Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Bedah di Ruang
14 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
Oleh:
105070207111011
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
LAPORAN PENDAHULUAN
“FOURNIER GANGREN”
A. Definisi
Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif pada daerah
penis, skrotum, dan perineum. FG termasuk penyakit infeksi yang fatal namun jarang
terjadi. FG pertama kali ditemukan pada tahun 1883 oleh seorang venerologis Prancis
Jean Alfred Fournier. Infeksi pada FG memiliki karakteristik khas, yaitu akan
menyebabkan trombosis pada pembuluh darah subkutis yang akan menyebabkan
nekrosis kulit di sekitarnya.
Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula penyakitnya (onset)
berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi gangren yang luas dan
menyebabkan septisemia. Pada beberapa tahun terakhir ini insiden FG cenderung
meningkat yang disebabkan oleh faktor predisposisi dari FG seperti diabetes mellitus,
imunosupresi, dan penyakit hati dan ginjal kronik juga meningkat. Infeksi pada sebagian
besar kasus FG merupakan gabungan sinergis antara bakteri aerob dan anaerob.
B. Epidemiologi
Fournier gangren relatif jarang, namun insiden yang tepat dari penyakit ini tidak
diketahui. Dalam review FG pada tahun 1992, Paty dkk mendapatkan sekitar 500 kasus
infeksi telah dilaporkan dalam literatur, menghasilkan prevalensi 1 kasus dari 7500 orang.
Dari sebuah tinjauan kasus retrospektif, terungkap 1.726 kasus didokumentasikan dalam
literatur dari 1950-1999, dengan rata-rata 97 kasus per tahun. Peneliti lain telah
melaporkan sekitar 600 kasus FG di dunia sejak tahun 1996, dimana frekuensi FG di
dunia tidak berubah secara bermakna.
Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada FG untuk setiap wilayah di dunia,
meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika,
Seksual dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan rasio pria
ke perempuan adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat
disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum melalui sekresi vagina.
Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang lebih tinggi,
terutama untuk infeksi yang disebabkan terkait dengan methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA). Kebanyakan kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien
berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan literatur hanya ditemukan 56 kasus anak, dengan
66% dari mereka pada bayi yang lebih muda dari 3 bulan.
C. Etiologi
Trauma bedah aksidental ataupun disengaja dan adanya benda asing juga dapat
menyebabkan penyakit. Pada wanita, sepsis aborsi, abses vulva atau kelenjar Bartholini,
histerektomi, dan episiotomi dapat dicurigai sebagai penyebab FG. Pada pria, seks anal
dapat meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau
dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa
menyebabkan FG seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis, omphalitis, gigitan
serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik.
D. Manifestasi Klinis
Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin. Perjalanan
klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:
• Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
• Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit di
atasnya yang disertai pruritus
• Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya
• Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)
• Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka
Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan fisik.
Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf menjadi
nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal tanpa disertai syok septik
dan kemerahan. Secara umum, semakin besar derajat nekrosis, yang lebih mendalam
efek sistemik.
Pada Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat kelamin,
perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda penyakit dan untuk
mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga ditemukan krepitasi jaringan lunak,
nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem, edema, sianosis, indurasi, blister, maupun
gangren. Dari inspeksi kulit tersebut dapat menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan
akibat infeksi dari bakteri anaerob dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme
Clostridium yang dapat memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam,
takikardia dan hipotensi.
E. Patofisiologi
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya FG. Pada
akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang menyebabkan kulit, subkutan dan
pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian berlanjut iskemia lokal dan proliferasi
bakteri. Tingkat kerusakan fasia dapat mencapai 2-3 cm/jam.
Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum melalui
fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa, atau
sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan diafragma urogenital secara
posterior dan pada ramus pubis secara lateral, sehingga membatasi perkembangan ke
arah ini. Keterlibatan testis jarang, karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan
dengan demikian memiliki suplai darah terpisah dari area infeksi.
Faktor etiologi
Obliterative endartheritis
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan untuk
memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi sepsis-yang
menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT),
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar fibrinogen
sangat membantu untuk mencari sepsis-induced koagulopati seperti pada ITP.
Kultur darah juga diperlukan untuk menetahui jenis mikroba yang terlibat serta
menilai keadaan septisemia. Kimia darah untuk mengevaluasi gangguan elektrolit,
untuk mencari bukti dehidrasi dapat diperiksa blood urea nitrogen [BUN] / kreatinin
rasio, yang cenderung terjadi sebagai akibat perlangsungan penyakit, juga kadar
gula dalam darah mengevaluasi intoleransi glukosa, yang mungkin disebabkan
untuk DM atau sepsis yang disebabkan gangguan metabolisme. Arterial blodd gas
(ABG) untuk memberikan penilaian yang lebih akurat gangguan asam dan basa.
Asidosis dengan yang dapat terjadi dengan hiperglikemia atau hipoglikemia
2. CT Scan
Gambaran Fournier Gangren yang tampak pada CT Scan berupa penebalan soft
tissue dan inflamasi. CT Scan menunjukkan penebalan fascia yang asimetris,
penumpukan cairan dan abses, penumpukan lemak di sekitar jaringan, dan
emfisema subkutan yang terbentuk karena adanya gas yang dtimbulkan oleh
bakteri.
Gambar 1. Gambaran CT Scan pada pasien berusia 60 tahun yang menunjukkan adanya
udara dan cairan yang terjebak dalam dua korpus kavernosum.
3. Radiografi
Pada radiografi, hiperlusen menunjukkan adanya gas pada soft tissue yang
terdapat di region skrotum atau perineum. Emfisema subkutis dapat terlihat di
regio inguinal, skrotum, perineum, dinding anterior abdomen, dan paha.
Radiografi dapat menunjukkan adanya udara di soft tissue sebelum secara klinis
menunjukkan krepitasi, dan ketidakberadaannya pada pemeriksaan fisik tidak
menyingkirkan diagnosis Fournier gangren.
Gambar 2. Fournier gangrene pada laki-laki usia 32 tahun dengan riwayat nyeri pada
testis dan infeksi pada kulit.
4. Ultrasonografi
Gambar 3. Suspek Fournier gangrene pada laki-laki usia 71 tahun dengan demam. USG
menunjukkan adanya daerah echogenik
G. Pentalaksanaan Medis
Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki keadaan umum
pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan Fournier gangren melibatkan
beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk diagnosis definitif dan eksisi jaringan
nekrotik. Pada pasien dengan gejala sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ,
resusitasi agresif untuk memulihkan perfusi organ normal harus lebih diutamakan
daripada prosedur diagnostik. Dengan demikian, pengobatan pasien dengan gangren
Fournier meliputi resusitasi agresif dalam mengantisipasi operasi.
Antibiotik
Debridemen
Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan dalam pengobatan gangren
Fournier. Protokol yang biasa digunakan antara lain : ismultiple sesi sebesar 2,5% 90min
dan atmfor 100 oksigen inhalasi setiap 20 menit. HBO meningkatkan kadar tekanan
oksigen dalam jaringan dan memiliki efek menguntungkan berbagai penyembuhan luka.
Oksigen radikal bebas adalah jaringan dari hipoksik yang dibebaskan, yang secara
langsung beracun terhadap bakteri anaerob. Aktifitas fibroblast meningkat dengan
angiogenesis berikutnya mengarah ke penyembuhan luka dipercepat.
Rekonstruksi Bedah
Tergantung pada tingkat cacat kulit, pilihan dalam rekonstruksi menjahit, ketebalan kulit
perpecahan pencangkokan, atau vaskularisasi miomukotaneus pedikel. Cacat kecil dapat
ditutup oleh penjahitan primer, terutama dikulit yang lentur seperti pada skrotum.
Kecacatan besar biasa paling sering timbul saat pencangkokan kulit. Kulit kaki yang
sehat, pantat, dan lengan dapat digunakan untuk pencangkokan. Cacat pada kulit batang
penis harus terhindar dari pencangkokkan untuk mencegah pembentukan bekas luka
fibrosis karena berhubungan dengan masalah ereksi.
H. Prognosis
Pada 1995, Laor dkk memperkenalkan the Fournier Gangrene Severity Index (FGSI).
FGSI berdasar pada penyimpangan dari rentang referensi parameter klinis berikut:
Masing-masing parameter berupa skor antara 0-4, dengan semakin tinggi nilai
mengindikasikan semakin besar penyimpangan dari normal. FGSI merupakan jumlah dari
semua nilai parameter. FGSI lebih besar dari 9 berhubungan dengan peningkatan
mortalitas.
I. Asuhan Keperawatan
Fokus Pengkajian
Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organ-organ yang terkena
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/cairan
5. Neurosensori
7. Pemafasan
Tanda : Suhu umumnya meningkat (37,95°C atau lebih) tetapi mungkin normal pada
lansia mengganggu pasien, kadang sub normal (dibawah 36,5°C), menggigil, luka yang
sulit/lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi eritema, ruam eritema makuler.
8. Sexualitas
9. Penyuluhan / pembelajaran
Prioritas Keperawatan
a. Menghilangkan infeksi.
c. Mencegah komplikasi.
(Doenges,2000:240)
Diagnosa Keperawatan
- Kekhawatiran pasien
- Tingkat pengertian
- Pemberian edukasi
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi:
DAFTAR PUSTAKA