Anda di halaman 1dari 47

1

LAPORAN KEMAJUAN

PENELITIAN REGULER PEMULA

DANA INTERNAL UMKT TAHUN 2018/2019

PENGARUH PENERAPAN EVIDANCE-BASEDPRACTICE


TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA
KEPERAWATAN

Tim Peneliti:

Ketua Peneliti : Ns. Arief Budiman, S.Kep., M.Kep

Anggota Peneliti : Ns. Taufik Septiawan, S.Kep., M.Kep

FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2018/2019
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orientasi global pada abad 21 mengubah paradigma dalam proses pembelajaran,


adapun dasar pendidikan di perguruan tinggi terdiri dari 4 pilar yaitu learning to know,
learning to do, learning to be and learning to live together. Pengembangan dari 4 pilar
tersebut menjadi learning to live together yang memiliki arti belajar sepanjang hayat,
paradigma ini merupakan kunci dalam menghadapi tantangan abad 21. Paradigma
berpikir dan arah pengembangan pendidikan menjadi harapan untuk mampu
menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menyelesaikan masalah dan
melaksanakan program secara bersamaan dengan cerdas, bijak dan damai (Dikti,
2014).
Harapan tersebut sesuai dengan tujuan dari program Sustainable Development
Goal (SDG`S)yang dicanangkan pada tahun 2030 memiliki jaminan pendidikan yang
berkualitas serta mempromosikan “belajar sepanjang hayat” dengan memberikan
peluang belajar bagi semua kalangan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan
terealisasinya target SDG`S yaitu meningkatkan akses dan mengupgrade ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai penghubung secara global sehingga kualitas SDM
dapat ditingkatkan (SDSN, 2015).
Upaya untuk mengupgrade ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut harus sejalan
dengan aturan Permendikbud No. 49, Pasal 11 mengenai standar perguruan tinggi
dimana karakteristik proses pembelajaran terdiri dari pembelajaran yang interaktif,
integratif, holistik, saintifik, kontekstual, kolaboratif, efektif dan berpusat pada
mahasiswa. Saintifik adalah salah satu komponen penting dari pembelajaran
pendidikan tinggi, saintifik disini artinya proses pembelajaran yang dilakukan harus
berdasarkan pendekatan-pendekatan ilmiah (Kemenristekdikti, 2014). Pendekatan
ilmiah yang digunakan harus berdasarkan pada evidenced based, khususnya pada
proses pembelajaran, pendidikan dan praktek keperawatan, yang bertujuan untuk
membentuk perawat profesional dengan knowledge dan skill yang baik, demi
mewujudkan tujuan tersebut perlu diterapkan metode yang tepat.
Evidence-based practice merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh
perawat untuk dapat meningkatkan pelayanan keperawatan sehingga wajib
diintegrasikan ke dalam kurikulum keperawatan (Belden et al, 2012). Beberapa
pendapat ahli tentang evidence based practice yaitu merupakan sintesis atau
pemakaian bukti empiris, terdiri dari research (penelitian), pendapat ahli; ataupun
laporan kasus dengan mempertimbangkan patient preferenceatau pilihan pasien
(Bostrom et al, 2013). Bukti yang telah didapatkan menjadi dasar dalam menerapkan
evidence-based practice untuk membuat keputusan terbaik. Penguasaan evidence-
based practice merupakan kompetensi penting dalam mengembangkan profesi
keperawatan, baik bagi perawat lapangan maupun mahasiswa keperawatan yang
sedang menempuh pendidikan.
3

Keuntungan dari penggunaan EBP ini yaitu menunjukkan korelasi positif yang
kuat tentang penggunaan evidence based practice dalam pemberdayaan Register
Nurse (RN) (Belden et al., 2012). Penelitian lain yang menunjukkan keuntungan
dalam membiasakan penggunaan EBP yaitu meningkatkan kualitas kesehatan pasien,
mempercepat waktu perawatan pasien sehingga mengurangi biaya perawatan, hasil
tersebut didapat yakni merupakan dampak dari implentasi EBP yang merupakan
mekanisme sistematis untuk mendukung Health Profesional dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
Pada penelitian lain penerapan EBP pada mahasiswa sarjana keperawatan memiliki
dampak yang baik dalam meningkatkan kepercayaan dan penerapan EBP oleh karena
itu integrasi EBP kedalam kurikulum mahasiswa sarjana sangat penting (Reid et al,
2017). Namun demikian kemampuan perawat dan mahasiswa keperawatan dalam
mencari kemampuan perawat dan mahasiswa keperawatan dalam mencari evidence,
menganalisa hasil dan penerapannya masih kurang. Beberapa penelitian (Majid et al.,
2011) menunjukkan implementasi EBP di dalam pengambilan keputusan klinis yang
meliputi persepsi dan pengetahuan perawat menunjukkan hasil lebih dari 64% perawat
memperlihatkan sikap yang positif terhadap EBP namundalam hal mencari literatur
mereka masih memiliki keterbatasan dalam hal waktu serta kemampuan literasi
statistik dan mencari literatur atau evidence yang baik. Tidak hanya di rumah sakit
kemampuan mahasiswa keperawatan dalam memahami evidence-basedpractice juga
masih rendah, hal ini didukung oleh penelitian (Mehrdad et al., 2012) pada fakultas
keperawatan di iran yang menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa keperawatan
mengenai EBP masih 47,1 %. Sedangkan pada mahasiswa undergraduatepemahaman
mahasiswa mengenai EBP terutama dalam hal interpretasi, appraisal (penilaian) dan
aplikasi penelitian masih rendah yaitu 39% (Leach, 2016).Begitu juga dengan hasil
penelitian dari (Ligita, 2012) di indonesia mengenai pengetahuan, sikap dan kesiapan
perawat klinisi dalam implementasi EBP menunjukkan bahwa lebih dari setengah
responden (69,7%) perawat mengatakan tidak paham mengenai konsep EBP. Dengan
sebab itulah penerapan EBP sejak masih belajar di perguruan tinggi dirasa sangat
perlu.
Pengintegrasian EBP kedalam kurikulum pendidikan keperawatan selama ini
masih menggunakan TCL (Teacher center learning), namun demikian seiring dengan
perubahan paradigma pendidikan, metode TCL sudah seharusnya diperbaharui dengan
metode yang lebih efektif yaitu student center learning (Dikti, 2014). SCL merupakan
salah satu metode pendekatan proses belajar mahasiswa untuk menghasilkan
pengetahuan dari proses konstruksi yaitu menerima, mengorganisir,menyimpan, dan
dicerna kembali oleh pikiran melalui peran aktif mahasiswa dalam belajar (Hsieh et
al., 2016). Beberapa metode yang sering digunakan dalam melaksanakan EBP adalah
lectures, group discussion, cooperative learning, problem based learning ataupun
kombinasi dari beberapa metode tersebut (Ramis et al., 2015).
Pelaksanaan pembelajaran EBP ini diterapkan berdasarkan teori constructivism
yang merupakan pendekatan yang dipakai dalam menerapkan evidence-based
practice. Melalui pendekatan teori ini diharapkanmahasiswa dapat mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri sehingga pengetahuan baru yang didapatkan dapat lebih
4

bermakna atau meaningfull(Thomaset al., 2014).Selain itu juga, teori constructivist


akan menstimulus mahasiswa untuk mencari informasi, menganalisa, dan
menyimpulkan pemecahan masalah sehingga dapat meningkatkan critical thinking
mahasiswadalam berdiskusi dengan menggunakan evidance basedyang relevan (Kibui,
2012).
Critical thinking adalah proses berfikir kritis untuk mencapai tujuan yang akan
memberikan alasan berdasarkan bukti, konseptualisasi, konteks, metode, dan kriteria
(Coneet al., 2016). Critical thinking merupakan komponen yang harus dimiliki oleh
mahasiswa dalam mencari dan mengolah informasi secara mandiri.Sedangkankonsep
EBP merupakan strategi untuk mencari evidence atau bukti ilmiah guna
meningkatkankualitas pelayanan kesehatan, sehingga EBP dapat menjadi starategi atau
alat untuk meningkatkancritical thinking. Hal ini didukung oleh penelitian dari
(Madarshahianet al., 2012) yang menyatakan bahwa penggunaan metode evidence
based dalam pembelajaran klinik dapat memperkuat critical thinking mahasiswa
sehingga kualitas patient care dapat ditingkatkan. Sedangkan (Khaghnizadeh, 2015)
menunjukkan bahwa pendekatan strategi pembelajaran evidence-baseddengan
menggunakan metode yang interaktif sangat memungkinkan untuk meningkatkan
critical thinking mahasiswa dibandingkan metode tradisional. Hal ini disebabkan
karena metode tersebut dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
memecahkan masalah dan partisifasi aktif mahasiswa dengan menggunakan referensi
yang relevan dan komprehensif.
Hasil survey pendahuluan di institusi Pendidikan dalam hal ini UMKT
menunjukkan bahwa, pembelajaranevidance-based practice belum dilakukan sehingga
kemampuan mahasiswa dalam mencari literatur ilmiah atau jurnal sangat rendah.
Dalam proses diskusi, sumber yang dipakai sebagai literatur cenderung belum
merupakan sumber yang relevan dan uptodate. Berdasarkan wawancara dengan
beberapa dosen, dalam aktifitas diskusi banyak dari mahasiswa cenderung tidak aktif
dan hanya menjadi pendengar ataupun aktif namun tanpa sumber yang jelas dan
relevan atau bahkan cenderung menunggu instruksi dan solusi dari dosen.. Oleh
karena itulah peneliti ingin meneliti pengaruh penerapan evidance-based
practiceterhadap peningkatan critical thinking mahasiswa keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada pengaruh penerapan evidance-based practice terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kritis mahasiswa keperawatan.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh penerapan evidence-based practice terhadap
peningkatan critical thinking mahasiswa keperawatan
2. Tujuan Khusus Penelitian
5

a. Mengidentifikasi critical thinking mahasiswa sebelum diterapkan


evidance-basedpractice
b. Mengidentifikasi critical thinking mahasiswa setelah diterapkan evidance-
based practice
c. Menganalisa critical thinking mahasiswa sebelum dan sesudah diterapkan
evidance-based practice.

1.4 Relevansi
Evidence Based Practice (EBP) merupakan kompetensi yang wajib dimiliki oleh
seorang perawat profesional (Bachelor nurse), kemampuan ini diperlukan untuk
meningkatkan asuhan keperawatan. Setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
telah melalui pertimbangan ilmiah, kemampuan ini penting untuk dilatih kepada
mahasiswa keperawatan dalam proses pendidikan yang dilaluinya.
Pelaksanaan EBP ini akan membantu mahasiswa dalam mencari literature yang
baik dan relevan serta uptodate yang sangat diperlukan learning process atau proses
diskusi ataupun membuat karya tulis ilmiah serta menerapkannya dalam nursing care
atau praktek keperawatan.

1.5 Target Luaran


Penelitian ini memiliki target luaran berupa publikasi artikel ke Jurnal Sinta 4
sampai dengan Sinta 6, memiliki draft proposal Penelitian Dosen Pemula (PDP)
Ristekdikti dan memiliki Road Map penelitian secara individu sebagai dosen.
6

1.6 Road Map Penelitian


6

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Teori Penunjang


2.1.1 Pengertian evidence based practice
Evidence based practice (EBP) adalah rangkaian proses yang
membantu tenaga kesehatan untuk dapat uptodate dalam memperoleh
informasi terbaru yang dapat menjadi bahan dalam menentukan sebuah
keputusan klinis yang efektif dan efisien sehingga perawatan terbaik
dapat diberikan kepada pasien (Macnee, 2011). Sedangkan menurut
(Bostwick, 2013) evidence based practice adalah sebuah starategi
untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan agar dapat
meningkatkan perilaku yang positif sehingga dapat mengaplikasikan
EBP dalam ranah praktik.
Berdasarkan kedua pengertian EBP diatas bisa dipahami jika
evidance based practice adalah sebuah strategi agar memperoleh
pengetahuan terbaru berlandaskan bukti yang relevan dan jelas untuk
menentukan keputusan klinis yang efektif dan meningkatkan
keterampilan pada aplikasi praktik klinis sehingga meningkatkan
kualitas kesehatan pasien. Oleh sebab itu berdasarkan definisi
tersebut, yang menjadi komponen utama didalam institusi pendidikan
kesehatan yaitu prinsip dalam membuat keputusan harus berlandaskan
evidence based dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah
mengintegrasikan EBP kedalam kurikulum.
Namun demikian fakta yang terjadi dilapangan menunjukan
bahwa kemampuan, pengetahuan, dan sikap serta kemauan mahasiswa
keperawatan dalam mengaplikasikan evidence based practice masih
berada pada level moderate atau menengah. Kondisi ini bertolak
belakang dengan konsep pendidikan keperawatan yang memiliki
tujuan untuk mempersiapkan lulusan yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan asuhan keperawatan yang berkualitas. Walaupun
perawat maupun mahasiswa keperawatan menunjukkan sikap yang
positif dalam mengaplikasikan evidence based akan tetapi
kemampuan dalam mencari literatur ilmiah masih belum maksimal.
Beberapa literatur memperlihatkan jika evidence based practice masih
merupakan hal yang baru baik bagi perawat maupun mahasiswa
perawat. Berdasarkan pemaparan tersebut maka pengintegrasian
evidence based kedalam kurikulum sarjana keperawatan dan
pembelajaran mengenai bagaimana mengintegrasikan evidence based
7

kedalam praktek sangatlah penting untuk dilakukan (Ashktorab et al.,


2015).
Pentingnya evidence based practice dalam kurikulum
undergraduate juga dikemukan oleh (Sin & Bleques, 2017) yang
menyatakan bahwa pembelajaran evidence based practice pada
undergraduate student adalah tahap awal dalam menyiapkan peran
mereka sebagai registered nurses (RN). Namun dalam aplikasinya,
terdapat beberapa konsep yang memiliki kesamaan dan perbedaan
dengan evidence based practice. Evidence based practice atau
evidence based nursing yang muncul dari konsep evidence based
medicine mempunyai konsep yang sama dan memiliki makna yang
lebih luas dari RU atau research utilization (Levin & Feldman, 2012).

2.1.2 Tujuan EBP


Tujuan utama di terapkannya evidance based practice dalam
ranah praktek keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas
praktik dan asuhan keperawatan itu sendiri. Dengan ditingkatkannya
kualitas perawatan maka tingkat kesembuhan pasien dapat lebih cepat
dan lama perawatan bisa dipangkas serta biaya perawatan bisa ditekan
(Madarshahian et al., 2012). Dalam praktinya sehari-hari para tenaga
kesehatan profesional seperti perawat, ahli farmasi, dokter, dan tenaga
kesehatan profesional lainnya sering kali mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika memilih atau
membandingkan treatment terbaik yang akan diberikan kepada pasien
atau klien. Sebagai contoh pada pasien post operasi bedah akan
muncul pertanyaan apakah teknik pernapasan relaksasi itu lebih baik
untuk menurunkan kecemasan dibandingkan dengan cognitive
behaviour theraphy, apakah teknik relaksasi lebih efektif jika
dibandingkan dengan teknik distraksi untuk mengurangi nyeri pasien
ibu partum kala 1 (Mooney, 2012).
Pendekatan yang berdasarkan evidance based bertujuan untuk
menemukan bukti-bukti yang terbaik sebagai jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan klinis yang mengemuka dan kemudian
menerapkan bukti tersebut ke dalam praktek keperawatan untuk
meningkatkan kualitas perawatan pada pasien, praktik keperawatan
tanpa bukti-bukti terbaik berdasarkan evidance based practice, akan
membuat praktek keperawatan tertinggal dan juga berdampak
kerugian pada pasien. Sebagai contoh education kepada ibu untuk
menempatkan bayinya pada saat tidur dengan posisi pronasi untuk
mencegah aspirasi pada bayi ketika tidur. Namun berdasarkan
evidence based didapatkan bahwa posisi pronasi pada bayi tersebut
8

justru mengakibatkan resiko kematian bayi secara tiba-tiba atau yang


disingkat SIDS (Melnyk & Fineout, 2011).
Berdasarkan pemaparan diatas, pengintegrasian evidence
based practice kedalam kurikulum pendidikan keperawatan menjadi
sangat penting. Tujuan utama dari mengajarkan EBP pada pendidikan
keperawatan pada level undergraduate student adalah untuk
menyiapkan perawat profesional yang memiliki kemampuan dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas berlandaskan
pada evidence based (Ashktorab, 2015). Pentingnya pelaksanaan EBP
di institusi pendidikan merupakan landasan terbentuknya pondasi
utama untuk menghasilkan perawat yang profesional yang
membutuhkan strategi untuk meningkatkan knowledge dan skill serta
pemahaman terhadap kasus real dilapangan. Diantara strategi yang
dapat diterapkan adalah pengguanaan virtual based patients scenario
dalam kegiatan problem based learning tutorial yang dapat
memberikan gambaran real terhadap kondisi pasien dengan teknologi
virtual guna meningkatkan knowledge dan critical thinking
mahasiswa.
Namun demikian untuk mengintegrasikan dan
mengimplementasikan evidence based kedalam praktik terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh
tenaga kesehatan yang profesional yaitu apakah evidence terbaru
memiliki konsep yang relevan dengan kenyataan dilapangan dan
apakah terdapat faktor yang dapat menjadi penghambat dalam
pelaksanaan evidence based tersebut serta biaya yang perlu disiapkan
misalnya seperti kebijakan, pendidikan perawat dan sumberdaya yang
ahli dalam menerapkan dan mengajarkan EBP, sehingga tidak semua
evidence dapat diaplikasikan dalam membuat keputusan atau
mengubah praktek (Salminen et al., 2014).

a. Komponen kunci EBP


Evidence atau bukti adalah kumpulan fakta yang dapat
dipercaya kebenarannya. Evidence atau bukti dibagi menjadi 2
yaitu internal evidence dan eksternal evidence. Bukti internal
merupakan hasil dari insiatif praktek seperti manajemen hasil dan
proyek perbaikan kualitas. Sedangkan bukti eksternal didapatkan
dari penelitian yang sangat ketat dan dengan proses atau metode
penelitian ilmiah. Pertanyaan yang sangat penting dalam
mengimplementasikan bukti eksternal yang didapatkan dari
penelitian adalah apakah temuan atau hasil yang didapatkan
didalam penelitian tersebut dapat diimplementasikan kedalam
9

dunia nyata atau dunia praktek dan apakah seorang dokter atau
klinisi akan mampu mencapai hasil yang sama dengan yang
dihasilkan dalam penelitian tersebut (Melnyk & Fineout, 2011).
Dalam (Grove et al., 2012) dijelaskan bahwa clinical
expertise yang merupakan komponen dari bukti internal
merupakan pengetahuan dan skill tenaga kesehatan yang
profesional serta ahli dalam memberikan pelayanan. Kriteria
seorang perawat ahli klinis atau clinical expertise diantaranya
adalah pengalaman kerja yang sudah cukup lama, tingkat
pendidikan, literatur klinis yang dimiliki serta pemahamannnya
terhadap research. Sedangkan patient preference adalah kebutuhan
pasien, pilihan pasien, harapan pasien, hubungan atau ikatan, nilai,
dan tingkat keyakinannya terhadap budaya. Melalui proses EBP,
pasien beserta keluarganya akan berperan aktif dalam memilih dan
mengatur pelayanan kesehatan yang akan diberikan. Pemenuhan
kebutuhan pasien dapat dilakukan dalam bentuk tindakan
pencegahan, health promotion, pengobatan paa penyakit akut
maupun kronis, serta proses rehabilitasi. Beberapa komponen dari
EBP dan dijadikan alat yang akan menerjemahkan bukti kedalam
praktek dan berintegrasi dengan bukti internal untuk meningkatkan
kualitas pelayanan.

Bukti eksternal berasal dari


penelitian, bukti berdasarkan
teori, opini pemimpin, dan
diskusi ahli

Membuat
Bukti internal dapat berupa keputusan
keahlian klinis yang klinis
didapatkan dari manajemen berdasarkan
hasil Gambarpeningkatan
dan 2.1 Komponen EBP evidence
(Grove etpasien
kualitas, pengkajian al., 2012) based
dan evaluasi,
Walaupun danevidence
penggunaan
atau bukti yang dianggap paling kuat
sumber dari
berasal yang penelitian
tersedia dengan desain systematic riview’s dari
penelitian-penelitian
Pilihan pasien dan nilaiRCT, penelitian deskriptif ataupun kualitatif
yang berasal dari opini leader juga dapat dijadikan landasan untuk
membuat sebuah keputusan klinis jika memang penelitian sejenis
RCT tidak tersedia. Hal yang sama juga berlaku dengan teori-teori,
pilihan atau nilai pasien untuk membuat keputusan klinis guna
meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. Para Klinisi
sering kali bertanya bagaimana bukti dan jenis bukti dibutuhkan
10

hingga dapat merubah praktek. Menurut (Dicenso et al., 2014)


level dan kualitas evidence atau bukti bisa dijadikan dasar dan
meningkatkan kepercayaan diri seorang klinisi untuk merubah
praktek.

b. Model-model EBP
Dalam mengaplikasikan evidence kedalam praktek untuk
meningkatkan kualitas kesehatan dan keselamatan (patient safety)
dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis dari berbagai model
EBP yang dapat membantu perawat atau tenaga kesehatan lainnya
dalam mengembangkan konsep melalui pendekatan yang sistematis
dan jelas, alokasi sumber dan waktu yang jelas, sumber daya yang
terlibat, serta mencegah impelementasi yang tidak runut dan
lengkap dalam sebuah organisasi (Gawlinski & Rutledge, 2008).
Namun demikian, beberapa model mempunyai keunggulannya
masing-masing sehingga setiap institusi bisa memilih model yang
sesuai dengan kondisi organisasi. Beberapa model yang digunakan
dalam implementasi evidence based practice diantaranya adalah
stetler model (2001), Iowa model (2001), ACE STAR model
(2004), john hopkins evidence-based practice model (2007),
rosswurm dan larrabee’s model, serta evidence based practice
model for stuff nurse (2008).
Beberapa model yang dijadikan landasan dalam
menerapkan EBP yang sering digunakan diantaranya adalah IOWA
model yang dapat digunakan dalam berbagai setting akademik
maupun setting klinis. Ciri khas dari model ini adalah adanya
konsep “triggers” dalam pelaksanaan EBP. Trigers merupakan
masalah klinis ataupun informasi yang berasal dari luar organisasi.
Terdapat 3 kunci dalam membuat keputusan yaitu adanya
penyebab mendasar timbulnya masalah, pengetahuan terkait
kebijakan dari institusi atau organisasi, penelitian yang cukup kuat,
kemudian pertimbangan mengenai kemungkinan diterapkannya
perubahan kedalam praktek sehingga tidak semua jenis masalah
dapat diangkat dan menjadi topik prioritas organisasi (Melnyk &
Fineout, 2011).

Sedangkan john hopkin’s model memiliki 3 domain prioritas


masalah yaitu praktek keperawatan, penelitian, dan pendidikan.
Dalam pelaksanaannya model ini terdapat beberapa tahapan yaitu
menyusun practice question yang menggunakan pico approach,
menentukan evidence dengan penjelasan mengenai tiap level yang
11

jelas dan translation yang lebih sistematis dengan model lainnya


serta memiliki lingkup yang lebih luas. Sedangkan ACE star model
merupakan model transformasi pengetahuan berdasarkan research.
Evidence non research tidak digunakan dalam model ini. Untuk
stetler’s model merupakan model yang tidak berorientasi pada
perubahan formal tetapi berorientasi pada perubahan oleh individu
yaitu perawat sendiri. Model ini menyusun masalah berdasarkan
data internal (quality improvement dan operasional) dan data
eksternal yang berasal dari penelitian. Model ini menjadi panduan
preseptor dalam mendidik perawat baru. Dalam pelaksanaanya,
pada mahasiswa sarjana dan master disarankan untuk
menggunakan model jhon hopkin, sedangkan untuk mahasiswa
undergraduate disarankan untuk menggunkan ACE star model
dengan proses yang lebih sederhana dan sama dengan proses
keperawatan (Schneider& Whitehead, 2013).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi EBP


Dalam (Ashktorabet all., 2015) menyatakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mendukung penerapan evidence based
practice pada mahasiswa keperawatan, diantaranya yaitu intention
(niat), pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa keperawatan.
Dari ketiga faktor tersebut sikap mahasiswa dalam menerapkan
EBP merupakan faktor yang sangat menunjang penerapan EBP.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka pendidikan tentang EBP
merupakan hal yang harus dilakukan dalam meningkatkan
pengetahuan mahasiswa ataupun sikap mahasiswa yang akan
menjadi penunjang dalam penerapannya pada praktik klinis.
Sedangkan didalam (Ryan, 2016) dijelaskan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi penerapan EBP pada mahasiswa keperawatan
berkaitan dengan faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik terkait erat dengan intention atau sikap serta pengetahuan
mahasiswa, sedangkan faktor ekstrinsik erat hubungannya dengan
organizational atau institutional support seperti kemampuan
fasilitator atau mentorship dalam memberikan arahan guna
mentransformasi evidence kedalam praktek, ketersedian fasilitias
yang mendukung, serta dukungan dari lingkungan.

d. Langkah-langkah dalam proses EBP


Menurut (Melnyk et al., 2014) ada beberapa langkah dalam
proses EBP. Tujuh langkah dalam evidence based practice (EBP)
dimulai dengan semangat untuk melakukan pencarian (inquiry)
12

personal dan penyelidikan. Budaya EBP dan lingkungan


merupakan faktor yang sangat penting untuk tetap
mempertahankan timbulnya pertanyaan-pertanyaan klinis yang
kritis dalam praktek keseharian. Langkah-langkah dalam proses
evidance based practice adalah sebagai berikut:
1) Menumbuhkan semangat untuk melakukan penyelidikan
(inquiry)
2) Mengajukan pertanyaan dengan metode PICO(T) question
3) Mencari bukti-bukti terbaik
4) Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang
telah ditemukan
5) Mengintegrasikan antara bukti dengan keahlian klinis dan
pilihan pasien untuk membuat keputusan klinis terbaik
6) Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP
7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)

Jika diuraikan 7 langkah dalam proses evidence based


practice adalah sebagai berikut:
1) Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry).
Inquiry merupakan semangat untuk melakukan
penyelidikan yang merupakan sikap kritis untuk selalu
bertanya terhadap fenomena-fenomena atau kejadian-kejadian
yang terjadi saat praktek dilakukan oleh seorang klinisi atau
petugas kesehatan dalam layanan perawatan kepada pasien.
Namun demikian, tanpa adanya budaya yang mendukung,
semangat untuk menyelidiki atau meneliti baik dalam lingkup
individu ataupun institusi tidak akan dapat berhasil dan
dipertahankan. Kunci utama dalam membangun budaya EBP
adalah semangat untuk melakukan penyelidikan dimana semua
profesional kesehatan didorong untuk memepertanyakan
kualitas praktek yang mereka jalankan pada saat ini, Filosofi
yang digunakan, misi dan sistem promosi klinis dengan
mengintegrasikannya dengan evidence based practice, mentor
yang memiliki pemahaman mengenai evidence based practice,
kemampuan membimbing orang lain, dan kemampuan
mengatasi tantangan atau hambatan yang mungkin terjadi,
ketersediaan infrastruktur yang mendukung untuk mencari
informasi atau lieratur seperti komputer dan laptop, dukungan
dari administrasi dan kepemimpinan, serta motivasi dan
konsistensi individu itu sendiri dalam menerapkan evidence
based practice (Tilsonet al, 2011).
2) Mengajukan pertanyaan PICO(T) question.
13

Menurut (Newhouse et al., 2007) dalam mencari


jawaban untuk pertanyaan klinis yang muncul, maka
diperlukan strategi yang efektif yaitu dengan membuat format
PICO. (P) adalah pasien, populasi atau masalah baik itu umur,
gender, ras atapun penyakit seperti hepatitis dan lain
sebagainya. (I) adalah intervensi yang meliputi treatment di
klinis ataupun pendidikan serta administratif. Selain itu juga
intervensi juga dapat berupa perjalanan penyakit ataupun
perilaku beresiko seperti merokok. (C) atau comparison
merupakan intervensi pembanding dapat berupa terapi, faktor
resiko, placebo ataupun non-intervensi. Sedangkan (O) atau
outcome adalah hasil yang ingin dicapai seperti berupa kualitas
hidup, patient safety, menurunkan biaya ataupun meningkatkan
kepuasan pasien.
Menurut Bostwick et al., 2013 bahwa pada langkah
selanjutnya membuat pertanyaan klinis dengan menggunakan
format PICOT yaitu P (Patient atau populasi), I (Intervention
atau tindakan atau pokok persoalan yang menarik),
C(Comparison intervention atau intervensi yang
dibandingkan), O(Outcome atau hasil) serta T(Time frame atau
kerangka waktu). Hasil atau sumber data atau literatur yang
dihasilkan akan sangat berbeda jika kita menggunakan
pertanyaan yang tidak tepat dan kita akan mendapatkan
berbagai abstrak yang tidak relevan dengan apa yang kita
butuhkan (Melnyk & Fineout, 2011).
Sedangkan pada lobiondo & haber, (2006) dicontohkan
cara menyusun pertanyaan EBP yaitu pada lansia dengan
fraktur hip (patient/problem), apakah patient-analgesic control
(intervensi) lebih efektif dibandingkan dengan standard of
care nurse administartif analgesic c(comparison) dalam
menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan LOS (Outcome).
3) Mencari bukti-bukti terbaik.
Kata kunci yang sudah disusun dengan menggunakan
picot digunakan untuk memulai pencarian bukti terbaik. Bukti
terbaik dapat dilihat dari tipe dan tingkatan penelitian.
Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence atau bukti
terbaik adalah meta-analysis dan systematic riview. Systematic
riview merupakan ringkasan hasil dari banyak penelitian yang
memakai metode kuantitatif. Sedangkan meta-analysis
merupakan ringkasan dari banyak penelitian yang
14

menampilkan dampak dari intervensi dari berbagai studi.


Namun jika systematic riview dan meta analisis tidak tersedia
maka evidence pada tingkatan selanjutnya bisa digunakan
seperti RCT. Evidence tersebut dapat ditemukan di beberapa
data base yaitu seperti PUBMED, CINAHL, MEDLINE,
NEJM dan COHRANE LIBRARY (Melnyk & Fineout, 2011).
Ada 5 tingkatan yang dapat dijadikan bukti atau
evidence (Guyatt & Rennie, 2002) yaitu:
a) Bukti yang berasal dari meta-analysis ataukah systematic
riview.
b) Bukti yang berasal dari disain RCT.
c) Bukti yang berasal dari kontrol trial tanpa randomisasi.
d) Bukti yang berasal dari kasus kontrol dan studi kohort.
e) Bukti dari systematic riview yang berasal dari penelitian
kualitatif dan diskriptif.
f) Bukti yang berasal dari single-diskriptif atau kualitatif study
g) Bukti yang berasal dari opini dan komite ahli.
Dalam mencari best evidence, permasalahan yang
sering muncul dalam proses pencarian adalah keterbatasan
lokasi atau sumber database yang free accsess terhadap jurnal-
jurnal penelitian. Namun demikian seiring dengan
perkembangan teknologi, berikut contoh databased yang free
accsess dan paling banyak dikunjungi oleh tenaga kesehatan
diantaranya yaitu Pubmed, MIDIRS, PsycINFO, cohrane
library serta Medline. Berikut adalah contoh pertanyaan EBP
beserta data based yang disarankan, diantaranya adalah
(Schneider & Whitehead, 2013).

Tabel 2.1 Contoh penggunaan data based

Pertanyaan EBP Database yang disarankan


Terapi question: pada pasien CINAHL, DARE(abstaract of
DM yang mempunyai resiko reviews the efffect),
tinggi dekubitus yang diberikan CDSR(cochrane database of
program pencegahan pressure systematic review), CCRCT
ulcer dengan standar perawatan, (cohrane central register of
manakah yang lebih efektif? control trial), Medline
Etiology question: apakah ibu MIDIRS, CINAHL, PsycINFO,
berusia matang lebih beresiko Medline
terkena depresi pospartum
dibandingkan dengan ibu usia
muda?
15

Pertanyaan EBP Database yang disarankan


Pertanyaan preventif: untuk CDSR, MIDIRS, CINAHL,
wanita pekerja berat, apakah Medline, CCRT, DARE
tindakan pemeberian oral intake
efektif untuk mencegah gastric
aspirasi?
Pertanyaan Diagnosis: manakah CINAHL, Medline, DARE,
yang lebih efektif D-dimer atau CDSR, CCRT
ultrasound dalam mendiagnosa
trombosis vena?
Prognosis: apakah diet CINAHL, MedLINE
karbohidrat pada pasien dengan
BMI<25 akan sangat
berpengaruh jika ia memiliki
riwayat keluarga obesititas
dengan BMI>30?
(Schneider & Whitehead., 2013)

Beberapa databased yang disebutkan diatas memuat


berbagai literatur kesehatan dari berbagai sumber. Beberapa
diantaranya adalah free of charge, cost, atau keduanya. Seperti
misalnya cohrane databased merupakan organisasi non-profit.
Namun demikian jenis informasi yang diberikan adalah
systemayic review, sehingga jumlah informasi yang ditawarkan
terbatas atau dalam jumlah kecil berkisar 3 jutaan citation
namun sangat direkomendasikan untuk menjadi databased
pertama dalam mencari jawaban dari pertanyaan klinis.
Sedangkan CINAHL dan MEDLINE merupakan
databased yang paling lengkap atau komprehensif untuk
menemukan berbagai jurnal atau informasi kesehatan baik itu
kedokteran, keperawatan, kedokteran gigi ataupun farmasi
dengan berbagai level evidence. MEDLINE merupakan data
based free charge yang terhubung dengan Pubmed data based
(Dicenso et al., 2014). Sedangkan CINAHL berisi konten
artikel jurnal, buku, ataupun disertasi dan bisa temukan baik
melalui databased langsung ataukah melalui MEDLINE.
PsycINFO merupakan databased yang lebih banyak
mempublikasikan literatur pendidikan dalam aspek psikologi,
psikiatri, neuroscience untuk pertanyaan klinis. Sedangkan
Pubmed merupakan bibliografic database yang berisi konten
free akses dan berbayar serta mempunyai link dengan database
MEDLINE (Melnyk et al., 2014).
16

Dalam (Kluger, 2007) dicontohkan cara melakukan


pencarian evidence dari beberapa sumber atau data based yang
ada yaitu:
a) Memilih databased (CINAHL, Medline etc)
b) Menerjemahkan istilah atau pertanyaan kedalam
perbendaharaan kata dalam database, sebagai contoh fall
map menjadi accidental fall
c) Menggunakan limit baik dalam jenis, tahun dan umur
Limit atau membatasi umur seperti aged, 45 and over, limit
tipe publikasi seperti “metaanalisis atau systematic review”,
dan limit tahun publikasi seperti 2010-2015
d) Membandingkan dengan database yang lain seperti
cohrane, psycINFO
e) Melakukan evaluasi hasil, ulangi ke step 2 jika diperlukan
Sedangkan menurut (Newhouse, 2007) langkah-langkah
atau strategi dalam mencari informasi melalui data based
diantaranya yaitu:
a) Mencari kata kunci, persamaan kata atau sinonim, atau yang
mempunyai hubungan dengan pertanyaan yang sudah
disusun dengan format PICO
b) Menentukan sumber atau dat abase terbaik untuk mencari
informasi yang tepat
c) Mengembangkan beberapa strategi dalam melakukan
pencarian dengan controlled vocabularries, menggunakan
bolean operator, serta limit. controlled vocabularries yang
dapat menuntun kita untuk memasukkan input yang sesuai
dengan yang ada pada database. Seperti misalnya MeSH
pada Pubmed serta CINAHL Subject Heading pada
database CINAHL. menggunakan bolean operator misalnya
AND, OR, NOT. AND untuk mencari 2 tema atau istilah,
OR untuk mencari selain dari salah satu atau kedua istilah
tersebut. Namun jika dikombinasikan dengan controlled
vocabularries, OR akan memperluas pencarian, serta AND
akan mempersempit pencarian. Selanjutnya untuk lebih
spesifik dan fokus lagi dapat menggunakan limit yang
sesuai seperti bahasa, umur, dan tanggal publikasi.
Contohnya adalah limit terakhir 5 tahun untuk jurnal atau
english or american only.
d) Melakukan evaluasi memilih evidence dengan metode
terbaik dan menyimpan hasil
Menurut Bowmanet al., dalam levin & feldman, 2012,
khususnya pada level undergraduate student, terdapat
17

beberapa contoh evidence yang dapat digunakan dalam


terapi dan prognosis yaitu:

Gambar 1. contoh penggunaan tingkat evidence


Beberapa contoh tingkatan evidence tersebut dapat
menjadi contoh atau dasar dan pedoman oleh mahasiswa
undergraduate dalam memilih evidence yang tepat. Karena
undergraduate student tidak memiliki kemampuan dalam
melakukan kritik atau melihat tingkat kekuatan dan kelemahan
literatur penelitian, maka dalam pembelajaran evidence based
practice mahasiswa diarahkan untuk memilih literatur
berdasarkan dari tingkatan evidence terbaik terlebih dahulu.
Jika beberapa evidence terbaik tidak bisa ditemukan, maka
langkah berikutnya adalah memilih literatur yang telah
diseleksi pada beberapa databased seperti CINAHL dan
MEDLINE atau pada pubmed search engine (Levin &
Feldman, 2012).

4) Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang


ditemukan
Setelah menemukan evidence atau bukti yang terbaik,
sebelum di aplikasikan ke institusi atau praktek klinis, hal yang
perlu dilakukan adalah melakukan appraisal atau penilaian
terhadap evidenceI yang ada tersebut. Untuk melakukan
penilaian terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
diantaranya yaitu (Polit & Beck, 2013) :
a) Evidence quality adalah bagaimana kualitas bukti jurnal
tersebut? (apakah tepat atau rigorous dan reliable atau
handal)
18

b) What is magnitude of effect? (seberapa penting


dampaknya?)
c) How pricise the estimate of effect? Seberapa tepat
perkiraan efeknya?
d) Apakah evidence memiliki efek samping ataukah
keuntungan?
e) Seberapa banyak biaya yang perlu disiapkan untuk
mengaplikasikan bukti?
f) Apakah bukti tersebut sesuai untuk situasi atau fakta yang
ada di klinis?
Sedangkan kriteria penilaian evidence menurut
(Bernadette & Ellen, 2011) adalah:
a) Validity.
Evidence atau penelitian tersebut dikatakan valid jika
penelitian tersebut menggunakan metode penelitian yang
tepat. Apakah variabel pengganggu dan bias dikontrol
dengan baik, bagaimana bagaimana proses random pada
kelompok kontrol dan intervensi, equal atau tidak.
b) Reliability
Reliabel maksudnya adalah konsistensi hasil yang mungkin
didapatkan dalam membuat keputusan klinis dengan
mengimplementasikan evidence tersebut, apakah intervensi
tersebut dapat dikerjakan serta seberapa besar dampak dari
intervensi yang mungkin terjadi.
c) Applicability
Applicable maksudnya adalah kemungkinan hasilnya dapat
diaplikasikan dan bisa membantu kondisi pasien. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
apakah subjek penelitiannya sama, keuntungan dan resiko
dari intervensi tersebut serta keinginan pasien (patient
preference) dengan intervensi tersebut.
Namun demikian dalam Hande et al., 2017, dijelaskan
bahwa critical appraisal merupakan proses yang sangat
kompleks. Level atau tingkat critical appraisal sangat
dipengaruhi oleh kedalaman dan pemahaman individu dalam
menilai evidence. Tingkat critical appraisal pada mahasiswa
sarjana adalah identifikasi tahapan yang ada dalam proses
penelitian kuantitatif. Namun pada beberapa program sarjana,
ada juga yang mengidentifikasi tidak hanya kuantitatif namun
juga proses penelitian kualitatif. Sedangkan pada master
student, tingkatan critical apraisalnya tidak lagi pada tahap
identifikasi, namun harus bisa menunjukkan dan
19

menyimpulkan kekuatan dan kelemahan, tingkat kepercayaan


evidence serta pelajaran yang dapat diambil dari pengetahuan
dan praktek.
Adapun kejelasan perbedaan level pendidikan dengan
level critical appraisal penelitian sebagai berikut:
Tabel 2.2 Level critical appraisal

Tingkat pendidikan dengan tingkat critical appraisal penelitian


Tingkat
Tingkat critical appraisal penelitian
pendidikan
Sarjana (S1) Mengidentifikasi langkah-langkah proses
penelitian kuantitatif
Mengidentifikasi bagian dari penelitian qualitatif
Menentukan tingkat kekuatan dan kelemahan
Master penelitian kuantitatif dan kualitatif
student (S2) Evalauasi tingkat kepercayaan, makna serta
kontribusi penelitian dalam praktek keperawatan
Sintesis berbagai penelitian melalui meta-analysis,
systematic review serta mix methode sistematic
Doktor (S3)
review

(Grove et al., 2012)


Jika dijabarkan, ada 2 tahap dalam melakukan critical
apraisal yaitu:
a) Tahap pertama adalah mengidentidikasi langkah-langkah
dalam proses penelitian.
Langkah pertama dalam melakukan critical appraisal
yaitu melakukan identifikasi pada langkah-langkah dalam
proses penelitian kuantitatif. Hal-hal yang harus
diindentifikasi diantaranya yaitu mengidentifikasi
komponen-komponen dan konsep dalam penelitian dan
memahami maksud dari setiap komponen. Beberapa
pertanyaan yang dapat dijadikan pedoman dalam
melakukan identifikasi adalah apakah judul penelitian jelas
dengan menggambarkan variabel, populasi, dan pokok atau
inti pembelajaran, serta menggambarkan tipe dari penelitian
tersebut, korelasi, diskriptif, kuasi eksperimen atau
eksperimen, apakah abstraknya jelas, untuk
mengidentifikasi dan memahami dan artikel jurnal baca dan
garis bawahi masing-masing tahapan dalam proses
penelitian.
20

Berikut ini adalah pedoman dalam melakukan


identifikasi proses penelitian (grove et al., 2012).
Tabel 2.3 Pedoman critical appraisal
Critical
Tinjauan critical appraisal Ya Tidak
appraisal

Pendahuluan apakah kualifikasi peneliti digambarkan


dengan jelas? (gelar Phd peneliti akan
(Peneliti) memberikan gambaran mengenai
pengalaman dalam penelitian)
Judul - Apakah judul mengambarkan dengan
jelas (bidang ilmu, variabel, dan
populasi)?
Abstrak - Apakah di dalam abstrak terdapat
disain penelitian, sempel, intervensi
(jika ada) dan mencantumkan kata
kunci
Latar belakang - Apakah signifikansi atau pentingnya
masalah digambarkan dengan jelas?
- Apakah latar belakang masalah
digambarkan dengan jelas?
Tinjauan
pustaka - Apakah keterkaitan dengan peneletian
sebelumnya digambarkan dengan
jelas?
- Apakah sumber yang digunakan 10
tahun terakhir dan 5 tahun terakhir?
- Apakah ringkasan mengenai masalah
penelitian (apa yang diketahui dan apa
yang tidak diketahui)digambarkan
dengan jelas?
Tujuan Apakah tujuan penelitian dan
penelitian pertanyaan dicantumkan?

Variabel Apakah definisi konsep variabel


penelitian penelitian (independen/dependen)
digambarkan dengan jelas?
(identifikasi pada tujuan dan hasil
penelitian)
Metodologi - Apakah spesifik desain penelitian
Penelitian disebutkan?
- Apakah terdapat intervensi?jika iya,
apakah prosedur nya digambarkan
dengan jelas?
- Apakah variabel tambahan atau
pengganggudigambarkan dengan jelas?
- Apakah kriteria inklusi dan eksklusi
disebutkan?
- Apakah jenis pengambilan sampel
21

Critical
Tinjauan critical appraisal Ya Tidak
appraisal

probability dan non probability


disebutkan?
- Apakah jumlah sampel disebutkan?
- Apakah informed concent digambarkan
dengan jelas?
Strategi dan - Apakah variabel yang diukur
alat ukur disebutkan?
- Apakah sumber alat ukur disebutkan?
- Apakah jenis alat ukur disebutkan?
(Vas, likert scale dll)
- Apakah skala pengukuran disebutkan?
(nominal, ordinal, interval, atau ratio)
- Apakah validitas dan reliabilitas
instrumen disebutkan?
- Apakah prosedur pengumpulan data
disebutkan?
Interpretasi - Apakah analisa statistik disebutkan?
Hasil - Apakah tingkat signifikansi
Penelitian disebutkan?
- Apakah hasil penelitian sesuai dengan
hasil yang diharapkan?
- Apakah keterbatasan penelitian
disebutkan?
- Apakah kesimpulan penelitian
disebutkan?
- Apakah hasil dapat diterapkan dalam
praktek keperawatan?
- Apakah ada saran untuk penelitian
selanjutnya?
- Apakah hasil penelitian dapat
diimplementasikan dalam
keperawatan?

(Grove et al., 2012)

Sedangkan menurut Burns & Grove, 2008, critical


appraisal pada tahap sarjana yaitu comprehension yang
diartikan sama dengan tahap mengidentifikasi setiap tahap
proses penelitian, serta comparison yaitu menyimpulkan
secara umum kesesuaian peneliti dalam mengikuti aturan
penelitian yang benar dan sejauh mana peneliti menjelaskan
setiap bagian atau tahapan penelitian.
b) Menetukan tingkat kekuatan dan kelemahan penelitian
(Strength and weakness of study)
22

Dalam melakukan critical appraisal, langkah


berikutnya merupakan tahapan lanjutan untuk master’s
student yaitu menentukan kekuatan dan kelemahan
penelitian. Untuk bisa melakukan critical appraisal pada
tahapan ini kita harus dapat memahami masing-masing
tahapan penelitian serta membandingkan tahapan penelitian
yang ada dengan tahapan penelitian yang seharusnya. Untuk
menentukan tingkat kekuatan dan kelemahan evidence kita
harus bisa memahami sejauh mana peneliti mengikuti
aturan penelitian yang benar. Selain itu, penguasaan
terhadap kajian dan konsep logis serta keterkaitan antar tiap
elemen harus dapat dianalisa. Sehingga pada akhirnya kita
bisa menyimpulkan tingkat validitas dan reliabilitas
evidence atau jurnal dengan melihat tingkat kesesuaian,
keadekuatan, dan representatif atau tidaknya proses dan
kompenen penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti
(Burns & Grove, 2008).
5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan
pasien untuk membuat keputusan klinis terbaik
Sesuai dengan pengertian dari EBP, untuk
mengimplementasikan EBP ke dalam praktik klinis kita harus
bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan informasi
lainnya. Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan
pengetahuan yang kita miliki, atau dapat dari pilihan dan nilai
yang dimiliki oleh pasien. Selain itu, menambahkan
penelitian kualitatif mengenai perspektif atau pengalaman
klien dapat menjadi dasar untuk mengurangi resiko kegagalan
dalam melakukan intervensi terbaru (Polit & Beck, 2013).
Setelah mempertimbangkan beberapa hal tersebut maka
langkah berikutnya yaitu menggunakan berbagai informasi
tersebut untuk membuat keputusan klinis yang tepat dan
efektif untuk pasien. Tingkat keberhasilan proses pelaksanaan
EBP sangat dipengaruhi oleh evidence yang digunakan serta
tingkat kecakapan dalam melalui setiap proses dalam EBP
(Polit & Beck, 2008).
6) Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP
Evaluasi terhadap implementasi evidence based sangat
penting dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif evidence
yang telah diterapkan, apakah perubahan yang terjadi telah
sesuai dengan hasil yang diharapkan dan apakah evidence
23

tersebut memiliki dampak pada peningkatan kualitas kesehatan


pasien (Melnyk & Fineout, 2011).
7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)
Langkah terakhir dalam evidence based practice yaitu
menyebarluaskan hasil. Jika evidence yang didapatkan terbukti
mampu menimbulkan perubahan dan memberikan hasil yang
positif maka hal tersebut tentu sangat penting untuk disebar
luaskan (Polit & Beck, 2013). Namun selain langkah-langkah
yang disebutkan diatas, menurut (Levin & Feldman, 2012)
terdapat 5 langkah utama evidence based practice dalam
setting akademik yaitu Framing the question (menyusun
pertanyaan klinis), searching for evidence, appraising the
evidence, interpreting the evidence atau membandingkan
antara literatur yang diperoleh dengan nilai yang dianut pasien
dan merencanakan pelaksanaan evidence kedalam praktek,
serta evaluating your application of the evidence atau
mengevaluasi sejauh mana evidence tersebut dapat
menyelesaikan masalah klinis.

2.1.3 Teori dasar Evidence based practice


Menurut (Hsieh et al., 2016) EBP adalah kompetensi inti yang
harus diintegrasikan kedalam kurikulum institusi pendidikan untuk
membentuk pendidikan yang profesional. Untuk mendukung EBP
maka constructivism atau teori konstruktif menjadi dasar teori yang
digunakan dalam proses pembelajaran dan penerapan EBP. Tujuan
utama teori konstruktivism adalah untuk meningkatkan kemampuan
dalam berpikir kritis serta kemampuan dalam berkolaborasi yang
merupakan softskill utama yang wajib dimiliki oleh peserta didik.
Dalam Ayaz & Sekerci, (2015) menjelaskan jika dalam teori
konstruktivism peserta didik memiliki peran aktif dan bertanggung
jawab dalam mengkonstruksi atau membangun pengetahuan baru dari
pengetahuan lama yang sudah dimiliki terlebih dahulu. Sehingga
peran dosen atau instruktur adalah memfasilitasi dan memandu peserta
dalam melakukan konstruksi pengetahuan. Oleh karena itu penerapan
teori konstruktivism dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam berpikir kritis (Kibui, 2012). Hal ini karena stimulus tersebut
akan memicu mahasiswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara
independen, mencari solusi dan menganalisa suatu permasalahan,
serta tidak hanya pasif dan menerima petunjuk dari dosen (Thomas et
al., 2014).
24

Dalam menerapakan EBP dengan pendekatan constructivism,


instruktur menyampaikan konsep dasar terlebih dahulu dan kemudian
diikuti dengan konsep yang lebih sulit yang dipahami melalui
partisipasi aktif mahasiswa (Ultanir, 2012). Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya yaitu cooperative
learning, collaborative learning, problem based learning, group
discussion, journal club dan lain sebagainya (Hsieh et al., 2016).

2.1.4 Critical thinking


Ada beberapa hal yang perlu dipahami mengenai critical
thinking yaitu:
a. Definisi critical thinking
Seiring dengan perkembangan sistem pelayanan kesehatan,
adanya perubahan kearah patient-center-care, berdampak pada
berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
Upaya tersebut seperti penggunaan konsep evidence bace practice
guna mengintegrasikan evidence based practice dan practice based
evidence. Untuk mewujudkan hal tersebut kompetensi yang sangat
dibutuhkan oleh seorang perawat adalah critical thinking.
Critical thinking adalah proses berfikir kritis untuk
mencapai tujuan yang akan memberikan alasan berdasarkan bukti,
konseptualisasi, konteks, metode, dan kriteria (Cone et al., 2016).
Sedangkan menurut (Kim et al., 2013) critical thinking adalah
proses mental yang aktif dalam melakukan analisa, sintesis serta
mengevaluasi informasi baik yang berasal dari hasil pengamatan,
pengalaman, mencari penyebab, serta mengolah berbagi informasi
untuk diterapkan dalam bentuk tindakan. Berdasarkan hal tersebut,
seorang critical thinker yang baik adalah seorang yang selalu
memiliki motivasi dan keinginan untuk “move” atau bergerak
kedalam situasi yang lebih baik dengan menggunakan evidence
atau bukti yang kuat dalam membuat keputusan dan mencapai
tujuan.
b. Komponen critical thinking
Meskipun dalam beberapa literatur, pengertian mengenai
critical thinking itu diterjemahkan dalam definisi yang berbeda-
beda, namun menurut (Chan, 2013) terdapat beberapa komponen
dari konsep berfikir kritis diantaranya yaitu pencarian dan
pengumpulan informasi, mempertanyakan yang belum jelas dan
menyelidiki, serta menganalisa, mengevaluasi merumuskan
pemecahan masalah dan menarik kesimpulan. Langkah utama
seorang mahasiswa sebelum menentukan solusi dari suatu masalah
25

adalah mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya


terlebih dahulu dan menganalisa informasi yang relevan yang dapat
digunakan dalam memcahkan masalah. Seorang yang berfikir kritis
tidak pasif dalam mencari informasi dan menerima begitu saja
informasi tanpa dianalisa terlebih dahulu sebelumnya. Namun
mereka lebih cenderung untuk memeriksa kembali informasi dan
jawaban serta mengkaji makna yang disajikan secara lebih
mendalam. Selain itu juga, mahasiswa yang berfikir kritis akan
mampu mengintegrasikan teori kedalam praktek, lebih sensitif dan
paham apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Sedangkan menurut facione dalam (Cone et al., 2016)
dijelaskan jika ada beberapa komponen kunci dalam critical
thinking yaitu:
1) Interpretation adalah kemampuan individu dalam memahami,
memberikan makna, serta menjelaskan maksud dan tujuan
terhadap pengetahuan atau informasi yang ada.
2) Analysis adalah kemampuan individu dalam mengidentifikasi
hubungan antar konsep dan pernyataan yang digunakan dalam
membuat keputusan atau pernyataan serta pendapat
3) Explanation adalah kemampuan individu dalam menjelaskan
hasil analisa berfikir dengan memeberikan alasan berdasarkan
bukti yang ilmiah
4) Self regulation adalah kemampuan individu dalam melakukan
monitoring terhadap kemampuan diri sendiri dalam berfikir,
mengolah informasi, membentuk pernyataan dan membuat
keputusan
5) Evaluation adalah kemampuan seseorang dalam memilih dan
menilai bukti-bukti ilmiah yang dapat digunakan
6) dan inference adalah kemampuan individu dalam membuat
kesimpulan atas berbagai informasi dan bukti yang didapatkan
Keenam komponen tersebut menjadi indiaktor yang harus
dimiliki oleh seseorang yang memiliki kemampuan berfikir kritis
yang baik. seorang yang mempunyai kemampuan critical thinkin
yangg baik tidak hanya mampu mencari informasi, mengolah atau
menganalisa, tetapi juga dapat membuat kesimpulan serta
melakukan evaluasi.
c. Faktor-faktor yang memepengaruhi critical thinking
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat critical thinking
mahasiswa menurut (ghazivakili et al, 2014) adalah motivasi
belajar mahasiswa, gender,academic semester, kelompok umur,
analytic skill mahasiswa, dan inference skill mahasiswa atau
kemampuan dalam membuat kesimpulan. Beberapa penelitian
26

menunjukkan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dan memiliki


hubungan yang signifikan dengan tingkat critical thinking
mahasiswa adalah kemampuan analytic skill dan inference skill
yaitu kemampuan mahasiswa dalam melakukan analisa dan
membuat kesimpulan. Sedangkan faktor gender tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan. Namun menurut (Chan, 2013) selain
faktor-faktor yang disebutkan diatas ada beberapa faktor lain yang
dapat mempengaruhi tingkat critical thinking mahasiswa yaitu :
1) Mahasiswa
Latar belakang mahasiswa sangat mempengaruhi critical
thinking, mahasiswa yang terbiasa dengan budaya menghindari
konflik akan cenderung lebih pasif pada saat proses diskusi
dikelas. Ataupun juga mahasiswa yang memiliki keterbatasan
dalam kemampuan beretrotika tentu akan mengalami kesulitan
dalam mengungkapkan ide atau gagasannya. Beberapa
mahasiswa juga menunjukkan ketidaknyamanan dalam
berargumentasi, mereka cenderung untuk terlalu memberikan
jawaban yang benar dan sangat menghindari kesalahan.
2) Sistem pendidikan
Metode pembelajaran dikelas seperti traditional methode
dapat menghambat pengembangan dari critical thinking.
Mengintegrasikan konsep baru dengan mengupayakan active
learning methode akan sangat mendukung critical thinking.
3) Pendidik (educator)
Seorang pendidik yang memiliki sikap terbuka (open-
minded), supportif, fleksibel, dan memiliki teknik pendekatan
tertentu akan sangat mempengaruhi critical thinking
mahasiswanya. Seorang pendidik sebaiknya tidak terlalu
memegang kuat pendapatnya sehingga tidak memberikan
kesempatan terhadap mahasiswa untuk berpendapat. Sikap
seorang pendidik dalam memberikan pedoman dan
menfasilitasi pengetahuan juga akan menjadi role mode lbagi
peserta didik.
4) Serta lingkungan
Lingkungan belajar yang positif, aman, tidak
mengancam, dan memberikan keleluasaan dalam berfikir dan
berdiskusi akan sangat mendukung critical thinking.
5) Karakteristik critical thinking
Karakteristik seorang yang mempunyai critical thinking
yang baik menurut o’hare, (2005) adalah memiliki kepercayaan
diri (self confident) yang tinggi untuk membuat alasan atau
argumentasi, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
27

(inquisitiveness disposition), watak yaitu (open-mindedness)


atau mempunyai sikap dan pemikiran terhadap cara pandang
atau persepsi yang berbeda, memahami pendapat orang lain,
fleksibel dalam mempertimbangkan alternatif pendapat serta
bijaksana dalam mengubah penilaian, argument yaitu
memberikan alasan berdasarkan evidence yang ilmiah atau
faktual serta kriteria yaitu seorang yang berfikir kritis akan
menggunakan kriteria tertentu dalam memilih evidence yang
relevan dan akurat serta dengan metode penalaran yang tepat.
6) Critical thinking dalam keperawatan
Menurut (Papathanasiou et al., 2014) critical thinking
merupakan komponen yang sangat vital dalam keperawatan
terutama dalam membuat keputusan klinis yang efektif.
Critical thinking akan membantu perawat atau calon perawat
(academic student) dalam membuat pertimbangan mengenai
keuntungan dan kerugian dari setiap pilihan, menentukan
prioritas kebutuhan serta menggunakan berbagai kerangka
kerja dalam membuat prioritas, dan juga menentukan tugas
mana yang dapat di delegasikan ataupun yang harus
diselesaikan sendiri. Jadi critical thinking sangat dibutuhkan
dalam proses keperawatan dalam menyelesaikan masalah dan
membuat keputusan yang efektif dan efisien.
7) Hubungan antara critical thinking dengan implementasi
evidence-based practice
Menurut (Zadeh, 2014) dan (Madarshahian et al., 2012)
evidence-based dan critical thinking merupakan 2 hal yang
saling melengkapi. Critical thinking merupakan bagian yang
sangat penting dalam membantu mahasiswa ataupun perawat
dalam membuat keputusan klinis atau menerapkan evidence
based practice. Begitu juga sebaliknya, tanpa mempelajari
evidence based practice maka calon ataupun perawat akan
kehilangan self-trust dan self-confidence yang merupakan
komponen penting critical thinking, tanpa mempelajari
evidence based perawat akan kehilangan kemampuannya dalam
melakukan interpretasi, analisa, eksplanation dan inferensial
karena kegagalan dalam mencari informasi atau evidence yang
mendukung serta kegagalan dalam memberikan argumentasi
yang kuat berdasarkan bukti ilmiah yang merupakan komponen
penting critical thinking. Sehingga penerapan evidence-based
sangat memungkinkan untuk dapat meningkatkan critical
thinking. Evidence based practice merupakan sistematik
28

prosedur yang akan menuntun mahasiswa untuk


mengumpulkan dan mengaplikasikan evidence terbaik dan akan
memperkuat komponen critical thinking (Khaghnizadeh et al.,
2015).
Sistematika prosedur evidence based practice yang
dapat menstimulasi seseorang untuk berpikir kritis adalah
questioning atau bertanya mengenai informasi yang perlu dicari
dan mencari jawaban untuk pertanyaan klinis. Namun demikian
penggunaan berpikir kritis tidak hanya pada tahap questioning
saja tetapi juga pada setiap tahapan evidence based practice
yaitu sampai pada tahap memilih atau menganalisa evidence
serta membuat keputusan. Berdasarkan hal tersebut, critical
thinking merupakan kemampuan dalam mencari, menganalisa,
mensisntesa dan membuat keputusan dari berbagai informasi
yang tersedia (Newhouse, 2007).

8) Pengukuran critical thinking


Untuk mengukur critical thinking dapat dilakukan
dengan berbagai cara baik dengan cara mengkaji komponen
berfikir kritis seperti melakukan observasi terhadap komponen
tersebut dan melakukan penilaian ataupun dengan menilai
outcome dari komponen tersebut. Strategi berikutnya yaitu
dengan membuat pertanyaan dan meminta penjelasan terkait
dengan komponen critical thinking ataupun dengan cara
membandingkan outcome antara satu komponen CT dengan
cara atau komponen lainnya. Pada dasarnya tidak ada acuan
baku mengenai metode terbaik yang digunakan. Namun yang
terpenting adalah bagaimana penggabungan metode yang kita
gunakan dapat menilai komponen-komponen CT yang akan
diukur. Terdapat berbagai alat pengukuran yang dapat
digunakan yaitu (Friberg & Creasia, 2013):
1) WGCTA (Watson-glaser critical thinking appraisal)
WGCTA adalah salah satu alat yang sering
digunakan. Penilaian yang digunakan merupakan penilaian
objektif. Pendekatan yang dilakukan menggunakan
pendekatan deduktif dan induktif. Terdapat 5 komponen
yang diukur dalam penilaian ini yaitu pengenalan asumsi,
interpretasi, deduktif, inference dan evaluasi. WGCTA
menggunakan format 40 soal multiple choice dengan 4
29

skenario. Kisaran nilai yang akan diberikan adalah 0-40.


Instrumen ini telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
2) CCTT (Cornel critical thinking test)
CCTT merupakan alat ukur critical thinking dengan
menggunakan multiple choice. Tes ini meliputi beberapa
komponen dari critical thinking seperti identifikasi alasan,
memilih prediksi hipotesa, evaluasi evidence, deduksi, dan
evaluasi argumen serta membuat keputusan. Terdapat 2
jenis instrumen CCTT sesuai dengan level pendidikan yaitu
Cornel critical thinking test X (4-14 tahun) untuk siswa dan
Cornel critical thinking test Z untuk mahasiswa.
3) Critical thinking disposition self rating form
Instrumen Critical thinking disposition self rating
form adalah alat ukur untuk mengukur critical thinking
yang terdiri dari 20 pertanyaan yang bernilai positif dan
negatif. Pertanyaan bernilai positif untuk pertanyaan yang
bernomor ganjil dan pertanyaan bernilai negatif untuk yang
bernomor genap. Setiap pertanyaan akan mendapatkan nilai
5 jika menjawab ya untuk nomor ganjil dan tidak untuk
bernomor genap. Instrumen ini dikembangkan oleh A.
Facione. Indikator berpikir kritis jika nilai 70CCTST
(california critical thinking skill test)
CCTST merupakan alat ukur critical thinking untuk
menilai hampir semua komponen dari critical thinking yang
terdiri dari 34 pertanyaan multiple choice. Komponen-
komponen yang dianalisa adalah inference, deduktive
reasoning, analisa, induktive reasoning dan evaluasi.
4) CCTDI (california critical thinking dispositions inventory)
CCTDI (california critical thinking dispositions
inventory) adalah alat ukur critical thinking untuk melihat
disposition atau watak dan karakter, menggunakan masalah
dan membuat keputusan serta memecahkan masalah dengan
menggunakan ego resillience (kepribadian fleksibel atau
berjiwa besar). CCTDI sering diaplikasikan pada orang
dewasa.

Namun demikian pada penelitian ini critical thinking akan


diukur berdasarkan pengembangan instrumen yang disusun peneliti
sendiri. Instrumen penelitian ini merupakan hasil pengembangan
dari komponen atau 7 subskala komponen critical thinking dari A.
Facione yaitu inquisitiveness dengan mengukur rasa suka atau
30

ketertarikan yang tinggi dalam menemukan dan belajar hal baru,


self confidence dengan mengacu pada tingkat kepercayaan dan
kemampuan diri dalam mecari pendekatan atau alternatif yang
efektif dengan proses penalaran sendiri, Truth-seeking dengan
mengacu kepada kepribadian atau watak yang selalu ingin mencari
kebenaran, berani untuk mengajukan pertanyaan, jujur dan
objektif, dan selalu melakukan penyelidikan walaupun tidak
mendukung kepentingan suatu hal atau pendapat yang sudah
terbentuk sebelumnya.
Sedangkan open-mindednes mengacu kepada sikap atau
watak keterbukaan terhadap pendapat yang berbeda atau tidak
sesuai dengan pemikiran sendiri. Analyticity mengacu kepada
watak yang waspada terhadap sistuasi yang berpotensi menjadi
suatu masalah mengantisipasi kemungkinan hasil atau akibat, dan
mengahargai alasan serta bukti bahkan jika menemui tantangan
atau masalah yang sulit. Systematicity mengacu kepada segala
usaha yang terorganisir, teatur, terfokus, dengan mencari berbagai
informasi ketika membuat keputusan besar. Sedangkan maturity
mengacu kepada kemampuan seseorang dalam melakukan refleksi
atau penilaian atau self cotrol (o’hare, 2005).

2.2 Studi Hasil Penelitian Sebelumnya (State of The Art)


Penelitian ini berbeda dari penelitian penelitian sebelumnya yaitu:
Tabel 1.1 Keaslian penilitian
No JUDUL METODE SAMPEL HASIL PERBEDAAN
1 Effect of evidence- Kuasi 40 orang Dampak dari pelaksanaan Perbedaannya
based method eksperimen mahasiswa metode evidence-based adalah pada variabel
clinical education keperawatan dalam pendidikan klinik penelitian. Variabel
patients care pada menunjukkan hasil yang penelitian yang
quality and their semester 7 signifikan dibandingkan peneliti gunakan
satisfaction. dengan metode tradisional. adalah EBP
Education EBN juga dapat Terhadap critical
Strategies in memperkuat critical thinkingsedangkan
Medical Sciences thinkingdanskillmahasiswa pada penelitian ini
(Madarshahian, et keperawatan sehingga dapat variabel
al., 2012). memberikan pelayanan dependennya adalah
yang berkualitas kualitas pelayanan
dan tingkat
kepuasan pasien
dalam pembelajaran
klinik

2. Nursing Students’ Cross- Sampel Nilai rata-rata pengetahuan, Perbedaan dalam


Competencies in sectional yang sikap dan keinginan untuk penelitian ini adalah
Evidence-Based study digunakan mengimplementasikan EBP pada variabel
Practice and Its adalah 170 masih rendah 31,08. penelitiandan
Related Factors mahasiswa metode yang
31

No JUDUL METODE SAMPEL HASIL PERBEDAAN


(Ashktorabet al., keperawatan digunakan. Variabel
2015) penelitian yang
peneliti gunakan
adalah EBP
Terhadap critical
thinking. Metode
yang digunakan
peneliti adalah quasi
eksperimen.
3. Evidence-based Literatur Original Terdapat 5 strategi Perbedaannya
Nursing scoping papers, pembelajaran sebagai adalah pada variabel
Education: A review reviews, dan pendekatan evidence- penelitian. Variabel
Scoping Review. published baseddengan pendekatan penelitian yang
International thesis collaborative yang lebih peneliti gunakan
Journal of selama memungkinkan dalam adalah EBP
Medical Reviews, 2007-2013 meningkatkan critical Terhadap critical
(Khaghnizadeh et thinking thinkingserta
al., 2015). metode yang
digunakan
4 Effect of evidence- Quasi- 48 orang, 24 Critical thinking pada Perbedaannya
based nursing on experiment orang kelompok intervensi dalam penelitian ini
critical thinking kelompok meningkat signifikan adalah pada metode
disposition among intervensi setelah intervensi (p<0,001) pengambilan
nursing students dan 24 dibandingkan dengan sampel. Pada
(Zadeh et al., orang kelompok kontrol. penelitian ini
2014) kelompok peneliti
kontrol menggunakan total
sampling tanpa
kelompok kontrol
Serta karakteristik
tempat penelitian
yang jauh berbeda
5 Nursing faculties’ Studi Jumlah Pengetahuan fakultas Perbedaannya
knowledge and deskriptif sampel 90 keperawatan mengenai EBP adalah pada variabel
attitude on dari fakultas masih dalam level penelitian. Variabel
evidence-based keperawatan menengah 47,1 % penelitian yang
practice. Iranian peneliti gunakan
Journal of adalah EBP
Nursing and terhadap critical
Midwifery thinking
Research(Mehrdad
et al., 2012)
6 Pengetahuan, Cross Jumlah Pengetahuan perawat Perbedaannya
Sikap dan sectional sampel terhadap praktek berbasis adalah pada variabel
Kesiapan Perawat survey dalam evidencemasih sangat penelitian. Variabel
Klinisi Dalam penelitian rendah yaitu 30,3% penelitian yang
Implementasi ini adalah peneliti gunakan
Evidence-base 70 orang adalah EBP
practice (legita, Terhadap critical
2012) thinking
33

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian


Rancangan penelitian ini adalah penelitian kuantitatif eksperimen semu atau
quasi-experiment pretest-posttest group without controlgroup design dimana dalam
rancangan ini peneliti berupaya mengungkapkan hubungan sebab akibat dari
penerapan evidence based practice terhadap peningkatan critical thinking
mahasiswa. Pada pelaksaanaannya critical thinking mahasiswa akan di uji pada pre
dan pasca intervensi tanpa kelompok kontrol (Creswell, 2013)

Subjek Kelompok O1 X O1'


penelitian intervensi
pretest intervensi Post
test

Gambar 3.1 Rancangan penelitian


(Creswell, 2013)
Keterangan:
O1 : pengukuran critical thinking sebelum dilakukan intervensi (pretest)
X : penerapan evidence based practice
O1’: pengukuran critical thinking setelah dilakukan intervensi (posttest)

3.2 Populasi dan Sampel


1. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini populasinya adalah semua mahasiswa
keperawatan semster 8 yang ada di UMKT sebanyak 91 orang.
2. Sampel penelitian
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total
sampling, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 91 orang

3.3 Lokasi dan waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan di institusi pendidikan yaitu di Prodi S1
Keperawatan UMKT yang berlokasi di Samarinda Kalimantan Timur. Penelitian ini
telah dilaksanakan pada Februari - Maret tahun 2019.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel bebas atau independen dalam penelitian ini adalah evidence based
practice sedangkan variabel terikat atau dependen nya adalah critical thinking
mahasiswa.
34

3.5 Definisi Operasional


Berdasarkan variabel penelitian, maka dapat dirumuskan definisi operasional
dari masing-masing variabel yaitu:
35

Tabel 3.1 Definisi operasional

Cara
Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala
ukur
Evidance evidance based practice adalah kegiatan
Based pembelajarandengan menggunakan
practice pendekatan lecture dan group discussion.
Peserta didik diberikan pelatihan selama 1 hari
dan implementasi evidence based practice
melalui group discussion sebanyak 3 kasus.
Setiap kasus ada 1 kali pertemuan. Bentuk
pelaksanaannya adalah pemaparan konsep dan
tahap-tahap evidence based practice pada hari
pertama, dilanjutkan dengan pembagian
kelompok dan pemberian triger atau kasus
untuk dianalisa berdasarkan evidence based
practicepada hari berikutnya.
Critical Critical thinking adalah penilaian untuk Quesioner Skala 1. critical rasio
Thinking mengukur tingkat kemampuan peserta didik likert thinking, jika
dalam melakukan analisa, mengevaluasi skor ≥mean
informasi baik itu yang berasal dari hasil 2. critical
observasi, pengalaman, mencari penyebab,
thinking
serta mengolah berbagi informasi untuk
mencapai tujuan akan memberikan alasan
kurang, jika
berdasarkan bukti, konseptualisasi, konteks, skor<mean
metode, dan kriteria.Pengukuran tingkat
berpikir kritis dilihat dari hasil pretest dan
post test.
3.6 Instrumen penelitian
Alat pengumpulan data yang bisa digunakan dalam penelitian
ini adalah quesioner yang digunakan untuk melihat tingkat critical
thinking mahasiswa sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
Quesioner ini merupakan hasil Pengembangan quesioner yang dibuat
oleh peneliti dengan mempertimbangkan komponen dan karakteristik
critical thinking menurut A. Facione serta penggunaan critical thinking
dalam setiap tahapan evidence based practice (Newhouse, 2007). Dalam
instrumen ini terdapat 6 komponen menurut A. Facione dalam
mengukur critical thinking yaitu truthseeking, open-mindednes,
analyticity, systematicity, inquisitiveness, dan maturity (Facione dalam
o’hare, 2005).
Instrumen ini menggunakan skala likert dengan menggunakan
kriteria sebagai berikut STS bila sangat tidak setuju, TS bila tidak
setuju, S bila setuju dan SS bila sangat setuju. Adapun skoring untuk
masing-masing kriteria adalah sangat tidak setuju akan diberikan skor 1,
tidak setuju akan diberikan skor 2, setuju akan diberikan skor 3, dan
sangat setuju akan diberikan skor 4 dengan makna setiap pernyataan
adalah positif. Untuk tingkat critical thinking mahasiswa diperoleh dari
hasil mean atau median, jika <mean berarti critical thinking kurang
namun jika ≥ mean termasuk dalam berpikir kritis (Phillips et al., 2004).

3.7 Uji validitas dan reliabilitas


Pada proses penelitian, hal terpenting yang harus diperhatikan
adalah alat dan cara pengumpulan data. alat pengumpulan data yang
digunakan hendaknya harus valid dan reliabel (Nursalam, 2013).
1. Validitas
Instrumen untuk mengukur tingkat critical thinking dalam
penelitian iniakan dii uji validitas pada mahasiswa semester 7 yang
telah mendapatkan MK metodologi penelitian berjumlah 30 orang
mahasiswa. Uji validitas dilakukan dengan uji korelasi product
moment. Hasil uji item quesioner dikatakan valid jika r hitung > r
tabel dengan signifikansi 0,05
2. Reliabilitas
Pengukuran critical thinking atau uji reliabilitas dalam
penelitian ini telah dilakukan dengan one shot dimana pengukuran
dilakukan sekali saja. Uji statistik reliabilitas instrumen yang
digunakan adalah Alpha cronbach. Indikator instrumen disebut
reliabel adalah jika skor alpha cronbach nya ≥ 0,6.

3.8 Cara Pengumpulan data


Proses pengumpulan data penelitian dilakukan melalui beberapa
tahap yaitu:
1. Tahap awal (Persiapan)
a. Penelitian ini dilakukan setelah dinyatakan lolos uji etik.
b. Peneliti kemudian mengajukan Surat izin penelitian kepada
rektor UMKT dan wakil rektor 1 bidang akademik UMKT
c. Pada tahap selanjutnya peneliti menyusun modul sebagai
panduan pelaksanaan pembelajaran EBP yang berisikan
mengenai konsep EBP, jadwal pelaksanaan, materi dan topik
yang dibahas dalam EBP, serta skenario kasus yang digunakan
yaitu heart failure, smoker, dan nocturnal aneuresis
d. Peneliti menentukan sampel penelitian dengan pembagian
kelompok berdasarkan IPK yang dilakukan secara acak. Setiap
kelompok terdiri dari mahasiswa dengan IPK tinggi dan rendah.
Pembagian kelompok bervariasi agar anggota kelompok yang
memiliki kemampuan baik dapat memotivasi anggota kelompok
dengan kemampuan kurang.
e. Peneliti kemudian menentukan fasilitator .
3.9 Pengolahan dan metode analisa data
1. Teknik dan proses pengumpulan data dalam penelitian adalah hal
yang sangat penting, mengingat tujuan penelitian adalah untuk
mendapatkan data. langkah selanjutnya setelah data terkumpul yang
perlu dilakukan peneliti adalah pengolahan data (Bahri & Zamzam,
2014) yaitu :
a. Editing
Peneliti melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap hasil
pengisian kuesioner yang sudah berhasil dikumpulkan. Jika
terdapat data yang kurang lengkap, maka quesioner tersebut
dikeluarkan oleh peneliti.
b. Coding
Membuat kode diperlukan untuk mempermudah dalam
melakukan analisa data. Coding dalam penelitian ini meliputi
umur dan jenis kelamin responden serta status marital.
Misalnya untuk variabel jenis kelamin: 1= Laki-laki dan
2=Perempuan, 1=Menikah dan 2=belum menikah.
c. Tabulating
Tabulasi dilakukan untuk membuat tabel-tabel untuk
menggambarkan hasil penelitian sesuai dengan tujuan
penelitian. Tabulasi dalam penelitian ini seperti tingkat critical
thinking mahasiswa.

2. Analisa data
Setelah dilakukan entrydata maka selanjutnya dilakukan
analisa data meliputi (lapau, 2012):
a. Analisa univariat
Pada dasarnya tujuan dilakukannya analisa univariat adalah
untuk mendiskripsikan atau memperoleh informasi mengenai
karakteristik dan kategori resiko dari variabel yang diteliti.
Analisa yang dilakukan menghasilkan presentase dan distribusi
frekuensi masing-masing variabel seperti jenis kelamin dan
umur, serta analisa numerik dengan menghitung mean, standar
deviasi, nilai maksimum, dan minimum.
b. Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk menggambarkan keterkaitan
antara 2 variabel independen dan dependen serta membuktikan
penelitian yaitu melihat pengaruh penerapan evidance based
practice dalam meningkatkan critical thinking mahasiswa.
Sebelum dilakukan analisa bivariat, data dalam penelitian ini di
uji normalitas dengan analisa kolmogorov-smirnov karena
jumlah sampel lebih dari 50.

3.10 Etika penelitian


Pada penelitian ini, masalah etik merupakan masalah utama yang
menjadi perhatian peneliti. Peneliti harus memahami prinsip-prinsip
penelitian sehingga tidak melanggar otonomi atau hak-hak manusia.
Pelaksanaan penelitian ini mempertimbangkan prinsip-prinsip etik
penelitian yaitu (Marianna, 2011):
1. Self determination
Semua responden harus diperlakukan manusiawi. Subjek
atau responden dalam penelitian ini diberikan hak otonomi atau
kebebasan untuk menentukan keputusan berpartisipasi atau tidak
dalam penelitian tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Sebelum intervensi dilakukan peneliti memberikan penjelasan
kepada responden tujuan penelitian, prosedur serta intervensi yang
akan dilakukan. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya
tentang beberapa hal yang kurang jelas. Selanjutnya responden
diberikan kebebasan untuk menentukan akan berpartisipasi atau
tidak pada penelitian ini secara sukarela tanpa adanya paksaan
dengan menandatangani lembar persetujuan atau informed consent.
2. Privacy and Dignity.

Selama penelitian peneliti menjaga privacy responden yaitu


peneliti tidak menyebarluaskan informasi atau identitas lengkap
yang diberikan namun akan dilakukan kodeing atau berdasarkan
inisial responden. Peneliti juga akan melakukan intervensi pada
tempat dan lingkungan belajar yang nyaman bagi responden.

3. Anonimity and Confidentiality.


Responden memiliki hak penuh dalam meminta kerahasiaan
informasi yang diberikan sehingga anonimity (tanpa nama) untuk
menunjang confidentiality (jaminan kerahasiaan untuk kenyamanan
responden) sangat diperlukan.
4. Fair Treatment
Kesetaraan atau keadilan dalam pemberian intervensi oleh
peneliti baik sebelum, pada saat intervensi ataupun sesudah
dilakukan intervensi sangat diperlukan serta menghindari
diskriminasi.
5. Protection from Discomfort and Harm.
Peneliti harus mempertahankan aspek kenyamanan dan
bahaya yang mungkin terjadi pada responden baik itu bahaya
fisik,sosialataupun psikologis selama penelitian berlangsung.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Analisis karakteristik responden pada penelitian ini menggunakan analisis


distribusi frekuensi berdasarkan usia, dan jenis kelamin, yang digambarkan
pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia
dan jenis kelamin (N=80).
Kategori Kelompok intervensi
N=61 Persen
Jenis Kelamin
Laki-laki 29 36%
Perempuan 51 64%
Usia
≤20 tahun 8 9%
21-25 tahun 72 91%

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat sebagian besar jenis kelamin


responden adalah perempuan yaitu 51 orang (64%). Sedangkan untuk usia
responden sebagian besar adalah 21-25 tahun yaitu sebanyak 72 orang 91%.
Tabel 4.2 Tingkat critical thinking sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
(N=80)
Tingkat critical thinking
Kelompok Baik % kurang %
variabel
N=61 % N=61 %
Pretest 33 37.5 47 62.5
posttest 42 47.7 38 52.3

Dari tabel 4.2 didapat hasil bahwa ada perbedaan atau peningkatan critical
thinking sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Sebelum dilakukan
intervensi, tingkat critical thinking responden dalam kategori baik adalah 33
orang, setelah intervensi terdapat peningkatan menjadi 42 orang. Sedangkan
untuk kategori tingkat critical thinking kurang menurun dari 47 orang menjadi
38 orang.

Tabel 4.3 Pengaruh evidence based practice terhadap critical thinking


Tingkat critical thinking
Kelompok Mean Min-maks P value
variabel
N=80 N=80
Pretest 63.35 55-73
posttest 73.95 60-82 0.00

Dari tabel 4.3 didapatkan nilai mean pada kelompok sebelum diberi
perlakuan 63.35 dan setelah diberikan perlakuan 73.95 dengan P value
0.00.
DAFTAR PUSTAKA

Ashktorab, T., Pashaeypoor, S., Rassouli, M., & Alavi-Majd, H. (2015). Nursing
Students’ Competencies in Evidence-Based Practice and Its Related
Factors. Nursing and Midwifery Studies, 4(4).
https://doi.org/10.17795/nmsjournal23047

Ayaz, M. F., & Sekerci, H. (2015). The Effects of the Constructivist Learning
Approach on Student’s Academic Achievement: A Meta-Analysis Study.
Turkish Online Journal of Educational Technology-TOJET, 14(4), 143–
156.

Bostwick, L. (2013.). Evidence-Based Practice Clinical Evaluation Criteria for


Bachelor of Science in Nursing Curricula A Dissertation submitted
(PhD Thesis). College of Saint Mary.

Burns, N., & Grove, S. K. (2008). The practice of nursing research: Appraisal,
synthesis, and generation of evidence. Saunders
Chan, Z. C. Y. (2013). A systematic review of critical thinking in nursing
education. Nurse Education Today, 33(3), 236–240.
https://doi.org/10.1016/j.nedt.2013.01.007

Cone, C., Godwin, D., Salazar, K., Bond, R., Thompson, M., & Myers, O.
(2016). Incorporation of an explicit critical-thinking curriculum to
improve pharmacy students’ critical-thinking skills. American Journal
of Pharmaceutical Education, 80(3), 41.

DiCenso, A., Guyatt, G., & Ciliska, D. (2014). Evidence-based nursing: A


guide to clinical practice. Elsevier Health Sciences.
Friberg, E. E., & Creasia, J. L. (2013). Conceptual Foundations: The Bridge to
Professional Nursing Practice. Elsevier Health Sciences

Gawlinski, A., & Rutledge, D. (2008). Selecting a Model for Evidence‐Based


Practice Changes: A Practical Approach. AACN advanced critical care,
19(3), 291-300

Ghazivakili, Z., Nia, R. N., PANAHI, F., Karimi, M., Gholsorkhi, H., &
Ahmadi, Z. (2014). The role of critical thinking skills and learning styles
of university students in their academic performance. Journal of
Advances in Medical Education & Professionalism, 2(3), 95.

Grove, S. K., Burns, N., & Gray, J. (2012). The practice of nursing research:
Appraisal, synthesis, and generation of evidence. Elsevier Health
Sciences

Guyatt, G., & Rennie, D. (2002). Users’ guides to the medical

Hande, K., Williams, C. T., Robbins, H. M., Kennedy, B. B., & Christenbery, T.
(2017). Leveling Evidence-based Practice Across the Nursing
Curriculum. The Journal for Nurse Practitioners, 13(1), e17–e22.

Hsieh, S.-I., Hsu, L.-L., & Huang, T.-H. (2016). The effect of integrating
constructivist and evidence-based practice on baccalaureate nursing
student’s cognitive load and learning performance in a research course.
Nurse Education Today, 42, 1–8.
https://doi.org/10.1016/j.nedt.2016.03.025
Khaghnizadeh, M., Nir, M. S., Noori, J. M., & Zicker, F. (2015). Evidence-
based Nursing Education: A Scoping Review. International Journal of
Medical Reviews, 2(3), 273-277.
Kibui, P. G. (2012). A critique of the contribution of constructivist learning
approaches to the development of critical thinking. Unpublished Master
Thesis). University of Nairobi, Kenya.

Kim, K., Sharma, P., Land, S. M., & Furlong, K. P. (2013). Effects of Active
Learning on Enhancing Student Critical Thinking in an Undergraduate
General Science Course. Innovative Higher Education, 38(3), 223–235.
https://doi.org/10.1007/s10755-012-9236-x

Kim, K.-S., & Choi, J.-H. (2014). The Relationship between Problem Solving
Ability, Professional Self Concept, and Critical Thinking Disposition of
Nursing Students. International Journal of Bio-Science and Bio-
Technology, 6(5), 131–142. https://doi.org/10.14257/ijbsbt.2014.6.5.13
Levin, R. F., & Feldman, H. R. (2012). Teaching evidence-based practice in
nursing. Springer Publishing Company

Legita, T. (2012). Pengetahuan, Sikap dan Kesiapan Perawat Klinisi Dalam


Implementasi Evidence-Base Practice. NERS Jurnal Keperawatan, 8(1),
84–97.

LoBiondo-Wood, G., & Haber, J. (2006). Nursing research: Methods and


critical appraisal for evidence-based practice
Macnee CL, McCabe S. (2011) Understanding nursing research: Using research
in evidence-based practice. Philadelphia: Williams & Wilkins

Madarshahian, F., Hassanabadi, M., & Khazayi, S. (2012). Effect of evidence-


based method clinical educationon patients care quality and their
satisfaction. Education Strategies in Medical Sciences, 4(4), 189-193.
Mehrdad, N., Joolaee, S., Joulaee, A., & Bahrani, N. (2012). Nursing faculties’
knowledge and attitude on evidence-based practice. Iranian Journal of
Nursing and Midwifery Research, 17(7), 506–511.

Melnyk, B. M., & Fineout-Overholt, E. (2011). Evidence-based practice in


nursing & healthcare: a guide to best practice (2nd ed). Philadelphia:
Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.

Melnyk, B. M., Gallagher-Ford, L., Long, L. E., & Fineout-Overholt, E. (2014).


The establishment of evidence-based practice competencies for
practicing registered nurses and
advanced practice nurses in real-world clinical settings: proficiencies to
improve healthcare quality, reliability, patient outcomes, and costs.
Worldviews on Evidence-Based Nursing, 11(1), 5–15.
Mooney, S. (2012). The effect of education on evidence-based practice and
nurses' Beliefs/Attitudes toward and intent to use evidence-based
practice (Order No. 3541492). Available from ProQuest Dissertations &
Theses Global: The Humanities and Social Sciences Collection.
(1114854195). Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/1114854195?accountid=25704

Newhouse, R. P., Sigma Theta Tau International, Johns Hopkins Hospital, &
Johns Hopkins University (Eds.). (2007). Johns Hopkins nursing
evidence-based practice model and guidelines. Indianapolis: Sigma
Theta Tau International Honor Society of Nursing.
O'Hare, L. C. (2005). Measuring critical thinking skills and dispositions in
undergraduate students.

Papathanasiou, I., Kleisiaris, C., Fradelos, E., Kakou, K., & Kourkouta, L.
(2014). Critical Thinking: The Development of an Essential Skill for
Nursing Students. Acta Informatica Medica, 22(4), 283.
https://doi.org/10.5455/aim.2014.22.283-286

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2013). Essentials of nursing research: Appraising


evidence for nursing practice. Lippincott Williams & Wilkins
Ryan, E. J. (2016). Undergraduate nursing students’ attitudes and use of
research and evidence-based practice - an integrative literature review.
Journal of Clinical Nursing, 25(11–12), 1548–1556.
https://doi.org/10.1111/jocn.13229

Salminen, H., Zary, N., Björklund, K., Toth-Pal, E., & Leanderson, C. (2014).
Virtual patients in primary care: developing a reusable model that fosters
reflective practice and clinical reasoning. Journal of medical Internet
research, 16(1), e3
Schneider, Z., & Whitehead, D. (2013). Nursing and midwifery research:
methods and appraisal for evidence-based practice. Elsevier Australia.
Sin, M.-K., & Bliquez, R. (2017). Teaching evidence based practice to
undergraduate nursing students. Journal of Professional Nursing, 33(6),
447–451. https://doi.org/10.1016/j.profnurs.2017.06.003

Thomas, A., Menon, A., Boruff, J., Rodriguez, A. M., & Ahmed, S. (2014).
Applications of social constructivist learning theories in knowledge
translation for healthcare professionals: a scoping review.
Implementation Science, 9(1), 54.
Tilson, J. K., Kaplan, S. L., Harris, J. L., Hutchinson, A., Ilic, D., Niederman,
R., … Zwolsman, S. E. (2011). Sicily statement on classification and
development of evidence-based practice learning assessment tools.

Ültanir, E. (2012). An Epistemologic Glance at the Constructivist Approach:


Constructivist Learning in Dewey, Piaget, and Montessori.

Zadeh, H. H., Khajeali, N., Khalkhali, H., & Mohammadpour, Y. (2014). Effect
of evidence-based nursing on critical thinking disposition among
nursing students. Life Sci. J., 11(9 Spec. Issue), 487-491.

Anda mungkin juga menyukai