Bioremediasi
Bioremediasi
I. PENDAHULUAN
Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang
sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan terhadap
kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai kontaminasi
lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan
juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh proses
alami, aktivitas manusia yang nota benenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat dominan
sebaqai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak.
Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua golongan:
1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti sampah
yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah
lingkungan bilakecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutanfJ,
dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Bioremediasi ex-situ meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke
daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar.
Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang
kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Kelemahan bioremediasi ex-situ ini jauh
lebih mahal dan rumit. Sedangkan keunggulannya antara lain proses bisa lebih cepat dan mudah
untuk dikontrol, mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
Proses bioremediasi harus memperhatikan antara lain temperatur tanah, derajat keasaman tanah,
kelembaban tanah, sifat dan struktur geologis lapisan tanah, lokasi sumber pencemar, ketersediaan
air, nutrien (N, P, K), perbandingan C : N kurang dari 30:1, dan ketersediaan oksigen.
Bioremediasi senyawa organic pada skala mikroskopis
Bioremedi
asi
in ex
situ situ
Terekaya Apa Landfar Bioreac
sa adanya ming tor
Biostimul Bioaugmen
ation tation
Penamba Penamb Penamb
han ahan ahan
Oksigen Oksigen Oksigen,
• Biov dan Nutrien
entin Nutrien dan
g Bakteria
• Bios
pargi
ng
Bioremediasi Ex-Situ
Bioremediasi lahan yang tercemar senyawa organik secara ex-situ dapat dilakukan dengan
cara landfarming dan bioreactor. Landfarming merupakan salah satu teknik bioremediasi yang
dilakukan di permukaan tanah.Prosesnya memrlukan kondisi aerob,dapt dilakukan secara ex-situ
dan in-situ. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan teknik ini, yaitu kondisi
lingkungan, sarana pelaksanaan dan biaya
Tanah tercemar untuk lokasi penerapan hendaknya memiliki konduktivitas hidrolik sedang
seperti lanau ( loam) atau lanau kelempungan ( loam clay ). Apabila diterapkan pada tanah
lempung dangan kandungan clay lebih dari 70% akan sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat
lempung yang mudah mengeras apabila terkena air.Walaupun kegiatan landfarming dapat
dilaksanakan seacara in-situ dan ex-situ . Tetapi bial letak tanah tercemar jauh diatas muka air
(water table) maka landfarming hanya dapat dilakukan secara in-situ.
Jenis bahan pencemar juga mempengaruhi bioremediasi.Pencemar yang tersusun atas bahan yang
mempunyai penguapan rendah masih sesuai untuk ditangani secara landfarming. Bahan pencamar
yang mudah menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan secara terbuka.
Sebaiknya kandungan TPH dibawah 10%. Ketersediaan lahan dan alat berat untuk menggali juga
menentukan teknik landfarming yang digunakan.KOndisi lingkungan, iklim
tempat kegiatan landfarming sanag mempengaruhi proses. Panas yang terik dapat mengakibatkan
tanah capat mengering, maka kelembaban harus selalu dijaga dengan penyiraman. Sebaiknya pada
musim hujan, tanah jenuh air, sehinggga menghambat biodegradasi pencemar karena aerasi
terhambat
Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan air,
pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah tercemar
dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air, terutama berfungsi
saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya pencemaran baru akibat limpahan air
tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di dasar lahan pengolah, biasanya berupa lapisan
clay yang dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali yang lebih baik adalah
lapisan plastik geomembran HDPE (High Density Polyethylene). Sarana pemantau berupa alat
pemantau gas, udara, cuaca, air tanah dan sebagainya.
Pada teknik Landfarming yang dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil
dari lokasi yang tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain. Selanjutnya
tanah dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut
biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa serbuk
gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan konduktivitas
hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah. Hamparan tanah selalu dijaga
kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%. Secara periodik, lapisan tanah dibajak
agar tanah mendapat aerasi yang cukup. Penambahan O2 juga disebut bioventing. Apabila
diperlukan pada periode tertentu, juga diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat berlangsung.
Selain penambahan nutrien dan O2, juga dapat ditambah inokulum mikroba. Nutrien umumnya
adalah pupuk NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari hasil uji dapat
menurunkan TPH sampai 49% Selama kegiatan landfarming, secara periodik dilakukan
monitoring untuk mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan pengaruhnya terhadap
lingkungan
Bioreaktor
Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah sebuah peralatan atau sistem
yang mampu menyediakan sebuah lingkungan biologis yang dapat menunjang terjadinya reaksi
biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki. Reaksi biokimia yang terjadi di
dalam bioreaktor melibatkan organisme atau komponen biokimia aktif (enzim) yang berasal dari
organisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik. Sementara itu, agensia biologis yang
digunakan dapat berada dalam keadaan tersuspensi atau terimobilisasi. Contoh reaktor yang
menggunakan agensia terimobilisasi adalah bioreaktor dengan unggun atau bioreaktor membran.
Komponen utama bioreaktor terdiri atas tangki, sparger, impeller, saringan halus atau
baffle dan sensor untuk mengontrol parameter. Tanki berfungsi untuk menampung campuran
substrat, sel mikroorganisme, serta produk. Volume tanki skala laboratorium berkisar antara 1 –
30 L, sedangkan untuk skala industri dapat mencapai lebih dari 1 000 L. Sparger terletak di bagian
bawah bioreaktor dan berperan untuk memompa udara, dan mencegah pembentukan gelembung
oksigen. Impeller berperan dalam agitasi dengan mengaduk campuran substrat dan sel. Impeller
digerakkan oleh rotor. Baffle juga berperan untuk mencegah terjadinya efek pusaran air akibat
agitasi yang dapat mengganggu agitasi yang seharusnya. Sensor berperan untuk mengontrol
lingkungan dalam bioreaktor. Kontrol fisika meliputi sensor suhu, tekanan, agitasi, foam, dan
kecepatan aliran. Sedangkan, kontrol kimia meliputi sensor pH, kadar oksigen, dan perubahan
komposisi medium.
Bioreaktor biasanya terbuat dari bahan stainless steel karena bahan tersebut tidak bereaksi
dengan bahan-bahan yang berada dalam bioreaktor sehingga tidak menggangu proses biokimia
yang terjadi. Selain itu, bahan tersebut juga anti karat dan tahan panas. Selain itu, bioreaktor juga
harus dapat menciptakan lingkungan yang optimum bagi mikroorganisme ataupun reaksi yang
diinginkan maka diperlukan pengontrolan. Parameter yang biasa dikontrol pada bioreaktor adalah
suhu, pH, substrat (sumber karbon dan nitrogen), aerasi, dan agitasi.
Perancangan bioreaktor adalah suatu pekerjaan teknik yang cukup kompleks. Pada keadaan
optimum, mikroorganisme atau enzim dapat melakukan aktivitasnya dengan sangat baik. Keadaan
yang mempengaruhi kinerja agensia biologis terutama temperatur dan pH. Untuk bioreaktor
dengan menggunakan mikroorganisme, kebutuhan untuk hidup seperti oksigen, nitrogen, fosfat,
dan mineral lainnya perlu diperhatikan. Pada bioreaktor yang agensia biologisnya berada dalam
keadaan tersuspensi, sistem pengadukan perlu diperhatikan agar cairan di dalam bioreaktor
tercampur merata (homogen). Seluruh parameter ini harus dimonitor dan dijaga agar kinerja
agensia biologis tetap optimum.
Untuk bioreaktor skala laboratorium yang berukuran 1,5-2,5 L umumnya terbuat dari
bahan kaca atau borosilikat, namun untuk skala industri, umunya digunakan bahan baja tahan karat
(stainless steel) yang tahan karat. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kontaminasi senyawa
metal pada saat fermentasi terjadi di dalamnya. Bahan baja yang mengandung < 4% kromium
disebut juga baja ringan, sedangkan bila kadar kromium di dalamnya >4% maka disebut stainless
steel. Bioreaktor yang umum digunakan terbuat dari bahan baja 316 yang mengandung 18%
kromium, 2-2,5% molibdenum, dan 10% nikel. Bahan yang dipilih harus bersifat non-toksik dan
tahan terhadap sterilisasi berulang-ulang menggunakan uap tekanan tinggi. Untuk mencegah
kontaminasi, bagian atas biorektor dapat ditambahkan dengan segel aseptis (aseptic seal) yang
terbuat dari campuran metal-kaca atau metal-metal, seperti O-ring dan gasket. Untuk meratakan
media di dalam bioreaktor digunakan alat pengaduk yang disebut agitator atau impeler. Sementara
itu, untuk asupan udara dari luar ke dalam sistem biorektor digunakan sistem aerasi yang berupa
sparger. Untuk bioreaktor aerob, biasanya digunakan kombinasi sparger-agitator sehingga
pertumbuhan mikrooganisme dapat berlangsung dengan baik.
Pada bagian dalam bioreaktor, dipasang suatu sekat yang disebut baffle untuk mecegah
vorteks dan meningkatkan efisiensi aerasi. Baffle ini merupakan metal dengan ukuran 1/10
diameter bioreaktor dan menempel secara radial di dindingnya. Bagian lain yang harus dimiliki
oleh suatu bioreaktor adalah kondensor untuk mengeluarkan hasil kondensasi saat terjadi sterilisasi
dan filter (0,2 μm) untuk menyaring udara yang masuk dan keluar tangki. Untuk proses inokulasi
kultur, pengambilan sampel, dan pemanenan, diperlukan adanya saluran khusus dan
pengambilannya harus dilakukan dengan hati-hati dan aseptis agar tidak terjadi kontaminasi.
Untuk menjaga kondisi dalam bioreaktor agar tetap terkontrol, digunakan sensor pH, suhu, anti-
buih, dan oksigen terlarut (DO). Apabila kondisi di dalam sel mengalami perubahan, sensor akan
memperingatkan dan harus dilakukan perlakuan tertentu untuk mempertahankan kondisi di dalam
bioreaktor. Misalkan terjadi perubahan pH maka harus ditambahkan larutan asam atau basa untuk
menjaga kestabilan pH. Penambahan zat ini dapat dilakukan secara manual namun juga dapat
dilakukan secara otomatis menggunakan bantuan pompa peristaltik. Selain asam dan basa, pompa
peristaltik juga membantu penambahan anti-buih dan substrat ke dalam bioreaktor.
Jenis-jenis bioreaktor
Berdasarkan tingkat aseptis maka sistem bioreaktor terbagi menjadi 2, yaitu bioreaktor
sistem non aseptis (untuk pengolahan limbah) dan bioreasktor sistem aseptis (untuk produksi sel
dan produksi metabolit). Untuk bioreaktor sistem aseptis diperlukan sterilisasi bioreaktor pada
suhu dan tekanan yang tinggi. Sedangkan, berdasarkan pemberian substrat maka sistem fermentasi
dalam bioreaktor terbagi menjadi tiga, yaitu batch fermentation, continous batch fermentation, dan
fed batch fermentation. Pada batch fermentation, makanan hanya diberikan satu kali saja kemudian
produk dipanen. Pada continous batch fermentation, makanan diberikan terus menerus. Pada fed
batch fermentation, makanan diberikan kemudian produk dipanen, makanan yang baru diberikan
sebelum makanan pertama yang diberikan habis. Lalu, bila kita melihat sistem aerasinya,
bioreaktor dibagi menjadi bioreaktor stirred tank, bubble column, dan loop airlift. Prinsip stirred
tank bioreactor adalah menghasilkan aerasi dengan menggunakan agitasi mekanis, yaitu dengan
impeller. Pada bubble column bioreactor, udara dalam bentuk gelembung dimasukkan ke media
melalui sparger untuk aerasi. Sedangkan, pada loop airlift bioreactor, udara dan media disirkulasi
bersamaan melalui kolom yang dimasukkan ke dalam kolom lain.
Aplikasi
Awalnya bioreaktor hanya digunakan untuk memproduksi ragi, ekstrak khamir, cuka, dan
alkohol. Namun, alat ini telah digunakan secara luas untuk menghasilkan berbagai macam produk
dari makhluk hidup seperti antibiotik, berbagai jenis enzim, protein sel tunggal, asam amino, dan
senyawa metabolit sekunder lainnya. Selain itu, suatu senyawa juga dapat dimodifikasi dengan
bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan senyawa hasil transformasi yang berguna bagi
manusia. Pengolahan limbah buangan industri ataupun rumah tangga pun sudah dapat
menggunakan bioreactor untuk memperoleh hasil buangan yang lebih ramah lingkungan
Biostimulasi
Nutrien (phosphor, Nitrogen) dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas,
ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan
aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut. Keberadaan
sejumlah kecil bahan pencemar juga dapat difungsikan sebagai pemicu untuk
mengaktifkan enzim.Biostimulasi (stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah dan/ atau
air)
Teknik Biostimulasi dapat dilakukan dengan penambahan oksigen melalui cara:
o Bio-venting: pemompaan udara dan nutrisi melalui sumur injeksi.
SumPenam Su
Peng
ur bahan mur
Nutrie olah
Inje an air
Permuka
Rec
n/ an
ksi yang Zona Air
tanah
ove
Oksige
baru
Permuk
n terkontami ry
aan air
tanah nasi
yang
Biostimulasi dapat juga dengan penambahan oksigen dan nutrient secara bersamaan.
lama
Kombinasi bioremediasi ex-situ dan in-situ
Bioaugmentasi
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
Senyawa organik optimasi bioremediasi lahan tercemar Senyawa organik
Kadang-kadang tidak efektif di beberapa lokasi karena toksisitas pencemar seperti Logam,
Senyawa organik berkhlor dan Garam-garam anorganik
Bioleaching adalah ekstraksi logam tertentu dari bijih menggunakan bakteri. Bioleaching
merupakan salah satu dari beberapa aplikasi dalam biohydrometallurgy dan beberapa metode yang
digunakan untuk memulihkan tembaga, seng, timah, arsen, antimon, nikel, molibdenum, emas,
dan kobalt
Ekstraksi besi dapat melibatkan berbagai jenis bakteri pengoksidasi besi dan sulfur,
termasuk Thiobacillus Acidithiobacillus dan thiooxidans Acidithiobacillus (sebelumnya dikenal
sebagai Thiobacillus). Sebagai contoh, bakteri mengkatalisasi arsenopirit mineral (FeAsS), dengan
mengoksidasi sulfur dan logam (dalam hal ini ion arsenik).Untuk keadaan oksidasi yang lebih
tinggi sementara mengurangi dioksigen oleh H2 and Fe3Hal ini memungkinkan produk larut
FeAsS(s) → Fe2+(aq) + As3+(aq) + S6+(aq)
Proses ini sebenarnya terjadi pada periode ketika] [membran sel] bakteri. Elektron masuk ke
dalam sel dan digunakan dalam proses biokimia untuk menghasilkan energi bagi bakteri untuk
mengurangi molekul oksigen ke air. , bakteri mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ (melepaskan O2 )
Fe2+→Fe3+
selanjutnya mengoksidasi logam ke bilangan oksidasi yang lebih tinggi dengan penambahan dan
mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+
M3+→ M5+
Besi dipisahkan dari bijih dan dalam larutan
Beberapa jenis jamur dapat digunakan untuk bioleaching. Jamur dapat tumbuh pada
berbagai tingkatan, seperti dengan elektronik, catalytic converter, dan fly ash dari pembakaran
limbah rumah tangga. Eksperiment telah menunjukkan bahwa dua strain jamur (Aspergillus
Niger, simplicissimum Penicillium) mampu memobilisasi Cu dan Sn sebesar 65%, dan Al, Ni,
Pb, dan Zn oleh lebih dari 95% Aspergillus Niger dapat. Menghasilkan beberapa asam organik
seperti sitrat asam. Sehingga dapat digunakan untuk bioleaching sulfida.
Jika dibandingkan dengan ekstraksi tradisional melibatkan banyak tahapdan biaya yang
mahal seperti pemanggangan dan peleburan, serta membutuhkan konsentrasi yang cukup dari
unsur-unsur dalam bijih dan ramah lingkungan.Tetapi konsentrasi rendah bukan masalah bagi
bakteri karena mereka hanya mengabaikan limbah yang mengelilingi logam, mencapai hasil
ekstraksi lebih dari 90% dalam beberapa kasus. Mikroorganisme ini benar-benar mendapatkan
energi dengan memecah mineral menjadi elemen-elemen penyusunnya.
Beberapa keuntungan yang terkait dengan bioleaching adalah:
* Ekonomi: bioleaching umumnya sederhana dan karena itu lebih murah untuk
mengoperasikan dan pemeliharaan dari pada proses tradisional,
* Lingkungan: Proses ini lebih ramah lingkungan daripada metode ekstraksi tradisional. Bagi
perusahaan ini dapat diterjemahkan ke dalam keuntungan, karena perlu membatasi emisi sulfur
dioksida selama peleburan Kurang landscape, karena bakteri yang terlibat tumbuh secara alami,
dan tambang diwilayah sekitarnya dapat dibiarkan relatif tidak tersentuh.Sedangkan bakteri
berkembang biak dalam kondisi tambang tersebut, mereka mudah dibudidayakan dan didaur
ulang.
Beberapa kelemahan yang terkait dengan bioleaching adalah:
* Ekonomi: proses pencucian bakteri sangat lambat dibandingkan dengan peleburan. Hal ini
membawa laba kurang serta memperkenalkan penundaan yang signifikan dalam arus kas untuk
tanaman baru.
* Lingkungan: zat kimia beracun yang kadang-kadang dihasilkan dalam proses. Asam sulfat
dan ion H + yang telah terbentuk dapat bocor ke dalam air tanah dan permukaan menjadi asam,
menyebabkan kerusakan lingkungan. Ion berat seperti besi, seng, dan arsen selama kebocoran air
asam tambang. Ketika pH larutan ini meningkat, sebagai hasil dari pengenceran oleh air tawar,
endapan ion ini, membentuk "Kuning Boy" polusi. Untuk alasan ini, setiap tahapan bioleaching
harus direncanakan dengan hati-hati, karena proses tersebut dapat mengakibatkan kegagalan
keamanan hayati.
Biosorpsi
Biosorpsi adalah proses fisiokimia yang terjadi secara alami dalam biomassa tertentu yang
memungkinkan untuk mengikat kontaminan kedalam struktur sel. Poolutan berinteraksi secara
alami dengan sistem biologi.Jika tidak terkontrol,akan merembes ke dalam suatu entitas biologis
dalam kisaran paparan. Kontaminan yang paling bermasalah termasuk logam berat, pestisida dan
senyawa organik lainnya yang dapat menjadi racun bagi satwa liar dan manusia dalam konsentrasi
kecil. Ada beberapa metode yangdigunakan, tetapi mahal atau tidak efektif Namun, sebuah badan
yang luas penelitian telah menemukan bahwa berbagai macam limbah umum dibuang termasuk
kulit telur, tulang, gambut, jamur, rumput laut, ragi dan kulit wortel ,efisien dapat menghilangkan
toksisitas ion logam berat dari air yang terkontaminasi. Ion dari logam seperti merkuri dapat
bereaksi di lingkungan membentuk senyawa berbahaya seperti methylmercury, senyawa yang
diketahui menjadi racun pada manusia. Selain itu, biomassa menyerap, atau biosorbents, juga bisa
menghilangkan logam
berbahaya lainnya seperti: arsenik, timbal, kadmium, kobalt, krom dan uranium
Biosorpsi dapat digunakan sebagai teknik penyaringan yang ramah lingkungan. Tidak ada
keraguan bahwa dunia bisa mendapatkan keuntungan dari lebih ketat menyaring polutan
berbahaya yang diciptakan oleh proses industri dan semua-sekitar aktivitas manusia. Ide untuk
menggunakan biomassa sebagai alat dalam pembersihan lingkungan telah ada sejak awal 1900-an
ketika Arden dan Lockett menemukan beberapa jenis kultur bakteri yang hidup yang mampu
memulihkan nitrogen dan fosfor dari limbah mentah ketika dicampur dalam tangki aerasi.
Penemuan ini kemudian dikenal sebagai proses lumpur aktif yang disusun konsep bioakumulasi
dan masih banyak digunakan di pabrik pengolahan air limbah saat ini. Tidak sampai tahun 1970-
an ketika para ilmuwan melihat karakteristik eksekusi dalam biomassa mati yang mengakibatkan
pergeseran dalam penelitian dari bioakumulasi ke biosorpsi
Meskipun bioakumulasi dan biosorpsi digunakan secara sinonim, mereka sangat berbeda
dalam cara mereka menyerap kontaminan. Biosorpsi adalah proses metabolik pasif, yang berarti
tidak memerlukan energi, dan jumlah kontaminan yang terserap tergantung pada kesetimbangan
kinetik dan komposisi permukaan sorbents sel.Kontaminan yang teradsorpsi ke struktur
sel.Sedangkan bioakumulasi adalah proses metabolisme aktif didorong oleh energi dari organisme
hidup dan membutuhkan respirasi. Bioakumulasi terjadi dengan menyerap kontaminan yang
ditransfer ke dan di permukaan sel. Baik bioakumulasi dan biosorpsi terjadi secara alami dalam
semua organisme hidup Namun, dalam percobaan terkontrol yang dilakukan pada strain hidup dan
mati dari sphaericus bacillus ditemukan bahwa biosorpsi ion kromium adalah 13 - 20% lebih tinggi
dalam sel-sel mati dari sel-sel hidup.
Dalam hal rehabilitasi lingkungan, biosorpsi adalah lebih baik untuk bioakumulasi karena
terjadi pada tingkat yang lebih cepat dan dapat menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi].
Karena logam terikat ke permukaan sel Proses biosorpsi ditentukan oleh keseimbangan, pH,
konsentrasi biomassa dan interaksi antara ion logam yang berbeda.
dalam banyak aplikasi untuk waktu yang lama. Satu yang sangat luas dikenal penggunaan
biosorpsi terlihat dalam filter karbon aktif. Mereka dapat menyaring udara dan air dengan
memungkinkan pencemar untuk mengikat struktur tata ruang yang sangat keropos dan Banyak
limbah industri mengandung logam beracun yang harus dibuang. Penghilangan dapat dicapai
dengan teknik biosorpsi. Ini adalah sebuah alternatif untuk menggunakan biosorben dibandingkan
buatan manusia /resin pertukaran ion, yang biayanya sepuluh kali lebih tinggi, karena biosorbents
sering digunakan pada limbah dari peternakan ,sangat mudah untuk regenerasi, seperti halnya
dengan biomassa dipanen,misalnya rumput laut dan lainnya.
Proses biosorpsi sering dilakukan dengan menggunakan kolom serap seperti terlihat
pada Gambar. Efluen mengandung ion logam berat dimasukkan ke dalam kolom dari atas.
Biosorbents menyerap kontaminan dan membiarkan ion-bebas limbah untuk keluar kolom di
bagian bawah. Proses ini dapat dibalik untuk mengumpulkan larutan yang sangat terkonsentrasi
kontaminan logam.Biosorbents kemudian dapat digunakan kembali atau dibuang dan diganti.
Fitoremediasi
Penggunaan logam berat dan senyawa organik secara intensif di dalam industri
menimbulkan kontaminasi di tanah dan air. Metode-metode remediasi berbasis fisika dan kimia
telah dikembangkan dan diterapkan untuk mengatasi pencemaranMetode remediasi yang dikenal
sebagai fitoremediasi ini mengandalkan pada peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi,
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun senyawa
organic. Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris phytoremediation; kata ini sendiri tersusun
atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton (= "tumbuhan") dan
remediation yanmg berasal dari kata Latin remedium ( ="menyembuhkan", dalam hal ini berarti
juga "menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan")
(Anonimous, 1999b). Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai: penggunaan
tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan
pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik
Fitoremediasi dapat dibagi menjadi fitoekstraksi, rizofiltrasi, fitodegradasi, fitostabilisasi,
fitovolatilisasi. Fitoekstraksi mencakup penyerapan kontaminan oleh akar tumbuhan dan
translokasi atau akumulasi senyawa itu ke bagian tumbuhan seperti akar, daun atau batang.
Phytoextraction adalah pengambilan dan penyimpanan polutan dalam batang tanaman atau daun.
Beberapa tanaman, hyperaccumulators, menarik polutan melalui akar. Setelah polutan menumpuk
di batang dan daun tanaman yang dipanen. Kemudian tanaman dapat berupa dibakar atau dijual.
Bahkan jika tanaman tidak dapat digunakan, insinerasi dan pembuangan tanaman yang masih lebih
murah daripada metode remediasi tradisional. Sebagai perbandingan, diperkirakan sebuah situs
yang berisi 5000 ton tanah yang terkontaminasi akan menghasilkan hanya 20-30 ton abu (Black,
1995). Metode ini terutama bermanfaat pada remediating logam.
Rizofiltrasi adalah pemanfaatan kemampuan akar tumbuhan untuk menyerap,
mengendapkan, dan mengakumulasi logam dari aliran limbah. Fitodegradasi adalah metabolisme
kontaminan di dalam jaringan tumbuhan, misalnya oleh enzim dehalogenase dan oksigenase.
Fitostabilisasi adalah suatu fenomena diproduksinya senyawa kimia tertentu untuk
mengimobilisasi kontaminan di daerah rizosfer. Fitovolatilisasi terjadi ketika tumbuhan menyerap
kontaminan dan melepasnya ke udara lewat daun; dapat pula senyawa kontaminan mengalami
degradasi sebelum dilepas lewat daun
Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses
yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian
tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak
menghambat metabolisme tumbuhan tersebut.
.Mekanisme penyerapan logam lewat pembentukan suatu zat khelat yang disebut
fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis rumput-rumputan (Marschner dan
Romheld, 1994).
Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat (mengkhelat) logam dan
membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif. Selain aktif terhadap besi,
fitosiderofor dapat mengikat logam lain seperti seng, tembaga dan mangan. Sekarang diketahui,
bahwa berbagai molekul lain berfungsi serupa, misalnya histidin yang meningkatkan penyerapan
nikel pada Alyssum sp,dan suatu senyawa peptida khusus, fitokhelatin, yang mengikat selenium
pada Brassica juncea dan logam lain seperti timbal, kadmium dan tembaga . Di dalam
meningkatkan penyerapan logam, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di membran
akarnya Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui kanal khusus
di dalam membran akar.
Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui
jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem, ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan
efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi
mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat pada Ni dan fitokhelatin-
glutation yang terikat pada Cd
Fitoremediasi bukan hanya lebih sekedar menanam dan membiarkan dedaunan tumbuh,tetapi
harus direkayasa untuk mencegah erosi dan banjir dan memaksimalkan penyerapan polutan. Ada
3 teknik penanaman utama untuk fitoremediasi, yaitu :
1. Tumbuh tanaman di atas tanah, seperti tanaman. Teknik ini sangat berguna bila kontaminan
berada dalam zona akar tanaman, biasanya 3 - 6 kaki (Ecological Engineering, 1997), atau zona
akar pohon, biasanya 10-15 kaki (T. Crossman, komunikasi pribadi, November 18, 1997 ).
2. Tumbuh tanaman dalam air (akuakultur). Air dari akifer yang lebih dalam dapat dipompa
keluar dari tanah dan diedarkan melalui "reaktor" tanaman dan kemudian digunakan dalam
aplikasi di mana ia kembali ke bumi (irigasi misalnya).
3. Menanam pohon di tanah tersebut dan membangun sumur di mana akar-akar pohon dapat
tumbuh. Metode ini dapat memulihkan akuifer lebih in-situ. Sumur memberikan arteri bagi akar
pohon untuk tumbuh ke arah air dan membentuk sistem akar di pinggiran kapiler. Ini
diilustrasikan pada Gambar 2 (M. Wagner, komunikasi pribadi, September, 1997).
4. Menentukan mana tanaman yang digunakan:
Gambar Ilustrasi remediasi sumur lebih in-situ.
Fitoremediasi telah ditunjukkan untuk bekerja pada logam dan agak senyawa nitrogen senyawa
hidrofobik seperti senyawa BTEX, pelarut berklorin, limbah amunisi, dan. Tabel 1 menunjukkan
daftar sebagian tanaman dan yang mencemari mereka mampu remediating. Tabel 2 menunjukkan
pencatatan proyek perbaikan saat ini untuk memberikan pembaca gambaran tentang kemungkinan
perbaikan.
Table 1. Partial listing of plants and chemicals they can remediate.
Plant Chemicals
Arabidopsis Mercury
Bladder campion Zinc, Copper
Brassica family (Indian Selenium, Sulfur, Lead, Cadmium, Chromium, Nickel, Zinc,
Mustard & Broccoli) Copper, Cesium, Strontium
Buxaceae (boxwood) Nickel
Compositae family Cesium, Strontium
Euphorbiaceae Nickel
Tomato plant Lead, Zinc, Copper
Trees in the Populus Pesticides, Atrazine, Trichloroethylene (TCE), Carbon
genus (Poplar, tetrachloride, Nitrogen compounds, 2,4,6-trinitrotoluene (TNT),
Cottonwood) hexahydro-1,3,5-trinitro-1,3,5 triazine (RDX)
Pennycress Zinc, Cadmium
Sunflower Cesium, Strontium, Uranium
genus Lemna
Explosives wastes
(Duckweed)
Parrot feather Explosives wastes
Pondweed, arrowroot,
TNT, RDX
coontail
Polychlorinatedphenyls (PCP's), polyaromatichydrocarbons
Perennial rye grass
(PAH's)
Upaya bioremediasi dengan penambahan nutrien dan mikroba secara umum sudah banyak
dilakukan terutama pada hidrokarbon spesifik. Untuk mempercepat proses degradasi bahan
pencemar hidrokarbon di tanah, penambahan kompos dapat dilakukan, selain sebagai sumber
inokulan juga sumber nutrien dalam tanah. Penambahan nutrien dan mikroba mempercepat
terjadinya degradasi bahan pencemar hidrokarbon. White et al. (1999) menjelaskan bahwa
penambahan nutrisi menyebabkan perubahan ekologi mikroba yang dapat mempercepat proses
bioremediasi. Lee & Merlin (1999) menyatakan bahwa kelarutan nitrogen dalam sedimen
berpengaruh terhadap proses biodegradasi dan keberhasilan bioremediasi. Bioremediasi pada
tanah yang tercemar oleh bahan diesel di area parkir rekreasi ski di Pegunungan Alpine yang
dilakukan oleh Schinner & Margesin (2001), dilakukan penambahan senyawa nitrogen, pospor
dan kalium mampu menurunkan kandungan total petroleum hidrokarbon sebesar 48 % selama78
hari. Selanjutnya dikatakan bahwa mikroba mempunyai kemampuan menurunkan kadar bahan
pencemar organik, dan metode ini telah terbukti efisien, ekonomis, dan ramah lingkungan. Head
et al. (2004), melakukan bioremediasi untuk mendegradasi hidrokarbon di daerah Pantai Mudflat
secara biostimulasi dengan penambahan pupuk yang mengandung senyawa nitrogen dan phospor
menyatakan mampu menurunkan 99.7 % hidrokarbon selama 3 (tiga) bulan. Kitts & Kaplan (2004)
melakukan bioremediasi di ladang minyak Guadalupe dengan penambahan nutrien yang
mengandung phospat dan ammonia, total petroleum hidrokarbon yang terdegradasi 98 % selama
168 hari. Rosenberg et al.(2003) menyatakan bahwa bioremediasi petroleum dapat dilakukan
dengan penambahan nutrien (berasal dari kotoran burung) sebagai sumber nitrogen dan dilakukan
penambahan mikroba yang diisolasi dari kompos (kotoran burung) mampu mendegradasi 48 %. S
e cara umum, kebutuhan terpenting untuk pelaksanaan bioremediasi yang dirangkum oleh
Wisjnuprapto (1996) adalah:
1. Adanya mikroba yang melaksanakan proses, dan mampu memproduksi enzim yang dapat
mendegradasi bahan kimia beracun (senyawa sasaran).
2. Sumber energi dan akseptor elektron, karena mikroba memperoleh energi dari reaksi-reaksi
redoks yang berlangsung.
3. Kelembaban yang cukup, pH, dan suhu yang sesuai, serta tersedianya cukup nutrien untuk
pertumbuhan sel mikroba.
Biodegradasi Hidrokarbon
Biodegradasi secara garis besar didefenisikan sebagai pemecahan senyawa organik oleh
mikroba membentuk biomassa dan senyawa yang lebih sederhana yang akhirnya menjadi air,
karbondioksida atau metana (Alexander 1994). Biodegradasi hidrokarbon didefinisikan sebagai
suatu proses yang memanfaatkan aktifitas mikroba untuk mengubah senyawa hidrokarbon yang
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhir berupa karbondioksida, air,
dan energi. Reaksi sebagai berikut: mikroorganisme
CnHn + O2 CO2 + H2O + Energi
Proses degradasi limbah oleh mikroba memerlukan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan
mikroba. Secara umum mikroba memerlukan energi untuk membentuk sel baru, untuk mikroba
pendegradasi hidrokarbon dibutuhkan oksigen untuk proses degradasi. Selanjutnya dijelaskan
bahwa beberapa kasus pencemaran air tanah dapat disebabkan oleh senyawa organik beracun
misalnya hidrokarbon dalam bentuk total petroleum hidrokarbon. Senyawa organik yang beracun
dapat juga didegradasi secara biologis dengan memanfaatkan enzim (misalnya enzim metana
monooksigenase) yang dihasilkan mikroba seperti disajikan pada Gambar.
Mikroba pendegradasi hidrokarbon dapat ditemukan pada tanah dan air. Pada umumnya
hidrokarbon akan digunakan sebagai sumber energi pada aktivitas mikroorganisme. Mikroba
indigenus di lingkungan tercemar hidrokarbon mampu mendegradasi hidrokarbon karena
mikroba mampu menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon. Enzim tersebut berfungsi
sebagai biokatalisator pada biodegradasi (Bartha & Atlas 1987).
Dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Bosser & Bartha (1984), telah ditemukan
mikroba yang hidup di lingkungan minyak bumi, yaitu antara lain dari genera Alcaligenes,
Arthrobacter, Acinetobacter, Nocardia, Achromobacter,Bacillus, Flavobacterium, dan
seudomonas. Oetomo (1997) menemukan jenismikroba yang mampu mendegradasi minyak bumi
yaitu; Pseudomonas sp.,Bacillus sp., Nocardia sp., Mycobacterium. Penelitian lain menemukan
beberapa
isolat mikroba dari tanah yang terkontaminasi limbah oli teridentifikasi beberapa jenis yaitu:
Bacillus megaterium, Pseudomonas diminuta, Gluconobactercerenius, Pasteurella caballi
(Suortti et al. 2000). (Komar & Irianto 2000) melakukan bioremediasi dengan penambahan
Bacillus sp., mampu mendegradasi tanah tercemar toluene; Wijayaratih (2001) melakukan
bioremediasi dengan mikroba Pseudomonas sp., mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon
naftalen;Hardjito (2003) melakukan degradasi minyak bumi dengan mikroba
Arthrobactersimplex, dan Pseudomonas aeruginosa.
Isolat bakteri Flavobacterium sp. mampu mendegradasi 57 % suplemen minyak mentah dalam
12 hari percobaan dan bahan yang terdegradasi yaitu fluorobenzen, diklorinasi hidrokarbon,
fenol, biofenil di poliklorinasi. Jenis bakteri Azoarcus sp. mampu mendegradasi benzena, toluen,
ethylbenzena dan komponen xylen (Atlas & Bartha 1987).
Biodegradasi hidrokarbon aromatic seperti fenol dan naftalen didominasi oleh bakteri
Pseudomonas, Bacillus,Mycobacterium, Arthrobacter sp.dan Acinetobacter (Alexander 1994).
Crawford & Crawford (1996) mendeteksi jenis mikroba yang mampu mendegradasi hidrokarbon
aromatik yaitu Pseudomonas, Bacillus , Nocardia, Mycobacterium,Arthrobacter; Acinotobacter;
Flavobacteria. Kitts & Kaplan (2004) melakukan bioremediasi total petroleum hidrokarbon di
ladang minyak Guadalupe dan menemukan jenis bakteri yang dominan terdiri dari
Flavobacterium,
Pseudomonas dan Azoarcus sp.
Jenis dan jumlah mikroba berpengaruh terhadap degradasi hidrokarbon. Menurut
Schinner & Margesin (2001) bahwa pada awal penelitian jumlah mikroba yang ditemukan adalah
(6.5 ± 0.4) x 107 CFU ml-1 dan pada akhir penelitian baik pada tanah yang dipupuk maupun
tidak dipupuk jumlah mikroba adalah (2.7 ± 1.7) x 106 dan (1.5 ± 0.5) x 106 CFU ml-1. Kitts &
Kaplan (2004), jumlah bakteri ditemukan selama 3 (tiga) minggu studi ± 1.7 x 107 sampai
dengan 1.3 x 108 CFU g-1, setelah itu menurun dan pada akhir penelitian (minggu ke 24) naik
lagi menjadi 1.0 x 108 CFU g-1. Fahruddin (2006) mendegradasi benzene menggunakan
mikroba Pseudomonas dan terdegradasi sebesar 96 % dengan jumlah mikroba 300 x 104 CFU
ml-1. Dari hasil ini terlihat bahwa jumlah mikroba yang ditemukan termasuk cukup dan mampu
menpercepat degradasi limbah hidrokarbon.
Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena
adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri) yang bekerja di dalamnya (Murbandono 2001).
Bahan-bahan organik dapat berasal dari dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan,
kotoran hewan, dan lainlain.
Bahan organik yang telah mengalami pengomposan mempunyai peranan penting bagi
perbaikan mutu dan sifat tanah yaitu: memperbaiki struktur tanah;memperbesar kemampuan
tanah untuk menampung air; memperbaiki drainase dan atau tata udara tanah sehingga
kandungan air mencukupi dan suhu tanah lebih stabil; meningkatkan pengaruh positif dari pupuk
buatan (sebagai penyeimbang bila pupuk buatan membawa efek yang negatif); dan
mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara (Murbandono 2001).
Kompos selain berfungsi memperbaiki mutu dan sifat tanah juga dapat digunakan untuk
memperbaiki tanah yang terkontaminasi dengan berbagai polutan organik (Fermor et al. 2001).
Selanjutnya dijelaskan bahwa penimbunan kompos dengan penambahan nutrisi dapat
meningkatkan aktifitas penguraian oleh mikroflora asli dari tanah yang terkontaminasi.
Aplikasi bioremediasi menggunakan kompos mempunyai beberapa keunggulan dan lebih
ekonomis dibanding dengan teknik bioremediasi lainnya, sehingga teknologi bioremediasi
kompos lebih disenangi dan diminati (US-EPA 1997;1998). Beberapa keunggulan menggunakan
kompos antara lain:
1. Kompos mempunyai keragaman populasi mikroba yang terlibat dalam proses degradasi
yakni sekitar 5 – 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan kandungan mikroba dalam
tanah yang subur.
2. Tingginya aktifitas mikroba dalam proses yakni sekitar 20 – 40 kali lebih aktif d alam hal
aktifitas dehidrogenasi dibanding dengan aktifitas dalam tanah yang subur.
3. Kompos tidak mengandung hama dan penyakit serta tidak membahayakan pertumbuhan
atau produk tanaman.
4. Kompos dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit.
5. Kompos tidak mengakibatkan pencemaran dalam tanah, air ataupun udara.
6. Kompos merupakan absorben yang sangat baik untuk senyawa-senyawa organik maupun
anorganik.
Bioremediasi dengan cara pengomposan telah digunakan untuk berbagai jenis polutan seperti
pencemar klorofenol di tanah. Bioremediasi kompos menurunkan klorofenol hingga 80 % (44
mg kg-1 turun menjadi 10 mg kg-1)(Laine and Jorgensen 1997). Pada tanah tercemar diazinon,
penggunaan kompos limbah media jamur dapat mendegradasi diazinon hingga 97,5 % (Jumbriah
2006). Secara umum bioremediasi limbah hidrokarbon dengan penambahan kompos dilakukan
pada skala pilot dan laboratorium membutuhkan waktu bioremediasi antara 3 hingga 5 bulan
mampu mendegradasi 25 % sampai dengan 97.5 %.
Dari penelitian, pencemaran Teluk Jakarta disebabkan oleh berbagai jenis bahan pencemar,
antara lain logam berat, senyawa organik yang tergolong persistent organic pollutant (POP) dan
hidrokarbon (minyak).
VI.Kesimpulan
Bioremediasi adalah penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di
lingkungan. Bioremediasi bisa dibedakan berdasarkan objeknya yaitu bioremediasi lingkungan
dibawah permukaan tanah dan air yang berminyak. Berdasarkan tempatnya dibedakan ex-situ dan
in-situ. Ex-situ bisa dipakai untuk bioremediasi bawah permukaan tanah dimana tanah yang
tercemar di pindahkan kesebuah lokasi pengolahan limbah secara bioremediasi. Insitu bisa
digunakan untuk bioremediasi bawah permukaan tanah dan air yang berminyak, dimana
pengolahannya langsung di tempat pencemaran. Berdasarkan jenis polutan dari bioremediasi
dibedakan yaitu senyawa organic dan senyawa an organic. Pada senyawa organic bioremediasinya
terdiri atas landfarming, bioreaktor, biostimulan, bioaugmentasi, Injeksi Hidrogen Peroksida,
sumur ekstraksi, air sparging dan composting. Pada senyawa an organic berdiri bisa dilakukan
dengan bioremediasi biosorpsi, bio leaching dan fitoremediasi.
Referensi
Munir, E.2006. Pemanfaatan mikroba dalam bioremediasi : suatu teknologi alternatif untuk
pelestarian lingkungan.Pengukuhan Profesor, FMIPA USU. Medan
Pagoray, H.2009. BIOSTIMULASI DAN BIOAUGMENTATIONUNTUK BIOREMEDIASI LIMBAH
HIDROKARBON SERTA ANALISIS KEBERLANJUTAN. Disertasi S3. IPB.Bogor
http//.www.Wikipedia.
MAKALAH KELOMPOK
MATA KULIAH BIOTEKNOLOGI
dosen pembimbing
Prof. Dr. USMAN PATO, M.Sc
OLEH:
RAHMIWATI HILMA
ZAIYAR