Anda di halaman 1dari 38

http://catatan-team-jaya.blogspot.

com

BAB 5
PEMELIHARAAN TRAFO ARUS (CT) DAN TRAFO TEGANGAN (PT)

5.1 PEMELIHARAAN TRAFO ARUS


5.1.1 DEFENISI DAN FUNGSI

Sistem pengukuran besaran listrik pada jaringan tenaga listrik yang berkapasitas
besar, harus menggunakan trafo pengukuran, yaitu trafo arus (current transformer)
untuk besaran arus dan trafo tegangan (potential transformer) untuk besaran
tegangan dan merubahnya menjadi besaran pengukuran (sekunder). Dengan
besaran sekunder ini, maka peralatan ukur (meter dan proteksi) dapat dirancang
lebih fleksibel, sehingga hasil pengukurannya lebih akurat dan presisi.

Trafo arus adalah trafo yang dirancang khusus untuk fungsi pengukuran arus pada
rangkaian primer dan mengkonversinya menjadi besaran sekunder.

Fungsi trafo arus (CT)


 Mengkonversi besaran arus pada sistem tenaga listrik dari besaran primer menjadi
besaran sekunder untuk keperluan sistem metering dan proteksi.
 Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer.
 Standarisasi besaran sekunder, yaitu 1 A, 2 A dan 5 A.

5.1.2 PRINSIP KERJA TRAFO ARUS


Prinsip Kerja
Prinsip kerja trafo arus adalah sebagai berikut :

N1 N2
P2
P1
S1
I1 I2
S2

Gambar 1. Rangkaian pada Trafo Arus


Untuk trafo yang dihubung singkat:
I1  N1  I 2  N 2

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 1
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

Untuk trafo pada kondisi tidak berbeban:


E1 N 1

E2 N 2
Dimana:
N1
a ,
N2

I 1  I 2 sehingga N 1  N 2 ,
N 1  jumlah lilitan primer, dan
N 2  jumlah lilitan sekunder.

Adapun rangkaian ekivalen trafo arus adalah sebagai berikut :

I1Z1 I2Z2

U1 I0 E2 I2 I2·Zb = U2

Gambar 2. Rangkaian Ekivalen

Tegangan induksi pada sisi sekunder adalah


E 2  4,44  B  A  f  N 2 Volt
Tegangan jepit rangkaian sekunder adalah
E 2  I 2  Z 2  Z b  Volt

Z b  Z kawat  Z inst Volt

Dalam aplikasinya harus dipenuhi U 1  U 2

Dimana:
B = kerapatan fluksi (tesla),
A = luas penampang (m²),
f = frekuensi (Hz),

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 2
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

N2 = jumlah lilitan sekunder,

U1 = tegangan sisi primer,

U2 = tegangan sisi sekunder,

Zb = impedansi/tahanan beban trafo arus,

Z kawat = impedansi/tahanan kawat dari terminasi CT ke instrumen, dan

Z inst = impedansi/tahanan internal instrumen, misalnya relai proteksi

atau peralatan meter.

Diagram Fasor Arus dan Tegangan pada Trafo Arus (CT)

U1 I1 Z1

I2 Z2
E
U2 IO I1

I2

IO
Ø
Im

Gambar 3. Diagram Fasor Arus dan Tegangan pada Trafo Arus

5.1.3 APLIKASI TRAFO ARUS


Berdasarkan penggunaan, trafo arus dikelompokkan menjadi dua kelompok dasar,
yaitu; trafo arus metering dan trafo arus proteksi.

a. Trafo arus metering


Trafo arus pengukuran untuk metering memiliki ketelitian tinggi pada daerah
kerja (daerah pengenalnya) antara 5% - 120% arus nominalnya, tergantung dari

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 3
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

kelas dan tingkat kejenuhan. Tingkat kejenuhan trafo arus metering relatif lebih
rendah dibandingkan trafo arus proteksi.
Penggunaan trafo arus pengukuran untuk Amperemeter, Watt-meter, VARh-
meter, Energi meter dan cos  meter.

b. Trafo Arus Proteksi


Trafo arus proteksi memiliki ketelitian tinggi sampai arus yang besar yaitu pada
saat terjadi gangguan, dimana arus yang mengalir mencapai beberapa kali dari
arus pengenalnya dan trafo arus proteksi mempunyai tingkat kejenuhan cukup
tinggi.
Penggunaan trafo arus proteksi untuk relai arus lebih (OCR dan GFR), relai beban
lebih, relai diferensial, relai daya dan relai jarak.

Perbedaan mendasar trafo arus pengukuran dan proteksi adalah pada titik
saturasinya seperti pada kurva saturasi dibawah (Gambar 4).

V
proteksi

metering

Gambar 4. Kurva kejenuhan CT untuk Metering dan Proteksi

Trafo arus untuk metering dirancang supaya lebih cepat jenuh dibandingkan trafo
arus proteksi sehingga konstruksinya mempunyai luas penampang inti yang lebih
kecil (Gambar 5).

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 4
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

CT Metering CT Proteksi
A2
A1

Gambar 5. Luas Penampang Inti Trafo Arus

5.1.4 KLASIFIKASI TRAFO ARUS

5.1.4.1 Trafo arus berdasarkan konstruksi belitan primer


Berdasarkan konstruksi belitan primer trafo arus terbagi menjadi dua seperti pada
Gambar 6 dan Gambar 7 berikut.
a. Sisi primer batang (bar primary) dan

Gambar 6. Bar Primary

b. Sisi primer lilitan (wound primary).

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 5
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

Gambar 7. Wound Primary

5.1.4.2 Trafo arus berdasarkan kontruksi jenis inti


Berdasarkan konstruksi jenis inti, trafo arus dibagi menjadi dua kelompok:

a. Trafo arus dengan inti besi


Trafo arus dengan inti besi adalah trafo arus yang umum digunakan, pada arus
yang kecil (jauh dibawah nilai nominal) terdapat kecenderungan kesalahan dan
pada arus yang besar (beberapa kali nilai nominal) trafo arus akan mengalami
saturasi.

b. Trafo arus dengan inti bukan besi


Trafo arus dengan inti bukan besi tidak memiliki saturasi dan rugi histerisis,
transformasi dari besaran primer ke besaran sekunder adalah linier di seluruh
jangkauan pengukuran, contohnya adalah koil rogowski (rogowski coil ).

5.1.4.3 Trafo arus berdasarkan jenis isolasi


Berdasarkan jenis isolasinya, trafo arus dibagi menjadi dua kelompok:

a. Trafo arus isolasi minyak


Trafo arus isolasi minyak banyak digunakan pada pengukuran arus tegangan
tinggi, umumnya digunakan pada pasangan di luar ruangan (outdoor) misalkan
trafo arus tipe bushing yang digunakan pada pengukuran arus penghantar
tegangan 70 kV dan 150 kV.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 6
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

b. Trafo arus kering


Trafo arus kering biasanya digunakan pada tegangan menengah, umumnya
digunakan pada pasangan dalam ruangan (indoor) misalnya trafo arus cast
resin, trafo arus tipe cincin yang digunakan pada kubikel penyulang 20 kV.

5.1.4.4 Trafo arus berdasarkan pemasangan


Berdasarkan lokasi pemasangannya, trafo arus dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Trafo arus pemasangan luar ruangan (outdoor)


Trafo arus pemasangan luar ruangan memiliki konstruksi fisik yang kokoh,
isolasi yang baik, biasanya menggunakan isolasi minyak untuk rangkaian
elektrik internal dan bahan keramik/porcelain untuk isolator eksternal.

Gambar 8. Trafo Arus Pemasangan Luar Ruangan

b. Trafo arus pemasangan dalam ruangan (indoor)


Trafo arus pemasangan dalam ruangan biasanya memiliki ukuran yang lebih
kecil dari pada trafo arus pemasangan luar ruangan, menggunakan isolator dari
bahan resin.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 7
http://catatan-team-jaya.blogspot.com
Gambar 9. Trafo Arus Pemasangan Dalam Ruangan

5.1.4.5 Trafo arus berdasarkan rasio transformasi


a. Rasio tunggal (single ratio)
Contoh rasio trafo arus:
– 150 – 300 / 5 A, 150 – 300 / 5 – 5 A
– 400 – 800 – 1600 / 5 A, 400 – 800 – 1600 / 5 – 5 – 5 A.

P1 P2

300/5 A

300/5 A

1S1 1S2 2S1 2S2

Gambar 10. Trafo Arus Rasio Tunggal 150 – 300 / 5 – 5 A

b. Rasio ganda (double ratio)


Contoh rasio trafo arus:
– 150 – 300 / 5 A dan 1000 – 2000 / 5 A,
– 800 – 1600 / 5 A dan 1000 – 2000 / 5 A.

P1 P2
1600/5 A

1600/5 A

1600/5 A
2000/5 A
1S1 1S2 2S1 2S2 3S1 3S2 4S1 4S2

Gambar 11. Trafo Arus Rasio Ganda 800-1600 / 5-5-5 A dan 1000-2000 / 5 A

5.1.4.6 Trafo arus berdasarkan jumlah inti pada sekunder

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 8
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

a. Trafo arus dengan inti tunggal (single core)


Contoh: 150 – 300 / 5 A, 200 – 400 / 5 A, atau 300 – 600 / 1 A.
b. Trafo arus dengan inti banyak (multi core)
Trafo arus dengan inti banyak dirancang untuk berbagai keperluan yang
mempunyai sifat pengunaan yang berbeda dan untuk menghemat tempat.

Contoh:
Trafo arus 2 (dua) inti 150 – 300 / 5 – 5 A (Gambar 10).
Penandaan primer: P1-P2
Penandaan sekunder inti ke-1: 1S1-1S2 (untuk metering)
Penandaan sekunder inti ke-2: 2S1-2S2 (untuk proteksi)

P1 P2

300/5 A

300/5 A

1S1 1S2 2S1 2S2

Gambar 12. Trafo Arus dengan 2 Inti


Trafo arus 4 (empat) inti 800 – 1600 / 5 – 5 – 5 – 5 A
(Gambar 13).
Penandaan primer: P1-P2
Penandaan sekunder inti ke-1: 1S1-1S2 (untuk metering)
Penandaan sekunder inti ke-2: 2S1-2S2 (untuk relai arus lebih)
Penandaan sekunder inti ke-3: 3S1-3S2 (untuk relai jarak)
Penandaan sekunder inti ke-4: 4S1-4S2 (untuk proteksi rel)
Trafo arus 4 (empat) inti 800 – 1600 / 5 – 5 – 5 – 5 A

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 9
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

P1 P2
1600/5 A

1600/5 A
1600/5 A
1600/5 A

1S1 1S2 2S1 2S2 3S1 3S2 4S1 4S2

Gambar 13. Trafo Arus dengan 4 Inti

5.1.4.6 Trafo arus berdasarkan pengenal


Trafo arus memiliki dua pengenal, yaitu pengenal primer dan sekunder.
Pengenal primer yang biasanya dipakai adalah 150, 200, 300, 400, 600, 800, 900,
1000, 1200, 1600, 1800, 2000, 2500, 3000 dan 3600.
Pengenal sekunder yang biasa dipakai adalah 1 A, 2 A dan 5 A.
Berdasarkan pengenalnya, trafo arus dapat dibagi menjadi:

a. Trafo arus dengan dua pengenal primer


- Primer paralel
Contoh: CT dengan rasio 800 – 1600 / 1 A
Untuk hubungan primer paralel, maka didapat rasio CT
1600 / 5 A, Gambar 14.

P1 P2 P1 P2

S1 S2 S1 S2

Hubung Paralel Hubung Seri

Gambar 14. Hubungan Paralel dan Seri pada Trafo Arus

– Primer seri
Contoh: CT 800 – 1600 / 1 A
Untuk hubungan primer seri, maka didapat rasio CT
800 / 1 A, lihat Gambar 14.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 10
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

b. Trafo arus multi rasio/sekunder tap


Trafo arus multi rasio memiliki rasio tap yang merupakan kelipatan dari tap
yang terkecil, umumnya trafo arus memiliki dua rasio tap, namun ada juga yang
memiliki lebih dari dua tap (lihat Gambar 13).
Contoh:
– Trafo arus dengan dua tap: 300 – 600 / 5 A
Pada Gambar 13.a., S1-S2 = 300 / 5 A, S1-S3 = 600 / 5 A.
– Trafo arus dengan tiga tap: 150 – 300 – 600 / 5 A
Pada Gambar 13.b., S1-S2 = 150 / 5 A, S1-S3 = 300 / 5 A, S1-S4 = 600 / 5 A.

P1 P2 P1 P2

S1 S2 S3 S1 S2 S3 S4

CT Sekunder 2 Tap CT Sekunder 3 Tap

Gambar 15. Trafo Arus Multi Rasio/Sekunder Tap

5.1.5 PENGENAL (RATING) TRAFO ARUS

5.1.5.1 Pengenal Beban (Rated Burden)


Pengenal beban adalah pengenal dari beban trafo arus dimana akurasi trafo arus
masih bisa dicapai dan dinyatakan dalam satuan VA. Umumnya bernilai 2.5, 5, 7.5,
10, 15, 20, 30 dan 40 VA.

5.1.5.2 Pengenal Arus Kontinyu (Continuous Rated Current)


Pengenal arus kontinu adalah arus primer maksimum yang diperbolehkan mengalir
secara terus-menerus (arus nominal). Umumnya dinyatakan pada pengenal trafo
arus, contoh: 300 / 5 A.

5.1.5.3 Pengenal Arus Sesaat (Instantaneous Rated Current)


Pengenal arus sesaat atau sering disebut short time rated current adalah arus
primer maksimum (dinyatakan dalam nilai rms) yang diperbolehkan mengalir dalam
waktu tertentu dengan sekunder trafo arus terhubung singkat sesuai dengan tanda

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 11
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

pengenal trafo arus (nameplate), contoh: Ith = 31.5 kA / 1 s.

5.1.5.4 Pengenal Arus Dinamik (Dynamic Rated Current)


I peak
Pengenal arus dinamik adalah perbandingan , dimana Ipeak adalah arus puncak
I rated
primer maksimum trafo arus yang diijinkan tanpa menimbulkan kerusakan dan Irated
adalah arus nominal primer trafo arus, contoh: Idyn = 40 kA.

5.1.6 KESALAHAN TRAFO ARUS

Pada trafo arus dikenal 2 jenis kesalahan, yaitu:

5.1.6.1 Kesalahan perbandingan/rasio


Kesalahan perbandingan/rasio trafo arus berdasarkan IEC–185/1987 adalah
kesalahan besaran arus karena perbedaan rasio pengenal trafo arus dengan rasio
sebenarnya dinyatakan dalam:
KT  I S  I P
  100% ,
IP

dimana  = kesalahan rasio trafo arus (%),


KT = pengenal rasio trafo arus,

IP = arus primer aktual trafo arus (A), dan

IS = arus sekunder aktual trafo arus (A)

5.1.6.2 Kesalahan Sudut Fasa


Kesalahan sudut fasa adalah kesalahan akibat pergeseran fasa antara arus sisii
primer dengan arus sisi sekunder. Kesalahan sudut fasa akan memberikan
pengaruh pada pengukuran berhubungan dengan besaran arus dan tegangan,
misalnya pada pengukuran daya aktif maupun daya reaktif, pengukuran energi dan
relai arah. Kesalahan sudut fasa dibagi menjadi dua nilai, yaitu:
 Bernilai positif (+) jika sudut fasa IS mendahului IP
 Bernilai negatif (–) jika sudut fasa IS tertinggal IP

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 12
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

IS Sudut fasa (δ1) negatif

IP

Sudut fasa (δ1) positif

Gambar 16. Kesalahan Sudut Trafo Arus

5.1.7 KESALAHAN KOMPOSIT (COMPOSITE ERROR)

Kesalahan komposit (%) berdasarkan IEC – 185 merupakan nilai rms dari kesalahan
trafo arus yang ditunjukkan oleh persamaan berikut:
T
  K T  i S  i P  dt  100% ,
1 1
EC  
2

IP T 0

dimana :
EC = kesalahan komposit (%),

IP = arus primer (A),

T = periode (detik),
KT = pengenal rasio trafo arus,

iS = arus sesaat sekunder (A), dan

iP = arus sesaat primer (A).

5.1.8 KETELITIAN/AKURASI TRAFO ARUS

Ketelitian trafo arus dinyatakan dalam tingkat kesalahannya. Semakin kecil


kesalahan sebuah trafo arus, semakin tinggi tingkat ketelitian/akurasinya.

5.1.8.1 Batas Ketelitian Arus Primer (Accuracy Limit Primary Current)


Batas ketelitian arus primer adalah batasan kesalahan arus primer minimum dimana
kesalahan komposit dari trafo arus sama atau lebih kecil dari 5% atau 10% pada

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 13
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

saat sekunder dibebani arus pengenalnya.

5.1.8.2 Faktor Batas Ketelitian (Accuracy Limit Factor / ALF)


Faktor batas ketelitian disebut juga faktor kejenuhan inti adalah batasan
perbandingan nilai arus primer minimum terhadap arus primer pengenal dimana
kesalahan komposit dari trafo arus sama atau lebih kecil dari 5% atau 10% pada
sekunder yang dibebani arus pengenalnya. ALF merupakan perbandingan
I primer
dari
I rated
Contoh:
CT 5P20 dengan rasio 300 / 1 A, artinya accuracy limit factor (ALF) = 20, maka
batas ketelitian trafo arus tersebut adalah :
≤ 5% pada nilai 20 x Arus pengenal primer atau
≤ 5% * 300 A pada pengukuran arus primer 20 * 300 A, atau
≤15 A pada pengukuran arus primer 6000 A.

5.1.8.3 Kelas Ketelitian Trafo Arus Metering


Trafo arus metering memiliki ketelitian tinggi untuk daerah pengukuran sampai 1,2
kali nominalnya. Daerah kerja trafo arus metering antara : 0.1 – 1.2 x IN trafo arus.
Kelas ketelitian trafo arus metering dinyatakan dalam prosentase kesalahan rasio
pengukuran baik untuk arus maupun pergeseran sudut fasa, seperti pada Tabel 1
dan 2 di bawah.

Tabel 1: Batas Kesalahan Trafo Arus Metering


+/- % Kesalahan Rasio +/- Pergeseran Fase pada
Kelas Arus pada % dari % dari Arus Pengenal
Ketelitian Arus Pengenal Menit (1/60 derajat)
5 20 100 120 5 20 100 120
0,1 0,4 0,2 0,1 0,1 15 8 5 5
0,2 0,75 0,35 0,2 0,2 30 15 10 10
0,5 1,5 0,75 0,5 0,5 90 45 30 30
1,0 3,0 1,5 1,0 1,0 180 90 60 60

Tabel 2: Batas Kesalahan Trafo Arus Metering

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 14
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

+/- % Kesalahan Rasio +/- Pergeseran Fase pada


Kelas Arus pada % dari % dari Arus Pengenal
Ketelitian Arus Pengenal Menit (1/60 derajat)

1 5 20 100 120 1 5 20 100 120


0,2S 0,75 0,35 0,2 0,2 0,2 30 15 10 10 10
0,5S 1,5 0,75 0,5 0,5 0,5 90 45 30 30 30

x IS

10
  5%
8

2
x IP
2 4 6 8 10 12

Gambar 17. Kurva Faktor Batas Ketelitian


5.1.8.4 Kelas Ketelitian Trafo Arus Proteksi

a. Kelas P
Kelas ketelitian trafo arus proteksi dinyatakan dalam pengenal sebagai berikut: 15
VA, 10P20.
15 VA = Pengenal beban (burden) trafo arus, sebesar 15 VA.
10 P = Kelas proteksi, kesalahan 10 % pada pengenal batas akurasi.
20 = Accuracy Limit Factor, batas ketelitian trafo arus s.d. 20 kali arus
pengenal.

Tabel 3: Kesalahan Rasio dan Pergeseran Fasa Trafo Arus Proteksi

Pada Arus Pengenal Kesalahan Komposit


Kelas pada batas ketelitian
Ketelitian Kesalahan Rasio Kesalahan Sudut Arus Primer Pengenal
(%) (menit) (%)

5P ±1 ± 60 5
10P ±3 - 10

b. Kelas TPX, TPY dan TPZ

Trafo arus yang mempunyai sirkit tanpa ataupun dengan celah udara serta

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 15
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

mempunyai tipikal konstanta waktu sekunder, dikelompokkan sebagai berikut:

Kelas TPX (non gapped core)


Trafo arus TPX adalah trafo arus tanpa celah udara dengan konstanta waktu lebih
lama dari 5 detik, umumnya 5 s.d. 20 detik. Trafo arus jenis ini mempunyai
ketelitian tinggi, arus magnetisasi yang sangat rendah, presisi pada transformasi
komponen AC dan DC.
– Cocok untuk semua jenis proteksi.
– Faktor remenensi KR  0.8
– Trafo arus jenis ini mempunyai inti yang besar sehingga berat dan mahal.
– Dapat dikombinasikan dengan trafo arus jenis TPY.
– Pengguna (user) harus menyertakan nilai minimum dari Vknee dan nilai rms
maksimum dari arus eksitasi.
– Trafo arus jenis TPX ini pada umumnya digunakan pada sistem tegangan
tinggi/tegangan ekstra tinggi untuk proteksi: Busbar, CCP, dan REF.

Kelas TPY (anti remanence gapped core)


Trafo arus TPY adalah trafo arus yang memiliki celah udara kecil (pada inti) dengan
konstanta waktu 0.2 s.d. 5 detik. Trafo arus jenis ini hampir sama dengan trafo
arus jenis TPX namun transformasi komponen DC tidak seteliti trafo arus TPX.
– Kesalahan transien lebih besar pada konstanta waktu yang kecil.
– Faktor remenensi KR < 0.1
– Trafo arus jenis ini mempunyai inti yang besar sehingga berat dan mahal.
– Cocok untuk semua jenis proteksi.
– Toleransi konstanta waktu sekunder  20 % jika Ts < 2 detik dan CT digunakan
untuk proteksi penghantar (LP).

Kelas TPZ (linear core)


Trafo arus TPZ adalah trafo arus yang memiliki celah udara besar (pada inti)
dengan konstanta waktu 60 milidetik ±10%.
Arus magnetisasi 53% dari arus sekunder pada keadaan tunak (steady state).
– Faktor remenensi KR  0
– Ukuran core 1/3 dari tipe TPX dan TPY untuk keperluan yang sama,
– Hanya dapat dikombinasikan dengan trafo arus jenis TPZ saja.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 16
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

5.1.9 PEMELIHARAAN TRAFO ARUS

Lingkup pengujian trafo arus adalah sebagai berikut:


1. Pengujian Rasio,
2. Pengujian Beban,
3. Pengujian Kejenuhan (Saturasi),
4. Pengujian Polaritas,
5. Pengukuran Tahanan DC (R dc), dan
6. Pengukuran Tahanan Isolasi (Megger).

5.1.9.1 Pengujian Rasio Trafo Arus

Pengujian rasio CT dilakukan untuk membandingkan rasio transformasi arus primer


dan sekunder, apakah sesuai dengan tanda pengenal (nameplate) trafo arus.
Pengujian rasio sesuai dengan IK-OPH/CT-03/P3BS/2007.

P1 P2

S1 S2
Alat Uji Arus

220 V

Gambar 18. Rangkaian Pengujian Rasio Trafo Arus

5.1.9.2 Pengujian Beban (Burden) Trafo Arus


Pengujian beban trafo arus dilakukan untuk mengetahui besar kemampuan trafo
arus apakah masih sesuai dengan spesifikasi teknis yang tertulis pada tanda
pengenal trafo arus.
Pengujian beban trafo sesuai dengan IK-OPH/CT-06/P3BS/2007.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 17
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

S1

S2
Alat Uji Arus
A V

220

Gambar 19. Rangkaian pengujian beban trafo arus


5.1.9.3 Pengujian Beban pada Rangkaian Sekunder Trafo Arus
Pengujian beban rangkaian sekunder dilakukan untuk mengetahui besar beban
yang tersambung pada sekunder trafo arus dibandingkan dengan kemampuan
beban trafo arus. Pengujian beban rangkaian sekunder dengan IK-OPH/CT-
07/P3BS/2007.

Relai

S1

S2

A V
Alat Uji Arus

220 V

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 18
http://catatan-team-jaya.blogspot.com
Gambar 20. Rangkaian Pengujian Beban Trafo Arus

5.1.9.4 Pengujian Kejenuhan Trafo Arus (Saturasi)


Pengujian kejenuhan trafo arus dilakukan untuk mengetahui tegangan knee (Knee
point) terhadap referensi dari tanda pengenal trafo arus dan kurva magnetisasi
pada masing-masing inti (core), kemudian dibandingkan dengan kebutuhan
persyaratan tegangan pada rangkaian sekunder (Vs) yang ditinjau saat terjadi
gangguan hubung singkat maksimum.
Pengujian kejenuhan CT sesuai dengan IK-OPH/CT-04/P3BS/2007.

Pengatur tegangan uji

220 V
S1

S2 A V

Gambar 21. Rangkaian Uji Saturasi Trafo Arus

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 19
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

V Trafo arus proteksi


dV = 10%

Trafo arus metering

dI = 50%
I

Gambar 22. Kurva Kejenuhan Trafo Arus

5.1.9.5 Pengujian Polaritas


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah arah arus (polaritas) dari trafo
arus yang terpasang sudah benar.
Pengujian polaritas CT sesuai dengan IK-OPH/CT-09/P3BS/2007.

S Baterai

+ -
P1 P2
+ -

S1

S2

Gambar 23. Rangkaian Uji Polaritas Trafo Arus

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 20
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

5.1.9.6 Pengukuran Tahanan DC (R dc)


Pengukuran tahanan DC trafo arus bertujuan untuk mengetahui nilai tahanan DC
internal trafo arus. Nilai tahanan DC pada trafo arus biasanya dipakai untuk
menghitung setelan pada relai gangguan tanah terbatas (restricted earth fault).
Pengukuran tahanan DC sesuai dengan IK-OPH/CT-08/P3BS/2007.

Pengukuran tahanan isolasi dilakukan pada


semua terminal sekunder pada masing-masing
inti seperti Gambar 19.
- Terminal 1S1 – 1S2,
mΩ - Terminal 1S1 – 1S3,
- Terminal 2S1 – 2S2, dan
S1 S2 - Terminal 2S1 – 2S3.

Gambar 24. Rangkaian Pengukuran Tahanan DC Trafo Arus


5.1.9.7 Pengukuran Tahanan Isolasi Trafo Arus (Megger)

Tahanan isolasi yang akan diukur adalah antara:


– terminal primer (P1/P2) - ground,
– terminal primer (P1/P2) – sekunder (S1/S2), dan
– terminal sekunder (S1/S2) - ground, secara bergantian.

Tegangan uji peralatan (Megger) yang digunakan adalah


– skala 5000 V untuk sisi primer ( P1 atau P2 - Ground), dan
– skala 1000-2500 V untuk sisi sekunder ( 1S1 – 2S1).

Pengujian tahanan isolasi sesuai dengan IK-OPH/CT-02/P3BS/2007.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 21
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

S1 S2

Gambar 25. Rangkaian Pengukuran Tahanan Isolasi Trafo Arus

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 22
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

Contoh Perhitungan Kejenuhan Inti

Diketahui arus hubung singkat maksimum IF max = 7266 A, rasio CT 1000 /5 A dan kelas
10P20, burden 7.5 VA.
CT tersebut dihubungkan pada rangkaian relai proteksi dengan nilai tahanan internal RCT
= 0.26 , Rrelai = 0.02 , Rkawat = 0.15 
Perhitungan untuk relai arus lebih:
 tegangan pada sisi sekunder CT adalah:
VS  I F  RCT  Rrelai  Rkawat  Volt

 0.26  0.02  0.15 Volt


5
VS  7226 
1000
VS  15.54 Volt
 tegangan knee (V knee) CT adalah:

 VA 
Vk    RCT  I n   ALF Volt
 In 
 7.5 
Vk    0.26  5   20 Volt
 5 
Vk  56 Volt
* Vk >VS –– dengan demikian CT masih memenuhi kebutuhan

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 23
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

5.2 TRAFO TEGANGAN ( POTENTIAL TRANSFORMER / PT )

5.2.1 DEFENISI DAN FUNGSI TRAFO TEGANGAN

Trafo tegangan adalah trafo yang dirancang khusus untuk fungsi pengukuran
tegangan pada rangkaian primer dan mengkonversinya menjadi besaran sekunder.

Fungsi trafo tegangan (PT)


 Mengkonversi besaran tegangan pada sistem tenaga listrik dari besaran primer
menjadi besaran sekunder untuk keperluan sistem metering dan proteksi.
 Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer.
 Standarisasi besaran sekunder, yaitu tegangan 100, 100/√3, 110/√3 dan 110
volt.

Trafo tegangan dibagi menjadi 2 (dua) jenis, trafo tegangan magnetik (magnetic
voltage transformer/VT) atau yang sering disebut trafo tegangan induktif, dan trafo
tegangan kapasitif (capacitor voltage transformer/CVT). Jenis trafo tegangan induktif
umumnya dipakai pada tegangan s.d. 145 kV sedangkan jenis trafo tegangan
kapasitif dipakai pada tegangan diatas 145 kV. Trafo tegangan kapasitif juga dapat
dipakai dengan peralatan PLC untuk komunikasi melalui saluran transmisi tegangan
tinggi.
Trafo tegangan umumnya dihubungkan pada tegangan fasa – tanah.

5.2.2 PRINSIP KERJA


Berikut ini adalah gambar rangkaian pengganti trafo tegangan.

E1 E2

N1 N2

Gambar 26. Rangkaian Pengganti Trafo Tegangan

Prinsip kerja trafo tegangan adalah berdasarkan persamaan berikut:

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 24
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

E1 N 1
  a,
E2 N 2
dimana:
a = perbandingan transformasi dimana N 1  N 2 ,

N1 = jumlah lilitan primer,

N2 = jumlah lilitan sekunder,

E1 = tegangan primer (Volt), dan

E2 = tegangan Sekunder (Volt).

Pada dasarnya, prinsip kerja trafo tegangan sama dengan prinsip kerja pada trafo
arus. Pada trafo tegangan perbandingan transformasi tegangan dari besaran primer
menjadi besaran sekunder ditentukan oleh jumlah lilitan primer dan sekunder.
Diagram fasor arus dan tegangan untuk trafo arus juga berlaku untuk trafo
tegangan, lihat Gambar 2. Diagram Fasor Arus dan Tegangan pada Trafo Arus.

Rangkaian ekivalen trafo tegangan adalah :

Vi Vo ZB

Gambar 27. Rangkaian Ekivalen Trafo Tegangan

5.2.3 KLASIFIKASI TRAFO TEGANGAN MENURUT PRINSIP KERJANYA


Menurut prinsip kerjanya, trafo tegangan diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok,
yaitu:

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 25
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

 Trafo Tegangan Induktif (inductive voltage transformer atau electromagnetic


voltage transformer)
Trafo tegangan induktif adalah trafo tegangan yang terdiri dari belitan primer
dan belitan sekunder dengan prinsip kerja tegangan masukan (input) pada
belitan primer akan menginduksikan tegangan ke belitan sekunder melalui inti.
 Trafo Tegangan Kapasitor (capasitor voltage transformer)
Trafo tegangan kapasitif terdiri dari rangkaian kapasitor yang berfungsi sebagai
pembagi tegangan dari tegangan tinggi ke tegangan menengah pada primer,
selanjutnya diinduksikan ke belitan sekunder.

5.2.3.1 Kontruksi Trafo Tegangan Induktif (Voltage Transformer / VT)


Trafo tegangan jenis ini banyak dipakai pada tegangan 12 kV sampai 170 kV.
Konstruksi trafo tegangan induktif adalah sebagai berikut:

7 Keterangan gambar:
6 1. Kertas/Isolasi Minyak
Mineral/Quartz filling.
2. Belitan Primer: vernis ganda-
isolasi kawat tembaga, tahan
5 pada suhu tinggi.
3. Inti: bukan orientasi listrik baja
memperkecil resiko resonansi
1
besi
4. Belitan Sekunder
5. Isolator Keramik
6. Dehydrating Breather
4 2
7. Terminal Primer
8. Terminal Sekunder
3
8

Gambar 28. Konstruksi Trafo Tegangan Induktif


5.2.3.2 Kontruksi Trafo Tegangan Kapasitor (Capacitor Voltage Transformer)
Bagian –bagian utama CVT :

1). HV.T adalah terminal tegangan tinggi (high voltage terminal) yaitu bagian yang
dihubungkan dengan tegangan transmisi baik untuk tegangan bus maupun
tegangan penghantar terminal tegangan tinggi/primer.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 26
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

2). C1, C2 adalah kapasitor pembagi tegangan (capacitive voltage divider) yang
berfungsi sebagai pembagi tegangan tinggi untuk diubah oleh trafo tegangan
menjadi tegangan pengukuran yang lebih rendah. Kapasitansi C2 lebih besar
dari C1. Sebagai contoh untuk CCVT 110/3 kV / 100/3 V dengan maksimum
tegangan fasa – tanah 71 kV, kapasitansi masukan (input capacity) 8.800 pF
yang terdiri dari C1 = 20.661 pF, dan C2 = 182.504 pF (C1 dan C2 terhubung
seri).

3 7

Gambar 29. Konstruksi Trafo Tegangan Kapasitif

3). L0 adalah induktor penyesuai tegangan (medium voltage choke) yang


berfungsi untuk mengatur/menyesuaikan supaya tidak terjadi pergeseran fasa
antara tegangan masukan (vi) dengan tegangan keluaran (vo) pada frekuensi
dasar.
4). PT adalah trafo tegangan yang memberikan tegangan sekunder vo untuk
masukan pada instrumen meter dan peralatan/relai proteksi dengan mengubah
tegangan menengah dari kapasitor pembagi tegangan ke tegangan rendah.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 27
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

5). Rubber bilow adalah sebagai katup pernapasan (dehydrating breather) untuk
menyerap udara lembab pada kompartemen yang timbul akibat perubahan
temperatur, sehingga akan mencegah penurunan isolasi minyak.

6). Isolator adalah Isolator porselen penyangga, tempat kedudukan kapasitor


dan berfungsi sebagai isolasi pada bagian-bagian tegangan tinggi.

7). 1a, 2a adalah terminal keluaran untuk tegangan sekunder, sebagai contoh
untuk rasio CVT 50 Hz adalah 150/3kV / 100/3 volt atau rasio sama dengan
1500.
Bagian-bagian lainnya:
- PG (protective gap) adalah gap pengaman,
- H.F (high frequency) adalah teminal frekuensi tinggi yang berkisar sampai
puluhan kilohertz, sebagai pelengkap pada salah satu konduktor penghantar
dalam memberikan sinyal komunikasi melalui PLC,
- L3 adalah reaktor pentanahan yang berfungsi untuk meneruskan
frekuensi 50 Hz,
- SA (surge arrester) atau arester surja adalah pelindung terhadap
gelombang surja petir, dan
- S adalah sakelar pentanahan (earthing switch), yang biasanya dipergunakan
pada kegiatan pemeliharaan.

5.2.3.3 Prinsip kerja CCVT


Coupling Capacitive Voltage Transformer (CCVT) digunakan untuk instrumentasi,
khususnya pada peralatan-peralatan meter dan proteksi. Pada umumnya kinerja
CCVT sangat baik pada kondisi steady state.
Prinsip kerja CCVT adalah menurunkan besaran tegangan primer (150 kV) menjadi
besaran tegangan sekunder (100 volt) melalui kapasitor (C1 & C2) yang berfungsi
sebagai pembagi tegangan (voltage divider) dan trafo tegangan sebagai penurun
tegangan. Keluaran tegangan sekunder dirancang seakurat mungkin sama dengan
perbandingan rasio tegangan masukan disisi primer dalam segala kondisi operasi.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 28
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

Lc
C1+C2

C1
Vi  Vp Vo Zb
C1  C 2

Gambar 30. Rangkaian Ekivalen CVT


dimana :
Vi = tegangan tinggi ekivalen (input),
Vp = tegangan tinggi sisi primer CVT,
Vo = tegangan keluaran (output),
C1 = adalah kapasitor tegangan tinggi,
C2 = adalah kapasitor tegangan menengah,
Lc = induktansi choke, dan
Zb = impedansi beban.

Tegangan keluaran CVT:


N2
Vo   Vi Volt,
N1
Pada keadaan tunak (steady state) kondisi ini dapat dipenuhi sesuai dengan desain
dan penyetelan CCVT, namun akurasi CCVT akan menurun pada keadaan peralihan
(transient) mengikuti komponen induktif, kapasitif dan nonliniernya, seperti:
- pada gejala peralihan switching operations pemutus tenaga (PMT) atau pemisah
(PMS).
- terjadinya sambaran petir langsung atau tidak langsung pada saluran transmisi
tegangan tinggi (SUTT/SUTET) yang terhubung ke busbar gardu induk, yang
diikuti ataupun tidak diikuti kerusakan isolasi; atau kerjanya arrester.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 29
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

Oleh karena itu, dalam menentukan rancangan instalasi meter dan proteksi, harus
mempertimbangan beberapa karakteristik kerja CCVT dan kesalahan (error) akibat
arus eksitasi dan pembebanan (burden) CCVT tersebut.
Kesalahan (error) pembacaan pada meter dan proteksi dapat juga disebabkan
terjadinya osilasi feroresonansi (ferroresonance) yang diakibatkan :
– apabila sirkit kapasitansi beresonansi dengan induktasi nonlinier inti besi (iron
core). Gejala-gejala ini juga terjadi pada kondisi operasi pemberian tegangan
(energize) pada saluran tanpa beban yang diikuti fenomena tegangan lebih
(overvoltage), sehingga dapat menyebabkan kerusakan peralatan atau
penurunan tahanan.
– Pelepasan beban (rejection of load) sebelum hilangnya gangguan hubung singkat
temporer juga menyebabkan kondisi kritis terjadinya osilasi feroresonansi.
Bahaya tegangan lebih tidak terjadi selama periode gangguan hubung singkat,
karena terjadi penurunan tegangan pada saat hubung singkat, namun sebaliknya
pada saat hilangnya gangguan, tegangan sistem dapat naik dan menimbulkan
gejala feroresonansi.

5.2.4 KESALAHAN TRAFO TEGANGAN

Trafo tegangan biasanya dibebani oleh rangkaian impedansi yang terdiri dari relai-
relai proteksi, peralatan meter dan kawat (penghubung dari terminasi PT ke
instrumen proteksi maupun meter).
Kesalahan pengukuran PT (ε) berdasarkan IEC-186 adalah sebagai berikut:
Kesalahan PT didefinisikan sebagai:
K T  VS  V P
  100% ,
VP
dimana:
K T = perbandingan rasio pengenal,
V P = tegangan primer aktual (Volt), dan
VS = tegangan sekunder aktual (Volt).
Jika kesalahan trafo tegangan (ε) positif maka tegangan sekunder lebih besar dari
nilai tegangan nominal pengenalnya.
Jumlah lilitan yang lebih kecil pada pembebanan rendah dan negatip pada

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 30
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

pembebanan besar.
Selain kesalahan rasio juga terdapat kesalahan akibat pergeseran fasa. Kesalahan
ini bernilai positif jika tegangan sekunder mendahului tegangan primer.
Untuk pemakaian proteksi akurasi pengukuran tegangan menjadi penting selama
kondisi gangguan.
Batasan akurasi Trafo Tegangan seperti tabel berikut:
Tabel 4: Batas Kesalahan Trafo Tegangan Pengukuran dengan pengenal tegangan
0.8 s.d. 1.2 kali dan pengenal beban 0.25 s.d. 1 kali pada faktor daya 0.8.
Tabel 4: Batas Kesalahan Trafo Tegangan Pengukuran

+/- % Kesalahan Rasio +/- Pergeseran Fase pada


Kelas
Tegangan pada % dari Tegangan Pengenal
Ketelitian
Tegangan Pengenal Menit (1/60 derajat)

0,1 0.1 5
0,2 0.2 10
0,5 0.5 20
1,0 1.0 40
3,0 3.0 tidak ditentukan

Tabel 5: Batas Kesalahan Trafo Tegangan Proteksi

+/- % Kesalahan Rasio +/- Pergeseran Fase pada


Kelas
Tegangan pada % dari Tegangan Pengenal
Ketelitian
Tegangan Pengenal Menit (1/60 derajat)

3P 3.0 120
6P 6.0 240

5.2.5 PENGUJIAN TRAFO TEGANGAN (PT/CCVT)

Lingkup Pengujian pemeliharaan trafo tegangan (PT/CCVT) adalah:


1. Pengujian Rasio
2. Pengujian Tahanan Isolasi
3. Pengujian Tangen Delta (Dielectric Loss Factor and Capacitance) khusus untuk
CVT
4. Pengujian Beban pada Rangkaian Sekunder

5.2.5.1 Pengujian Rasio Tegangan

Pengujian ini dilakukan dengan cara menginjeksikan tegangan secara bertahap


sampai dengan tegangan yang diinginkan, misalnya 500 Volt.

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 31
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

Perhatikan pembacaan tegangan pada alat uji, dan parameter VA Meter secara
bersamaan.
Kemudian data hasil pengukuran sisi primer dan sekunder dibandingkan, sehingga
prosentase kesalahan (error) rasio primer-sekunder dapat dihitung.

a n

Alat Uji Tegangan

VA Meter
220 V

Gambar 31. Rangkaian Pengujian Rasio Trafo Tegangan

Khusus untuk pengujian rasio pada CVT menggunakan peralatan HV-Test.


Pengujian rasio PT/CVT sesuai dengan IK-OPH/PT-03/P3BS/2007.

5.2.5.2 Pengukuran Tahanan Isolasi Trafo Tegangan (Megger)


(sesuai dengan SE-032)

Tahanan isolasi yang akan diukur adalah antara:


– terminal primer (P) - ground,
– terminal sekunder (a1) - ground, secara bergantian.

Tegangan uji peralatan (Megger) yang digunakan adalah

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 32
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

– skala 5000 V untuk sisi primer ( P1 atau P2 - Ground), dan


– skala 1000-2500 V untuk sisi sekunder ( a1).

Pengukuran tahanan isolasi PT/CVT sesuai dengan IK-OPH/PT-02/P3BS/2007.

a n

Gambar 32. Rangkaian Pengujian Tahanan Isolasi

5.2.5.3 Pengujian Tangen Delta (Dielectric Loss Factor and Capacitance)


Pengujian Tangen Delta (Dielectric Loss Factor and Capacitance) Khusus pada CVT
adalah sebagai berikut. Kapasitor kopling (coupling capacitor) pada CVT merupakan
bagian yang sangat penting dan sangat menentukan performa CVT tersebut.
Material isolasi (insulation) yang digunakan kapasitor adalah material plastik film
sebagai lapisan bersama-sama dengan material kertas, (paper-polypropylene film)
dan diimpregnasikan dengan minyak sintetis (synthetik). Sehingga nilai
kapasitansinya dipengaruhi oleh kondisi minyak sintetis tersebut. Untuk itu perlu
perhatian khusus dengan melakukan pemeriksaan dan mengujian untuk
mengetahui kondisi minyak sintetisnya. Apabila hasil ukur faktor daya (power
factor) menurun, maka direkomendasikan dilakukan penggantian minyak. Dalam
kondisi baru nilai faktor dayanya adalah 0,2 – 0,3%. Perubahan-perubahan nilai
faktor daya yang terjadi dengan cara membandingkan hasil pada saat komisioning
(commisioning).

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 33
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

Selain itu, pengukuran coupling capacitor perlu dilakukan untuk mengetahui


adanya terjadi perubahan nilai kapasitansinya terhadap nilai yang standar (yang
tertera pada name plate) karena akan mempengaruhi performance karateristik
kerjanya. Beberapa pabrikan menyatakan apabila kenaikan nilai capacitansi hingga
hasil pengukuran yang lebih besar 1 % terhadap nilai pada name plate,
memberikan indikasi telah terjadi beberapa elemen hubung singkat, dan
direkomendasikan untuk melepas dan diganti dengan yang baru. Pengukuran
tangen delta untuk CVT sesuai dengan IK-OPH/PT-06/P3BS/2007.

Tan delta

C1

C2

Gambar 33. Rangkaian Pengujian Tangen Delta pada CVT

Dari rangkaian diatas :


- Pengukuran kapasitansi C1 : terminal A – B,
- Pengukuran kapasitansi C2 : terminal B – C, dan
- Pengukuran kapasitansi total (C1 - C2) : terminal A – C.

Hal-hal harus diperhatikan dalam pengujian ini adalah


1. Jenis dan tipe serta spesifikasi teknis CVT yang akan diuji,
2. Nilai kapasitansi nominalnya sesuai tanda pengenal,
3. Gambar skematik dan kontruksi CVT, dan
4. Peralatan uji yang digunakan.
5.2.5.4 Pengujian Beban pada Rangkaian Sekunder CVT
Pengujian beban rangkaian sekunder dilakukan untuk mengetahui besar beban

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 34
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

yang tersambung pada rangkaian sekunder CVT dibandingkan dengan kemampuan


beban pada tanda pengenal CVT. Pengujian beban rangkaian sekunder trafo
tegangan sesuai dengan IK-OPH/PT-05/P3BS/2007.

5.3 BATASAN – BATASAN OPERASI TRAFO PENGUKURAN

5.3.1 JADWAL PENGUKURAN MINYAK ISOLASI TRAFO PENGUKURAN

Tabel 6: Jadwal pengujian Minyak Isolasi CT/PT/CVT

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 35
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

Periode (tahun)
Tegangan
Pengukuran Non
Nominal Sealed
Sealed

Batas operasi minyak


37 s.d. 72.5 kV 6 10
isolasi
Batas operasi minyak
73 s.d. 275 kV 5 8
isolasi

5.3.2 PEMASANGAN SPARK GAP PADA ISOLATOR BUSHING

Tabel 7: Batasan Pemasangan Spark Gap pada Bushing


(Standar VDE 0111/12.66)

Tegangan BIL Jarak antara Gap


Nominal
( kV ) ( mm )
125 155
20 kV
95 115
235 400
70 kV
250 340
550 700
150 kV 650 830
750 1000

5.3.3 PENGUKURAN DIELECTRIC MINYAK CT/PT/CVT

Tabel 8: Batasan hasil uji tahanan isolasi Minyak CT/PT/CVT (Standar IEC-156)

Kekuatan Dielektrik
Tan δ Kandungan
Tegangan (kV/cm)
Nominal Minyak Minyak
(%) mgKOH/g
baru lama

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 36
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

< 70 kV ≥ 200 ≥ 120 ≥ 10 ≤ 0.5


70 - 170 kV ≥ 200 ≥ 160 ≥ 10 ≤ 0.3
> 170 kV ≥ 200 ≥ 200 ≥ 10 ≤ 0.3

5.3.4 PENGUKURAN TAHANAN ISOLASI (MEGGER)

Tabel 9: Batasan Hasil Pengukuran Tahanan Isolasi Rangkaian Sekunder


CT/PT/CVT (Standar IEEE 43-2000)

Terminal yang Tegangan Uji Tahanan Isolasi


Peralatan
diuji
( Volt ) (MΩ)

Primer-ground 2500 ≥ 5.000

Antar Primer
2500 ≥ 5.000
Trafo Arus (double/triple)

(CT) Primer-Sekunder 2500 ≥ 25.000

Sekunder-ground 1000-2500 ≥ 5.000

Primer-ground 2500 ≥ 5.000


Trafo Tegangan Primer-Sekunder 2500 ≥ 5.000
Induktif (PT)
Sekunder-ground 1000 - 2500 ≥ 5.000

Primer-Sekunder 2500 ≥ 5.000 *)


Trafo Tegangan
Kapasitif (CVT) Sekunder-ground 1000 - 2500 ≥ 5.000 *)

*) Catatan : pada temperatur ± 20º C (68ºF)

5.3.5 JARAK RAYAP (CREEPAGE DISTANCE)

Tabel 10: Batasan Jarak Rayap Bushing Isolator (Standar IEC-44.1)

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 37
http://catatan-team-jaya.blogspot.com

Jarak Rayap Perbandingan


Tingkat
minimum Jarak Rayap
Polusi
(mm) Jarak Busur

I. Light 16 ≤ 3.5
II. Medium 20 ≤ 3.5

III. Heavy 25 ≤ 4.0


IV. Very Heavy 31 ≤ 4.0

http://catatan-team-jaya.blogspot.com 38

Anda mungkin juga menyukai