Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN ( PPL )

DI FIRMA HUKUM NouRu & ASSOCIATES

ADVOKAT DAN KONSULTAN HUKUM YANG BERALAMAT KANTOR DI

PERUMAHAN PERMATA YAKUT RESIDENCE KAV. A5 ( SAMPING KANTOR


IMIGRASI )

Jl. SULTAN AGENG TIRTAYASA KEDAWUNG – CIREBON

Disusun Oleh :

NIM :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allaah Swt. Karena atas rahmat dan
nikmat serta hidayah-Nyalah sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Pengalaman Lapangan di Kantor Hukum NouRu & Associates Advokat dan Konsultan
Hukum pada tanggal 10 Oktober 2018.

Sholawat seiring salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman, rahmat sekalian
alam Nabi Muhammad Saw. Semoga kita semua selalu mendapat syafaat darinya dan diakui
sebagaiumatnya hingga akhir zaman.

Ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada para pihak yang telah membantu dan
memberikan motivasi serta dukungan dan semangat kepada penyusun selama melaksanakan
praktek pengalaman lapangan ini dengan memberikan transformasi ilmu,informasi dan lain
sebagainya, terutama kepada bapak : RUDI SETIANTONO,S.H. yang telah dengan lapang
dada menerima dan membimbing serta memberikan pengetahuan dan pengalaman dilapangan
dan kepada Bapak MUHAMAD NOUPEL, S.H.,MH. Selaku Direktur Firma Hukum NouRu
& Associates.

Penyusun menyadari dalam membuat laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan, oleh sebab itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kemajuan laporan ini dari semua pihak. Semoga apa yang telah
dilaksanakan mendapat ridho dari Allah Swt dan dapat bermanfaaat bagikita semua, amin.

Cirebon, 10 Oktober 2018

Penyusun.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................

BAB I

PENDAHULUAN..................................

A. LATAR BELAKANG......................
B. TUJUAN.................................
C. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN..........
D. MEKANISME..................................
E. METODE PELAKSANAAN.....................

BAB II

GAMBARAN UMUM.............................

A. Sejarah firma hukum NouRu & Associates


B. Tujuan didirikannya Firma hukum NouRu & Associates
C. Struktur Organisasi
D. Tugas dan wewenang Advokat

BAB III

PELAKSANAAN........

A. DASAR PELAKSANAAN PRAKTEK LAPANGAN......


B. DASAR KINERJA ADVOKAT...
C. HUBUNGAN ADVOKAT DENGAN KLIEN....
D. AKTIFITAS PPL DI FIRMA HUKUM NouRu & Associates......

BAB IV

PENUTUP.......

A. KESIMPULAN
B. SARAN
C. LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada dasarnya pendidikan tidak hanya mempelajari sesuatu secara teori saja
melainkan juga mempelajari secara praktis. Praktikum adalah kegiatan yang
dilaksanakan dalam bentuk latihan keterampilan penambahan wawasan dalam rangka
penguasaan kompetensi sesuai dengan program studi yang terkait.praktikum tidak
hanya berorientasi pada praktek semata namun lebih pada pendalaman keilmuan
dengan cara terjun langsung ke lapangan praktikum yang memiliki kaitan dengan
program studi masing-masing mahasiswa. Sehingga praktek pengalaman lapangan
sangat diperlukan dalam mengaplikasikan ilmu diperoleh di bangku kuliah. Oleh
karena itu, dalam dalam sistem belajar di Fakultas Hukum UNSWAGATI CIREBON
dikembangkan suatu sistem pembelajaran yang memadukan antara pembekalan teori
dan praktek.
Praktek pengalaman lapangan ( PPL ) merupakan salah satu mata kuliah yang wajib
diikuti oleh semua Mahasiswa Fakultas Hukum UNSWAGATI, dalam rangka
meningkatkan pengalaman di lapangan atas ilmu yang telah dipelajari di bangku
kuliah, sehingga mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang ia peroleh tersebut dan
dengan harapan dapat membangun negara sebagai generasi penerus bangsa serta
menyiapkan diri untuk siap bekerja setelah menyelesaikan pendidikan di Perguruan
Tinggi. Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat dan kaum cendekiawan yang
harus bersosialisasi dan berperan penting dalam kemajuan negara.
Dalam pelaksanaan praktek pengalaman lapangan ini mahasiswa diberikan
kesempatan untuk menentukan tempatnya masing-masing sesuai dengan kemauan dan
kemampuan yang dimiliki. Dalam hal ini penulis memilih Firma Hukum NouRu &
Associates, Advokat dan Konsultan Hukum sebagai tempat pembelajaran di lapangan.

B. TUJUAN DAN MANFAAT.

Secara umum pelaksanaan praktek pengalaman lapangan ini bertujuan agar mahasiswa
mendapatkan pengalaman yang faktual di lapangan tentang proses peradilan serta mengetahui
kendala-kendala yang ada dan cara mengatasinya sehingga terbentuk praktisi hukum yang
profesional dan handal, sesuai dengan teori yang telah diajarkan di bangku kuliah dengan
berpegang teguh pada nilai nilai luhur keimanan berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Manfaat PPL secara umum untuk memberi bekal kapada mahasiswa agar memiliki
kompetensi profesional, kompetensi mental yang kuat, kompetensi kepribadian dan
kompetensi sosial.

C. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Praktek pengalaman lapangan ( PPL ) Mandiri ini dilaksanakan selama satu (1) bulan dari
tanggal.....sampai dengan ....2018, bertempat di Firma Hukum NouRu & Associates kantor
Advokat dan Konsultan Hukum yang beralamat di Perumahan Permata Yakut Residence
Kav.A5 (samping kantor Imigrasi Cirebon) Jl. Sultan Ageng Tirtayasa Kedawung Cirebon

D. MEKANISME
1) Penyelarasan Teori dan Praktek
2) Melihat dunia praktisi yang sesungguhnya
3) Pembelajaran langsung di lapangan
4) Evaluasi terhadap keilmuan yang dimiliki
E. METODE PELAKSANAAN
1) Penyampaian materi mengenai profesi Advokat dan gambaran umum mengenai
prosedur jalannya proses hukum perkara perdata
2) Tanya Jawab seputar advokat dan istilah-istilah dalam hukum
3) Menyaksikan prosesi sidang, mengikuti pelaksanaan sidang dan melakukan
peninjauan terkait proses persidangan di Pengadilan Negeri.
4) Penyusunan kegiatan laporan PPL.

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Firma hukum NouRu & Associates


Firma Hukum NouRu & Associates didirikan oleh MUHAMAD NOUPEL, SH.,MH.
Dan RUDI SETIANTONO,SH. Pada tanggal...tahun 2014. Asal kata NouRu pada
firma hukum ini merupakan singkatan dari nama Noupel dan Rudi, dan lambang
timbangan dan bintang pada simbol NouRu memiliki arti keadilan yang bersandarkan
pada nilai-nilai ketuhanan.
B. Tujuan didirikannya Firma Hukum NouRu & Associates.

Firma Hukum ini mempuyai :

Visi

Terwujudnya Firma HukumNouRu & Associates yang berkomitmen dalampenegakan


supremasi hukum, kontrol sosial dan bantuan hukum sehingga bermanfaat
bagi masyarakat.

Misi

Menyelenggarakan Advokasi, Konsultasi dan bantuan hukum bagi masyarakat

Tujuan

Mewujudkan pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat secara komprehensifdan


berkesinambungan

Mewujudkan kepastian hukum dan rasa keadilan terhadap masyarakat yang membutuhkan
bantuan hukum.

C. STRUKTUR ORGANISASI FIRMA HUKUM NouRu & Associates

Struktur Pengurus Firma Hukum NouRu & Associates

1. Direktur : MUHAMAD NOUPEL, S.H., M.H.

2. Wakil Direktur : RUDI SETIANTONO, S.H.

3. Sekretaris : AYU NAHDIA TUZAHRA, S.H.

4. Bidang Litigasi :

- AHMAD KHOTIBUL UMAM, S.Ag., MH.

- AFROYIM, S.H.

5. Bidang Non Litigasi

- SAFRUDIN, S.H.
- HASAN SOBIRIN, S.H.

6. Bidang Pendidikan dan Pengembangan

- JUNIOR PERDANA SOETOPO, S.H.

- FAIK RAHIMI, S.H., M.H.

7. Bidang Humas

- AZIZ HAMDAN RAMDANI, S.H.

- AJIMUNAJI, S.H.
D. TUGAS DAN WEWENANG ADVOKAT
Berdasarkan ketentuan dalam undang-undang Advokat dan kode etik Advokat.
Advokat mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
1. Memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar Pengadilan yang memenuhi
persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku. (pasal 1 undang-undang
Advokat dan pasal 1 kode etik advokat indonesia)
2. Turut mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara (penjelasan umum undang-undang Advokat).
3. Membantu tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat
pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari
hak-hak fundamental mereka di depan hukum. (penjelasan umum undang-undang
Advokat).
Advokat di dalam menjalankan tugasnya, tidak hanya sebatas pada kepentingan
dan tanggung jawab kepada klien-nya semata, akan tetapi juga kepada negara,
masyarakat, dan pengadilan. Tugas-tugas Advokat tersebut antara lain :
- Memberikan pelayanan hukum ( Legal Services )
- Memberikan nasehat hukum ( Legal Advise )
- Memberikan Konsultasi hukum
- Memberikan pendapat hukum ( Legal Opinion )
- Menyusun Kontrak-kontrak ( Legal Drafting )
- Memberikan informasi-informasi Hukum.
- Membela kepentingan dan mewakili Klien di dalam atau di luar Pengadilan
- Memberikan bantuan hukum dengan Cuma-Cuma kepada rakyat yang lemah dan
tidakmampu ( Legal Aid ).

BAB III

PELAKSANAAN

A. Dasar Pelaksanaan praktek pengalaman lapangan

Dasar pelaksanaan Praktek pengalaman lapangan adalah sebagai berikut :

1. Undang undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistempendidikan nasional (lembaran


negara tahun 2003 Nomor : 78, tambahan lembaran negara Nomor : 4301).
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan Dosen (lembaran negara
tahun 2005 Nomor : 157, tambahan lembaran negara nomor : 4586).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan
(lembaran negara tahun 2005 nomor 41, tambahan lembar negara RI Nomor : 4496).
4. Peraturan pemerintah Nomor : 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan (lembaran negara tahun 2010 Nomor : 23, tambahan
lembar negara Nomor 5105).
B. DASAR KINERJA ADVOKAT

Profesi Advokat diatur dalamUndang-undang Nomor : 18 tahun 2003 tentang Advokat dan
dalam menjalankan profesinya tunduk pada kode etik profesi Advokat” UU No.18 tahun
2003 tentang Advokat menentukan jasa hukum yang diberikan advokat meliputi konsultasi
hukum, bantuan hukum, dan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Advokat
juga wajib menjaga kerahasiaan kliennya. Hubungan saling percaya menjadi fondasi
hubungan advokat-klien. Kedudukan advokat sebagai suatu profesi yang mulia atau lebih
dikenal dengan istilah (officium nobile ).

Berdasarkan UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, seorang advokat juga memiliki
kewajiban dalam memberikan bantuan hukum untuk kaum miskin dan buta huruf. Secara
ideal dapat dijelaskan bahwa bantuan hukum merupakan tanggung jawab sosial dari Advokat.
Oleh sebab itu maka Advokat dituntut agar dapat mengalokasikan waktu dan juga sumber
daya yang dimilikinya untuk orang miskin yang membutuhkan bantuan hukum secara Cuma
Cuma atau prodeo. Pemberian bantuan hukum oleh Advokat bukan hanya dipandang sebagai
suatu kewajiban namun harus dipandang pula sebagai bagian dari kontribusi dan tanggung
jawab sosial ( social contribution and social liability ) dalam kaitannya dengan fungsi sosial
dari profesi Advokat.

Dalam pasal 1 UU No. 18 tahun 2003 dijelaskan Advokat adalah orang yang berprofesi
memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan

Dalam Pasal 1 UU No. 18 Tahun 2003 dijelaskan Advokat adalah orang yang
berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi
persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Jasa Hukum adalah jasa yang
diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan
kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum klien. Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang
menerima jasa hukum dari Advokat. Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang
didirikan berdasarkan Undang-Undang ini. Pengawasan adalah tindakan teknis dan
administratif terhadap Advokat untuk menjaga agar dalam menjalankan profesinya sesuai
dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi Advokat.
Pembelaan diri adalah hak dan kesempatan yang diberikan kepada Advokat untuk
mengemukakan alasan serta sanggahan terhadap hal-hal yang merugikan dirinya di dalam
menjalankan profesinya ataupun kaitannya dengan organisasi profesi. Honorarium adalah
imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat berdasarkan kesepakatan dengan Klien.
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada
Klien yang tidak mampu.

C. Hubungan Advokat dengan Klien


Hubungan antara advokat dengan kliennya ini biasanya dituangkan dalam bentuk
suatu kontrak/perjanjian untuk mengatur kesepakatan/persetujuan yang terjadi di antara
advokat dan kliennya. Kontrak ini menjelaskan hak dan kewajiban kedua belah pihak,
termasuk lingkup kerja yang harus dilakukan oleh advokat dan besarnya honorarium yang
akan diterima advokat. Dalam Kontrak tersebut juga bisa diatur mengenai penyelesaian
sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari antara klien dengan advokat, juga tentang
uang jasa dan kerugian yang mungkin ditanggung oleh klien. Adapun isi kontrak antara
Advokat dengan klien sebagai berikut:
1) Para pihak
Yaitu advokat dan klien.
2) Objek kerja
Objek dari kontrak tersebut, mengenai perkara pidana ataupun perkara perdata.
3) Batasan pendampingan
Yaitu, batasan pendampingan oleh seorang advokat terhadap kliennya sesuai kontrak. Seperti
pendampingan mulai dari proses pembuatan BAP hingga ke Proses persidangan di
Pengadilan tingkat pertama dll.
4) Kewajiban dari klien
Selain medapatkan hak didampingi oleh advokat seorang klien juga mempunyai kewajiban.
Kewajiban klien yaitu membayar uang jasa advokat yang meliputi:
- Uang jasa Advokat
- Uang operasional (Biaya transportasi dll).
- Fee success (Jika perkara yang didampingi advokat menang dalam persidangan).
5) Memuat tanda tangan kedua pihak.
Yaitu tanda tangan pihak pemberi kuasa (klien) dan penerima Kuasa (advokat).
Atas dasar kontrak tersebut, klien dapat menggugat advokat apabila di kemudian hari
advokat tersebut tidak melaksanakan atau lalai dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana
ditentukan dalam kontrak sehingga akhirnya mengakibatkan kerugian bagi klien. Demikian
pula sebaliknya, jika klien tidak memenuhi prestasinya untuk membayar honorarium yang
telah disepakati, advokat dapat menggugat kliennya (Pasal 1365 dan 1366Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata “KUHPerdata”).
Jadi, jika advokat telah memenuhi prestasinya sebagaimana telah diatur dalam
kontrak penggunaan jasa advokat, namun kemudian klien tidak mau memenuhi kewajibannya
untuk membayar honorarium advokat, hal ini dapat menjadi dasar bagi advokat untuk
menggugat atas dasar wanprestasi (Pasal 1243 KUHPerdata) tanpa melihat berapa lama telah
lewat waktu sejak pekerjaan tersebut dilakukan.

D. Aktifitas Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) Mandiri di Kantor Hukum Samudera

- Uraian Kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) Mandiri di Kantor Hukum Samudera,
Advokat dan Konsultan Hukum.

Berdasarkan kegiatan-kegiatan pada Praktek Pengalaman Lapangan yang telah


dilaksanakan di Kantor Hukum Samudera, Advokat dan Konsultan Hukum yang beralamat di
Jalan Proklamasi Blok J No. 9B Kel. Lorok Pakjo Kec. IB 1 Palembang, maka dapat
diuraikan sebagai berikut:
Pada hari senin tanggal 01 Juli 2013 merupakan hari pertama saya melaksanakan
kegiatan praktek pengalaman lapangan di Kantor Hukum Samudera bersama kedua teman
saya, Misnawati dan Muhammad Azhar. Pada hari pertama ini kami berkumpul dan
berkenalan dengan Kepala Kantor Hukum Samudera, Muhammad Fadli, S. H. dan Advokat
lainnya. Setelah melakukan perkenalan, Kepala Kantor Hukum Samudera terlebih dahulu
memberikan materi mengenai profesi advokat dan alur proses perkara pidana, karena untuk
menjadi seorang advokat terlebih dahulu harus memahami proses hukum kasus pidana.
Adapun gambaran umum Proses Hukum Kasus Pidana sebagai berikut:

a) Proses terungkapnya suatu tindak pidana dapat melalui:


 Diketahui sendiri oleh petugas, baik melalui patroli, razia, maupun operasi.
 Laporan, yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau
sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 butir 24 KUHAP).
 Aduan dari korban atau keluarga korban maupun orang yang dekat dengan korban,
yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang
berwenang untuk menindak menurut hukum (pasal 1 butir 25 KUHAP).
 Tertangkap tangan, yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan
tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau
sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau
apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana tersebut.
b) Tahap Penyelidikan.
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Adapun pihak yang berwenang
untuk melakukan penyelidikan menurut pasal 4 KUHAP adalah setiap pejabat polisi negara
Republik Indonesia. Dalam tahap penyelidikan tersangka dapat ditahan oleh penyelidik agar
tersangka tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

c) Tahap penyidikan, setelah melalui tahap penyelidikan dapat ditentukan bahwa suatu peristiwa
merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap penyidikan. Penyidikan
adalah Serangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP yaitu:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa
Apabila 2 (minimal) dari alat bukti tersebut sudah di dapat, maka dapat di lakukan penahanan
terhadap tersangka. Pihak yang berwenang melakukan penyidikan menurut Pasal 6 KUHAP
adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang.

d) Penyerahan Berkas
Setelah kepolisian telah melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan, maka dilakukan
penahanan terhadap tersangka. Penahanan Di lakukan oleh Polisi selama 20 hari, jika berkas /
pemeriksaan belum selesai, maka dapat di perpanjang di kejaksaan selama 40 hari. Kemudian
setelah berkas selesai, maka polisi menyerahkan berkas (P20) tersebut kepada jaksa. Apabila
berkas belum lengkap jaksa memberikan P18 dan mengembalikan berkas tersebut agar di
lengkapi dan petunjuk-petunjuk yang harus di lengkapi ada di P19. Apabila berkas sudah
lengkap, maka jaksa mengeluarkan P21.
Setelah semua berkas lengkap maka dalam waktu tiga hari Jaksa mendaftarkan
perkara di Pengadilan Negeri dan dalam waktu satu minggu Pengadilan mengeluarkan
Register (Nomor Register, jadwal sidang, dan hakim yang menanganinya).

Setelah penyampaian materi mengenai Proses Hukum Kasus Pidana, kemudian


Kepala Kantor Hukum Samudera, Muhammad Fadli, S. H. membuat program PPL yang
dibagi menjadi dua program selama dua minggu. Mengingat untuk menjadi seorang advokat
sangat dibutuhkan pemahaman mengenai proses persidangan, maka pada minggu pertama
kami ditugaskan untuk “melakukan peninjauan dan penganalisaan terkait proses dan tahapan
persidangan pidana di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang” dan pada minggu kedua
khusus mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan “Advokat dan Bantuan Hukum”.

1) Minggu pertama: Melakukan peninjauan dan penganalisaan terkait proses persidangan


perkara pidana di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang atas perintah advokat.
Berdasarkan pengamatan, peninjauan serta penganalisaan mengenai proses dan
tahapan persidangan perkara pidana di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang terdapat
beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a) Pembacaan Surat Dakwaan
b) Nota Keberatan (Eksepsi)
c) Jawaban Penuntut Umum Terhadap Eksepsi
d) Pembuktian
e) Tuntutan
f) Replik
g) Duplik
h) Putusan
Dari tahapan proses persidangan perkara pidana di Pengadilan Negeri diatas tersebut,
atas intruksi advokat kami diperintahkan untuk melakukan peninjauan dan penganalisaan di
setiap tahapannya mengenai bagaimana proses berjalannya persidangan di Pengadilan
tersebut. Peninjauan dan penganalisaan proses persidangan dimulai pada hari Selasa tanggal
02 Juli 2013 sampai tanggal 04 Juli 2013 dan pada hari Jumat khusus sidang tilang.

a) Pembacaan Surat Dakwaan


Setelah mendapatkan intruksi dari Kepala Kantor Hukum Samudera saya langsung
melakukan peninjauan terkait proses dan tahapan persidangan perkara pidana di Pengadilan
Negeri Palembang. Tahapan pertama yaitu pembacaan surat dakwaan, saya mempunyai
kesempatan untuk menyaksikan secara langsung pembacaan surat dakwaan pada hari Kamis
tanggal 04 Juli 2013 di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang.
Adapun prosesnya sebagai berikut:
1. Hakim ketua membuka persidangan, sidang dinyatakan terbuka untuk umum.
Kemudian memberitahukan sidang hari ini pembacaan surat dakwaan.
2. Hakim ketua mengajukan pertanyaan kepada Penunut Umum apakah terdakwa
sudah siap di hadirkan, kemudian memerintahkan untuk memanggil terdakwa dan
memepersilahkan terdakwa duduk di kursi pemeriksaan.
3. Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah dalam keadaan sehat dan siap
mengikuti persidangan.
4. Hakim ketua meminta terdakwa untuk mendengarkan pembacaan surat
dakwaan dan selanjutnya mempersilahkan jaksa penuntut umum membacakan surat
dakwaan.
5. Penuntut Umum membacakan surat dakwaan, Kasus Kekerasan Anak
6. Jaksa Penuntut Umum menyebutkan: Wilayah Hukum; Kejaksaan Negeri
Palembang “Untuk Keadilan”, Nomor: (Nomor Register Perkara), Identitas lengkap
(terdakwa Nazarudin bin M. Yunus), Penahanan (yang dilakukan oleh penyidik dan
penuntut umum), Dakwaan (Uraian kejadian perkara dan jenis kejahatan. Primair:
Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak dan Subsidair: Pasal 351 KUHP).
7. Selanjutnya Hakim Ketua bertanya kepada terdakawa apakah ia sudah paham
tentang apa yang didakwaan padanya dan bertanya apakah ia keberatan.
Pada hari ini telah selesai tahap yang pertama pembacaan surat dakwaan.

b) Nota Keberatan (Eksepsi)


Tahap kedua yaitu eksepsi atau nota keberatan dari pihat terdakwa atau Penasehat
Hukumnya. Pada tahap kedua ini saya dapat menyaksikan pada hari Kamis tanggal 04 Juli
2013 Ruang Sidang Sari Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang. Adapun prosesnya sebagai
berikut:
1. Setelah pembacaan surat dakwaan Hakim Ketua memberi kesempatan kepada
Terdakwa dan penasehat hukumnya untuk memberikan tanggapan atas surat dakwaan
yang telah dibacakan Jaksa Penuntut Umum dan menanyakan pada terdakwa atau
penasehat hukumnya, apakah mengajukan keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan
jaksa penuntun umum.
2. Terdakwa dan penasehat hukumnya tidak mengajukan keberatan (eksepsi),
maka persidangan dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Dikarenakan terdakwa dan penasehat hukumnya tidak mengajukan keberatan atau
eksepsi, maka dilanjutkan ketahap berikutnya.

c) Jawaban Jaksa terhadap Eksepsi


Tahap ketiga jawaban atau tanggapan Jaksa terhadap eksepsi pada hari Rabu tanggal
03 Juli 2013 Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang terdakwa
menerima semua dakwaan yang telah di dakwakan dan dibacakan oleh penuntut umum
sehingga persidangan langsung dilanjutkan ke tahap pembuktian.

d) Pembuktian
Tahap keempat yaitu pembuktian, saya menyaksikan tahap pembuktian pada hari
Selasa tanggal 02 Juli 2013 di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Palembang. Adapun
prosesnya sebagai berikut:
1. Hakim mengetuk palu, sidang terbuka untuk umum. Hakim ketua bertanya
kepada penuntut umum apakah sudah siap menghadirkan saksi-saksi pada sidang
hari ini.
2. Penuntut umum menyebutkan nama saksi yang akan di periksa.
3. Jaksa Penuntut Umum memanggil para saksi, Hakim memerintahkan
terdakwa duduk disebelah kanan penasehat hukum.
4. Majelis hakim memeriksa identitas para saksi.
5. Saksi di sumpah menurut kepercayaannya masing-masing.
6. Majelis Hakim, JPU, dan PH bertanya kepada para saksi satu persatu
mengenai perkara yang sedang disidangkan. Pembuktian pada hari ini mengenai kasus
“Penggelapan”.
a. Saksi pertama: Jimmy, umur 24 tahun, pekerjaan salles, alamat Palembang, saksi kenal
dengan terdakwa (terdakwa adalah seorang kordinator kaha), saksi bukan keluarga terdakwa.
Bahwa saksi pertama merasa dirugikan karena terdakwa tidak menyetorkan uang kepada
atasan sehingga saksi tidak bisa bertransaksi/berjualan. (Korban 1)
b. Saksi kedua: Sudiana Jaya, umur 54 tahun, agama Islam, pekerjaan Salles, alamat Sukomoro,
saksi kenal dengan terdakwa, saksi bukan keluarga terdakwa, saksi mempunyai hubungan
kerja dengan terdakwa.
Bahwa terdakwa telah merugikan saksi kedua karena tidak menyetorkan uang kepada
atasannya dan memakai Pasword saksi. (Korban 2)

7. Jaksa Penuntut Umum menyerahkan barang bukti kepada Majelis Hakim. Barang bukti
berupa nota transaksi. Kerugian mencapai Rp. 23. 400.000,00.
8. Hakim bertanya kepada terdakwa atas keterangan saksi dan terdakwa membenarkan
keterangan para saksi tersebut. Sidang dilanjutkan minggu depan pembacaan tuntutan.
9. Hakim ketua mengetuk palu sidang ditutup.
Peninjauan proses persidangan tahap pembuktian pada hari ini telah selesai, kemudian
saya melanjutkan peninjauan ketahapan berikutnya tetap di ruang sidang Cakra, karena
diruang ini suaranya lebih keras dan jelas.

e) Tuntutan (Requisitoir)
Tahap kelima yaitu pembacaan tuntutan, saya menyaksikan tahapan tuntutan pada
hari Rabu tanggal 03 Juli 2013 di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Kelas 1A
Palembang. Adapun prosesnya sebagai berikut:
1. Hakim membuka sidang (Pembacaan tuntutan), sidang terbuka untuk umum.
2. Hakim ketua mempersilahkan Penuntut Umum membacakan tuntutannya.
3. Jaksa Penuntut Umum terlebih dahulu mengucapkan terima kasih dan izin
kepada Majelis Hakim, Penasehat Hukum, dan terdakwa.
4. JPU membacakan surat dakwaan bahwa kasus tersebut adalah kasus Pencurian
(Pasal 362 KUHP), terdakwa Satria bin Nusif.
5. JPU membacakan tuntutan (Kejaksaan Palembang, Nomor Reg. Perkara,
Identitas lengkap terdakwa, nomor Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Palembang,
uraian kejadian perkara (primair, subsidair), fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan, hal-hal yang memberatkan dan meringankan,
Menuntut:
1. Menyatakan terdakwa Satria bin Nusif terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “Pencurian” yang diatur dalam Pasal 362 KUHP.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Satria dipotong masa tahanan.
3. Menyatakan barang bukti berupa 1 unit sepeda motor dan kalung
4. Menetapkan agar Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000 (dua ribu
rupiah).
6. Penuntut umum menyerahkan naskah tuntutan pidana yang asli kepada Hakim ketua dan
salinannya diserahkan pada terdakwa dan penasehat hukum.
7. Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa paham dengan isi tuntutan pidana
yang telah dibacakan oleh penuntut dan apakah Penasehat Hukum akan mengajukan
pembelaan (Pledoi).
Tahapan pembacaan tuntutan telah selesai dan dilanjutkan tahap selanjutmya.

f) Replik
Tahap kelima replik dari Jaksa Penuntut Umum, saya menyaksikan tahap replik pada
hari Kamis tanggal 04 Juli 2013 di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Kelas 1A
Palembang. Adapun prosesnya sebagai berikut:
Pada tahap sebelumnya Penasehat Hukum (Kasus Narkotika) mengajukan
pembelaan/pledoi secara tertulis dan Penasehat Hukum membacakan pembelaan secara
bergantian, bahwa penangkapan atas terdakwa diduga sebagai rekayasa polisi saja yang ada
hubungan kerjasama dengan pengedar (coy), penggerebekan dilakukan di depan Polda yang
merupakan bukan wewenang polisi yang menangkap, polisi langsung menangkap setelah
DPO memberikan sebuah kotak rokok kepada terdakwa dari belakang sehingga kotak rokok
tersebut terjatuh dan polisi yang menangkap tidak memberitahukan barang bukti kepada
terdakwa dan masyarakat umum di tempat penangkapan dan langsung dibawa ke kantor
polisi, diduga terdakwa hanya dijadikan korban saja rekayasa antara polisi dan pengedar yang
bekerjasama karena belakangan ini tidak sedikit polisi yang juga berperan sebagai pengedar
narkoba.
Setelah Penasehat Hukum membacaakan pembelaan, kemudian Hakim ketua bertanya
kepada penuntut umum apakah ia akan mengajukan jawaban terhadap pembelaan penasehat
hukum dan mempersilahkan penuntut umum untuk mengajukan repliknya. Jaksa Penuntut
Umum mengajukan jawaban (replik) secara tertulis dan meminta tenggang waktu kepada
Hakim selama satu minggu untuk mempersiapkan repliknya. Majelis Hakim memberi waktu
kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mempersiapkan jawabannya selama satu minggu.
Sidang dilanjutkan tanggal 11 Juli 2013. Hakim Ketua mengetuk palu, sidang ditutup.

g) Duplik
Tahap keenam duplik. Duplik yaitu jawaban atau tanggapan dari terdakwa atau
Penasehat Hukum terhadap replik dari Penuntut Umum dalam duplik tersebut terdakwa atau
Penasehat Hukum dapat menambah dalil-dalil jawaban atau hanya sekedar untuk menguatkan
jawabannya saja.

h) Putusan
Tahap terakhir dalam proses persidangan pidana yaitu pembacaan Putusan. Saya
menyaksikan secara langsung tahap pembacaan Putusan pada hari Rabu tanggal 03 Juli 2013
di Ruang Sidang Sari Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang. Adapun prosesnya sebagai
berikut:
Hakim ketua membuka sidang dengan satu kali ketukan palu, sidang dinyatakan
terbuka untuk umum. Kemudian menjelaskan bahwa sidang hari ini adalah pembacaan
putusan, dan meminta agar para pihak yang hadir untuk memperhatikan isi putusan. Hakim
ketua membacakan isi putusan. Putusan sidang hari ini Putusan kasus Narkotika: “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Kemudian
menyebutkan identitas lengkap (Nama Iin Marsina, umur 30 tahun, jenis kelamin perempuan,
alamat JL. K.H. Wahid Hasyim KM 5 1 ulu Palembang, pekerjaan pegawai swasta / buruh,
agama Islam). Menyebutkan dakwaan dalam surat dakwaan, tuntutan penuntut umum,
tedakwa melanggar Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, terdakwa
terbukti memiliki dan mengkonsumsi Narkotika Golongan 1 bukan tanaman, Hukuman
pokok pidana penjara 4 tahun 8 bulan dan pidana denda Rp. 800.000.000 Subsidair 3 bulan
penjara.
Hakim ketua mengetuk palu satu kali dan menjelaskan isi putusan secara singkat
kepada terdakwa hingga terdakwa paham atas putusan yang telah dijatuhkan padanya.
Kemudian menjelaskan hak-hak para pihak terhadap putusan tersebut dan menawarkam pada
terdakwa untuk menentukan sikapnya, apakah akan menyatakan menerima putusan tersebut
atau menyatakan naik banding. Terdakwa dan penasehat hukum menyatakan menerima dan
menandatangani berita cara pernyataan menerima putusan yang telah disiapkan. Hakim ketua
menyatakan seluruh rangkaian acara persidangan telah selesai dan menyatakan sidang di
tutup. Hakim ketua mengetuk palu sebanyak tiga kali. Semua tahapan persidangan perkara
pidana telah selesai.

2) Minggu kedua: Praktek dan materi seputar profesi Advokat dan Bantuan Hukum.

Pada minggu kedua ini dikhususkan kepada segala sesuatu yang berkaitan dengan
Advokat dan Bantuan Hukum. Adapun kegiatan dan peninjauan yang dilakukan selama 08-12
Juli 2013 adalah sebagai berikut:

a) Peninjauan ke Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM)


Pada hari pertama minggu kedua, Senin tanggal 08 Juli 2013 saya melakukan
peninjauan ke POSBAKUM yang berada di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang, yang
mana terdiri dari dua POSBAKUM yaitu Bantuan Hukum Advokat Indonesia (ADIN) dan
Bantuan Hukum Sejahtera. Pada hari ini saya dan teman saya bertatap muka dengan Advokat
Erwin Haris, S.H. selaku anggota Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia yang bertugas di
Palembang yang ditugaskan berdasarkan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 48
Tahun 2009 jo. Undang-Undang Bantuan Hukum Nomor 16 Tahun 2011 jo. SEMA RI
Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum dan Berdasarkan
Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: AHU-5026.AH.01.04.TAHUN 2011.
Dari hasil diskusi dengan Advokat Erwin Haris, S.H. saya mendapatkan pengetahuan
mengenai kinerja Advokat Indonesia, bahwasanya ADIN berdiri di bawah naungan
Pemerintah yang di tugaskan ke masing-masing daerah yang telah ditentukan diberi tugas dan
wewenang untuk mendampingi seseorang yang memerlukan Bantuan Hukum termasuk
Bantuan Hukum secara cuma-cuma (prodeo). Adapun Syarat dan Mekanisme Permohonan
Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma (prodeo) sebagaimana dimuat pada Petunjuk
Pelaksanaan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Bantuan Hukum sebagai berikut:
Pemohon jasa bantuan hukum mengajukan permohonan kepada Pos Bantuan Hukum
dengan melampirkan permohonan secara tertulis atau lisan yang berisi sekurang-kurangnya
identitas Pemohon dan uraian singkat mengenai pokok permasalahan yang dimohonkan
Bantuan Hukum, dengan mengisi formulir yang telah disediakan. Kemudian menyerahkan
dokumen yang berkenaan dengan perkara.
Selanjutnya melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat
yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum; atau Surat Keterangan
Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), dan Kartu Bantuan
Langsung Tunai (BLT); atau Surat Pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat yang
dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon Bantuan Hukum dan diketahui oleh Ketua
Pengadilan.

b) Mengikuti Pelaksanaan Sidang di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang bersama


advokat Muhammad Fadli, S. H. di ruang sidang utama kasus pidana korupsi atas nama
terdakwa Kepala Desa, Desa Mesuji Kabupaten Ogan Komering Ilir dan dua Kepala Desa
lainnya.

c) Mengikuti pendampingan di polsek IB 1 Palembang, mendampingi tersangka dalam


membuat BAP karena diduga telah melakukan pengrusakan atas barang milik orang lain.

d) Mengikuti pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang.


Kasus Perdata: Sengketa perebutan tanah beserta bangunan diatasnya antara saudari
Rahmi (penggugat yang didampingi) melawan PT. Bank Perkreditan Rakyat Mitra Central
Dana.
Kasus Pidana: Penggelapan (372 KUHP) yang dilakukan oleh terdakwa atas nama
Alung (dampingan advokat) terkait dengan usaha jual beli motor yang dilakukan olehnya.

- Rincian Kegiatan dan Pengamatan Praktek Pengalaman Lapangan Mandiri di Kantor Hukum
Samudera, Advokat dan Konsultan Hukum.

Berdasarkan uraian kegiatan dan pengamatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)


Mandiri selama dua minggu diatas maka dapat dirincikan sebagai berikut:

No. Hari / Tanggal Kegiatan / Pengamatan

1 Senin, 01 Juli 2013 Minggu pertama: melakukan peninjauan dan penganalisaan terkait
persidangan pidana di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang atas
Advokat.
Perkenalan dengan advokat dan Kepala Kantor Hukum Samudera, Mu
Fadli. S.H. dan advokasi Pidana dan Perdata Agus Mirantawan, S.H.
Pemberian materi mengenai advokat dan proses Hukum Perkara Pidana d
hingga peradilan.
Pembekalan
Tanya jawab istilah Hukum.
Pembuatan program Praktek Pengalaman Lapangan selama dua ming
Kepala Kantor Hukum Samudera Advokat dan Konsultan Hukum.
2 Selasa, 02 juli 2013 Melakukan peninjauan dan penganalisaan proses persidangan tahap pembu
Pengadilan Negeri Palembang.
3 Rabu, 03 Juli 2013 Melakukan peninjauan proses persidangan tahap Jawaban Penuntut
terhadap eksepsi, Tuntutan, dan Putusan Perkara Pidana di pengadilan
Palembang.
4 Kamis,04 Juli 2013 Melakukan peninjauan dan penganalisaan proses persidangan tahap Pem
Surat Dakwaan, Eksepsi, Replik, dan Duplik di Pengadilan Negeri Palemb
5 Jumat, 05 Juli 2013 Melakukan Peninjauan ke pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang, surv
tahanan anak, pria, wanita, dan sidang tilang.
6 Senin, 08 Juli 2013 Minggu kedua: Mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan Advo
Bantuan Hukum.
Peninjauan kinerja Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (POSBAKUM
Tanya jawab dengan Advokat Erwin Haris, S.H. mengenai prosedur, me
dan persyaratan untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma (
tugas dan wewenang serta daerah hukum Posbakum ADIN, persyarata
menjadi anggota POSBAKUMADIN, dan Uundang-Undang Posbakum.
7 Selasa,09 Juli 2013 Pembuatan laporan hasil peninjauan dan penganalisaan terkait proses pers
di Pengadilan Negeri Palembang.
8 Rabu, 10 Juli 2013 Mengikuti pelaksanaan sidang kasus korupsi, pembacaan surat dakwaan
sidang utama Pengadilan Negeri bersama advokat Muhammad Fadli, S.H.
Mengikuti pendampingan Managing Partner Advokat Rahmad Hartoyo, S.
9 Kamis,11 Juli 2013 Pendalaman materi mengenai Dasar Hukum Kinerja Advokat di Kantor
Samudera.
Foto bersama advokat/Kepala Kantor Hukum Samudera, Muhammad Fadl
10 Jumat, 12 Juli 2013 Praktek Pengalaman Lapangan telah selesai dengan baik.
Selanjutnya pembuatan Laporan Hasil Kegiatan di Kantor Hukum Sa
Advokat dan Konsultan Hukum.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) Mandiri ini merupakan sebuah metode
yang sangat bermanfaat sehingga terjalin hubungan yang baik antara pihak Kampus,
Mahasiswa dan Instansi terkait. Program ini dimaksudkan sebagai upaya praktis untuk
mengontrol sejauhmana pemahaman mahasiswa terhadap materi perkuliahan yang
diterimanya sekaligus melatih keterampilan yang perlu dimiliki bagi seorang mahasiswa
sebagai aspek penunjang pada perkembangan karir kedepan dan proses mempersiapkan diri
untuk bekerja di lapangan.
Banyak manfaat dan pengetahuan baru setelah melaksanakan Praktek Pengalaman
Lapangan ini, terutama pengetahuan yang diperoleh dari Kantor Hukum Samudera,
diantaranya untuk menjadi seorang advokat terlebih dahulu harus memahami proses jalannya
hukum pidana maupun perdata serta tahapan-tahapan persidangan di Pengadilan dan
memahami kinerja advokat, hak dan kewajiban advokat dan klien serta dapat memahami
fungsi advokat sebagai Penegak Hukum.

B. Saran
Berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan selama Praktek Pengalaman Lapangan,
penulis mencoba memberikan beberapa saran terkhusus kepada mahasiswa sebagai pelaksana
agar dapat memanfaatkannya dengan baik, praktek ini merupakan kesempatan bagi
mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang diperoleh dan menyiapkan diri untuk bekerja ketika
selesai di Perguruan Tinggi kelak. Kepada pihak Fakultas penulis juga ingin memberikan
sedikit saran agar kegiatan PPL Mandiri ini tetap dilaksanakan terus menerus secara
berkelanjutkan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar dan memberikan kemudahan
bagi Mahasiswa dalam mengurus surat-menyurat yang ditujukan ke instansi terkait demi
kelancaran dan kemajuan.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

PROSEDUR DAN PROSES PERKARA CERAI


GUGAT
PROSEDUR :

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

1. a. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadan Agama/Mahkamah


Syari’ah (pasal 118 HIR, 142 R.Bg. Jo. Pasal 73 Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang
telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006);
b. Penggugat dianjurkan untuk meminta petujuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah tentang tata cara membuat surat gugatan (18 HIR, 142 R.Bg. Jo. Pasal 58
Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3
Tahun 2006);
c. Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat
telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus
atas persetujuan Tergugat.
2. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah :
a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (Pasal 73 ayat (1) Undang
Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006);
b. Bila Penggugat telah meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama
tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1)
Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3
tahun 2006 Jo. Pasal 32 ayat (2) Undang Undang No.1 tahun 1974);
c. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) Undang Undang No.7 tahun 1989 yang telah
diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006);
d. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan
kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat
dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73
ayat (3) Undang Undang No. 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3
tahun 2006).
3. Gugatan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan
bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah perceraian memperoleh kekuatan
hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah
dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006).
5. membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat 4 HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo. Pasal 89 Undang
Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006),
bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal237 HIR, 237
R.Bg.).
6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg.).

PROSES PENYELESAIAN PERKARA :

1. Pengguat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah.


2. Penggugat dan tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk
menghadiri persidangan.
3. a. Tahapan Persidangan :
1) Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak,
dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 Undang Undang No. 7 tahun
1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006);
2) Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih
dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 tahun 2003);
3) Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan
membacakan surat gugatan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan.
Dalam tahap jawab menjawab (Sebelum Pembuktian) Tergugat dapat mengajukan
gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132a HIR, 158 R.Bg.);
b. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah atas cerai gugat talak sebagai berikut :
1) Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut.
2) Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut.
3) Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan permohonan baru.
4. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka Panitera Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai kepada
kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan
kepada para pihak.

1. Upaya Perdamaian (Mediasi)


Jika para pihak baik pemohon dan termohon atau penggugat dan penggugat datang
memenuhi panggilan sidang dari Pengadilan Agama, maka Hakim mewajibkan para
pihak untuk menempuh mediasi terlebih dahulu. Upaya perdamaian juga ditempuh
dengan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk memilih mediator dalam
upaya menempuh proses mediasi sebagaimana di amanatkan oleh PERMA Nomor 01
tahun 2008, tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Apabila proses mediasi berhasil,
maka persidangan akan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Jika pihak tergugat atau
termohon tidak hadir di persidangan, biasanya nanti akan ada proses pemanggilan
ulang sampai 2 atau 3 kali panggilan.Namun, Jika tergugat atau termohon tetap tidak
hadir, maka sidang akan dilanjutkan.

2. Pembacaan Surat Gugatan atau Permohonan


Pada tahapan ini pihak Penggugat atau Pemohon berhak meneliti kembali apakah
seluruh materi (alasan/dalil-dalil gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal
yang tercantum dalam gugatan itulah yang menjadi obyek atau acuan pemeriksaan dan
pemeriksaan tidak keluar dari yang termuat dalam surat gugatan.

3. Jawaban Tergugat atau Termohon


Selanjutnya Pihak Tergugat atauTermohon diberi kesempatan untuk membela diri dan
mengajukan segala kepentingannya terhadap Penggugat atau Pemohon melalui Majelis
Hakim dalam persidangan.

4. Replik Penggugat atau Pemohon


Pihak pemohon atau penggugat dapat kembali memperkuat permohonan atau
gugatannya yang ditelah disangkal oleh pihak termohon atau tergugat. Pemohon dan
Penggugat juga dapat mempertahankan diri dari sangkalan termohon atau tergugat.

5. Duplik Tergugat atau Termohon


Tergugat atau Termohon menjelaskan kembali jawaban yang disangkal oleh Penggugat
atau Pemohon. Replik dan Duplik ini dapat diulang-ulang sehingga akhirnya Majelis
Hakim memandang cukup atas replik dan duplik tersebut.

6. Pembuktian
Penggugat atau Pemohon mengajukan semua alat bukti-bukti sesuai dengan perkara
yang diajukan untuk mendukung dalil-dalil gugatan. Demikian juga Tergugat atau
Termohon mengajukana alat bukti untuk mendukung jawaban atau sanggahan masing-
masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawan.

7. Kesimpulan Para Pihak


Masing-masing pihak baik Penggugat atau Pemohon maupun Tergugat atau Termohon
mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan.

8. Musyawarah Majelis Hakim dan Pembacaan Putusan


Majelis Hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu dan
menyimpulkan dalam amar putusan, sebagai akhir dari sengketa yang terjadi antara
Penggugat atau Pemohon dan Tergugat atau Termohon.

Nanti setelah perkara diputus, pihak yang tidak puas atas putusan yang dikeluarkan
oleh majelis hakim tersebut dapat mengajukan upaya hukum (verset, banding, dan
peninjauan kembali) selambat-lambatnya 14 hari sejak perkara diputus atau
diberitahukan.
Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk perkara permohonan talak,
Pengadilan Agama akan menetapkan hari sidang ikrar talak untuk Memanggil Pemohon
dan Termohon untuk menghadiri sidang ikrar talak. Namun, Jika dalam tenggang waktu
6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang ikrar talak, suami atau kuasanya tidak
melaksanakan ikrar talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan
tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan berdasarkan alasan hukum yang sama.
Setelah pelaksanaan sidang ikrar talak, maka dapat dikeluarkan Akta Cerai.

Untuk perkara lainnya, setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka para
pihak yang berperkara dapat meminta salinan putusan.

Demikian informasi dari kami mengenai tahapan proses sidang perceraian di


Pengadilan Agama.

Semoga Bermanfaat.

Langkah hukum Fiat executie dimaknai sebagai penetapan


pengadilan untuk melaksanakan putusan pengadilan jika
pihak yang dikalahkan dalam putusan menolak untuk
melaksanakannya secara sukarela. Selain itu, fiat
executie diartikan pemberian kuasa untuk pelaksanaan
putusan eksekutorial (bersifat dapat dilaksanakan), yakni
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan
dokumen yang kekuatan hukumnya disamakan dengan
putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht van
gewisjde) atau bersifat eksekutorial, diantaranya Sertifikat
Hak Tanggungan dan Sertifikat Jaminan Fidusia.
Pelaksanaan fiat executie atas benda objek Hak Tanggungan
(HT) dengan tahapan sebagai berikut:
a. Permohonan Aan maning

Pemohon eksekusi atau kuasanya menyampaikan


permohonan aan maning kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat dengan memperlihatkan dokumen Sertifikat Hak
Tanggungan.

Penting:
Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Sederhana
Jaminan Umum Dan Konsekwensi Pelunasan Utang
Syarat Penyerahan Benda (Levering)

b. Penelitian Berkas

Ketua Pengadilan melakukan penelitian terhadap berkas-


berkas Hak Tanggungan yang terdiri dari:

1. Perjanjian utang;
2. Janji untuk memberikan Hak Tanggungan;
3. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT);
4. Terdaftar di Kantor Pertanahan Nasional;
5. Sertifikat Hak Tanggungan;

c. Sidang Aan maning


Aan maning adalah teguran dari Ketua Pengadilan kepada
Termohon eksekusi, agar Termohon Eksekusi melaksanakan
pemenuhan Hak Tanggungan secara sukarela dalam waktu
maksimum 8 (delapan) hari. Aan maning dilaksanakan dalam
sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua Pengadilan dan
Panitera serta Termohon Eksekusi. Sebagai bukti otentik
adanya aan maning, dibuat berita acara tentang aan
maning tersebut. Aan maningdilaksanakan dengan tahapan-
tahapan sebagai berikut:

1. Setelah melakukan penelitian berkas-berkas Hak


Tanggungan, Ketua Pengadilan membuat Surat
Penetapan pelaksanaan aan maning;
2. Atas Surat Penetapan Aan maning tersebut, Panitera
menunjuk Jurusita Pengganti untuk memanggil
Debitur/Termohon agar hadir dalam persidangan
insidentil yang telah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan
hari, tanggal dan tempat pelaksanaannya;
3. Ketua Pengadilan dengan didampingi oleh Panitera
melaksanakan persidangan insidentil untuk
memberikan aan maning agar dengan sukarela
melaksanakan Hak Tanggungan dengan memberikan
batas waktu maksimum 8 (delapan) hari sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 196 HIR/207 RBg;
4. Pelaksanaan sidang insidentil tersebut dicatat dan
dibuat berita acara oleh Panitera;
5. Jika Debitur/Termohon tetap tidak melaksanakan Hak
Tanggungan maka Ketua Pengadilan akan
melakukan aan maning kedua, sekaligus terakhir;
6. Jika Debitur/Termohon tetap tidak melaksanakan Hak
Tanggungan tersebut maka akan dilaksanakan tahapan
selanjutnya (sita eksekusi dan lelang ekseskusi)
terhadap benda objek Hak Tanggungan.

d. Sita Eksekusi
Setelah lewat tenggang waktu yang diberikan ternyata
Debitur/Termohon tidak melaksanakan Hak Tanggungan,
maka diletakkan sita eksekusi atas objek Hak Tanggungan
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 197 HIR/Pasal 208
RBg. Adapun tahapan sita eksekusi adalah sebagai berikut:

1. Pemohon mengajukan permohonan sita eksekusi


kepada Ketua Pengadilan;
2. Ketua Pengadilan membuat surat penetapan sita
eksekusi yang berisikan perintah kepada
Panitera/Jurusita Pengganti untuk melaksanakan sita
eksekusi terhadap barang-barang yang akan dieksekusi
lelang;
3. Atas surat penetapan sita eksekusi dari Ketua
Pengadilan tersebut, Panitera menunjuk Jurusita
Pengganti untuk melaksanakan sita eksekusi,
memberitahukan dan memerintahkan kepada Para
pihak (Pemohon dan Termohon) untuk hadir di lokasi
objek yang akan diletakkan sita eksekusi,
pemberitahuan pelaksanaan sita eksekusi tersebut juga
disampaikan kepada instansi/pihak terkait;
4. Pelaksanaan peletakan sita eksekusi dilaksanakan di
lokasi objek yang disita dengan disaksikan dua orang
saksi dan pelaksanaan sita eksekusi dituangkan dalam
Berita Acara;
5. Ketua Pengadilan mengirim surat tentang telah
diletakkan sita atas objek tersebut kepada BPN jika
objeknya benda yang tetap yang telah bersertifikat;

e. Lelang Eksekusi
Setelah aan maning dan sita eksekusi telah dilaksanakan
maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan lelang
eksekusi dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pemohon mengajukan permohonan kepada Ketua


Pengadilan untuk pelaksanaan Lelang Eksekusi;
2. Penjual (Kreditur) memperlihatkan dokumen asli objek
Hak Tanggungan kepada Pejabat Lelang sebelum
dilaksanakan lelang;
3. Setelah menerima Pemohon lelang eksekusi dari
Pemohon, Ketua Pengadilan membuat surat penetapan
berisikan perintah untuk menjalankan lelang eksekusi
yang ditujukan kepada Panitera/Jurusita Pengganti;
4. Panitera/Jurusita Pengganti berdasarkan Surat
Penetapan Ketua Pengadilan tersebut melaksanakan
lelang eksekusi dengan tahapan sebagai
berikut: [a]Berkoordinasi dengan Kantor Lelang Negara
dan Instansi/Pihak terkait berkenaan dengan
pelaksanaan lelang; [b] Membentuk Tim Kecil untuk
memperoleh informasi harga untuk menetapkan
standard harga limit, selanjutnya ditetapkan harga
limit; [c] Menetapkan harga limit objek yang akan
dilelang, dilakukan sebelum pengumuman
lelang; [d] Mengumumkan pelaksanaan lelang melalui
mass media sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang
waktu 15 hari, pengumuman tersebut harus
dicantumkan hari, tanggal dan tempat pelaksanaan
lelang, serta objek yang akan dilelang dan persyaratan
bagi peserta lelang sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 195 HIR, Pasal 206 RBg dan Pasal 217
RBg; [e]Peserta lelang mendaftarkan diri sebagai
peserta lelang; [f] Calon peserta lelang membayar uang
jaminan penawaran lelang yang ditentukan oleh Penjual
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari Nilai Limit
dan paling banyak 50% (lima puluh persen) dari Nilai
Limit (Pasal 38 Permenkeu No.
27/PMK.06/2016); [g] Penyetoran uang jaminan
penawaran lelang paling lambat 1 (satu) hari sebelum
pelaksanaan lelang;[h] Pelelangan dilaksanakan di
Kantor Pengadilan; [i] Dalam hal dokumen asli Objek
Hak Tanggungan berada di tangan Pejabat Lelang maka
pada saat lelang, Pejabat lelang harus memperlihatkan
kepada peserta lelang. Jika dokumen tersebut ditangan
penjual maka penjual harus memperlihatkan kepada
pejabat dan peserta lelang sebelum dilaksankan lelang
(Pasal 21 Permenkeu No.
27/PMK.06/2016); [j] Pembukaan amplop dari semua
peserta lelang; [k] Bagi peserta lelang yang
penawarannya tertinggi ditetapkan sebagai pemenang
lelang;[l] Pemenang lelang melunasi atau membayar
harga Objek Hak Tanggungan;[m] Bagi pemenang
lelang dibuat risalah lelang;
5. Jika dalam pelaksanaan lelang tidak ada peminat maka
akan dilakukan lelang ulang terhadap objek yang belum
terjual secara lelang tanpa harus mengulangi
tahapan fiat executie;
6. Demikian jika pemenang lelang wanprestrasi atau tidak
melunasi sisa harga maka akan dilakukan pelelangan
ulang;

f. Pengosongan
Apabila objek yang dilelang adalah tanah/tanah dan rumah
yang sedang ditempati/dikuasai oleh tersita/terlelang, maka
pelaksanaan pengosongan merujuk kepada ketentuan Pasal
200 (11) HIR atau Pasal 218 ayat (2) RBg. Yakni apabila
terlelang tidak bersedia untuk menyerahkan tanah/tanah dan
rumah itu secara kosong dan baik, maka dilakukan upaya
paksa dimana terlelang dan keluarganya beserta barang-
barang yang berada di dalam objek lelang akan dikeluarkan
secara paksa. Pengadilan atau pemenang lelang atau
pemohon eksekusi akan meminta bantuan dari lembaga
Kepolisian dengan melibatkan Aparat Pemerintah setempat.
i

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN EKSEKUSI HAK

TANGGUNGAN MELALUI PENGADILAN NEGERI

(Studi di Pengadilan Negeri Boyolali)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada

Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Oleh:

ALVIN DHADY RAJAWALI PERKASA

C100110074

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

20171

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN EKSEKUSI HAK

TANGGUNGAN MELALUI PENGADILAN NEGERI

(Studi di Pengadilan Negeri Boyolali)

ABSTRAK
Salah satu cara eksekusi yang diberikan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan adalah dengan jalan eksekusi title eksekutorial

berdasarkan sertifikat Hak Tanggungan yang dilakukan dengan bantuan

pengadilan. Dalam skripsi ini penulis mencoba memberikan analisis pelaksanaan

eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan dengan bantuan pengadilan di

Pengadilan Negeri Boyolali. Eksekusi merupakan realisasi kewajiban pihak yang

dikalahkan dalam putusan hakim, untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam

putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Prosedur eksekusi hak

tanggungan di pengadilan negeri melalui beberapa tahap di antaranya permohonan

eksekusi, pemberian aanmaning, pelaksanaan sita eksekusi dan penetapan lelang

eksekusi. Hambatan dalam eksekusi hak tanggungan di Pengadilan Negeri

Boyolali, diantaranya yaitu perlawanan pihak ketiga, perlawanan dari pihak

debitur atau tereksekusi pada waktu pelaksanaan sita eksekusi oleh Pengadilan

dan tidak adanya peminat atau pembeli.

Kata Kunci: Eksekusi, Hak Tanggungan, Pengadilan Negeri Boyolali.

ABSTRACT

One way of execution given in Act No. 4 of 1996 on Mortgage is the execution

path based on the certificate of title executorial Mortgage conducted with the

assistance of the court. In this paper the author tries to provide an analysis of

executing the Mortgage object with the help of the court in Boyolali District

Court. Execution is the realization of the obligations of the parties defeated in the

judge's decision, in order to meet the achievements listed in the judge's decision

was legally binding. The execution procedure security rights in court through

several stages including the petition, granting aanmaning, implementation of the


foreclosure auction execution and determination of execution. Obstacles in the

execution of a security interest in Boyolali District Court, among which the third

party of resistance, the resistance of the debtor or executed during the execution of

confiscation execution by the Court and the absence of buyer or buyers.

Keywords: execution, mortgage, Boyolali District Court2

1. PENDAHULUAN

Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam

kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat

diketahui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjammeminjam uang
sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung

perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf

kehidupannya.

Pinjam-meminjam uang umumnya sering dipersyaratkan adanya

penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan.

Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan

kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan

jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada

pemegang jaminan.2

Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu

benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

dipertahankan terhadap siapapun benda itu berada (Droit de suite) dan dapat

dialihkan.3

Jaminan kebendaan itu lahir dan bersumber pada perjanjian. Jaminan

ini ada karena diperjanjikan antara Kreditur dan Debitur, misalnya Hak
Tanggungan.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan, maka ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang

hipotek (dalam buku kedua), yang semula masih dinyatakan berlaku oleh UndangUndang
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, dinyatakan tidak berlaku lagi. Akan

tetapi, yang dinyatakan tidak berlaku lagi adalah hipotek yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang khusus berkenaan dengan tanah.

Sedangkan hipotek atas benda-benda lainnya tetap berlaku, misalnya hipotek atas

kapal laut atau hipotek terhadap pesawat terbang berdasarkan Undang-undang

Perhubungan Udara.4

1 M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
hal.1

Ibid, hal. 2

Sutarno, 2003, Aspek-aspek Hukum perkreditan Bank, Bandung: Alfabeta, hal. 147

4 Munir Fuady, 2013, Hukum Jaminan Utang, Jakarta: Erlangga, hal. 693

Selanjutnya, dalam Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan

kemudahan bagi para Kreditur pemegang Hak Tanggungan apabila Debitur cidera

janji atau wanprestasi, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b UndangUndang Hak
Tanggungan eksekusi atas benda jaminan Hak Tanggungan dapat

ditempuh melalui 3 (tiga) cara, yaitu: (1) Parate executie; (2) Title executorial;

dan (3) Penjualan di bawah tangan.

Ketiga eksekusi Hak Tanggungan tersebut di atas masing-masing memiliki

perbedaan dalam prosedur pelaksanaannya, seperti dimaksud untuk parate


executie karena wanprestasi biasanya melakukan eksekusi sendiri melalui Kantor

Pelayanan Kekayaan dan Negara Lelang (KPKNL) tersebut dan pelaksanaanya

lebih singkat, title executorial atau berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan yang

tunduk pada Hukum Acara Perdata sebagaimana yang diatur dalam Pasal 224

HIR/258 Rbg, dalam pelaksanaanya harus melalui penetapan Ketua Pengadilan,

maka memerlukan waktu yang tidak singkat, sedangkan eksekusi penjualan di

bawah tangan pelaksanaan harus memenuhi beberapa persyaratan yang antara lain

adanya kesepakatan antara pemberi Hak Tanggungan (Debitur) dengan pemegang

Hak Tanggungan (Kreditur).

Sengketa utang piutang karena debitur tidak dapat mengembalikan

utangnya merupakan masalah bagi kreditur tentang bagaimana agar debitur

bersedia memenuhi kewajibannya. Kreditur tidak mungkin dapat memaksa

debitur untuk segera membayar utangnya, apalagi dengan mengambil barangbarangnya


dengan maksud sebagai pelunasan utang, dapat berakibat kreditur

sendiri melanggar ketentuan perundang-undangan.

Banyak permasalahan-permasalahan mengenai eksekusi Hak Tanggungan,

seperti pemberi Hak Tanggungan tidak bersedia melaksanakan pengosongan

dengan sukarela, pemegang Hak Tanggungan Kedua, Ketiga dan seterusnya

melakukan perlawanan. Akan tetapi perlu diingat bahwa Kreditur harus mendapat

perlindungan Hukum terhadap nasabah atau Debitur yang jelas-jelas cidera

janji/wanprestasi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

Pertama, untuk mengetahui prosedur penyelesaian eksekusi Hak Tanggungan di 4

Pengadilan Negeri Boyolali; dan Kedua, untuk mengetahui hambatan-hambatan

yang terjadi dalam penyelesaian eksekusi Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri


Boyolali. Adapun manfaat penelitian ini adalah pertama, melalui penelitian ini

diharapkan dapat berguna menambah pengetahuan dan melengkapi bahan bacaan

dalam ilmu hukum khususnya Hukum Jaminan tentang pelaksanaan eksekusi Hak

Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali; kedua, melatih penulis dalam

mengungkap suatu masalah dan untuk sebuah perbandingan antara teori yang

diperoleh dengan praktek apakah sesuai ataupun berbeda.

2. METODE

Penelitian ini melalui pendekatan yuridis empiris yang bersifat deskriptif i

di Pengadilan Negeri Boyolali. Sumber data berasal dari data sekunder berupa

dokumen, bahan hukum tertulis juga ditunjang data primer sebagai pelengkap.

Metode pengumpulan data melalui studi dokumentasi dan wawancara (interview)

kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif yaitu cara penelitian yang

menghasilkan deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara

tertulis atau lisan dan juga perlakuannya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai

satu kesatuan.5

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Penyelesaian Eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri

Boyolali

Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap. Yang dapat dieksekusi adalah salinan putusan dan grosse

akta (salinan pertama dari akta autentik). Grosse akta dapat dieksekusi karena

memuat titel eksekutorial, sehingga grosse akta disamakan dengan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang memuat titel

eksekutorial juga, dengan demikian dapat dieksekusi.6


5

Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hal. 5

Soedikno Mertokusumo, 1996, Eksekusi Objek Hak Tanggungan Permasalahan dan


Hambatan.

Makalah disajikan pada penataran Dosen Hukum Perdata, diselenggarakan oleh Fakultas
Hukum

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 16-23 Juli 1996, hal.65

Sejalan dengan ketentuan Pasal 14 UUHT yang menyatakan bahwa

sertifikat Hak Tanggungan berlaku sebagai grosse acte hypotheek sepanjang

mengenai hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. Sertifikat Hak

Tanggungan ini berfungsi sebagai tanda bukti bahwa adanya Hak Tanggungan

yang telah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan yang mempunyai kekuatan sama

seperti halnya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan data hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak-pihak

yang terlibat dalam pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan di

Pengadilan Negeri Boyolali diperoleh data bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap

objek Hak Tanggungan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:

Pertama, Tahap permohonan. Pada prinsipnya pengadilan/hakim dalam

menangani suatu perkara bersifat pasif, artinya pengadilan/hakim baru akan

menjalankan tugas dan kewenanganya ketika ada sebuah perkara yang

dimohonkan untuk diproses di pengadilan. Termasuk dalam pelaksanaan eksekusi

terhadap objek Hak Tanggungan, Pengadilan Negeri Boyolali baru akan

melakukan proses pelaksanaan eksekusi setelah adanya permohonan eksekusi dari


pihak kreditur. Sehingga tanpa adanya pengajuan permohonan dari pihak kreditur

maka Pengadilan Negeri Boyolali tidak dapat melakukan proses eksekusi. Syarat

administratif yang harus dipenuhi oleh kreditur dalam permohonan eksekusi ini

adalah: (1) Lampiran Perjanjian Kredit, (2) Lampiran Akta Pemberian Hak

Tanggungan, (3) Lampiran Sertifikat Hak Tanggungan, dan (4) Lampiran

Sertifikat Tanah.

Permohonan berserta lampiran-lampiran tersebut diberikan kepada

Panitera Pengadilan Negeri Sragen dan selanjutnya pihak pemohon

eksekusi/kreditur diwajibkan membayar biaya panjar atau Surat Kuasa Untuk

Membayar (SKUM) untuk biaya perkara yang dimohonkan Kemudian oleh

panitera Pengadilan Negeri Boyolali perkara tersebut didaftar dalam buku register

perkara Pengadilan Negeri Boyolali.

7Adityo Danur Utomo, Hakim Pengadilan Negeri Boyolali, Wawancara Pribadi, Boyolali,
Rabu,

28 Desember 2016, pukul 10.00 WIB.6

Kedua, Tahap Aanmaning. Ketua Pengadilan Boyolali melakukan

pemanggilan kepada pihak debitur pada hari dan tanggal yang telah ditentukan

untuk diberikan peringatan (aanmaning). Pemberitahuan pemanggilan terhadap

pihak debitur tersebut diberikan oleh Pengadilan Negeri Boyolali maksimal 3

(tiga) hari sebelum pemanggilan dilakukan. Dalam hal ini Ketua Pengadilan

Negeri Boyolali memberikan nasihat dan pertimbangan hukum kepada pihak

debitur dengan maksud agar pihak debitur segera menyadari kewajibanya dan

bersedia melunasi/membayar apa yang menjadi hak pihak kreditur tanpa harus

menyelesaikan perkara tersebut sampai tahap eksekusi lelang.

Apabila dalam pemanggilan (pemberian aanmaning) ini pihak debitur


tidak hadir memenuhi panggilan maka Ketua Pengadilan Negeri Boyolali

melakukan pemanggilan ulang pada hari dan tanggal yang telah ditentukan. Dan

apabila dalam pemanggilan yang kedua untuk agenda pemberian aanmaning ini

pihak debitur tidak juga hadir maka Ketua Pengadilan Negeri Boyolali membuat

penetapan bahwa pihak debitur tidak memenuhi panggilan Peringatan dari Ketua

Pengadilan Negeri Boyolali atau aanmaning ini harus dilakukan oleh pihak

debitur dalam waktu 8 (delapan) hari. Apabila dalam jangka waktu tersebut pihak

debitur dapat melunasi/membayar kewajibanya sesuai dengan perjanjian kredit

maka perkara akan selesai pada saat pembayaran tersebut. Namun apabila dalam

jangka waktu tersebut pihak debitur tidak juga melakukan kewajiban kepada

pihak kreditur maka Ketua Pengadilan Negeri akan melakukan proses/tahapan

selanjutnya yaitu sita eksekusi.

Ketiga, Tahap Sita Eksekusi. Sita eksekusi pada dasarnya merupakan

tahap peringatan terakhir dari Ketua Pengadilan Negeri Boyolali kepada pihak

debitur sebelum objek Hak Tanggungan dilakukan eksekusi melalui pelelangan.

Pada tahap ini Ketua Pengadilan Negeri Boyolali dengan mempertimbangkan

peringatan (aanmaning) yang telah diberikan kepada pihak debitur dalam jangka

waktu 8 (delapan) hari, kemudian memberikan penetapan sita eksekusi terhadap

objek Hak Tanggungan. Dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri Boyolali

mengeluarkan Surat Penetapan yang berisi memerintahkan kepada Panitera

Pengadilan Negeri Boyolali atau apabila berhalangan menunjuk pengantinya yang 7

sah, dengan disertai dua orang saksi untuk melaksanakan sita eksekusi terhadap

objek Hak Tanggungan yang dijaminkan oleh debitur.

Setelah ditentukan waktu pelaksanaan sita eksekusi oleh Panitera


Pengadilan Negeri Boyolali kemudian Jurusita Pengadilan Negeri Sragen

melakukan pembacaan penetapan sita eksekusi dengan didampingi oleh Muspika

setempat (Kapolsek, Camat, dan Kepala Desa) di halaman/pelataran Balai Desa

tempat objek Hak Tanggungan berada. Hal ini bertujuan agar pihak desa setempat

mengetahui bahwa objek Hak Tanggungan yang dijadikan jaminan oleh pihak

debitur telah diletakan sita eksekusi dan pihak desa setempat juga turut melakukan

pengawasan terhadap objek tersebut.

Keempat, Tahap Pelelangan. Tahapan selanjutnya setelah dilakukanya sita

eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan adalah tahapan pelelangan terhadap

objek Hak Tanggungan. Tahapan ini diawali dengan permohonan lelang eksekusi

dari kreditur kepada Ketua Pengadilan Negeri Boyolali dengan melampirkan

perincian hutang terakhir dari pihak debitur terhitung sejak tunggakan sampai

diajukanya permohonan eksekusi lelang. Ketua Pengadilan Negeri Boyolali

kemudian mengeluarkan Penetapan Lelang Eksekusi yang isinya memerintahkan

kepada panitera Pengadilan Negeri Boyolali atau digantikan wakilnya dengan

dibantu oleh 2 (dua) orang saksi dengan meminta bantuan kepada Kantor

Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setempat, dalam hal ini untuk

wilayah Boyolali ke KPKNL Surakarta untuk melakukan penjualan dimuka

umum atas objek Hak Tanggungan dan membuat berita acara untuk disampaikan

pada Kantor Pertanahan di mana objek Hak Tanggungan tersebut berada.

Tahapan ini diawali dengan Ketua Pengadilan Boyolali mengirim surat

permohonan agar dilakukanya lelang terhadap objek Hak Tanggungan kepada

KPKNL dengan melampirkan seluruh berkas-berkas yang ada dari permohonan

sampai sita eksekusi. Terhadap surat permohonan lelang dari Ketua Pengadilan
Negeri Boyolali tersebut kemudian KPKNL akan memberikan surat jawaban

tentang jadwal pelaksanaan lelang dan memberikan perintah kepada Ketua

Pengadilan Negeri Boyolali untuk: (1) Membuat pengumuman akan

dilaksanakanya lelang dengan mencantumkan jadwal pelaksanaan lelang, harga 8

limit objek lelang, serta letak objek lelang melalui selebaran yang ditempel pada

papan pengumuman di Pengadilan Negeri Boyolali dan tempat strategis lainya.

Pengumuman melalui selebaran ini dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat

belas) hari, (2) Setelah jangka waktu pengumuman tersebut habis, maka Ketua

Pengadilan Negeri membuat pengumuman yang sama melalui media masa seperti

koran selama jangka waktu 2 (dua) minggu, (3) Dan harus dicantumkan pula

bahwa peminat objek lelang harus membayar 20% dari harga limit yang telah

ditentukan dan dibayarkan kepada rekening KPKNL maksimal sehari sebelum

dilaksanakannya lelang. Setelah pengumuman tersebut dibuat oleh Pengadilan

Negeri Boyolali, tahapan selanjutnya adalah dilakukannya lelang pada hari dan

tanggal yang telah ditetapkan.

Pelaksanaan lelang sendiri dilakukan di Pengadilan Negeri Boyolali akan

tetapi sebagai pelaksanaannya adalah KPKNL. Apabila dalam pelaksanaan lelang

pertama objek lelang tidak terjual karena tidak ada peminat atau pembeli maka

dilakukan lelang ulang oleh KPKLN. Mengenai jadwal pelaksanaan lelang yang

kedua ini harus diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara baik pihak

kreditur maupun debitur serta kepada Pengadilan Negeri Boyolali. Dan apabila

sampai 2 (dua) kali pelaksanaan lelang tidak juga ada pembeli, maka pengadilan

tidak akan melanjutkan proses eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan tersebut

dan menyerahkan penyelesaian perkara kepada para pihak. Setelah pelaksanaan


lelang berakhir dibuat Risalah Lelang oleh pihak KPKNL, dan uang hasil

penjualan objek Hak Tanggungan yang diterima KPKNL dari pemenang lelang

kemudian diserahkan kepada panitera Pengadilan Negeri Boyolali untuk

diserahkan pada kreditur, apabila ada kelebihan maka sisanya diberikan kepada

debitur.

Menurut analisis penulis berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan

Negeri Boyolali tentang eksekusi terhadap obyek Hak Tanggungan ketika

dilakukan analisis dengan peraturan eksekusi pada Pasal 196 s/d 224 HIR, maka

penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap obyek Hak

Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali telah sesuai dengan peraturan yang 9

mengatur tentang tatacara eksekusi Hak Tanggungan melalui bantuan Pengadilan

Negeri.

3.2. Hambatan-Hambatan yang Terjadi dalam Pelaksanaan Penyelesaian

Eksekusi Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali

Subekti8

dan Retno Wulan Sutantio9 mengalihkan istilah eksekusi

(executie) ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah ”pelaksanaan” putusan.

Pembakuan istilah ”pelaksanaan” putusan sebagai kata ganti eksekusi, dianggap

sudah tepat. Sebab jika bertitik tolak dari ketentuan bab kesepuluh bagian kelima

HIR atau titel keempat bagian keempat RBG, pengertian eksekusi sama dengan

tindakan “menjalankan putusan” (ten uitvoer legging van vonnissen). Walaupun

pengaturan tentang eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan sudah dibuat

sedemikian teraturnya namun pada tataran konkritnya, pelaksanaan eksekusi

terhadap objek Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali tidak jarang


dijumpai beberapa hambatan dalam pelaksanaanya. Beberapa hambatan yang

sering dijumpai diantaranya adalah:

Pertama, perlawanan pihak ketiga. Pada dasarnya pihak ketiga dapat

mengajukan perlawanan terhadap eksekusi suatu putusan. Berdasarkan ketentuan

Pasal 195 ayat (6) HIR / Pasal 206 Rbg ayat (6), maka satu-satunya syarat agar

dapat diterima pihak orang lain (pihak ketiga) untuk mengajukan perlawanan

tersebut adalah bahwa barang yang akan dieksekusi adalah miliknya. Oleh karena

itu, bila alasan pengajuan perlawanan adalah di luar hak milik, misalnya hak

sewa, hak pakai, dan sebagainya tidak diperkenankan mengajukan perlawanan

tersebut. Adanya campur tangan pihak lain di luar pihak yang berpekara. Modus

lain yang kadang muncul menjadi penghambat pelaksanaan eksekusi adalah

terlibatnya pihak ketiga untuk campur tangan dalam proses eksekusi. Ini bisa

datang dari pihak eksekutif, legislatif ataupun pihak-pihak lainnya yang biasanya

meminta untuk dilakukan penundaan eksekusi.

Pada dasarnya perlawanan pihak ketiga tidak menunda eksekusi. Kecuali

kalau Ketua Pengadilan memberi perintah agar eksekusi tersebut ditunda sampai

Subekti, 1977, Hukum Acara Perdata, Jakarta: BPHN, hal. 128

9Retno Wulan Susanti Susantie dan Iskandar Oeripkartawinata, 1979, Hukum Acara Perdata

dalam Teori dan Praktik, Bandung: Alumni, hal. 11110

dijatuhkan putusan pengadilan terhadap perlawanan tersebut. Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 207 HIR, yang menyatakan: “Bantahan itu tiada dapat menahan

orang mulai atau meneruskan hal menjalankan keputusan itu, kecuali jika ketua

telah memberi perintah, supaya hal itu ditangguhkan sampai jatuh keputusan
pengadilan negeri”.

Berdasarkan pendapatnya terdapat alasan yang benar-benar beralasan

berdasarkan bukti-bukti yang diajukan pelawan maupun karena mendapat laporan

dari majelis hakim yang memeriksa perlawanan tersebut. Hal ini diatur dalam

Pasal 208 HIR, yang menyatakan:

(1) Peraturan pasal di atas ini berlaku juga, jika orang lain membantah

hal ini menjalankan keputusan itu, karena dikatakannya, bahwa barang

yang disita itu miliknya.

(2) Tentang keputusan yang dijatuhakan menurut pasal di atas, berlaku

segala peraturan umum tentang meminta apel.

Apabila perlawanan pelawan diterima, maka eksekusi ditangguhkan dan

dalam putusan yang mengabulkan perlawanan terhadap objek sengketa. Tetapi

sebaiknya, apabila pelawan pihak ketiga ternyata tidak benar sebagai pemilik atas

objek sengketa maka perlawanan ditolak dan eksekusi dilanjutkan.

Kedua, Perlawanan pihak tereksekusi. Sama seperti dengan perlawanan

terhadap pihak ketiga perlawanan pihak terseksekusi pada dasarnya juga tidak

menangguhkan eksekusi kecuali apabila Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan

agar eksekusi tersebut ditunda. Apabila perlawanan diajukan sebelum adanya

penetapan eksekusi, sebaiknya eksekusi ditangguhkan sementara dalam status quo

sambil menunggu perlawanan tersebut mendapat putusan. Kalau perlawanan

pelawan dikabulkan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan penangguhan

eksekusi dan sebaliknya apabila perlawanan ditolak, maka dengan surat penetapan

memerintahkan eksekusi dilanjutkan.

Perlawanan pihak terkesekusi biasanya melakukan pengerahan massa,


yang bisa mengakibatkan eksekusi menjadi gagal atau tertunda. Dalam beberapa

kasus, eksekusi tertunda gara-gara pihak yang bersengketa, terutama pihak yang

kalah (tereksekusi) mengerahkan massa pendukungnya. Kondisi ini semakin rumit

bila pihak pemohon eksekusi juga mengerahkan pendukungnya. Bukan saja 11

eksekusi bisa tertunda, tetapi hal ini juga dapat memicu konflik horisontal antara

kedua pendukung masing-masing, maka jalan keluarnya pelaksanaan eksekusi

dapat ditangguhkan untuk selanjutnya dilakukan pelaksanaan eksekusi berikutnya

yang dtentukan lagi di kemudian hari.

Ketiga, tidak adanya peminat/pembeli lelang. Tidak adanya

peminat/pembeli lelang adalah kendala yang paling sering muncul dalam

pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan. Hal ini disebabkan karena

adanya kemungkinan harga limit objek Hak Tanggungan yang terlalu tinggi

sehingga masyarakat kurang berminat membeli objek Hak Tanggungan. Pada saat

prosesi lelang pertama oleh KPKNL apabila objek Hak Tanggungan tidak terjual,

maka pihak kreditur biasanya akan meminta kepada ketua Pengadilan Negeri

Sragen untuk menurunkan harga limit pada pelaksanaan lelang yang kedua. Ini

merupakan sebuah antisipasi agar nantinya pada pelaksanaan lelang kedua objek

Hak Tanggungan bisa terjual dan kreditur segera mendapatkan apa yang menjadi

haknya. Kemungkinan lain tidak adanya peminat atau pembeli lelang juga bisa

dikarenakan objek Hak Tanggungan yang kurang mempunyai nilai jual misalnya

letaknya tidak terlalu strategis untuk prospek usaha sehingga calon pembeli

kurang berminat membeli objek Hak Tanggungan.

4. PENUTUP

4.1. Simpulan
Pertama, penyelesaian eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan

Negeri Boyolali. (1) Proses eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan di

Pengadilan Negeri Boyolali diawali dengan Permohonan Eksekusi dari Pihak

Kreditur Ke Pengadilan Negeri Boyolali, (2) Ketua Pengadilan melakukan

aanmaning atau teguran kepada Termohon eksekusi, agar Termohon Eksekusi

melaksanakan pemenuhan Hak Tanggungan secara sukarela dalam waktu

maksimum delapan hari, (3) Apabila Termohon Eksekusi tidak melaksanakan

teguran dalam batas waktu yang ditentukan, Ketua Pengadilan mengeluarkan

penetapan yang isinya perintah kepada Panitera atau Jurusita agar dengan 12

perantaraan Kantor Lelang Negara melaksanakan penjualan umum (lelang

eksekusi) atas objek Hak Tanggungan.

Kedua, hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan penyelesaian

eksekusi hak tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali, antara lain:

(1) Perlawanan pihak ketiga yang mengajukan perlawanan dikarenakan bahwa

objek yang akan di eksekusi adalah miliknya, (2) Perlawanan pihak terkesekusi

biasanya melakukan pengerahan massa, yang bisa mengakibatkan eksekusi

menjadi gagal atau tertunda. Dalam beberapa kasus, eksekusi tertunda gara-gara

pihak yang bersengketa, terutama pihak yang kalah (tereksekusi) mengerahkan

massa pendukungnya, (3) Tidak adanya peminat/pembeli lelang adalah kendala

yang paling sering muncul dalam pelaksanaan eksekusi terhadap objek Hak

Tanggungan. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan harga limit objek

Hak Tanggungan (baca; objek lelang) yang terlalu tinggi.

4.2. Saran

Pertama, bagi debitur, untuk menghindari jangan sampai terjadi eksekusi


hak tanggungan dan untuk meminimalisir adanya eksekusi hak tanggungan, serta

terjadinya wanprestasi sebaiknya debitur dalam melakukan pembayaran

kewajiban kreditnya tepat waktu sesuai dengan perjanjian.

Kedua, bagi kreditur hendaknya dalam pemberian kredit kepada debitur

nilai jaminan lebih tinggi dari pada nilai pinjaman dan lebih teliti, hati-hati serta

selektif dalam memberikan kreditnya dengan menerapkan prinsip-prinsip

pemberian kredit dengan baik untuk memilih kriteria calon debitur. Hal ini

dimaksudkan apabila terjadi lelang eksekusi, objek jaminan dapat mencukupi

untuk membayar utangnya kepada kreditur (bank), baik biaya perkara, denda dan

biaya yang berkaitan dengan eksekusi hak tanggungan di Pengadilan Negeri.

PERSANTUNAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta

atas doa, motivasi, dan dukungan yang penuh baik moril maupun materiil,

sahabat-sahabatku dan handai taulan yang senantiasa mendoakan penulis agar

menjadi orang sukses, dan almamaterku.13

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Fuady, Munir. 2013. Hukum Jaminan Utang, Jakarta: Erlangga.

Bahsan, M. 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit, Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada.

Mertokusumo, Soedikno. 1996. Eksekusi Objek Hak Tanggungan Permasalahan

dan Hambatan. Makalah disajikan pada penataran Dosen Hukum Perdata,

diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta
Soekanto, Soerjono. 2008. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press

Subekti dan Tjitro Sudibyo. 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Cetakan ke-31, Jakarta: Pradnya Paramita

Subekti. 1977. Hukum Acara Perdata, Jakarta: BPHN

Susanti, Retno Wulan dan Iskandar Oeripkartawinata. 1979. Hukum Acara

Perdata dalam Teori dan Praktik, Bandung: Alumni

Sutarno. 2003, Aspek-aspek Hukum perkreditan Bank, Bandung: Alfabeta.

Aturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Undang-Undang Nomor. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET

DI PENGADILAN NEGERI

Oleh:

S u g e ng

ABSTRAKSI

Kasus kredit bermasalah da/am dunia perbankan tidak dapat digolongkan sebagai

informasi yang wajib dirabasiakan oleh pihak bank mengingat pasal 40 ayat 1 UU Perbankan
yang

menentukan Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya. Ketentuan diatas jelas bahwa kredit macet tidak digolongkan sebagai informasi
yang

bersifat rahasia bank. Selanjutnya penyelesaian kasus kredit bermasalah sering kali justru
membawa kerugian yang lebih besar bagi kreditur padahal undang-undang menentukan
bahwa

proses peradilan dilakukan dengan cara sederhana, cepatdan biaya ringan, namun
kenyataannya

kreditur tidak mendapat jaminan perlindungan hukum.

Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan maka terdapat hambatan yuridis berupa

maupun hambatan non yuridis da/am penyelesaian kredit macet melalui fiat eksekusi hak

tanggungan di Pengadilan. Adapun hambatan yuridis adalah prosedur penanganan


permohonan

eksekusi hak tanggu

Anda mungkin juga menyukai