Anda di halaman 1dari 11

BAB.

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kesehatan tidak hanya merupakan hak warga tetapi juga merupakan barang
investasi yang menentukan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi negara. Karena
itu negara berkepentingan agar seluruh warganya sehat (“Health for All”), sehingga
ada kebutuhan untuk melembagakan pelayanan kesehatan universal. Ada dua isu
mendasar untuk mewujudkan tujuan pelayanan kesehatan dengan cakupan universal,
yaitu bagaimana cara membiayai pelayanan kesehatan untuk semua warga, dan
bagaimana mengalokasikan dana kesehatan untuk menyediakan pelayanan kesehatan
dengan efektif, efisien, dan adil.
Di Indonesia sering terjadi bencana alam salah satunya adalah Bencana
tsunami di Aceh beberapa tahun silam membuat kita teperangah tak percaya. Bumi
Serambi Mekah dalam sekejap rata menyisakan kepiluan manakala hamparan jenazah
saudara-saudara menusuk mata kita. Berita pesawat terbang jatuh, silih berganti
dengan kabar duka lainnya : longsor, banjir bahkan bencana bom pernah melanda
negeri ini. Sesaat kita terdiam merenung akan hakikat hidup yang menyadarkan kita.
Semua sudah kehendakNya. Takdir memang diluar kuasa kita sebagai manusia.
Kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan menimpa
siapa saja. Orang lain, teman dekat, keluarga ataupun kita sendiri dapat menjadi
korbannya. Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga
sulit memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada
dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus dipikirkan satu
bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama
perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca
kejadian cedera. Tercapainya kualitas hidup penderita pada akhir bantuan harus tetap
menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.
Dengan berbagai keadaan yang kurang mendukung Pre-Hospital Care system
seperti keadaan geografis, kondisi keuangan pemerintah. Sarana-prasana yang ada dan
hal lainnya, dibutuhkan sebuah Pre-Hospital Care system yang sesuai untuk
dijalankan di Indonesia sehingga dapat berjalan dengan optimal.

1.2 Rumusan Masalah

1
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui Pre-Hospital Care
system yang sesuai untuk Indonesia sehingga dapat berjalan dengan optimal.

1.3 Tujuan
Mengetahui Pre-Hospital Care system yang sesuai untuk Indonesia sehingga dapat
berjalan dengan optimal

1.4 Manfaat
- Mahasiswa
Menambah wawasan ilmu dalam hal Pre-Hospital System
- Pemerintah
Untuk mengetahui Pre-hospital system yang dapat digunakan di indonesia
sehingga dapat berjalan dengan optimal

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pre-Hospital System


Setiap prehospital care system yang efektif harus mempunyai sistem element dan
administrasi yang terprogram. Ketika dibutuhkan, EMS atau satu pelayanan publik
yang penting di sebuah negara seharusnya digunakan dan diperkuat, dengan masukan
dari pemimpin dan anggota masyarakat itu sendiri. Ada Berbagai model sruktur
prehospital care system. Sistem yang terpilih haruslah memperhitungkan faktor lokal
dan juga sumber daya yang ada.
Salah satu contohnya ialah system prehospital trauma care yang melibatkan
keselamatan masyarakat sekaligus juga kesehatannya, kerjasama antar- sektor
merupakan sesuatu yang penting. Tidak peduli betapa simplenya prehospital trauma
care system yang mungkin ada, elemen tertentu penting untuk ada yang bertujuan
untuk mencegah morbidity dan mortality. Elemen ini termasuk (minimal terdapat)
Komunikasi dan aktivasi system yang cepat dan tepat, respon sistem yang cepat dan
tepat dan juga pengkajian, perawatan dan transport korban ke Fasilitas kesehatan
terdekat.
Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai
satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian
adanya komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi,
mempunyai sasaran (output) serta dampak yang diinginkan (outcome). Sistem yang
bagus juga harus dapat diukur dengan melalui proses evaluasi atau umpan balik yang
berkelanjutan. Alasan kenapa upaya pertolongan penderita harus dipandang sebagai
satu system dapat diperjelas dengan skema di bawah ini :
Injury & Pre Hospital Stage Hospital Stage Rehabilitation

 First Responder  Emergency Room  Fisical


 Ambulance Service  Operating Room  Psycological
24 jam  Intensif Care Unit  Social
 Ward Care

Berdasarkan skema di atas, kualitas hidup penderita pasca cedera akan sangat
bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada periode Pre Hospital Stage bukan
hanya tergantung pada bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat
pertama kali kejadian penderita mendapatkan bantuan yang optimal sesuai
kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan dapat dihindari. Bisa diilustrasikan
dengan penderita yang terus mengalami perdarahan dan tidak dihentikan selama
periode Pre Hospital Stage, maka akan sampai ke rumah sakit dalam kondisi gagal
ginjal.
Dimanapun dan kapanpun, keberadaan klinik, rumah sakit, dan pelayanan
kesehtan lain harus digunakan untuk memastikan mobilisasi sumber daya kesehatan
yang efisien.
Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa yang disebut waktu emas (The Golden
periode). Satu jam pertama juga sangat menentukan sehingga dikenal istilah The
3
Golden Hour. Setiap detik sangat berharga bagi kelangsungan hidup penderita.
Semakin panjang waktu terbuang tanpa bantuan pertolongan yang memadai, semakin
kecil harapan hidup korban. Terdapat 3 faktor utama di Pre Hospital Stage yang
berperan terhadap kualitas hidup penderita nantinya yaitu :
 siapa penolong pertamanya
 Berapa lama ditemukannya penderita,
 kecepatan meminta bantuan pertolongan
Penolong pertama seharusnya orang awam yang terlatih dengan dukungan
pelayanan ambulan gawat darurat 24 jam. Ironisnya penolong pertama di wilayah
Indonesia sampai saat tulisan ini dibuat adalah orang awam yang tidak terlatih dan
minim pengetahuan tentang kemampuan pertolongan bagi penderita gawat darurat..
Kecepatan penderita ditemukan sulit kita prediksi tergantung banyak faktor seperti
geografi, teknologi, jangkauan sarana tranport dan sebagainya. Akan tetapi kualitas
bantuan yang datang dan penolong pertama di tempat kejadian dapat kita modifikasi.
Pada fase rumah sakit, Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan
masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara
keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan
penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Unit Gawat
Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam perijinan dan
akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang UGD dapat dirujuk ke unit perawatan
intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita
dapat dirujuk ke rumah sakit lain.
Uraian singkat di atas kiranya cukup memberikan gambaran bahwa keberhasilan
pertolongan bagi penderita dengan criteria gawat darurat yaitu penderita yang terancam
nyawa dan kecacatan, akan dipengaruhi banyak factor sesuai fase dan tempat kejadian
cederanya. Pertolongan harus dilakukan secara harian 24 jam (daily routine) yang
terpadu dan terkordinasi dengan baik dalam satu system yang dikenal dengan Sistem
Pelayanan gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Jika bencana massal terjadi dengan korban
banyak, maka pelayanan gawat darurat harian otomatis ditingkatkan fungsinya menjadi
pelayanan gawat darurat dalam bencana (SPGDB). Tak bisa ditawar-tawar lagi,
pemerintah harus mulai memikirkan terwujudnya penerapan system pelayanan gawat
darurat terpadu.
Komponen penting yang harus disiapkan diantaranya :
1. Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan
memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang
datang dengan segera akan meminimalkan resiko-resiko penyulit lanjutan seperti
syok hipovolemia akibat kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat
terpapar lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita
pertama kali di lokasi harus tahu persis kemana informasi diteruskan. Problemnya
adalah bagaimana masyarakat dapat dengan mudah meminta tolong, bagaimana
cara membimbing dan mobilisasi sarana tranportasi (Ambulan), bagaimana
kordinasi untuk mengatur rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana
berlangsung.
2. Pendidikan
Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan
menolong yang memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung
meninggal ditempat kejadian atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan
dengan mengalami kecacatan karena cara tranport yang salah. Penderita dengan
kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari
kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika
sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi
& tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu orang awam yang
menjadi penolong pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
 Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
 Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
 Menguasai teknik mengontrol perdarahan
 Menguasai teknik memasang balut-bidai
 Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
3. Tranportasi
Alat tranportasi yang dimaksud adalah kendaraannya, alat-alatnya dan
personalnya. Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara.
Alat tranportasi penderita ke rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan kendaraan
yang bermacam-macam kendaraan tanpa kordinasi yang baik. Hanya sebagian kecil
yang dilakukan dengan ambulan, itupun dengan ambulan biasa yang tidak
memenuhi standar gawat darurat. Jenis-jenis ambulan untuk suatu wilayah dapat
disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan bencana.

5
4. Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi yang kini
berlaku di Indonesia. Pegawai negeri punya ASKES, pegawai swasta memiliki
jamsostek, masyarakat miskin mempunyai ASKESKIN. Orang berada memiliki
asuransi jiwa.
5. Quality Control
Penilaian, perbaikan dan peningkatan system harus dilakukan secara
periodic untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai tujuan.

2.1 Sistem Pelayanan Kedaruratan Medik


Pelayanan kedaruratan medik agak berbeda dengan pelayanan kesehatan lain oleh
karena sering harus diberikan secara langsung di tempat kejadian dalam bilangan menit
bahkan detik. Hasil akhirnya sangat ditentukan oleh respons, waktu, dan tempat. Sistem
Pelayanan Kedaruratan Medik sekurang-kurangnya memiliki kemampuan:
 Memberikan dukungan medik kasus kedaruratan di tempat kejadian (pra rumah
sakit) dan menentukan fasilitas medik yang sesuai untuk lanjutan penanganan;
 Menyediakan layanan transportasi cepat dan dukungan selama transportasi kasus
ke fasilitas medik;
 Melakukan komunikasi dan koordinasi dengan fasilitas medik tentang persiapan
yang masih dan akan diperlukan untuk penanganan kasus kedaruratan yang
ditransportasi.
Sistem Pelayanan Kedaruratan Medik sering bekerja melampaui batas-batas yang
secara tradisi dikenal sebagai sistem medik. Misal, sistem ini sering harus bekerja sama
dengan sistem layanan keselamatan publik lainnya seperti dinas pemadam kebakaran
dan kepolisian. Di daerah rural, sistem sangat bergantung adanya relawan dari
masyarakat sehingga merupakan simpul keterlibatan langsung masyarakat dengan
sistem pelayanan kesehatan yang ada.
Sistem Pelayanan Kedaruratan Medik terdiri dari beberapa komponen penting,
yakni:
 Akses public
 Respons publik/pra rumah-sakit
 Respons pelayanan kedaruratan medic
 Transportasi, dan
 Respons medic.
 Respons publik/pra rumah-sakit
Respons publik dimulai sesaat setelah kasus kedaruratan dijumpai. Respons ini
dilakukan oleh responder pertama (first responder) yang berfungsi sampai ambulans
dan petugas pelayanan kedaruratan medik yang profesional tiba di tempat kejadian.
Responder pertama kemungkinan seorang awam, polisi, atau petugas pemadam
kebakaran, yang biasanya memiliki kemampuan melakukan resusitasi jantung paru
dasar atau tindakan pertolongan pertama dengan peralatan minim untuk mencegah
kondisi korban menjadi lebih buruk.

2.2 Kendala Pre-Hospital System di Indonesia


Beberapa kendala yang dihadapi negara indonesia dikarenakan :
 luasnya wilayah,
 keanekaragaman budaya,
 perkembangan negara dan
 ketidak-stabilan situasi politik dan ekonomi.
Mengorganisasi prehospital care system pada kota besar cukup sulit dilakukan
bahkan hampir mustahil karena luasnya wilayah. Bahkan ada sebuah kebudayaan yang
menganggap kecelakaan sebagai sebuah ‘takdir’ di Indonesia dan seringkali membuat
daya dorong untuk meningkatkan prehospital care system menjadi berkurang. Hal ini
mungkin berkaitan dengan tingkah laku dan ketidakingintahuan/ketidakpedulian
masyarakat terhadap peran paramedis, layanan ambulan, dan juga layanan emergency
lain.
Jarang ada usaha oleh pengguna jalan untuk memberikan kesempatan kepada
ambulan untuk melintas lebih dahulu (yang terkadang dikarenakan masyarakat
menganggap ambulan untuk mengangkut mereka yang sudah meninggal). Besarnya
volume kendaraan dan ketidakteraturan lalu lintas sebagaimana juga luasnya daerah
yang dilingkupi oleh sedikit ambulan mengakibatkan respon time ambulan menjadi
buruk.
Tantangan lainnya seperti halnya pada negara lain adalah banyaknya
penyalahgunaan layanan 118. Selama jam istirahat sekolah terdapat sampai 200
panggilan palsu setiap jamnya. Diperkirakan 50% dari semua panggilan 118 di Jakarta
adalah panggilan palsu. Ketika terdapat pelatih berpengalaman, ada batas yang
dikarenakan masalah geografis sehingga menyebabkan pelatihan menjadi tidak merata.
Hal-hal diatas menyebakan sistem pre hospital yang ada sekarang sulit untuk
berkembang.

7
2.3 Solusi
PreHospital Care yang berbasis masyarakat dapat memberikan sumber daya yang
dibutuhkan ditengah keterbatasan yang ada. Sesuai dengan keadaan yang dialami
Indonesia saat ini. Dengan adanya masyarakat yang terlatih, korban dapat menerima
perawatan pada saat-saat yang penting tanpa harus menunggu petugas yang terlatih
untuk datang. Hal ini tentunya akan meningkatkan kesempatan untuk hidup korban dan
mencegah kecacatan.
Konsep ini bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Di luar negeri sudah
banyak dilakukan pelatihan-pelataihan yang melibatkan masyarakat awam untuk dapat
memberikan bantuan dasar saat terjadi kasus. Hasilnya pun seperti yang diharapkan
angka kematian dan kecacatan yang terjadi dapat menurun.
Tentunya terdapat kendala-kendala dalam memberdayakan masyarakat untuk
dapat memberikan perawatan seperti yang diharapkan, seperti :
a) Budaya dan pola pikir : harus ada perubahan pola pemikiran dan budaya didalam
masyarakat kita bahwa perlu ada penanganan segera bagi korban dan tidak hanya
bertindak sebagai penonton semata. Masyarakat paling tidak diharapkan untuk
mampu mengakses layanan ambulan dengan segera.
b) Pengetahuan dan Kemampuan.
Pengetahuan dan kemampuan yang masih minim dikalangan masyarakat dapat
diatasi dengan memberikan pengajaran dan latihan secara berkala dan luas
keseluruh komponen masyarakat.
c) Peralatan.
Peralatan tentunya menjadi penunjang yang sangat membantu dalam perawatan
yang diberikan, terlebih lagi disaat-saat yang genting. Peralatan yang dibutuhkan
dapat dimodifikasi sesuai yang diperlukan apabila memang tidak memungkinkan
untuk disediakan secara luas, misalnya alat balut bidai bisa diganti dengan papan
dan kain.
d) Legal Ethik
Tentunya harus ada konsep legal etik yang menaungi masyarakat awam yang
telah memiliki kemampuan dasar dalam membantu korban trauma. Hal ini
penting agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang nantinya akan
merugikan baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.
BAB III
KESIMPULAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Setiap prehospital care system yang efektif harus mempunyai sistem element dan
administrasi yang terprogram. Ketika dibutuhkan, EMS atau satu pelayanan publik
yang penting di sebuah negara seharusnya digunakan dan diperkuat dengan
dikembangkannya system prehospital care berbasis dari kebutuhan untuk merespon dan
menyediakan perawatan yang secepatnya pada trauma dan kegawatdaruratan jantung.
Sering dapat terjadi untuk meminimalkan akibat dari luka yang serius, termasuk
mencegah dari kecacatan dan kematian dengan menyediakan PreHospital care yang
efektif.
Beberapa kendala kendala yang dihadapi Negara Indonesia ini dikarenakan
beberapa faktot diantaranya luasnya wilayah, keanekaragaman budaya, perkembangan
negara dan juga ketidak-stabilan situasi politik dan ekonomi. Keadaan di indonesia
dengan luasnya wilayah dan keterbatasan sumber daya membuat masyarakat menjadi
aset yang berharga apabila dapat digunakan. Dengan aadanya masyarakat yang terlatih,
korban dapat menerima perawatan pada saat-saat yang penting tanpa harus menunggu
petugas yang terlatih untuk datang.
PreHospital Care yang berbasis masyarakat dapat memberikan sumber daya yang
dibutuhkan ditengah keterbatasan yang ada. Sesuai dengan keadaan yang dialami
Indonesia saat ini. Dengan adanya masyarakat yang terlatih, korban dapat menerima
perawatan pada saat-saat yang penting tanpa harus menunggu petugas yang terlatih
untuk datang. Hal ini tentunya akan meningkatkan kesempatan untuk hidup korban dan
mencegah kecacatan.

3.2 Saran
Perlu dikembangkan lebih lanjut PreHospital sistem yang berbasis komunitas dan
yang berbasis masyarakat. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat keuntungan yang
dapat dicapai. Kendala-kendala yang ada tentunya dapat diatasi dengan penyusunan
program-program yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

9
AGD 118, ______: Buku pelatihan PPGD bagi Perawat

Christopher LD. Pre-hospital care in Gauteng Province, South Africa. Prehospital Immediate
Care 1998;2:213–15.

Garrett P. Pre-hospital immediate care during a civil war. Pre-hospital Immediate Care
1998;2:136–40.

Indo Pos (2010). Jamkesda picu banyak masalah. Indo Pos, 18 Oct 2010.
www.Bataviase. co.id. Diakses 7 November 2010.

Joose P, Soedarmo S, Luitse JS, et al. Trauma outcome analysis of a Jakarta University
Hospital using the TRISS method: validation and limitation in comparison with the
major trauma outcome study. J Trauma 2001;51:134–40.

Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia (Millennium


Development Goals/MDGs). 2004.

PCCMI. -------- : Penanggulangan Penderita Gawat Darurat, Jakarta.

Watts J. Bali Bombing offers lesson for disaster relief. Lancet 2002;360:1401.

World Health Organization. Emergency preparedness and risk management. WHO five-year
strategy for the health sector and community capacity-building, January 2007.
PRE-HOSPITAL
Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Ujian Khusus (UK)
Emergensi Nursing I (EN I)

Oleh :
Danang Wahyu Laksono
0710723007

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011

11

Anda mungkin juga menyukai