupakan n egara seten gah dem o kra si; n a m un
sejak 20 0 5, setelah dilaksan akan n ya Pem ilu kada, In don esia
telah sepenuhnya m enjadi negara de m o krasi. Dem ikian pula
Diam ond (20 0 0 ); dengan antusias ia m e nya ta kan bahwa di
tengah-tengah m enurunnya dem o kratisasi di tingkat global,
Indonesia justru menunjukkan tanda-tanda demokratisasi yang
semakin meningkat dan lebih baik.
Perubahan ke arah demokratisasi sebagaimana disebutkan
di atas dipercaya sebagai tahapan konsolidasi dem okrasi dari
proses transisi dem okrasi sebelum nya. Kondisi ini diperlihat-
kan dengan adanya pengakuan suara publik yang tidak bias
gender dan ras dalam m enentukan pem im pin eksekutif dan
legislatif. J uga terlihat dari kontrol NGO dan meluasnya ruang
publik un tuk berpen dapat secara in depen den , seperti aksi
dem o, acara bin can g-bin can g, dan opin i di berbagai m edia
(J akarta Lawyer Club di TVOne, Suara Anda di MetroTV, ko-
m entar pengam at, artikel koran, dan sejenisnya). Ruang bagi
www.bacaan-indo.blogspot.com

tuntutan sengketa hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK)


juga terbuka. Demikian pula dengan adanya UU Keterbukaan
In form asi Publik dan Pelayan an Publik m un cul perubahan
yan g m em un gkin kan warga n egara m en gakses in form asi,
pelayanan, dan hak-hak konstitusional.
10 Demokrasi Muka Dua

Hak judicial review juga sudah banyak dipergunakan oleh


warga n egara, kelom pok in telektual, dan pem an gku ke pen -
tingan. Sebagai contoh, judicial review yang pernah dilakukan
oleh Rely Harun dan Maheswara Prabandono m enyoal DPT
(daftar pem ilih tetap) sehingga m enyelam atkan hak m em ilih
ju taan warga negara (Sujatm iko, Kom pas, 9 J uli 20 0 9).9 De-
m ikian pula dengan contoh lain pengajuan perm ohonan uji
m a teri yan g telah disebutkan sebelum n ya, yakn i uji m ateri
terha dap pasal-pasal m engenai keharusan adanya pasangan
calon lebih dari satu dalam Pemilukada yang terdapat pada UU
No. 8 Tahun 20 15. Perm ohonan uji m ateri ini diajukan oleh
Effendi Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru. Peran signiikan
aktor individual ini bisa m enguat dan m em besar bila sistem
pendidikan dan rekrutm en politik, serta sistem perencanaan
dan pen gawasan pem ban gun an partisipatif, didesain secara
baik untuk memenuhi kepentingan tersebut. Ruang publik se-
macam ini merupakan mekanisme demokrasi yang menjamin
distribusi kekuasaan m elebar ke segm en-segm en m asyarakat
sipil untuk mengkritik kinerja dan kebijakan pemerintah, bah-
kan negara. Dengan tahapan yang demikian ini, demokrasi kita
sudah m en apaki arah perubahan positif yan g cukup berarti
bagi kehidupan masyarakat Indonesia.

9 UU No. 14/ 20 0 8 ten tan g Keterbukaan In form asi Publik (KIP) berlaku
efektif 1 Mei 20 10 , m em beri ruang kepada setiap warga secara individu
m au pun kelom pok un tuk m em peroleh in form asi dan pelayan an publik
seba gai bentuk transparansi dan akuntabilitas oleh badan-badan publik dan
www.bacaan-indo.blogspot.com

se kaligus juga sebagai wujud proses demokratisasi. UU ini tentu memberi


dukungan bagi penguatan partisipasi publik di daerah dalam m engkritisi
kebijakan pemda yang terkait pemenuhan kebutuhan dasar publik, misal-
nya kesehatan, pendidikan, kependudukan, pekerjaan dan sejenisnya. Hak
konstitusional warga juga dim ungkinkan m elalui judicial review diaju kan
ke MA atau MK bila ada produk perundang-undangan dan peraturan pe-
merintah yang bertentangan dengan UUD dan UU di atasnya.
17 Tahun Demokrasi Indonesia 11

Di tingkat lokal (daerah) dem okrasi cukup prospektif dan


din am is. Walaupun serin gkali m em perlihatkan secara je las
“hura-hura pesta”,10 dem okrasi di tingkat lokal m em beri pe-
luang bagi berubahnya konigurasi elite lokal dan membuka
ruang lebar bagi partisipasi warga/ rakyat. Pilkada langsung se-
jak 20 0 5 telah memberikan indikasi kuat bahwa demokrasi di
Indonesia, m eskipun m ahal, terhindar dari politik kekeras an,
kerusuhan, dan konlik sosial yang seringkali dikhawatirkan
oleh banyak kalangan.
Dalam perspektif Schumpeter, demokrasi Indonesia me ru-
pa kan demokrasi prosedural yang telah mencapai titik sukses
yan g m en ggem birakan . Schum peter telah m en gem ban gkan
teori demokrasi yang menjadi landasan bagi formulasi modern
kon sep dem okrasi. Gagasan Schum peter ini dipaham i secara
luas sebagai metode demokratis (the dem ocratic m ethod) yang
m en cakupi m akn a kehen dak rakyat (the w ill of the people)
sebagai sum ber (source) dan kebaikan um um (the com m on
good) sebagai tujuan (purpose). Menurut Schumpeter metode
demokrasi:

... is in stitution al arran gem en t for arriv in g at political


decisions in w hich individuals acquire the pow er to decide by
m eans of a com petitive struggle for the people’s vote.

[... m erupakan pen ataan in stitusion al gun a m en capai ke-


putusan-keputusan politis di m ana individu-individu m em -
peroleh kekuasaan untuk m em utuskan m elalui per juangan
kompetitif demi memenangkan suara rakyat.]
www.bacaan-indo.blogspot.com

10 Pesta lebih dekat m akn an ya den gan biaya. Men jadi wajar apabila pesta
dem o krasi m en yerap an ggaran besar yan g dibiayai n egara (APBD) dan
modal dari masing-masing kandidat untuk memenangi kontestasi. Dengan
adanya pesta yang m ahal ini, banyak kajian m enjadi relevan dan paralel
dengan maraknya korupsi kepala daerah.
12 Demokrasi Muka Dua

Mengikuti tradisi Schum peter, Huntington m emaknai de-


mokrasi dalam makna luas, yakni membuat kebijakan kolektif
dan seleksi politik m elalui pem ilihan um um secara periodik,
jujur, dan terbuka dalam m ana sem ua kandidat berkom petisi
secara bebas dan orang-orang dewasa yang telah m em enuhi
syarat m en jadi pem ilihn ya. Den gan kata lain , H un tin gton
m e m akn ai dem okrasi dalam dua dim en si: k on testasi dan
partisipasi (Huntington, 1991:6). Dalam perspektif ini, demo-
krasi lokal di Indonesia pasca-Reformasi menemukan landasan
teoretisnya yang relevan.
Demokratisasi pasca-Reformasi memang telah membuah-
kan perubahan yang m enum buhkan kekuatan lokalitas, ter-
bukan ya akses warga dan kelom pok m asyarakat terh adap
ke bijakan pem erintah, serta pujian dunia internasional. Na-
m un dem ikian , perkem ban gan in i tidak luput dari si tuasi
problem atik yan g serba kom pleks. Situasi problem atik ter-
se but m enunjukkan adanya paradoks dalam prinsip-prinsip
de m o krasi itu sendiri. Mendekati dua dasawarsa pasca-tum -
bangnya rezim nondem okratis, reform asi kelem bagaan poli-
tik m en ghadirkan pem etaan problem atik baru yan g belum
per nah terjadi di era sebelumnya. Pencegahan penyimpangan
ke kuasaan tampak kian kurang optimal di tingkal lokal akibat
munculnya sentralisme lokal. Fenomena korupsi hadir secara
terang benderang, bukan hanya di tingkat nasional, melainkan
juga menyebar di tingkat lokal ke berbagai daerah.
Hingga 20 14, sebanyak 42 anggota DPR menjadi ter dak wa
tindak pidana korupsi, 30 anggota DPR diduga terlibat kasus
www.bacaan-indo.blogspot.com

suap dalam pem ilihan Deputi Senior Gubernur BI, be be rapa


m antan m enteri ditahan karena kasus korupsi. Bah kan pada
20 14, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng harus
mundur dari jabatannya karena dicekal dan ditetapkan sebagai
ter san gka kasus H am balan g oleh Kom isi Pem ber an tasan
17 Tahun Demokrasi Indonesia 13

Korupsi (KPK). Muncul pula kasus-kasus maia pajak serta


reken in g gen dut petin ggi-petin ggi Polri dan PNS. Bahkan
jen deral aktif di lin gkun gan Polri m en jadi tersan gka da lam
kasus simulator surat izin mengemudi (SIM). Para elite partai
juga tidak steril dari keterlibatan dalam kasus-kasus ko rupsi.
Sebagai contoh, sebut saja kasus korupsi yang m endera Ben-
dahara Umum DPP Partai Demokrat Nazaruddin di Kemen na-
kertrans dan Kem enpora. Kasus ini m elibatkan tokoh aktivis
m uda sekaligus Ketua Um um DPP Partai Dem okrat An as
Urbaningrum.
Kasus terakhir dugaan korupsi yang juga menyita perhatian
publik terjadi m enjelang akhir tahun 20 15. Dalam kasus ini
Gubern ur n on aktif Sum atera Utara Gatot Pujo Nugroho te-
lah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana bantuan sosial
(Bansos) yang disalurkan oleh Pemprov Sumut. Untuk “meng-
amankan” penyaluran dana tersebut, Gatot diduga memberikan
suap ke beberapa pihak, seperti anggota DPRD Sumut dan ha-
kim PTUN Medan. Bahkan hasil pengembangan penyelidikan
juga mengarah pada dugaan adanya aliran suap ke oknum jaksa
di Kejaksaan Agung. Kasus ini juga menyeret anggota DPR RI
dari Fraksi Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, yang berperan
sebagai perantara antara pihak Gatot dengan pihak “orang da-
lam ” Kejaksaan Agung, serta pengacara kondang OC Kaligis
yan g diduga m elakukan pen yuapan terhadap hakim PTUN
Medan. Hingga kini kasus tersebut masih terus dikembangkan.
Nam a-nam a baru pun berm unculan sebagai saksi, baik dari
jajaran eksekutif (Pemprov Sumatera Utara), legislatif (DPRD
www.bacaan-indo.blogspot.com

Sumut dan DPR RI), maupun yudikatif (PTUN Medan, Kejati


Sumut, dan Kejaksaan Agung). Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menilai kasus ini merupakan “jenis korupsi kelem ba ga an
yang terintegrasi” (Kom pas, 12 November 20 15).
Semua kasus korupsi tersebut adalah sebagian potret dari
14 Demokrasi Muka Dua

fenomena penyimpangan kekuasaan yang jauh dari semangat


Reform asi dan prinsip-prinsip dem okratis. Maraknya korupsi
di tingkat pusat dan nasional, serta anomali kebijakan otonomi
daerah, telah mendorong maraknya korupsi di tingkat lokal.

Tabel 1.3. Jumlah Surat Izin Presiden untuk Pemeriksaan Dugaan


Tindak Pidana Pejabat Negara di Tingkat Daerah (Kepala Daerah
dan Anggota DPRD)
No. Politisi Partai Politik Jumlah Persentase
Surat
Izin
1. Golongan Karya 64 36%
2. PDIP 32 18%

3. Demokrat 20 11%
4. PPP 17 9,65%
5. PKB 9 5%
6. PAN 7 3,9%
7. PKS 4 2,27%
8. PBB 2 1,14%
Sumber: Kementerian Sekretaris Negara dalam Kompas dan berbagai media lain,
Minggu, 30 September 2012

Berdasarkan data tahun 20 0 5-20 12, kepala daerah yang


terpilih m elalui pem ilihan langsung yang tersangkut m asalah
korupsi mencapai 173 orang atau 37% dari total kepala daerah
se-Indonesia hasil Pilkada langsung. Sebanyak 70 % dari jumlah
itu m erupakan terpidan a berkekuatan hukum tetap. Be gitu
pula hampir 2.0 0 0 anggota DPRD terkait kasus korupsi (data
ICW dalam Kom pas, Selasa, 22 Mei 20 12: 5). Menurut data,
www.bacaan-indo.blogspot.com

sampai 20 14 sebanyak 322 dari 524 kepala daerah tersangkut


kasus korupsi (data M etroTV, 25 April 20 14). Data yan g
dipublikasikan oleh Men teri Sekretaris Negara Dipo Alam
menunjukkan, hingga 20 12 jumlah surat izin pe nye lidikan dan
penyidikan yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bam bang
17 Tahun Demokrasi Indonesia 15

Yudhoyono untuk pemeriksaan dugaan tindak pidana pejabat


negara (kepala daerah dan anggota DPRD) se ba nyak 176. Dari
jum lah tersebut, 79 persen (139 buah) di an taran ya terkait
dugaan kasus korupsi, sisanya kasus pidana lain. Hingga hari
ini jumlah tersebut tentunya sudah bertambah.
Selain itu, yang lebih parah lagi adalah tum buhnya prak-
tik kolutif dan n epotism e m elalui “din asti politik”, “politik
bosime”, dan “praktik oligarkis” kepartaian. Ironi dan paradoks
de m o krasi di tingkat daerah ini m uncul dalam rangka m em -
perebutkan dan m em pertahan kan kursi kekuasaan , baik di
legislatif maupun eksekutif. Sebagian besar produk Pemilukada
pasca-20 0 5 telah m en am pilkan politik din asti yan g san gat
menonjol (lihat tabel).

Tabel 1.4. Politik Dinasti dan Dinasti Politik Kepala Daerah Pasca-
Orde Baru
No. Provinsi/ Keluarga/Klan Keterangan
Kabupaten/
Kota
1. Bantul, Idham Samawi Bupati (2000-2005,
Yogyakarta 2005-2010)
Sri Suryawidati (istri) Bupati (2010-2015)
2. Kalimantan Awang Farouk Gubernur
Timur Awang Ferdian Kandidat Bupati Kuker
Hidayat
Syaukani Bupati Kuker
Rita Widyasari (putri) Bupati Kuker (2010-2015)
Sofyan Hasdam Walikota Bontang
Neni Moernaeni (istri) Ketua DPRD Kota
Bontang/Kandidat
www.bacaan-indo.blogspot.com

Walikota Bontang untuk


menggantikan suaminya
16 Demokrasi Muka Dua

3. Banten Ratu Atut Chosiyah Gubernur (2002-2007;


2007-2014)
Hikmat Tomet Anggota DPR RI
(suami)
Andika Hazrumy Anggota DPD RI
(anak)
TB Khaerul Zaman Wakil Walikota Serang
(adik) (2008-2013)
Airin Rachmi Diany Walikota Tangerang
(adik ipar) Selatan
4. Kepulauan Ismeth Abdullah Gubernur
Riau Aida Nasution (istri) Kandidat gubernur
untuk menggantikan
suami yang tersangkut
kasus korupsi
5. Lampung Sjachroedin ZP Gubernur
Rycko Menoza (anak) Bupati Lampung Selatan
Aryodia SZP (anak) Anggota DPD RI
Haditya SZP (anak) Wakil Bupati Pringsewu
Abdurrahman Sarbini Bupati Tulang Bawang
Arisandi Dharma Bupati Pasawaran
Putra (anak)
6. Jambi Zulkifli Nurdin Gubernur (2000-2005;
2005-2010)
Hazrin Nurdin (adik) Kandidat Gubernur
Ratu Manawwaroh Kandidat Gubernur
(istri)
Zumi Zola (anak) Bupati Tanjabtim
7. Kediri, Jatim Haryanti Sutrisno Bupati (2010-2015)
(istri bupati)
8. Kendal, Widya Kandi Susanti Bupati (2010-2015)
Jateng (istri bupati)
9. Indramayu, Anna Sophanah (istri Bupati (2010-2015)
Jabar bupati)
www.bacaan-indo.blogspot.com

10. Tabanan, Adi Wiryatama Bupati


Bali NI Putu Eka Bupati (2010-2015)
Wiryastuti (anak)
11. Cilegon, Imam Ariyadi (anak Walikota (2010-2015)
Banten walikota)
17 Tahun Demokrasi Indonesia 17

12. Bandung, Obar Sabarno Bupati (2000-2005;


Jabar 2005-2010)
Dadang Naser Bupati (2010-2015)
(menantu)
Sumber: telah diolah kembali.

Maraknya fenom ena dinasti politik ini telah m endorong


upaya-upaya untuk melakukan pembatasan. Salah satu upaya
yang menonjol adalah dikeluarkannya UU No. 8 Tahun 20 15,
yan g dalam Pasal 7 huruf r m e la ran g calon kepala daerah
memiliki konlik kepentingan dengan kepala daerah petahana.
Yang dimaksud “konlik kepentingan” di sini adalah hubungan
darah (term asuk ipar dan m enantu) antara calon dan kepala
daer ah petah an a. Nam u n dem ikian , pada J u li 20 15 MK
m engabulkan perm ohonan uji m ateri ter hadap Pasal 7 huruf
r tersebut. MK berpendapat, isi pasal tersebut bertentangan
dengan konstitusi karena membatasi hak konstitusional warga
negara. Permohonan uji materi itu sendiri diajukan oleh Adnan
Purichta Ichsan , an ggota DPRD Sulsel yan g tak lain adalah
putra Bupati Gowa Ichsan Yasin Lim po, dan Aji Sum arn o,
menantu Bupati Selayar Syahrir Wahab.
Situasi problem atik, baik proses m aupun hasilnya, atas
dem okrasi lokal dalam Pem ilukada langsung yang diuraikan
di atas m endapatkan perhatian para peneliti. Berbagai topik
pe nelitian dan beragam perspektif guna m encari tahu sebab-
sebab situasi problematik tersebut, oleh Mietzner dan Aspinall
(2010), diklasiikasi menjadi tiga kelompok.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Kelom pok pertam a, pandangan yang mengkritik perspektif


reformasi institusional, menyatakan bahwa demokrasi memang
merupakan fakta namun belum mampu mengubah struktur inti
kekuasaan. Dem okrasi yang telah berjalan secara prosedural
tam pak di kulit saja, karen a m asih m en am pilkan elite-elite
18 Demokrasi Muka Dua

lama Orde Baru. Demokrasi masih dikontrol oleh elite oligarkis


warisan lama yang masih ingin bertahan (Robison dan Hadiz,
20 0 4; Boudreau, 20 0 9).
Kelom pok kedua, pandangan kom paratif yang m em ban-
din gkan In don esia den gan n egara-n egara di Eropa Tim ur.
Menurut kelompok ini, Indonesia sedang mengarah pada upa-
ya konsolidasi demokrasi (McIntyre dan Ramage, 20 0 8). Ter-
m asuk dalam kelom pok ini adalah perspektif lem baga inter-
nasional yang melihat Indonesia kini telah menjalankan secara
baik dem okrasi elektoral diban din gkan n egara-n egara lain ,
khususnya di Asia Tenggara (Freedom House, 20 0 9).
Kelom pok ketiga, pandangan yang lebih positif dalam me-
lihat prospek dan progres dem okratisasi di Indonesia, m es-
kipun akan selalu dibayang-bayangi penyakit struktural yang
akut, yaitu korupsi dan lemahnya penegakan hukum (Davidson,
20 0 9). Perkara yan g terjadi di tin gkat n asio n al dan daerah
ini, bila tidak disikapi dengan hati-hati, akan m enyebabkan
Indonesia kembali ke arah sentralisasi dan otoritarianisme.
Dalam pandangan penulis, kelompok pertama di atas me-
n gem ban gkan perspektif relasi kekuasaan (pow er relation )
dalam m en cerm ati din a m ika de m okratisasi di tin gkat lokal
pasca-Orde Baru. Kelom pok ini dire presentasi oleh Robison
d an H ad iz (20 0 4), H ad iz (20 0 7; 20 10 ), ser ta Bou d r eau
(20 0 9). Kelom pok kedua m enggu na kan perspektif neo-insti-
tusionalis (new -institutionalist). Kelom pok ini m eyakini bah-
wa dem okrasi prosedural dan elektoral m erupakan tahapan
penting dalam konsolidasi demokrasi Indonesia. Kelompok ini
www.bacaan-indo.blogspot.com

diwakili oleh peneliti-peneliti seperti Buehler (20 0 4), Buehler


dan Tan (20 0 7), Paige (20 0 6), Duncan (20 0 7), MacIntyer dan
Romage (20 0 8), Tomsa (20 0 8; 20 0 9), dan lain-lain. Kelompok
ketiga, seperti Davidson (20 0 9), percaya bahwa demokrasi me-
rupakan realitas yang sedang bekerja dalam kehidupan politik
17 Tahun Demokrasi Indonesia 19

Indonesia, tetapi selalu dibayang-bayangi oleh lemahnya pene-


gakan hukum sehingga m asih m enim bulkan m asalah ko rupsi
dan dinasti politik.
Hadiz (2004; 2007) meragukan demokratisasi di Indonesia,
karena dinodai oleh munculnya “predator lokal” dan bangkitnya
rezim lama yang ditransfer ke daerah yang dia sebut “penerus
era Orde Baru lokal” (the ascendance of local New Order era).
Predator ini merupakan orang kuat dan ba nyak duit yang pada
um um nya “bodoh”, nam un bisa m engatur tenaga-tenaga ahli
yang pandai sebagai konsultannya. Kelom pok predator ini yang
kemudian melakukan pembajakan demokrasi.
Menurut Hadiz, ada dua jenis kepentingan yang ter m ar-
ginalisasi dalam desentralisasi dem okrasi elektoral. Per tam a,
kepentingan berbasis kelas yang beroposisi terhadap ka pital-
ism e, predator yan g m asih bertahan setelah jatuhn ya Orde
Baru. Kedua, kepen tin gan para pen dukun g desen tralisasi,
dom estik m aupun asin g, yan g m en gan jurkan pem erin tahan
yan g baik (good gov ern an ce). Kepen tin gan in i teran cam
oleh koalisi ke kuasaan predator lokal yang m engem bangkan
“politik uan g” (m oney politics) dan m em iliki am bisi politik
yan g didukun g sum ber daya politik dan ekon om i cuku p
besar. Mun culn ya de m o krasi elektoral m em an g m en doron g
partisipasi politik yan g m eluas dan kon testasi politik yan g
kom petitif. Tetapi de m o krasi in i m asih saja m en un jukkan
persain gan koalisi ke pen tin gan elite predator lokal (H adiz,
20 0 7). Kalah n ya m isi d e sen t r alisasi d em okr asi d en gan
kekuatan-kekuatan aktor lokal merupakan pertanda kalahnya
www.bacaan-indo.blogspot.com

institusi politik dan demokrasi yang dibangun pasca-Reformasi.


Fen om en a m u t a kh ir m em p er lih a t ka n , p ela ksa n a a n
demokrasi lokal seringkali secara mencolok menampakkan ada-
20 Demokrasi Muka Dua

nya praktik politik kartel (Supriatm a, 20 0 9),11 politik ke ke ra-


batan atau dinasti (Harjanto, 20 11; Dwipayana dalam Kom pas,
20 11),12 praktik jejaring para bos (Sidel, 20 0 5),13 atau oligarki
politik uan g ban dar (H adiz, 20 0 7). 14 Fen om en a in i terlihat
da ri situasi paradoks dem okrasi hari ini. Di satu sisi, sudah
lahir kepala-kepala daerah terpilih m elalui proses prosedural
dem okrasi m odern dan m em en uhi persyaratan perun dan g-
undangan yang berlaku. Nam un di sisi lain, hadir “raja-raja”
lokal yan g patr im on ialistik d an feod alistik sebagaim an a
terjadi dalam sistem m onarki tradisional Nusantara sebelum
Indonesia merdeka.
Kon disi di atas m en jadi problem akut dem okrasi m asa
kin i. Aktor-aktor politik dan aktor-aktor pen gusah a atau

11 Politik kar tel d iam bil d ar i istilah ekon om i yan g d igu n akan u n tu k
menganalisis stabilitas elite, koalisi parlemen dan sistem baru kepartaian.
Makn a kar tel ad alah koor d in asi u n tu k m em in im alkan p er sain gan ,
m en gon trol harga, dan m em aksim alkan keun tun gan di an tara an ggota
kartel.
12 Ikatan kekerabatan dari petahana dan elite partai m enjadi pertim bangan
dalam political in heritan ce tan pa equal opportun ity dan free an d fair
com petition. Michael Kinsley (20 0 2), “Dad, Can I Borrow the Scepter?”
m en gatakan : ”Ev en m ore than m on ey , political inheritan ce m ocks our
pretenses to equal opportunity ” (dalam Phillips, 20 0 4, hlm. 51).
13 Sidel mendefenisikan Bosisme sebagai calo kekuasaan yang memiliki mo no-
poli atas kontrol terhadap sumber daya kekerasaan dan ekonomi dalam satu
wilayah yang berada di bawah yuridiksinya. Dalam studinya di Filipina, teori
ini digunakan untuk m enjelaskan “orang-orang kuat” dalam m asyarakat
dan politik Filipina. Orang kuat ini bergandengan dengan negara, bahkan
dikendalikan oleh jejaring para bos, untuk m elakukan pene trasi ke dalam
www.bacaan-indo.blogspot.com

masyarakat, mengatur hubungan-hubungan sosial, mengeksploitasi sumber


daya alam dan menekan rakyat (dalam Supriatma, 20 0 9)
14 J aringan patronase, kapitalism e pem angsa, dan politik dem okrasi m en-
jadikan oligarki dalam sistem pemerintahan otoriter Orde Baru ditransfer ke
alam demokrasi dalam bentuk oligarki politik uang di tubuh partai politik,
parlemen bahkan dalam Pilkada. Suara dan lembaga demokrasi dibeli oleh
bandar karena menguasai sumber-sumber kekayaan negara.
17 Tahun Demokrasi Indonesia 21

pem ilik m odal m en jalin hubun gan taktis dan strategis baik
sebelum m au pun setelah proses Pem ilukada dalam ben tuk
“politik uan g”. H al in i ditem puh un tuk m en dapatkan dan
m em pertahan kan sum ber-sum ber kekayaan n egara den gan
m er ebu t keku asaan . Makn a d em okr asi pu n ter d istor si—
keku asaan h an ya u n t u k elit e, sem en t ar a r akyat h an ya
m en ikm at i akt ivit as m en coblos d i bilik su ar a. Pr akt ik
dem okrasi dem ikian , m en urut Robison dan H adiz (20 0 4),
terperangkap dalam perkawinan antara ka pitalisme pemangsa
dan politik dem okratik. Oligarki politik uang sudah m enjadi
fen om en a dem okrasi di In don esia, baik di tin gkat n asion al
m aupun lokal, di m ana lem baga-lem baga dem okrasi seperti
Parpol dan penyelenggara Pem ilu bisa “dibeli dan dibayar”.
Dalam konteks ini, analisis Kristiadi (20 11) mendapatkan fakta
bahwa m unculnya oligarki dan dinasti politik m elalui de m o-
krasi prosedural bisa memancing timbulnya arus balik de mo-
krasi, yaitu kerinduan pada otoritarianism e, m iliterism e, dan
prim ordialism e yan g secara ideologis berten tan gan den gan
nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Perspektif dem ikian in i m em an dan g praktik dem o krasi
lokal cenderung m em berikan peluang bagi kelas tertentu dan
mengabaikan kesempatan kelompok-kelompok lain da lam ma-
syarakat. Dem okrasi lokal hanya bisa dikuasai oleh seke lom -
pok orang yang m em iliki jaringan kuat di tingkat elite, baik
jaringan birokrasi, pemodal, maupun jaringan kekuatan isik.
Wajah kepala daerah pasca-Orde Baru m en ghadirkan kon -
igurasi elite yang mampu mengakumulasi jaringan-jaringan
www.bacaan-indo.blogspot.com

tersebut. Mereka berasal dari kalangan aristokrat lama, peng-


usaha, teknokrat, purnawirawan dan pensiunan dini, serta para
petahana yang bertahan dan m ewarisi tahta dinasti keluarga.
Perubahan in stitusion al dem okrasi pasca-Reform asi belum
m em buka kesem patan bagi sem ua potensi anak bangsa yang
22 Demokrasi Muka Dua

memiliki kualiikasi kepemimpinan dan kompetensi di bidang


pemerintahan dan pembangunan untuk menjadi kepala daerah.
H al ini karena m ereka tidak m em iliki jaringan seperti yang
telah disebutkan.
Peneliti yang m enggunakan perspektif neo-institusionalis
di antaranya adalah Mietzner (20 0 6). Setelah melakukan survei
di 50 daerah di Indonesia dia menyimpulkan bahwa kendati su-
dah ada demokrasi lokal melalui Pilkada, perubahan konigurasi
elite di panggung kekuasaan belum sukses dila ku kan. Mietzner
menyebutnya “sistem baru, elite lama” (new sy stem , old elite).
Men guatn ya local state dan kokohn ya ba n gun an elite lokal
disebabkan oleh kem am puan elite lam a dalam m em anipulasi
d an m en yim u lasi sistem bar u , yaitu pr o d u k per u n d an g-
undangan dengan tafsir kekuasaan. Asumsi bah wa demokrasi
lokal memberikan ruang bagi masyarakat sipil dan pemimpin
akar rum put untuk m endobrak dom inasi elite lam a sem akin
tak terbukti. Dalam konteks itu, lem ahnya partai politik dan
kuatn ya m akelar kekuasaan lokal ikut berkon tribusi pada
ketidakm unculan aktor-aktor baru dari kalangan m asya ra kat.
Namun demikian, Mietzner juga menemukan hal ba ru, bahwa
kuasa pem ilih m am pu m enentukan pilihannya se cara bebas
dan selektif terhadap kan didat-kan didat yan g ber kon testasi
d alam Pem ilu kad a. Pem ilih bisa “m em von is” kan d i d at ,
m ana yang bersih dan m ana yang tidak layak m ereka jadikan
pemimpin.
Neo-institusionalis lain, Carnegie (20 0 8), mempertanyakan
apakah dalam era Pilkada ini dom inasi oligarki dapat di de-
www.bacaan-indo.blogspot.com

konstruksi m elalui proses dem okratisasi? Pertanyaan ini ti-


dak lah m udah un tuk dijawab. J awaban H adiz dan Robison
m e n yatakan , keran gka baru in stitusi m em beri ruan g bagi
reorganisasi oligarkis yang m enyebabkan dem okrasi dibajak
oleh elite politik. Car n egie sen d ir i m en gaku i keben ar an
17 Tahun Demokrasi Indonesia 23

sebagian dari kritik tersebut. Ia juga m en cirikan praktik


dem okrasi In don esia “m en uan gkan an ggur lam a ke dalam
botol baru” (decant old w ine to new bottles). Namun demikian,
d alam ba n yak h al, d em okr asi In d on esia saat in i secar a
substansial sudah jauh berbeda dari zaman Soeharto.
Bagi Carnegie, aktor dan institusi dem okrasi tidak berada
pada posisi sendiri-sendiri. Keduanya sama-sama memainkan
peran strategis dan penting dalam menciptakan maupun meru-
sak wajah dem okratisasi Indonesia, di m ana faktor m anusia
dan faktor struktur ikut memengaruhi sumber daya politik yang
ada. Adalah menyembunyikan fakta jika perubahan-perubahan
institusional melalui kebijakan desentralisasi dan demokratisasi
yan g telah m en gubah otoritarian ism e, m en gikis Dwifun gsi
ABRI, dan menghilangkan partai tunggal, tidak diapresiasi se-
bagai prestasi dem okrasi. Begitu pula reform asi kelem bagaan
negara seperti pembentukan DPD (Dewan Perwakilan Daerah),
lem baga independen penyelenggara Pem ilu dan Pem ilukada
(KPU), dan seterusnya adalah sederet fakta yang menandai per-
ubahan dan perbedaan dari era sebelumnya.
Dari hasil penelitiannya di Gowa, Buehler, dan Tan (20 0 5)
m enem ukan lem ahnya institusionalisasi partai politik terkait
pencarian kandidat kepala daerah dalam Pemilukada langsung.
Tem uan m ereka palin g tidak m eliputi em pat hal. Pertam a,
par tai politik bersifat antitetikal (antithetical) terhadap demo-
krasi. Kedua, partai politik tidak fun gsion al sebagai partai
m odern yang m enjalankan dem okrasi liberal. Ketiga, partai
po litik tidak m en jalan kan fun gsi artikulasi kader-kadern ya
www.bacaan-indo.blogspot.com

un tuk m em enuhi kepentingan konstituen m ereka dan m alah


m en calonkan kader partai lain atau kandidat dari luar partai.
Keempat, partai politik lebih lemah daripada persona kandidat.
Dengan demikian, kelembagaan partai politik produk reformasi
belum menjadi motor penggerak terdepan dalam demokratisasi
24 Demokrasi Muka Dua

sehingga pemerintahan lokal yang baik dan bersih masih jauh


dari harapan.
Reform asi in stitusi dem okr asi pasca-Orde Baru telah
m ela hirkan lem baga-lem baga politik yang m enjam in proses
de m okratisasi berkem ban g, setidakn ya berbeda dari proses
politik Orde Baru. Munculnya multipartai memberi ruang bagi
m asyarakat untuk m enunaikan hak kebebasan dalam berse-
rikat, berkum pul, berorganisasi, serta hak untuk menentukan
pilihan dan untuk dipilih. Hadirnya Pem ilu yang relatif lebih
bebas, ter bu ka, d an lan gsu n g m en d ekatkan m asyar akat
d en gan p en gen alan p ar tai d an kan d id at. Pen yelen ggar a
Pem ilu d iseleksi d ar i aktor -aktor yan g in d ep en d en d an
kapabel. Kesem uanya ini m erupakan perubahan institusional
yang dibingkai dalam konstitusi dan UU sebagai aturan m ain
bersama.
Na m u n d em ikia n , d a la m p er sp ekt if r ela si ku a sa ,
perubah an -perubah an di atas belum sign ifikan m en gh iasi
wajah dem okrasi kita. Dem okrasi hanya m enjadi ritual untuk
m em en uhi stan dar prosedural dalam m en yeleksi kan didat
kepala daerah. Tujuan utam a dem okrasi itu sen diri, yakn i
un tuk m en tran sform asi kehidupan sosial kem asyarakatan ,
m alah terabaikan . Kon disi riil dem ikian tak dibayan gkan
oleh kaum n eo-in stitusion alis. Kon disi di m an a aktor-aktor
baru m uncul dengan “topeng de m okrat”, nam un m engam bil
kekuasaan dengan cara-cara yang m elanggar prinsip-prinsip
dem okrasi, en tah den gan cara-cara kekerasan , in tim idasi,
politik uan g, ataupun m en ggun akan ja rin gan patron ase di
www.bacaan-indo.blogspot.com

lembaga-lembaga politik dan demokrasi seperti partai politik,


parlemen, KPU, Panwaslu, dan lain-lain.
Berdasarkan temuan hasil-hasil penelitian sebelumnya se-
ba gaim ana sebagian telah diungkap di atas, juga berdasarkan
telaah atas gejala aktual problem Pem ilukada yang dirasakan
17 Tahun Demokrasi Indonesia 25

secara nasional, dapat diidentiikasi tiga aspek terkait demo-


kratisasi Indonesia pasca-Reformasi.
Pertam a, aspek vertikal dan suprastruktur politik. Refor-
m asi institusional (institutional reform ) di level negara m e-
m unculkan desentralisasi korupsi dan sentralism e kekuasaan
lokal. Yang terakhir ini m uncul dalam bentuk oligarki politik
kepartaian, oligarki kekerabatan (dinasti), serta dominasi mi-
noritas kelas kapitalis yang m ewarnai dan m enentukan arah
kebijakan kekuasaan yang absah m enurut syarat prosedural
demokratis.
Kedua, aspek horizontal dan infrastruktur politik. Secara
esensial aspek ini belum menguat secara signiikan (untuk tidak
m enyebutn ya tidak ada perubahan sam a sekali dari kon disi
otoritarian Orde Baru). Padahal prinsip dem okratisasi m eng-
haruskan penguatan kontrol basis konstituen dan mendorong
lahirnya gerakan kolektif yang kritis terhadap kebijakan pe-
nguasa lokal.
Ketiga, aspek hubungan pusat dan daerah dalam konteks
demokrasi langsung di tingkat lokal. Hubungan ini belum men-
jadi hubungan sistemik—belum menjadi sistem dan subsistem
da lam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia dalam rangka
men capai tujuan nasional sesuai cita-cita konstitusi UUD 1945.
Hadiz m ewakili perspektif relasi kuasa m enilai para neo-
institusionalis terjerat dalam hubungan yang am bigu dengan
dem okrasi. Secara im plisit m ereka m en gistim ewakan ihwal
non politik, bahkan antipolitik, dalam kerangka teorinya. Neo-
institusionalis menerapkan politik isolasi teknokrat dan mem-
www.bacaan-indo.blogspot.com

buka partisipasi publik seluas-luasn ya sebagai kon sekuen si


dari im plem entasi desentralisasi dalam rangka m enciptakan
suatu pem erintahan yang baik. Nam un, dalam kenyataannya,
dem okrasi han ya m em beri ruan g bagi tekn okrat un tuk m e-
n en tukan kebijakan -kebijakan yan g m en ghalan gi in terven si
26 Demokrasi Muka Dua

kepentingan-kepentingan kemasyarakatan sebagai perwujud an


demokrasi sosial, seperti aspirasi pekerja dan lain-lain (Hadiz,
20 0 4). Dem okrasi politik m engabsahkan ketidaksetaraan ke-
kuasaan dan kekayaan di arena pasar bebas, yang secara si-
multan melindungi hak-hak kepemilikan (Robison dan Hadiz,
20 0 4).
Terakhir, berdasarkan apa yan g telah diuraikan terlihat
ada nya kelemahan dalam perspektif relasi kuasa. Perspektif ini
tidak m engeksplorasi lebih jauh m engapa desentralisasi dan
dem okrasi hanya m enguntungkan aktor dan kelom pok so sial
terten tu yan g m em iliki kekuasaan dan kekayaan yan g lebih
daripada aktor dan kelompok sosial lain. Demokrasi de mikian
adalah demokrasi konstitusional yang mengeksklusi kesetaraan
peluang dalam kontestasi dan partisipasi di lembaga-lembaga
dem okrasi yan g telah ada. Berfun gsin ya lem baga-lem baga
politik dan dem okrasi produk reform asi m e m iliki ke lem ahan
dalam hal belum memosisikan eksistensi elemen-elemen sosial
dalam masyarakat plural Indonesia de ngan prin sip kesetaraan
sosial, ekonomi, dan politik.
Adapun kelemahan perspektif neo-institusionalis ter letak
pada keyakin an besar m ereka bahwa berfun gsin ya lem baga
politik yang ada bisa m enjam in perubahan sosial dalam m a-
syarakat, namun tanpa memperhitungkan siapa dan ba gaimana
aktor-aktor politik berkontestasi di arena politik. Ke ya kin an
neo-institusionalis terkonirmasi negatif oleh realitas empirik
yan g m en am pilkan berbagai persoalan sejak Pilkada 20 0 5
hingga sekarang.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Buku in i m en gam bil posisi yan g berpan dan gan bahwa


un tuk m elihat dem okrasi lan gsun g di In don esia, perspektif
re lasi kekuasaan dan perspektif neo-institusionalis tidak da-
pat berdiri sendiri secara terpisah. Untuk itu perlu pers pektif
dialektis di antara pendekatan-pendekatan tersebut, sehingga
17 Tahun Demokrasi Indonesia 27

d ih ar apkan m am pu m em an d an g d em okr asi lokal secar a


lebih komprehensif. Untuk mengonirmasi kontestasi teoretis
tersebut, data empiris dalam buku ini banyak diambil dari studi
kasus pen ulis di Provin si Lam pun g, khu sus n ya Kabupaten
Lampung Selatan dan Kota Bandar Lampung.
www.bacaan-indo.blogspot.com
www.bacaan-indo.blogspot.com
BAB I

MUKA DEPAN DEMOKRASI:


Perspektif
Neo-Institusionalisme

ISKURSUS desentralisasi dan demokrasi di Indonesia

D telah mengundang perdebatan panjang di antara para


pemikir dan peneliti yang muncul pasca-Orde Baru. Di
antara pemikir dan peneliti ini dapat dibagi menjadi dua kutub
perspektif, yaitu neo-institusionalisme (new -institutionalism )
dan relasi kekuasaan (pow er relation). Neo-institusionalism e
pada um um nya m enggunakan pendekatan strukturalis, yakni
www.bacaan-indo.blogspot.com

penataan pranata nilai, norma, regulasi, kebijakan.


Teor i n eo-in stitusion alism e ber kem ban g dalam ilm u-
ilmu sosial, baik politik, ekonomi, maupun sosiologi. Teori ini
beran gkat dari pem aham an terhadap kata kun ci “in stitusi”.
Institusi selalu dikaitkan dengan seperangkat nilai yang men-
30 Demokrasi Muka Dua

cip takan keteraturan sosial yan g dikon struksi, diproduksi,


dan direproduksi oleh aktor dalam m asyarakat. Berbagai ahli
memberikan banyak ragam versi dalam mendeinisikan insti-
tusi. Perspektif sosiologis m enekankan pentingnya peran ke-
kuasa an dan aktor sosial dalam menciptakan institusi. Da lam
hal ini, konsep-konsep utama yang dapat membantu men je las-
kan institusi di antaranya konsepsi tentang peraturan (rules),
sumber daya (resources), dan keterampilan sosial (social skill)
(Fligstein, 1998).
Hall dan Taylor (dalam Fligstein, 1998) menyebutkan ada
em pat bentuk neo-institusionalism e, yaitu institusionalism e
sejarah, institusionalism e pilihan rasional, institusionalism e
ekonom i, dan institusionalism e sosiologi. Di antara bentuk-
bentuk tersebut terdapat empat hal yang disepakati. Pertama,
teori neo-institusionalism e lebih banyak m enaruh perhatian
pada konstruksi lokal yang disebut “lapangan (ield), arena
(arenas), atau permainan (gam es) tentang keteraturan sosial”.
Kedua, n eo-in stitusion alism e m em an dan g in stitusi sebagai
hasil konstruksi sosial. Artinya, institusi diciptakan dari hasil
interaksi sosial antar-aktor yang berkonfrontasi satu sama lain
di lapangan atau arena. Ketiga, aturan tentang interaksi dan
dis tribusi sum ber daya berfungsi sebagai sum ber kekuasaan.
Ketika dikombinasikan dengan model aktor, aturan ini men jadi
basis di mana institusi tersebut dikonstruksi dan direpro duksi.
Terakhir, institusi m em batasi sekaligus m em berikan peluang
bagi aktor sosial. Aktor pun ya kuasa un tuk m en ggun akan
institusi guna mereproduksi posisinya. Semua aktor juga dapat
www.bacaan-indo.blogspot.com

memanfaatkan institusi untuk me masuki arena-arena baru.


Konsepsi struktur dan aktor dalam perumusan institusi da-
pat dicermati dari pendapat yang dikutip oleh Fligstein (1998)
berikut ini:
Perspektif Neo-Institusionalisme 31

Partai politik, ideologi, voting dan tradisi aktivism e politik


ber pen garuh terhadap tin gkah laku politik kelom pok. Or-
gan isasi d an in stitu si p olitik m em batasi aktor p olitik.
Piersen (1995) m en ggam barkan dua tipe m etafora sosial,
yait u u n in t en d ed con sequ en ces d an p a t h d ep en d en ce
yan g m e n an dakan bahwa organ isasi dan in stitusi politik
dapat dan serin gkali m elakukan pen gaturan pem batasan
ter h ad ap kecen d er u n gan yan g d ikeh en d aki oleh aktor
politik. Pem buat un dan g-un dan g akan m en gatur in stitusi
agar dapat digun akan un tuk m en capai tujuan yan g tidak
m ereka rencanakan. Undang-undang m em beri pem batasan
tin dakan aktor. Aktor m enggunakan logika terten tu un tuk
m en etap kan ap a-ap a yan g d i keh en d aki m er eka secar a
baik. Sebaliknya, Steinm o dan Thelen (1994) m elihat aktor
bisa berfun gsi sebagai en trepreun er in stitusi dan politik.
Mereka menjelaskan lebih jauh bahwa dalam kondisi-kondisi
tertentu, m isalnya proses-proses politik dan kecenderungan
aktor bisa ber sifat en d ogen d alam pr oses m em ban gu n
institusi. Aktor akan menjadi eksis bila inovatif membangun
aliansi yang mengorganisir kembali kehendak kelompok.

Den gan d em ikian , d ap at d iam bil su atu p em ah am an


bahwa struktur dan aktor saling interaktif dalam merumuskan
in stitusi. Aktor in tern al dalam sebuah organ isasi m aupun
aktor ekster n al d i lu ar or gan isasi ad alah en t r ep r eu n er
penting dari sebuah perubahan struktural dan institusional.
Kendala yang sering ditem ukan adalah ketidaksam aan akses
sum ber daya an tara aktor in tern al dan ekstern al organ isasi
dalam m enentukan proses perubahan. Apalagi dalam ranah
www.bacaan-indo.blogspot.com

politik, pertarun gan m erebut sum ber daya otoritatif dan


alokatif menjadi perjuangan politik para aktor yang seringkali
memarginalisasi kelompok-kelompok lain.
Perspektif n eo-in stitusion alis acap digun akan beberapa
pe n eliti dalam pen elitian ten tan g desen tralisasi dan dem o-
32 Demokrasi Muka Dua

kratisasi pasca-Orde Baru di Indonesia.1 Perspektif neo-insti-


tusionalis m erupakan perspektif global yang diterapkan oleh
negara-negara m aju pada negara-negara Dunia Ketiga. Pers-
pektif ini m endorong wacana pem erintahan yang baik (good
gov ern an ce), m asyarakat sipil (civ il society ), m odal sosial
(social capital), dem okratisasi, serta desen tralisasi m ela lui
proses institusionalisasi. Dalam konteks Indonesia, institusio-
nalisasi UU Otonom i Daerah dipandang sebagai upaya yang
efektif menuju perubahan politik dalam rangka melahirkan pe-
m erintahan yang kredibel dan baik. Institusionalisasi m elalui
am andem en konstitusi dan perubahan UU paket politik juga
merupakan pendekatan yang mendorong proses demokratisasi
menjadi lebih akseleratif dan masif.
Pasca-Orde Baru proses institusionalisasi atau refor m asi
in stitusion al m en galam i perubah an terus-m en erus da lam
agen da lim a tahun an . H ari in i perubahan itu be lum m en g-
hasilkan kemapanan dan kestabilan. Padahal ke ma pan an dan
ke stabilan ini penting untuk mengarah pada aspek yang lebih
fun dam en tal, yaitu perubahan struktural, in sti tu sion al, dan
kultural, serta penyiapan aktor-aktor dalam implementasinya.
Untuk memenuhi kepentingan ini harus ada formulasi tentang
ba gaimana proses perubahan institusional mesti dilakukan se-
cara inklusif dan partisipatif agar hasilnya m endapatkan le gi-
timasi dari publik.
Setiap rezim pemerintahan selalu berbeda dalam hal ke bi-
jakannya. Hal itu dapat diketahui secara jelas baik dari zaman
Orde Lama Soekarno, Orde Baru Soeharto, maupun Re formasi
www.bacaan-indo.blogspot.com

1 Buehler (20 0 4) dalam pen elitian n ya di Gowa Sulawesi Selatan ten tan g
hubungan antara kandidat dan partai politik dalam Pilkada langsung dan
Buehler dan Tan (20 0 7) di kabupaten Pan gkep dan Soppen g. Dun can
(20 0 7) melihat dampak desentralisasi dan otonomi daerah terhadap kelom-
pok pribumi di Halmahera selatan.
Perspektif Neo-Institusionalisme 33

er a H abibie d an p asca-Refor m asi Abd u r r ah m an Wah id ,


Megawati, Susilo Bam bang Yudhoyono, hingga J oko Widodo
saat ini. Pada pem erintahan Orde Baru terdapat dua produk
un dan g-un dan g yan g terkait lan gsun g den gan sen tralisasi,
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tata acara pe milihan kepala
daerah. Kedua undang-undang tersebut adalah UU No. 5 Tahun
1975 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 9 Tahun 1975
tentang Pemerintahan Desa. Sejak itu tidak pernah dilakukan
amandemen sama sekali sampai jatuhnya Soeharto pada 1998.
Ketika Habibie menggantikan Soeharto, lahirlah UU baru untuk
menggantikan UU lama yang dipandang tidak demokratis dan
tidak cocok lagi dengan era Reformasi tersebut, yakni UU No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Per kem bangan
selan jutn ya, UU No. 32 Tahun 20 0 4 lahir di era Megawati.
UU ini menjadi rujukan dan payung hukum da lam pemilihan
kepala daerah secara langsung sebelum akhir nya digantikan
oleh UU No. 22 Tahun 20 14 tentang Pe milih an Kepala Daerah
dan UU No. 23 Tahun 20 14 tentang Pe me rintahan Daerah.
UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
di Daerah dan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pem erintahan
Desa m em u a t kon sep sen t r a lisa si, d esen t r a lisa si, d a n
dekon sen trasi. Kedua UU in i ditujukan un tuk m elakukan
p en gat u r an kewen an gan -kewen an gan d i t in gkat p u sat ,
daerah, dan desa dalam struktur pem erin tahan In don esia.
Term asuk dalam hal in i tata cara pe m ilihan kepala daerah,
serta posisi kecamatan dan desa da lam hierarki pemerintahan.
Pem erin tah provin si m erupakan per pan jan gan pem erin tah
www.bacaan-indo.blogspot.com

pusat di daerah , sedan gkan pem e rin tah an kabupaten dan


kotam adya m erupakan im plem entasi dari desentralisasi dan
dekonsentrasi. Bupati dan walikota ber tanggung jawab kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
Di zaman Orde Baru pemilihan kepala daerah dilaksanakan
34 Demokrasi Muka Dua

m elalu i m u syawar ah m u fakat an tar d an lin tas fr aksi d i


DPRD. Sidang paripurna dilakukan untuk memilih tiga nama
yan g kem udian diusulkan ke pem erin tah pusat (dalam hal
in i Men teri Dalam Negeri) m elalui gubern ur sebagai wakil
pem erin tah pusat di daerah. Satu n am a lan tas ditetapkan
un tuk dilan tik oleh Men dagri. Pada um um n ya kom posisi
kepala daerah berasal dari latar belakang ABRI, birokrat, atau
Golkar (ABG). Kepala daerah umumnya merupakan ”kiriman”
dari pusat; sebagian besar merupakan tentara aktif berpangkat
kolon el, kem u d ian bir okr at (PNS kar ier ), d an sebagian
kecil adalah politisi sipil dari Golkar. Tidak ada m ekanism e
pem ilih an di parlem en . Setiap h ak an ggota tergerus oleh
dominasi fraksi yang merupakan perpanjangan partai, sehingga
dem okrasi m en jadi sem u. Bila an ggota m elawan kebijakan
fraksi dan Parpol, maka ia bisa dikenai sanksi recall.
Di era Reformasi, melalui implementasi UU No. 22 Tahun
1999, pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis
di parlemen dengan cara voting ”satu orang satu suara”. Setiap
an ggota parlem en m em iliki kekuasaan pen uh dan hak-hak
yang terartikulasi secara independen. Era ini m erupakan era
liberalism e politik lokal. Meskipun ada tekan an dari fraksi
dan partai politik, serin gkali ditem ukan seoran g an ggota
DPRD berbeda pilihan dengan apa yang telah ditetapkan oleh
fraksinya, karena konsep recall sudah tidak ada lagi. Fraksi
hanya memiliki fungsi untuk meloloskan calon yang memenuhi
syarat dukungan 15% kursi di DPRD. Adapun pem ilihannya
m erupakan hak anggota. Melalui dem okrasi parlem enter ini
www.bacaan-indo.blogspot.com

lahir politisi-politisi lokal yang berusaha m em engaruhi partai


dan anggota parlemen secara langsung.
Lahirnya UU No. 32 Tahun 20 0 4 mengawali implementasi
pem ilihan kepala daerah secara langsung yang um um , bebas,
dan rahasia, sebagaimana Pemilu legislatif untuk memilih ang-
Perspektif Neo-Institusionalisme 35

gota DPR, DPRD, dan DPD. Desen tralisasi m en gem balikan


ke seim bangan hubungan bupati dan gubernur sebagai wakil
pem erintah pusat di daerah. Calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang akan m aju dalam Pilkada langsung harus
m endapatkan dukungan dari partai politik atau aliansi partai
politik yan g m em en uhi kuota 15% suara hasil Pem ilu dan /
atau 15% kursi di parlem en . Setelah ditetapkan oleh partai
politik, kandidat didaftarkan ke KPU dan ditetapkan sebagai
pe serta Pemilu. Dalam sejarah demokrasi di Indonesia, inilah
pertama kalinya dilaksanakan pemilihan secara langsung untuk
menentukan bupati, walikota, dan gubernur.
Sekalipun hasil Pem ilu telah ditetapkan oleh KPU, m asih
ada celah hukum bagi kandidat yang tidak m enerim a dan ti-
dak m engakui kem enangan kandidat lain, yakni dengan cara
melakukan gugatan hukum di MK. Bila MK sudah memberikan
putusan, m aka selanjutnya kandidat terpilih bisa diproses ke
Men dagri un tuk di-SK-kan dan kem udian dilantik. Di balik
hadirnya demokrasi lokal dengan mekanisme demikian, terda-
pat gejala semakin menguatnya oligarki partai dan elite, serta
m un culn ya din asti politik dan politik kartel yan g sesun g-
guhnya m erupakan upaya pem bajakan dem okrasi. Fenom ena
inilah yang kemudian menjadi parasit dan residu demokrasi di
Indonesia, bahkan hingga hari ini.

Releksi terhadap UUD


Dem okrasi m erupakan gelom ban g baru di ban yak n egara,
ter m asuk Indonesia, yang hadir dengan berbagai varian. 2 Di
www.bacaan-indo.blogspot.com

2 Din am ika politik dun ia di berbagai n egara telah m en doron g apa yan g
disebut oleh Samuel Huntington (1991) sebagai gelombang ketiga demokrasi
sebagai akibat benturan peradaban yang m elatarinya sehingga dem okrasi
menjadi gejala yang dapat diterima secara global. Gelombang demokrasi ini
diterapkan di berbagai negara dengan beragam varian. Tesis Fukuyama me-
36 Demokrasi Muka Dua

tiap-tiap negara dem okrasi m em iliki corak tersendiri sesuai


karakteristik masyarakatnya. Masyarakat komunal dan kolektif
dengan tradisi dan budaya kohesif terkristalisasi dalam ideologi
nonliberal seperti sosialism e, kom unism e, dan Pancasila, se-
ba gaim ana dianut oleh negara-negara Eropa Tim ur, Am erika
Latin, dan sebagian Asia, term asuk Indonesia. 3 Melalui glo-
balisasi, gesekan dan dialektika ideologis mengarah pada kon-
vergensi—saling m engakom odasi—sebagai gejala baru dem o-
kratisasi. Gejala ini tampak jelas dalam demokrasi liberal Ame-
rika Serikat dewasa ini, yang secara terbuka mengangkat isu dan

nyatakan bahwa demokrasi liberal merupakan pilihan yang banyak diadopsi


negara-negara pasca-runtuhnya Uni Soviet, di m ana sudah lebih awal di-
praktikkan dan dimotori oleh Amerika Serikat. Beragam varian dan pilihan
model demokrasi yang dikembangkan di berbagai negara dipengaruhi oleh
struktur sosial dan budaya masyarakat setempat, bahkan konstruksi ilosois
kelahiran sebuah negara tersebut. Bagi masyarakat Eropa Barat, konstruksi
ilosoi, struktur sosial budaya masyarakat lebih cenderung kompetitif yang
mendahulukan profesionalisme, hak-hak dan kebebasan individual. Prinsip
kebebasan dan hak-hak individual m erupakan landasan utam a dem okrasi
liberal yang kem udian dikonstruksi dalam sebuah konstitusi negara. Sua-
tu negara yang berakar pada karakter manusia dan masyarakat yang indi-
vidualistik tentu relevan mengembangkan demokrasi liberal.
3 Konsep dem okrasi Pancasila m erupakan sebuah jalan baru dalam m em -
bangun kekuatan politik m elalui basis sosiologis m asyarakat Indonesia,
yaitu sifat gotong royong, solidaritas sosial dan kolektivitas. Struktur m a -
syarakat majemuk Nusantara memiliki ikatan kohesivitas dan tingkat inte-
grasi yang am at tinggi dalam sem angat kebersam aan. Fakta em pirik dan
historis ini yang m enginspirasi bapak pendiri bangsa m erum uskan dasar
negara Pancasila, yang juga menjadi konstruksi demokrasi khas Indonesia.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Soekarno pernah berpidato 1 J uni 1945 (dalam Yudi Latif, 20 12) sebagai
berikut: “... Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan
satu Negara un tuk satu golon gan walaupun golon gan kaya. Tetapi kita
mendirikan negara 'semua buat semua', 'satu buat semua, semua buat satu'.
Saya yakin, bahwa syarat m utlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah
perm usyawaratan, perwakilan. Kalau kita m encari dem okrasi, hendaknya
bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup....”
Perspektif Neo-Institusionalisme 37

jargon strategis kaum sosialis. Begitu pun China yang membuka


diri terhadap liberalisasi. Fenomena dialektika serupa juga ter-
jadi dalam sejarah Indonesia, hingga mempertaruhkan demo-
krasi yan g berbasis ideologi Pan casila dalam pem ben tukan
kon sti tusi, 4 kh ususn ya dem okrasi politik dalam m en gatur
mekanisme pemilihan kepala negara/ pemerintahan dan kepala
daerah serta demokrasi sosial-ekonomi.
Relasi antar-aktor politik sejak awal selalu diwarnai per-
soalan id eologis. Per d ebatan id eologi liber alis, sosialis,
komunis, dan Pancasilais selalu menjadi argumentasi intelek-
tual untuk melegitimasi pilihan-pilihan politik aktor. Para pen-
diri bangsa sendiri m enggagas dem okrasi Indonesia sebagai
lan g kah m en olak dem okrasi Barat. 5 Dem okrasi In don esia

4 Manifesto Nasakom sebagian fakta sejarah di mana ideologi Pancasila harus


berbenturan dengan realitas, kepentingan elite politik, dan pertarungan
kekuasaan yang tak dapat dielakkan.
5 Sidan g BPUPKI pada sidan g pertam a tan ggal 29-31 Mei 1945 m aupun
sidang kedua tanggal 10 -17 J uli 1945. Di hari pertama tanggal 29 Mei 1945
Muham m ad Yam in m enyatakan kedaulatan rakyat m erupakan tujuan ke-
merdekaan sedangkan permusyawaratan sebagai dasar negara; sedangkan
Woerjaningrat dan Soesanto Tirtoprodjo m engakom odasi sifat dan tradisi
m asyarakat Nusan tara, yaitu “kekeluargaan ”, sebagai fun dam en dalam
ke m er de kaan dan m em ban gun sebuah n egara In don esia. Di hari kedua
sidang tanggal 30 Mei 1945, oleh A. Rachim Pratalykram makna demokrasi
diperluas bukan hanya soal pemilihan kepala negara dan badan perwakilan
rakyat saja, m elainkan juga kem erdekaan seluas-luasnya bagi penduduk
dalam m em eluk agam a. Begitu pun dalam sidan g berikutn ya di tan ggal
31 Mei Ki Bagoes H adikoesom o dan Soepom o m en ekan kan pen tin gn ya
bangunan negara berasaskan permusyawaratan dan semangat kekeluargaan.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Di hari terakhir 1 J uni 1945, yang m erupakan tonggak lahirnya Pancasila,


Soekarno menyampaikan pidato yang menyebut falsafah negara Indonesia
m erdeka (philosoische grondslag) dan m ufakat atau dem okrasi sebagai
dasar ketiga dengan prinsip permusyawaratan. Pembahasan utama dalam
sidang kedua BPUPKI adalah soal bentuk negara apakah kesatuan, federal
dan kon federasi. Ben tuk pem erin tahan juga m en jadi perhatian serius
apakah republik atau m on arki. Dem ikian pula didiskusikan soal sistem
38 Demokrasi Muka Dua

kem udian diban gun di atas dasar ideologi Pan casila, yaitu
de m o krasi “perm usy aw aratan perw ak ilan ” dalam ben tuk
n egar a kesatu an . Dem okr asi in i pu n d iim plem en tasikan
dalam pem ilihan pem im pin baik di tingkat nasional m aupun
lokal. Sayangnya, setiap perubahan tersebut senantiasa lebih
banyak diiringi politik kepentingan elite ketimbang hasil kajian
konseptual yang matang dan mekanisme publik.
Sebagai konsekuensi dari proses globalisasi sejak awal-awal
berdirinya, Indonesia tidak bisa menghindar dari peta kekuatan
dunia. Hal ini sangat jelas terlihat dalam perjalanan “demokrasi
ala In d on esia” yan g p er n ah m ewu ju d d alam beber ap a
bentuk. Indonesia pernah m engaplikasikan dem okrasi liberal
pada Pem ilu 1955, de m okrasi terpim pin pasca-dibubarkan
Konstituante dan Dekrit Presiden 5 J uli 1959 hingga penetapan
Soekarn o sebagai pre siden seum ur h idup, dan dem okrasi
per m u syawar atan / per wa kilan d i MPR d an DPRD d alam
pemilihan presiden dan kepala daerah selama masa Orde Baru.6
Sejak Reform asi m un cul istilah dem okrasi perwakilan 7 dan
demokrasi langsung,8 baik untuk pemilihan presiden maupun
kepala daerah . Sejak 1959 h in gga berakh irn ya kekuasaan
Soekarn o pada 1969, dan se la m a pem erin tahan Orde Baru
hingga keruntuhannya pada 1998, demokrasi Pancasila belum
bisa dilaksan akan sepe n u h n ya da lam r ealitas keh idu pan
berbangsa, bernegara, dan ber ma sya rakat (Asshiddiqie, 20 11).
Di era Reform asi am andem en UUD sudah dilakukan em -
pat kali, di mana makna kedaulatan rakyat dalam memilih pe-
www.bacaan-indo.blogspot.com

pemerintahan apakah presidensial atau parlementer.


6 Mekan ism e pem ilihan di DPRD m elalui rapat fraksi-fraksi yan g m en g-
usulkan tiga nam a dan diajukan ke presiden untuk ditetapkan satu nam a
melalui Mendagri sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1974.
7 Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999.
8 Menurut UU No. 32 Tahun 20 0 4.
Perspektif Neo-Institusionalisme 39

mimpin juga ditafsirkan dengan berbagai cara.9


Am an dem en pertam a dalam Sidan g Um um MPR 14-21
Oktober 1999 tidak m engubah tafsir kedaulatan rakyat yang
diim plem en tasikan m elalui m ekan ism e “perm usyawaratan /
per wakilan” dalam memilih presiden. Amandemen ketiga pada
Sidang Tahunan MPR 1-9 Novem ber 20 0 1 m engubah pasal 1
ayat 2 UUD 1945 menjadi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan m enurut Undang-Undang Dasar.” Pasal ini
menghapus kewenangan lembaga MPR untuk menjalankan se-
penuhnya kedaulatan rakyat dan berim plikasi pada pasal 6A
yang kemudian berbunyi: “Presiden dan Wakil Presiden dipilih
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.”
Setah un sebelum n ya, dalam Sidan g Um um MPR 7-18
Agus tus 20 0 0 dilakukan am andem en kedua yang m engubah
atur an tentang pem erintahan daerah. Sebelum nya, pasal 18
UUD 1945 yang m enganut sistem perm usyawaratan m enye-

9 Wawancara dengan Ketua Komisi II DPR RI: Kata kedaulatan yang menjadi
kunci untuk dieksploitasi tafsirnya oleh berbagai aktor di awal-awal refor-
m asi. Selanjutnya dijelaskan m akna kedaulatan sebagai ber ikut: “... Maka
disusunlah kem erdekaan itu dalam suatu undang-undang dasar. Nah itu
ilosoi apa? Kita negara hukum, negara konstitusional. Seperti apa? Dalam
suatu susunan negara yang berkedaulatan rakyat. Bab I pasal 1 tentang
bentuk dan kedaulatan, ayat 1-nya m engatakan Negara Indonesia adalah
Negara kesatuan yang berbentuk republik. Pasal 1 ayat 2-nya, kedaulatan
berada di tan gan rakyat dan dilaksan akan sepen uhn ya oleh MPR, itu
sebelum am an dem en . Nah sekaran g kedaulatan m urn i ada di rakyat,
pasal I ayat 2 apa? Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilak sanakan
www.bacaan-indo.blogspot.com

m enurut undang-undang dasar. Nah undang-undang dasar m engatur di


antaranya presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung, DPR tidak
bisa m enjatuhkan presiden, presiden tidak bisa m enjatuhkan DPR. Ada
di undang-undang dasar. J adi dengan kata lain, itu oke. Pem ilu-pem ilu
sekarang, yang namanya dalam konstitusi kita, itu ilosoinya check dan
balances. Dulu konsentrasi kekuasaan semua ada di pre siden, lihat pasal 4,
presiden memegang kekuasaan negara menurut undang-undang dasar.”
40
Demokrasi Muka Dua
Tabel 2.1. Gagasan Para Pendiri Bangsa tentang Demokrasi
Muhammad Woerjaningrat Soesanto A. Rachim Ki Bagoes Soepomo Soekarno
Yamin Tirtoprodjo Pratalykrama Hadikoesoemo
29 Mei 1945 30 Mei 1945 31 Mei 1945 1 Juni 1945
Kedaulatan Kemerdekaan Rasa ke- Kepala negara Pentingnya Semangat ke- Falsafah
Rakyat Indonesia harus keluargaan dan badan asas permu- keluargaan negara
sebagai bersendikan sebagai perwakilan syawaratan Indonesia
tujuan kekeluargaan fundamen rakyat dipilih merdeka
kemerdekaan dalam oleh rakyat (philosofische
dan permu- bernegara Kemerdekaan grondslag)
syawaratan seluas- mufakat atau
sebagi salah luasnya bagi demokrasi
satu dasar penduduk sebagai dasar
negara untuk ketiga. Prinsip
memeluk permusyawa-
agama ratan.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Demokrasi
permusyawa-
ratan
Perspektif Neo-Institusionalisme 41

but kan: “Pem bagian daerah Indonesia atas daerah besar dan
ketjil, den gan ben tuk susun an pem erin tahan n ja ditetapkan
de ngan undang2, dengan m em andang dan m engingati dasar
per m usjawaratan dalam sistem pem erin tahan n egara, dan
ber hak asal-usul dalam daerah2 jang bersifat istim ewa.” Pa-
sal ini diam andem en m enjadi pasal 18 ayat 1-5. Di ayat 4 di-
se butkan : “Gubern ur, bupati dan walikota m asin g-m asin g
se bagai kepala daerah provin si, kabupaten dan kota dipilih
secara demokratis.” Pasal ini sangat jelas menghapus klausa “...
de ngan m em andang dan m engingati dasar perm usjawaratan
dalam sistem pemerintahan negara” yang dimaksudkan dalam
risalah sidang BPUPKI sebagai demokrasi perwakilan.
Beberapa argumentasi menjadi alasan mengapa perubahan
dilakukan dalam hal pemerintahan daerah. Salah satunya, se-
ba gaim ana diungkapkan oleh Lukm an Hakim Syaifuddin, ke-
daulatan rakyat dimaknai sebagai musyawarah langsung.10 Me-
nurut dia, suasana batin opini publik dan kehendak mayoritas
menjadi pertimbangan pembedaan tersebut. Kehendak daerah
untuk menempuh jalan demokratis dalam menentukan kepala
daerah dan kepemimpinan lokal juga menguat di era Reformasi.

10 “J adi, artinya bisa musyawarah langsung. J adi masing-masing rakyat yang


berdaulat itu, dia bisa m elakukan kedaulatannya secara langsung, dengan
cara m usyawarah lan gsung ... dia m en yatakan aspirasin ya apa? den gan
m usyawarah lan gsun g, tapi bisa juga den gan perwakilan , dia titipkan
aspirasinya m elalui wakil-wakilnya. Dan dua-duanya sebenarnya dibuka
peluang yang sam a, begitu... Nah, dalam undang-undang dasar itulah ke-
www.bacaan-indo.blogspot.com

m udian ... itu coba dijabarkan, terkait dengan presiden, kehendak... m a-


yo ritas... m asyarakat m ayoritas kita m en ghen daki rakyat sen diri yan g
m e nentukan ... rakyat sendiri yang ingin m elaksanakan kedaulatan yang
dim iliknya itu dengan cara berm usyawarah langsung, yang itu kem udian
diim plem entasikan secara langsung, begitu... itu dia m enentukan. Karena
m em ang kehendak m ayoritas seperti itu.” (Wawancara Lukm an H akim ,
Wakil Ketua DPR RI, tanggal 19 Maret 20 13, pukul 14.24)
42 Demokrasi Muka Dua

Sejumlah daerah meminta kewenangan lebih banyak daripada


sebelumnya dan menuntut hak otonom. Artinya, fenomena so-
siologis yang ada m em perlihatkan bahwa m asyarakat m eng-
hendaki demokrasi langsung.
Menurut Syaifuddin, hal ini dimaksudkan untuk menjamin
dan m engakui keragam an lokal dalam hal pem ilihan kepala
daerah m asing-m asing. Pem ilihan tersebut m ungkin saja di-
lak san akan den gan m usyawarah m ufakat, perm usyawatan /
per wakilan, aklam asi pada sistem dinasti yang m asih eksis di
daerah tertentu (contohnya, Daerah Istimewa Yogyakarta), atau
m ekanism e-m ekanism e alternatif lain yang dipandang m asih
dalam koridor dem okratis oleh daerah yan g bersan gkutan .
Dalam konteks ini peraturan perundang-undangan harusnya
tidak seragam, seperti UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32
Tahun 20 0 4. Sebalikn ya, legislasi seharusn ya m em berikan
ruang kesempatan bagi daerah untuk menentukan mekan isme-
nya sendiri.
Sejalan dengan dasar pem ikiran yang diungkapkan oleh
Syaifuddin di atas, J imly Asshiddiqie (20 10 :223) memandang
pasal 18 , 18 A, dan 18 B UUD 1945 hasil am andem en kedua
telah m engubah form at negara kesatuan statis m enjadi ne-
gara kesatuan dinam is yan g m en gan dun g un sur-un sur fe-
deralis dan pengaturan otonom i pluralis sebagai prinsip da-
sar dalam m engatur hubungan pusat dan daerah. Menurut
Asshiddiqie, dengan mengacu pada pasal tersebut, setiap daerah
dimungkinkan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah de-
ngan caranya sendiri-sendiri sesuai kemampuan dan kesiapan
www.bacaan-indo.blogspot.com

m asin g-m asin g. Dalam kon teks in i, apakah m asin g-m asin g
daerah m em erlukan UU tersendiri yang berbasiskan kondisi
dan ka rak teristik daerah bersan gkutan , seperti yan g sudah
Perspektif Neo-Institusionalisme 43

dim iliki oleh daerah-daerah istim ewa seperti Yogyakarta,11


J akarta,12 Aceh,13 dan Papua?14 Bukankah otonomi merupakan
wujud penyerahan kekuasaan dan otoritas dari pem erintah
pusat ke daerah-daerah?

11 UU No. 13 Tahun 20 12 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta


didasarkan atas peran sejarah yang memiliki satuan-satuan pemerintahan
yang ber sifat khusus atau bersifat istimewa, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat dan Kadipaten Pakualam an yang telah m em punyai wilayah,
pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dalam mempertahankan, mengisi,
dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU memberi
kewen an gan dalam ur usan keistim ewaan dalam tata car a pen gisian
jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur
dengan asas demokratis ala tradisi dan kearifan lokal dengan melestarikan
tradisi kepem im pinan yang bertakhta sebagai Sultan Ham engku Buwono
un tuk calon gubern ur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam un tuk
calon wakil gubernur yang ditetapkan dalam sidang paripurna DPRD. Hal
in i harus diakui secara legalitas karen a kekhasan m asih existin g dalam
sistem pem erintahan daerah di NKRI. Berbeda untuk kabupaten/ kota di
Yogyakarta pem ilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung sesuai
dengan UU Pemda.
12 UU No. 29 Tahun 20 0 7 ten tan g Pem erin tahan Provin si Daerah Khusus
Ibu kota J akarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Gubernur dipilih secara langsung melalui Pemilukada sedangkan walikota
dan bupati diangkat oleh gubernur atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI
J akarta dari pegawai n egeri sipil yan g m em en uhi persyaratan . Den gan
dem ikian , Walikota/ bupati diberhen tikan oleh gubern ur sesuai den gan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada
gubernur.
13 UU No. 18 Tahun 20 0 1 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Isti-
mewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Berbeda dengan
www.bacaan-indo.blogspot.com

provinsi Yogyakarta di mana gubernur ditetapkan, walikota/ bupati dipilih


lan gsun g; atau gubern ur DKI J akarta dipilih lan gsun g, walikota/ bupati
ditun juk, untuk Aceh pem ilihan kepala daerah/ wakil kepala daerah pro-
vinsi, kabupaten/ kota dilakukan secara langsung melalui Pemilu.
14 Perppu Republik In don esia No. 1 Tahun 20 0 8 ten tan g Perubahan atas
Un dan g-Un dan g Nom or 21 Tahun 20 0 1 ten tan g Oton om i Khusus bagi
Provinsi Papua.
44 Demokrasi Muka Dua

Men gin gat daerah-daerah m em iliki keragam an po ten si


alam , sum ber daya m anusia, dan kearifan lokal, m aka diper-
lukan UU pluralis yang m engatur otonom i dan m em per jelas
urusan-urusan apa saja yang m enjadi urusan lokal dan m ana
saja yang untuk m enjam in kepentingan, agenda, dan tujuan
nasional. Persoalan tentang dem okrasi m ana yang dipilih se-
bagai tafsir kedaulatan rakyat, apakah dem okrasi perwakilan
ataukah demokrasi langsung, dapat menemukan solusinya de-
ngan m enerapkan pengakuan nasional atas desentralisasi de-
m okrasi sesuai karakteristik m asyarakat di tiap-tiap daerah.
Dalam konteks ini, esensi mekanisme pemilihan kepala daerah
bukan han ya m en yan gkut aspek elektoral, m elain kan juga
otonomi masyarakat.15

15 Sejak UUD 1945 dirumuskan dalam sidang BPUPKI dan PPKI, yaitu tanggal
18 Agustus 1945, konsepsi otonomi dan hubungan pusat dan daerah su dah
tampak jelas diterangkan dalam pasal 18, yang menyatakan: “... Pembagian
daerah Indonesia atas daerah besar dan ketjil, de ngan bentuk susunan
pem erintahannja ditetapkan dengan undang2, de ngan m em andang dan
mengingati dasar permusjawaratan dalam sis tem pemerintahan Negara, dan
berhak asal-usul dalam daerah2 jang ber sifat istimewa.” Penjelasan I: “Oleh
karena negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan
mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah
Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi
pula dalam daerah-daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat
otonom (streek dan locale rechts gem eenschappen), atau bersifat daerah
administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan
Undang-undang.” Penjelasan II: “Dalam territoir negara Indonesia terdapat
lebih kurang 250 zelfbesturende landschappen dan volksgem eenschappen,
seperti desa di J awa dan Bali, negeri di Minangkabau, Dusun dan Marga di
www.bacaan-indo.blogspot.com

Palem bang dan sebagainya. Daerah-daerah itu m em punyai susunan asli,


dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara Republik In don esia m en gh orm ati kedudukan daerah -daerah
istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah
itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut. Sebagai wujud nyata
n egara kesatuan dan ben tuk pem erin tah republik m em bawa im plikasi
terhadap pem bagian kekuasaan an tara pem erin tah pusat dan daerah.”
Perspektif Neo-Institusionalisme 45

Secara historis, perubahan dalam m erum uskan otonom i


daerah dapat dilihat dari perbandingan poin-poin tertentu di
dalam konstitusi sebagaimana diperlihatkan pada tabel ber ikut:

Tabel 2.2. Bentuk dan Susunan Pemerintahan yang Menerapkan


Otonomi Daerah di Era Orde Lama

UUD 1945 Pasal 18 Konstitusi RIS UUDS 1950


Pasal 131

... Pembagian daerah 1. Pembagian


Indonesia atas daerah besar daerah
dan ketjil, dengan bentuk Indonesia
susunan pemerintahannja atas daerah
ditetapkan dengan undang2, besar dan ketjil
dengan memandang jang berhak
dan mengingati dasar mengurus
permusjawaratan dalam rumah tangganja
sistem pemerintahan negara, sendiri (otonom),
dan berhak asal-usul dalam dengan bentuk
daerah2 jang bersifat susunan pe-
istimewa. merintahannja
ditetapkan
dengan
undang2,

Yam in m em an dan g perlun ya m em ben tuk susun an pem erin tahan yan g
bertingkat dari “peme rintahan bawah, tengah, dan atas”, yaitu pemerintah
desa, pem erintah daerah, dan pem erintah pusat. Konsekuensinya Yam in
m enawarkan konsep desen tralisasi dan dekonsentrasi sebagai kebijakan
bentuk dan susunan pe m e rintahan berjenjang. Berbeda dengan Yam in,
Soepomo menegaskan tidak ada pemerintahan bawahan yang ada di daerah.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Pem bagian daerah yan g besar dan kem udian dibagi m en jadi daerah-
daerah kecil harus dibangun dan didasarkan oleh prinsip permusyawaratan
perwakilan dengan m em perhatikan daerah-daerah istim ewa dan susunan
pemerintahan lokal seperti setingkat desa, nagari, marga, gampong dan lain-
lain (Yudi Latif: 431- 432). Tam paknya pendapat Yamin dan Soepom o ini
yang men jadi rumusan UUD 1945, khususnya pasal 18, sebagaimana telah
dijelaskan.
46 Demokrasi Muka Dua

Penjelasan: dengan
I. Oleh karena negara memandang
Indonesia itu suatu dan mengingati
eenheidsstaat, maka dasar permusja-
Indonesia tak akan waratan dan
mempunyai daerah di dalam dasar perwakilan
lingkungannya yang bersifat dalam sistem
staat juga. Daerah Indones pemerintahan
ia akan dibagi dalam daerah negara
provinsi dan daerah provinsi 2. Kepada daerah2
akan dibagi pula dalam diberikan
daerah-daerah yang lebih otonomi
kecil. Di daerah-daerah seluas2nja
yang bersifat otonom untuk mengurus
(streek dan locale rechts rumah-
gemeenschappen), atau tangganja
bersifat daerah administrasi sendiri
belaka, semuanya menurut 3. Dengan
aturan yang akan ditetapkan undang2 dapat
dengan Undang-undang. diserahkan
II. Dalam territoir Negara penjelengga-
Indonesia terdapat lebih raan tugas2
kurang 250 zelfbesturende kepada daerah2
landschappen dan jang tidak
volksgemeenschappen, termasuk dalam
seperti desa di Jawa urusan rumah-
dan Bali, negeri di tangganja
Minangkabau, dusun dan
marga di Palembang dan
sebagainya. Daerah-daerah
itu mempunyai susunan asli,
dan oleh karenanya dapat
dianggap sebagai daerah
yang bersifat istimewa.
Negara Republik Indonesia
menghormati kedudukan
daerah-daerah istimewa
www.bacaan-indo.blogspot.com

tersebut dan segala


peraturan negara yang
mengenai daerah-daerah
itu akan mengingati hak-hak
asal-usul daerah tersebut.
Perspektif Neo-Institusionalisme 47

UU Komite Nasional Daerah UU Pokok Sejak UUDS 1950,


tanggal 23 November 1945 Pemerintahan UU No. 22/1948
No. 1 Daerah No. masih berlaku
22/1948 sampai terbitnya
UU Pokok Pemerintahan UU Pokok
Daerah No. 22/1948 UU Negara Pemerintahan
Indonesia Daerah No. 1/1957
Timur No.
44/1950

Men cerm ati kedua UUD di atas, UUD 1945 dan UUDS
1950 , pasal 18 dan 131 mengatur beberapa hal. Pertama, meng-
atur pembagian daerah besar dan kecil. Daerah besar yang di-
maksud adalah provinsi, yang dibagi lagi menjadi daerah kecil
ka bupaten / kota. Kedua, m en gatur prin sip susun an pem e-
rin tahan di daerah besar dan kecil tersebut. Ketiga, m en g-
atur m ekan ism e pem ilih an pim pin an di daerah tersebut.
Keem pat, m en gatur h ak daerah oton om un tuk m en gurus
rum ah tan ggan ya sen diri. Kelim a, m en gatur tugas-tugas di
luar urusan rumah tangga yang diberikan oleh pemerintah ke
daerah. Keenam, pengakuan pemerintah atas hak-hak lokalitas
m en gin gat secara historis daerah-daerah tersebut m em iliki
keistimewaan.
Di an tara kedua UUD, terdapat perbedaan dalam h al
pen gaturan oton om i daerah dan pen gakuan terhadap hak-
hak tra disional dan istim ewa yang berlaku di daerah. Dalam
hal otonom i UUDS 1950 lebih tegas dengan m enyebut secara
ekspli sit oton om i seluas-luasn ya dalam kon teks m en gurus
rumah tangga sendiri dan tugas pembantuan. Namun demikian,
www.bacaan-indo.blogspot.com

ke dua pasal ini memiliki kesamaan dalam menerapkan konsep


de m o krasi yang didasarkan pada prinsip perm usyawaratan/
per wakilan. Dalam artian, susunan pemerintahan daerah akan
diatur melalui UU dan proses pemilihannya dilakukan melalui
DPRD setempat yang berwenang menyelenggarakan demokrasi
perwakilan.
48 Demokrasi Muka Dua

Per bed aan pasal d alam ked u a UUD ten tu m en d apat


respon s dari daerah-daerah. Pada awal-awal kem erdekaan
dan dalam usia negara bangsa yang relatif m uda, isu tentang
pem bagian kekuasaan pusat dan daerah sangat sensitif. Hal ini
m enye babkan potensi “pem bangkangan” daerah m enggeliat.
Spirit untuk m em isahkan diri dari NKRI sem akin besar dan
menemukan pijakannya pada UUD RIS ketika NKRI berubah
ben tuk menjadi federalisme pada 1949. Ketidakpuasan daerah
tidak hanya sam pai di situ. Di saat-saat jatuhnya Orde Baru
dan bangkitnya Reformasi, gerakan-gerakan daerah yang ingin
m erdeka m asih saja m enghantui, seperti di Aceh dan Papua.
Bahkan Timor Timur akhirnya lepas dari pangkuan Indonesia
setelah rakyatnya melakukan referendum.
Bila d icer m at i, secar a p r in sip ked u a UUD sa n gat
berten tan gan . UUD 1945 pasal 18 secara m eyakin kan m e-
nyatakan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan. Se-
m entara itu, UUDS 1950 m asih “berbau” federalism e konsti-
tusi RIS 1949. Pasal 131 UUDS 1950 secara terang-terangan
m enyebutkan kata “otonom i” di ayat 1 dan “otonom i seluas-
luasnya” di ayat 2. Di ayat 3 tam pak secara eksplisit niat pe-
m e rintah m enerapkan tugas pem bantuan kepada daerah oto-
n om di luar urusan rum ah tan ggan ya sen diri. Dalam tarik-
m e narik perum usan pasal 18 dan pasal 131 di atas isu yang
am at m endesak adalah desentralism e, otonom i daerah, dan
federalisme yang selalu disuarakan oleh aktor-aktor daerah.
Pasca-UUDS 1950 , lebih tepatnya pasca-Pem ilu pertam a
1955 dan lembaga Konstituante sebagai hasilnya, tidak berhasil
www.bacaan-indo.blogspot.com

dilahirkan konstitusi baru, apalagi rumusan baru kerangka hu-


bungan pemerintah pusat dan daerah. Dekrit Presiden sebagai
lan gkah yan g diam bil un tuk m en gatasi kebun tuan tersebut
m en yatakan “kem bali ke UUD 1945”—terkait pem erin tahan
daerah, kem bali ke pasal 18 UUD 1945. Di saat kerangka de-
Perspektif Neo-Institusionalisme 49

sentralisasi belum sem pat dipikirkan secara konseptual, ke-


bijakan terpusat justru terjadi m elalui dem okrasi terpim pin
yan g m en eguhkan sem an gat sen tralism e. Kon disi tersebut
tidak mengalami perubahan, sekalipun telah terjadi peralihan
tam puk kekuasaan dari Soekarn o ke Soeharto di kem udian
hari.
Pem erintahan Orde Baru bahkan sem akin m em antapkan
sen tralism e m elalui payun g hukum UU No. 5 Tahun 1974
ten tan g Pokok-Pokok Pem erin tahan di Daerah dan UU No.
5 Tahun 1979 tentang Pem erintahan Desa. Pada periode ini
aspirasi dan kehen dak daerah yan g disuarakan aktor-aktor
lokal n yaris tak terden gar dalam m en gan gkat kepen tin gan
daerah. Amandemen kedua di era Reformasi yang melahirkan
rumusan baru pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945 tidak sederas
arus aspirasi daerah yang m uncul dalam pem bahasan pasal
18 UUD 1945 sebelum aman demen dan pasal 131 UUDS 1950 .
Dalam perum usan pasal 18 hasil am an dem en kedua lebih
banyak peran aktor-aktor politik internal negara di DPR dan
MPR yang berkoalisi dengan aktor-aktor partai politik.
Beberapa ketetapan MPR juga telah dikeluarkan untuk me-
n un jukkan dukun gan terhadap pen yelen ggaraan oton om i. 16

16 Pertam a, h asil sidan g MPRS tah un 1966 yaitu Tap MPRS No. XXI/
MPRS/ 1966 ten tan g pem berian oton om i seluas-luasn ya kepada daerah.
Ke dua, gelora Reform asi tun tutan daerah m en guat kem bali pada 1998 ,
yang mendorong MPR RI mengakomodasi aspirasi daerah dan melahirkan
Tap MPR No. XV/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan otonom i daerah,
www.bacaan-indo.blogspot.com

Pen gaturan , Pem bagian dan Pem an faatan Sum ber Daya Nasion al yan g
Berkeadilan , ser ta Per im ban gan Keuan gan Pusat dan Daerah dalam
Ker an gka Ne ga r a Ke satu an Repu blik In d on esia. Dar i Tap MPR in i
dilahirkan UU No. 22/ 1999 ten tan g Pem erin tahan Daerah dan UU No.
25/ 1999 ten tan g Per im ban gan Keuan gan an tara Pem erin tah Pusat dan
Daerah. Kemudian yang ketiga lahir Tap MPR No. IV/ MPR/ 20 0 0 tentang
Rekomendasi Ke bijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
50 Demokrasi Muka Dua

Paling tidak ada beberapa topik sentral dan penting yang harus
disarikan dari UUD 1945 dan Tap MPR tersebut.
Pertam a, soal pembagian daerah sebagai bagian dari NKRI.
Pem bagian daerah sebagai daerah besar dan daerah kecil di
dalam pasal 18 hasil amandemen kedua dieksplisitkan menjadi
daerah provinsi, kabupaten, dan kota.
Ked u a , kon seku en si d ar i p em bagian d aer ah ad alah
pembagian kekuasaan antara pemerintahan pusat dan daerah.
Untuk itu, di daerah-daerah terdapat pemerintahan daerah.
Ketiga, tidak terdapat pem bagian daerah yan g secara
eksplisit disebut daerah desa. Konsekuensinya, tidak disebut-
sebut pula tentang pemerintahan desa. Padahal pasal 18 UUD
1945 sebelum amandemen dan penjelasannya memberi kerang-
ka dasar rujukan yuridis bagi keberadaan daerah desa dan pe-
merintahan desa.
Keem pat, pemerintah daerah memiliki kewenangan m eng-
atur dan m engurus daerah dan pemerintahannya sendiri.
Kelim a, pem erintahan daerah adalah kepala daerah dan
DPRD.
Keen am , persoalan m en yan gkut m ekan ism e Pem ilu ke-
pala daerah dan anggota DPRD. Khusus Pem ilu kepala dae-
rah m ekanism enya dinyatakan dengan “dipilih secara dem o-
kratis”. Kata “dem okratis” in i m en gh ilan gkan m akn a de-
m o krasi substan tif ala In don esia yan g dirum uskan bapak
pen diri bangsa pada pasal 18 UUD 1945 asli, yang lebih ope-
ra sio n al dan tidak m en gun dan g tafsir m aupun perdebatan ,
yaitu dalam kalim at: “... dengan m em andang dan m engingati
www.bacaan-indo.blogspot.com

dasar perm usjawaratan dalam sistem pem erintahan Negara,


dan berhak asal-usul dalam daerah2 jang bersifat istim ewa.”
Selain itu, juga dalam teks pasal 131 UUDS 1950 yang bunyinya
persis seperti pasal 18 di atas nam un dengan tam bahan: “…
dan dasar perwakilan....” Lebih lengkapnya: “… dengan bentuk
Perspektif Neo-Institusionalisme 51

susunan pemerintahannja ditetapkan dengan undang2, dengan


memandang dan mengingati dasar permusjawaratan dan dasar
perwakilan dalam sistem pemerintahan Negara.”
Ketujuh, pem erintah daerah m em iliki hak m em buat dan
menetapkan peraturan terkait dengan otonomi dan tugas pem-
bantuan.
Kedelapan, relasi pemerintah pusat dan daerah yang ber-
hu bungan dengan keuangan, pelayanan um um , SDA, diatur
secara adil dan selaras.
Kesem bilan, adanya pengakuan negara terhadap satuan-
satuan pem erintahan daerah yang khas, khusus, dan istim e-
wa serta kesatuan-kesatuan masyarakat hukum dan adat. Ke -
sem bilan in tisari dari UUD 1945 hasil am an dem en ke dua
terse but harus menjadi pilar-pilar yang menopang imple men-
tasinya di tataran undang-undang dan peraturan lain yang lebih
operasional.
Ran gkaian perubahan kon stitusi, ketetapan MPRS dan
MPR sebagaim ana telah dijelaskan m endorong pem bentukan
undang-undang tentang pem erintahan daerah dan berbagai
peraturan pem erin tah. Pertan yaan besarn ya adalah apakah
sesun gguh n ya yan g m em buat para ah li, m a sya rakat, dan
penentu kebijakan belum menemukan formula yang tepat dan
kebijakan yang ajek? Apakah penyebabnya adalah pertarungan
antar-aktor yang kurang seimbang dalam per debatan akademik
m aupun politik dalam perum usan konstitusi? Apakah kurang
optim alnya artikulasi kepentingan dan aspirasi daerah yang
diperjuan gkan oleh aktor-aktor daerah di level n asion al?
www.bacaan-indo.blogspot.com

Ataukah rumusan seluruh kebijakan tidak berbasis kepentingan


masyarakat?
52 Demokrasi Muka Dua

Releksi UU Pemda dan UU Pilkada


Pasca-Reformasi, kata “demokratis” dalam pasal 18 ayat 4 UUD
1945 diterjemahkan dalam dua undang-undang. Pertama, me-
lalui UU No. 22 Tahun 1999 kata “secara dem okratis” m asih
diimplementasikan dalam kerangka demokrasi perwakilan me-
lalui DPRD. Kedua, UU No. 32 Tahun 20 0 4 m enerjem ahkan
kata demokratis menjadi pemilihan kepala daerah secara lang-
sun g. Den gan dem ikian , kata dem okratis dalam UUD 1945
m engalam i tafsir ganda, yaitu m elalui m ekanism e DPRD dan
secara langsung. Perdebatan atas tafsir ganda ini kem udian
m en jadi m ateri pem bah asan yan g alot, bah kan m em akan
wak tu relatif lam a dalam sidan g-sidan g Kom isi II DPR RI
dalam rangka merevisi UU No. 32 Tahun 20 0 4.17 Persoalan ini
akhirnya diputuskan secara dram atis pada sidang paripurna
DPR RI tanggal 26 Septem ber 20 14 dengan disahkannya UU
No. 22 Tahun 20 14 ten tan g Pilkada. Pen gesahan tersebut
segera disusul dengan dikeluarkannya Perppu No. 1/ 20 14 oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Di awal Reform asi, terdapat UU No. 22 Tahun 1999 yang
menyebabkan terjadinya penyerahan urusan secara drastis ke
daerah, khususnya kabupaten/ kota. Dalam konteks otonom i
seluas-luasnya, pemerintah pusat dan provinsi mempunyai ke-
wenangan terbatas yang diatur dalam Peraturan Pem erintah
No. 25 Tahun 20 0 0 . Di era ini terjadi ketegangan antara kepala
daerah dan DPRD terkait kecen derun gan luas ditolakn ya
laporan pertan ggun gjawaban kepala daerah oleh DPRD. Di
www.bacaan-indo.blogspot.com

17 Gagasan revisi m erupakan usulan pem erintah m elalui Kem endagri. Ber-
dasarkan kajian Kemendagri, demokrasi langsung pasca-berlakunya UU No.
32/2004 telah menimbulkan ekses negatif seperti konlik horizontal, yakni
kerusuhan sosial karena ketidaksiapan kandidat dan konstituennya dalam
berdem okrasi. H al negatif lainnya, dem okrasi langsung m em akan biaya
besar yang kemudian mendorong kepala daerah terlibat korupsi.
Perspektif Neo-Institusionalisme 53

bidang kepegawaian juga terjadi distorsi kebijakan yang m e-


n im bulkan prim ordialism e yan g dipan dan g m em bahayakan
per satuan dan kesatuan bangsa serta m enyuburkan rasa ke-
daerah an yan g sem pit. Berbagai persoalan tersebut telah
menggiring ke arah dilakukannya perubahan terhadap UU No.
22 Tahun 1999 hingga dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 20 0 4
sebagai pengganti.
UU No. 32 Tahun 20 0 4 m en cari keseim ban gan an tara
desen tralisasi dan sentralisasi dengan m enerapkan asas de-
kon sentrasi dan asas pem bantuan yang secara historis tidak
lepas dari pengaruh pelaksanaan otonom i dan desentralisasi
zaman Belanda yang membagi empat daerah otonom.18 Dalam
konteks ini, revisi UU No. 32 Tahun 20 0 4 yang diajukan pe-
merintah selalu berubah pendirian—sebelumnya otonomi ter-
batas diberlakukan di provinsi dan otonomi seluas-luasnya di
kabupaten/ kota, dan akhirnya otonom i ditetapkan di tingkat
p r ovin si. Sebagai kon seku en si ben tu k n egar a kesatu an ,
ten tun ya titik keseim ban gan sen tralisasi dan desen tralisasi
h ar u s d i d asar i basis teor i yan g ku at agar p r od u k yan g
dikeluarkan dapat ber laku stabil.
Pem bahasan daftar inventaris m asalah (DIM) di Kom isi
II DPR mendapatkan perhatian dari beberapa kelompok kerja
aliansi NGO. Sebagai pen yum bang pendapat kedua (second
opinion), kelompok-kelompok kerja aliansi NGO ini melakukan

18 Pertam a, daerah otonom provinsi dan juga sebagai daerah adm inistratif
www.bacaan-indo.blogspot.com

provinsi. Kedua, daerah keresidenan adm inistratif. Ketiga, daerah kabu-


paten otonom yang juga sekaligus sebagai daerah adm inistratif. Keem pat,
daerah otonom kota. Daerah otonom di luar J awa juga diatur pasca-1930
yaitu Groepsgem eenschap Palembang, Groepsgem eenschap Minangkabau,
Groepsgem een schap Tapan uli, dll, n am un keburu pen yerahan Belan da
kepada J epang. Setelah J epang sudah tidak lagi otonomi daerah (1958:14-
15).
54 Demokrasi Muka Dua

FGD dan konsultasi publik. Arus utama isu yang mengemuka


adalah fenomena Pemilukada yang rentan konlik, pemerintah-
an lokal yang korup, serta netralitas birokrasi yang buruk. Se-
lain itu, m en gem uka pula isu ten tan g keran gka kon septual
otonom i daerah dan desentralisasi di dalam negara kesatuan.
Dari hasil pengam atan peneliti, pem bahasan yang diinisiasi
aktor-aktor in tern al n egara dan aktor-aktor ekstern al n on -
negara berlangsung secara terpisah dan berdiri sendiri-sendiri.
Komisi II dalam sidang-sidangnya tidak melibatkan kelompok
NGO; sebaliknya, aliansi NGO tidak m engundang Kom isi II
atau Kemendagri dalam diskusi-diskusi mereka.
Berdasarkan naskah akademik draf revisi UU No. 32 Tahun
20 0 4 yang diajukan pemerintah, beberapa problem Pemiluka-
d a d an p em er in tah an d aer ah d isebabkan oleh ber bagai
faktor. Pertama, konlik horizontal di daerah. Kedua, biaya
politik yang mahal. Ketiga, konlik antara kepala daerah dan
wakil ke pala daerah. Keem pat, korupsi politik dan din asti
kepala daerah yang sem akin m en ingkat. Kelim a, titik tekan
otonomi daerah yang ambigu—apakah di tingkat provinsi atau
kabupaten/ kota—berimplikasi pada tata cara Pemilukada serta
posisi ganda gubernur sebagai kepala daerah sekaligus wakil
pem erintah pusat di daerah. Keenam , pijakan yuridis posisi
wakil kepala daerah m em iliki kelem ah an , apakah sebagai
jabatan politis (political appointee) yang merupakan satu paket
den gan kepala daerah atau jabatan karier (adm in istrativ e
appointee). Ketujuh, persoalan dalam membedakan legitimasi
ot or it as gu ber n u r , yakn i sebagai p er p an jan gan t an gan
www.bacaan-indo.blogspot.com

pem erin tah pusat di daerah ataukah sebagai kepala daerah


tingkat I.
Faktor-faktor di atas secara garis besar dapat dikelompok-
kan ke dalam dua domain pembahasan. Pertama, pembahasan
ten tan g posisi provin si dan kabupaten / kota sebagai dae rah
Perspektif Neo-Institusionalisme 55

oton om . Persoalan in i m erupakan pen erapan asas desen -


tralisasi. Dalam hal ini provinsi dan kabupaten/ kota memiliki
ke wen an gan besar dalam m en gatur dan m en gurus urusan -
urusan teritorial dan kepentingan-kepentingan daerah se tem-
pat. Hal ini juga memiliki relevansi dengan kewenangan peme-
rin tah yan g m eletakkan kebijakan dekon sen trasi dan tugas
pembantuan.
Kedua, pem bahasan ten tan g im plem en tasi dari dom ain
per tam a m elah ir kan gagasan -gagasan ter kait m ekan ism e
dan tata cara pemilihan kepala daerah. Hal ini mengingat ke-
pala daerah akan m enjalankan fungsi pem erintahan daerah
dan m engem ban am anat kepentingan m asyarakat lokal. Ke-
dua dom ain in i telah diajukan oleh pem erin tah dalam draf
RUU Pem erin tahan Daerah dan RUU Pilkada. Kedua draf
RUU tersebut sudah diajukan ke DPR dan telah dibahas se-
cara in ten sif baik di Kom isi II m aupun lin tas Kom isi. RUU
Pem erintahan Daerah dibahas dalam sidang Pansus, sedang-
kan RUU Pilkada dibahas dalam sidang-sidang Kelompok Kerja
(Pokja) Pilkada. Pembahasan mengenai dua tema besar ini da-
pat dilihat dalam uraian berikut.
Pada rapat pen yusun an revisi UU Pilkada, aktor-aktor
in ter n al negara terpecah m enjadi dua kutub utam a. H al in i
m em buat din am ika perjalan an RUU m en galam i n egosiasi
yan g alot. Pem bah asan u tam a ten tan g d em okr asi lokal,
ap akah m elalu i m ekan ism e d em okr asi p er wakilan at au
langsung di setiap level/ susunan pemerintahan daerah, dapat
dibedakan dalam dua kurun waktu yan g berbeda. Pertam a,
www.bacaan-indo.blogspot.com

pada awal u su lan r evisi pem er in tah ber pen dir ian kokoh
memperjuangkan pemilihan kepala daerah melalui mekanisme
DPRD un tuk provin si dan kabupaten / kota. Posisi pertam a
in i kon sisten dan relevan de n gan n askah akadem ik yan g
disiapkan. Kedua, mayoritas anggota Komisi II menolak usulan
56 Demokrasi Muka Dua

pem erin tah tersebut. Setelah dilakukan lobi-lobi in ten sif,


pemerintah mengubah po sisinya dari memperjuangkan usulan
m ekanism e DPRD untuk pem ilihan kepala daerah di sem ua
tingkatan menjadi di tingkatan provinsi saja, sedangkan untuk
kabupaten/ kota pemilihannya dilakukan secara langsung. Pada
posisi kedua ini pemerintah mendekonstruksi basis teori yang
dibangun naskah akademik mereka sendiri.
Argumentasi yang kemudian dibangun untuk posisi kedua
ter sebut, bahwasanya posisi gubernur harus kuat sebagai wa-
kil pem erintah di daerah serta m em iliki kewibawaan dan ke-
kuatan penuh untuk mengawal kepentingan nasional, mengko-
or din asikan pem ban gun an an tar-kabupaten / kota, sekaligus
m em ban tu pem er in tah m elaku kan pen gawasan . Ad apu n
kabupaten / kota sebagai un it dasar pelayan an m asyarakat
dan pelaksan a pem ban gun an lan gsun g yan g dekat den gan
basis rakyat, secara ideal h arus patuh , taat, dan h orm at
terhadap posisi gubernur dalam menjamin ketercapaian tujuan
pembangunan nasional. Sebagaimana terlihat, argumentasi ini
dibarengi gagasan untuk membedakan basis legitimasi di kedua
tingkatan pemerintahan daerah. Argumentasi dan pandangan
mutakhir pemerintah tersebut berimplikasi terhadap eksistensi
pen yelen ggara Pem ilu (KPU dan Bawaslu) yan g teran cam ;
juga berim plikasi pada bagai m an a m en gakom odasi calon
perseorangan yang tidak me miliki perwakilan di DPRD.19

19 Sesuai den gan usulan terbaru RUU, calon gubern ur adalah peserta pe-
m ilihan yang diusulkan oleh fraksi atau gabungan fraksi DPRD provinsi
www.bacaan-indo.blogspot.com

atau sebutan lain n ya yan g didaftarkan di KPU provin si, n am un Pan lih
(panitia pem ilih) tetap dibentuk oleh DPRD. Dengan draf ini sangat jelas
pemerintah m eniadakan calon perseorangan dalam kontestasi. PKB, PKS,
Gerindra, dan Hanura m e nyebut calon perseorangan yang didaftarkan ke
KPU provinsi. Dalam konteks ini Golkar mempertanyakan mengapa DPRD
m em ben tuk pan itia pem ilih? Bukan kah sudah ada KPU provin si, sam a
Perspektif Neo-Institusionalisme 57

Aliansi/ koalisi terbatas antara Partai Demokrat, PPP, dan


Kem enterian Dalam Negeri m engusung gubernur dipilih m e-
lalui DPRD provin si. 20 Di sisi lain , Golkar, PDIP, PKS, dan
Gerindra m em perlihatkan ketidaksetujuannya dengan usulan
in i (pasca-Pilpres 20 14 ter dapat perubah an sikap Golkar,
Gerindra, PKS; mereka menghendaki pemilihan kepala daerah
m elalui DPRD). Dukun gan un tuk pem ilihan kepala daerah
m elalui DPRD juga berasal dari Orm as PBNU, berdasarkan
hasil kajian para ulama dalam Munas NU di Cirebon.21
Argum entasi pem erintah yang didukung Partai Dem okrat
dan PPP untuk m em bedakan basis legitim asi gubernur dan
bupati/ walikota dalam rangka m em perkuat posisi gubernur
dipandang dapat menciptakan ketertutupan struktur kekuasaan
dari kontrol publik sebagaimana pernah dipraktikkan melalui
UU No. 22 Tahun 1999. Kontrol publik tidak dapat mengakses
ben tu k-ben tu k per m ain an politik u an g an tar a kan d id at
dan partai politik serta an ggotan ya di DPRD. Bila m e kan -
ism e ini diulang kem bali, m eskipun hanya untuk DPRD pro-
vinsi, m aka akan m endorong pertarungan m enjadi anggota

pentingnya dengan pertanyaan mengapa gubernur dipilih melalui DPRD.


20 Pandangan Dem okrat dan PPP seperti berikut: “Pem ilihan gubernur dila-
kukan lewat DPRD, un tuk bupati dan walikota dipilih secara lan gsun g.
Papua, Papua Barat, DKI, Yogyakarta dan Aceh, nah ini termasuk yang bisa
ada pengecualian dalam pem ilihan kepala daerahnya, asal diatur dalam
undang-undang tersendiri” (notulensi sidang).
21 KH Said Aqil Siraj, tanggal 13 Septem ber 20 13 adalah tokoh yang sangat
tegas mengajukan untuk m endukung Pemilu kepala daerah tingkat I dila-
www.bacaan-indo.blogspot.com

kukan melalui pilihan DPRD. Adapun kelompok NGO lainnya tidak begitu
perhatian pada tata cara pem ilihan gubern ur, m elain kan lebih terfokus
kepada tata adm in istrasi pem erin tahan lokal dan karakteristik ke pala
daerah yang ideal. Hal ini sangat berbeda dengan perdebatan yang terjadi
di tingkat negara, di mana kebanyakan aktor begitu fokus pada pembahasan
mengenai tata cara pemilihan kepala daerah daripada pe mimpin yang ideal
dan pendidikan politik.
58 Demokrasi Muka Dua

DPRD provinsi lebih kom petitif karena kedaulatan atas sum -


ber daya dim onopoli oleh DPRD provinsi. Kekuasaan akan
semakin didominasi partai politik sebagai satu-satunya sumber
rekrutm en kandidat kepala daerah. Partai-partai besar dan
partai-partai koalisi pem enang Pem ilu berpeluang besar m e-
nguasai sumber daya politik dan sumber daya modal di daerah.
Sebagai bukti em pirik, sekalipun diberi peluang m elalui
keputusan MK pada 20 0 8 , calon perseoran gan tidak per-
n ah m am pu m en gim ban gi dom in asi kan didat dari partai
politik. Kebijakan untuk memperkuat basis masyarakat dalam
m em produksi kader-kader pem im pin non-Parpol luput dari
pasal-pasal di dalam perun dan g-un dan gan , bah kan tidak
diiden tifikasi di dalam DIM-n ya. Kekuasaan pun sem akin
ber p u tar -p u tar d i kelem bagaan n egar a yan g d ikoop t asi
oleh kepentingan elite partai politik. Dam paknya, tentu saja
kekuasaan di tingkat ma syarakat semakin terdesak ke pinggiran
sehingga agregasi dan artikulasi kepentingan rakyat untuk naik
ke poros utama kekuasaan terhalangi.
H asil evaluasi m enunjukkan penyelenggaraan pem ilihan
um um kepala daerah secara langsung sejak 20 0 5 belum bisa
diim bangi dengan agregasi dan artikulasi kepentingan serta
partisipasi publik dalam proses pem buatan kebijakan . Da-
pat dibayangkan betapa suara m asyarakat akan sem akin ter-
sum bat apabila pem ilihan kepala daerah dilakukan m elalui
DPRD. Pin tu-pin tu kekuasaan ten tun ya akan dikuasai oleh
se m akin sedikit orang. Koalisi aktor gubernur dan pim pinan
DPRD akan semakin kokoh, sementara masyarakat sipil akan
www.bacaan-indo.blogspot.com

sem akin tertinggal daya kekuasaan dan politik artikulatifnya.


Kasus dinasti dan korupsi politik seperti kasus dinasti Ratu
Atut di Banten dan tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi
Akil Mochtar merupakan akibat dari pembatasan pengawasan
publik di satu sisi, serta m ahalnya dem okrasi sebagai akibat
Perspektif Neo-Institusionalisme 59

sentralism e partai politik dan sengketa hasil yang berakhir di


MK di sisi lain.
Tak dapat dibantah, substansi dari tarik-m enarik ke pen-
tingan di kalangan partai politik di DPR, DPD, dan pemerintah
adalah dalam rangka distribusi, redistribusi, pem bagian, dan
perebutan sumber daya-sumber daya potensial di daerah agar
tetap bisa dikontrol oleh “pusat”. Yang dimaksud dengan “pu-
sat” di sin i bukan saja pem erin tah, tetapi juga pem usatan
kekuasaan partai politik. Perubahan m en dasar n askah aka-
demik yang diusung pemerintah sebagai basis ilmiah revisi UU
No. 32 Tahun 20 0 4 menjadi “berantakan” tatkala berkompromi
secara pragmatis dalam dua kali kesempatan. Pertama, ketika
mengikuti arus parlemen sebelum Pilpres yang bersikeras de-
n gan Pem ilukada lan gsun g. Kedua, ketika m en gikuti arus
Koalisi Merah Putih pasca-pilres 20 14 yang mendorong Pilkada
m elalui DPRD. Lebih inkonsisten lagi ketika Presiden Susilo
Bam ban g Yudhoyon o m en geluarkan Perppu pasca-di te tap-
kannya UU No. 22 Tahun 20 14.
Din am ika di atas m em perlihatkan bagaim an a ketidak-
setaraan daya dalam m en goptim alisasi sum ber-sum ber ke-
kuasaan menimbulkan ketimpangan penguasaan sumber daya,
di m ana kekuasaan yang bertum puk di tingkat atas sem akin
mendominasi dan melemahkan daya kekuasaan di tingkat ma-
syarakat. Absen n ya kelom pok-kelom pok m asyarakat dalam
se tiap perum usan kebijakan, baik di tingkat legislasi m aupun
pembuatan peraturan lainnya, menandakan ketidakberdayaan
m asyarakat un tuk m em perkuat dan m em perbesar sum ber-
www.bacaan-indo.blogspot.com

sumber kekuasaannya. Sementara itu, pemilik sumber-sumber


kekuasaan seperti partai politik di legislatif dan pemerintah di
eksekutif sem akin m enancapkan akar kekuasaan m ereka m e-
lalui proses legislasi.
60 Demokrasi Muka Dua

Isu lainnya adalah m engenai kandidat kepala daerah dan


wakil kepala daerah yan g akan m aju dalam Pem ilu kepala
daerah, apakah keduanya diajukan sebagai satu paket atau ti-
dak. Pem erintah m enghendaki pem ilihan kepala daerah tan-
pa disertai wakil kepala daerah. In i san gat tam pak dalam
draf judul revisi UU No. 32 Tahun 20 0 4 yang m enyebutkan
undang-undang tersebut tentang “pem ilihan kepala daerah”,
bu kan “pem ilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah”.
Pen dirian in i m em peroleh tan tan gan dari an ggota Kom isi
II dari PDIP dan Hanura yang m engusulkan perubahan draf
ju d u l RUU m en jad i “pem ilih an u m u m gu ber n u r , bu pati
dan walikota” dengan m em asukkan Pilkada ke dalam rezim
Pemilu.22 Berkaitan dengan posisi wakil kepala daerah, usulan
revisi UU m enganggap selam a ini wakil kepala daerah tidak
mendapatkan otoritas yang kuat dalam kepemimpinan.

22 Alasannya didasarkan pada dua hal. Pertam a, m erujuk Pasal 18 ayat (4):
“Gubern ur, Bupati, dan Wali kota m asin g-m asin g sebagai kepala pe-
merintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”.
Kedua, m erujuk Putusan MK No. 0 12-0 13/ PUU-ll/ 20 0 4, interpretasi MK
setidaknya m elahirkan dua hal pokok pem aham an yang bersifat um um .
Pertam a: proses pem ilihan pejabat pen yelen ggara pem erin tahan , yaitu
Presiden/ Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD, dan Gubernur, Bupati serta
Wali kota dalam kelom pok kategori yang sam a, yakn i pem ilihan um um
sebagaim ana dim aksud Padal 22E UUD NRI 1945. Kedua: penyelenggara
d an p en yelen ggar aan n ya d iat u r ter p isah d ar i p en gat u r an ot on om i
daerah. Penyelenggara oleh KPU sebagaim ana diatur dalam UU 15/ 20 11
Penyelenggara Pem ilu. Penyelenggaraannya diatur dalam UU tersendiri,
sebagaimana proses pemilihan pejabat penyelenggara pemerintahan seba-
www.bacaan-indo.blogspot.com

gai rezim pemilihan umum. Dalam hal ini UU Pemilu Anggota DPR, DPD,
DPRD; UU Pemilu Presiden/ Wakil Presiden; UU Pemilu Gubernur, Bupati,
Walikota. Hanura sepakat dengan PDIP dalam dua hal. (1) Pemilihan kepala
daerah sudah m asuk rezim Pem ilu berdasarkan UU No. 15/ 20 11 tentang
Penyelenggara Pemilu; (2) Karena termasuk rezim Pemilu, maka pemilihan
kepala daerah perlu dipertimbangkan untuk dilakukan secara serentak agar
eisiensi yang ditekankan pemerintah dapat terpenuhi.
Perspektif Neo-Institusionalisme 61

Hanya Partai Dem okrat yang m endukung usulan Kem en-


dagri untuk memilih kepala daerah tanpa wakil. Namun di sisi
lain, Partai Demokrat juga memberikan perhitungan geograis
wilayah. Dengan mempertimbangkan beban administratifnya,
suatu wilayah yang luas dapat m enyertakan pem ilihan wakil
kepala daerah. Gagasan ini ditolak oleh sebagian besar partai
karen a dian ggap akan m en urun kan legitim asi wakil kepala
daerah jika kepala daerah m em iliki halan gan tetap dalam
m en jalan kan tugasn ya. Status wakil kepala daerah sebagai
jabatan karier (bukan jabatan politik) akan sangat mengganggu
stabilitas saat kepala daerah berhalangan m em im pin. Usulan
Kemendagri juga ditolak anggota Pokja asal PPP dan PKB yang
memosisikan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada de-
rajat yang sama.23
Isu lain yang tak kalah hangat diperdebatkan adalah metode
Pem ilu. Tiga fraksi, PKS, PAN, H an ura, berpen dapat perlu
dilakukan Pem ilu kepala daerah seren tak dan m en iadakan
threshold 30 %. KPU sebagai lembaga otonom juga setuju den-
gan diadakannya Pilkada serentak. Metode ini dianggap dapat

23 Menurut PPP, perubahan substansi, karena kepala daerah dipilih bersama-


sam a dengan wakil kepala daerah dalam satu pasangan/ paket. Wakil ke-
pala daerah tidak diisi oleh pejabat karier, m elainkan m erupakan jabatan
politis. J abatan karier cukup sampai di sekretaris daerah. Mengenai ada nya
fenom ena disharm onisasi antara kepala daerah dan wakil kepala dae rah,
perlu dilakukan regulasi yang lebih jelas, detil dan ketat m engenai ben -
tuk hubungan kerja sam a kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam
RUU Pem da sehingga dengan adanya regulasi yang tegas tersebut dapat
www.bacaan-indo.blogspot.com

m em inim alkan terjadinya disharm onisasi antara kepala daerah dan wakil
kepala daerah. Adapun PKB, pem ilihan um um Kepala daerah dan wakil
kepala daerah tetap dilakukan sepaket dan dipilih langsung oleh rakyat,
karena kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah legitimasi politik yang
dikehendaki rakyat, dan hasil perjuangan reformasi dan demokrasi di negeri
ini. Mengenai pertimbangan eisiensi bisa dilakukan perombakan dalam
tahapan dan program pemilihan umum.
62 Demokrasi Muka Dua

meningkatkan eisiensi dan efektivitas penyelenggaraan Pemilu.


Kon sekuen sin ya, m un cul m asalah lain dalam pen ye lesaian
sengketa Pilkada. Apabila dilaksanakan serentak, pe nyelesaian
sengketa Pilkada akan sangat merepotkan Mahkamah Konsti-
tu si kar en a m en u m pu kn ya ber kas per kar a di pu sat, pa-
dahal sum ber daya person el hakim di MK san gat terbatas.
Karena itu, pem erintah m engusulkan untuk m em angkas ke-
wenangan MK dan mendistribusikannya ke daerah. Draf usulan
pemerintah ini tentu mendapat reaksi penolakan dari legislatif
karena memperumit prosedur dan memperlemah otoritas pe-
nengah penyelesaian Pilkada. Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) dan Pengadilan Tinggi (PT) tidak m em iliki otoritas
sebesar MK. Di sisi lain, penguasa petahana akan lebih mudah
mengintervensi pengadilan-pengadilan tersebut.

Tabel 2.3. Metode Pemilu


No Aktor Usulan
1 PKS 1. Pemilu atau Pemilukada itu hanya berlangsung
sekali tahap. Caranya adalah dengan meniadakan
threshold 30%
2. Pemilukada serentak
2 PAN Pilgub dilaksanakan secara serentak di seluruh
Indonesia
3 Hanura Kriteria persyaratan untuk menjadi calon kepala
daerah perlu diperketat
4 KPU Sepakat soal Pemilu kepala daerah serentak

Isu berikutn ya m en gen ai pen dan aan Pilkada. Beberapa


partai politik di legislatif m en gin gin kan pen dan aan Pilkada
www.bacaan-indo.blogspot.com

diambil dari kantong pemerintah pusat. Hal ini dim aksudkan


untuk m enjaga netralitas Pilkada. Petahana sangat potensial
m en gin t er ven si p en yelen gga r a a n Pilka d a a p a b ila p en -
danaannya dari APBD. Usulan ini berangkat dari kasus Provinsi
Lam pun g di m an a gubern urn ya tidak m en gan ggarkan dan a
Perspektif Neo-Institusionalisme 63

Pemilukada dalam APBD-P dengan berbagai alasan. Lampung


adalah salah satu daerah yang “diperintah” oleh pem erintah
pusat untuk m elaksanakan Pem ilukada pada 20 13 karena di
tahun 20 14 ada Pemilu nasional. Terkait persoalan di Lampung
ini pihak Kemendagri dinilai sangat lemah dan tidak konsisten
m en desak KPUD dan gubern ur un tuk m en jalan kan surat
edarannya agar m enganggarkan pendanaan Pem ilukada pada
APBD-P 20 13. Adapun KPU dan Bawaslu menginginkan adanya
anggaran yang digabung dari pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Hal ini merupakan cara untuk mengeisienkan pelak-
sanaan Pilkada.24

Tabel 2.4. Dinasti Politik


No Aktor Usulan
1 Demokrat Tidak boleh ada ikatan kekerabatan dan
perkawinan dengan petahana
2 PDIP Boleh ada ikatan kekerabatan karena hak asasi
manusia
3 PKS Parpol harus transparan dalam rekrutmen calon
kepala daerah
4 PAN 1. Tidak boleh ada kekerabatan dengan
petahana
2. Calon independen harus memiliki dukungan
signifikan

24 Bawaslu dan KPU merasa tidak ada penganggaran dana untuk pelaksanaan
Pilkada. Pekerjaan panitia Pilkada selama ini didukung oleh dana yang di-
alokasikan oleh pem erintah daerah. Apabila di daerah yang pem erintah
d aer ah n ya t id ak m em ber ikan h ibah yan g cu ku p , p an it ia Pilkad a
www.bacaan-indo.blogspot.com

m enghadapi banyak ham batan dalam pelaksanaan Pem ilu. Bawaslu dan
KPU cen der un g m en dukun g pen gan ggar an pusat dan daer ah secara
bersam aan akan m em berikan kepastian pendanaan untuk kegiatan yang
m ereka lakukan, bukan hanya sekadar hibah dari pem erintah lokal yang
jumlahnya seringkali tidak ada kejelasan. Hal ini juga mendapat dukungan
dari Kem endagri yang terlam pir dalam draf usulan yang m ereka ajukan.
Rapat RUU Pilkada langsung pada Komisi II DPR RI dari 21 J anuari 20 13
hingga 3 April 20 13.
64 Demokrasi Muka Dua

Masalah lain adalah tum buh n ya din asti politik. Dar i


tabel di atas terlihat sikap partai politik m engenai isu politik
din asti yan g begitu m arak diberitakan oleh berbagai m edia
m assa n asion al. Sebagian besar partai politik berpen dapat
bahwa politik dinasti harus dicegah m elalui regulasi. Nam un
di sisi lain , PKS dan PDIP m en dukun g kelon ggaran aturan
m en gen ai h u bu n gan ke ker abatan den gan petah an a. PKS
m em berikan solusi yan g san gat m oderatif. Sebagai partai
kad er yan g m em iliki sistem r ekr u tm en sistem atik, PKS
m en gu su lkan pu blikasi sistem r e kr u tm en m elalu i par tai
politik. Partai Dem okrat m en gam bil posisi m en olak politik
d in asti, kar en a d alam kon teks pem ilih an kepala d aer ah
pertarungannya lebih didom inasi Partai Golkar dan PDIP. 25
Posisi ini tentu akan sangat didukung oleh partai yang kalah
telak dalam pertarun gan di daerah. Partai Dem okrat tidak
pun ya cukup sum ber daya dalam m elakukan tran sform asi
struktural terkait isu ini. Namun sebagai kekuatan dominan di
legislatif, Partai Dem okrat dapat m enjadi penyeim bang yang
kuat. Pertimbangan mereka yang mendukung kelonggaran po -
litik dinasti adalah bahwa pem batasan dinasti politik ber im -
plikasi pada pembatasan hak-hak sipil dalam Pemilu, hal mana
berpotensi m elanggar hak asasi m anusia. Sebagian ka langan
legislator berargumen, jika tetap diloloskan pasal pem batasan
ini kem ungkinan besar dibatalkan dalam sidang MK karena
akan ada gugatan judicial review .
Diskusi mengenai penekanan otonomi daerah dalam proses
legislasi tidak memunculkan penjelasan yang mendetail. Sikap
www.bacaan-indo.blogspot.com

25 H in gga 24 Septem ber 20 13, Partai Golkar sudah m em en an gkan sekitar


61% pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia, baik itu melalui koalisi
ataupun tidak. Selain itu, PDIP m em enangkan pem ilihan kepala daerah
di pusat-pusat pen um pukan populasi pen duduk In don esia, seperti DKI
J akarta dan J awa Tengah.
Perspektif Neo-Institusionalisme 65

partai politik cenderung m asih belum m em perlihatkan suatu


kesimpulan yang argumentatif. Seperti halnya Partai Demokrat,
m ereka m asih m engajukan pertanyaan: desentralisasi harus-
nya diim plem entasikan pada tingkat apa? Di sisi lain, Dirjen
Otda m en gajukan pan dan gan bahwa kabupaten / kota te tap
m enjadi eksekutor desentralisasi. Perdebatan ini cen de rung
tidak m em berikan jawaban . Persoalan utam a yan g se dan g
dihadapi adalah otoritas gubernur yang sangat terbatas da lam
mengawal kelangsungan desentralisasi. Kondisi saat ini mem-
perlihatkan keterbatasan otoritas gubernur dalam mengontrol
pembangunan daerah.

Tabel 2.5. Otonomi Provinsi atau Kabupaten/Kota dalam Pertemuan


Pokja Otonomi Daerah
No Aktor Sikap Keterangan
1 Pokja Otda Otonomi 1. Berkenaan kewenangan
kabupaten/ atas urusan-urusan
kota dengan lintas wilayah (prinsip
peningkatan eksternalitas), serta atas
otoritas gubernur urusan-urusan yang
tak mampu dilakukan
kabupaten/kota (prinsip
subsidiaritas) gubernur
punya hak untuk
membatalkan perda
2. Ada dana yang harus
melalui pintu gubernur
melalui SKD dan dana
konsentrasi
2 Bappenas Pengelolaan Kapasitas keuangan daerah
pendanaan melalui selalu lebih baik di provinsi
provinsi untuk daripada di tingkat II.
www.bacaan-indo.blogspot.com

meningkatkan
otoritas gubernur
66 Demokrasi Muka Dua

Selain pem bah asan di Kom isi II, ide-ide yan g cukup
substan tif juga digagas para pemangku kepentingan. Kelompok
NGO yan g berada di bawah payun g Pokja Otda m elakukan
serangkaian sem inar, w orkshop, dan diskusi terbatas tentang
otoritas dalam desentralisasi guna membedah draf RUU Pemda
yang dibahas antara pem erintah dan legislatif. Diskusi Pokja
Otda koalisi sipil ini m enghasilkan beberapa kesim pulan m e-
nge nai penguatan peran gubernur dan sem ua lem baga yang
ber ada pada tin gkat provin si. Pokja Otda juga m en gajukan
pan dan gan ter kait otor itas guber n ur un tuk m en guji dan
m em batalkan Perda yang dibuat di tingkat kabupaten/ kota.
Penguatan posisi gubernur ini akan m eningkatkan efektivitas
dan efisien si oton om i daer ah . Kabupaten dan kota akan
m en jadi bagian kon trol dan bagian dari evaluasi kin erja
gubernur.
Isu lain yan g juga didiskusikan dalam pertem uan -per-
tem uan ini adalah politik uang. Baik pada pertem uan Pokja
Otda m aupun Kom isi II, persoalan politik uang dianggap se-
bagai isu sentral. Pelaporan pendanaan kam panye dipan dang
m asih belum tran sparan oleh Bawaslu. Politik uan g selalu
m en jadi persoalan yan g sulit dideteksi, m eskipun m en jadi
perbin can gan dalam praktik dem okrasi lokal. Politik uan g
bahkan sudah dianggap wajar dan harus ada sebagai per sya-
ratan un tuk m en an g. Fen om en a sem acam in i m em an g di-
an g gap sebagai fen om en a yan g selalu ada dalam praktik
dem o krasi, sekalipun di n egara-n egara m aju yan g tin gkat
dem o krasinya sudah m elem baga secara m odern. Karena itu,
www.bacaan-indo.blogspot.com

proses legislasi perlu berusaha m elakukan pem batasan ter-


ha dap ruan g gerak “pen yakit dem okrasi” in i. Tetapi perde-
batan tentangnya m asih belum m enghasilkan poin-poin yang
Perspektif Neo-Institusionalisme 67

substantif.26 Bagaimanapun politik uang adalah hal yang mus -


tahil dihapuskan dalam politik In don esia, m en gin gat keba-
nyakan masyarakatnya masih terjerat kemiskinan. Politik uang
seolah-olah sudah m enjadi keharusan untuk m enggalang du-
kungan.
Perjalan an UU No. 32 Tahun 20 0 4 m em an g pen uh de-
ngan liku-liku. Setelah m engalam i dua kali revisi dengan di-
ke luar kan n ya UU No. 8 Tah un 20 0 5 ten tan g Pen erapan
Perppu No. 3 Tahun 20 0 5 dan UU No. 12 Tahun 20 0 8 , ke-
luar pula putusan MK No. 73/ PUU-IX/ 20 11. Putusan MK
ini m engabulkan sebagian perm ohonan uji m ateriil atas UU
No. 32 Tahun 20 0 4 sebagaim an a telah diubah den gan UU
No. 12 Tahun 20 0 8. Salah satu im plikasi paling penting dari
dikeluarkannya putusan MK tersebut adalah dalam hal pe nyi-
dikan kepala daerah persetujuan dari presiden tidak diper lu-
kan, kecuali kepala daerah bersangkutan akan ditahan.
Perkembangan terakhir, pada 23 September 20 14 DPR RI
m engesahkan RUU Pem da m enjadi UU No. 23 Tahun 20 14
ten tang Pem erintahan Daerah. UU ini m erupakan hasil dari
“pe m ecahan” UU No. 32 Tahun 20 0 4 m enjadi tiga undang-
un dan g. Dua UU yan g lain adalah UU No. 6 Tahun 20 14
tentang Desa dan UU No. 22 Tahun 20 14 tentang Pem ilihan
Kepala Daerah. Dengan perkembangan terakhir ini, perbedaan
posisi antara gubernur dan walikota/ bupati dipertegas. Kendati
sam a-sam a m erupakan kepala daerah yang dipilih langsung,
gubern ur sekaligus ditem patkan sebagai wakil pem erin tah
pu sat. Adapun walikota/ bupati ditem patkan sebagai kepala
www.bacaan-indo.blogspot.com

26 Pokja Otda m en olak teran g-teran gan m en gen ai isu politik uang. Begitu
pula dalam pertem uan Kom isi II, sem ua fraksi han ya m en yam paikan
dukungannya untuk m enolak pelaksanaan politik uang. Nam un tidak ada
solusi substantif mengenai isu ini.
68 Demokrasi Muka Dua

daerah otonom dengan menerapkan asas desentralisasi.


Terkait proses institusionalisasi, data lapangan di tingkat
makro menunjukkan relasi antar-aktor di pemerintahan dipe-
n ga ruhi oleh partai politik yan g lebih ban yak m em ain kan
politik tawar-m en awar ketim ban g m em bahas hal-hal subs-
tan sial. H al in i secara jelas tam pak pada draf RUU Pilkada
dan RUU Pemda yang disahkan dalam sidang paripurna DPR
26 Septem ber 20 14. Draf kedua RUU tersebut belum kom -
preh en sif m en ggam barkan problem Pem ilukada dan oto-
n om i daerah yan g terjadi secara faktual di daerah-daerah.
Alam pikiran m ereka disesaki oleh persoalan bagaim ana m e-
nata kepentingannya sendiri. Pasca-Pilpres 20 14, Koalisi Me-
rah Putih m en gubah pan dan gan di saat-saat habisn ya m a-
sa tugas DPR, dari awalnya sebagian besar di antara m e reka
m en dukun g dem okrasi lan gsun g m en jadi m en dukun g de-
m okrasi perwakilan. Relasi antar-aktor politik tidak berhenti
sampai di situ. Hasil paripurna langsung dianulir oleh Presiden
SBY den gan m en geluarkan Perppu yan g m em pertahan kan
mekan isme demokrasi langsung dalam Pilkada.
Demikian pula di tingkat m eso, keterlibatan para pemangku
ke pentingan, akademisi, NGO, dan publik dalam proses insti-
tusionalisasi tidak dimanfaatkan secara maksimal. Kondisi ini
terlihat dari tem uan lapangan yang m enunjukkan Orm as dan
NGO seperti NU, FITRA, KPPUD, J PPR, ataupun ICW merasa
tidak dilibatkan secara langsung dalam proses institusionalisasi
atau pem bahasan UU terkait Pilkada dan oton om i daerah
yang dilakukan aktor-aktor pemerintahan seperti Kemendagri
www.bacaan-indo.blogspot.com

dan DPR (Komisi II).27 Selain itu, hasil telaah DIM selama si-

27 Berdasarkan tem uan penulis di lapangan, ego sektoral m asih sangat m e-


n on jol dan berlan gsun g secara form alistik baik di kalan gan Kom isi II
mauopun Kemendagri. FITRA sendiri dalam legislasi revisi UU 32 merasa
Perspektif Neo-Institusionalisme 69

dan g di Kom isi II han ya m em etakan hal-hal parsial seperti


apakah Pemilukada harus langsung atau perwakilan, eisiensi
anggaran, paket kepala daerah dan wakil kepala daerah, politik
din asti, an ggaran Pem ilukada, perselisihan sen gketa hasil,
titik tekan oton om i, dan pen guatan kewen an gan provin si.
Hal-hal substansial tentang korupsi dem okrasi, transparansi
pen danaan partai politik dan kandidat (m em batasi intervensi
korporasi, cukon g/ ban dar), prin sip persam aan kesem patan
dan akses antar-kandidat dalam rekrutm en dan pencalonan
kepala daerah, politisasi birokrasi, pelayanan publik, dan fungsi
representasi kelompok masyarakat yang mendorong partisipasi
dan pengawasan sosial belum berhasil diidentiikasi dalam
pasal-pasal revisi.28
Dengan kata lain, perubahan institusional belum mencakup
hak otonomi masyarakat di daerah dan hanya mengatur aspek
pem ilihan (election ) dalam Pem ilukada. Un tuk itu, pen ulis
m engajukan suatu usul perubahan, yaitu m em perkuat aspek
dem os baik pada tahap pemilihan maupun pasca-pemilihan di
sem ua level perubahan institusional, yaitu am andem en UUD
1945, legislasi, dan regulasi. Pen guatan dem os dalam tahap
pemilihan meliputi seleksi dan rekrutmen calon kepala daerah
yang harus dilakukan secara langsung dengan melibatkan ma-
syarakat. Kondisi ini tidak mungkin dicapai hanya melalui per-
ubahan UU Pilkada. Keterlibatan masyarakat dalam seleksi dan
rekrutm en calon kepala daerah dalam Pilkada harus diikuti
www.bacaan-indo.blogspot.com

tidak dilibatkan, padahal LSM ini banyak menyoroti kinerja kepala daerah
dalam hal transparansi anggaran dan telah menghasilkan puluhan dokumen
hasil riset di berbagai kabupaten/ kota se-Indonesia. Temuan lapangan ini
penulis dapatkan melalui wawancara langsung dengan Ucok Sky Khadai
dari LSM FITRA, 9 J uni 20 13.
28 Lihat DIM dan notulen rapat pembahasan masing-masing anggota Komisi
II tentang DIM.
70 Demokrasi Muka Dua

den gan perubahan un dan g-un dan g m en gen ai partai politik


yan g san gat terkait den gan pen yelen ggaraan Pilkada. Yan g
menjadi akar permasalahan, dalam proses legislasi, koordinasi
antar-aktor di internal negara tidak melibatkan para pemangku
kepentingan dan aktor-aktor eksternal yang berasal dari NGO
dan masyarakat sipil.
Selain itu, penulis juga menyarankan perlunya penggunaan
neo-institusionalism e yang lebih holistik dalam m enganalisis
perubahan institusional. Seyogianya perubahan institusional
tidak saja terpaku pada revisi UU Pemda dan UU Pilkada, se-
perti selama ini terjadi, melainkan juga terhubung/ paralel de-
ngan revisi UU Pemilu, UU Parpol, UU Penyelenggara Pemilu,
serta UU Perim bangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sem ua
unsur kepentingan daerah dan kepentingan dem okrasi harus
tercermin secara integral di dalam semua UU tersebut.
www.bacaan-indo.blogspot.com
BAB II

MUKA BELAKANG DEMOKRASI:


Perspektif Relasi Kuasa

ADA bab sebelum n ya kita telah m em bicarakan fe n o-

P mena demokratisasi di Indonesia dalam perspektif neo-


in stitusion alis. Dem okrasi lan gsun g m erupakan kon -
sekuensi dari desentralisasi dan otonomi daerah yang bertujuan
mendekatkan pemimpin daerah dengan masyarakatnya. Asum -
sinya, pemimpin yang berasal dari daerah bersangkutan akan
lebih dekat dan m en getahui seluk-beluk, kebutuhan , serta
www.bacaan-indo.blogspot.com

as pirasi m asyarakat setem pat. H al in i jauh berbeda dengan


situasi pada m asa Orde Baru, di m ana kepala daerah ham pir
se lalu merupakan kiriman dari pusat. Berdasarkan pengalaman
se jarah, kepala-kepala daerah “kiriman” ini hampir semuanya
ber asal dari latar belakang ABRI, birokrasi, atau Golkar. Kon-
72 Demokrasi Muka Dua

igurasi ini mengalami pergeseran dan perubahan drastis sejak


mekanisme institusionalisasi mengalami perubahan seiring de-
ngan bergulirnya agenda Reformasi.
Pada bab in i kita akan m en diskusikan apa yan g dilihat
oleh perspektif yan g dapat dikatakan sebagai n egasi dari
n eo-in stitusion alism e, yakn i perspektif relasi kuasa (pow er
relation ). Di ten gah din am ika proyek besar dem okratisasi
m elalui perubahan in stitusion al terdapat gejala baru yan g
m en un jukkan arus balik dem okrasi. Di an tara gejala-gejala
itu adalah m enguatnya oligarki elite, dinasti politik, korupsi
politik, budaya koruptif massal, politik kartel, dan harga mahal
demokrasi yang hanya mampu dibeli oleh orang-orang kaya.
Menurut pandangan teori relasi kekuasaan, salah satu ke-
keliruan fatal perspektif n eo-in stitusion alis adalah kuran g
m em p er t im ban gkan asp ek-asp ek kon t est asi, kom p et isi,
kepen tin gan , kon flik, dan hubun gan -hubun gan kekuasaan
an tar -aktor dalam pr aktik-pr aktik politik. 1 Desen tr alisasi
m em a n g a gen d a ya n g d id a sa r ka n p a d a t r a n sp a r a n si,
akun tabilitas, dan pem erin tahan yan g baik. Nam un dalam
im p lem en t a si p en yelen gga r a a n p em e r in t a h a n d a er a h ,
justru hubungan am bigu antara dem okratisasi dan lokalisasi
kekuasaan yan g serin gkali terjadi dan akhirn ya m elahirkan
jaringan patron predator lokal (Hadiz, 20 10 ).2

1 Perspektif relasi kekuasaan merupakan kritik terhadap bagian-bagian yang


luput dari neo-institusionalis. Mereka adalah Robison dan Hadiz (20 0 4),
Mietzner (20 0 6) dan Hadiz (20 0 7, 20 0 8, 20 0 9); Paul J . Carnegie (20 0 8);
www.bacaan-indo.blogspot.com

2 Dalam konteks ini perlu dikemukakan di bawah ini teori relasi kekuasaan
Hadiz:
...“The In don esian case show s that w hat ultim ately m atters is n ot
decen tralization itself, but the sy stem of pow er relation s w ithin
w hich it is undertaken” (Hadiz, 20 10 ).
...“The problem is that the in stitution s of dem ocracy hav e been ap-
propriated by m any elem ents of the old rapacious, authoritarian
Perspektif Relasi Kuasa 73

Hadiz mengamati perkembangan dua dekade desentralisasi


yang bersandar pada m asyarakat sipil, kapital sosial, dan pe-
m erin tahan yan g baik sebagai bagian in tegral dari kam us
n eo-in stitusion alis kon tem porer gagal m em prom osikan de-
m o kratisasi substansial. Proses im plem entasi nilai-nilai insti-
tusional tidak didukung oleh kuatnya aparat sebagai aktor in-
ternal negara dalam menegakkan aturan. Hal ini memberikan
ruang gerak yang leluasa bagi anasir-anasir kepentingan se-
saat, baik kepentingan elite individu m aupun kelom pok ter-
ten tu, yan g bersem ayam dalam in stitusi dem okrasi seperti
partai politik dan parlem en. Anasir-anasir ini yang kem udian
m en guasai aset dan sum ber daya n egara den gan cara m en -
duduki posisi strategis birokrasi, terutam a kepala daerah,
melalui perjuangan politik elektoral.
Namun demikian, perlu kita ingat bahwa pandangan rela-
si kekuasaan yan g terkesan pesim istis tersebut bukan lah
pandangan etis yang anti-dem okratisasi. Apa yang dieks pla-
nasikan perspektif relasi kekuasaan sebagai “m uka belakang”
de mokrasi merupakan realitas empiris demokratisasi kita saat
in i. Den gan kata lain , perspektif relasi kekuasaan m en coba
mengambil posisi kritis dan tidak terbuai dengan hingar-bingar
institusionalisasi dem okrasi pasca-rezim otoriter yang telah
berjaya selama beberapa dasawarsa.
Dalam bagian-bagian selanjutnya pada bab ini kita akan

regim e. These have successfully reconstituted them selves as dem o-


cratic actors via political parties dan parliam ents over w hich they
www.bacaan-indo.blogspot.com

president” (Hadiz, 20 0 8-20 0 9).

Faktor-faktor kekuasaan, perjuangan, dan kepentingan sem acam ini yang


cen derun g diabaikan oleh perspektif n eo-in stitusion alis. Pen galam an
Indonesia pasca-Reform asi belakangan ini sangat jelas m enggam barkan
cara di m ana institusi dapat dibajak oleh berbagai kepentingan elite tek-
nokratis dan partai politik.
74 Demokrasi Muka Dua

m enelisik lebih dalam kasus Pem ilukada dan jalannya pe m e -


rin tahan di beberapa daerah di Provin si Lam pun g. Seba gai
con toh kasus, fen om en a di Lam pun g in i akan dapat m em -
berikan gam baran kon kret bagaim an a “efek-efek sam pin g”
dem okratisasi dan desentralisasi berlangsung di negeri kita.
“Efek-efek sam pin g” in ilah yan g m en un jukkan kepada kita
“muka belakang demokrasi”.
Untuk m endapatkan gam baran konkret m engenai m u ka
belakang dem okrasi ini, kita dapat m encerm atinya dari feno-
mena Pemilukada di Lampung sebagai contoh kasus. Di Lam-
pung, Pem ilukada yang m enerapkan UU No. 32 Tahun 20 0 4
dapat dibagi menjadi empat gelombang. Gelom bang per tam a
m erupakan pen galam an pertam a dem okrasi lan gsun g yan g
dialam i m asyarakat. Pem ilukada in i dilaksan akan seren tak
pada 27 J un i dan 15 Septem ber 20 0 5 di en am ka bupaten /
kota (Way Kanan, Lampung Selatan, Lampung Timur, Metro,
Ban dar Lam pun g, dan Lam pun g Ten gah ) un tuk m em ilih
kepala daerah dan wakil kepala daerah periode 20 0 5-20 10 .
Pem ilukada selanjutnya dilaksanakan sesuai periodisasi yang
berlaku. Sam pai 20 15 Pem ilukada di en am kabupaten / kota
tersebut sudah diselen ggarakan un tuk periode kedua, yaitu
un tuk m asa jabatan 20 10 -20 15, ditam bah Pem ilukada satu
kabupaten baru, Kabupaten Pasawaran.
Gelom bang kedua Pem ilukada dilaksanakan pada 6 No-
vember dan 29 Desember 20 0 7 di tiga kabupaten (Kabupaten
Lam pung Barat, Tulang Bawang, dan Tanggam us) untuk m e-
m ilih kepala daerah dan wakil kepala daerah periode 20 0 7-
www.bacaan-indo.blogspot.com

20 12. H in gga 20 15 telah dilaksan akan Pem ilukada un tuk


kedua kalinya di tiga kabupaten tersebut. Pemilukada kedua ini
juga ditujukan untuk memilih kepala daerah dan wa kil kepala
daerah, yakni untuk periode 20 12-20 17.
Perspektif Relasi Kuasa 75

Gelom bang ketiga diselenggarakan serentak pada 3 Sep-


tember 20 0 8. Pada gelombang ketiga ini untuk pertama kalinya
Pem ilukada langsung dilaksanakan di tingkat provinsi, yaitu
un tuk m em ilih gubernur dan wakil gubernur periode 20 0 9-
20 14. Di saat bersam aan juga diselenggarakan Pem ilukada di
Ka bu paten Lam pung Utara untuk m em ilih bu pati dan wakil
bu pa ti periode 20 0 8-20 13. Di tingkat provinsi dan Kabupaten
Lam pung Utara ini sebelum nya dilakukan pem ilih an kepala
dae rah dengan menerapkan UU No. 22 Tahun 1999, yakni pe-
milih an melalui DPRD. Pemilihan bupati berikutnya untuk Ka-
bu paten Lam pung Utara telah dilaksanakan pada 20 13. Ada-
pun Pem ilukada tingkat provinsi selanjutnya telah dilak sana-
kan pada waktu yang bersamaan dengan Pemilu legislatif April
20 14.
Gelom ban g k eem pat m erupakan Pem ilukada lan gsun g
per tam a kali untuk Daerah Otonom i Baru (DOB) Kabupaten
Mesuji, Tulangbawang Barat, dan Pringsewu. Pem ilukada ini
dilaksanakan pada 28 September 20 11.
Gelom bang kelim a, Pilkada secara serentak dilaksanakan
di 8 kabupaten/ kota pada 9 Desem ber 20 15 yang m erupakan
bagian dari agenda tahap pertam a penyelenggaraan Pilkada
serentak secara nasional di 269 kabupaten/ kota dan provinsi.
Pem ilukada yang telah diselenggarakan dalam kelim a ge-
lom ban g di atas m erupakan pen galam an baru m asyarakat
Lam pung dalam menjalankan demokrasi langsung. Hal ini te-
lah menciptakan dan mengondisikan budaya politik baru bagi
kalangan elite maupun masyarakat di akar rumput. Selain itu,
www.bacaan-indo.blogspot.com

muncul pula institusi-institusi baru yang menjadi infrastruktur


politik dan demokrasi, seperti partai politik yang menguat pe-
rannya, badan penyelenggara Pem ilu, kontrol pers, LSM, dan
berbagai bentuk partisipasi masyarakat. Bagi masyarakat lokal,
76 Demokrasi Muka Dua

implikasi dari kebaruan tersebut tentu ada yang positif dan ada
pula yang negatif.
Terkait im plikasi negatif dari proses dem okratisasi yang
tengah berlangsung di tingkat lokal, hasil riset J PPR berhasil
m en giden tifikasi beberapa persoalan . Di an tara persoalan -
per soalan tersebut adalah politik uan g, pen ggelem bun gan
suara dengan m em anipulasi DPT, birokrasi yang m enyokong
tim sukses dengan m engatur bantuan sosial dan m enggalang
suara, distorsi kehendak rakyat dengan kehendak partai dalam
dukungan calon, distorsi dukungan calon perseorangan yang
terlihat dari senjang antara pengum pulan KTP dukungan de-
n gan perolehan suara di TPS, kon flik in tern al partai, dan
ber bagai isu lain . Beberapa tem uan lapan gan in i berpusar
pada beberapa isu pokok. Pertam a, soal DPT (daftar pem ilih
tetap). Kedua, soal netralitas birokrasi yang tanpa pengawasan
terseret dalam arus politik Pemilukada. Ketiga, problem ca lon
perseoran gan . Keem pat, dom in asi partai politik dalam m e-
nentukan kandidat. Kelima, “mental bayaran” para pemilih.3
Gambaran tentang berbagai implikasi ini akan terlihat lebih
jelas jika kita m enelusuri dan m enganalisis data dan tem uan
lapan gan m en gen ai pen yelen ggaraan Pilkada di Lam pun g.
Berikut pembahasan lebih jelasnya.

Se n tralis m e Partai Po litik d alam Re kru tm e n Calo n


Ke pala D ae rah
Kontekstualisasi data lapangan m enunjukkan bahwa di ting-
kat lokal, partai-partai politik m asih m engedepankan proses
www.bacaan-indo.blogspot.com

rekrutmen yang bersifat sentralistik untuk menjaring anggota


maupun calon kepala daerah. Agaknya sudah menjadi kela zim-
an, baik di Lam pung m aupun di berbagai daerah lain, bahwa
di tengah dominasi dan hegemoni partai-partai politik, partai-

3 Hasil wawancara dengan Aifudin, Ketua JPPR, 20 Juni 2013.


Perspektif Relasi Kuasa 77

partai tersebut miskin kader pemimpin internal yang berhasil


menjadi kepala daerah.
Dari hasil Pemilukada di Lampung sejak 20 0 5, komposisi
kandidat kepala daerah yang berhasil memenangkan kontestasi
didominasi oleh kandidat yang berasal dari kalangan eksternal
partai politik. Para kepala daerah ini um um nya berasal dari
latar belakang birokrat, purnawirawan TNI/ Polri, pengusaha,
atau bahkan tokoh Orm as. Sedikit sekali calon kepala daerah
yang murni berlatar belakang kader internal partai politik.
Gejala umum juga menunjukkan setelah kandidat tertentu
memenangkan kontestasi Pemilukada, kepala daerah tersebut
akan bersenyawa dengan partai politik untuk merajut kekuasa-
an ber sama dalam rangka mempertahankan kekuasaan untuk
periode berikutnya. “Perselingkuhan” ini biasanya dilakukan
dengan menjadikan kepala daerah bersangkutan sebagai ketua
partai politik. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa partai
politik “m enjual” tiket kandidat kepala daerah kepada aktor
luar yang berkenan “dipartaikan” melalui proses “naturalisasi”.
Sebaliknya, untuk m em peroleh dukungan parlem en agar ke-
bijakannya tidak diganggu di DPRD, sekaligus dalam rangka
mempertahankan kekuasaan untuk periode berikutnya, kepala
daerah terpilih akan m encoba “m em beli” partai politik yang
dominan kursinya atau paling tidak memiliki kursi di DPRD.
Beber apa tokoh d i Lam pu n g d apat d ijad ikan con toh
sebagai kepala daerah yang berasal dari eksternal partai politik
dan m engalam i perjalanan politik sebagaim ana dijelaskan di
atas. Gubernur Lampung Sjahroedin ZP, misalnya, merupakan
www.bacaan-indo.blogspot.com

jen der al pur n awir awan polisi. Setelah m en jadi guber n ur


ia m en jad i Ketu a DPD PDIP Lam p u n g. Zu lkifli An war ,
An dy Achm ad Sam poern ajaya, Zain al Abidin , dan Bustom i
Zainuddin juga berasal dari eksternal partai politik dan dikenal
sebagai pengusaha. Setelah m enjadi bupati, m ereka m enjadi
78 Demokrasi Muka Dua

kader atau ketua partai politik Partai Dem okrat dan PDIP.
Con toh lain n ya adalah Saton o, Bam ban g Kurn iawan , dan
H erm an H N yan g berasal dari kalan gan birokrat atau PNS.
Setelah menjadi Bupati Lampung Timur, Satono menjadi Ketua
DPD Golkar Kabupaten Lam pun g Tim ur. Setelah m en jadi
Bupati Tanggamus, Bambang Kurniawan menjadi Ketua PDIP
Tanggam us. Adapun Herm an HN, setelah m enjadi Walikota
Ban d ar Lam p u n g, m en jad i Ketu a Satgas PDIP Pr ovin si
Lampung.
Gejala di atas m em buktikan bahwa partai politik tidak
cu kup sistem ik, reguler, dan terstruktur dalam m enjalankan
fun gsi rekrutm en dan kaderisasi kepem im pin an un tuk da-
pat m en distribusikan kader-kader terbaikn ya di lem baga-
lem baga eksekutif m aupun legislatif. Modus yang kem udian
dilakukan oleh partai politik adalah m em berikan dukungan
atau rekomendasi kepada calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah tertentu yang berasal dari eksternal partai. Sebagai ta-
hap awal, m ereka dim inta m engisi form ulir keanggotaan dan
me nerima kartu tanda anggota (KTA) partai. Keanggotaan ini
selanjutnya dapat menjadi tiket untuk memimpin partai setelah
m ereka berhasil m enduduki kursi kepala daerah. Da pat dika-
takan, partai politik menempuh jalan pintas dengan mengambil
kader jadi yang telah dididik dan dikader di tempat lain, baik
di birokrasi sipil, militer, korporasi, ataupun hasil penga deran
kepemimpinan Ormas, seperti Sujadi, Bupati Pringsewu, yang
juga sudah mengantongi KTA salah satu partai politik.
Kasus sen tralism e rekrutm en partai politik di Lam pun g
www.bacaan-indo.blogspot.com

juga m en arik dicerm ati. Misaln ya pada kasus H erm an H N,


Walikota Ban dar Lam pun g 20 10 -20 15. Sejak awal proses
rekrut m en Herm an HN m em peroleh hasil survei yang tinggi.
Dia juga Ketua Satgas PDIP Provinsi Lampung, sehingga sedikit
banyak sudah m em berikan kontribusi bagi partainya. Da lam
pem ilihan Gubernur Lam pung 20 14 PDIP m engam bil sikap
Perspektif Relasi Kuasa 79

m erekom en dasi kan didat yan g berdasarkan survei in tern al


meraih hasil tertinggi.
Sebagaim ana dilansir oleh beberapa m edia dan dipu bli-
kasikan oleh beberapa lem baga survei, H erm an H N selalu
m en dapatkan posisi teratas.4 Nam un m enjelang pendaftaran
di KPU, tarik-menarik kepentingan antar-elite partai semakin
m em anas. Diduga lebih karena didorong oleh praktik-praktik
politik transaksional, penentuan kandidat tidak lagi didasarkan
pada sikap awal PDIP yang m enaruh pertim bangan lebih ke-
pada hasil survei. Akhirnya PDIP m alah m erekom endasikan
Berlian Tihang dan Mukhlis Basri ke KPU sebagai pasangan
calon gubernur dan wakil gubernur. Sebaliknya, Herm an HN
yang notabene kader PDIP justru direkomendasikan oleh DPP

4 Herman HN yang dikenal sebagai Walikota Bandar Lampung atas dukungan


PDIP dan saat ini juga menjabat ketua Satgas PDIP Lampung dan dipercaya
membacakan teks Pancasila pada upacara peringatan hari Pancasila 1 J uni
20 13 di kantor DPP PDIP, berkem ungkinan besar didu kung oleh Partai
Golkar jika tidak didukung oleh partainya sendiri sebagai calon gubernur.
Meskipun hasil survei tertinggi, dia mengalami kesulitan untuk memperoleh
dukungan partai, bahkan dari partainya sendiri. Peta politik di DPD dan
DPP PDIP Lam pung lebih cenderung m e m asangkan J oko Um ar Said dan
Mukhlis Basri. Dengan peta dukungan partai-partai yang demikian, peluang
Herman HN didukung oleh Golkar terbuka lebar. Hal ini didasarkan survei
internal DPP Partai Golkar yang tidak m em ungkinkan m endukung kader
sendiri, karen a M. Alzier Dian is Thabran i dan Riswan Ton y hasiln ya di
bawah 8 %. Sem entara hasil survei yang dilakukan oleh Indo Barom eter
yang dipercaya oleh DPP Golkar m enem patkan Herm an HN unggul lebih
dari 65% (R adar Lam pun g, 19 J un i 20 13). Ken yataan berbicara lain .
www.bacaan-indo.blogspot.com

Dengan keluarnya dukungan Golkar dan Hanura terhadap Alzier menutup


peluang H erm an. Di PDIP sendiri sekarang berkem bang dukungan dari
DPP tinggal dua nama, yaitu J oko Umar Said dan Mukhlis Basri. Keduanya
bisa dipasangkan bersama bila ada dukungan dari partai koalisi atau cukup
PDIP memasang Cawagub saja, yaitu Mukhlis Basri. Sinyal ini berikan oleh
Ferdi Gunsam sebagai fun gsionaris PDIP Lam pun g dan an ggota it dan
proper test Cagub dan Cawagub (Lam pung Post, Senin 24 J uni 20 13).
80 Demokrasi Muka Dua

PAN dengan menggandeng Zainuddin Hasan yang merupakan


adik kandung Ketua DPP PAN Zulkili Hasan. Fenomena ini
cukup m enggam barkan praktik-praktik transaksional dalam
arena politik praktis yang secara terbuka dipertontonkan di
hadapan publik. Sekali lagi, dalam konteks ini para pemangku
kepen tin gan , Orm as, apalagi rakyat, tidak m em iliki ruan g
untuk terlibat, kecuali sebagai penonton dan penikmat berita.
Kasus serupa terjadi pada Partai Golkar Provinsi Lampung.
Hasil survei internal tidak pula dijadikan pertim bangan. J us-
tru, Partai Golkar Provinsi Lam pung tetap m engusung ketua
mereka, M. Alzier Dianis Thabrani, yang rendah hasil surveinya
u n t u k d icalon kan kem bali u n t u k ket iga kalin ya d alam
kontestasi pem ilihan gubernur. Berdasarkan aturan internal
Partai Golkar, yaitu J uklak 13/ DPP/ GOLKAR/ XI/ 20 11 tentang
Tata Cara Pilkada huruf b (4) poin (5) tahap pem ilihan dan
penetapan calon terpilih:

... Apabila tidak ada kader Partai Golkar ataupun tokoh


independen yang m em iliki peluang m enang, karena tingkat
elektabilitasnya relatif berat untuk dapat mengungguli tokoh
dari partai lain, maka rapat dapat memutuskan bahwa Partai
Golkar akan meraih posisi sebagai calon wakil kepala daerah.

J uklak tersebut tentu m engikat Ketua DPD Partai Golkar


M. Alzier Dian is Thabran i dan an ggota DPR RI dari Fraksi
Golkar Riswan Tony yang sama-sama menghendaki tiket calon
gu bernur. Namun, sekalipun memiliki elektabilitas rendah ke-
www.bacaan-indo.blogspot.com

duanya tidak berkenan dijadikan calon wakil gubernur. Me-


nurut analisis Radar Lam pung, kader Golkar yang kemungkin-
an diusung sebagai calon wakil gubernur adalah Pairin, Bupati
Lam pun g Ten gah, yan g akan dipasan gkan den gan H erm an
H N. Nam un dem ikian , dukun gan dan rekom en dasi Golkar
Perspektif Relasi Kuasa 81

tidak m encukupi. Untuk itu, Golkar akan m encari calon yang


berpeluan g didukun g oleh partai lain sebagai m itra koalisi
agar kuota 15% terpenuhi. Perkembangan berikutnya semakin
menarik dan sulit diprediksi.
Di luar dugaan, meskipun menurut hasil survei Indo Baro-
m eter posisi Alzier an jlok, beredar kabar di m edia digital,
blackberry m essangers dan media cetak, bahwa Ketua Umum
Golkar Aburizal Bakrie dan Sekjen Golkar Idrus Marham telah
m en an datan gan i surat rekom en dasi calon gubern ur un tuk
Alzier. Surat rekom endasi tersebut bernom or B-271/ Golkar/
VI/ 20 13 tertanggal 22 J uni 20 13. Alzier sendiri mengakui bah-
wa surat tersebut ben ar, m eski pesain g utam an ya, Riswan
Tony, meragukannya.
Riswan Tony mengatakan bahwa DPP sebelumnya memang
akan mendukung Alzier dengan catatan ada tambahan koalisi
dari Partai Hanura. Namun karena Hanura belum memutuskan
dukungannya, maka SK rekomendasi untuk Alzier ditarik kem-
bali (Lam pung Post, Senin 24 J uni 20 13). Alzier merasa yakin
dan optim istis m endapatkan tam bahan dukungan dari tujuh
par tai gurem (nonparlem en), yaitu dengan PPI (0 ,48%), PDP
(0 ,60 %), PIS (0 ,55%), PMB (0 ,32), Partai Kedaulatan (0 ,62%),
Partai Patriot (0 ,43%), dan PDS (0 ,47%) (Radar Lam pung, Se-
nin 24 J uni 20 13). Total suara ketujuh partai tersebut adalah
3,47%. J ika ditam bahkan dengan suara Golkar yang 12,64%,
ma ka menjadi 16,11%. J umlah ini sudah melampaui target 15%.
Data-data di atas m en un jukkan in kon sisten si kebijakan
par tai politik dalam proses penentuan kandidat yang akan di-
www.bacaan-indo.blogspot.com

usung dalam Pem ilukada. Misalnya, kebijakan partai politik


yang tadinya akan m engusung kader internal. Partai politik
be sar seperti PDIP dan Golkar sekalipun m asih m en galam i
problem krusial terkait rekrutm en kandidat. Padahal kedua
par tai ini dinilai sudah m elakukan kaderisasi secara ber kala,
82 Demokrasi Muka Dua

sebagaim an a diutarakan oleh Ism et Ron i, Sekretaris DPD


Golkar Lam pun g, 5 dan Dedi Afrizal, sekretaris DPD PDIP
Lampung.6
Pertim bangan-pertim bangan untuk m engusung kader in-
ter n al serin gkali dikalahkan oleh tran saksi politik yan g di-
la kukan oleh kan didat ekstern al den gan pen en tu kebijakan
partai politik di tingkat pusat. Kader internal partai seringkali
terpin ggirkan dan tidak m asuk ke dalam n om in asi. H al in i
karena m ereka “kalah gagah” dan “kurang gizi” untuk m e la-
kukan negosiasi dengan pengurus partai di tingkat pusat yang
m erupakan pen en tu fin al keputusan . Gun a m en cegah per-
soalan sentralism e rekrutm en dalam partai politik ini, sudah
se harusnya pola perekrutan internal di tubuh partai politik di-
per kuat agar menghasilkan kualitas kader yang betul-betul bisa
menjadi harapan perubahan bagi masyarakat di tingkat lokal.

Kre d ibilitas Pe n ye le n ggara Pe m ilu kad a


Selain m asalah sen tralism e partai politik dalam rekrutm en
kan didat kepala daerah , praktik pen yelen ggaraan Pilkada
di Lam pun g oleh aktor-aktor pen yelen ggara Pem ilu tin gkat
daerah juga m em iliki problem m endasar. Di antara m asalah-
m a salah u tam a yan g d item u kan d alam pen yelen ggar aan
Pem ilu adalah kurangnya profesionalitas dan integritas aktor
pe nyelenggara Pemilu tingkat daerah. Untuk Provinsi Lampung
ter catat sedikitnya 40 kasus dugaan pidana Pem ilu, di m ana
pe nye lenggara m enjadi tersangka karena m enerim a suap dan
menggelembungkan suara peserta.7 Selain itu, terdapat pula pe-
www.bacaan-indo.blogspot.com

5 Hasil wawancara penulis, 23 Maret 20 13


6 Hasil wawancara penulis, 6 Maret 20 13
7 Netr alitas, in tegr itas. Kredibilitas dan pr ofesion alitas pen yelen ggar a
m en jadi tan tan gan dem okrasi ke depan . Dem okrasi substan sial m asih
jauh dari harapan, namun demokrasi prosedural menjadi cacat menciderai
Perspektif Relasi Kuasa 83

nyelenggara yang m elakukan pelanggaran kode etik sehingga


dipecat oleh DKPP.
Desen tralisasi pen yelen ggaraan Pem ilukada ke badan -
badan penyelenggara daerah seperti KPU dan Bawaslu provinsi
atau kabupaten/ kota ternyata masih memungkinkan terjadinya
“pem bajakan ” dem okrasi. Perolehan suara pun m asih bisa
“diper dagan gkan ” atau “diperjualbelikan ” di an tara peserta
Pemilu/ Pemilukada dengan penyelenggara dari tingkat provinsi
sampai pelaksana di TPS. Fenomena ini selalu menjadi isu stra-
tegis. Terlebih karena skenario pem enangan kerap kali telah
dirancang dan dipersiapkan secara matang oleh Caleg ataupun
kan didat kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan m e-
la kukan pendekatan-pendekatan sistem atik terhadap pe nye-
lenggara. Karena itu, kualiikasi, kredibilitas, dan integritas
badan penyelenggara perlu dipertanyakan, dikritisi, dan se ha-
rusnya selalu diawasi secara ketat. “J ual beli” suara tentu saja
mencederai demokrasi.
Hasil wawancara dan investigasi di lapangan terhadap be-
be rapa kan didat kepala daerah dan calon an ggota legislatif
juga m engungkapkan, apa yang disebutkan di atas m em ang
m enjadi bagian dari strategi dan skenario yang dipersiapkan
untuk m em en angkan Pem ilu. Upaya yang dilakukan adalah
m en jalin kom un ikasi den gan pen yelen ggara. Salah satun ya
da lam proses rekrutmen, ada kalanya aktor politik melibatkan
diri m em ban tu m en yukseskan beberapa n am a un tuk lolos
m en jadi anggota KPU, PPK, Bawaslu, atau Panwas. Mereka
kemudian menjalin hubungan intensif untuk saling membantu
www.bacaan-indo.blogspot.com

n ilai-n ilai dem okrasi. h ttp:/ / jam bi. tribun n ews. com / 20 14/ 0 5/ 0 6/ di-
Lam pung-lim a-kom isioner-kpu-ini-jadi-tersangka-m ark-up-suara, http:/ /
www. radarlam pung. co. id/ read/ berita-utam a/ 69649-kom isioner-dobel-
tersangka
84 Demokrasi Muka Dua

dan “m engam ankan”. Ketiadaan independensi penyelenggara


Pem ilu in i ker ap m en jad i pem icu ker u su h an -ker u su h an
pasca-Pem ilukada.8 Dengan dem ikian, beberapa hal perlu di-
usulkan dalam DIM draf RUU Pilkada. Pertama, terkait posisi,
fungsi, peran, dan pem bagian kewenangan partai politik da-
lam pen en tuan kan didat kepala daerah, proses rekrutm en ,
se leksi, evaluasi, dan rekom endasinya. Kedua, integritas dan
independensi penyelenggara Pemilukada. Ketiga, penyelesaian
sengketa hasil Pemilukada apakah masih perlu ditangani oleh
MK atau tidak.

“Ju al Be li” Su ara


Sebagaim an a di berbagai daerah lain , dalam pelaksan aan
Pilkada dan otonomi daerah di Lampung fenomena kampanye
kan didat selama pertarungan politik elektoral juga menyeruak.
Pada m asa in gar-bin gar Pem ilukada, baik m en jelan g m asa
kam panye, saat kampanye, maupun sesaat sebelum hari pe mi-
lihan, wacana yang beredar kerap m enyebut-nyebut sem akin
m ahalnya banderol suara rakyat. Besarnya perm intaan para
kan didat kepala daerah akan suara pem ilih sam pai-sam pai
m em buat m ereka terlihat seperti “m engem is” dukungan. Tak
jarang mereka mengambil langkah membeli suara dengan bera-
gam m odus, sejak awal sosialisasi sam pai sesaat m en jelan g
pencoblosan melalui “serangan fajar”. Dalam suasana Pilkada
m em an g ter lih at seben tu k sim biosis m u tu alism e an tar a
kepentingan calon kepala daerah untuk m enduduki tam puk
ke kuasaan dan kepentingan pragm atis m asyarakat lokal dan
www.bacaan-indo.blogspot.com

kekuatan sipil—yang seharusnya—independen.


Fen om en a yan g teram ati selam a pen elitian lapan gan di
Lampung memperlihatkan “pembelian” suara pemilih biasanya

8 Wawancara pada 1 Agustus 20 12; lengkapnya terdapat dalam transkrip.


Perspektif Relasi Kuasa 85

d ilaku kan p ar a kan d id at d en gan m en sosialisasikan d ir i


sembari membagi-bagikan rezeki dan hadiah. Awalnya dengan
cara h alus—sekadar silaturah m i—sam pai akh irn ya berupa
transaksi politik dalam bentuk bantuan sosial dan keagamaan.
Contohnya adalah program perjalanan wisata rohani dengan
m en gajak kelom pok-kelom pok pen gajian . Sekilas, program
seperti ini m em ang terlihat baik sebagai upaya m em perkaya
pen getahuan dan pen galam an rohan i m asyarakat. Nam un
acapkali ini dila kukan dengan pamrih agar para peserta wisata
r oh an i m au m em ilih kan did at yan g m em biayai pr ogr am
tersebut. Strategi ini acap membuat para peserta berada pada
posisi dilematis dan merasa tertawan oleh utang moral kepada
sang kandidat.
Beberapa m odus lain yan g um um dilakukan oleh para
kan didat ataupun tim sukses m ereka adalah m en gadakan
acara jalan sehat dan pertunjukan wayang disertai door prize,
membagi-bagikan sabun atau susu kaleng ke rumah-rumah de-
ngan disertai perm intaan izin untuk m em asang stiker calon,
membagi-bagikan paket sembako dan THR menjelang lebaran,
m em bagi-bagikan kain batik dan seragam untuk guru-guru,
serta cara-cara lain yang dapat m engundang sim pati pem ilih.
Nam un dem ikian, dalam m enghadapi situasi tersebut banyak
pemilih yang memiliki tingkat kesadaran politik tinggi menolak
dengan terang-terangan pemberian rezeki dan hadiah semacam
itu.
Situasi di atas m un cul bersam aan den gan terciptan ya
kultur baru yan g ikut m em bayan gi proses dem okrasi, yaitu
www.bacaan-indo.blogspot.com

suara rakyat yang sarat pam rih. Suara pem ilih tidak ditukar
dengan komitmen untuk mencerdaskan, memberdayakan, dan
menyalurkan kepentingan rakyat banyak melalui proses-proses
politik. J uga tidak ditukar dengan upaya m engawal program -
program yan g m en geksekusi berbagai aspirasi m asyarakat.
86 Demokrasi Muka Dua

Budaya yan g kem udian tum buh justru berupa politik iklan ,
politik baliho, eksploitasi “kemolekan” tubuh melalui rekayasa
tek nologi foto, konser-konser musik atau wayang, politik sem-
bako, pem anfaatan m esin birokrasi yang m endorong aparat
sipil negara menjadi politisi sesaat, terlibatnya bandar-bandar
dan korporasi, serta praktik-praktik serupa lain nya yang ber-
sifat transaksional, pragmatis, dan jauh dari pen didikan po litik,
pendidikan demokrasi, maupun pendidikan ke war ga ne garaan.9

9 Keter libatan Su gar Gr ou p d alam p em en an gan Rid h o d an Bach tiar


ditengarai banyak pihak dengan ditem ukannya beberapa ton gula ham pir
di beberapa kabupaten / kota seperti di Ban dar Lam pun g, Prin gsewu,
dan Lam pun g Barat. Marakn ya gejala in i m en jadi perhatian kalan gan
aktivis dengan m elakukan sosialisasi ke m asyarakat agar tidak m em ilih
berdasarkan hadiah gula. Para aktivis ini mengundang diskusi dengan tema
“merespons kegaduhan politik gula-gula” pada Minggu, 9 Maret 20 14, pukul
1930 di Taman Santap Rumah Kayu. Diskusi dihadiri kalangan mahasiswa,
akadem isi, NGO, pasan gan calon AMAN, MNZADA, dan Mukhlis Basri
menyepaki Pilgub tanpa politik uang. Forum ini bahkan bersepakat untuk
mendesak Bawaslu agar mendiskualiikasi pasangan Ridho-Bachtiar atas
maraknya penangkapan politik bagi-bagi gula.
Du gaan keter libatan per u sah aan d alam pen d an aan pasan gan
calon terpilih Ridho-Bachtiar juga ditengarai oleh Alimin Abdullah, Ketua
DPP PAN Provinsi Lam pung yang juga anggota Kom isi VII DPR RI. Dia
menyatakan menyayangkan sikap KPU dan Bawaslu yang tidak memproses
tem uan dan laporan dari m asyarakat. Alim in lebih lan jut m en yatakan
sen an g bila ada kon tribusi pen gusaha atau perusahaan besar terhadap
pem bangunan Lam pung, tapi jangan dalam politik. Mem beri pendanaan
politik d alam Pilgu b tid ak d iben ar kan . Pasan gan calon yan g kalah
seharusnya m elakukan tuntunan sengketa Pem ilu di MK, tam bah Alim in
(Radar Lam pung, J umat 18 April 20 14: 4).
www.bacaan-indo.blogspot.com

Di bagian terpisah peneliti m endapatkan data berupa pernyataan


pedagang bawang bahwa dia mendapatkan duit dari serangan fajar sebesar
Rp50 0 .0 0 0 : Rp30 0 .0 0 0 dari calon gubernur dan Rp20 0 .0 0 0 dari Caleg.
Dia memilih yang memberi duit tersebut. Pedagang ini sudah dua hari tidak
berdagang setelah ditanyakan dia menceritakan ihwal Pemilu.
Perspektif Relasi Kuasa 87

“H arga” dari suara yan g dim iliki pem ilih dalam m en g-


an tar kan seseor an g ke tam pu k keku asaan kepala d aer ah
tam pak n ya disadari ben ar oleh m asyarakat pada setiap m o-
m entum Pilkada. “Kesadaran” ini m erupakan hasil dari aku-
m ulasi “pendidikan politik” yang terjadi secara form al m au-
pu n n on for m al. “Kesadar an ” in i sekaligu s m en cer m in kan
kultur politik baru di ten gah -ten gah m asyarakat. Ekspresi
dari kesadaran tersebut dapat san gat bervariasi. Ada yan g
m en gim plem en tasikan n ya den gan m em ilih secara bijak dan
selektif. Tetapi tak jarang pula pem ilih-pem ilih m enentukan
pilih an n ya den gan pertim ban gan -pertim ban gan pragm atis
yan g acap m en gesam pin gkan kualitas dan kapabilitas calon
kep ala d aer ah . Ad a ju ga yan g m en yer ah kan p en en t u an
p ilih an n ya ke p ad a keku at an -keku at an sip il in d ep en d en ,
seperti pe m im pin inform al, tokoh m asyarakat, atau pem im pin
Or m a s ka r en a a d a n ya h u b u n ga n kea n ggot a a n for m a l,
hubungan kultu ral, hu bungan etnis rasial, ataupun sentim en-
sentim en ke aga m aan.
Pragmatisme yang merajalela di tengah-tengah masyarakat
seringkali dimanfaatkan para kandidat kepala daerah. Sebagian
dari m ereka m em pun yai strategi yan g m en ghalalkan segala
cara dem i m em enangkan Pilkada dan m em uaskan tingginya
nafsu politik. Cara yang dijalankan tentu saja menggunakan ke-
kuatan uang (m oney politics). Sasaran utama strategi ini tentu
saja para pem ilih yang senang kepada calon yang m em bagi-
bagikan rezeki dan hadiah seperti sarung, jilbab, kaus, atau
sem bako. Pragm atism e politik yan g dem ikian m en do ron g
www.bacaan-indo.blogspot.com

kandidat untuk m encari dana politik dari sponsor, ter m asuk


perusahaan . H al in i dibuktikan den gan data lapan gan yan g
m en un jukkan adan ya alian si taktis an tara kan didat de n gan
korporasi dalam m em obilisasi sum ber daya alokatif dem i
m em enangkan kontestasi. Salah satu perusahaan yang dite-
88 Demokrasi Muka Dua

n garai terlibat dalam pem ilihan Gubern ur Lam pun g 20 14


adalah Sugar Group.10
Situasi dan iklim politik seperti yan g digam barkan di
atas san gat m un gkin m erupakan resultan dari kejen uh an
rakyat yan g belum m erasakan kesejahteraan sebagai hasil
dari dem okrasi. H al in i bisa jadi akibat rezim pem iskin an
kecer d asan Or d e Bar u yan g begitu gem ilan g, bisa ju ga
ka r en a kesem r a wu t a n or d e Re for m a si. Da r i b eb er a p a
Pem ilu/ Pem ilukada yang telah rakyat jalani, terlihat adanya
“kecerdikan” alami yang berkembang dan hidup di masyarakat.
Masyarakat pun m ulai jern ih dalam m em ilih dan m em ilah
m an a calon kepala d aer ah yan g d apat m em ber i m er eka
manfaat, baik manfaat sesaat maupun man faat jangka panjang.

Ko ru ps i d an D in as ti Po litik
Munculnya fenomena korupsi dan dinasti politik juga menjadi
persoalan dalam penyelenggaraan Pilkada dan pem erintahan

10 Keterlibatan PT SG ditengarai oleh beberapa LSM dan beberapa tem uan


ribuan ton gula pasir di Kabupaten Lam pun g Barat, Pesawaran , dan
Ban dar Lam pun g m em perkuat dugaan tersebut. Kasus in i m en tah da-
lam sidang Gakum du, bahwa kasus ribuan ton gula tidak m em enuhi un-
sur pidan a Pem ilu. Bawaslu pun kesulitan m en em ukan bukti. http:/ /
www. saibum i. com / ar tikel-8 29-gakkum du-n yatakan -tem u an -10 -ton -
gula-bukan -pelan ggaran -kam pan ye--. h tm l. Dalih un sur-un sur secara
lengkap menjadi problem memutus perkara walaupun bukti isik sudah
ditem ukan di beberapa daerah. http:/ / www. radarlam pung. co. id/ read/
berita-utam a/ 6790 9-gakkum du-n yatakan -bukan -gula-politik. Akibatn ya
Bawaslu diadukan sekelom pok LSM ke DKPP; http:/ / www. jpn n . com /
www.bacaan-indo.blogspot.com

r ea d / 2 0 14 / 0 5/ 0 6 / 2 3 2 8 17/ DKP P -Gela r -Sid a n g-Ka su s-La m p u n g-, .


dan ber lan jut di sidan g sen gketa di MK; http:/ / www. lam pun gon lin e.
com / 20 14/ 0 5/ p olit ik-gu la-d alam -p em ilih an -gu ber n u r . h t m l h t t p :/ /
in fosa t u . com / b er it a -112 1-su ga r -gr u p -d a n -p wi-d ib a lik-p en ca lon a n -
gu b er n u r -La m p u n g-r id h o-fich a r d o-b a gia n -ii. h t m l; h t t p :/ / www.
an taralam pun g. com / berita/ 272176/ siapa-yan g-bagi-bagi-gula,; http:/ /
www. lam pungonline. com / 20 14/ 0 5/ m anzada-bantuan-perusahaan-tak-
boleh. html
Perspektif Relasi Kuasa 89

daerah di Provinsi Lam pung. Dinasti politik m uncul dari sir-


kulasi elite dan oligarki yan g beroperasi terbatas pada ka-
langan, kelom pok, atau keluarga terten tu saja. Di Lam pung
sendiri simpul-simpul elite politiknya dapat diidentiikasi pada
beberapa aktor utam a, yaitu Sjachroedin ZP yan g m en jadi
Ketua DPD PDIP sekaligus Gubern ur Lam pun g (m an tan ),11
Alzier Dianis Thabrani yang merupakan Ketua DPD Golkar dua
periode,12 Abdurrachman Sarbini yang tak lain Ketua DPD PAN
dan sudah dua periode menjadi Bupati Tulang Bawang,13 serta
Tamanhuri yang saat ini menduduki kursi DPR RI dari daerah
pemilihan Lampung II.14
Korupsi politik produk Pemilukada langsung juga menjadi
fenomena baru di era otonomi daerah di Lampung. Misalnya,

11 Menghadirkan dinasti bagi keluarganya, anak sulungnya m enjadi bupati


Lam pung selatan , an ak keduan ya m en jadi Wakil Bupati Prin gsewu dan
anak ketiganya menjadi anggota DPD RI. Begitupun keluarganya yang lain
seperti kakak Sjachroedin Syarifah m enjadi anggota DPRD provinsi dari
PDIP.
12 Gu ber n u r ter pilih m elalu i DPRD yan g tid ak d ilan tik oleh Pr esid en
Megawati, malah dieksekusi oleh Mabes Polri. Dia diangkut melalui pesawat
heli dari halam an kantor Polda Lam pung karena diduga terkait kasus hu-
kum. Lolos dari jeratan hukum, Alzier kembali ke panggung politik menjadi
Ketua Golkar dua periode dan telah m enjadikan anaknya Heru Sam bodo
m enjadi anggota DPRD kota, sekaligus juga m enjadi Ketua Golkar Kota
Bandar Lampung.
13 Man tan Bupati Tulan g Bawan g dua periode in i sukses m en gan tarkan
an ak n ya m en jadi bupati di Kabupaten Pasawaran , yaitu Aries San dy
Abdurrahcman Sarbini dan membangun kekuasaannya pasca-meninggalkan
www.bacaan-indo.blogspot.com

jabatan bupatinya melalui partai PAN.


14 Man t an Bu p at i Way Kan an d u a p er iod e. Meskip u n sem p at gagal
m e m b a n gu n d i n a s t i p a s ca - k e k a la h a n a n a k n ya d a la m u p a ya
m en ggan tikan n ya sebagai Bu pati Way Kan an di Pem ilukada 20 12, dia
berhasil menjadikan anak nya tersebut pemenang Pemilukada di kabupaten
lain pada 20 13, yaitu Kabupaten Lampung Utara. Tamanhuri saat ini sedang
membangun kekuasaannya kembali melalui Partai Nasdem.
90 Demokrasi Muka Dua

vonis pidana korupsi terhadap Satono, Bupati Lampung Timur;


Andy Achmad, Bupati Lampung Tengah; Wendy Melfa, Bupati
Lam pun g Selatan . An dy Achm ad Sam poern ajaya m en jabat
Bu pati Lam pun g Ten gah selam a dua periode (20 0 5-20 10
dan 20 10 -20 15). Pada periode pertam a Andy terpilih m elalui
Pem ilukada langsung yang dilaksanakan pada 15 Septem ber
20 0 5. Bersam a wakiln ya, Mudiyan to Thoyib, An dy berhasil
me menangkan kompetisi elektoral dengan perolehan 332.494
suara (57,97%). Pasangan ini m endapatkan suara terbanyak
berkat dukungan partai-partai besar seperti PDIP, Partai De-
mo krat, PPP, PAN, dan PKB. Pada Pemilukada provinsi tahun
20 0 8 An dy m aju sebagai kan didat gubern ur. Men urut UU,
Andy harus mundur dari jabatannya sebagai bupati, sehingga
posisin ya digan tikan oleh Wakil Bupati Mudiyan to Thoyib.
Kendati dalam Pemilukada provinsi tersebut Andy gagal, ia ber-
hasil memenangkan kembali jabatan Bupati Lampung Tengah
untuk periode keduanya (20 10 -20 15).
Sebagaim an a An dy di Lam pun g Ten gah, Zulkili Anwar
juga m un dur dari jabatan Bupati Lam pun g Selatan karen a
menjadi calon gubernur pada Pemilukada provinsi tahun 20 0 8.
Pada 27 Juni 2005 Zulkili dan Wendi Melfa yang diusung
koalisi Partai Golkar, Partai Dem okrat, PKB, dan PSI terpilih
sebagai bupati dan wakil bupati periode 20 0 5-20 10 dengan
perolehan suara 220 .156 (38,13%). Setelah mengundurkan diri,
Zulkili digantikan oleh Wendy sampai akhir masa jabatannya.
Pada 30 J uni 20 10 Wendy m aju sebagai kandidat kepala
daerah dalam Pem ilukada Kabupaten Lam pung Selatan un-
www.bacaan-indo.blogspot.com

tuk periode 20 10 -20 15. Berdasarkan rekapitulasi hasil pem u-


ngutan suara, pasangan Rycko Menoza dan Eki Setyanto ber-
ha sil m eraup kem en an gan den gan m en gum pulkan 166.0 8 9
suara (35,8 4%). Rycko Men oza yan g tak lain adalah putra
Gu bernur Lam pung hasil Pilkada 20 0 8 , Sjachroedin ZP, di-
Perspektif Relasi Kuasa 91

usun g oleh PDIP, Partai Dem okrat, PKNU, dan Gerin dra.
Pasca-Pemilukada inilah kasus hukum Wendy mengemuka dan
diproses di pengadilan sampai vonis hukumannya dijatuhkan.
Beranjak dari problem-problem di atas, dapat diidentiikasi
beberapa persoalan yang harus diperbaiki. Penyelenggaraan
oton om i dan pem erin tahan daerah harus m em astikan asas
dan prinsip demokrasi menjelma dalam tiga domain yang tidak
dapat dipisahkan satu sam a lain. Pertam a, dom ain pem ilihan
(election ) sebagai pen jelm aan kedaulatan rakyat di wilayah
setem pat. Dalam hal ini rakyat diberi hak sepenuhnya untuk
menentukan mekanisme demokrasi, rekrutmen pemimpin, kri-
teria dan syarat-syarat kepem im pinan, serta pencalonan dan
pemilihan. Dengan demikian, kepemimpinan kolektif ataupun
pemerintahan transformatif di tingkat lokal dapat dihadirkan.
Dom ain pertam a in i m em erlukan pen gaturan m elalui UU
Pemilukada dan UU Partai Politik.
Kedua, penjelm aan kedaulatan rakyat dalam dom ain per-
tama harus selaras dengan aspek daulat rakyat (dem os) dalam
m en giden tifikasi m asalah bersam a dan m en diskusikan n ya
secara publik, m erum uskan perencanaan pem bangunan, m e-
n en tukan prioritas, sam pai m elahirkan kebijakan ber basis
kepen tin gan m asyarakat lokal. Upaya m em astikan m eka-
nisme demokrasi deliberatif semacam ini ditujukan untuk me-
rumuskan kebijakan yang betul-betul sesuai dengan kehendak
dan aspirasi rakyat, serta mendapatkan legitimasi dari rakyat.
Dom ain in i selain pen tin g diatur dalam UU Pem erin tahan
Daerah, juga perlu diturunkan ke tingkat peraturan pemerintah
www.bacaan-indo.blogspot.com

dan peraturan daerah yan g m en doron g keterlibatan warga


negara dalam pembangunan partisipatif. Forum Musrenbangda
yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan UU Sistem Pe-
rencanaan Pembangunan Nasional perlu juga diperluas dengan
pengaturan khusus tentang m ekanism e penjaringan aspirasi
92 Demokrasi Muka Dua

dan peren can aan partisipatif dalam m erum uskan kebijakan


daer ah . Pen gatu r an sem u a in i per lu d iin tegr asikan atau
setidaknya disinergikan dengan UU Pemda.
Ketiga, kedaulatan rakyat juga dapat dilihat secara nya ta
dalam mengawal implementasi kebijakan yang telah diru mus-
kan pada dom ain kedua. Dom ain ini m erupakan aspek peng-
awasan, baik pengawasan politik m aupun pengawasan sosial.
Aspek ini merupakan aspek audit internal dan eksternal yang
diperankan oleh aktor internal negara maupun oleh aktor eks-
ter n al n on n egara. Evaluasi pelaksan aan kebijakan pen tin g
dila kukan untuk m engetahui apakah perencanaan yang ber-
basis m asyarakat terealisasi sehin gga dapat din ikm ati oleh
m asyarakat luas. Untuk itu, tidak hanya konsepsi dem okrasi,
tetapi juga konsepsi otonom i daerah perlu diperjelas dan di-
per tegas di tingkat konstitusi. Dengan dem ikian, kejelasan di
dalam konstitusi ini dapat menjadi pedoman operasional bagi
peraturan perundang-undangan di bawahnya.
www.bacaan-indo.blogspot.com
BAB III

INSPIRASI DUALITAS GIDDENS:


Membaca Demokrasi
Indonesia

NSTITUSIONALISASI Pemilukada merupakan bagian da-

I ri transform asi di bidang pem erintahan daerah. Institu-


si- onalisasi ini diawali dengan am andem en kedua UUD
1945, juga legislasi UU No. 32 Tahun 20 0 4 serta revisin ya
m en jadi UU Pilkada, UU Pem da, dan UU Desa dalam rangka
mendorong penguatan daerah dan kemandirian mereka dalam
m engurus dan m engatur rum ah tangganya sendiri, term asuk
www.bacaan-indo.blogspot.com

dalam m e m ilih pem im pin . Perubahan tersebut m erupakan


buah dari ge lom ban g dem okratisasi yan g digerakkan oleh
aktor-aktor non negara untuk m em engaruhi struktur negara.
Tujuannya agar perubahan struktural diikuti oleh perubahan
institusional yang adaptif dan adoptif terhadap nilai-nilai de-
mokrasi.
94 Demokrasi Muka Dua

Di tin gkat m akro (struktur) sedan g berlan gsun g secara


ce pat proses perubah an struktural dan in stitusion al pada
lem baga-lem baga negara, di m ana terjadi peralihan sebagian
bobot kekuasaan dari eksekutif (executiv e heav y ) ke le gis-
latif (legislativ e heav y ) dan yudikatif (judicativ e heav y )
dem i m en cari titik keseim ban gan . H al yan g relatif ber beda
terjadi pada lem baga-lem baga n on n egara di tin gkat m a sya-
rakat. Dalam hal ini perubahan dan penguatan pada kekuatan
m asyarakat sipil berlan gsun g secara lam ban . Peran dalam
pro ses pergeseran kekuasaan dan otoritas m asih didom inasi
oleh aktor-aktor elite di tingkat struktur (negara), sekalipun
doron gan perubahan pada awaln ya digulirkan oleh aktor-
aktor di luar struktur tersebut. Dengan kata lain, perubahan
in sti tusion al di in tern al n egara yan g telah diin isiasi han ya
memberikan insentif politik bagi para elite. Di lain sisi, aktor-
aktor eksternal nonnegara kurang optim al dalam m engawal
per ubahan substan sial dari segi isi, sehin gga pen guatan di
tin gkat m asyarakat luput dari perhatian . Artin ya, terdapat
p er bed aan ket er libat an akt or d alam p r oses p er u bah an
institusional. Dalam hal ini, proses tersebut “dim enangkan”
oleh sekelompok kecil elite yang mengalahkan sebagian besar
kelompok masyarakat.
Dapat dikatakan pula bahwa pandangan neo-institusionalis
yang menekankan perubahan institusional dan pandangan re-
lasi kuasa yang m enitikberatkan jejaring ekonom i-politik di
antara para aktor, dalam pers pektif Giddens sama-sama dinilai
memberi ruang bagi pem bajakan demokrasi di tingkat negara.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Pem bajakan ini bahkan didom inasi oleh aktor-aktor internal


n egar a setelah m er eka ber ku asa. Dem okr asi m alah kian
mekanistik, nyaris sekadar prosedural, mahal, tidak efektif, dan
tidak eisien. Akar masalahnya, jika kita meminjam perspektif
Giddens, ada lah perubahan di tataran struktural yang tidak
Membaca Demokrasi Indonesia 95

diimbangi per ubahan dan keberpihakan pada upaya penguatan


sistem interaksi di tingkat mikro atau agensi. Padahal agensi ini
me miliki peran transformatif.

Ske m ata Stru ktu r d alam Ko n s tru ks i D e m o kras i Lo kal


Dalam menganalisis problematika Pemilukada langsung meng-
gunakan kerangka strukturasi Giddens, penting untuk se nan-
tiasa m en cerm ati in tegrasi m akro-m ikro yan g m erupakan
dialek tika struktur dan agen. Skemata struktural Giddens yang
digunakan untuk melakukan analisis tersebut dapat diilus tra-
sikan dalam relasi tiga gugus: struktur Signiikansi, struktur
Dominasi, dan struktur Legitimasi.
Dalam konteks permasalahan yang tengah kita diskusikan,
yakn i in stitusion alisasi dem okrasi, khususn ya Pem ilukada,
struktur Signiikansi berupa narasi besar, paradigma, teori, dan
wacana yang berkembang tentang demokrasi, otonomi daerah,
dan pemerintahan lokal. Struktur dominasi menghasilkan insti-
tusi politik (otoritatif) dan institusi ekonomi (alokatif) sebagai
keran gka struktural yan g ikut m ewarn ai in stitusion alisa si
dem okrasi lokal. Adapun struktur Legitim asi m encerm inkan
referen si aturan m ain dalam m en gatur tata pem erin tahan ,
mulai dari UUD, UU, PP, dan peraturan perundang-undangan
lain nya. Secara sistematis struktur-struktur tersebut dapat di-
gam barkan dalam tabel di bawah ini:
www.bacaan-indo.blogspot.com
96 Demokrasi Muka Dua

Tabel 4.1. Aplikasi Struktur Giddens dalam Demokrasi Lokal


Struktur Domain Tema/topik terkait
S-D-L Institusi Ilmu Demokrasi Pancasila,
Pengetahuan pemerintahan lokal
simbolis/narasi/ dan otonom daerah
wacana/paradigma/
teori/perguruan
tinggi/tim ahli/naskah
akademik/FGD/
konsinyering, dll.
D (otoritatif)-S-L Institusi politik Partai politik, Ormas,
D (alokatif)-S-L Institusi ekonomi NGO
korporasi, pasar,
modal dan APBD
L-D-S Institusi hukum UUD 1945 pasal 18,
UU Pemda, UU paket
politik, regulasi lainnya
Analisis tingkat makro (struktural) demokrasi lokal di Indonesia

Teori strukturasi dibangun sebagai alternatif untuk mengisi


ruang kosong yang ditinggalkan oleh teori neo-institusionalis-
m e dan relasi kuasa yang sama-sama kurang utuh dalam me-
lihat pelembagaan demokrasi di Indonesia pasca-Orde Baru.
Dem okrasi m erupakan istilah yang m enjadi konsep kunci
dalam m en gelaborasi skem ata yan g tertera pada tabel di
atas. Dem okrasi telah m enjadi sebuah “gelom bang besar” da-
lam dunia global dewasa ini; juga telah m enjadi fenom ena di
Indonesia. Dinam ika politik di berbagai negara secara m en-
dunia telah m endorong apa yang oleh Huntington (1991) di-
se but sebagai “gelom bang ketiga dem okrasi” (third w av e of
dem ocracy )—di berbagai negara, demokrasi diterapkan dengan
www.bacaan-indo.blogspot.com

beragam varian. Penerim aan secara global atas dem okrasi ini
merupakan akibat dari benturan peradaban yang melatarinya.
Selanjutnya, tesis Fukuyama menyatakan bahwa demokrasi
liberal merupakan pilihan yang banyak diadopsi pasca-runtuh-
nya Uni Soviet. Dem okrasi inilah yang sudah lebih awal di-
Membaca Demokrasi Indonesia 97

praktikkan dan dim otori oleh Am erika Serikat. Nam un perlu


diin gat, beragam varian dan pilihan m odel dem okrasi yan g
dikem bangkan di berbagai negara dipengaruhi oleh struktur
sosial dan budaya m asyarakat setem pat, term asuk konstruksi
ilosois yang mengiringi kelahiran negara bersangkutan. Ba-
gi masyarakat Eropa Barat, misalnya, konstruksi ilosois dan
struktur sosiokulturalnya lebih cenderung kompetitif, men da-
hu lukan profesionalisme, serta hak dan kebebasan individual.
Prinsip kebebasan dan hak-hak individual merupakan landasan
utam a dem okrasi liberal yang kem udian dikonstruksi dalam
konstitusi mereka. Bagi suatu negara yang berakar pada ka rak-
ter manusia dan masyarakat yang individualistik tentu relevan
mengembangkan demokrasi liberal.
Bagi negara dengan karakteristik masyarakat yang komunal
dan kolektif, serta tradisi dan budaya yang kohesif, demokrasi
nonliberal tentu lebih m enjanjikan untuk dijadikan pilihan.
Misalnya saja penerapan paham sosialism e atau kom unism e
di negara-negara Eropa Timur dan Amerika Latin, serta Panca-
sila di Indonesia.1 Melalui globalisasi, gesekan dan dialek tika

1 Kon sep dem okrasi Pan casila m erupakan jalan baru dalam m em ban gun
kekuatan politik m elalui basis sosiologis m asyarakat In don esia, yaitu
sifat goton g royon g, solidaritas sosial, dan kolektivitas. Struktur m a-
syarakat majemuk Nusantara memiliki ikatan kohesivitas dan tingkat inte-
grasi yang am at tinggi dalam sem angat kebersam aan. Fakta em pirik dan
historis ini yang m enginspirasi bapak pendiri bangsa m erum uskan dasar
negara Pancasila yang juga menjadi konstruksi demokrasi khas Indonesia.
Soekarno pernah berpidato 1 J uni 1945 (dalam Yudi Latif, 20 12) sebagai
www.bacaan-indo.blogspot.com

berikut:
“....Negara Indonesia bukan satu n egara untuk satu orang, bukan
satu Negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi
kita mendirikan negara 'semua buat semua', 'satu buat semua, se mua
buat satu'. Saya yakin, bahwa syarat m utlak untuk kuatnya Ne gara
Indonesisa ialah perm usyawaratan, perwakilan. Kalau kita m en cari
demokrasi, hendaknya bukan dem okrasi Barat, tetapi per m u sya wa-
ratan yang memberi hidup….”
98 Demokrasi Muka Dua

ideologis yang m engarah pada konvergensi (saling m engako-


modasi) merupakan gejala baru dalam demokratisasi. Gejala ini
secara jelas tam pak dalam dem okrasi liberal Am erika Serikat
yang secara terbuka mengangkat isu dan jargon-jargon strategis
kaum sosialis. Begitu pula China yang membuka diri terhadap
liberalisasi. Di Indonesia sendiri, dalam sejarahnya dialektika
semacam itu pernah sampai mempertaruhkan demokrasi yang
berbasis ideologi Pancasila. Manifesto Nasakom m erupakan
salah satu fakta sejarah di mana ideologi Pancasila harus ber-
benturan dengan realitas, kepentingan elite politik, dan per-
tarungan kekuasaan yang tak dapat dielakkan.
Dalam perkem ban gan sejarah In don esia, era Reform asi
m em buka pintu proses institusionalisasi yang secara radikal
m engubah tatanan politik di daerah. Desentralisasi m en jadi
buah dari kebijakan yan g m en doron g pelem bagaan dem o-
krasi m elalui perubahan kon stitusi, UU, dan peran gkat re-
gulasi seh in gga m elah irkan perubah an tatan an struktural
dan perubahan sistem . Perubahan in i m erupakan pen an da
demar kasi antara tatanan lama dengan tatanan baru, sekaligus
m em bedakan antara rezim represif Orde Baru dengan rezim
demokratis era Reformasi. Era demokrasi ini ditandai menye-
bar nya kekuasaan di antara berbagai lem baga negara dan di
internal lembaga-lembaga itu sendiri.
Misaln ya saja, di eksekutif kekuasaan tidak lagi berada
di pusat, n am un terdistribusi ke daerah-daerah m elalui de-
m o krasi lokal. Sayan gn ya perubahan tersebut belum m en g-
hadirkan kesejahteraan bagi rakyat, sekalipun pelayanan ad-
www.bacaan-indo.blogspot.com

m in istratif dan publik m elalui pem erin tahan daerah sudah


dide katkan ke m asyarakat lokal. Persoalannya adalah kinerja
pe m e rintahan daerah, khususnya kepala daerah yang dipilih
me lalui Pemilukada langsung sejak 20 0 5, belum dapat menge-
lola pemerintahan secara efektif dalam rangka melayani kepen-
Membaca Demokrasi Indonesia 99

tin gan publik m en urut prin sip-prin sip pem erin tahan yan g
baik. Dalam konteks ini mazhab neo-institusionalis belum bisa
m em beri jawaban secara m eyakinkan m engapa tujuan uta m a
pelembagaan demokrasi di tingkat lokal belum bisa tercapai.
Terkait hal di atas, kerangka teoretis strukturasi memung-
kinkan kita untuk mengidentiikasi beberapa persoalan utama
sesuai dengan data lapangan yang ditemukan dalam penelitian
penulis. Di antara persoalan-persoalan tersebut adalah masalah
struktural-institusional yang berkaitan dengan dominasi partai
politik; disorientasi dan defungsionalisasi partai politik dalam
rekrutmen, kaderisasi dan seleksi kepemimpinan; integritas dan
profesionalitas penyelenggara Pemilu yang masih menyimpan
persoalan; m ahalnya ongkos politik sehingga m elibatkan cu-
kong, bandar, korporasi dalam pem biayaan politik kandidat;
budaya korupsi masyarakat pemilih yang semakin mengkristal.
Masalah-m asalah m en dasar tersebut berim plikasi terhadap
kinerja pemerintah daerah, di mana tokoh-tokoh sentral dalam
pemerintahan daerah lebih mementingkan keluarga dan partai
politik mereka daripada pelayanan publik.
Sementara itu, mazhab relasi kuasa memandang penyeleng-
gara negara di era Reformasi masih saja aktor-aktor lama. Me-
reka adaptif dengan iklim dem okratisasi, m eskipun m ental,
pe mikiran, sikap, dan perilakunya masih mengikuti pola rezim
lama. J ika melihat dengan perspektif Giddens, barangkali da-
pat kita katakan era in i m em an g belum sem pat m en cetak
aktor-aktor baru. Perubahan struktural dan institusional sejak
Reformasi tidak menyentuh perubahan pola pikir aktor pe nye-
www.bacaan-indo.blogspot.com

lenggara negara. Sekalipun aktor-aktor baru m uncul dan m e-


nguasai panggung kekuasaan, baik di pusat m aupun daerah,
tetapi mereka masih mewarisi tradisi korupsi, kolusi, dan ne-
potis m e (KKN) yan g sejatin ya m usuh Reform asi. Pen yakit
KKN justru kian mewabah sekalipun penegakan hukum tidak
100 Demokrasi Muka Dua

ka lah sengit dilakukan. Mengapa situasi yang m enjadi potret


kelam desentralisasi dan dem okratisasi ini terjadi? Mazhab
relasi kuasa dengan meyakinkan memberikan jawaban mereka:
telah terjadi pem bajakan dem okrasi oleh aktor lam a secara
prosedural, telah tum buh pula oligarki elite yang dilegitim asi
undang-undang.
Seiring bergulirnya gelom bang dem okrasi lokal, m uncul
fenom ena baru berupa kartel-kartel dan sirkulasi elite yang
berasal dari kalangan bandar atau cukong, baik secara personal
m aupun korporasi. Fenom ena baru lain adalah hadirnya di-
nasti klan/ keluarga dan korupsi di tingkat daerah. Dalam iklim
politik yan g dem ikian , ten tu yan g ken a tipu adalah rakyat.
Nam un rakyat ikut juga dalam ritm e perm ainan elite karena
ketidaktah uan n ya ten tan g m akn a perubah an yan g sedan g
terjadi. Melihat hal ini, baik kutub neo-institusionalisme mau-
pun relasi kuasa m asih berkutat di sekitar persoalan m akro
struktural. Mereka m elihat adanya kendala dari sisi m uatan
per ubahan in stitusion al yan g kuran g m en yen tuh persoalan
substansial. Perkara dem ikian m em ang secara sengaja dikon-
disikan oleh elite untuk m elestarikan kekuasaannya. Pengon-
disian ini terjadi secara terstruktur dan sistemik sehingga par-
tisipasi publik dalam sistem interaksi di tingkat m ikro tidak
dapat mencegah masifnya pembajakan demokrasi.
Akom odasi dem okrasi liberal di tingkat m akro struktural
dalam proses institusionalisasi pasca-Orde Baru memang te lah
membawakan liberasi, di mana partisipasi rakyat secara lang-
sung diberi ruang dalam Pem ilu, sayangnya tanpa persiapan
www.bacaan-indo.blogspot.com

administrasi Pemilu yang tertib dan modern. Data pemilih se-


lalu menjadi persoalan krusial, tidak hanya terkait dengan hak
konstitusional warga, melainkan juga dengan prinsip ke jujuran
dan keadilan serta profesionalitas dan integritas pe nye lenggara.
Liberasi m en em patkan partai politik sebagai satu-satun ya
Membaca Demokrasi Indonesia 101

sum ber rekrutm en kepem im pin an politik. H al in i m en jadi


m asalah, karena tanpa disertai ikhtiar untuk m em buka pintu
seleksi dan partisipasi publik serta fungsionalisasi partai politik
secara demokratis.
Dem okrasi lantas m enjelm a m enjadi oligarki elite partai
politik dengan ketua um um Parpol di tingkat pusat m enjadi
sen tral. H al in i berlan gsun g dalam bin gkai m ekan ism e dan
pro sedur yang secara legal m enghilangkan substansi dem os
dalam kon struksi dem okrasi Pan casila yan g m en gan dun g
or ien t asi n ilai-n ilai sosial, kom u n alist ik, d an kolekt if.
Demokrasi liberal lebih mendorong politik personal yang kuat,
serta m endorong tam pilnya aktor-aktor yang m am pu secara
inansial, sehingga menciptakan kartel elite dan politik dinasti.
Efek dari dem okrasi lan gsun g di daerah sejak 20 0 5 palin g
tidak m enim bulkan ke raguan terhadap dem okrasi liberal dan
kesadaran bahwa demokrasi tersebut tidak sepenuhnya relevan
dengan keadaan struktur sosiokultural masyarakat Indonesia.
Di ten gah kritik dan keraguan tersebut, m un cul kem bali
rom an tism e dem okrasi Pan casila sebagai sistem tersen diri
yang oleh pendiri bangsa diakui merupakan jiwa dan karakter
masyarakat plural Indonesia.
Menghadapi persoalan di atas, diperlukan form ulasi de-
m o krasi yang tidak hanya m endengarkan suara segelintir in-
dividu yang kuat secara inansial sembari mengabaikan suara
mayoritas yang bungkam. Formulasi demikian perlu mengako-
modasi demokrasi liberal dalam proses elektoral yang disertai
dengan m anajem en dan adm inistrasi Pem ilu secara m odern
www.bacaan-indo.blogspot.com

dan transparan, sekaligus m enerapkan dem o krasi deliberatif


Pan casila dalam proses pasca-elektoral m elalui m ekan ism e
ruang diskusi publik atau m usyawarah untuk m ufakat dalam
m e rum uskan regulasi dan m en gurus kepen tin gan publik.
Esensi pikiran dan kehendak para pendiri bangsa diintisarikan
102 Demokrasi Muka Dua

dalam kon stitusi dalam ben tuk dem okrasi perwakilan dan
deliberatif yang m endengar suara rakyat sebagai pilar utam a
kedaulatan. Tidak ada satu pun di antara para pendiri bangsa
tersebut yan g m en gagun gkan dem okrasi liberal Barat, baik
dalam gagasan m aupun tulisannya, sekalipun m ereka alum ni
didikan Barat.

Tabel 4.2. Perbandingan Ideologi Demokrasi Liberal dan Pancasila


Ideologi Ekonomi Politik Sumber Nilai
Liberal Kapitalisme Perseteruan Revolusi Prancis
bebas (free (kebebasan, persamaan, &
fight) persaudaraan)
Pancasila Koperasi Persatuan, Sosialisme Barat, Islam,
gotong- dan kebudayaan kolektif
royong Indonesia.
Sumber: diolah dari berbagai literatur.

Mohammad Hatta menyatakan bahwa demokrasi Pancasila


merupakan ikhtiar membangun kedaulatan politik lewat jalan
kedaulatan kolektif dalam bidan g ekon om i. Secara historis
bangsa Indonesia m engenal prinsip kolektivitas dalam kepe-
milikan tanah sebagai basis kegiatan ekonomi utama yang me-
nopang kehidupan. Pengelolaan tanah sebagai unit ekonom i
kolektif ini sangat berbeda dengan feodalisme Eropa. Menurut
Hatta, Revolusi Prancis hanya menghasilkan kebebasan, karena
persaudaraan dan persam aan tidak dapat dicapai m elalui ke-
pemilikan individu. Sebagai alternatifnya, demokrasi Pancasila
harus ditopang oleh basis kegiatan ekonom i yang sesuai de-
ngan kebudayaan m asyarakat Indonesia dalam rangka m en-
www.bacaan-indo.blogspot.com

ca pai perm usyawaratan dan keadilan sosial. Den gan kata


lain, semestinya demokrasi tidak hanya dilandaskan pada pe-
menuhan hak-hak politik. Demokrasi Indonesia akan terwujud
jika ditopang oleh unit kegiatan ekonomi bersama yang disebut
kop er asi. Begitu p u n Soekar n o; ia m em akn ai d em okr asi
Membaca Demokrasi Indonesia 103

Pancasila sebagai basis “sosio nasionalism e dan sosio dem o-


krasi” agar dem okrasi yang dikem bangkan tidak m enjadi jar-
gon kaum borjuis yang menyingkirkan rakyat jelata seperti da-
lam Revolusi Prancis—agar dem okrasi yang diupayakan tidak
menjadi demokrasi tanpa dem os, yaitu demokrasi tanpa daulat
rakyat (Yudi Latif, 20 10 ).
Kom it m en p a r a p en d ir i b a n gsa d a la m m en gga ga s
dem okrasi sen diri m erupakan lan gkah m en olak dem okrasi
Barat.2 Demo kra si yang kemudian dibangun adalah atas dasar
id eologi Pan ca sila, yaitu d em ok r a si p er m u sy a w a r a ta n /
perw akilan da lam bentuk negara kesatuan. Im plem entasinya
diwujudkan da lam pem ilihan pem im pin di tin gkat n asion al
m aupun daerah m e lalui m usyawarah , sebagaim an a un tuk
p er tam a kali n ya d i p r ak tikkan d alam sid an g PPKI yan g

2 Sidan g BPUPKI baik pada sidan g per tam a 29-31 Mei 1945 m aupun
sidang kedua pada 10 -17 J uli 1945. Di hari pertam a tanggal 29 Mei 1945
Muham m ad Yam in m enyatakan kedaulatan rakyat m erupakan tujuan ke-
merdekaan sedangkan permusyawaratan sebagai dasar negara; sedangkan
Woer jan in gr at d an Soesan to Tir top r od jo m en gakom od asi sifat d an
tradisi m asyarakat Nusan tara yaitu “kekeluargaan ” sebagai pon dam en
dalam ke m er dekaan dan m em bangun sebuah negara Indonesia. Di hari
kedua sidan g tan ggal 30 Mei 1945, oleh A Rachim Pratalykram m akn a
demokrasi diperluas bukan hanya soal pemilihan kepala negara dan badan
perwakilan rakyat saja, m elainkan juga kem erdekaan seluas-luasnya bagi
pen duduk dalam m em eluk agam a. Begitupun dalam sidan g berikutn ya
di tan ggal 31 Mei Ki Bagoes H adikoesom o dan Soepom o m en ekan kan
pentingnya bangunan ne gara berasaskan perm usyawaratan dan sem angat
kekeluargaan. Di hari terakhir 1 J uni 1945 yang merupakan tonggak lahirnya
www.bacaan-indo.blogspot.com

Pancasila, Soekarno menyampaikan pidato yang menyebut falsafah negara


Indonesia merdeka (philosoische grondslag) dan mufakat atau demokrasi
sebagai dasar ketiga dengan prinsip permusyawaratan. Pembahasan sidang
kedua BPUPKI yang utam a adalah soal bentuk negara apakah kesatuan,
federal, dan kon federasi. Ben tuk pem erin tahan juga m en jadi perhatian
serius apakah republik atau m on arki. Dem ikian pula didiskusikan soal
sistem pemerintahan apakah pre sidensil atau parlementer.
104 Demokrasi Muka Dua

m en etapkan Soekarn o dan H atta secara m ufakat sebagai


Presiden dan Wakil Pre siden pertam a Republik In don esia.
Begitu pun dalam pem ilihan kepala daerah; pelaksanaannya
berbasis dem okrasi perm u sya waratan sebagaim ana terdapat
dalam pasal 18 UUD 1945 asli.
Dalam perjalanan sejarah Indonesia dem okrasi Pancasila
telah mengalami berbagai tantangan ideologis baik yang sifat-
n ya ekstern al m aupun in tern al. Pasca-ditetapkan pada 18
Agus tus 1945, UUD 1945 sudah mengalami inkonsistensi pada
bulan Oktober 1945 ketika para penyelenggara negara m em -
bentuk pem erintahan parlem enter. Ketika Indonesia m enjadi
federalism e den gan lahirn ya kon stitusi Republik In don esia
Serikat (RIS) pada 1949 dan kemudian kembali kepada bentuk
n egara kesatuan pada 1950 , sistem parlem en ter in i tetap
dite rapkan. Pem erintahan parlem enter berakhir tahun 1959
setelah Soekarno m engeluarkan Dekrit Presiden pada 5 J uli.
Dengan dikeluarkannya dekrit ini konstitusi dikem balikan ke
UUD 1945 yang menganut sistem negara kesatuan dan peme-
rintahan presidensial. Pun selama masa Demokrasi Terpimpin
di bawah kepem im pin an Soekarn o (1959-1966) dan Orde
Baru di bawah kepemimpinan Soeharto yang runtuh pada ta-
hun 1998 , dem okrasi Pancasila belum bisa dilaksanakan se-
pe n uh n ya dalam realitas kehidupan berban gsa, bern egara,
dan berm asyarakat (Asshiddiqie, 20 11). Selam a era Soekarno
de m okrasi liberal pern ah coba dipraktikkan pasca-Pem ilu
1955. Dem ikian pula den gan Dem okrasi Terpim pin pasca-
Dekrit Presiden 5 J uli 1959. Yan g terakh ir in i berpun cak
www.bacaan-indo.blogspot.com

pada pen etapan Soekarn o sebagai presiden seum ur hidup.


Sem entara itu, dem okrasi perm usyawaratan selam a era Orde
Baru pada praktik nya justru menjadi instrumen negara dalam
m en gu atkan d an m elestar ikan keku asaan n ya. Pem ilih an
presiden yan g di lakukan di MPR serta pem ilih an kepala
Membaca Demokrasi Indonesia 105

daerah di DPRD 3 justru m em perbesar akum ulasi kekuasaan


yan g berpusat pada sosok Presiden Soeharto. Pen galam an
berdemokrasi ini ke mu dian membuahkan konsepsi demokrasi
perwakilan 4 dan dem okrasi langsung,5 baik untuk pem ilihan
presiden maupun kepala daerah, pasca-Reformasi 1998.
Istilah dan kon sep “Dem okrasi Pan casila” sem akin hi-
lang dan tak terdengar dalam perdebatan sidang-sidang MPR
pasca-Or de Bar u . Melalu i am an dem en kedu a UUD 1945
pada 18 Agustus 20 0 0 terjadi perubahan pada m e kan ism e
pemilihan kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Dalam
perkembangannya makna “demokratis” diter je mah kan sebagai
m ekan ism e dem okrasi lan gsun g. Makn a in i se cara n yata
mendasari perubahan dari UU No. 22 Tahun 1999 ke UU No.
32 Tahun 20 0 4, di mana pemilihan kepala daerah yang tadinya
dilakukan oleh DPRD digan ti den gan pe m i lihan lan gsun g
oleh rakyat. Perubahan m akn a dem okratis ter sebut m asih
m enjadi perdebatan hingga 20 14, terutam a di sidang-sidang
Pokja Pilkada Komisi II DPR RI dengan Kemendagri. Di dalam
perdebatan-perdebatan tersebut kata “demokratis” senantiasa
m en gan d u n g d u a m akn a yan g salin g d i p er t en t an gkan :
d em okr asi per wakilan d an d em okr asi lan g su n g. Mah fu d
MD m en ilai dem okrasi Pan casila ala In don esia m erupakan
m ekanism e dem okrasi satu-satunya di dunia,6 na m un sayang
telah ditinggalkan dan digantikan dengan de m o krasi liberal
di mana kematangan dan kedewasaan berdemokrasi langsung
belum menjadi kultur masyarakat Indonesia.
www.bacaan-indo.blogspot.com

3 Mekanisme pemilihan di DPRD melalui rapat fraksi-fraksi yang mengusulan


tiga nam a dan diajukan ke presiden untuk ditetapkan satu nam a m e lalui
Mendagri sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1974.
4 Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999.
5 Menurut UU No. 32 Tahun 20 0 4.
6 Mahfud MD, dalam diskusi bulanan PBNU “menjelang satu abad NU: Pers-
pektif Demokrasi berbasis Demokrasi, Kamis 19 September 20 13.
106 Demokrasi Muka Dua

Bagaimana konstruksi demokrasi Pancasila memengaruhi


rumusan konstitusi dalam sejarah Indonesia selalu dilatari oleh
dinamika politik yang berkembang pada masanya. Konstruksi
tersebut bisa bertahan , berubah, bahkan ditafsirkan sesuai
se lera pem egan g kekuasaan . UUD 1945 sejak awal disebut
Soekarn o sebagai kon stitusi sem en tara (Asshiddiqie, 20 11).
Se lam a era pem berlakuan konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 ,
sidan g-sidan g Kon stituan te pasca-Pem ilu 1955, kem bali ke
UUD 1945 pada 1959, sam pai berakhirn ya Soekarn o pada
1966 dan berkuasan ya Soeh arto selam a 32 tah un h in gga
1998 , konstitusi UUD 1945 sebenarnya senantiasa m em iliki
sifat kesem en tar aan yan g m em u n gkin kan d ilaku kan n ya
perubahan-perubahan mengikuti perkembangan dan dinamika
masyarakat.
Kesadaran akan kesem entaraan konstitusi kem bali m un-
cul pasca-run tuhn ya Orde Baru. Kesadaran tersebut diim -
ple m en tasikan m elalui am an dem en UUD 1945 yan g un tuk
pertam a kalinya dilakukan di era Reform asi pasca-jatuhnya
Soeharto. H in gga kin i am an dem en sudah dilakukan em pat
kali. Nam un sayan gn ya, Assh iddiqie m en ilai am an dem en
yan g d ilaku kan lebih cen d er u n g u n tu k m en gakom od asi
peristiwa politik Re form asi sem ata ketim ban g dilan daskan
pada doron gan am a n at kon stitusi itu sen diri yan g m em an g
m em un gkin kan di la kukan perubahan . Perubahan tersebut
seharusnya juga menggunakan kerangka konseptual dan kajian
akadem ik yang m atang dengan m engundang partisipasi dan
diskusi publik agar dapat menggali persoalan lebih mendalam
www.bacaan-indo.blogspot.com

sesuai dengan ke butuhan dan tantangan kekinian.


Am andem en pertam a tentu tidak bisa disam akan dengan
sidang-sidang BPUPKI pada Mei dan J uni 1945. Sidang-sidang
BPUPKI merupakan ikhtiar optimal yang tulus dari para pendiri
Membaca Demokrasi Indonesia 107

bangsa demi tegaknya negara baru yang bermartabat. Sidang-


sidang BPUPKI diwarnai argum entasi yang relatif akadem ik
dan ilm iah, sem entara Sidang Tahunan MPR 14-21 Oktober
1999 dan 20 0 1 lebih didom inasi suasana batin “m em usuhi”
atau “dendam” terhadap rezim Orde Baru sehingga semua pro-
duk Orde Baru dianggap cacat, harus diubah atau diganti.
Mem an g terdapat perbedaan an tara suasan a batin para
ba pak ban gsa di awal proses pem ben tukan kon stitusi yan g
diliputi n uan sa perjuan gan kem erdekaan 1945 dan suasan a
batin dinam ika dem okratisasi dan gerakan reform asi pasca-
run tuhn ya Orde Baru tahun 1998 . H al in i ten tu saja turut
berpen garuh terhadap pergeseran tafsir kedaulatan rakyat.
Pasca-Reform asi 1998 kekuasaan yan g berpusat pada satu
tan gan d i p u n cak ekse ku tif m en in ggalkan tr au m a akan
otoritarianisme, baik oto ritarianisme masa Soekarno maupun
Orde Baru Soeharto. Hal ini mendorong reformasi pembatasan
ke ku a s a a n p r e s id e n d a n m e ka n is m e p e m ilih a n n ya .
H asiln ya, pada Pem ilu 20 0 4 dan Pem ilukada sejak 20 0 5
kedaulatan rakyat dalam m em ilih pem im pin m ereka tidak
lagi d ir epr esen tasikan oleh MPR d an DPRD, m elain kan
dilaksanakan secara langsung oleh rakyat.
Suasan a batin pasca-Reform asi yan g diwarn ai traum a
akan otoritarianism e terlihat dari am andem en pertam a UUD
1945 pada 1999 yang hasilnya membatasi kekuasaan presiden
yang sela m a Orde Baru begitu kuat dan dom inan (executiv e
hea v y ). Ken d ati d em ikian , d alam am an d em en p er t am a
in i im p lem en tasi ke d au latan r akyat m elalu i m ekan ism e
www.bacaan-indo.blogspot.com

perm usy aw aratan dan perw akilan masih tampak dalam pasal
pemilihan presiden yang dilaksanakan melalui MPR.
Sidang Umum MPR yang dilaksanakan pada 7-18 Agustus
20 0 0 m em buah kan am an dem en kedua terh adap pasal 18
UUD 1945 yang menghapus klausa “dengan m em andang dan
108 Demokrasi Muka Dua

m engingati dasar perm usjaw aratan dalam sistim pem e rin -


tahan N egara” di dalam pasal tersebut. Prin sip perm u sy a-
w aratan dan perw akilan pun m en galam i tafsir baru, bah-
kan diubah secara signiikan menjadi dem okrasi tanpa per-
m u sy a w aratan dan tan pa perw akilan , dalam am an dem en
ke tiga yan g dilakukan m elalui Sidan g Tahun an MPR pada
1-9 Novem ber 20 0 1. Am andem en ketiga ini m enghapus ke-
we n an gan lem baga MPR un tuk m en jalan kan sepen uh n ya
kedaulatan rakyat; kin i un tuk pertam a kalin ya pem ilih an
presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung.
H asil dari beberapa kali am an dem en di atas kem udian
d iter jem ah kan ke d alam UU No. 32 Tah u n 20 0 4 yan g
m engatur pe m ilihan kepala daerah secara langsung. Sebelum
20 0 4, khususnya pasca-Sidang Umum MPR tahun 20 0 0 , prak-
tik dem okrasi dalam pem ilihan kepala daerah m asih diim -
plementasikan sebagai demokrasi perwakilan dengan mengacu
pada UU No. 22 Tahun 1999. Melalui amandemen ketiga UUD
1945 m akn a kedaulatan rakyat telah dieksplisitkan dalam
konstitusi sebagai dem okrasi langsung, khususnya dalam pe-
milihan presiden dan wakil presiden yang sebelumnya dipilih
melalui MPR. Musyawarah melalui perwakilan secara eksplisit
hilang dalam UUD.
Di era Reform asi tun tutan daerah yan g m en gin gin kan
ke wen an gan lebih ban yak dan hak oton om i juga m en guat.
Dalam suasan a yan g dem ikian , kehen dak akan dem okrasi
langsung di tingkat lokal bisa saja berbenturan dengan tradisi
pem er in tah an lokal yan g kh as yan g m er u pakan war isan
www.bacaan-indo.blogspot.com

kearifan tradisional yang masih dijamin hak-haknya oleh UUD.


Untuk memberikan jaminan pada keragaman lokal yang masih
lestari, maka istilah “secara demokratis” dalam pem ilihan ke-
pala daerah lebih m un gkin diim plem en tasikan den gan cara
dan metode yang beragam sesuai karakteristik masing-masing
Membaca Demokrasi Indonesia 109

daerah, entah dengan m usyawarah m ufakat, aklam asi, secara


langsung, ataupun mekanisme-mekanisme alternatif lain yang
bagi daerah bersangkutan masih dalam koridor demokratis.
Lebih jauh mengikuti alur nalar yang telah disebutkan, UU
di bawah konstitusi yang terkait dengan pemerintahan daerah
juga harus mengakomodasi keragaman proses dan mekanisme
penentuan pemimpin secara demokratis di tingkat daerah. Pro-
ses institusionalisasi sebagai perangkat pengaturan di bawah
konstitusi jangan sampai bertentangan atau melanggar prinsip-
prin sip yan g telah digariskan . Un tuk itu perlu dipikirkan
bagaim an a pen gaturan urusan -urusan yan g sifatn ya lokal
dalam mengurus rumah tangga daerah masing-masing. Peng-
aturan ini merupakan konsekuensi dari negara yang majemuk
den gan beragam sistem pem erin tahan lokal, tapi sekaligus
diker an gkai oleh kon sep kesatuan . Pen gatur an dem ikian
tam paknya belum terakom odasi dalam instrum en UU No. 22
Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 20 0 4 m aupun UU serupa
yang pernah dianut sebelumnya. Selain alasan keragaman dan
hak otonom i lokalitas daerah sebagaim ana telah disebutkan,
pengaturan ini juga dim aksudkan untuk m enghapus anasir-
an asir sen tralistik dalam desen tralisasi dem okrasi. An asir-
anasir sentralistik yang dim aksud m isalnya penentuan calon
kepala daerah oleh elite partai politik di tin gkat pusat dan
pen yelesaian sen gketa Pem ilukada yan g juga tersen tral di
tingkat pusat melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Pem bahasan tentang konstruksi dem okrasi Pancasila da-
lam konstitusi semakin mendorong adanya gagasan untuk me-
www.bacaan-indo.blogspot.com

lakukan amandemen kelima UUD 1945. Yang perlu dipikirkan


di dalam gagasan am an dem en tersebut adalah bagaim an a
m engintegrasikan dalam bab khusus rezim pem ilihan um um
eksekutif dan legislatif yang m eliputi pem ilihan presiden dan
wakil presiden, kepala daerah dan wakil kepala daerah, DPR,
110 Demokrasi Muka Dua

DPD, dan DPRD. Kem udian secara teknis bagaim ana Pem ilu
legislatif dan eksekutif tersebut dilaksanakan atau diatur dalam
UU paket politik. Usulan amandemen kelima yang dilengkapi
dokumen naskah akademik dan disertai draf UUD 1945 se cara
utuh telah disusun oleh DPD RI.7 Nam un demikian, am an de-
m en khusus berken aan den gan pem erin tahan daerah harus
m em perhatikan bagaim an a m ewujudkan koheren si an tara
konstruksi dem okrasi, desentralisasi, dan otonom i daerah di
dalam bab-bab dan pasal-pasal terkait secara tepat.
Konstruksi demokrasi Pancasila harus jelas tereksplisitkan
dalam UUD 1945, baik dalam pasal-pasal yang mengatur ke pe-
mimpinan nasional maupun daerah di eksekutif maupun legis-
latif. Demokrasi sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat dalam
proses elektoral eksekutif m aupun legislatif perlu dipertegas,
apakah m en ggun akan prin sip m usyawarah dan perwakilan ,
dilaksan akan secara lan gsun g, atau m en ggabun gkan kedua
je n is m ekan ism e tersebut. Bila perkem ban gan m asyarakat
yang sem akin dinam is dibarengi m eningkatnya aspirasi akan
dem okrasi langsung dalam m em ilih pem im pin, m aka bu kan
berarti dem okrasi m usyawarah dan perwakilan m esti diting-
galkan . Sebalikn ya, dem okrasi m usyawarah dan perwakilan
perlu diperkuat dalam aspek pasca-elektoral, terutam a dalam
menyusun regulasi dan kebijakan yang berkaitan secara lang-
sung dengan kepentingan publik. Penguatan ini secara formal
harus melibatkan pemangku kepentingan secara aktif, baik me-
lalui forum Musrenbang, forum konsultasi, m aupun jaringan
aspirasi antara anggota legislatif dengan konstituen di Dapil
www.bacaan-indo.blogspot.com

masing-masing.
Pengaturan di atas penting dilakukan untuk mengatasi pro-
blem menyangkut proses elektoral yang masih banyak mengan-
dun g m asalah m aupun m en yan gkut proses pasca-elektoral

7 Naskah akademik kelompok kerja DPD di MPR RI.


Membaca Demokrasi Indonesia 111

yang bias kepentingan elite yang acap melupakan kepentingan


publik pemilih. Dalam konteks ini, esensi otonomi masyarakat
di tingkat lokal amat relevan dengan implementasi kedaulatan
rakyat m elalui proses elektoral Pem ilukada. Aspek elektoral
Pemilukada secara teoretis dan konseptual memang tidak da-
pat dipisahkan dari otonom i dan desentralisasi, yang secara
konstitusional terdapat dalam pasal 18 UUD 1945 yang sudah
beberapa kali berubah.
Wujud n egara In don esia sebagai n egara kesatuan (een -
heidsstaat) den gan ben tuk pem erin tah republik m em bawa
im plikasi tersendiri pada pem bagian kekuasaan antara pem e-
r in tah pusat dan daer ah . Muh am m ad Yam in m em an dan g
perlunya m em bentuk susunan pem erintahan yang bertingkat,
yang mencakup “pemerintahan bawah, tengah, dan atas”, yaitu
pem erintah desa, pem erintah daerah, dan pem erintah pusat.
Kon sekuen sin ya, Yam in m en awarkan kon sep desen tralisasi
dan dekonsentrasi. Berbeda dengan Yam in, Soepom o m e ne-
gaskan bah wa tidak ada pem erin tah an bawah an ; yan g ada
di daerah adalah pem erin tahan . Pem bagian daerah m en jadi
daerah be sar, kem udian dibagi lagi m en jadi daerah-daerah
kecil, harus di ban gun dan didasarkan pada prin sip per m u-
syawar at an / p er wakilan d en gan m em p er h at ikan d aer ah -
daerah istim ewa dan susun an pem erin tahan lokal setin gkat
desa, seperti n agari, m arga, gam pon g, dan lain -lain (Latif,
20 12:431-432).
Rumusan pasal 18 UUD 1945 yang asli memang tidak me-
nyebutkan secara tekstual otonom i, desentralisasi, dan tugas
www.bacaan-indo.blogspot.com

pembantuan. Namun di dalam penjelasannya disebutkan ten-


tan g pen gakuan terhadap daerah oton om , daerah adm in is-
tratif, serta daerah-daerah yang memiliki susunan asli dan keis-
timewaan yang selanjutnya harus diatur secara lebih detail dan
jelas di dalam undang-undang.
112 Demokrasi Muka Dua

Dinam ika di balik lahirnya am andem en kedua UUD 1945


yang m elahirkan rum usan baru pasal 18 , 18 A, dan 18 B tidak
sederas arus aspirasi daerah yang muncul ketika pembahasan
pasal 18 UUD 1945 yang asli dan pasal 131 UUDS 1950 . Dalam
amandemen kedua terhadap pasal 18, yang lebih banyak meng-
am bil peran adalah aktor-aktor politik internal negara di DPR
dan MPR yang berkoalisi dengan aktor-aktor partai politik yang
berada di luar negara.

Tabel 4.3. Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945 Amandemen Kedua
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara
demokratis.
(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
diatur dalam undang-undang.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Pasal 18A
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan
kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Membaca Demokrasi Indonesia 113

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber


daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan undang-undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Dalam naskah asli UUD 1945 sebelum amandemen, pembahasan
tentang pemerintah daerah terdapat pada Bab VI pasal 18 yang
berbunyi:

Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan


bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang,
dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-
daerah yang bersifat istimewa.

Ayat 1 menyebutkan pembagian menjadi tiap-tiap daerah dan setiap


daerah tersebut memiliki pemerintahan daerah.

Konstitusi dan beberapa ketetapan MPR yang m engatur


otonomi dan desentralisasi belum sepenuhnya berjalan dengan
efektif sesuai dengan tujuan dari kebijakan itu sendiri. Beberapa
ketetapan MPR dan undang-undang dapat disebutkan terkait
dengan perkara ini. Pertam a, hasil sidang MPRS 1966, yaitu
Tap MPRS No. XXI/ MPRS/ 1966 tentang Pemberian Otonomi
Seluas-Luasn ya kepada Daerah. Kedua, Tap MPR No. XV/
MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan Otonom i Daerah, Peng-
www.bacaan-indo.blogspot.com

aturan, Pem bagian dan Pem anfaatan Sum ber Daya Nasional
yan g Berkeadilan , serta Perim ban gan Keuan gan Pusat dan
Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang lahir sebagai akom odasi bagi aspirasi daerah di tengah
m em anasnya gelora Reform asi 1998. Dari Tap MPR ini lahir
UU No. 22 Tahun 1999 ten tan g Pem erin tahan Daerah dan
114 Demokrasi Muka Dua

UU No. 25 Tah un 1999 ten tan g Perim ban gan Keuan g an


antara Pem erintah Pusat dan Daerah. Ketiga, Tap MPR No.
IV/ MPR/ 20 0 0 ten tan g Rekom en dasi Kebijakan dalam Pe-
nyelenggaraan Otonomi Daerah. Pemerintah daerah dan be be-
rapa ahli, bahkan yang ada di kalangan legislator, juga menilai
pelaksanaan otonomi sejauh ini hanya setengah hati. Seringkali
terdengar di daerah istilah “ekor dilepas kepala tetap dipegang”,
kar en a in kon sisten si d i tin gkat UU d en gan pen g atu r an
turunannya di tingkat peraturan pemerintah (PP). Sinkronisasi
UU No. 32 Tahun 20 0 4 dengan UU No. 33 Tahun 20 0 4 yang
lemah menambah ketergantungan daerah terhadap pusat.8
Beberapa daerah otonom yang memiliki kewenangan dalam
mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri terkait lokalitas
m asih belum berhasil m engim plem entasikan otonom inya se-
cara optim al. H al in i karen a lem ahn ya daya sain g daerah
bersangkutan sehingga meminta bantuan pusat. Hal ini terlihat
m isalnya dalam hasil studi Kom ite Pem antauan Pelaksanaan
Otonomi Daerah (KPPOD) pada 20 14. Hasil studi tersebut me-
nyebutkan, sebanyak 276 kabupaten/ kota di Indonesia belum
bisa secara optim al m en ggali poten si daerah m ereka un tuk
m e m en uhi pem biayaan kebutuhan sen diri. Daerah-daerah
tersebut m erupakan bagian dari 38 1 daerah yan g m em iliki
rasio pen dapatan asli daerah (PAD) kuran g dari 10 persen
APBD-nya. Di saat yang bersamaan, sebanyak 75 persen APBD
m ereka terpakai untuk belanja atau gaji birokrasi, sehingga
daerah-daerah tersebut terancam bangkrut.
Dalam sebuah konferensi pers mengenai “Platform Desen-
www.bacaan-indo.blogspot.com

tralisasi Parpol Peserta Pemilu 20 14” di J akarta, 4 April 20 14,


Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi J aweng me nga takan:

8 Wawancara dengan Ketua Kom isi II DPR RI Agun Gunanjar Sularsa, 13


J anuari 20 13.
Membaca Demokrasi Indonesia 115

“Kalau belan ja pegawai m en capai 75 persen dari APBD,


sementara PAD kurang dari 10 persen, ini, kan, sudah tidak
masuk akal. Mereka lalu benar-benar hanya bergantung pada
pem erintah pusat. Kalau ketergantungan tinggi seperti itu,
maka otonomi daerah tidak berjalan. Apa yang otonomi kalau
semuanya masih bergantung ke pusat?”

Selain itu, beberapa daerah juga terjebak ineisiensi karena


lebih mengutamakan proyek mercu suar ketimbang pelayanan
publik. Salah satu contoh kasus yang dapat disebutkan adalah
peristiwa dirobohkannya patung Zainal Abidin Pagaralam 9 di
Lam pung Selatan oleh ribuan m asyarakat setem pat yang m e-
lakukan demonstrasi. Peristiwa ini terjadi pada 30 April 20 12.
Sebelumnya, masyarakat sebenarnya telah beberapa kali me la-
kukan aksi dem onstrasi agar patung tersebut tidak diba ngun.
Proses dialog antara tokoh adat, tokoh masyarakat, aktivis LSM,
dan mahasiswa dengan Bupati dan DPRD Kabupaten Lampung
Selatan sebenarnya juga telah ditempuh. Namun Bupati Rycko
Menoza tetap bersikeras membangun dan meresmikan patung
tersebut. Biaya pem bangunannya konon m encapai lebih dari
Rp1 m iliar. Sum ber dananya dari APBD, m eski tidak begitu
jelas apakah yang dim aksud adalah APBD Provinsi Lam pung
atau APBD Kabupaten Lampung Selatan.
Ada juga yang m enganggap bahwa ham pir sem ua urusan
sudah diberikan ke daerah, kecuali sisa sedikit yan g m asih
m en jadi urusan pusat. Perbedaan pendapat, persepsi, kesan,
dan pengalaman terjadi di kalangan aktor internal negara, baik
www.bacaan-indo.blogspot.com

di pusat atau daerah. Hal serupa juga terjadi di kalangan aktor


eksternal nonnegara yang menganggap otonomi masih meng-

9 Zainal Abidin Pagaralam m erupakan Gubernur Lam pung periode 1966-


1972, ayah Gubern ur Lam pun g Sjachroedin ZP, sekaligus kakek Bupati
Lampung Selatan Rycko Menoza.
116 Demokrasi Muka Dua

gan tun g. Ken yataan in i m en an dakan daerah-daerah belum


se pe nuhnya m erasa otonom . Pem bagian daerah atau wilayah
dan pem bagian urusan pem erintahan di antara susunan-su-
sunan pem erintahan dalam konsepsi negara kesatuan seperti
ini m em ang m em erlukan rum usan m engenai hubungan sis-
tem pem erin tahan pusat dan daerah yan g betul-betul jelas,
kon sisten, im plem entatif, dan dapat diterim a sebagai sebuah
konsensus bersam a. Penjernihan persoalan ini am at penting
agar saling curiga antara pemerintah pusat dengan daerah da-
pat dihindari.
Pembagian urusan wajib dan urusan pilihan yang menjadi
kewenangan daerah seringkali juga berhimpitan dengan urusan
bersama antarsusunan pemerintahan (konkuren) antara pusat
dan daerah. Di samping itu, pemberian sejumlah besar urusan
pemerintahan ke daerah belum disertai dengan desentralisasi
sumber-sumber pembiayaan, belum pula didukung oleh kreati-
vitas dan daya inovasi sumber daya manusia lokal. Hal ini tentu
saja menjadi hambatan bagi upaya menggali potensi unggul dan
m endongkrak daya saing daerah dalam rangka m ewujudkan
cita-cita pembangunan, yaitu kesejahteraan rakyat.
Implementasi otonomi masyarakat secara faktual juga ke-
rap dim engerti oleh elite daerah sebagai otonom i aktor elite
daerah. Hal ini berdam pak pada tafsir tentang dekonsentrasi
dan tugas pem bantuan yang m enunjukkan adanya gejala dan
dinamika resentralisasi.10 Relasi antara aktor pusat dan dae rah

10 Desen tralisasi dan sen tralisasi hen dakn ya tidak diposisikan salin g ber-
www.bacaan-indo.blogspot.com

ha dapan atau berten tan gan . Keduan ya m erupakan hal yan g selalu ada
ber sam aan dalam m en gatur kebijakan ten tan g oton om i daerah . Ka-
ren a itu, kedua titik kutub tersebut m en urut Bhen yam in H ossein hen -
dak n ya dilihat sebagai titik kon tin um yan g salin g berkaitan dan ber ke-
lan jutan . Desen tralisasi dalam pustaka In ggris m en cakup dev olution
dan decon cen tration , sedan gkan dalam pustaka Am erika desen tralisasi
m en ca ku p kon sep p olit ica l d ecen t r a liza t ion d a n a d m in ist r a t iv e
decen tralization . Pus taka Belan da staatsk un dige decen tralisatie dan
Membaca Demokrasi Indonesia 117

m enjadi kunci dalam m em perebutkan sum ber daya-sum ber


daya yang ada melalui pembagian pengurusan dan pen danaan.
Hal ini kerap m enjadi barang langka yang “diakali” oleh ins-
tan si vertikal dan pem erin tah un tuk tetap dapat m en gen -
dalikan kegiatan di daerah. “Akal-akalan” ini bahkan tak ja-
rang bersem bunyi di balik kebijakan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.
Dem ikian pula dari aspek politik, sum ber daya otoritatif
diken dalikan oleh elite pun cak par tai politik, sem en tar a
sum ber daya alokatif diken dalikan elite korporasi. Sebagai
contoh kasus, dugaan kuat keterlibatan Sugar Group dalam
pem ilihan Gubern ur Lam pun g 20 14. Dugaan in i diten garai
oleh beberapa LSM dan diperkuat oleh temuan-temuan ribuan
ton gula pasir di Kabupaten Lam pun g Barat, Pesawaran ,
dan Ban dar Lam pun g. Nam un dem ikian , kasus in i m en tah
dalam sidan g Gakkum du kar en a din ilai tidak m em en uh i
unsur pidana Pem ilu. Gakkum du Pem ilu (Penegakan Hukum
Ter padu Pem ilih an Um u m ) adalah for u m ber sam a yan g
terdiri atas pengawas pem ilu, kepolisian, dan kejaksaan yang
diben tuk untuk m em bahas kasus-kasus pidana Pem ilu agar
penanganannya lebih mudah dan cepat. Bawaslu juga kesulitan
m enemukan bukti untuk m enindaklanjuti kasus ini.11 Kendati
bukti isik sudah ditemukan di beberapa daerah, namun unsur-
unsur yang diperlukan untuk m em erkarakan kasus tersebut
tetap dinilai tidak lengkap.12 Akibatnya, oleh sekelompok LSM
www.bacaan-indo.blogspot.com

am btely ke atau adm i n is tratiev e decen tralisatie. Kon sep desen tralisasi
Indonesia lebih dekat kon sep political decentralization atau dev olution
atau staatskundige decentralisatie. Devolution = local governm ent = local
autonom y .
11 http:/ / www.saibumi.com/ artikel-829-gakkumdu-nyatakan-temuan-10 -ton-
gula-bukan-pelanggaran-kampanye--.html.
12 http:/ / www.radarlampung.co.id/ read/ berita-utama/ 6790 9-gakkumdu-nya-
ta kan-bukan-gula-politik.
118 Demokrasi Muka Dua

Bawaslu diadukan ke DKPP.13 Kekisruhan politik ini akhirnya


berlanjut sampai ke sidang sengketa di MK.14
Terutama di Lampung, namun kemungkinan besar juga di
banyak daerah lain di Indonesia, persoalan profesionalisme dan
integritas penyelenggara Pemilukada yang dipertanyakan juga
m en jadi problem tersen diri. Di Lam pun g tercatat seban yak
40 kasus di mana penyelenggara Pemilu/ Pemilukada menjadi
tersangka karena menerima suap dan terlibat penggelembungan
suara, atau m elanggar kode etik sehingga dipecat oleh DKPP.
Aktor-aktor in tern al n egara yan g dipercayai oleh para n eo-
in stitusion alis m am pu m e la kukan perubah an dari dalam ,
dalam banyak hal justru sulit diakselerasi kinerjanya secara
progresif, dan sebaliknya malah melakukan tindakan-tindakan
destruktif. Optimalisasi pengawasan dari aktor-aktor eksternal
nonnegara, seperti m asyarakat sipil, m erupakan upaya untuk
m em batasi tindakan destruktif sem acam itu. Nam un sayang,
upaya ini belum terinstitusionalisasi secara mapan. Netralitas,
in tegritas, kre dibilitas, dan profesion alitas pen yelen ggara
Pem ilu / Pem ilu kada m em an g m u tlak diper lu kan . Di saat
dem okrasi substan sial tam pakn ya m asih jauh dari harapan
seper ti sekar an g, ku r an gn ya ku alitas-ku alitas yan g telah
d isebu tkan pad a par a pen yelen ggar a m alah m en jad ikan
d em okr asi p r osed u r al cacat d an m en cid er ai n ilai-n ilai
demokrasi yang paling mendasar.
Begitu pula den gan in stitusi politik yan g ada. H adirn ya
sistem m ultipartai sebenarnya m erupakan sarana rekrutm en
ke pem im pin an n asion al dan daerah. Sistem in i pun sudah
www.bacaan-indo.blogspot.com

13 http:/ / www.jpnn.com / read/ 20 14/ 0 5/ 0 6/ 232817/ DKPP-Gelar-Sidang-Ka-


sus-Lampung-
14 http:/ / www.lam pungonline.com / 20 14/ 0 5/ politik-gula-dalam -pem ilihan-
gu bernur.html
Membaca Demokrasi Indonesia 119

seyogian ya tidak luput dari proses pen ataan agar relevan


dengan nilai-nilai dem okrasi. Akan tetapi, im plem entasinya
justru m enjadi berkebalikan; partai-partai politik kini m alah
menjadi penyumbat sirkulasi demokrasi di masyarakat. Hal ini
terjadi, salah satunya karena seleksi kandidat kepala daerah
oleh partai politik seringkali tidak mempertimbangkan aspirasi
masyarakat. Pengambilan keputusan di partai politik acap ter-
jadi secara eksklusif dan tersentral pada pim pinan di tingkat
pusat yang m em egang otoritas tertinggi dalam pem berian re-
ko mendasi calon kepala daerah.
Beranjak dari berbagai problem di atas, dapat diidentiikasi
beberapa persoalan yang harus diperbaiki. Penyelenggaraan
otonomi dan pemerintahan daerah harus memastikan asas dan
prinsip demokrasi menjelma ke dalam tiga domain yang tidak
dapat dipisahkan satu sam a lain. Pertam a, dom ain election.
Daerah sem estinya diberi hak penuh untuk m enentukan m e-
kan is m e dem okrasi sebagai pen jelm aan kedaulatan rakyat
yan g palin g sesuai bagi m ereka. Mekan ism e in i m en cakup
pula rekrutm en kepem im pin an , kriteria dan syarat-syarat
kepemimpinan, pencalonan dan pemilihan. Dengan demikian,
diharapkan kepem im pinan kolektif dan pem erintahan trans-
form atif di tin gkat lokal dapat diwujudkan . Un tuk dom ain
per tam a ini diperlukan pengaturan m elalui UU Pem ilukada,
yang m ungkin dapat diberlakukan secara nasional, m ungkin
juga disesuaikan dengan mekanisme kearifan lokal di masing-
masing daerah di Indonesia.
Kedu a, pen jelm aan kedau latan r akyat dalam dom ain
www.bacaan-indo.blogspot.com

election di atas harus selaras dengan aspek dem os (daulat rak-


yat) dalam mengidentiikasi masalah, mendiskusikan secara
publik dan m erum uskan peren can aan pem ban gun an , m e-
nentukan prioritas, sampai melahirkan sebuah kebijakan ber-
basis kepen tin gan m asyarakat lokal. Mekan ism e dem okrasi
120 Demokrasi Muka Dua

deliberatif semacam ini perlu dipastikan agar dapat merumus-


kan kebijakan yang betul-betul sesuai dengan kehendak dan
as pi rasi rakyat, serta m en dapatkan legitim asi dari rakyat.
Dom ain in i selain pen tin g diatur dalam UU Pem erin tahan
Daerah, perlu juga diturunkan ke tingkat peraturan pemerintah
dan peraturan daerah yang mendorong keterlibatan warga ne-
gara dalam peren can aan pem ban gun an partisipatif. Forum
Musrenbangda yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan
UU Sistem Peren can aan Pem ban gun an Nasion al perlu juga
diperluas dengan pengaturan khusus tentang m ekanism e je-
jaring aspirasi. Perluasan ini juga dapat ditempuh dengan pe-
ren canaan partisipatif dalam m erum uskan kebijakan daerah
m e lalui Forum Kon stituen An ggota Dewan (FKAD). Sem ua
upaya ini perlu diintegrasikan, atau setidaknya sinergi, dengan
UU Pemda.
Ketiga, kedaulatan rakyat juga dapat dilihat secara nya-
ta dalam m engawal im plem entasi kebijakan yang telah diru-
m us kan pada dom ain kedua di atas. Dom ain ini m erupakan
aspek pengawasan, baik secara politik maupun sosial. Aspek ini
merupakan aspek audit internal dan eksternal yang diperankan
oleh aktor in ter n al n egar a m au pun oleh aktor ekster n al
nonnegara. Evaluasi pelaksanaan kebijakan penting dilakukan
un tuk m enilai sejauh m ana perencanaan yang berbasis m a-
sya rakat m en jadi ken yataan yan g dapat din ikm ati secara
pasti oleh m asyarakat bersangkutan. Untuk itu, tidak hanya
konsepsi demokrasi, tetapi juga konsepsi otonomi daerah perlu
diperjelas dan dipertegas di tingkat konstitusi, sehingga dapat
www.bacaan-indo.blogspot.com

m enjadi pedom an operasional dalam peraturan perundang-


undangan di bawahnya.
Rangkaian perubahan konstitusi, serta ketetapan MPRS
dan MPR RI yan g telah m en doron g pem ben tukan un dan g-
undang dan peraturan pem erintah terkait pem erintahan dae-
rah sebagaim an a telah didiskusikan di atas tern yata terus-
Membaca Demokrasi Indonesia 121

menerus mengalami pasang surut. Pasang surut ini tak jarang


mengikuti selera politik tanpa panduan konseptual dan teoretis
yang kokoh. Akibatnya, pemerintahan kehilangan arah dalam
membawa perubahan sistem pemerintahan nasional tersebut.
Per tanyaan besarnya kemudian, apa sesungguhnya yang mem-
buat para ahli, m asyarakat, dan pen en tu kebijakan belum
m e n e m ukan kesepakatan bersam a dalam ben tuk form ula
yang te pat serta kebijakan yang ajek dan cocok dalam rangka
m ewu jud kan tujuan n asion al m elalui pem ban gun an daerah
sebagai bagian pem bangunan nasional? Apakah penyebabnya
adalah pertarungan antar-aktor yang kurang seimbang dalam
perdebatan akadem ik m aupun politik? Apakah kurang opti-
m alnya artikulasi kepentingan dan aspirasi daerah yang di-
perjuangkan oleh aktor-aktor daerah di level nasional? Atau-
kah rum usan seluruh kebijakan m em ang tidak berbasis m a-
syarakat?
Dem ikian haln ya dapat dipersoalkan beberapa perkara
lain, seperti kom itm en aktor di tingkat pusat (Kem en dagri)
da lam m elakukan pem bin aan terhadap aktor-aktor daerah
ter kait desen tralisasi, serta persoalan terkait kepercayaan
d a lam kon teks h u bu n gan pu sat-d aer ah . Pad a u m u m n ya
pem bah asan m en gen ai kon stitusi dan produk perun dan g-
undangan dilakukan dalam kerangka studi hukum tata negara
sebagai rujukan utam anya. J arang sekali hal ini didiskusikan
dengan multiperspektif dan secara interdisipliner. Pandangan-
pandangan hukum hampir selalu menjadi rujukan tunggal da-
lam m erum uskan produk hukum . Hal ini m enjadi persoalan
www.bacaan-indo.blogspot.com

ketika produk yang dihasilkan tidak mampu mencermati lebih


dalam dinamika dan dimensi persoalan yang hadir secara nyata
di masyarakat.
Man tan Ketua MK J im ly Asshiddiqie seben arn ya telah
m en je laskan bahwa konstitusi yang baik pem bahasannya di-
laku kan dalam jangka waktu yang longgar dan lama, sehingga
122 Demokrasi Muka Dua

ka jian n ya lebih cerm at, jern ih, dan tidak bias kepen tin gan
politik golon gan . Pelibatan seluruh pem an gku kepen tin gan
me lalui diskusi publik, penulisan naskah akademik, FGD, dan
sebagainya dapat menciptakan rumusan konstitusi yang lebih
bisa diterima semua pihak. Seperti yang sudah disebutkan se-
belum nya, Asshiddiqie telah m encerm ati bahwa am andem en
yang dilakukan, yang sudah keempat kalinya itu, lebih didorong
oleh suasana dan tuntutan Reformasi, serta peristiwa-peristiwa
politik sesaat. Dapat dikatakan bahwa konstitusi berada dalam
tekanan politik.
Proses-proses am an dem en , pem buatan ketetapan -ke te-
tap an MPR, serta legislasi undang-undang terkait perumusan
kebijakan otonom i m elalui desentralisasi belum m em berikan
ruang bagi seluruh elemen masyarakat, khususnya pemangku
kepentingan dan m asyarakat lokal, untuk terlibat secara par-
tisipatif, kritis, korektif, dan evaluatif. J uga belum memberikan
ruang bagi pengawasan yang efektif. Proses tersebut justru me-
nunjukkan posisi aktor internal negara yang kurang berpihak
pada upaya pen guatan m asyarakat lokal agar dapat secara
m an diri m en yelesaikan m asalah-m asalah pem ban gun an se-
tempat. Bila setiap perumusan keputusan di tingkatan apapun
tidak dilakukan secara inklusif, arif, bijak, serta dalam suasana
jer n ih d an ten an g tan pa gejolak, m aka d apat d ipah am i
m engapa proses institusionalisasi selam a ini belum berhasil
m en ciptakan oton om i m asyarakat. Dari perubahan ke per-
ubah an, proses legislasi dan produknya hanya berkutat pada
distribusi kekuasaan dari eksekutif pusat ke eksekutif daerah.
www.bacaan-indo.blogspot.com

J uga hanya menyentuh penguatan kekuasaan legislatif daerah.


Celakanya, distribusi kekuasaan ke m asyarakat belum benar-
benar terjadi.
Membaca Demokrasi Indonesia 123

Sis te m In te raks i d alam Pe le m bagaan D e s e n tralis as i


D e m o kras i
Struktur, sistem, dan institusi baru hasil institusionalisasi da-
lam skem ata struktural di tingkat m akro sebagaim ana su dah
didiskusikan pada bagian sebelum nya belum m am pu m eng-
hadirkan aktor-aktor baru yang kompatibel dengan perubahan
tersebut. Aktor-aktor baru belum dididik dan dilatih secara
matang dalam spirit, prinsip, dan nilai-nilai demokrasi, namun
sudah terlanjur m asuk gelanggang politik yang penuh intrik,
kom prom istik, pragm atik, din astik, dan kartelistik m elalui
partai politik. Secara alam iah aktor-aktor lam a pada kurun
ge lom bang dem okrasi kedua di tingkat nasional (20 0 9-20 14)
dan gelom bang kedua Pem ilukada di Lam pung (20 10 -20 15)
mulai “pensiun”, namun banyak yang masih tertarik untuk ikut
campur dalam permainan politik.
Pada periode in i juga sudah m un cul aktor-aktor baru,
nam un terkontam inasi pola-pola lam a, sehingga terjerum us
dalam kasus-kasus korupsi. Di tin gkat n asion al kita dapati
nama-na ma seperti Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng,
yan g terjerat kasus korupsi. Adapun di daerah, khususn ya
Lampung, salah satu yang dapat disebut adalah mantan Bupati
Lam pung Selatan Wendy Melfa. Aktor-aktor baru seperti Bu-
pati Way Kan an Bustom i Zain uddin (46), Bupati Lam pun g
Se lat an Rycko Men oza (43), Bupati Pesawaran Aries San di
Darma Putera Sarbini (34), Bupati Lampung Utara Agung Ilmu
Mangkunegara (31), dan Gubernur terpilih Rico Ficardo (33)
diharapkan membawa perubahan untuk Lampung.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Aktor-aktor belakan gan in i kerap m em en garuhi struk-


tur dengan upaya revisi-revisi yang memungkinkan elite tetap
bertahan dan m engham bat pelem bagaan m enuju kon solidasi
dan pem atan gan dem okrasi. Seharusn ya di tin gkat m a kro
instrum en kebijakan dan regulasi m engatur tum buh dan ber-
124 Demokrasi Muka Dua

kem ban gn ya in stitusi-in stitusi politik dan ekon om i yan g


kom patibel dengan dinam ika dem okratisasi, baik di tingkat
nasional maupun daerah, melalui mekanisme hubungan pusat
dan daerah yan g terbuka, partisipatif, dan in klusif. Adapun
di tin gkat m ikro m utlak diperlukan pen guatan kesadaran
dan tin dakan aktor yan g m em iliki kom itm en dan in tegritas
pada perubahan berbasis kepentingan m asyarakat (skem ata
K-K-S, lihat tabel di bawah). Penggunaan skem ata m ikro ini
mau tidak mau berimplikasi terhadap perubahan institusional
di tin gkat m akro yan g secara in klusif m esti diorien tasikan
pada penguatan aktor. Dialektika m akro-m ikro tersebut, bisa
saja m en am pilkan wajah relasi an tar-aktor kekuasaan yan g
pro status quo atau pro perubahan. Indikasinya dapat dilihat
dari produk perun dan g-un dan gan , apakah berpih ak pada
publik atau tidak. Produk perundang-undangan ini sekaligus
mencerminkan para aktor berinteraksi dengan tipologi macam
apa.

Tabel 4.4. Skemata Sistem Interaksi K-K-S


Komunikasi Kekuasaan Sanksi
Kemampuan Kemampuan Penegakan
aktor melakukan aktor hukum dan
komunikasi memengaruhi bentuk-bentuk
yang didasarkan setiap proses pengawasan
Sistem pada kekuatan pengambilan sosial aktor dalam
Interaksi interpretasi kebijakan publik, supremasi hukum
dalam akses sumber
institusionalisasi daya ekonomi
demokrasi di
dalam atau di luar
www.bacaan-indo.blogspot.com

parlemen
Analisis keagenan di tingkat mikro: bentuk-bentuk kesadaran &
tindakan sosial
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Membaca Demokrasi Indonesia 125

Lahirn ya am an dem en UUD 1945, din am ika m un culn ya


ber bagai UU paket politik sejak 1999, hadirnya regulasi dari
pe m erin tah dan pen yelen ggara Pem ilu m erupakan properti
struk tur yan g m en yediakan peran gkat sistem dan in stitusi
yang m enjam in dapat terselenggaranya dem okratisasi. Te ta pi
struktur yang memaksa ini pada kenyataannya tidak me maksa
secara m utlak, karena agen atau aktor dim ungkinkan m e la-
kukan perlawan an dan perubahan struktural sehin gga ber-
dam pak pada perubahan sistem dan institusinya. Meskipun di
dalam struktur yang sudah mapan ruang dan peluang agen ke-
cil, namun bukan berarti tidak bisa menghadirkan per ubahan-
perubahan fundamental.
Dalam banyak kasus pasca-Orde Baru, seorang individu
atau sekelompok warga negara mampu melakukan perubahan
struk tural m elalui m ekan ism e judicial rev iew . 15 Ban yakn ya
perkara yan g m asuk ke MK un tuk m en guji un dan g-un dan g
setidaknya menunjukkan dua hal. Pertama, lemahnya kapasitas
an ggota DPR dalam m en jalan kan fun gsi legislasi. Kedua,
membuktikan bahwa aktor eksternal nonnegara baik individu
warga m aupun kelom pok LSM m am pu m en gubah struktur
m apan yan g telah ditetapkan oleh lem baga DPR. Tidak ada
yan g tidak m un gkin bila agen secara m aksim al m en gubah
tindakan praktisnya menjadi tindakan relektif.
Di tingkat struktur makro, agen sangat jelas berperan pen-

15 Misalnya putusan Mahkam ah Konstitusi 23 J uli 20 0 7 telah m engabulkan


www.bacaan-indo.blogspot.com

judicial rev iew terhadap UU No. 32 Tahun 20 0 4 tentang Pem erintahan


Daerah yang m engakom odasi calon non-Parpol yang berasal dari per se-
orangan-in depen den . Beberapa con toh lain berupa data judicial rev iew
yaitu UU Pemilu menem pati peringkat pertama, dengan 46 perkara. Pering-
kat kedua ditem pati Undang-Undang Pe me rintah Daerah (35 perkara) dan
di peringkat ketiga Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (11 per-
kara).
126 Demokrasi Muka Dua

ting dalam proses-proses institusionalisasi dem okrasi. Sejak


awal kem erdekaan hingga hari ini, para pendiri bangsa, pim -
pinan dan anggota parlem en (MPR, DPR, DPD RI), serta pe-
m e rintah m engam bil peran secara aktif dalam m erum uskan
berbagai produk perundang-undangan. Aktor-aktor tersebut
m en ciptakan struktur yan g m en gatur dirin ya sebagai aktor
internal negara, sekaligus mengatur aktor eksternal nonnegara,
ter m asuk m asyarakat secara keseluruhan. Aktor internal ne-
gara yang menempati fungsi keagenan di tingkat mikro sesung-
guh nya berada pula di tingkat makro. Namun demikian, apakah
aktor-aktor tersebut m elakukan tindakan atas dasar m otivasi
terten tu, apakah tin dakan rasion al, reflektif, atau praktis
belaka merupakan per tanyaan kunci yang mesti dijawab dalam
menjelaskan perubah an struktural secara internal.
Seringkali aktor internal negara “dicurigai” sebagai agen
status quo, yang m enciptakan struktur secara tidak adil dan
eksklusif demi mempertahankan kepentingan pribadi dan ke-
lom poknya.16 Nam un tidak m en utup kem ungkin an ter dapat
aktor-aktor yang secara aktif m endorong perubahan institu-
sional dengan didasari sistem pengetahuan yang memadai dan
kom itm en untuk m enciptakan tatanan dem okrasi, otonom i,
dan pem erin tahan daerah yan g lebih tran sform atif. Un tuk
me menuhi kebutuhan akan aktor-aktor transformatif ini pen-

16 Data R aky at M erdeka on lin e, Rabu, 0 4 Agustus 20 10 , 0 3:0 6:0 0 WIB,


m enyebutkan gugatan ter hadap Undang-Undang Pem ilihan Um um hing-
www.bacaan-indo.blogspot.com

ga tahun ini tercatat 46. Sejak 20 0 8 ada 32 judicial rev iew UU Pem ilu.
Judicial review terbanyak me nyangkut Undang-Undang No mor 10 Tahun
20 0 8 Tentang Pe milihan Umum DPR, DPD, dan DPRD dengan 46 perkara.
Per in gkat kedua ditem pati Un dan g-Un dan g Pe m e r in tah Daer ah (35
perkara) dan di peringkat ketiga Undang-Undang Kom isi Pem berantasan
Korupsi (11 perkara). J um lah judicial rev iew yan g m asuk MK tersebut
mencer min kan betapa buruknya kinerja pe merintah dan parlemen
Membaca Demokrasi Indonesia 127

didikan sum ber daya m anusia harus m enjadi prioritas dalam


pe n ye len ggaraan n egara dan pem erin tahan . Data lapan gan
me nunjukkan bahwa perubahan institusional belum mencakup
kualiikasi aktor-aktor penyelenggara negara yang dikehendaki
secara ideal, juga belum mengatur mekanisme rekrutmen, pen-
didikan, dan pelatihan untuk membentuk kapasitas aktor-aktor
tersebut melalui bentuk-bentuk pembinaan internal dan peng-
awasan sosial dalam kesatuan sistem pemerintahan nasional.
Perubahan institusional, terutam a dalam penegakan hu-
kum , belum m en yen tuh level daerah. Kom isi-kom isi an ti-
korupsi seperti KPK belum ada perwakilan n ya di daerah .
Lembaga-lembaga pengawasan sosial oleh kelompok-kelompok
NGO juga belum menyebar di daerah. KOaK, Pusbik, YLKI, ter-
m asuk sedikit pem angku kepentingan dari unsur NGO yang
menjalankan fungsi pengawasan. Institusi-institusi yang meng-
awasi politisasi birokrasi dan netralitas birokrasi di daerah juga
belum ada. Begitu banyak kasus PNS yang melanggar ketentuan
netralitas dalam Pem ilukada, bahkan tidak sedikit di antara
mereka yang menjadi tim sukses kandidat. Herlani, misalnya,
sebagai pejabat Bupati Pesisir Barat secara terang-terangan
terlibat dalam m obilisasi Pem ilukada Provin si Lam pun g.
Menjelang pemilihan Gubernur Lampung 9 April 20 14, pejabat
Bupati Pesisir Barat ramai diberitakan di media massa karena
teran g-teran gan m em berikan dukun gan kepada salah satu
calon gubernur yang hendak maju dalam Pilgub, Ridho Ficardo,
yang diusung sejumlah partai besar, terutama Partai Demokrat
dan PKS (Lam pung Post, 1 April 20 14; inilam pung.com , 5 April
www.bacaan-indo.blogspot.com

20 15).
Ketiadaan in stitusi-in stitusi di atas m en un jukkan bah-
wa pelem bagaan belum m enyentuh aspek pengawasan so sial.
Begitu longgarnya kontrol hukum, sosial, dan politik mem beri
kesem patan penyelenggara pem erintahan daerah, khu sus nya
128 Demokrasi Muka Dua

kepala daerah, untuk semakin leluasa melakukan penyim pang-


an struktural dan prosedural.
Perubahan dari segi aktor-aktor ini cenderung luput dari
perhatian para neo-institusionalis dalam mencermati dinamika
aktor internal negara m elakukan am andem en, legislasi, dan
regulasi. Padahal tak jarang m ereka m elaksanakan perannya
dengan cara-cara yang penuh pura-pura atau sikap hipokrit
ber wajah dem okrat. Fenom ena dinastik, oligarkis, kartelistik,
dan koruptif di daerah yang semakin membesar, sebagaimana
diungkap oleh mazhab relasi kuasa, memang merupakan gejala
um um . Nam un dalam keadaan terten tu patut disayan gkan
m engapa hadirnya kepala daerah yang fenom enal m em bawa
perubahan di tingkat lokal luput dari analisis mereka. Padahal
kepala daerah sem acam in i bukan n ya tidak ada, sekalipun
da pat dikatakan m inoritas. Misalnya saja Walikota Surabaya
(J awa Tim ur) Tri Rism aharini, Walikota Banjar (J awa Barat)
H erm an Sutrisn o, Bupati Won osobo (J awa Ten gah) Abdul
Kholiq Arif, Walikota Sawahlun to (Sum atera Barat) Am ran
Nur, Bupati Keerom (Papua) Yusuf Wally, Bupati Enrekang
(Sulawesi Selatan) La Tinro La Tunrung, dan Bupati Kubu Raya
(Kalimantan Barat) Muda Mahendrawan.17
Artinya, terdapat m inoritas aktor kepala daerah di antara
mayoritas pembajak demokrasi yang mampu menciptakan pe-
m e rintahan transform atif di tengah lem ahnya proses pelem -
bagaan dem okrasi. Sejauh ini kita telah m elihat kelem ahan-
kelem ahan teoretis kedua m azhab, neo-institusionalism e dan
relasi kuasa, dan bagaim an a perspektif teoretis strukturasi
www.bacaan-indo.blogspot.com

da pat dikembangkan untuk mengatasi kelemahan teoretis ter-


sebut.
BAB IV

DUA MUKA DEMOKRASI:


Catatan Kritis Warren

ALAM tulisannya yang berjudul “What Does Corrup-

D tion Mean in a Democracy?” (20 0 4) Mark E. Warren


m enjelaskan hubungan konseptual yang cukup kuat
antara demokrasi dan korupsi. Hubungan konseptual terse but
nyaris luput dalam pandangan klasik dan pandangan-pandang-
an lainnya tentang korupsi yang berkem bang pada awal za-
m an m odern. Awalnya kata korupsi selalu dikaitkan dengan
www.bacaan-indo.blogspot.com

moralitas dan karakter individual. Kemudian dikaitkan dengan


institusi, norm a, dan konsepsi politik. Belakangan istilah ini
bah kan memiliki relevansi dengan demokrasi.
Da la m p a n d a n ga n kla sik kor u p si sela lu d im a kn a i
d alam kaitan n ya d en gan m or al d an kar akter in d ivid u al.
130 Demokrasi Muka Dua

Perkem bangan dari pandangan ini tetap berpendirian bahwa


in dividu m em an g bisa m en gejar kepen tin gan pribadi, tapi
institusi bisa mencegah hal tersebut terjadi. Ketika keterbukaan
in for m asi p u blik m elu as ber sam aan d en gan m elu asn ya
kesem p at an u n t u k m em asu ki st r u kt u r keku asaan yan g
memungkinkan setiap individu ikut serta dalam pengambilan
keputusan, kesem patan individu untuk m elakukan perbuatan
korupsi atau m em bengkokkan kekuasaan dem i kepentingan
sen d ir i p u n bisa d icegah at au p alin g t id ak d ip er kecil.
Yan g terakhir in i m erupakan kon sepsi m odern yan g lebih
m enekankan sistem politik yang baik yang disertai distribusi
kekuasaan sehin gga m otivasi kepen tin gan in dividual dapat
dikon trol. Den gan dem ikian , perubahan in sti tusion al yan g
m em u n cu lkan in st it u si-in st it u si p en egakan h u ku m d an
p em ber an t asan kor u p si d ian ggap bisa m en ekan n afsu ,
karakter, dan kecenderungan koruptif individu.
Pada titik ini tam pak bahwa apa yang dijelaskan Warren
m erupakan elaborasi perspektif n eo-in stitusion alis dalam
m en gon sep t u alisasikan kor u p si p olit ik seh in gga m akn a
korupsi politik kontemporer berbeda dari makna pada periode
awalnya. Rem besan neo-institusionalis ini lebih jauh terlihat
dari kutipan di bawah ini:

... By m easuring individual behavior against norm s opera-


tionalized into laws, ofices, and rules, the modern concep-
tion lay s out m arkers for how to design institutions to resist
corruption. Assuming, with Madison, that oficials are likely
www.bacaan-indo.blogspot.com

to be self-interested, institutions should be designed to en-


sure that no oficial has monopoly control over resources; the
pow er they do have should be linked to m echanism s of ac-
countability ; and the rules under w hich they operate should
be relativ ely clear an d m in im ize room for discretion ary
judgm ent (Gardiner and Ly m an 1978; Rose-Ackerm an 1999;
Catatan Kritis Warren 131

Transparency International 20 0 1). In Klitgaard’s concise


form ulation, institutions can be designed to resist corruption
if w e understand that Corruption = Monopoly + Discretion –
Accountability (Warren, 20 0 4:330 ).

[... Dengan m enakar perilaku individual yang bertentangan


den gan n orm a-n orm a yan g dioperasion alkan m elalui hu-
kum, ketentuan, dan aturan, konsepsi modern menyediakan
penanda-penanda untuk merancang institusi guna mencegah
korupsi. Anggaplah, mengikuti Madison, bahwa para pejabat
cenderung m em entingkan diri sendiri, m aka institusi harus
dirancang untuk m em astikan bahwa tidak ada pejabat yang
m em iliki m onopoli terhadap kendali atas sum ber daya; ke-
kuasaan yang mereka miliki harus dikaitkan dengan mekan-
ism e akuntabilitas; dan peraturan dalam m ana m ereka be-
kerja harus jelas dan m em in im alkan ruan g bagi putusan
yang sewenang-wenang (Gardiner dan Lym an, 1978 ; Rose-
Ackerm an, 1999; Transparency International, 20 0 1). Dalam
rum usan ringkas Klitgaard, institusi dapat dirancang untuk
m en cegah korupsi jika kita m em aham i bahwa Korupsi =
Monopoli + Diskresi – Akuntabilitas.]

Dalam perkembangannya Warren memandang, mes kipun


pandangan neo-institusionalis tersebut ada benarnya, korupsi
politik dalam demokrasi menunjukkan pula adanya fakta-fakta
lain. Kendati distribusi kekuasaan di an tara para pem angku
kepentingan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan
sudah dijalankan, ranah publik sudah dibuka, prinsip inklusi
www.bacaan-indo.blogspot.com

juga sudah diim plem entasikan, m asih dim ungkinkan korupsi


tetap m en yertai jalan n ya proses-proses tersebut. Kon sepsi
norm atif korupsi lantas kembali m enjadi pertanyaan penting.
Tipe rezim , apakah dem okratis atau oto ritarian, dan budaya
politik suatu masyarakat mempunyai ko relasi dengan konsepsi
132 Demokrasi Muka Dua

kor u psi politik yan g ber laku pad a m asyar akat ter sebu t.
Struktur yang dim onopoli kekuasaan pe m erintah cenderung
bagus bagi berkem bangnya korupsi. Dengan m em inim alkan
m onopoli kekuasaan pem erintah dan pasar, korupsi pun bisa
ditekan hingga seminimal mungkin.

Im portantly , because a dem ocratic conception of corruption


focuses on processes, it also highlights institutionalized cor-
ruption. Duplicitous, corruption can becom e routine w ithin
institutions, usually in the form of dual cultures, one of w hich
pay s lip-service to the norm s of dem ocratic inclusion, and
the other which facilitates and justiies corrupt exchanges.

[Lantaran konsepsi dem okratis tentang korupsi fokus pada


proses, kon sepsi in i juga m en ekan kan korupsi yan g ter-
institusionalisasi. Bermuka dua, korupsi dapat menjadi rutin
di dalam institusi-institusi, biasanya dalam rupa budaya yang
mendua, di satu sisi bicara yang baik-baik soal norma-nor ma
insklusi demokratis, dan di sisi lain memfasilitasi dan mem-
benarkan pertukaran-pertukaran korup.]

Kon sepsi korupsi dem okratik m en urut Warren , di satu


sisi, terkait dengan difusi politik yang mengubah bentuk-ben-
tuk dem okrasi, dan di sisi lain, juga berhubungan dengan in-
klu sivitas dan eksklusivitas proses perumusan norma. Korup-
si dem okrasi tidak terlepas dari konsepsi korupsi politik dan
isu ten tan g tran sparan si. Dalam m erum uskan kon sepsi de-
m o kratisn ya ten tan g korupsi, Warren (20 0 4:32) m en ghu-
www.bacaan-indo.blogspot.com

bungkan konsep korupsi dan dem okrasi dalam dua langkah.


Pertama, mengidentiikasi norma umum demokrasi yang bo-
leh jadi dirusak oleh korupsi. Norm a um um tersebut Warren
sebut sebagai inklusi yang diperkuat (em pow ered inclusion),
sementara korupsi yang merusaknya berupa eksklusi “bermuka
Catatan Kritis Warren 133

dua” (duplicitous exclusion). Kedua, lantaran struktur de m o-


kra si saat ini terdiferensiasi (m enjadi negara, ranah publik,
m asyarakat sipil, pasar), pengertian eksklusi “berm uka dua”
pun terdiferensiasi sesuai dom ain dari m asing-m asing struk-
tur tersebut. Konsekuensinya, pengertian korupsi lantas ter-
diferensiasi mengikuti pengertian inklusi dan eksklusi masing-
masing struktur.
Melalui kedua langkah untuk memahami keterkaitan antara
konsepsi korupsi dan dem okrasi di atas, Warren sebenarnya
in gin m en jelaskan tipologi sosiologis dan m ekan ism e de-
m o kratis di m ana m asyarakat m elakukan tindakan kolektif,
m erum uskan keputusan kolektif, dan m emperoleh kekuasaan
kolektif. Norm a dem okrasi dan struktur m asyarakat m enjadi
kata kun ci dalam m em aham i kon sepsi korupsi dem okratis.
Norm a m erupakan regulasi yang m engikat interaksi m asya-
ra kat. Di dalam nya juga terkandung m ekanism e untuk m e ru-
muskan norma tersebut menjadi regulasi. Struktur masyarakat
dem okratis dewasa ini m encakup berbagai lapisan yang ter-
diferensiasi. Di dalam struktur yang terdiferensiasi ini terdapat
pula diferensiasi tindakan kolektif, pengambilan keputusan ko-
lektif, serta cara m em peroleh kekuasaan kolektif. Arena “ne-
gara” memiliki mekanisme demokratis sendiri, arena “ma sya-
rakat” juga memiliki mekanisme demokratis sendiri.
Korupsi tidak dapat dipisahkan dari urusan -urusan pe-
m enuhan kepentingan publik, baik dalam proses awal pem -
buatan kebijakan m aupun dalam pelayanan berbasis m a sya-
rakat. Batas antara kepentingan publik dengan kepentingan
www.bacaan-indo.blogspot.com

pribadi dan kelompok merupakan garis tipis pembeda tindakan


koruptif. Korupsi akan meningkat bila hubungan antara pem-
buatan keputusan kolektif dengan kekuatan-kekuatan rakyat
dalam m em engaruhi pem buatan keputusan tersebut m elalui
proses-proses demokrasi seperti speaking dan voting ter putus.
134 Demokrasi Muka Dua

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa korupsi me rupakan


perbuatan yan g m en guran gi horizon tin dakan kolektif dan
sekaligus menggerus demokrasi.
Kon sepsi korupsi oleh Warren dipaham i lebih luas dari
apa yang selam a ini diterim a oleh publik. Korupsi tidak ha-
n ya dipaham i sebagaim an a dalam kon sepsi korupsi politik
yang secara um um dianggap sebagai praktik penyim pan gan
lem baga-lem baga p u blik. Kon sep si kor u p si p olitik yan g
d im akn ai d em ikian ku r an g m am pu m en jelaskan , m en g-
iden tifikasi, ser ta m en gklar ifikasi pr aktik kor u psi dalam
lem baga-lem baga dem okrasi. Pada ken yataan n ya, di dalam
sis tem yang dem okratis korupsi politik bukan hanya terjadi
di ranah politik, khususnya dalam pertarungan politik tatkala
merumuskan kebijakan, norma, aturan, dan hukum yang akan
dioperasionalkan oleh lembaga-lembaga birokrasi. Korupsi juga
terjadi dalam mekanisme proses demokrasi, yaitu dalam wujud
pelanggaran norm a inklusi. Pelanggaran norm a inklusi bisa
terjadi di lembaga-lembaga negara maupun lembaga-lembaga
sosial di mana proses perumusan kebijakan, norma, dan aturan
dilakukan secara dem okratis. Bila hal ini terjadi secara terus-
menerus, maka akan berimplikasi pada deisit demokrasi.
Keterkaitan antara korupsi dengan dem okrasi inilah yang
selama ini tidak dilihat oleh banyak pihak dalam mendeinisikan
korupsi. Konsepsi korupsi seringkali keliru dalam m elakukan
identiikasi dan salah tempat. Misalnya, korupsi senantiasa
dikon sepsikan sebagai kejahatan m oral dan karakter buruk
individual. Sebenarnya konsepsi seperti ini justru malah meng-
www.bacaan-indo.blogspot.com

alihkan pem aham an kita dari karakteristik korupsi sebagai


pola tindakan yang memiliki aspek struktural dan institusional.
Kesalahan identiikasi semacam ini cenderung menguntungkan
elite politik korup karena memungkinkan permainan struktural
dan institusional mereka luput dari perhatian publik. Dengan
Catatan Kritis Warren 135

dem ikian , alih-alih m em ban tu perbaikan kon disi, kon sepsi


ini justru sem akin m enyem bunyikan perilaku korupsi dalam
sistem demokrasi.
Untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai
konsepsi demokratis tentang korupsi, ada baiknya kita melihat
karakteristik konsepsi ini dalam kaitannya dengan proposisi-
proposisi m en dasar m en gen ai korupsi. Warren (20 0 4:333)
mengidentiikasi bahwa konsepsi korupsi sejak zaman Yunani
kun o hin gga zam an m odern saat in i sen an tiasa m elibatkan
empat proposisi, yaitu:
1. Seorang individu atau sekelom pok individu dipercaya
untuk memegang keputusan atau tindakan kolektif.
2. Ad a n ya n or m a - n or m a u m u m ya n g m en ga t u r
b a ga im a n a in d ivid u a t a u ke lo m p o k t e r s e b u t
m enggunakan ke kuasaan m ereka untuk m enjalankan
keputusan atau tindakan kolektif.
3. Seoran g in dividu atau kelom pok m elan ggar n orm a
yang telah ditetapkan.
4. Pelanggaran terhadap norma tersebut biasanya meng-
untungkan individu atau kelompok yang bersangkutan
sekaligus mencederai kolektivitas.

Proposisi pertam a m enunjukkan bahwa korupsi m ensya-


ratkan keberadaan in dividu atau sekelom pok in dividu yan g
diberi kepercayaan untuk menjalankan keputusan atau tindakan
ko lektif. Tindakan dan keputusan kolektif yang dimaksud bu-
kan hanya ada di lingkup negara, tetapi juga di setiap ko lek-
www.bacaan-indo.blogspot.com

tivitas seperti asosiasi, korporasi, dan sejenisnya, yang dapat


me lakukan kontrol atas sumber daya yang diinginkan atau di-
butuhkan oleh orang banyak. Sebagai konsekuensi dari ter di-
ferensiasinya struktur, maka bentuk-bentuk kekuasaan kolektif,
tin dakan kolektif, dan cara pengam bilan keputusan ko lektif
136 Demokrasi Muka Dua

sangat terkait dengan mekanisme demokrasi di masing-masing


dom ain. Tidak seperti pem aham an um um yang ber anggapan
bahwa kekuasaan kolektif terpusat pada negara semata, Warren
justru m enekankan bahwa dem okratisasi telah m enyebabkan
tersebarnya kekuasaan kolektif ke setiap dom ain kehidupan
masyarakat.

A dem ocratic conception of corruption should thus extend


to any person or group in a position enabling them to m ake
use of collective pow ers or m ake collective decisions. For any
individual, a "public" m atter is any in w hich a collectivity
has the capacity to affect her life. Relative to the m odern con-
ception, then, a dem ocratic conception should broaden the
dom ain to w hich the notion of political corruption applies,
so that it includes not only the state (as does the m odern con-
ception), but also any collectivity w ith control over resources
that people need or w ant. A corollary involves the broaden-
ing of the concept of collective pow er to include not only state
pow er, but also (a) the "force" of collective judgm ent and ar-
gum ent (as in the ancient conception), and (b) control over
economic resources suficient to generate harms. That is, the
possible dom ain of political corruption should be coextensive
w ith the dom ain of politics, w hich takes on m ultiple form s in
contem porary dem ocracies.

[Kon sep si d em okr at is t en t an g kor u p si, d en gan d e m i-


kian , harus diperluas hingga m encakup sem ua oran g atau
kelompok yang berada pada posisi yang memungkinkan me-
reka untuk m em pergunakan kekuasaan kolektif atau m eng-
www.bacaan-indo.blogspot.com

am bil keputusan kolektif. Bagi sem barang individu, perkara


“publik” adalah perkara dalam m ana kolektivitas m em iliki
ka pasitas un tuk m em en garuhi kehidupan n ya. Diban din g
konsepsi modern, dengan demikian, konsepsi demokratis ha-
rus m elebarkan dom ain dalam m ana konsep korupsi politik
Catatan Kritis Warren 137

da pat diterapkan , sehin gga dom ain tersebut tidak han ya


negara (sebagaim ana dalam konsepsi m odern), m elainkan
juga kolektivitas apapun yang memiliki kendali atas sumber
da ya yang dibutuhkan atau diinginkan oleh orang banyak.
Kon sekuensinya, konsepsi ini m eluaskan konsep kekuasaan
kolektif sehingga bukan hanya mencakup kekuasaan negara,
m elain kan juga (a) “kekuatan ” dari putusan dan argum en
kolektif (sebagaim an a dalam kon sepsi klasik), serta (b)
kendali atas sumber daya ekonomi cukup untuk menimbulkan
kerusakan. Dalam hal ini, domain yang mungkin bagi korupsi
politik harus pula m eluas bersam a-sam a den gan dom ain
politik, yang m engam bil beragam bentuk dalam dem okrasi
kontemporer.]

Dalam konteks ini korupsi dem okrasi m elibatkan banyak


pihak, bukan saja pejabat publik di ranah negara, tetapi juga
aktor-aktor lain seperti pihak swasta, organ isasi sosial, dan
masyarakat. Intinya, siapapun baik individu maupun kelompok
yang memiliki otoritas dalam pengambilan keputusan kolektif
akan dibayang-bayangi oleh korupsi demokratis.
Proposisi kedua m enunjukkan prasyarat kedua bagi ke-
m un gkin an terjadin ya korupsi, yakn i adan ya n orm a-n orm a
um um yan g m en un tun dan m en gatur in dividu m aupun ke-
lompok dalam menggunakan kekuasaannya untuk mengambil
tindakan dan keputusan kolektif. Penyusunan dan perumusan
norm a dan regulasi idealnya m elibatkan seluruh kom ponen
pemangku kepentingan dalam masyarakat. Dengan demikian,
norm a bisa berlaku secara efektif dan diterim a secara sadar.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Ad an ya kesem p at an yan g sam a bagi set iap p em an gku


kepentingan dalam perum usan regulasi dan norm a tersebut
merupakan prinsip utama demokrasi—hal inilah yang menjadi
titik pijak bagi inklusi. Sebaliknya, penyusunan norma dan re-
gulasi yang hanya melibatkan orang-orang terbatas me ru pakan
langkah awal dimulainya korupsi demokrasi.
138 Demokrasi Muka Dua

The norm of dem ocratic political equality follow s: every in-


div idual potentially affected by a decision should hav e an
equal opportunity to inluence the decision. The corollary
action norm is that collective actions should relect the pur-
poses decide under inclusive processes. In short, the basic
norm of dem ocracy is em pow ered inclusion of those affected
in collective decisions and actions (see, e.g., Haberm as 1996,
chap. 3; Young 20 0 0 , 5-6). Dem ocracy requires that indi-
viduals have an equal opportunity to affect such collective
m atters and that these opportunities be effective in tw o di-
m ensions, pow er and judgm ent. In the dim ension of pow er,
dem ocracy requires institutionalized em pow erm ents of indi-
vidual participation in collective decisions, such as the right
to vote. The corollary action norm im plies trustw orthy and
effective collective agents, such as governm ents, to convert
collective decisions into collective actions. In the dim ension
of judgment, democracy requires equal chances to inluence
public judgm ent, actualized in rights and effective opportu-
nities to speak and to be heard in those deliberative processes
that deine the agendas, choices, and public framing of issues
(cf. Dahl 1998, 37-38).

[Norm a kesetaraan politis dalam dem okrasi adalah se bagai


berikut: setiap in dividu yan g berpoten si terdam pak oleh
suatu keputusan seyogian ya m em iliki kesem patan yan g
sam a untuk m em engaruhi keputusan tersebut. Norm a tin-
dakan yan g m en gikutin ya adalah bahwa tin dakan kolektif
harus m encerm inkan tujuan-tujuan yang telah diputuskan
www.bacaan-indo.blogspot.com

m e lalui proses yang inklusif. Singkatnya, norm a dasar dari


dem okrasi adalah inklusi bagi siapapun yang terkena dam -
pak dalam pen gam bilan keputusan dan tin dakan kolektif
(lihat m isalnya, Haberm as, 1996, bab 3; Young, 20 0 0 :5-6).
De m okrasi m engharuskan setiap individu m em iliki kesem -
Catatan Kritis Warren 139

pat an yan g sam a un tuk m em en garuhi urusan -urusan ko-


lek tif dan kesem patan-kesem patan ini harus efektif dalam
dua dim en si, kekuasaan dan putusan . Dalam dim en si ke-
kuasa an , dem okrasi m em butuh kan pen guatan yan g ter-
institu sionalisasi bagi individu dalam berpartisipasi m eng-
am bil keputusan kolektif, m isalnya dengan hak pilih. Nor-
m a tin dakan yang m engikutinya m engim plikasikan ke ber-
adaan agen -agen yan g efektif dan dapat dipercaya un tuk
m en gubah keputusan kolektif m en jadi tin dakan ko lektif,
misalnya pemerintah. Dalam dimensi putusan atau penilaian,
dem okrasi m en gh aruskan kesem patan yan g sam a un tuk
m e m en garuh i pen ilaian publik. H al in i diwujudkan m e-
lalui hak dan kesem patan yang efektif untuk berbicara dan
didengarkan di dalam proses-proses deliberatif yang dila ku-
kan untuk merumuskan agenda-agenda, pilihan-pilihan, dan
pembingkaian publik atas isu-isu (cf. Dahl, 1998:37-38).]

Proposisi ketiga, korupsi berpeluang muncul jika individu


ataupun kelom pok m elanggar aturan atau norm a. Dalam hal
ini, individu atau kelompok yang bersangkutan dengan sengaja
m enyingkirkan individu atau kelom pok lain yang berpotensi
terdampak oleh suatu keputusan dari proses pengambilan ke-
putusan tersebut.

W ith regard to C, then , the n orm v iolated by corruption


is that of in clusion in collectiv e decision s an d action s of
all affected. In deed, the v ery logic of corruption in v olv es
exclusion: the corrupt use their control ov er resources to
www.bacaan-indo.blogspot.com

achieve gains at the expense of those excluded in collective


decision m aking or organization of collective actions.

[Dalam kaitannya dengan C (proposisi ketiga), norm a yang


dilanggar oleh korupsi adalah inklusi terhadap sem ua yang
terdam pak dalam pen gam bilan keputusan dan tin dakan
140 Demokrasi Muka Dua

ko lektif. Sesun gguhn ya, logika dari korupsi sudah baran g


tentu melibatkan eksklusi: orang-orang korup menggunakan
ken d ali m e r eka atas su m ber d aya u n tu k m em p er oleh
keun tun gan den gan m erugikan oran g-oran g yan g m ereka
eksklu si d ar i p em bu atan kep u tu san kolektif atau d ar i
pengelolaan tindakan kolektif.]

Proposisi k eem pat m en egaskan proposisi sebelum n ya,


bahwa dalam korupsi pelanggaran terhadap norma dan regulasi
sosial memberikan manfaat dan keuntungan bagi individu atau
kelompok tertentu, sekaligus mencederai kolektivitas.
Dengan m encerm ati karakteristik korupsi dem okratis di
dalam keem pat proposisi di atas, kita dapati bahwa praktik
korupsi m em ang tidak tam pak secara nyata atau secara lang-
sung. Nam un dem ikian, korupsi dan m ekanism enya be kerja
di dalam in stitusi yan g m elibatkan aktor-aktor sebagai tim
perumusnya. Praktik korupsi tidak terlihat secara jelas. Praktik
ini bahkan sem bunyi di balik regulasi dan dalam praktik ke-
se harian in dividu, kelom pok, m asyarakat, m aupun n egara,
se hingga menjadi kebiasaan umum yang dianggap lumrah, se-
kalipun di dalam iklim demokrasi. Korupsi demokratis dicirikan
oleh kecen derun gan in dividu atau kelom pok un tuk m erasa
m en jadi dem okrat dan m em perjuangkan dem okratisasi, tapi
di saat yang sam a m ereka juga m enjalankan praktik-praktik
koruptif. Praktik seperti ini yang oleh Warren disebut sebagai
dem okrasi “m uka dua” (duplicitous dem ocracy ). Dem okrasi
“m uka dua” yang dem ikian sebenarnya juga sedang bekerja
www.bacaan-indo.blogspot.com

dalam demokrasi langsung di Indonesia pasca-Reformasi.


Ada adagium yang berkem bang di m asyarakat kita pada
tahun -tahun belakan gan : “tidak ada dem okrasi gratisan ”.
Demokrasi menjadi barang yang mahal. Kedaulatan rakyat pun
tergadaikan oleh kaum pem ilik m odal dan aktor elite. Dalam
Catatan Kritis Warren 141

situasi demokrasi kita saat ini, partai politik menjadi instrumen


penting dan sum ber kepem im pinan di parlem en m aupun di
ekse kutif (kepala daerah dan presiden). Orang-orang yang te-
lah masuk jajaran elite partai dan menjadi anggota DPR akan
memikirkan uang dan kekuasaan untuk memelihara dukungan
dan m em pertahankan posisi m ereka dalam pem ilihan um um
selanjutnya. Dalam kaitannya dengan pemilihan umum, de mo-
krasi yang sudah mulai dirasakan oleh masyarakat pengaruhnya
masih sangat terbatas dan musiman. Pemekaran wilayah juga
menjadi contoh bagaimana praktik demokrasi di tingkat ba wah
pen uh den gan aliran uan g. Sebelum Reform asi, jum lah ka-
bu paten dan kota m adya di Indonesia m encapai 20 0 , nam un
se karang jum lahnya sudah m encapai 514 (416 kabupaten, 98
kotamadya/ administrasi). J ika saja prosesnya mengikuti peng-
aturan yang legal, maka tidak ada masalah; namun politik uang
dan manuver politik tampaknya menjadi basis dari banyak pe-
mekaran yang terjadi.
Hal-hal di atas menunjukkan betapa demokrasi telah men-
jadi barang mahal yang sulit diakses oleh rakyat secara pe nuh
berdasarkan prinsip kesam aan kesem patan. Reform asi m em -
bawa konsekuensi-konsekuensi yang tidak diduga sebe lumnya.
Namun demikian, rumit dan problematisnya situasi ini bukan
berarti proses politik dan demokrasi yang sudah berjalan harus
dihentikan. Ikhtiar harus terus-menerus dilakukan untuk men-
cip takan institusi demokratis yang baik dan efektif.
www.bacaan-indo.blogspot.com
www.bacaan-indo.blogspot.com
BAB V

Mewujudkan Demokrasi
Substansial Berbasis Sistem
dan Kultur Indonesia

I sepanjang pem bahas buku ini kita telah m endis ku-

D sikan praktik demokratisasi di Indonesia. Pembahasan


yang telah dilakukan tersebut berkisar pada diskusi
teoretis. Dalam bab ini, kita akan m endiskusikan praktik de-
m o kratisasi nam un dalam konteks m erum uskan saran per-
baikan (problem solving interest). Untuk keperluan tersebut
pem bahasan akan difokuskan dalam tiga dom ain: pertam a,
www.bacaan-indo.blogspot.com

dom ain proses institusionalisasi dem okrasi lokal; kedua, do-


m ain penyelenggaraan Pem ilukada sam pai terpilihnya kepala
daerah; ketiga, domain penyelenggaraan pemerintahan daerah
dalam melayani publik sebagai konsekuensi dari janji-janji ke-
pa la daerah terpilih dalam kam panye m ereka. Hasil kajian di
144 Demokrasi Muka Dua

tiga domain tersebut tentu tidak berhenti sampai di level teo-


re tis semata, karena mengimplikasikan formulasi praktis yang
ditujukan untuk perbaikan praktik demokratisasi di Indonesia.
Da lam hal ini, perbaikan tersebut harus m eliputi dua ranah,
yaitu per u bah an in stitu sion al-str u ktu r al d an per u bah an
kultural.
Perubahan institusional-struktural m encakup tiga sistem ,
yaitu sistem amandemen, sistem legislasi, dan sistem regulasi
penyelenggara Pemilu. Perubahan kultural meliputi dua sistem,
yaitu sistem partisipasi dan pengawasan sosial dari NGO serta
sistem pendidikan dan rekrutm en kepem im pinan politik. Ke-
lima wilayah kajian tersebut memerlukan penanganan khusus
un tuk m en car i jawaban solutif atas pr oblem atika sistem
Pemilukada langsung.
Im plikasi praktis di atas berkon sen trasi pada lan gkah-
langkah sistematik berikut. Pertam a, upaya evaluasi dan revisi
ter hadap sem ua produk perun dan g-un dan gan m en yan gkut
in sti tusion alisasi dem okrasi. Kedua, im plem en tasi m elalui
pem buatan institusi-institusi yang kom patibel dengan proses
per tam a. Ketiga, m en ghadirkan aktor-aktor, person el, dan
apa rat yang m em iliki kom itm en, kom petensi, dan integritas
da lam m erealisasikan pem ban gun an daerah yan g in ovatif
dan transform atif yang tujuan akhirnya adalah kesejahteraan
rakyat. Keem pat, m endorong m asyarakat untuk beradaptasi
secara kultural terhadap perubahan struktural dan institusional
ter sebu t. Per u bah an ku ltu r al yan g m en yer tai per u bah an
struktural dan institusional ini merupakan sebuah keharusan,
www.bacaan-indo.blogspot.com

a ga r p er u b a h a n st r u kt u r a l d a n in st it u sion a l t er seb u t
implementatif di tengah-tengah masyarakat luas.
Perubah an di tin gkat struktural/ in stitusion al (m akro)
h a rus m en cakupi am an dem en UUD 1945, revisi berbagai
UU (seperti UU paket politik yang m eliputi UU Pem ilu, UU
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 145

Partai Politik, UU Penyelenggara Pemilu, UU Pilkada, dan UU


Pemerintahan Daerah, termasuk UU yang mengatur birokrasi
daerah), dan pem buatan berbagai regulasi. Proses ini secara
prosedural dan substan sial harus m elibatkan ran ah publik
de ngan m endorongnya untuk m em berikan m asukan dan pe-
nilaian. Langkah ini m esti ditem puh agar proses struktural/
institusional tersebut memperoleh kepercayaan publik.
Perubahan kultural di tingkat m ikro dan m eso ditujukan
untuk menciptakan budaya sipil yang aktif, kritis, dan progresif,
baik di tin gkat person al warga n egara, m aupun di tin gkat
bentuk-bentuk tindakan kolektif seperti asosiasi, kelom pok,
or gan isasi, ger akan sosial. Lan gkah in i m esti d ilaku kan
d alam r an gka m en gefektifkan fu n gsi p en gawasan sosial
(auditor sosial) pa da setiap proses perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi kegiatan pem bangunan di daerah.
Un tuk m en dukun g proses in i diperlukan pula pen guatan
peran partisipasi dan pengawasan sosial NGO serta perbaikan
sistem pendidikan dan rekrutm en kepem im pinan politik oleh
organisasi m asyarakat dan organisasi politik. Perubahan atau
perbaikan struktural/ institusional dan kultural harus menjadi
agen da dalam upaya m ereduksi dan m en gelim in asi praktik
demokrasi “muka dua”.
Dalam relasi an tara struktur (m akro) den gan agen (m i-
kro), agen yan g buruk berpoten si m em bajak struktur, agen
praktis cenderung memelihara dan mempertahankan struktur,
sedangkan agen yang baik, yaitu aktor-aktor relektif baik di
in tern al n egara m aupun ekstern al n on n egara, m erupakan
www.bacaan-indo.blogspot.com

penggerak perubahan baik dari dalam maupun dari luar. Per-


soal an n ya adalah bagaim an a m em produksi agen reflektif
yang berperan dalam de-rutinisasi, agen yang tam pil se ba gai
sosok pem im pin penuh kreasi, inovasi, dan m am pu m e ning-
katkan daya saing daerah. Agen seperti ini, yang diperoleh dari
146 Demokrasi Muka Dua

Pemilukada yang demokratis, diharapkan dapat menghadirkan


kepem im pinan pem erintahan daerah yang transform atif se-
h in gga kesejah teraan rakyat dapat tercapai. Upaya un tuk
memproduksi agen relektif tersebut harus didukung dengan
perubahan in stitusion al dalam rum usan UU dan regulasi.
Selain itu , secar a sistem atis, r egu ler , d an per iod ik ju ga
perlu dilakukan pem bin aan sum ber daya m an usia m elalui
pendidikan dan pelatihan, kaderisasi, serta penerapan jenjang
karier yang jelas dan sistem rekrutmen yang transparan.
Terkait rekrutmen calon kepala daerah, prinsip kesetaraan
(equality ) dalam kandidasi juga harus ditegakkan. Dalam hal
ini rekrutmen tersebut harus dilandasi pertimbangan kualitatif
(kompetensi dan integritas) dan bukan sekadar pertimbangan
pragm atis seberapa besar kapital kandidat. J um lah agen atau
aktor relektif harus diperbanyak di kalangan internal negara
m aupun eksternal nonnegara, terutam a di kalangan birokrasi
sipil (PNS) dan partai politik. Terlebih partai politik merupakan
gudang sumber daya manusia yang akan menduduki jabatan-
jabatan politik baik sebagai an ggota DPRD m aupun kepala
daer ah dan wakil kepala daerah. Begitu juga jabatan-jabatan
birokrasi, m erupakan posisi strategis dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Pada era desentralisasi pasca-Orde Baru kita
telah melihat bahwa persoalan sumber daya manusia, ter utama
di partai politik dan birokrasi, kuran g m en dapat per hatian
dalam agenda perubahan institusional. Untuk mengoptimalkan
faktor agen in i perubah an in stitusion al h arus di len gkapi
dengan perubahan kultural di lingkungan birokrasi dan politik.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Perubahan kultural yan g dim aksud diarahkan un tuk m en -


ciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya kom petisi
kualitatif, sehingga hanya manusia-manusia unggul yang akan
terpilih sebagai pemimpin masyarakat dan pe me rin tahan.
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 147

Di tingkat meso, keberpihakan pemerintah harus ditujukan


untuk senantiasa m em perkuat kalangan NGO, pem angku ke-
pentingan, dan kom unitas lokal yang selam a ini m em berikan
perhatian pada pem berdayaan m asyarakat, advokasi, dan pe-
numbuhan daya kritis masyarakat agar dapat melakukan peng-
awasan terhadap peren can aan dan im plem en tasi kebijakan
publik. Prasangka negatif antara pihak-pihak internal negara
dengan eksternal nonnegara harus ditengahi dengan rasa sa-
lin g percaya. H al in i pen tin g m en gin gat perubahan ke arah
yang lebih baik akan mudah tercapai bila dapat digerakkan dari
dalam dan dari luar sekaligus secara sinergis dan koordinatif—
dalam term inologi Tilly, harus ada “koalisi”. Selam a ini NGO
m erasa kuran g didukun g oleh kebijakan . Aktivitas m ereka
seakan tidak ada payung hukum nya. UU Orm as dan Yayasan
juga belum bisa meng-cover gerakan-gerakan sosial yang se la-
ma ini diperankan oleh NGO.
Sinergi dan koordinasi antara NGO dan pemerintah belum
tercapai karena masih adanya saling curiga dan kecenderungan
untuk saling opositif. Dukungan anggaran pem erintah untuk
penguatan NGO justru menghadirkan konlik kepentingan, se-
hingga kalangan NGO m erasa dukungan dana tersebut harus
dihindari. Akibatnya, pada um um nya NGO lebih banyak m e-
nerim a pendanaan dari donor-donor internasional. Padahal
m enurut m ereka sendiri, pengalam an NGO di Filipina telah
menunjukkan bahwa konlik kepentingan yang demikian se-
benarnya dapat dihindari, asal regulasinya jelas. Selain itu, per-
tanggungjawaban, pelaporan, sertiikasi, dan pengawasan NGO
www.bacaan-indo.blogspot.com

juga harus diperketat. Sekiranya NGO di daerah bisa diperkuat


dengan dukungan anggaran sebagaimana komisi-komisi “semi-
negara” seperti KPK, maka fungsi pengawasan sosial terhadap
pe m erin tah dan peran pem berdayaan m asyarakat dapat le-
bih m aksim al dilakukan. Besarnya peran m asyarakat, NGO,
148 Demokrasi Muka Dua

Orm as dan publik dalam proses pem buatan dan pelaksanaan


kebijakan, serta evaluasi dan pengawasannya merupakan wu-
jud kedaulatan rakyat. Sebagai dem okrasi sosial, hal ini akan
memperkecil praktik demokrasi “muka dua”. “Kemukaduaan”
akan semakin mengecil bila inklusivitas dalam mengurus dan
m en gatur pen yelen ggaraan pem erin tahan daerah diperluas,
baik sejak proses elektoral sampai masa kepala daerah terpilih
menjalankan amanahnya.
Hal berikutnya yang perlu dilakukan di level meso adalah
m em obilisasi aktor, baik in tern al n egara m aupun ekstern al
non negara. Kalangan aktivis gerakan sosial umumnya me ma-
ham i dan m enganggap peran-peran perubahan datang selalu
dari mereka. Kalangan internal negara selalu dianggap sebagai
status quo. Dalam kondisi dem ikian koalisi, koordinasi, dan
sin ergi sulit terjadi, seh in gga perubah an yan g diciptakan
bersifat parsial dan tidak menyentuh aspek-aspek substansial.
Un tuk m en gatasi kon disi yan g m en garah pada kebun tuan
sep er ti in i, m en giku ti p er sp ektif Tilly, p er lu d icip takan
m ekan ism e “per an tar aan ” brok erage. Dalam m ekan ism e
in i dihadirkan aktor penghubun g yang m am pu m eyakinkan
kalangan internal negara m aupun eksternal nonnegara untuk
saling percaya dan saling mendukung.
Persoalannya, peran broker ini m em iliki konotasi negatif
di m asyarakat. Mereka cen derun g dian ggap sebagai peran
yan g dim ain kan aktor un tuk m en gam bil keun tun gan . Ka-
rena itu, fungsi broker baik di tingkat nasional m aupun lokal
seyogianya diperankan sosok negarawan. Melalui m ekanism e
www.bacaan-indo.blogspot.com

ini tantangan m enuju dem okrasi yang substansial dan trans-


formatif akan dapat didudukkan bukan sebagai masalah yang
ter polarisasi an tara dua kutub: kutub in tern al n egara yan g
pro status quo dan eksternal nonnegara yang pro perubahan.
H al in i karen a secara fun gsion al aktor-aktor yan g berelasi
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 149

akan berusaha mencari titik tengah dan solusi. Memang yang


menjadi tantangan kita, di era politik lokal yang dominan, se-
bagian besar aktor m en ciptakan relasi sosial secara bipolar
dan hanya sebagian kecil dari mereka yang tidak terjebak pada
pengutuban tersebut. Aktor-aktor semacam ini sulit diciptakan
m elalu i per u bah an in stitu sion al atau str u ktu r al. Mer eka
terlahir secara kultural sebagai m anusia-m anusia pem im pin,
bukan penguasa apalagi pemangsa (predator).
Sekali lagi, berbagai agenda di atas hanya dapat diwujudkan
m elalui perubahan institusional dan struktural yang disertai
per ubahan kultural. Perubahan kultural m eliputi dua sistem ,
yaitu sistem partisipasi dan pengawasan sosial NGO serta sis-
tem pendidikan dan rekrutmen kepemimpinan politik. Adapun
peru bahan institusional dan struktural dilakukan melalui pem-
benahan tiga sistem, yaitu sistem amandemen, sistem legislasi,
dan sistem regulasi penyelenggara Pemilu.

Partis ipas i d an Pe n gaw as an So s ial N GO


Kon tribusi beberapa NGO seperti J PPR, KPPOD, Sekn as
FITRA, YAPPIKA, YIPD, dan URDI di tingkat nasional serta
KoAK/ Pusbik, YLKI, kelom pok-kelom pok m asyarakat dan
warga di tingkat lokal sebagai bentuk-bentuk gerakan kolektif
nonnegara cukup intens dan signiikan dalam merespons ke-
bijakan publik yang akan dikeluarkan oleh pem erintah, ter-
m asuk dalam m en jalan kan fun gsi-fun gsi pen gawasan n ya.
Penga lam an, advokasi, dan hasil penelitian yang dieksplorasi
kem bali oleh penulis bersama aktor-aktor tersebut dapat diin-
www.bacaan-indo.blogspot.com

ventarisasi menurut problem-problem yang paling relevan bagi


perbaikan sistem . In ven tarisasi in i terkon sen trasi pada dua
tem a sen tral: kon struksi dem okrasi lokal (Pem ilukada) dan
konstruksi otonomi daerah (pemerintahan daerah).
150 Demokrasi Muka Dua

Problematika demokrasi lokal dalam aspek prosedural dan


aspek substansial dapat diidentiikasi pada tiga dimensi waktu,
yaitu sebelum , pada saat, dan setelah pelaksanaan pem ilihan
um um . Masalah yang ditem ukan pada waktu sebelum adalah
sentralisme partai politik dalam kandidasi menyebabkan biaya
politik m ahal, karut-m arut DPT, rekrutm en didasarkan bu-
kan pada pertimbangan kualiikasi, keterlibatan modal dan
kor porasi, kom itm en dan integritas kandidat dipertanyakan,
ne tralitas penyelenggara juga kerap diragukan. Masalah pada
saat pelaksanaan m eliputi isu politisasi birokrasi, pendanaan
kandidat dan Parpol, politik uang, keterlibatan cukong, serta
budaya pragmatis masyarakat. Adapun isu setelah pelaksanaan
mencakup munculnya kartel elite dan kelompok, desentralisasi
yang memunculkan sentralisme lokal, dinasti, dan korupsi po-
litik, serta desentralisasi yang abai terhadap pemerintahan yang
baik (good governance).
Setelah mencermati proses demokratisasi sejak awal hingga
akhir sebagai sebuah rangkaian, sistem Pem ilukada langsung
perlu dipertanyakan kembali dengan mengemukakan satu re-
nungan: apakah sistem perwakilan dan perm usyawaratan se-
ba gaim ana tercantum dalam sila keem pat Pancasila m eru pa-
kan sebuah kebutuhan yang perlu re-aktualisasi dalam rangka
m em en uhi kebutuhan , pelayan an , dan kepen tin gan m asya-
rakat?
Sem en tara itu, isu krusial terkait kon struksi oton om i
daerah adalah memaknai secara konsisten konsepsi yang me-
nyangkut aspek “m engurus” dan “m engatur” dalam susunan
www.bacaan-indo.blogspot.com

p e m er in t ah an n asion al d an d aer ah . Sep an jan g sejar ah


Indonesia konsep desentralisasi dan otonom i sudah dikenal,
bahkan teru muskan dalam konstitusi asli UUD 1945. Untuk itu,
konsep ideal dan implementasi aspek mengurus dan mengatur
harus secara konsisten dilaksanakan dan diperkenalkan secara
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 151

publik, khususnya bagi penyelenggara pemerintahan daerah.


Terakhir, isu krusial terkait aspek pem erintahan daerah
meliputi pemerintahan yang baik, dinasti dan korupsi politik,
serta partisipasi dan pengawasan sosial dalam m engawal ke-
bijakan sejak perencanaan, penganggaran, hingga eksekusi pro-
gram berbasis hak-hak warga negara. Beberapa bagian penting
yan g m en yan gkut aspek m en gurus dan m en gatur tersebut
men jadi isu pembahasan beberapa NGO. Komite Pemantauan
Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengusulkan penguat-
an provinsi: dari disfungsi gubernur ke penguatan basis ke-
wenangan. Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Trans-
paransi Anggaran (Seknas FITRA) melihat revisi RUU Pemda
tidak menyelesaikan karut-marut keuangan daerah. Pusat Studi
H ukum dan Kebijakan (PSH K) m en cerm ati in ovasi daerah
dan hubungannya dengan tindakan hukum terhadap aparat
daerah. Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan
Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) m enghendaki RUU Pem da
m en doron g peren can aan pem ban gun an daerah yan g efektif
dan berkualitas. Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD)
m enyoroti registrasi perda dalam RUU Pem da sebagai wujud
birokratisasi yang kontradiktif dengan UU No. 12 Tahun 20 13
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Urban
and Development Institute (URDI) memandang revisi UU No.
32 Tahun 20 0 4 m ereduksi UU No. 25 Tahun 20 0 9 ten tan g
Pelayanan Publik.
Ber bed a d en gan sist em p er en can aan p em ban gu n an
pada era Orde Baru yang sentralistik dan top-dow n, sistem
www.bacaan-indo.blogspot.com

p er en can aan p em ban gu n an d i er a d esen t r alisasi ya n g


saat in i diatur da lam UU No. 25 Tahun 20 0 4 dan aturan
pelaksan aan n ya m e n e rapkan pen dekatan bottom -up yan g
lebih m en ekan kan car a-car a asp ir at if d an p ar t isip at if.
Pen d ekatan bottom -u p in i ter lah ir d ar i kesad ar an akan
152 Demokrasi Muka Dua

kelemahan pendekatan top-dow n dalam kegiatan perencanaan


pembangunan. UU No. 25 Tahun 20 0 4 mendorong munculnya
perhatian pada peran partisipasi masyarakat serta pentingnya
m em aham i din am ika m asyarakat dan pem erin tah daerah.
Pen d ekatan p ar tisip atif yan g d ian u t u n d an g-u n d an g in i
setidaknya dapat dilihat pada empat pasal yang menyebutkan
ruang partisipasi bagi masyarakat (pasal 2, 5, 6, dan 7).
Ru a n g p a r t isip a si ya n g leb ih t er b u ka m en d or on g
m a sya r a ka t u n t u k b er ger a k b er sa m a m en ya m p a ika n
aspirasinya. Aksi kolektif lantas mengambil peran besar dalam
membuat suara ma syarakat lebih terdengar. Dengan demikian,
t er bu ka p u la p elu an g u n t u k m em en gar u h i kep u t u san -
keputusan atau kebijakan-kebijakan publik. Dengan kata lain,
aksi kolektif m en dorong m asyarakat untuk lebih siap terlibat
dalam proses pem ban gun an . UU No. 25 Tahun 20 0 4 juga
m enegaskan, aksi kolektif dibutuhkan untuk m engoordinasi
kegiatan-kegiatan individu, menyusun aturan kelompok, serta
memobilisasi sum ber daya uang, tenaga, dan materi lainnya.
Aksi kolektif tam pak pada peren can aan pem ban gun an
d a la m b e n t u k r a n gka ia n m u s ya wa r a h p e r e n ca n a a n
p em b a n gu n a n (Mu sr en b a n g) ya n g d ila ku ka n seca r a
ber jen jan g, m u lai d ar i t in gkat d esa (Mu sr en ban gd es),
kecamatan (Musrenbang ke camatan), kabupaten (Musrenbang
kabupaten ), dan provin si (Musren ban g provin si). Ken dati
m ekan ism e in i sudah dilak sa n akan , m asih ada persoalan
yan g ser in g d ikelu h kan m asyar akat . Ap a yan g m er eka
butuh kan , sebagaim an a terdapat dalam daftar kebutuh an
www.bacaan-indo.blogspot.com

yan g disim pulkan di Musren ban g, kerapkali tidak m en jadi


dokumen program yang disetujui oleh pemerintah di atasnya.
H asil in vestigasi lapan gan dan wawan cara den gan Bappeda
m enguak adanya distorsi atau bias di antara pejabat SKPD-
SKPD yan g terlibat kom petisi sektoral dan berusah a m e-
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 153

m en garuhi besaran APBD m elalui lobi-lobi den gan DPRD.


Ketika mekanisme Musrenbang berjalan di tingkat kabupaten,
di tingkat provinsi ataupun pusat terjadi penyusunan agenda
pem erintah, sehingga terjadi penyaringan usulan-usulan un-
tuk disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan politik atau
kepentingan-kepentingan pemerintah. Hal ini acap me nye bab-
kan kepentingan publik, terutama yang diusulkan ma syarakat
melalui Musrenbang, terabaikan.
Pen yelen ggar aan Mu sr en ban g bisa dikatakan sebagai
forum yang sangat strategis dan inklusif. Forum ini melibatkan
ber bagai pihak untuk menyusun sistem perencanaan dan ang-
garan dalam ran gka m elaksan akan kegiatan pem ban gun an .
Melalui Musrenbang, masyarakat memiliki peluang besar untuk
me nyam paikan aspirasi mereka secara partisipatif. Dengan de-
mikian, mekanisme ini dapat diharapkan untuk menghasilkan
dokumen perencanaan pembangunan yang benar-benar sesuai
ke butuhan m asyarakat. Mekan ism e Musren ban g selam a in i
ma sih terkesan formalitas belaka dan hanya untuk memenuhi
target prosedural. Niat baik pem erintah untuk m em perkuat
kelom pok-kelom pok sosial dalam m asyarakat sebagai upaya
m e ningkatkan partisipasi dan pengawasan pem bangunan be-
lum tam pak terealisasi. Ram ainya forum Musrenbang hanya
tam pak di acara pem bukaan. Setelah itu tim dari pem erintah
saja, khususnya Bappeda, yang aktif m engelola perencanaan
dan m elibatkan SKPD-SKPD dalam pen gan ggaran . Proses
pasca-Musrenbang yang lebih penting adalah penganggaran.
Wu jud dari penganggaran ini berupa APBD. Akan tetapi, pa da
www.bacaan-indo.blogspot.com

kenya taannya proses ini lebih didom inasi elite eksekutif dan
legislatif tanpa m engindahkan keterlibatan m asyarakat. Kri-
tik dari m a syarakat biasan ya baru m un cul setelah program
dilaksanakan.
154 Demokrasi Muka Dua

Sis te m Pe n d id ikan d an Re kru tm e n Po litik Orm as d an


Partai Po litik
Organisasi kem asyarakatan dan partai politik secara form al
m em iliki aturan tentang pendidikan dan rekrutm en sum ber
daya m anusia kader yang diproyeksikan m enjadi pem im pin,
baik di legislatif, eksekutif, maupun di berbagai lini profesi. Ke-
nyataannya tidak banyak organisasi kemasyarakatan dan partai
politik yang secara rutin, periodik, dan reguler melakukan pen-
didikan kader di internal mereka.
Sebagaim ana disebutkan di dalam bab-bab sebelum nya,
tidak jarang jabatan-jabatan politik di pemerintahan diduduki
aktor-aktor yang direkrut dari luar partai sendiri. Partai politik
keban yakan m elakukan kegiatan han ya ketika m en ghadapi
Pemilu. Dengan kata lain, partai bekerja musiman setiap men-
jelang Pemilu lima tahunan. Partai-partai politik di era multi-
partai in i belum m elakukan kaderisasi sehin gga m erekrut
aktor -aktor lain secar a sp or ad is, ter u tam a or an g-or an g
populer, oran g-oran g kaya, dan tokoh -tokoh m asyarakat.
Setelah m en jadi an ggota dan pen gurus partai m ereka pun
t id ak m en galam i in t er n alisasi n ilai-n ilai id eologis d an
kepem im pin an . Fakta m e n un jukkan teram at m udah oran g-
orang m elakukan m igrasi dari partai satu ke partai lain atas
dasar kepentingan sesaat.
Pada umumnya sumber daya manusia partai politik dari sisi
pendidikan cukup beragam , nam un m ayoritas berpendidikan
rendah. Kelebihannya, m ereka m em iliki status terhorm at di
ma syarakat karena jabatan politiknya. Seyogianya orang-orang
www.bacaan-indo.blogspot.com

partai politik memiliki wawasan, kemampuan, dan ilmu penge-


tahuan di bidan g pem erin tahan dan pem ban gun an . H al in i
se ba giannya seharusnya diperoleh m elalui jenjang kaderisasi
internal di partai politik. Namun entah mengapa kepala-kepala
daerah yang tam pil sangat sedikit yang berasal dari kalangan
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 155

internal partai. Apakah hal ini karena partai politik sekadar ti-
dak m em iliki sum ber daya m anusia yang m um puni ataukah
karena fungsi kaderisasi mereka mengalami kegagalan?
Untuk m em peroleh pem aham an yang kom prehensif m e-
nge nai hal ini, tampaknya perlu juga melakukan perbandingan
tentang bagaimana jenjang karier dan proses kaderisasi melalui
diklat-diklat dalam rangka rekrutm en sum ber daya m anusia
dila kukan di partai politik dan di birokrasi pem erin tahan .
Or gan isasi kem asyarakatan dan organ isasi politik, sebagai
ba ngunan infrastruktur yang berpotensi m em bangun supra-
struktur, perlu secara mandiri mengelola modal sosial dan mo-
dal kultural kepem im pin an m asyarakat, m en gadvokasi dan
m en dam pingi m asyarakat, sekaligus m elakukan pengawasan
terhadap kinerja pemerintah.

Am an d e m e n Ko n s titu s i te n tan g Ke d au latan d an


D e m o kras i
Sejak awal Soekarno m enyebut UUD 1945 sebagai konstitusi
sem entara. Dalam sejarahnya Indonesia telah m engalam i be-
berapa kali perubahan dan pergantian UUD. Misalnya ketika
kon stitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 diberlakukan . Sidan g
Kons tituante pasca-Pem ilu 1955 juga berm aksud m enyusun
UUD baru, nam un gagal, sehingga pada 1959 kita kem bali ke
UUD 1945. Kein safan bahwa UUD 1945 bersifat sem en tara
dimak sudkan supaya UUD tersebut dapat mengikuti per kem-
bangan dan dinam ika m asyarakat. Kesadaran akan ke se m en-
ta raan in i “dipaksa” m un cul pasca-run tuh n ya rezim Orde
www.bacaan-indo.blogspot.com

Baru. Amandemen untuk pertama kali dilakukan hanya di era


Re form asi. Hingga kini am andem en sudah dilakukan em pat
kali. Nam un sayan gn ya, am an dem en yan g dilakukan lebih
cen derung m engakom odasi peristiwa politik pasca-Reform asi
ke tim bang am anat konstitusi itu sendiri. Perubahan tersebut
156 Demokrasi Muka Dua

seharusnya juga menggunakan kerangka konseptual dan kajian


akadem ik yang m atang dengan m engundang partisipasi dan
diskusi publik agar sesuai dengan kebutuhan dan tantangan
kekinian.
Pem bahasan tentang konstruksi dem okrasi Pancasila, pe-
m e rintahan daerah, dan otonomi daerah dalam konstitusi se-
makin mendorong mengemukanya gagasan untuk melakukan
am an dem en kelim a terhadap UUD 1945. Tafsir kedaulatan
rak yat semestinya tunggal dalam prinsip dasar hukum di ting-
kat konstitusi yang dimanifestasikan dalam pemilihan umum.
Im plikasinya tentu terkait dengan gagasan am andem en yang
dapat m en gin tegrasikan bab-bab khusus ten tan g rezim pe-
milihan umum eksekutif dan legislatif yang meliputi pemilihan
presiden dan wakil presiden, kepala daerah dan wakil kepala
daerah, DPR, DPD, dan DPRD. Kem udian secara teknis, juga
terkait persoalan bagaim an a Pem ilu legislatif dan eksekutif
dilaksanakan atau diatur dalam UU paket politik. Usulan aman-
dem en kelim a yang dilengkapi naskah akadem ik dan disertai
draf UUD 1945 secara utuh pernah diusulkan dan disusun oleh
DPD RI. 1 Am an dem en khusus berken aan den gan tin gkatan
dan susun an pem erin tah an daerah h arus m em perh atikan
konstruksi demokrasi, desentralisasi, dan otonomi daerah sede-
mikian rupa sehingga semuanya dapat terjalin secara koheren
dan tepat dalam bab-bab dan pasal-pasal terkait.
Untuk m em enuhi kepentingan am andem en, selain pers-
pektif hukum , diperlukan juga pen dekatan sosiologis. Studi
ten tan g am an dem en kon stitusi dalam perspektif sosiologis
www.bacaan-indo.blogspot.com

pernah dilakukan oleh Sujatm iko (20 11). Dalam tulisan yang
ber judul “Social Exclusion and Inclusion Policy in Indonesia”,
Sujatmiko memberikan ulasan mengenai inklusivitas yang ber-

1 Naskah akademik kelompok kerja DPD di MPR RI


Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 157

ba siskan kelas sosial. Kata kelas sosial pernah hilang selam a


32 tahun pem erintahan Orde Baru karena dianggap identik
de ngan Partai Komunis Indonesia (PKI). Isu kelas sosial dapat
berkaitan dengan land reform , akses m odal usaha kecil dan
m enengah, serta kesejahteraan pekerja. Isu-isu ini dianggap
penting karena berkaitan langsung dengan cara produksi ma-
syarakat Indonesia. Apabila dieksplisitkan dalam konstitusi,
akses terhadap cara produksi akan lebih dipermudah bagi ke-
lom pok m asyarakat lem ah sehingga m obilitas sosial ekonom i
dapat terdorong.
H a sil st u d i t er seb u t sem a kin m em p er jela s b a h wa
kon struksi am an dem en kon stitusi m em iliki tekan an pada
diversitas hori zon tal dan pem bagian kekuasaan di tin gkat
elite. Ar tin ya, kon sti tusi tidak m em ber ikan r uan g un tuk
inklusivitas vertikal secara ekonomi maupun untuk penguatan
akses kekuasaan bagi ma syarakat. Dengan kata lain, konstitusi
iku t m en d or on g n egar a m e m in ggir ka n elem en -elem en
yang ada dalam m asyarakat secara vertikal.2 Hal ini berbeda
diban din gkan den gan kon s titusi n egara-n egara lain seperti
Malaysia, India, dan beberapa negara Amerika Latin. Negara-
negara ini memberikan ruang inklusivitas kelas dan penguatan
m asyarakat sipil dalam kon sti tusin ya. H al in i m en jadikan
kon stitusi pegan gan wajib yan g se lalu dirujuk m asyarakat
dalam menuntut berbagai hak yang patut diperolehnya.
Amandemen idealnya dipersiapkan melalui riset yang kom-
prehen sif dan diskusi publik yan g luas un tuk m en dapatkan
subs tansi, representasi, dan inklusivitas UUD. Melibatkan se lu-
www.bacaan-indo.blogspot.com

2 Konstitusi san gat eksplisit m en jelaskan peran presiden , wakil presiden ,


m enteri-m enteri, dan kepala daerah. Karen a itu, konstitusi yan g sangat
kurang memberikan wawasan mengenai isu kelas sosial dan peran eksponen
civil society yang menimbulkan sebuah persoalan penguatan masyarakat.
158 Demokrasi Muka Dua

ruh pemangku kepentingan dalam diskusi publik, penyusunan


naskah akademik, FGD, dan semacamnya dapat menciptakan
rum usan kon stitusi yan g lebih bisa diterim a sem ua pihak.
Aman demen yang dilakukan dalam momentum politik, apalagi
di bawah tekan an dan kepen tin gan politik golongan seperti
yang terjadi dalam proses amandemen yang sudah empat kali,
hanya melahirkan ketidakstabilan atau “bongkar– pasang” UUD
belaka.
Setiap perum usan keputusan dalam tingkatan apapun se-
lam a in i jaran g dilakukan secara in klusif, arif, bijak, dalam
suasana jernih dan tenang tanpa gejolak. Oleh karena itu, dapat
dipaham i m en gapa proses in stitusion alisasi belum berhasil
m en ciptakan oton om i m asyar akat. Dar i per ubah an dem i
per ubahan , proses in stitusion alisasi dan produkn ya han ya
ber putar pada distribusi kekuasaan dari eksekutif pusat ke
eksekutif daerah. Lebih jauh lagi, hanya menyentuh penguatan
kekuasaan legislatif daerah, nam un distribusi kekuasaan ke
masyarakat belum benar-benar terjadi.

Sis te m Le gis las i Pe m e rin tah an D ae rah


Prinsip utam a legislasi adalah m engatur keseim bangan pu sat
dan daerah m elalui kebijakan yan g sifatn ya kon tin uum an -
tara sentralism e dan desentralism e sebagai konsekuensi ben-
tuk negara kesatuan. Pem bagian wilayah, kekuasaan, dan ke-
we nangan, serta urusan-urusan antara pem erintah pusat dan
daerah harus mempertimbangkan aspek-aspek demokrasi, ke-
khasan lokal, otonomi, dan keseimbangan relasi antar-susunan
www.bacaan-indo.blogspot.com

pe m erin tahan . Proses legislasi yan g m en gakui lokalitas se-


ka ligus fungsi koordinatif antarwilayah di bawah pem binaan
pe merintah pusat menjadi prasyarat hadirnya UU yang dapat
mengatasi berbagai tuntutan daerah yang ingin merdeka. Da-
lam ren tang waktu yang panjang UU Pem erintahan Daerah
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 159

be lum m en cerm in kan gam baran ideal hubun gan pusat dan
daerah. Di sam ping itu, juga belum m endorong kem andirian
atau otonomi masyarakat sebagai prinsip utama kebijakan de-
sentralisasi. Problem utama dalam proses institusionalisasi ini
adalah persoalan substansi, relasi antar-aktor di daerah dan
pusat, serta persoalan inklusivitas.
Substansi legislasi mengandung problem terkait mekanisme
pro sedural dem okrasi—bagaim an a kepala daerah dipilih ?
Paralel dengan aspek prosedural tersebut adalah bagaimana pe-
merintah daerah yang terbentuk melalui prosedur demokratis
itu m enghasilkan dem okrasi substansial, yaitu hadirnya ke-
bijakan publik yang partisipatif dalam menyelesaikan urusan-
urusan lokal. Dalam konteks ini proses legislasi harus secara
sim ultan dan m en yeluruh m en gkaji UU paket politik untuk
m e m astikan dapat diperbaikinya ekses-ekses negatif dari de-
m o krasi lokal. Revisi UU Partai Politik, UU Perim bangan Ke-
uangan Pusat dan Daerah, UU Aparatur Sipil Negara (ASN),
UU Penyelenggara Pemilu harus menjadi satu rangkaian yang
utuh dengan revisi UU Pe me rintahan Daerah dan UU Pilkada.
Relasi antar-aktor di pusat dan daerah, antara aktor Pemda
de ngan berbagai komponen masyarakat, menjadi bagian pen-
ting dalam m enciptakan pem erintahan transform atif. Aktor-
aktor tersebut secara institusional m em iliki kedudukan seim -
bang dan setara dalam perum usan UU dem i pem erataan ke-
kuasaan, kewenangan, dan kedaulatan yang tidak hanya di-
miliki oleh eksekutif, legislatif, tetapi juga masyarakat sipil.
Birokrasi, baik dari sistem kepegawaiannya, khususnya ke-
www.bacaan-indo.blogspot.com

pangkatan, eselonisasi, m aupun prom osi bagi pegawai yang


akan m enjadi kepala SKPD, harus steril dari politik birokrasi
yang menurut pengalaman empirik kerap melanggar prinsip pe-
me rintahan yang baik dan buruk bagi penyelenggaraan peme-
rintahan daerah. Menjelang Pemilukada pejabat sipil birokrasi
160 Demokrasi Muka Dua

dan pejabat politik saling membutuhkan (baca: kongkalikong)


dalam proses-proses politik dengan tujuan berkoalisi untuk
merebut sumber daya melalui kekuasaan.
Belum ada UU yang secara jelas mengatur aspek pembinaan
pegawai, terutam a un tuk m em batasi hubun gan profesion al
an tara aparat pem erin tah dan pejabat politik. Kem en terian
Dalam Negeri dan Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi
merupakan penanggung jawab utama dalam upaya pembinaan
pegawai di daerah sebagai satu kesatuan pegawai n asion al.
Pem binaan dan pengawasan terhadap kinerja pem erintahan
daerah penting mengingat kepala daerah yang terpilih melalui
seleksi politik dapat mengintervensi birokrasi. Intervensi kepala
daerah untuk memperbaiki birokrasi dalam menjalankan fungsi
pelayanannya memang mencerminkan aktor yang baik, namun
bila intervensi tersebut menabrak aturan justru akan menjadi
masalah. Mekanisme pemberian “hadiah” dan “sanksi” menjadi
for m ula yang dapat digunakan dalam m engevaluasi tupoksi
(tugas, pokok, dan fun gsi) pada jabatan -jabatan struktural
biro krasi. Dalam kaitan ini Wakil Menteri PAN dan Reformasi
Biro krasi Prof. Dr Eko Prasojo mengidentiikasi masalah untuk
mem benahi draf RUU ASN (saat ini telah menjadi UU) sebagai
berikut:

Persoalan bangsa ini terlilit di antara politik, birokrasi dan


penegakan hukum , saat ini sedang dicarikan cara agar politik
dan birokrasi itu tidak saling terkooptasi. Sebab, politik dan
birokrasi ini seharusnya m erupakan subsistem yang setara.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Birokrasi itu selalu terkooptasi dengan kepentingan politik.


Konsep netralitas itu sebenarny a m enem patkan birokrasi
dan politik sebagai subsistem y ang setara. Di J erman hal ini
berlaku, jadi orang bisa m em bedakan kapan seseorang ber-
tindak sebagai negara, sebagai pemerintah, dan sebagai admi-
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 161

nistratur. Administrasi ini menjalankan keputusan-keputusan


politik yang formal yang ada dalam UU, yang ada di daerah,
tapi dia juga menjalankan keputusan-keputusan politik yang
parsial sifatnya. J adi, mereka sebagai PNS bisa berbeda pen-
da pat dengan atasannya kalau yang diinstruksikan tidak se-
suai dengan perintah UU. Bagaim ana m em buat prom osi ja-
batan y ang tidak terkooptasi dengan kepentingan politik?
Me ngenai sentralisasi kepegaw aian, itu sama dengan isu de -
sen tralisasi itu sendiri, kita ingin orbitnya tidak lepas, akan
tetapi tetap mengikuti kebutuhan dan perubahan lingkungan.

Kem enterian PAN dan RB sudah seharusnya m elakukan


koordinasi yang efektif dalam m enyusun regulasi yang saling
terhubung agar tidak terjadi tum pang tindih. Untuk itu, re-
visi UU Pemda dan UU ASN harus saling menunjang dan me-
lengkapi. UU Pem da m engikat penyelenggara pem erintahan
daerah yang terdiri atas kepala daerah dan wakil kepala daerah
bersama DPRD dan perangkat daerah yang terdiri atas pejabat
birokrasi dan pegawai negeri. UU ASN yang merupakan revisi
terhadap UU Kepegawaian sudah seyogianya mengakomodasi
per ubah an kekin ian akibat perkem ban gan politik lokal di
daerah, yaitu dengan menjaga netralitas birokrasi dan mening-
katkan profesionalism e aparat birokrasi dalam m enjalankan
fungsi pelayanan publik.
Kultur birokrasi yang m elayani seharusnya m enjadi iklim
kon dusif yan g diciptakan oleh aktor-aktor in tern al da lam
m en jalan kan reform asi birokrasi. Kesen jan gan an tara pe-
www.bacaan-indo.blogspot.com

mim pin politik yang datang dan pergi setiap lima tahunan dan
aparat birokrasi yang relatif lebih stabil dan lam a durasi ker -
janya merupakan fakta empirik yang penting dicarikan solusi-
nya agar kepala daerah dapat melaksanakan tugas-tugas pem-
bangunan dan pelayanan publik sebagaim ana visi-m isi yang
162 Demokrasi Muka Dua

telah dikam panyekan dalam Pem ilukada. Kepala daerah ter-


pilih memerlukan kabinet yang kuat, kompeten, serta me miliki
komitmen dan integritas yang tinggi. Kabinet ini adalah biro-
krasi kepegawaian yang berisi aparatur-aparatur sipil atau PNS
yang dengan syarat kualiikasi tertentu diangkat oleh pejabat
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri serta
mendapatkan gaji sesuai dengan perundang-undangan. Kepala
daerah, baik gubern ur, bupati, m aupun walikota, m em iliki
fungsi sebagai pejabat pem bina kepegawaian daerah. Sebagai
pejabat pembina kepegawaian daerah, para kepala daerah tentu
m em iliki pengaruh besar dalam m enentukan pejabat-pejabat
yang berwenang dan formasi perangkat daerah.
Fakta em pirik selam a pelaksan aan dem okrasi lan gsun g
m e nunjukkan, netralitas PNS m enjadi taruhan dan politisasi
birokrasi m enjadi fenom ena lum rah. Menjelang Pem ilukada,
perangkat daerah berpotensi menjadi mesin politik petahana.
Pasca-Pem ilukada kinerja kepala daerah dalam m enentukan
jabatan-jabatan perangkat daerah cenderung diwarnai subjek-
tivitas yang didasari faktor kedekatan dan balas budi atas ke-
suk sesan m em en an gkan Pem ilukada. Aparat yan g m en jadi
tim sukses akan mendapatkan posisi yang aman bahkan layak,
sedangkan aparat yang m endukung calon lain akan terancam
mutasi, nonjob, atau sanksi-sanksi politik lain.
Posisi strategis di birokrasi menjadi sasaran para pegawai
negeri untuk mengejar karier dengan cara menjalin hubungan
dan kom unikasi politik dengan kandidat kepala daerah. Da-
lam h al in i, m ereka juga cen derun g m en gupayakan bagi-
www.bacaan-indo.blogspot.com

bagi kekuasaan (pow er sharing) dan politik tawar-m enawar


(bargain in g position ). Kecen derun gan dem ikian m em iliki
risiko: bila kandidat yang didekati kalah, m aka pejabat yang
ber sangkutan m esti bersiap-siap untuk pindah ke dinas lain,
bah kan ke kabupaten lain atau ke provin si. H al in i secara
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 163

terang-terangan diungkap oleh salah seorang inform an yang


pen ulis tem ui ketika m elakukan pen elitian lapan gan , yakn i
seorang pejabat eselon IV yang di-nonjob-kan oleh bupati di
salah satu kabupaten di Lam pung. Pada periode berikutnya
calon yan g d id u ku n gn ya t er n yat a m en an g, seh in gga ia
m em peroleh kem bali posisi jabatan yang strategis di eselon
IV/ a.3
Pengalam an inform an di atas m erupakan gam baran po-
litisasi birokrasi dan PNS pada saat Pemilukada. Sudah menjadi
ke lazim an kepala daerah petahan a m elakukan kon solidasi
politik untuk mendulang suara dengan cara membagi tugas dan
tanggung jawab m asing-m asing kepala dinas dan perangkat
daerah lainnya di daerah pemilihan tertentu. Hal ini dilakukan
m elalui pendekatan kegiatan yang disertai anggaran. Praktik
yang dem ikian pada um um nya efektif untuk m em enangkan

3 “... terus terang saya sakit hati dengan bupati, saya di-nonjob-kan karena
saya dian ggap m en dukun g bapak wakil bupati yan g akan m aju. Saya
memang dekat dengan wakil bupati, saya pindah ke sini diajak, sebelumnya
saya kan di provinsi. Bupati tahu. Selama ini, kan, bupati dan wakil bupati
hubungannya baik-baik saja, nam un karena wakil m au m aju, jadi tim bul
masalah dan saya kena getahnya. Ya nggak apa-apalah, itu risiko. Nam un
sayangnya wakil bupati terjegal tidak m em peroleh dukungan dari partai
politik, sehingga tidak bisa m eneruskan pencalonannya. Lalu, saya am bil
inisiatif sendiri tanpa seizin bapak wakil bupati saya mengumpulkan teman-
teman saya yang di dinas-dinas yang pernah sakit hati dengan bupati, untuk
m endukung calon lain m elawan anaknya bupati incum bent. Saya nggak
urusan, netral-netralan. Saya sudah terang-terangan di kantor m elawan
bupati, saya kam panye untuk yang lain. Alham dulillah anak bupati kalah
www.bacaan-indo.blogspot.com

dan calon saya m enang. Sekarang saya dipercaya oleh bapak bupati dan
wakil bupati untuk menyusun nama-nama PNS yang akan duduk di posisi-
posisi baik di eselon dua sam pai em pat. Apalagi un tuk saya sudah ada
jam inan, seandainya golongan saya sudah sam pai, bisa jadi kepala dinas.
Tapi nggak apa-apa yang penting saya puas bisa mengalahkan anak bupati,
calon yang didukung bupati incum bent, he he he...”
164 Demokrasi Muka Dua

kontestasi karena didukung oleh sum ber daya m anusia yang


bisa m engakses m asyarakat sam pai ke akar rum put dan di-
du kung pula sum ber dana dari APBD atas nam a kegiatan ke-
dinasan. Anehnya, praktik-praktik seperti ini tidak bisa dibuk-
tikan oleh panitia pengawas Pemilu dalam sidang-sidang m e-
reka, sehingga tidak dapat ditindaklanjuti hingga ke pemberian
sanksi.
Birokrasi juga merupakan mesin untuk mengakumulasi ka-
pital, khususnya dengan m em ainkan tender-tender proyek di
SKPD-SKPD. Budaya setoran sudah lumrah dan menjadi aturan
tidak tertulis. Keluhan yang sering terdengar: “J angankan tidak
setor, kita setor saja belum ten tu proyekn ya kita dapatkan ;
yang sudah dilingkari untuk kita saja bisa hilang, karena ka-
lah setoran dengan yang lain.” Keluhan ini sudah biasa di ka-
langan kontraktor yang ikut tender. Secara terbuka mereka juga
m en gakui kerap setor kepada kepala-kepala din as terten tu.
Kepala-kepala dinas sendiri m elakukan hal ini karena dikejar
setoran untuk kepala daerah, baik secara langsung ataupun
m e lalui keluarga dan oran g-oran g terdekat kepala daerah
yang bersangkutan. Ada pula kalangan keluarga, kelom pok,
dan orang-orang dekat kepala daerah yang ikut m enjadi pe-
serta tender dan m elakukan tekanan m elalui lobi-lobi untuk
me menangkan suatu proyek. Sekali lagi, dalam hal ini berlaku
anekdot bahwa praktik dan perilaku semacam itu bagaikan “...
gas yang bau, namun sulit dicari siapa pelakunya, kecuali ada
yang mengaku.”
Pasca-pelan tikan kepala d aer ah , pen ataan per an gkat
www.bacaan-indo.blogspot.com

d a er a h m en ja d i p r ior it a s u t a m a d en ga n m ela ku ka n
perom bakan per son el dan str uktur terten tu. Din as-din as
yan g m em iliki sum ber daya besar yan g dapat dikapitalisasi
adalah sasaran utam a yang harus diisi orang-orang tertentu,
biasan ya oran g-oran g dekat kepala daerah atau setidakn ya
orang-orang yang dipercaya m am pu m elaksanakan kehendak
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 165

dan m enerjem ahkan gesture sang kepala daerah. Syarat dan


kualifikasi adm in istratif se se oran g dapat disesuaikan agar
pengangkatannya dianggap pantas dan sesuai dengan prosedur
yuridis yang sudah diten tukan. Mem ang idealnya penentuan
posisi-posisi strategis men jadi kewenangan Baperjakat (Badan
Pertim ban gan J a bat an dan Kepan gkatan ). Badan tersebut
m erupakan organ yan g m en jam in kualitas dan objektivitas
d alam p en gan gkat an , p e m in d ah an , d an p em ber h en t ian
pegawai negeri sipil dari jabatan struktural eselon II ke bawah.
Kepala dinas merupakan salah satu jabatan struktural eselon II
(lihat tabel).

Tabel 6.1. Eselonisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota


No. Eselon
1 II a
2 II b
3. III a
4. III b
5. IV a
IV b
Sumber: diperoleh oleh Dadang Solihin (2012), Kamus Istilah Otonomi Daerah.

Tabel 6.2. Eselon Perangkat Daerah Provinsi


No. Eselon Jabatan
1. Ib Sekretaris Daerah
2. II a Kepala Dinas, Asisten Sekretaris Daerah, Kepala
Lembaga Teknis Daerah yang berbentuk Badan dan
Sekretaris DPRD
3. II b Kepala Biro dan Wakil Kepala Dinas
www.bacaan-indo.blogspot.com

4. III a Kepala Lembaga Teknis Daerah yang berbentuk


kantor, Kepala Bagian, Kepala Sekretariat, Kepala
Subdinas, dan Kepala Bidang dan Kepala Unit
Pelaksana Teknis Dinas
5. IV a Kepala Subbagian, Kepala Subbidang, dan Kepala
Seksi
Sumber: diperoleh oleh Dadang Solihin (2012), Kamus Istilah Otonomi Daerah.
166 Demokrasi Muka Dua

Dalam praktiknya Baperjakat sangat rentan dipengaruhi


oleh kepala daerah dan sebagian besar m en uruti kein gin an
ke pala daerah. Keterpengaruhan ini bisa saja bersifat struk-
tural, yaitu dalam kapasitas kepala daerah sebagai pem bina
ke pe gawaian daerah dan bisa pula secara kultural karen a
adanya rasa sungkan dan ew uh pakew uh yang membuat badan
tersebut berada dalam posisi lem ah. Dinas-dinas strategis—
dalam praktiknya sering disebut “dinas-dinas basah”—menjadi
sasaran prioritas un tuk m en geruk kapital, terutam a un tuk
m engem balikan m odal yang telah dikeluarkan selam a m asa
kam panye. Kapitalisasi “dinas-dinas basah” ini bahkan secara
inansial dapat digunakan untuk mendukung persiapan konso-
lidasi kekuasaan pada periode berikutnya m aupun pewarisan
tahta dinasti kepada garis keturunan keluarga terdekat. Po-
litisasi birokrasi dan keterlibatan PNS dalam politik Pemilukada
m e m un culkan hubun gan m utualistik an tara pejabat politik
dan pejabat birokrasi dalam rangka m em bangun kekuasaan
bersama. Dalam hal ini kedudukan birokrasi menjadi sumber
ka pitalisasi ekonomi, politik, dan sosial budaya yang harus di-
pelihara agar keberlanjutan kekuasaan dapat terjamin. UU ASN
harus dapat m erum uskan kem bali hubungan antara pejabat
po litik den gan pejabat karier di daerah oton om , sekaligus
menjaga netralitas PNS sebagai aparat negara.
Birokrasi terdiri atas aparat-aparat yan g m en jalan kan
tugas-tugas pem erin tahan . Mereka telah m en galam i proses
pendidikan berjenjang dan memiliki pengalaman yang panjang
se bagai hasil dari masa kerja yang cukup lama. Birokrasi me-
miliki kualiikasi sumber daya manusia yang baik dan berkuali-
www.bacaan-indo.blogspot.com

tas, baik dari sisi pendidikan form al, pendidikan non for m al,
maupun pengalaman dan masa kerja, serta sudah terbiasa ber-
ha dapan dengan masyarakat dalam menjalankan pelayanan pu-
blik. Tidak sedikit para birokrat yang sukses sampai di pun cak
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 167

kariernya, kemudian mencalonkan diri menjadi kepala daerah.


Umumnya aktor dari kalangan birokrat ini mampu me me nang-
kan Pemilukada dan sukses menjadi kepala daerah. Dalam jalur
birokrasi terdapat jenjang-jenjang yang harus dilalui oleh PNS
dalam meniti karier di pemerintahan sejak awal mula diangkat
sebagai PNS hin gga pen siun . Beberapa jen jan g pen didikan ,
pangkat, golongan/ ruang dan eselon seseorang dalam birokrasi
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 6.3. Tingkat Jabatan Struktural, Eselon, dan Jenjang Pangkat


Jabatan Struktural
Eselon Jenjang Pangkat dan Golongan/Ruang
Terendah Tertinggi
Pangkat Gol/ Pangkat Gol/
Ruang Ruang
Ia Pembina Utama IV/d Pembina Utama IV/e
Madya
Ib Pembina Utama IV/c Pembina Utama IV/e
Muda
II a Pembina Utama IV/c Pembina Utama IV/d
Muda Madya
II/b Pembina Tingkat I IV/b Pembina Utama IV/c
Muda
III a Pembina IV/a Pembina Tingkat I IV/b
III b Penata Tk I III/d Pembina IV/a
IV a Penata III/c Penata Tk I III/d
IV b Penata Muda Tk I III/b Penata III/c
www.bacaan-indo.blogspot.com
168 Demokrasi Muka Dua

Tabel 6.4. Jenjang Diklat Kepemimpinan untuk Meningkatkan


Kapasitas dan Kemampuan PNS
Eselon dan Jenjang Pangkat dan Golongan/Ruang
Jenjang Diklat Terendah Tertinggi
Pangkat Gol/ Pangkat Gol/
Ruang Ruang
I a Dilatpim Tk I Pembina IV/d Pembina IV/e
atau Spati Utama Madya Utama
I b sama Pembina IV/c Pembina IV/e
Utama Muda Utama
II a Diklatpim Tk Pembina IV/c Pembina IV/d
II atau SpAMEN Utama Muda Utama
Madya
II/b Sama Pembina IV/b Pembina IV/c
Tingkat I Utama
Muda
III a Diklatpim Tk Pembina IV/a Pembina IV/b
III atau Spama Tingkat I
III b, Sama Penata Tk I III/d Pembina IV/a
IV a Adum atau Penata III/c Penata III/d
setara Diklatpim Tk I
Tk IV
IV b Sama Penata Muda III/b Penata III/c
Tk I

Untuk m enduduki jabatan-jabatan tertentu dan/ atau m e-


n iti karier jen jan g kepan gkatan sebagaim an a disebutkan di
atas harus memiliki kualiikasi tertentu yang diperoleh melalui
jen jang pelatihan dan pendidikan sebagaim ana dapat dilihat
di dalam tabel. Berdasarkan apa yang sudah didiskusikan di
atas, maka langkah perbaikan harus dimulai dari regulasi yang
menjaga netralitas birokrasi dan memelihara hubungan antara
www.bacaan-indo.blogspot.com

kepala daerah sebagai pejabat politik dengan sekretaris daerah


se bagai penanggung jawab kepegawaian daerah. Dengan de-
mikian, UU ASN dan UU Pemerintahan Daerah harus memiliki
korelasi yang dekat.
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 169

Pe n ye le n ggara Pe m ilu ( kad a) s e bagai In s tru m e n


Pe n gu atan D e m o kras i
Sejak era Reformasi penyelenggara Pemilu merupakan institusi
baru yang relatif independen dan terpisah dari lembaga pe me-
rintah. Hal ini dim aksudkan untuk m em beri garansi kualitas
dem okrasi. In stitusi baru pen yelen ggara Pem ilu itu tidak
serta-merta memperoleh independensinya secara utuh, karena
dalam perjalan an n ya kean ggotaan in stitusi tersebut m asih
diinter vensi oleh orang-orang yang m erupakan representasi
dari lem baga pem erin tah dan partai politik. In depen den si
m er u pakan pr in sip d em okr asi yan g h ar u s m elekat pad a
pen yelen ggara Pem ilu, di sam pin g prin sip n etralitas agar
dapat m enjalankan perannya sebagai wasit yang adil dalam
sebuah kompetisi Pemilu. Se jak mula bahkan jauh sebelumnya,
yaitu di era Orde Baru, prin sip tersebut tidak m endapatkan
perhatian sama sekali. Ke cen d erungan ini terus berlanjut ketika
memasuki era transisi, di mana lembaga penyelenggara Pemilu
kerap kali diben tuk de n gan seten gah hati oleh pihak-pihak
yan g berkepen tin gan , yaitu aktor-aktor in tern al n egara dan
kalangan partai politik di parlemen.
Koalisi dan kolaborasi antara aktor internal eksekutif dan
legislatif yang didukung oleh aktor eksternal nonnegara partai
politik dalam proses pen gam bilan keputusan di parlem en —
membuat UU—selalu mementingkan kepentingan mereka sen-
diri. Kepentingan itu tidak lain adalah m enjadikan lem baga
pen yelen ggar a Pem ilu d iku asai oleh or an g-or an g titipan
m ereka sehingga sewaktu-waktu dapat diintervensi, terutam a
www.bacaan-indo.blogspot.com

ketika menentukan hasil Pemilu. Perumusan UU paket politik


serin gkali tidak m elibatkan secara sun gguh-sun gguh aktor-
aktor dari kalan gan pem an gku kepen tin gan . J uga kuran g
m en den gar as pirasi yan g terkait den gan kepen tin gan yan g
lebih luas untuk lahirnya sebuah kebijakan yang inklusif.
170 Demokrasi Muka Dua

Koalisi aktor -aktor yan g m em iliki otor itas m em bu at


UU yan g ter cerm in dalam UU No. 4 Tahun 20 0 0 ten tan g
Perubahan atas UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Dalam
Bab III UU No. 4 Tahun 20 0 0 disebutkan , pen yelen ggara
terdiri atas partai politik dan pem erintah yang bertanggung
jawab terhadap presiden. Pengaturan tentang penyelenggara
Pemilu sebagaimana UU No. 4 Tahun 20 0 0 dan kemudian UU
No. 12 Tahun 20 0 3 dican tum kan dalam UU tentang Pem ilu
An ggota DPR, DPD, DPRD. Nam un dem ikian , UU No. 12
Tahun 20 0 3 relatif sudah mengarah para prinsip independensi
dan netralitas, karena di dalam Bab IV tentang Penyelenggara
Pem ilu kean ggotaan n ya tidak diperbolehkan dari an ggota/
pengurus Parpol.
Perubahan UU masih terjadi di tahun 20 0 7 dan 20 11, yang
memisahkan bab penyelenggara Pemilu dari UU tentang Pemilu
dan m enjadinya UU Penyelenggara Pem ilu, yaitu UU No. 22
Tahun 20 0 7 dan UU No. 15 Tahun 20 11 tentang Penyelenggara
Pem ilihan Um um . Pengaturan dalam UU tersendiri tentunya
m em berikan ruang yang sem akin luas bagi proses penguatan
pe n yelen ggara Pem ilu, baik dari sisi kelem bagaan m aupun
dari sisi personel keanggotaannya sebagai penyelenggara. La-
hir nya UU tersebut bukan berarti m enghilangkan hasrat dan
kepentingan aktor-aktor pem erintah dan parlem en yang ber-
koalisi den gan kepen tin gan partai politik un tuk m elakukan
in terven si terhadap pem ben tukan dan seleksi kean ggotaan
lem baga ini. Dalam proses perumusan UU No. 15 Tahun 20 11,
m isalnya, aktor-aktor internal negara m asih m em beri ruang
www.bacaan-indo.blogspot.com

bagi kepentingannya dalam pasal-pasal tertentu, khususnya


terkait persyaratan anggota yang diperbolehkan dari kalangan
p ar t ai p olit ik. Resp on s d an kr it ik d ar i akt or ekst er n al
nonnegara seperti Cetro, Perludem , J PPR, KIPP, LIMA, dan
PSAK, me no lak orang-orang dari partai politik dan pemerintah
duduk di KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 171

Menurut UU No. 15 Tahun 20 11, lem baga penyelenggara


Pemilu terdiri atas KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai satu ke sa-
tuan fungsi yang menyelenggarakan Pemilu, termasuk Pemilu
kepala daerah. Pemilihan kepala daerah secara langsung sejak
20 0 5 merupakan bagian dari tugas, wewenang, dan kewajiban
KPU dan Bawaslu. Pem ilukada harus diselenggarakan se ca-
ra m andiri dan profesional sesuai am anah UU No. 15 Ta hun
20 11. Tugas, wewenang, serta kewajiban KPU dalam pe nye-
lenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota disebut-
kan dalam pasal 18 ayat 3 dan 4. Tugas, wewenang, serta ke-
wa jiban KPU provin si dalam pen yelen ggar aan pem ilih an
gu ber nur dicantum kan dalam pasal 9 ayat 3 dan 4. Adapun
tugas, wewenang, serta kewajiban KPU kabupaten/ kota da lam
penye lenggaraan pem ilihan bupati/ walikota secara eks plisit
terdapat di pasal 10 ayat 3 dan 4. Setiap tingkatan penye leng-
gara merupakan satu kesatuan fungsi yang saling berkoordinasi
dalam menjalankan peran masing-masing untuk mewujudkan
demokrasi lokal yang berkualitas.
Secara em pirik telah ditem ukan ban yak persoalan yan g
amat kompleks terkait penyelenggaraan Pemilukada di daerah,
m ulai dari persoalan pen yusun an tahapan dan jadwal, tata
ker ja penyelenggara dari pusat hingga tingkat RT/ RW—dari
KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/ kota, Panitia Pem ilihan
Kecam atan (PPK), Panitia Pem ungutan Suara (PPS), hingga
Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS)—serta persoalan
yang berkaitan dengan sosialisasi kepada m asyarakat dan pe-
m ilih agar berpartisipasi dalam pem ilihan dan m enghindari
www.bacaan-indo.blogspot.com

golput. Masalah lain yang selalu menjadi isu krusial setiap kali
menghadapi Pemilukada adalah pendataan dan pemutakhiran
data pemilih—siapa saja yang berhak memilih, siapa yang men-
data pem ilih dari pin tu ke pin tu, pen gadaan kartu pem ilih,
pe nyusunan daftar pem ilih sem entara dan tetap, serta ke ber-
172 Demokrasi Muka Dua

adaan pem ilih silum an (orang yang tidak dikenal dan orang
yang sudah m eninggal) dalam daftar pem ilih. Im plikasi dari
persoalan in i erat kaitan n ya den gan hak-hak kon stitusion al
warga negara yang dijamin oleh konstitusi, jumlah kursi DPRD
setiap daerah baik provinsi, kabupaten, dan kota, serta jumlah
jatah kursi partai politik hasil perolehan suara Pem ilu. Data
penduduk dan data Pemilu merupakan data yang berbeda, na-
mun pihak pemerintah sebagai penyedia data seringkali kurang
harmonis dalam mengoordinasi pemutakhiran data Pemilu.
Masalah data Pem ilu dan data penduduk setiap lim a ta-
hunan m enjadi agenda rutin yang sangat krusial akibat tidak
didesain secara berkala sepanjang tahun. Program e-KTP yang
diluncurkan Kemendagri masih menyisakan banyak persoalan,
term asuk dalam m endukung pem utakhiran data Pem ilu oleh
KPU. Beberapa persoalan lainnya adalah tata cara pencalonan,
kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi,
pengadaan dan distribusi logistik, pelaporan dana kam panye,
serta sengketa hasil Pem ilukada yang berakhir di MK. Sem ua
persoalan ini cukup menyita energi KPU yang banyak digugat
oleh calon yang kalah. Persoalan-persoalan tersebut merupakan
fenom ena dan fakta yang m em erlukan sejum lah agenda per-
baikan dem i kualitas penyelenggaraan dem okrasi yang lebih
baik di masa yang akan datang. Untuk itu, aspek kelembagaan
penyelenggara Pemilu dan personel keanggotaannya yang me-
miliki kapasitas, integritas, kredibilitas, dan profesionalitas ha-
rus selalu dipikirkan penyempurnaan dan penguatannya.
Men im ban g kom pleksn ya persoalan di atas, KPU telah
www.bacaan-indo.blogspot.com

mem bagi peran KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/ kota
agar dapat dikelola secara koordinatif di berbagai tingkatan.
Pem bagian peran ini menurut Ketua KPU, Husni Kamil Malik,
dim aksudkan un tuk kepen tin gan koordin asi dalam m en ja-
lan kan tugas, kewenangan, dan kewajiban sebagaim ana yang
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 173

dike hen daki oleh UU. Peran KPU kin i dibagi m en jadi tiga,
yaitu peran regulator, peran koordinator, dan peran ekse ku-
tor. Sebelum nya KPU bukan lem baga yang berperan sebagai
regulator, m elainkan eksekutor yang m en jalankan UU, per-
atur an pemerintah, dan peraturan teknis yang dikeluarkan oleh
Kementerian Dalam Negeri.
Peralihan fungsi dan peran KPU dari 20 0 5 sam pai 20 0 7,
dari yan g sebelum n ya sekadar eksekutor UU No. 32 Ta hun
20 0 4 dan peraturan pemerintah ke peran regulator se jak 20 0 7,
berimplikasi terhadap kewenangan KPU untuk mem buat per-
aturan -peraturan sen diri yan g setara den gan per aturan pe-
merintah guna menerjemahkan secara detil dan mengatur se-
m ua aspek penyelenggaraan Pem ilukada. Dengan de m ikian,
peraturan pemerintah seperti PP No. 6 Tahun 20 0 5 tidak men-
jadi acuan lagi. Hingga kini KPU telah melahirkan lebih dari 10
peraturan KPU yang mengatur penyelenggaraan Pemilukada di
seluruh Indonesia.
Kendati dem ikian, di tingkatan provinsi dan kabupaten/
kota, KPU tidak berperan sebagai regulator, namun lebih se ba-
gai eksekutor langsung penyelenggaraan pem ilihan gubernur
untuk KPU provinsi dan pemilihan bupati/ walikota untuk KPU
kabupaten/ kota. Khusus untuk KPU provinsi, dalam pemilihan
bupati dan walikota lebih berperan sebagai koordinator.
Selain KPU, Bawaslu juga merupakan lembaga pe nye leng-
gara Pem ilu. Bawaslu bertugas m engawasi penyelenggaraan
Pem ilu d i selu r u h wilayah Negar a Kesat u an Rep u blik
In don esia. Di setiap provin si terdapat Bawaslu provin si, di
www.bacaan-indo.blogspot.com

kabupaten/ kota terdapat Panitia Pengawas Pemilu kabupaten/


kota (Pan waslu kabu paten / kota), di kecam atan ter dapat
Panitia Pengawas Pem ilu kecam atan (Panwaslu kecam atan),
Pengawas Pemilu La pangan di tingkat desa atau kelurahan atau
sebutan lain, serta Pengawas Pem ilu Luar Negeri. Bagaim ana
174 Demokrasi Muka Dua

tugas, wewen an g, dan kewajiban m asin g-m asin g tin gkatan


lem baga pen gawasan in i dican tum kan dalam UU No. 15
Tahun 20 11 pasal 73 sampai 84. Ringkasnya, Bawaslu bertugas
mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan
dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang
dem okratis. Pem bagian peran dan tanggung jawab tingkatan
Bawaslu tid ak ber bed a d en gan KPU. Bawaslu ber p er an
sebagai regulator yang melahirkan ber bagai produk peraturan
pengawasan. Adapun Bawaslu provinsi dan Panwas kabupaten/
kota berperan sebagai pengguna dan pelaksana peraturan yang
dibuat oleh Bawaslu.
Tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu dan perangkat di
bawahnya secara eksplisit disebutkan dalam UU, baik dari ting-
kat pusat sampai tingkat desa dan luar negeri. Terkait penye-
lenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan dan desa, merupakan
kewenangan dan tugas KPU kabupaten/ kota untuk membentuk
panitia pelaksana di wilayah kerjanya m asing-m asing, seperti
PPK di kecam atan , PPS di desa dan KPPS di tin gkat TPS.
Ada pun panitia pengawas, seleksi, dan penetapannya di ting-
kat desa m erupakan kewen an gan Pan was Kecam atan . Ber-
beda dari lem baga pengawas, PPK di kecam atan tidak m e m i-
liki kewen an gan dalam seleksi dan pen etapan an ggota PPS
dan KPPS. Perbedaan berikutnya adalah KPU, KPU pro vin-
si, dan KPU kabupaten/ kota m erupakan lem baga yang ber-
sifat hierarkis dan tetap, sedan gkan Pan waslu kabupaten /
kota, Panwaslu kecam atan, Pengawas Pem ilu Lapangan dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri bersifat ad hoc—setelah seluruh
www.bacaan-indo.blogspot.com

tahapan proses Pemilu selesai, selesai pula tugas mereka.


Sesuai am anat UU, Bawaslu bertugas m engawasi penye-
len g gar aan Pem ilu d alam r an gka d u a h al: m elaku kan
pencegahan dan mengambil tindakan atas pelanggaran untuk
m ewujudkan Pem ilu yan g dem okratis. KPU dan Bawaslu
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 175

diibaratkan dua sisi dari sebuah koin yang selain m erupakan


satu kesatuan fungsi, juga saling mengingatkan dan melakukan
kon t r ol u n t u k m en cegah t er jad in ya p elan ggar an d em i
m ewu ju d kan Pem ilu yan g ber ku alitas. KPU m elaku kan
persiapan, pelaksanaan, dan pe nentuan hasil sebagai rangkaian
tahapan Pem ilu, sem en tara Bawaslu m elakukan pengawasan
untuk m em astikan setiap tahapan yang sudah dipersiapkan
KPU ter h in dar dar i pe lan g gar an yan g dapat m en ceder ai
demokrasi. Karena itu, un tuk setiap peraturan yang dikeluarkan
oleh KPU, sem estinya Bawaslu juga m engeluarkan peraturan
pen gawasan yan g ter kait den gan peraturan KPU tersebut. 4
Pen dek kata, apapun gerak-gerik KPU m en jadi bagian dari
pengawasan Bawaslu, di samping tentunya gerak-gerik peserta
Pemilu dan tim mereka dalam setiap penahapan Pemilukada.
Dengan pembagian tugas yang demikian secara operasional
dimungkinkan terjadi konlik di antara kedua lembaga ini, se-
perti yang pernah terjadi dalam hal kepesertaan Pemilu partai-
partai politik 20 14. KPU tidak meloloskan PKPI dan PBB sesuai
hasil veriikasi empirik di seluruh wilayah Indonesia, namun
keputusan ini digugat oleh partai. Gugatan partai diproses di
Bawaslu. Bawaslu kem udian m erekom en dasikan agar KPU
m e lo loskan PBB sebagai peserta Pem ilu. Selan jutn ya, PKPI
m e ne ruskan gugatannya ke PTUN dan m enang. Akhirnya ke-
dua partai tersebut oleh KPU diterima untuk diproses se ba gai
peserta Pemilu 20 14. Bawaslu memproses sejak awal kasus ini
dan akhirnya memberi rekomendasi ke KPU untuk mem ba tal-
kan keputusannya dan menerima PKPI dan PBB masuk dalam
www.bacaan-indo.blogspot.com

daftar peserta Pemilu 20 14.5

4 Wawan cara an ggota Bawaslu Provin si Lam pun g, 25 Febuari 20 14, di


J akarta.
5 Bawaslu memproses pelanggaran KPU ke DKPP, yang tidak melaksanakan
176 Demokrasi Muka Dua

Di beberapa daerah, konlik kepentingan antara kedua lem-


baga ini banyak terjadi, apalagi bila ada intervensi dari peserta
Pem ilu yan g m en ggan ggu dan m elem ah kan in de pen den si
an ggota pen yelen ggara. Dalam kon teks in i UU juga m en g-
ama nahkan pembentukan lembaga kehormatan yang bertugas
m enindak pelanggaran kode etik penyelenggara Pem ilu, baik
yang dilakukan oleh anggota KPU dan perangkat di bawahnya
m aupun Bawaslu dan perangkat di bawahnya. Lem baga ke-
hor m atan tersebut adalah DKPP (Dewan Kehorm atan Pe nye-
lenggara Pemilu).
DKPP adalah lem baga yan g bersifat tetap dan berpusat
di ibu kota negara. DKPP bersifat sentralistik dan tidak ada
lem baga serupa di daerah. Seluruh pelanggaran kode etik di
se m ua tin gkatan di seluruh In don esia ditin daklan juti pro-
ses “peradilannya” di sidang-sidang DKPP yang berkantor di
J akarta. Sejak bertugas, DKPP telah memutus perkara pe lang-
garan kode etik oleh ketua dan anggota KPU dan Bawaslu di
ber bagai tingkatan, dan telah m em berikan sanksi dari yang
ringan sampai yang berat, yaitu pemberhentian tetap.6 Putus-
an semacam ini tentunya merupakan “peringatan” bagi pe nye-
lenggara Pem ilu untuk lebih berhati-hati dan tetap m en jaga
independensi, integritas, dan kredibilitas individual sebagai
penyelenggara yang amanah. Tetapi tidak sedikit juga putusan
DKPP telah melahirkan kontroversi karena dinilai melampaui
kewenangannya.
www.bacaan-indo.blogspot.com

rekomendasi Bawaslu terkait PKPI, http:/ / politik. news. viva. co. id/ news/
read/ 398657-soal-pkpi--bawaslu-adukan-kpu-ke-dkpp.
6 h ttp :/ / n ews. d etik. com / r ead / 20 14/ 0 6/ 12/ 15490 0 / 260 648 4/ 10 / in i-
ju m lah -p er kar a-yan g-d itan gan i-d kp p -ter kait-Pem ilu -selam a-2-tah u n ;
http:/ / www. m erdeka. com / khas/ keputusan-dkpp-m elebihi-kewenangan-
kisr u h -Pem ilu -2 0 14 -1.h t m l; h t t p :/ / m icr osit e. m et r ot vn ews. com /
m etr on ews/ r ead/ 20 13/ 0 8 / 15/ 1/ 175163/ DKPP-Din ilai-Lam pau i-Batas-
Kewenangan
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 177

Dem okrasi lokal yang m erupakan pengalam an baru bagi


se luruh pem an gku kepen tin gan , baik di pusat m aupun di
daerah, menjadi sebuah entitas baru yang menegasikan entitas
tradisional demokrasi sebagai musyawarah dan mufakat dalam
proses pengambilan keputusan politik maupun domestik. De-
m o kratisasi lebih didasarkan pada sem angat perubahan dan
kritik ekstrem terhadap seluruh kebijakan dan praktik Orde
Baru yang sentralistik, namun belum didukung oleh kesiapan
infrastruktur yang seharusnya menjadi prasyarat demokrasi.
Suatu keniscayaan bahwa perubahan dan transisi akan terjadi
untuk mempersiapkan segala hal yang mendukung demokrasi.
Carut-m arut penyelenggaraan Pem ilukada dan hasilnya m e-
ru pakan bukti em pirik proses transisi yang belum selesai se-
cara tuntas. Dalam hal penyelenggaraan Pem ilu, suatu lem -
baga penyelenggara yang independen, profesional, dan berin-
tegritas m asih belum m aksim al m em berikan kontribusi bagi
ter wujudn ya kualitas dem okrasi. Persoalan dem i persoalan
me nyangkut kinerja penyelenggaraan Pemilu selama ini tentu
m en gun dan g perhatian para pem an gku kepen tin gan un tuk
memberikan saran perbaikan, termasuk dari kalangan internal
penyelenggara Pemilu itu sendiri.
Men urut hasil wawan cara yan g pen ulis lakukan de n gan
na ra sum ber anggota Bawaslu, tugas pengawasan ter kon sen-
trasi pada seluruh tahapan Pem ilu yan g disiapkan dan di-
laksanakan oleh KPU. Dari berbagai persoalan pada tahapan
Pem ilukada, yan g san gat krusial adalah pem utakhiran data
pe m ilih. Perubahan pola dem okrasi dari dem okrasi per wa -
www.bacaan-indo.blogspot.com

kilan m enjadi dem okrasi langsung tidak diiringi dengan ke-


siapan in frastruktur yan g m atan g, m em adai, dan m odern .
Disepakatin ya dem okrasi langsun g seben arnya berim plikasi
pada warga n egara yan g telah m em en uhi persyaratan un -
tuk m en jadi pem ilih. Data pem ilih yan g berasal dari data
pen duduk m erupakan problem akut setiap m enjelang tahun
178 Demokrasi Muka Dua

Pemilu. Masalah mendasarnya adalah aspek teknis penyediaan


data pem ilih, sebagai konsekuensi pem ilihan langsung yang
tidak didesain secara baik. Profesionalitas pendataan dengan
adm inistrasi m odern m enjadi kebutuhan m endesak. Menjadi
lebih ringan bila pemilihan kepala daerah hanya dilakukan oleh
45 atau 75 anggota DPRD saja, dan tidak m engikutsertakan
komposisi jumlah penduduk.
Persoalan data pem ilih ini m erupakan satu dari sederet
persoalan, term asuk kualitas kam panye, kualitas pencalonan,
dan sebagainya. Kesibukan temporal terkait data pemilih tentu
menguras energi dalam penyelesaian soal DPT, yang selalu men-
jadi isu sensitif menjelang Pemilu. Isu ini berimplikasi pada soal-
soal teknis lain, seperti pengadaan dan distribusi logistik; bahkan
lebih jauh, pada hak konstitusional warga. Le bih m endalam
narasumber di Bawaslu mengidentiikasi ada dua hal urgen yang
berpotensi memunculkan masalah bila tidak dipikirkan secara
m atang. Dua hal yang dim aksud adalah ada nya dua kam ar
masalah, yaitu kamar politik dan kamar ad ministrasi Pemilu.
Kam ar politik m enjadi ranah partai politik, seperti aspek
pen calon an , aspek kam pan ye dan pen dan aan politik, serta
soal politik uang. UU yang ada belum m endesain penguatan
kon tr ol p en yelen ggar a ter h ad ap p en d an aan kam p an ye—
Da r i m a n a d a n a n ya ? Don a t u r n ya sia p a ? Ba ga im a n a
distribusin ya? Pen geluaran dan pen catatan n ya bagaim an a?
Adapun Peraturan KPU ten tang pendanaan kam panye hanya
persoalan legislatif saja. KPU dan Bawaslu seben arn ya bisa
menjadi instrumen penguatan kamar politik dan infrastruktur
www.bacaan-indo.blogspot.com

politik bila konsentrasi, fokus, dan waktu m ereka diarahkan


un tuk kepen tin gan tersebut. Ka m ar adm in istrasi juga tidak
tertib, terutam a terkait data pem ilih. Ba gaim ana pem asukan
d a n p em u t a kh ir a n d a t a kep en d u d u ka n ya n g sifa t n ya
din am is, seperti m utasi kepen dudukan , m igrasi, m en in ggal
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 179

dun ia, pem ilih pem ula, dan seterusn ya, m en jadi per soalan
adm in istrasi tersen diri. Begitu pun pen yajian data un tuk
keperluan ilm iah belum bisa dim anfaatkan karena buruknya
aspek administrasi.
Pem utakhiran data pem ilih m erupakan salah satu tugas
KPU yang dilakukan dengan mengandalkan data kependudukan
dari pem erin tah dan den gan m em pertim ban gkan juga data
Pem ilu, pem ilihan gubernur, dan pem ilihan bupati/ walikota
ter akhir untuk kem udian m enetapkannya m enjadi daftar pe-
m ilih. Idealnya data pem ilih m erupakan data yang setengah
matang dan siap digunakan pada tahap persiapan, bukan pada
tahap pelaksanaan. Di dalam UU pem utakhiran data pem ilih
memang masuk dalam tahap pelaksanaan, sehingga KPU harus
melakukan kegiatan pendataan door to door.
Kon sekuen si m asukn ya pen dataan pem ilih dalam tahap
pelak sanaan adalah bertam bahnya pekerjaan teknis KPU se-
h in gga m en jadi beban an ggaran n egara setiap m en jelan g
Pem ilu dan Pem ilukada. Seharusnya data penduduk terdoku-
m en tasi dan selalu update di in stan si Catatan Sipil dan di-
proses secara reguler oleh kesekretariatan KPU sebagai data
Pem ilu. Den gan dem ikian , pem utakhiran data akan selalu
menjadi bagian dari pekerjaan rutin. Dalam praktiknya saat ini
pekerjaan tersebut malah menjadi pekerjaan KPU dalam tahap
pelaksanaan.
Beban kerja KPU di atas telah m enjadi bagian dari per-
atur an KPU tentang bagaim ana m em peroleh data pem ilih di
la pangan. Pelaksanaan pemutakhiran data pemilih di lapangan
www.bacaan-indo.blogspot.com

se cara teknis dilakukan oleh KPU daerah dengan perangkat


PPK dan PPS di kecamatan dan desa/ kelurahan. Hal ini dite-
tap kan melalui Peraturan KPU No. 12 Tahun 20 10 tentang Pe-
doman Tata Cara Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih da lam
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pe-
180 Demokrasi Muka Dua

tugas dipersiapkan mulai dari tingkat desa dengan menggu na-


kan aparat pemerintah desa bersangkutan yang kemudian di-
rekrut oleh penyelenggara Pemilu di tingkat desa (PPS) menjadi
PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih). J umlah anggota
PPDP sebanyak jum lah anggota PPS, yaitu 3 orang. PPDP ini
bertugas dari pintu ke pintu untuk m endata pem ilih sebagai
basis untuk menentukan daftar pemilih sementara (DPS).
Nam un dem ikian, sebelum sam pai di tingkat yang lebih
tinggi, pemutakhiran data dimulai dari permintaan/ koordinasi
KPU di m asing-m asing tingkatan kepada/ dengan pem erintah
daerah terkait data penduduk yang m em iliki potensi sebagai
pemilih. Data ini disebut Data Penduduk Potensial Pemilih Pe-
milu (DP4). Pemda dan KPU dapat juga menggunakan daftar
pem ilih tetap (DPT) terakhir sebagai basis penyusunan DP4
dan DPS. Pem beritahuan ke pem erin tah daerah oleh KPU
terkait data kependudukan ini paling lam a dilakukan 6 bulan
se belum hari dan tanggal pem ungutan suara. Data ke pen du-
dukan berupa DP4 dan DPS ini selanjutnya digunakan oleh
KPU provinsi dan kabupaten/ kota untuk diserahkan ke PPS
melalui PPK dan diteruskan ke RT dan RW sebagai PPDP untuk
selanjutnya diadakan pem utakhiran data pem ilih. Basis data
ini yang kem udian dijadikan acuan m enyusun daftar pem ilih
sem en tara (DPS) di tiap-tiap TPS. Den gan dem ikian , kerja
KPU atau PPS di tingkat desa menjadi kerja teknis pendataan
langsung m elalui PPDP yang m enggunakan aparat desa, RT/
RW. Dengan kerja ini mereka mendapatkan gaji 2 bulan kerja
yang diambil dari APBD.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Pembiayaan berikutnya terkait kegiatan bimbingan teknis


PPDP dan sosialisasi DPS untuk menyusun Daftar Pemilih Tam-
bahan sebelum menjadi DPT. Se luruh rangkaian pelaksanaan
pemutakhiran data ini, selain menguras tenaga dan biaya yang
cukup besar, juga menjadi komponen yang memberi kontribusi
pada mahalnya demokrasi Pemilukada.
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 181

Efisien si an ggaran pen yelen ggaraan Pem ilukada dapat


ter capai bila pendataan Pem ilu dijadikan bagian dari pen da-
taan penduduk rutin dan berkelanjutan yang m enjadi tugas
pem erin tah dan sekretariat KPU. Lebih m odern lagi, bila
Pem ilu(kada) bisa dilakukan secara online dengan m enggu-
nakan e-KTP—melalui sistem IT data kependudukan, bila se se-
orang sudah tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai pemilih
(m isalnya, karena m eninggal dunia) atau sudah m enjadi pe-
m ilih pem ula, secara otom atis orang tersebut akan terseleksi
dengan tepat. Pem akaian tenaga m anusia secara m assal bisa
diperkecil sehingga kian menghemat biaya.
Aspek eisiensi lain dari pemanfaatan teknologi online ada-
lah mengurangi pengadaan logistik, seperti kotak suara, kertas,
tinta, dan biaya transportasi. Semua eisiensi ini dapat menekan
biaya tinggi dalam politik, baik dalam hal politik biaya (cost
politics) m aupun politik uan g (m on ey politics). Biaya pada
saat sosialisasi, pencalonan, kam panye, bahkan saksi-saksi di
TPS bisa direduksi bila m ekanism e dem okrasi langsung bisa
dilaksanakan secara lebih modern dengan mengadopsi ke ma-
juan teknologi inform asi yang sudah sem akin canggih. Selain
biaya un tuk pem utakhiran data pem ilih, bim bin gan tekn is
dan sosialisasi DPS, masih terdapat biaya honorarium petugas
KPPS yang menghabiskan dana cukup besar.
Bagian pem utakhiran data in i, bila m asuk dalam tahap
per s iapan dan telah dilakukan oleh pem erintah atau bagian
ad m inistrasi KPU secara perm anen dan rutin sebagai bagian
tugas keseharian, m aka akan m em buat energi penyelenggara
www.bacaan-indo.blogspot.com

tak tersita habis. KPU bisa lebih fokus m enghadapi aspek-as-


pek kualitatif partai politik dan kandidat. Terkait aspek-aspek
kualitatif tersebut, pen yelen ggara seharusn ya diberi ke we-
n an g an un tuk m em astikan in klusifn ya m ekan ism e dem o-
kra tis yan g dilakukan in tern al partai dalam m erekrut calon
182 Demokrasi Muka Dua

kepala daerah. Dengan demikian, pem bedaan yang dilakukan


untuk menyeleksi kandidat adalah pembedaan dari perspektif
kualitas, kapasitas, in tegritas, kapabilitas, dan kredibilitas.
Secar a u m u m h al in i m em an g m er u p akan kewen an gan
in tern al partai politik. Nam un pen yelen ggara dapat diberi
kewen an gan terkait m ekan ism e dem okrasin ya yan g secara
normatif tercantum dalam AD/ ADT partai maupun yang secara
operasional dipraktikkan dalam forum pengambilan keputusan
partai. Penyelenggara berhak me nentukan kepesertaan Pemilu
dalam aspek demokrasi ter sebut. Partai yang tidak menjalankan
n ilai-n ilai dem okrasi da lam m ekan ism e rekrutm en , seleksi,
dan pen etapan kan didat m ereka bisa didiskualifikasi dari
kepesertaan Pemilukada.
Lebih m en dalam lagi, pen yelen ggara seh arusn ya bisa
berperan lebih aktif dan konkret dalam m encerm ati pen da-
n aan kam pan ye partai politik dan kan didat dalam Pem ilu-
kada. Selama ini peran tersebut masih artiisial dan adminis-
tratif, yakni m elalui pem eriksaan laporan partai-partai yang
lebih seperti form alitas sem ata. Dalam hal dana kam pa nye,
kesenjangan antara laporan partai dan kandidat dengan ke-
adaan di lapangan sangat tajam . Beberapa event dise lengga-
rakan oleh kandidat dengan dana yang besar. Pengadaan dan
pem asangan alat peraga, baliho, spanduk, pem asangan iklan
di koran, televisi, radio, kartu nama, tanda kasih dan tali kasih
juga membuktikan betapa besar pendanaan yang dikeluarkan
oleh partai atau kan didat. Un tuk m en jalan peran tersebut,
p e n ye len ggar a d ap at ber koor d in asi d en gan ap ar at yan g
www.bacaan-indo.blogspot.com

berwewenang untuk mengintegrasikan pengusutan pendanaan


kam pan ye in i den gan pen cucian uan g (m on ey laun dering).
Men u r u t p en eliti, su m ber -su m ber p en d an aan bisa ju ga
ditelusuri sam pai ke bandar-bandar atau cukong-cukong dari
kalangan perusahaan dan personal pengusaha yang membantu
pendanaan kandidat.
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 183

Dengan berbagai pembenahan yang sudah disebutkan, as-


pek efektivitas penyelenggaraan Pemilu secara langsung da pat
diperoleh, sehingga penyelenggara Pem ilu baik KPU m au pun
Bawaslu dapat lebih fokus pada aspek-aspek politik (kan didasi
kepala daerah baik dari partai politik m aupun per seorangan
secara fair dan tidak diskriminatif, tata cara kam panye, me kan-
isme pelaporan pendanaan kandidat dan Parpol, dan lain-lain)
dan kualitas substansial demokrasi yang mendorong partisipasi
pem ilih secara cerm at dan cerdas m e lalui kegiatan sosialisasi
yang tepat sasaran. Dengan dem ikian, kesem uanya itu secara
fungsional menjadi instrumen penguat an demokrasi, sehingga
menghasilkan kepemimpinan daerah yang trans formatif demi
kepentingan kesejahteraan rakyat. Hen daknya penyelenggara
Pem ilu juga m em beri kon tribusi, bukan saja dalam hal pe-
ningkatan kualitas Pem ilu, tetapi juga dalam m engelim inasi
dem okrasi “m uka dua” yang m elahirkan dinasti dan korupsi
politik sebagai akibat dari politik Pemilukada berbiaya tinggi.
J ika penyelenggara Pemilu mampu menyelenggarakan se-
m ua tahapan Pem ilukada secara baik dan m em uaskan publik
luas, peserta Pem ilu(kada) dan para pem angku kepentingan
tentu akan memperoleh simpati dan kepercayaan publik. Dam -
pak positifnya, potensi sengketa hasil Pem ilu tentu akan ber-
kuran g sehin gga m en guran gi biaya politik yan g m esti dike-
luar kan untuk melakukan gugatan ke MK. Pembiayaan untuk
bersengketa di pengadilan MK, untuk memobilisasi saksi-saksi,
mengumpulkan bukti-bukti pendukung, memberi honorarium
pengacara, dan biaya-biaya ilegal berupa suap sebagaim ana
www.bacaan-indo.blogspot.com

terjadi pada kasus Akil Mochtar dan pen gacara Susy, akan
m en g uras uan g kan didat di ujun g perjuan gan politikn ya.
Karen a itu, regulasi perlu secara preven tif m en ekan aspek-
aspek yan g bisa m em beri peluan g bagi aktor buruk un tuk
m elakukan pelanggaran politik m aupun pidana dalam ruang
demokrasi.
www.bacaan-indo.blogspot.com
DAFTAR PUSTAKA

Bu ku
Ali, As’ad Said. 20 0 9. N egara Pancasila Jalan Kem aslahatan Ber-
bangsa. J akarta: LP3ES.
Allan. Kenneth. 20 0 6. Contem porary Social and Sociological Theory
Visualizing Social W ords. Pine Forge Press.
Archer, Margareth. 1995. Realist Social Theory : The Morphogenetic
Approach. USA: Cambridge University Press.
Aspinall, Edward and Greg Fealy, ed. 20 0 3. Local Pow er and Politics
in Indonesia. Singapore: ISEAS.
Aspinall, Edward and Marcus Mietzner, ed. 20 10 . Problem s of Dem oc-
ratisation in Indonesia, Election, Institution and Society . Singa-
pore: ISEAS.
Bourdieu, Pierre. 20 0 8 . Political Interv entions: Social Science and
Political Action. New York: Versa.
Burrel, G., and G. Morgan. 1979. Sociological Paradigm s and Organi-
www.bacaan-indo.blogspot.com

zational Analy sis. London: Heinemann Educational Books.


Castells, Man uel. 1997. The Pow er of Iden tity . USA: Blackwell
Publishing.
Checkland, Peter. 1981. Sy stem s Thinking, Sy stem s Practice. Chiches-
ter, UK: Wiley.
186 Demokrasi Muka Dua

------. 1991. “From Fram ework through Experience to Learning: The


Essential Nature of Action Research”, in Inform ation Sy stem s
Research: Contem porary Approach and Em ergent Traditions,
edited by Nissen H-E. Amsterdam: Elsevier.
------. 1999. Soft Sy stem s m ethodology : A 30 y ears Retrospectiv e.
Chichester: Wiley.
------ and S. Holwell. 1998. Inform ation, Sy stem s, and Inform ation
Sy stem s. Chichester: Wiley.
------ and J im Scholes. 1990 . Soft Sy stem s M ethodology in Action.
Chichester: J ohn Willey and Sons, Ltd.
------ and J ohn Poulter. 2006. Learning for Action: A Short Deinitive
Account of Soft System s Methodology and Its Use for Practitioners,
Teachers and Students. Chichester: J ohn Willey and Sons, Ltd.
Corbetta, Pierregiorgio. 20 0 3. Social Research: Theory , Methods and
Techniques. London: Sage Publication.
Colem an, William Donald. 198 8 . Business and Politics: A Study of
Collective Action. Canada: McGill-Queen’s University Press.
Creswell, J ohn W. 20 0 3. Research Design: Qualitative, Quantitative,
and Mixed Methode Approaches, 2 nd ed. London: Sage Publica-
tion.
Effendi, Tadjuddin Noer, ed. 20 0 3. Dem okrasi dan Dem okratisasi:
Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia y ang Sedang Berubah.
Yogyakarta: CCSS and Pustaka Pelajar.
Erb, Maribert an d Priyam budi Sulistiyan to, ed. 20 0 9. Deepen in g
Dem ocracy in In don esia? Direct Election s for Local Leaders
(Pilkada). Singapore: ISEAS.
Freedom House. 20 0 9. Freedom in the W orld 20 0 9. Wasington DC:
Freedom House.
Faulks, Keith. 1999. Political Sociology ; A Critical In troduction .
www.bacaan-indo.blogspot.com

Edinburgh: Edinburgh University Press.


Gammack, J. 1995. “Modelling Subjective Requirements Objectily”
Pp. 159-18 5, in Inform ation Sy stem s Prov ision: The Contribu-
tion of Soft Sy stem s Methodology , edited by F. Stowel. London:
McGraw-Hill.
Daftar Pustaka 187

Gerring, J ohn. 20 0 7. Case Study Research: Principles and Practices.


USA: Cambridge University Press.
Giddens, Anthony. 1973. Central Problem s in Social Theory : Action,
Structure and Contradiction in Social Analy sis. Berkeley: Univer-
sity of California Press.
------. 1979. Central Problem s in Social Theory : Action, Structure and
Contradiction in Social Analy sis. London: Macmillan.
------. 198 4. The Con stitution of Society : Outlin e of the Theory of
Structuration. California: Polity Press.
------. 1990 . The Consequences of Modernity . California: Polity Press.
------. 1993. New Rules of Sociological Method: A Positive Critique of
Interpretative Sociologies. California: Stanford University Press.
------. 1995. Politics, Sociology and Social Theory : Encounters w ith
Classical and Contem porary Social Thought. California: Stanford
University Press.
------ and J onathan Turner. 198 7. Social Theory Today . California:
Stanford University Press.
------ and David H eld. 198 1. Perdebatan Klasik dan Kontem porer
mengenai Kelompok, Kekuasaan dan Konlik, translated by Vedi
R. Hadiz. J akarta: Rajawali.
H adiz, Vedi R. (20 0 5). Din am ik a Kek u asaan Ek on om i Politik
Indonesia Pasca-Soeharto. J akarta:LP3ES.
------. 20 0 7. The Localization of Pow er in Southeast Asia.
------. 20 10 . Localising Pow er in Post-Authoritarian Indoneisa: A
Southeast Asia Perspectives. California: Stanford.
------ and Richard Robison. 20 0 4. Reorganising Pow er in Indonesia:
The Politics of Olig a r chy in a n Ag e of M a r k ets. Cu r zon :
Routledge.
Hanif, Hasrul. 20 0 8. Mengem balikan Daulat W arga Pesisir: Parti-
www.bacaan-indo.blogspot.com

sipasi, Representasi dan Dem okrasi di Aras Lokal. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.
Hardjosoekarto, Sudarsono. 20 12. Soft Sy stem s Methodology (Meto-
dologi Serba Sistem Lunak). J akarta: UI Press-LabSosio Pusat
Kajian Sosiologi.
188 Demokrasi Muka Dua

H a r is , Sya m s u d in . Des en t r a lis a s i d a n Ot on om i Da er a h :


Desen tr a lisa si, Dem ok r a tisa si d a n Ak u n ta bilita s. J akar ta:
ELSAM.
Huntington, Sam uel P. (1991). The Third W ave, Dem ocratization in
the Late Tw entieth Century . Norman and London: University of
Oklahoma Press.
------ an d J oan M. Nelson . 19 76 . N o Ea sy Choice: Polit ica l
Pa r t icip a t ion in Dev elop in g Cou n t r ies. Lon d on : H ar var d
University Press.
J am il, Gun awan. 20 0 5. Desentralisasi Globalisasi dan Dem okrasi
Lokal. J akarta: Pustaka LP3ES.
J on es, Pip. 20 0 9. Pen gan tar Teori-Teori Sosial. J akarta: Yayasan
Obor Indonesia.
J uliantoro, Dadang, ed. 20 0 0 . Arus Baw ah Dem okrasi Otonom i dan
Pem berday aan Desa. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
J oh n son , Ken n eth G. 1991. Thin k in g Creatically : A Sy stem atic,
Interdiciplinary Approach to Creative. Englewood, NJ : Institute
of General Semantics.
Kemmis, Stephen. 1988. “Action Research”, in Educational Research,
M ethodology and M easurem ent: An International H andbook,
edited by J . P. Keeves. Oxford: Pergamon Press.
Lawang, Robert. 20 0 4. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik:
Suatu Pengantar. Depok: FISIP-UI Press.
Loyal, Steven . 20 0 3. The Sociology of An thon y Gidden s. Lon don :
Pluto Press.
MacIn tyre, An drew and Douglas Ram age. 20 0 8 . Seeing Indonesia
as a N orm al Coun try : Im plication s for Australia. Can berra:
Australian Strategic Policy Institute.
Mainwaring, Scott P. and Timothy R Scully. 1995. “Introduction: Party
www.bacaan-indo.blogspot.com

Systems in Latin America.” Pp. 1-34 in Building Dem ocratic Insti-


tutions: Party Sy stem in Latin Am erica, edited by S. P Mainwar-
ing and T. R. Scully. California: Stanford University Press. .
Marbun , B. N. 20 0 5. Oton om i Daerah 1945– 20 0 5: Proses dan
Realita. J akarta: Pustaka Sinar Harapan.
Daftar Pustaka 189

Marvasti, Amir B. 20 0 4. Qualitative Research in Sociology . London:


Sage Publication.
Migdal, J oel S. 1988. Strong Societies and W eak States: State-Society
Relations and State Capabilities in the Third W ord. New York:
Princeton University Press.
Mills, C. Wright. 1956. The Pow er Elite. London: Oxford University
Press.
Nee, Victor. 20 0 5. “The New Institutionalism in Economic Sociology.”
In The Handbook of Econom ic Sociology . New York: Princenton
University Press.
Neum an, Lawrence W. 20 0 9. Social Research Methods: Qualitative
and Quantitative Approach, 7th ed. Boston, MA: Allyn and Bacon.
Nordholt, Henk Schulte and Gerry Van Klinken. 20 0 9. Politik Lokal di
Indonesia. J akarta: KITLV.
Nun gtjik, A. R. 1958 . Men udju Oton om i Daerah Seluas-luasn ja.
Djakarta.
North, Douglass C. 1990 . In stitution s, In stitution al Chan ge an d
Econom ic Perform ance. Camrbidge: Cambridge University Press.
Ohm ae, Ken ichi. 1995. The En d of the N ation State, the R ise of
Regional Econom ies. New York: The Free Press.
Palmer, P. J . and E. J acobson. 1971. Action Research: A New Sty le of
Politics, Education and Ministry . New York: National Council of
Churches.
Perdue, William D. 198 6. Sociological Theory . California: Mayield
Publishing Company.
Phillips, Kevin. 20 0 4. Am erican Dy nasty , Aristocracy , Fortune, and
the Politics of Deceit in the House of Bush. New York: The Penguin
Group.
Pierson , J ohn . 20 10 . Tacklin g Social Exclusion . Lon don an d New
www.bacaan-indo.blogspot.com

York: Routledge.
Piliang, Indra J ., ed. 20 0 6. Desain Baru Sistem Politik Indonesia.
Yogyakarta: Centre for Strategic and International Studies.
Prasojo, Eko. 20 0 6. Desen tralisasi & Pem erin tahan Daerah: An -
tara M odel Dem okrasi Lokal & Efisien si Struktural. Depok:
190 Demokrasi Muka Dua

De partem en Ilm u Adm inistrasi, Fakultas Ilm u Sosial dan Ilm u


Politik, Universitas Indonesia.
------. 20 0 6. Kin erja Pela y a n a n Pu blik : Per sep si M a sy a r a k a t
t er h a d a p Kin er ja , Ket er liba t a n , d a n Pa r t isip a si d a la m
Pelay anan Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Kependudukan.
J akarta: YAPPIKA.
Priyono, B. Herry. 20 0 2. Anthony Giddens: Suatu Pengantar. J akarta:
KPG.
Rasyid, Ryaas. 20 0 5. ”Otonom i Daerah: Latar Belakan g dan Masa
Depan n ya”, dalam Desen tralisasi & Oton om i Daerah, editor
Syamsudin Haris. J akarta: LIPI Press.
Ringland, Gill. 20 0 4. Scenario Planning: Managing for the Future.
Chichester: Wiley.
Ritzer, George and Douglas J . Goldm an. 1996. Modern Sociological
Theory . New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
------. 20 0 4. Teori Sosiologi Modern, 6 th , ed, translated by Alimandan.
J akarta: Prenada Media.
Riyadmadji, Dodi, ed. 20 11. Proil Kepala Daerah Hasil Pemilukada
20 10 , vol. 1-2. J akarta: Direktorat J enderal Otda Kemendagri RI.
------. 20 12. Proil Kepala Daerah Hasil Pemilukada 2011. J akarta:
Direktorat J enderal Otda Kemendagri RI.
Senge, Peter. 1990 . The Fifth Discipline: The Art and Practice of the
Learning Organization. New York: Doubleday.
------. 20 0 6. The Fifth Dicipline: The Art and Practice of the Learning
Organization. New York: Doubleday.
Seidm an , Steven an d Alexan der J efrey C. 20 0 1. The N ew Social
Theory Reader. London dan New York: Routledge
Sherlock, Stephen. 20 0 3. Struggling to Change: The Indonesian Par-
liam ent in an Era of Reform asi. Canberra: Centre for Democratic
Institutions.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Sidel, J ohn T. 20 0 5. “Bossism and Democracy in the Philipines, Thai-


lan d an d Indonesia: Towards an Alternatif Fram ework for the
Study ‘Local Strongmen’”, in Politicing Dem ocracy : Local Politics
and Dem ocratisation in Dev eloping Countries, edited by J ohn
H arris, Kristian Stokke an d Olle Torn quist. Lon don an d New
York: Palgrave Macmillan
Daftar Pustaka 191

Silaen , Victor . 20 12. Prosp ek Dem ok rasi di N egara Pan casila.


J akarta: Permata Aksara.
Solihin , Dadan g. 20 0 1. Kam us Istilah Oton om i Daerah. J akarta:
ISMEE.
Susm an , G. L. 1978 . “Action Research: A Sociotechn ical System s
Perspective”, in Bey ond Method: Strategies for Social Research,
edited by G. Morgan. Newbury Park: Sage.
Sutopo, Ariesto H. and Adrianus Arief. 2010. Teram pil Mengolah Data
Kualitatif dengan Nvivo. J akarta: Kencana Prenada Media Group.
Stowell, F. 1995. “Empowering the Client: The Relevance of SSM and
Interpretivism to Client-Led Design”, Pp. 118-133, in Inform ation
Sy stem s Provision: The Contribution of Soft Sy stem s Methodol-
ogy , edited by F. Stowell. London: McGraw-Hill.
Sztompka. Piotr. 1993. Sosiologi Perubahan Social. J akarta: Prenada
Media Group.
Tilly, Charles. 1978. From Mobilization to Revolution. London: Addi-
son-Wesley Publishing.
Thom pson , J ohn B. 198 9. “The theory of Structuration ”, in Social
Theory in Modern Societies: Anthony Giddens and His Critics,
edited by David H eld an d J oh n B. Th om pson . Cam br idge:
Cambridge University Press.
Tomsa, Dirk. 2008. Party Politics and Dem ocratization in Indonesia: Gol-
kar in the Post-Soeharto Era. London and New York: Routledge.
Turner, Mark and Owen Podger. 20 0 3. Decentralisation in Indonesia:
Redesigning the state. Australia: Asia Pasiic Press.
Wallim an, Nicholas. 20 0 6. Social Research Methods. London: Sage
Publication.
Warren, Mark E. 1999. “Democratic Theory and Trust”, in Dem ocracy
an d Trust, edited by Mark E. Warren . Cam bridge: Cam bridge
www.bacaan-indo.blogspot.com

University Press.
------. 20 0 8 . “Citizens Representatives”, in Designing Deliberativ e
Dem ocracy , edited by Mark E. Warren an d H illary Pearse.
Cambridge: Cambridge University Press.
Wasistiono, Sadu. 20 0 5. “Desentraliasi, Dem okratisasi dan Pem ben-
192 Demokrasi Muka Dua

tukan Good Govern n an ce”, dalam Desen tralisasi & Oton om i


Daerah, editor Syamsudin Haris. J akarta: LIPI Press.
Wilson, B. 1984. Sy stem s: Concepts, Methodologies and Aplications.
Chichester, Wiley.
------. 1990 . Sy stem s: Con cepts, M ethodologies an d Aplication s,
Second Edition. Chichester: Wiley.
Wiratmoko, Nick T. dkk, ed. 20 0 4. Yang Pusat dan y ang Lokal: An-
tara Dom in asi, R esisten si, dan Akom odasi Politik di Tin gkat
Lokal. Salatiga: Pustaka Pelajar dan Pustaka Percik.
Yayasan Tifa. 20 0 4. Kom pilasi Undang-Undang Otonom i Daerah dan
Sekilas Proses Kelahiranny a (190 3-20 0 4). J akarta: Yayasan Tifa.
Zuhro, Siti, ed. 20 0 9. Peran Aktor dalam Dem okratisasi. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.

Ju rn al
Baskerville, R. L. and A. T. Wood-Harper. 1996. “A Critical Perspec-
tif on Action Research as A Method for Information Sistems Re-
search”. Journal of Inform ation Technology 11: 235-46.
------. 1998 . “Diversity in In form ation System s Action Research
Methods”. European Journal of Inform ation Sy stem s: 90 -10 7.
Becker, G. S. 1983. “A Theory of Competition Among Pressure Group
for Political Inluence”. Quarterly Journal of Econom ics 63: 371-
40 0 .
Boudreau, Vincent. 20 0 9. “Elections, Repression and Anuthoritarian
Survival in Post-Transition Indonesia and The Philipines”. Pasiic
Review 22(2): 233-53.
Buehler, Michael. 2007. “Local Elite Reconiguration in Post New Or-
der Indonesia: The 20 0 5 Election of District Government Heads
in South Sulawesi”. Review of Indonesian and Malay sian Affairs
www.bacaan-indo.blogspot.com

41(1): Pages 119-47.


------ and Paige Tan. 20 0 7. “Party-Candidate Relationships in Indone-
sian Local Politics: A Case Study of the 20 0 5 Regional Elections in
Gowa, South Sulawesi Province”.
Carnegie, Paul J . 20 0 8-20 0 9. “Democratization and Decentralization
Daftar Pustaka 193

in Post-Soeharto Indonesia: Understanding Transition Dynamics”.


Paciic Affairs 81(4).
Cron holm , Stefan an d Goldkhul Goran . 20 0 3. “Understan din g the
Practice of Action Research”. 2 nd Euroupean Conference on Re-
search Methods in Business and Managem ent, UK.
Davidson, J amie S. 20 0 9. “Dilemmas of Democratic Consolidation in
Indonesia”. Paciic Review 22(3): 293-310 .
“Dem okrasi dan Transform asi Institusi Tradisional”, 20 0 9. Dem os
13(2), November.
Djadijono, M. 20 0 7. “Fraksi, Recalling dan Performance Wakil Rakyat
(Th e Party Caucus: Recall an d Perform an ce of th e People’s
Representatives)”. Analisis CSIS 36(2): 182-98.
Dougan , W.R. an d J .M. Syn der, J r. 1996. “In terest-Group Politics
Under Majority Rule”. Journal of Publik Econom ics 61.
Dryzek, J ohn S. 1996. “Political Inclusion and Dynamics of Democrati-
zation”. Am erican Political Science Review 90 (1).
Dun can , Christopher R. 20 0 7. “Mixed Outcom es: The Im pact of
Regional Autonom y and Decentralization on Indigenous Ethnic
Minorities in Indonesia”. Developm ent and Change 38(4): 711–
733.
Gran ovetter, Mark. 1973. “The Stren gth of Weak Ties”. Am erican
Journal of Sociology 78: 1360 -1380 .
H a r d josoeka r t o, Su d a r son o. 2 0 12 . “Con st r u ct ion of Socia l
Development Index as a Theoretical Research Practice in Action
Research by Using Soft Sistem Methodology”. Sy stem Practice
Action Research 10 .10 0 7/ s-9237-9.
Harjanto, Nico. 20 11. “Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai
Politik di Indonesia”. Analisis CSIS: Politik dan Kekerabatan di
Indonesia 40 (2): 138-159.
www.bacaan-indo.blogspot.com

Kristiadi, J . 20 11. “Proyek dan Dinamika Politik 20 11”. Analisis CSIS:


Korupsi dan Patronase Politik 40 (1): 1-9.
McKay, J udy and Peter Marshall. 20 0 1. “The Dual Imperatif of Action
Research”. Journal Inform ation Technology and People 14(1): 46-
59.
194 Demokrasi Muka Dua

“Menuju Indonesia Masa Depan”, 20 0 9. Prism a, Majalah Pem ikiran


Sosial Ekonom i 28, Oktober.
Mietzner, Marcus. 20 0 6. “Local Democracy: Old Elite Are Still in Pow-
er, But Direct Elections Now Give Voters A Choice”. Jurnal Inside
Indonesia 85.
------. 20 0 8a. “Comparing Indonesia’s Party System of the 1950 s and
the Post Suharto Era”. Journal of Southeast Asian Studies 39(3):
431-53.
------. 20 0 8b. “Soldiers, Parties and Bureaucrats: Illicit Fundraising in
Contemporary Indonesia”. South East Asia Research 16(2): 225-
54.
------. 20 0 9. “In don esia’s 20 0 9 Election : Populism , Dyn asties an d
Consolidation of the Party System”. Analy sis, Low y Institute for
International Policy .
Miklian, J ason and Scott Carney. 20 13. “Corruption, J ustice and Vio-
lence in Democratic India”. SAIS Review 33(1): 37– 49.
Mouzelis, Nicos. 1989. “Restructuring Structuration Theory”. The So-
ciological Review 37(4): 613– 635.
“Multikulturalisme dan Pergulatan Identitas”, 20 10 . Dem os 14(1), J uli.
“Parpol dan Pemilu”, 20 0 9. Dem os 12(3), Maret.
“Politisasi Demokrasi: Politik Lokal Baru”, 20 0 5. Dem os.
Renai. 20 0 1. “Perubahan di dalam Dinamika Politik Lokal Pedesaan”.
Jurnal Politik Lokal & Social-Hum aniora (April-Mei 20 0 1).
------. 20 0 1. “Peluang bagi Masyarakat Marginal”. Jurnal Politik Lokal
& Social-Hum aniora (Oktober 20 0 1).
“Senjakala Kapitalisme dan Krisis Demokrasi”, 20 0 9. Prism a, Majalah
Pem ikiran Sosial Ekonom i 28, J uni.
Sherlock, Stephen. 20 0 5. “Indonesia’s Regional Assembly: Democracy,
Represen tation an d the Region s”. CDI Policy Papers 20 0 5/ 1,
Centre for Dem ocratic Institutions.
www.bacaan-indo.blogspot.com

------. 20 0 7. “The Indonesian Parliam ent After Two Elections: What


Has Really Changed?”. CDI Policy Paper 20 0 7/ 1, Centre for Dem -
ocratic Institutions.
------. 20 0 8. “Parties and Decision-Making in the Indonesian Parlia-
ment: A Case Study of the Pornography Bill”. Australian Journal
Daftar Pustaka 195

of Asian Law 10 (2): 159-83.


------. 20 0 9. “Indonesia’s 20 0 9 Elections: The New Electoral System
an d th e Com petin g Parties”. CDI Policy Papers on Political
Governance 20 0 9/ 0 1, Centre for Dem ocratic Institutions.
Sidel, J ohn T. 1999. “Capital, Coercion, and Crim e: Bossism in the
Philippines”. East-W est Center Series on Contem porary Issues in
Asia and The Paciic.
Sujatmiko, Iwan G. 2011. “Social Exclusion and Inclusion Policy in Indonesia”.
International Journal of Business and Social Science 2(23).
Rose, J erem y. 20 0 2. “Interaction, Transform ation and Inform ation
Systems Development: An Extended Application of Soft Systems
Methodology”. Inform ation Technology & People: 242-252.
Tan , Paige J . 20 0 6. “In don esia Seven Years After Suharto: Party
Sistem Institutionalization in A New Democracy”. Contem porary
South East Asia Research 28(1): 484-50 8.
Tomsa, Dirk. 20 0 9a. “Electoral Democracy in a Divided Society: The
20 0 8 Gubernatorial Election in Maluku, Indonesia”. South East
Asia Research 17(2): 229-59.
Ufen, Andreas. 2008a. “Political Party and Party System Institutionalisa-
tion in Southeast Asia: Lessons for Democratic Consolidation in In-
donesia, the Philipines and Thailand”. Pasiic Review 21(3): 327-50.
------. 20 0 8b. “From Aliran to Dealignment: Political Parties in Post-
Suharto Indonesia”. South East Asia Research 16(1): 5-41 .
Warren, Mark E. 20 0 4. “What Does Corruption Mean in a Democra-
cy?”. Am erican Journal of Political Science 48(2): 328-343.
------. 20 0 6. “Democracy and Deceit: Regulating Appearances of Cor-
ruption”. Am erican Journal of Political Science 50 (1): 160 -174.
------. 20 0 6. “Political Corruption as Duplicitous Exclusion”. Political
Science and Politics 37(4): 80 3-80 7.
Webber, Douglas. 20 0 6. “Consolidated Patrim onial Dem ocracy? De-
www.bacaan-indo.blogspot.com

mocratization in Post Suharto Indonesia”. Dem ocratization 13(3):


396-429.
Williamson, Oliver E. 20 0 0 . “The New Institutional Economics: Tak-
ing Stock, Looking Ahead”. Journal of Econom ic Literature XXX-
VIII: 595-613.
196 Demokrasi Muka Dua

Te s is d an D is e rtas i
Datta, Indraneel. 20 0 2. Parliam entary Politics in Soeharto’s Indone-
sia 1987-98, PhD thesis, School of Oriental and African Studies.
London: University of London.
Kenichi, Uchiyam a. 1999. Reinterpreting Soft Sy stem Methodology
(SSM): Introduction Actuality into The Field of Managem ent and
Inform ation Sy stem s Studies. London: London School of Eco-
nomics and Political Science.
Kronheffer, Ylva. 20 11. Prom oting Dem ocracy in a One-Party State:
The Role of Civil Society in Vietnam . Master Thesis. Stockholm:
Stockholm University.
Rose, J eremy. 20 0 0 . Inform ation Sy stem Developm ent as Action re-
search: SSM & Structuration Theory . PhD Thesis. Aalborg Uni-
versity.
Tapp, Keith A. 20 0 1. Mapping Dem ocratic Practice Using Soft Sy s-
tem s Methodologies. PhD Thesis. The University of Queensland.

Me d ia Ce tak
Muhtadi, Burhanuddin. 2011. “Deisit Demokrasi”. Kom pas, 12 Mei.
Sujatm iko, Iwan G. 20 0 9. “Warga Negara, Pem ilu dan Dem okrasi
Trans formatif”. Kom pas, 9 J uli.

W e bs ite , Pro s id in g, d an Makalah


H ar d josoekar to, Su d ar son o. 20 11. “An Ap p lication of System
Methodology to Conceptualize Social Developm ent for Inform al
Sector”. Procceding First International Conference on Em erging
Research Paradigm in Business and Social Sciences.

Pe ratu ran
www.bacaan-indo.blogspot.com

UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.


UU Nomor 32 Tahun 20 0 4 tentang Pemerintahan Daerah.
INDEKS

A BPUPKI 41, 10 6
Buehler 18, 23
Abdurrachm an Sarbini 89
Bustom i Zainuddin 77, 123
Abdurrahm an Wahid 2, 33
Aburizal Bakrie 81
Adnan Purichta Ichsan 17
C
Agung Ilm u Mangkunegara 123
Aji Sum arno 17 Carnegie 22, 23
am andem en UUD 1945 38, 69,
10 6, 125, 144
Anas Urbaningrum 13, 123 D
Andi Mallarangeng 12, 123
daftar inventaris m asalah 53
Andy Achm ad Sam poernajaya
Dedi Afrizal 82
77, 90
dem okrasi liberal 23, 36, 38,
Aries Sandi Darm a Putera Sar-
98, 10 0 , 10 1, 10 2, 10 4,
bini 123
10 5
dem okrasi lokal 95, 96, 98, 10 0 ,
143, 149, 159, 171, 177
B
www.bacaan-indo.blogspot.com

dem okrasi terpim pin 38, 49,


Bam bang Kurniawan 78 10 4
Bawaslu 83, 117, 118, 170 , 171, desentralisasi 1, 8, 9, 19, 23,
173, 174, 175, 176, 177, 25, 26
178, 183 dinasti politik 6, 15, 17, 19, 21,
Berlian Tihang 79 35, 64
198 Demokrasi Muka Dua

Dipo Alam 14 Hanura 60 , 61, 62, 81


Dirjen Otda 65 Herm an HN 78, 79, 80
DPD 16, 23, 35, 59, 77, 78, 80 , Huntington 12, 96
82, 89, 110 , 126, 156, 170
DPR 35, 49, 52, 53, 55, 59, 67,
68 I
dan tindak pidana korupsi 12
ICW 14, 68
DPRD 34, 35, 38, 43, 47, 50 , 52,
dan anggota DPRD terkait
55, 56, 57, 58, 59
kasus korupsi 14
DPT 10 , 76, 89, 150 , 178, 180
Idrus Marham 81
Duncan 8, 18
independensi 84, 169, 170 , 176
dan konsep desentralisasi 8,
Ism et Roni 82
45, 111, 150
Dwifungsi ABRI 23
J
E jalur ABG 3
J im ly Asshiddiqie 42, 121
Effendi Gazali 7, 10
J oko Um ar Said 79
elite oligarkis 18
J oko Widodo 33
J PPR 68, 76, 149, 170
judicial review 10 , 64, 125
F
J uklak 13/ DPP/ GOLKAR/
FITRA 68, 149, 151 XI/ 20 11 80
Freedom House 9, 18
Fukuyam a 96
dem okrasi liberal 96, 97 K
kapitalism e pem angsa 21
kartu tanda anggota (KTA)
G
partai 78
Gatot Pujo Nugroho 13 Ki Bagoes Hadikoesom o 37, 10 3
Gerindra 57, 91 KKN 99
Giddens 94, 96, 99 Koalisi Merah Putih 59, 68
skem ata struktural 95 Kom isi II DPR 52, 53, 10 5
globalisasi 36, 38, 97 korupsi 8, 12, 13, 15, 18, 19, 25
www.bacaan-indo.blogspot.com

KPK 13, 127, 147


KPPOD 114, 149, 151
H KPU 7, 23, 24, 35, 56, 61, 62, 63
KPUD 63
Habibie 2, 33
dan dem okratisasi di Indone-
sia 2
Indeks 199

L O
OC Kaligis 13
Lam pung 16, 27, 62, 63, 74, 75,
oligarki politik uang 20 , 21
76, 77, 78, 80 , 82, 84,
Orde Baru 1, 2, 5, 7, 8, 18, 19,
88, 89
21, 24, 25
Pem ilukada 74, 75, 77, 81, 82,
84, 88, 89, 90
Lam pung Post 81, 127, 20 4
P
Lukm an Hakim Syaifuddin 41
PAN 61, 62, 63
Panwas 83, 174
M Panwaslu 173, 174
parlem en 2, 3, 7, 24, 34, 35, 59,
Maheswara Prabandono 10
73, 77, 81, 124, 126, 141,
m akna dem okrasi 8, 21, 50
169, 170
M. Alzier Dianis Thabrani 79,
Partai Dem okrat 13, 57, 61, 64,
80
65, 78, 90 , 91, 127
Mark E. Warren 129
Partai Golkar 64, 80 , 90
em pat proposisi 135
partai politik 2, 5, 7, 14, 22, 23,
konsepsi korupsi dem okratik
24
132
Patrice Rio Capella 13
m asa m engam bang 7
PBNU 57
Megawati Soekarnoputri 2, 33
PDIP 14, 57, 60 , 63, 64, 77, 78,
Mesuji 75
81, 82, 89, 90 , 91
Mietzner 17, 22
Pem ilu 1999 2
tentang dem okrasi lokal 55
Pem ilu 1955 38, 10 4, 10 6, 155
MK 7, 9, 17, 35, 58, 59, 62, 64,
Pem ilukada 6, 7, 9, 10 , 15, 17,
67, 84, 10 9, 118, 121, 125,
21, 22, 23, 24
172, 183
Perludem 170
Moham m ad Hatta 10 2
Perppu No. 1 Tahun 20 14 52
Dem okrasi Pancasila 10 2,
Perppu No. 1 Tahun 20 0 8 43
10 4, 10 5
perspektif neo-institusionalis
Mudiyanto Thoyib 90
18, 22, 26, 31, 32, 71, 72,
Muham m ad Yam in 37, 40 , 111
130
Mukhlis Basri 79, 86
em pat bentuk 30
Musrenbang 110 , 152, 153
institusi 29, 30 , 31
www.bacaan-indo.blogspot.com

pendekatan strukturalis 29
perspektif relasi kekuasaan 18,
N
26, 73
Nasakom 98
Pilkada langsung 4, 11, 14, 35
Nazaruddin 13
PKB 14, 61, 90
PKS 14, 57, 61, 62, 63, 64, 127
200 Demokrasi Muka Dua

Pokja Otda 65, 66 sentralism e lokal 12, 150


politik bosim e 15 Sidang MPRS 1966 49
politik kekerabatan 20 Sidang Um um MPR 2, 39, 10 7,
Polri 5, 13, 77 10 8
kasus sim ulator surat izin Sjachroedin ZP 16, 89, 90
m engem udi 13 Sjahroedin ZP 77
PPK 83, 171, 174, 179, 180 Soeharto 1, 2, 8, 23, 32, 33, 49,
PPP 14, 57, 61, 90 10 4, 10 5, 10 6
praktik jejaring para bos 20 Soekarno 32, 38, 40 , 49, 10 2,
praktik politik kartel 20 10 4, 10 6, 10 7, 155
Pringsewu 16, 75, 78, 86, 89 Soepom o 37, 40 , 45, 10 3, 111
prinsip dem okrasi 12, 24, 91, Soesanto Tirtoprodjo 37, 40 ,
119, 169 10 3
Prof Dr. Eko Prasojo 160 stabilitas nasional 8
tentang RUU ASN 160 Sugar Group 86, 88, 117
PSHK 151 Susilo Bam bang Yudhoyono 14,
PTUN 13, 62, 175, 20 0 33, 52, 59
Putusan MK No. 73/ PUU-
IX/ 20 11 67
Putusan MK No. 10 0 / PUU- T
XIII/ 20 15 7
Tam anhuri 89
Tap MPR No. IV/ MPR/ 20 0 0
114
R
Tap MPR No. XV/ MPR/ 1998
Radar Lam pung 79, 80 , 81, 86, 113
20 4 Tap MPRS No. XXI/ MPRS/ 1966
Rely Harun 10 113
reform asi institusional 2, 17, Tulangbawang Barat 75
25, 32
reform asi kelem bagaan politik
12 U
Rico Ficardo 123
UUD 1945 39, 42, 45, 47, 48,
Riswan Tony 79, 80 , 81
50 , 51, 52, 69, 93, 96,
Robert Endi J aweng 114
10 4, 10 5, 10 6, 10 7, 10 9,
Rycko Menoza 16, 90 , 115, 123
www.bacaan-indo.blogspot.com

110 , 111, 112, 113, 125,


144, 150 , 155, 156
UUDS 1950 45, 47, 48, 49, 50 ,
S
10 6, 112, 155
Satono 78, 90 UU No. 5 Tahun 1974 33, 49
Schum peter 11, 12 UU No. 5 Tahun 1979 33, 49
teori dem okrasi 11 UU No. 8 Tahun 20 0 5 67
Indeks 201

UU No. 8 Tahun 20 15 7, 10 , 17
UU No. 9 Tahun 1975 33
UU No. 13 Tahun 20 12 43
UU No. 14 Tahun 20 0 8 10
UU No. 18 Tahun 20 0 1 43
UU No. 22 Tahun 1999 3, 33,
34, 42, 52, 53, 57, 75, 10 5,
10 8, 10 9, 113
UU No. 22 Tahun 20 14 6, 33,
52, 59, 67
UU No. 23 Tahun 20 14 6, 33, 67
UU No. 29 Tahun 20 0 7 43
UU No. 32 Tahun 20 0 4 3, 33,
34, 42, 52, 53, 54, 59, 60 ,
67, 74, 93, 10 5, 10 8, 10 9,
114
UU Otonom i Daerah 32
UU paket politik 96, 110 , 125
UU Partai Politik 2, 91, 144, 159

V
Vedi Hadiz 9, 18, 19, 20 , 21, 22,
25, 26, 72, 73

W
Wendy Melfa 90 , 123
Woerjaningrat 37, 40 , 10 3

Y
YAPPIKA 149
Yayan Sakti Suryandaru 7, 10
www.bacaan-indo.blogspot.com

YIPD 149, 151

Z
Zainal Abidin 77, 115
Zulkili Anwar 77, 90
www.bacaan-indo.blogspot.com
TENTANG PENULIS

D r H . Mu h am m ad Aqil Irh am MSi


lahir di Kotabum i, 11 Desem ber 1969.
Saat in i m en jabat Lekt or Kep ala d i
IAIN Raden In tan , Ban dar Lam pun g.
Sebelum nya ia adalah Pem bantu Dekan
III Fakultas Ush uluddin IAIN Raden
I n t a n (2 0 0 3 -2 0 0 7) d a n Sekr et a r is
J u r u san Sosiologi d an Politik Islam
Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan
(20 0 1-20 0 3).
Ia m enyelesaikan pendidikan sarjana di J urusan Aqidah
dan Filsafat IAIN Raden Intan tahun 1992. Gelar magister dia
raih tahun 20 0 0 dan gelar doktor tahun 20 15, keduanya dari
Program Pascasarjana Sosiologi Universitas Indonesia.
Bu ku -b u ku ya n g p er n a h d it u lisn ya , I n d u st r i d a n
Kom unitas Lokal (IAIN Press, 20 0 1) serta Pengantar Sosiologi
Politik (Aura Press, 20 14). Aqil juga m enghasilkan sejum lah
www.bacaan-indo.blogspot.com

tu lisan yan g d ipu blikasikan sebagai bab d i d alam bu ku


maupun jurnal ilmiah, antara lain, “Pemikiran Sosiologis Emile
Durkheim” (20 0 8), “Mengenal Sosiologi Masyarakat Lampung:
Sebuah Pen gan tar Awal” (20 0 8 ), “Lem baga Perwatin dan
Kepenyimbangan sebagai Institusi Demokrasi Lokal di Provinsi
204 Demokrasi Muka Dua

Lam pung” (20 11), dan “Sekilas tentang Teori-Teori Sosiologi”


(20 11). Artikel-artikeln ya yan g bertem akan sosial, politik,
kebudayaan, dan keagamaan dimuat di sejumlah media cetak
seperti Lam pung Post dan Radar Lam pung.
Sebagai akadem isi, M. Aqil Ir h am per n ah m en giku ti
berbagai konferensi, seminar, lokakarya, ataupun simposium,
di antaranya Simposium Nasional tentang Warisan Khazanah
In telektual Muslim yan g diselen ggarakan oleh Un iversitas
Muhammadiyah Malang (20 0 0 ) dan The International Seminar
on Conlict Resolution: Law Perspective yang diselenggarakan
oleh Mediation Center IAIN bekerja sama dengan Arizona State
University (20 0 7).
Sela in kegia t a n a ka d em ik, ia m em iliki segu d a n g
p en galam an sebagai aktivis or gan isasi kem asyar akat an .
Kariernya sebagai aktivis dimulai sejak mahasiswa di Lampung.
Kini ia adalah Wakil Sekretaris J enderal PB Nahdlatul Ulama
periode 20 15-20 20 , setelah sebelum nya m enjabat Sekretaris
J enderal PP Gerakan Pemuda Ansor (20 11-20 16).
Buku Dem okrasi Muka Dua ini merupakan buku pertama
dari trilogi ten tan g dem okrasi In don esia. Pem baca dapat
menjalin korespondensi dengannya di alamat surat elektronik:
aqil.irham @gm ail.com .
www.bacaan-indo.blogspot.com
www.bacaan-indo.blogspot.com
Membaca Ulang
Pilkada di Indonesia
DEMOKRATISASI di Indonesia pasca-Reformasi 1998 telah memperoleh
pengakuan dan pujian dari dunia internasional. Indonesia pun
disanjung-sanjung sebagai negara demokratis terbesar ketiga di
dunia. Kendati demikian, kehidupan demokrasi saat ini masih diwarnai
berbagai masalah akut seperti korupsi, politik dinasti, atau politik
kartel. Semua ini merebak luas bersamaan dengan desentralisasi
dan otonomi daerah.

Melalui analisis mendalam atas seluk-beluk pemilihan kepala daerah


langsung (Pilkada) yang telah berlangsung sejak 2005, buku ini
memaparkan dua perspektif—neo-institusionalis yang optimistik
dan relasi kuasa yang kurang optimistik—dalam memahami
persoalan tersebut. Penulis juga memberi sudut pandang yang lebih
komprehensif untuk menjembatani kedua perspektif tersebut. Buku ini
merupakan literatur yang baik bagi pembaca yang ingin
memahami demokrasi Indonesia.

***
“Buku ini merupakan usaha untuk menelaah ulang demokrasi di
Indonesia, khususnya dari sudut pandang pertarungan politik di sekitar
pemilihan kepala daerah (Pilkada). Penulis berupaya memberikan
perspektif yang dibentuk lewat eksplorasi berbagai teori ilmu sosial
mengenai kekuasaan dan konflik sosial. Dalam hal ini, ia memberikan
sumbangan yang agak ‘beda’ dari sebagian penulis yang cenderung
hanya menawarkan deskripsi tentang seluk-beluk pertarungan Pilkada.
Sebagai upaya memadukan teori sosial dengan analisis empiris,
buku ini patut didukung.”
Vedi Hadiz, Professor of Asian Studies, Asia Institute,
www.bacaan-indo.blogspot.com

The University of Melbourne

POLITIK

KPG (KEPUSTAKAAN POPULER GRAMEDIA)


Gedung Kompas Gramedia, Blok 1 Lt. 3
Jl. Palmerah Barat 29-37, Jakarta 10270
Telp. 021-53650110, 53650111 ext. 3359
Fax. 53698044, www.penerbitkpg.com
KPG: 59 16 01132
KepustakaanPopulerGramedia; @penerbitkpg; penerbitkpg

Anda mungkin juga menyukai