Rute Pemberian Obat
Rute Pemberian Obat
OLEH :
FARMASI B
(KELOMPOK 2)
NI’MA NURMAGFIRAH
NOFRIANI SAFITRI
NUR REZKI AMALIA K
NUR FAEDAH SINAR
NUR HIDAYAH KAMIL
ULFAH FITRIASARI
SAMATA-GOWA
2013
Makalah Jalur Pemberian Obat (Farmakologi Dasar)
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Farmakologi-Toksikologi Dasar pada semester IV, tahun ajaran 2013/2014, yang
berjudul “Jalur Pemberian Obat”. Dengan menyelesaikan tugas ini penulis
diharapkan untuk lebih mengetahui tentang apa sebenarnya jalur dan pemberian
obat, keuntungan dan kerugian dari tiap jalur, bentuk sediaan bagi jalur tiap
pemberian, serta sudut prespektif islam dalam memandang jalur pemberian obat
yang merupakan salah satu sub bab dari materi Pengantar Farmakologi Dasar.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang…………………………………………….3
B. Rumusan Masalah…………………………………………4
BAB II. Tinjauan Pustaka
A. Jalur Pemberian Obat…………………………………….5
B. Keuntungan dan Kerugian Jalur Pemberian Obat………...11
C. Tepat Pemberian Obat…………………………………….13
D. Bentuk Sediaan Berdasarkan Jalur Pemberian Obat……...15
BAB III. Tinjauan Islam
A. Sains dan Teknologi Kesehatan dalam Pandangan Islam..20
B. Obat Bagi Segala Macam Penyakit……………………….21
C. Hukum Jalur Pemberian Obat…………………………….22
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis
anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim
dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal
ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam
waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat.1
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya
serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut:
a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik
b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-
macam rute
g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya
obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan
efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau
sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep2
1
Katzug, Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed, 2003. PP. Hal 1567
2
Anief. Ilmu Meracik Obat. UGM Press: Yogyakarta. 2010. Hal 52
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jalur pemberian obat?
2. Apa keuntungan dan kerugian dari tiap jalur pemberian obat?
3. Bagaimana optimalisasi tepat pemberian obat?
4. Apa saja bentuk sediaan berdasarkan jalur pemberian obat?
5. Bagaimana sains dan teknologi kesehatan dalam pandangan islam?
6. Dalil tentang obat segala macam penyakit
7. Bagaimana hukum jalur tiap pemberian obat menurut islam?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Tjay dkk. Obat-obat Penting. Pt. Alex Media Komputindo; Jakarta. 2006. hlm. 18
ini ialah obat langsung masuk ke peredaran darah besar tanpa melalui
hati. Oleh karena itu, cara ini digunakan bila efek yang pesat dan lengkap
diinginkan, misalnya pada serangan angina (suatu penyakit jantung),
asma atau migrain (nitrogliserin, isoprenalin, ergotamin juga
metiltesteron). Kebertannya adalah kurang praktis untuk digunakan
terus-menerus dan dapat merangsang mukosa mulut. Hanya obat yang
bersifat lipofil saja yang dapat diberikan dengan cara ini.4
c. Injeksi
Pemberian obat secara parenteral (berarti “di luar usus”) biasanya dipilih
bila diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang
merangsang atau dirusak oleh getah lambung (hormon), atau tidak
diresorpsi usus (streptomisin). Begitu pula pasien yang tidak sadar atau
tidak mau kerja sama. Keberatannya adalah cara ini lebih mahal dan
nyeri serta sukar digunakan oleh pasien sendiri. selain itu ada pula
bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak
pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.5
- Subkutan (hipodermal)
Injeksi dibawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat
yang tidak merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak.
Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena.
Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin pada pasien penyakit
gula.
- Intrakutan
Absorpsi sangat lambat, mislanya injeksi tuberculin dari
Mantoux.
- Intramuscular
Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja
dalam waktu 10-30 menit. Guna memperlambat resorpsi dengan
maksud memperpanjang kerja obat, sering kali digunakan larutan
4
Ibid, Hal 18-19
5
Ibid, Hal 19
tersambung pada system porta dan obat tidak melalui hati pada
peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakan
First Pass Effect. Pengecualian adalah bila obat diserap di bagian
atas rectum dan oleh vena porta dan kemudian ke hati. Misalnya
thiazianium.
Dengan demikian, penyebaran obat di dalam rectum yang
tergantung dari basis suppositoria yang digunakan, dapat
menentukan rutenya ke sirkulasi darah besar. Suppositoria dan
salep juga sering digunakan untuk efek local pada gangguan
poros usus misalnya wasir. Keberatannya ialah dapat
menimbulkan peradangan bila digunakan terus-menerus.
2. Efek Lokal
a. Intranasal
Mukosa lambung-usus dan rectum, juga selaput lendir lainnya dalam
tubuh, dapat menyerap obat dengan baik dan menghasilkan terutama efek
setempat. Secara intranasal (melalui hidung) digunakan tetes hidung pada
selesma untuk menciutkan mukosa yang bengkak (efedrin,
ksilometazolin). Kadang-kadang obat juga untuk memberikan efek
sistemis, misalnya vasopressin dan kortikosteroida (heklometason,
flunisolida).6
b. Intra-okuler dan Intra-aurikuler (dalam mata dan telinga)
Obat berbentuk tetes atau salep digunakan untuk mengobati penyakit
mata atau telinga. Pada penggunaan beberapa jenis obat tetes harus
waspada, karena obat dapat diresorpsi ke darah dan menimbulkan efek
toksik, misalnya atropin.7
c. Inhalasi (Intrapulmonal)
Gas, zat terbang, atau larutan sering kali diberikan sebagai inhalasi
(aerosol), yaitu obat yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alat
aerosol. Semprotan obat dihirup dengan udara dan resorpsi terjadi
6
Ibid, hal 20
7
Ibid
8
Ibid
9
Ibid, Hal 21
10
Ibid
11
Nastity, Gemy. Farmakologi. Cakrawala Publishing; Yogyakarta. 2009. hlm. 46
4. Topical
Keuntungan
- Memberikan efek local
- Efek samping sedikit
Kerugian
- Mungkin kotor dan dapat mengotori pakaian
- Cepat memasuki tubuh melalui abrasi dan efek sistematik
5. IM
Keuntungan
- Nyeri akibat iritasi kurang
- Dapat diberikan dalam jumlah yang besar dari pemberian SC
- Obat diabsorpsi dengan cepat
Kerugian
- Merusak barier kulit
- Dapat menyebabkan kecemasan
6. Sub Cutan
Keuntungan
- Kerja obat lebih cepat dari pemberian oral
Kerugian
- Harus menggunakan teknik steril karena merusak barier kulit
- Diberikan hanya dalam jumlah kecil
- Lebih lambat dari pemberian intaramuscular
- Lebih mahal dari obat oral, beberapa obat dapat mengiritasi
jaringan kulit dan menyebabkan nyeri
- Dapat menimbulkan kecemasan
7. Intar Dermal
Keuntungan
- Absorpsi lambat
- Digunakan untuk melihat reaksi alergi
Kerugian
- Jumlah obat yang digunakan harus kecil
- Merusak barier kulit
8. IV
Keuntungan
- Efek kerja cepat
Kerugian
- Terbatas pada obat dengan daya larut tinggi
- Distribusi obat mungkin dihambat oleh sirkulasi darah yang
menurun
9. Inhalasi
Keuntungan
- Pemberian obat melalui saluran pernapasan
- Obat dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar
Kerugian
- Obat dimaksudkan pada efek setempat
- Menghasilkan efek sistemik
- Hanya digunakan untuk saluran pernapasan
suasana pasien sedang kusut atau adanya pindahan pasien dari ruang satu ke
ruang lainnya.
2. Tepat obat
Untuk menjamin obat yang diberikan benar, label atau etiket harus dibaca
dengan teliti setiap akan memberikan obat. Label atau etiket yang perlu
diteliti antara lain nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara pemberiaan serta
Experied date. Kesalahan pemberian obat sering terjadi jika perawat
memberikan obat yang disiapkan oleh perawat lain atau pemberian obat
melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas. Harus diusahakan
menyiapkan sendiri obat yang akan diberikan.
3. Tepat Waktu
Pemberian obat berulang, lebih berpotensi menimbulkan pemberian obat
yang tidak tepat waktu. Banyak obat yang pemberiannya menuntut harus
tepat waktu. Misalnya pada kasus gawat darurat henti jantung, efinefrin
diberikan setiap 3-5 menit, jika tidak dipatuhi akan menghasilkan kadar obat
yang tidak sesuai. Kekurangan atau kelebihan keduanya sangat berbahaya.
Termasuk tepat waktu juga mencakup tepat kecepatan pemberian obat
melalui injeksi (bolus atau lambat) atau pemberian melalui infus. Banyak
obat yang menuntut harus tepat waktu pemberian obat terlalu cepat atau
lambat dapat berakibat serius. Contoh dopamin harus diberikan antara 2-10
g/kg/menit, atropin harus diberikan melalui injeksi IV bolus (cepat).
Pemberian dopamin secara bolus dapat menimbulkan kematian, sedangkan
pemberian atropin secara lambat akan memperparah brandikardi
(perlambatan denyut jantung) yang paradoksial. Adenosin yang mempunyai
waktu paruh (t1/2) sangat pendek harus diberikan dengan cepat supaya
efektif.
4. Tepat dosis
Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul efek
yang berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada pasien anak-anak, lansia
atau pada orang obesitas. Perhitungan dosis secara cermat harus dilakukan
13
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri II. UIP: Jakarta. 2008. Hlm. 707-712
14
Ibid, Hlm. 713-714
15
Ibid, Hlm. 715-717
16
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri III. UIP: Jakarta. 2008. Hlm. 1177-1178
17
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri II. UIP: Jakarta. 2008. Hlm. 714
4. Sediaan Parenteral
Sediaan Prenteral meliputi18
a. Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai
dengan nama: injeksi. Contoh: Injeksi Insulin
b. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar,
pengencer, atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Kita dapat
membedakan dari nama bentuknya: steril. Contoh: Sodium steril
c. Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau lebih
dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari
nama bentuknya: untuk injeksi. Contoh: Methicillin Sodium untuk
injeksi.
d. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan
tidak disuntikan secara intravena atau ke dalam saluran spinal. Kita
dapat membedakannya dari nama bentuknya: suspensi steril. Contoh:
Cortison Suspensi steril
e. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan pembawa yang sesuai. kita dapat membedakan dari nama
bentuknya: steril untuk suspensi
18
Ibid, Hlm. 1295
BAB III
TINJAUAN ISLAM
19
Abbas, At Tibyan wal Ittikhaf Fi Ahkamis Shiyam Wal I’tikaf. Saudi Arabia: Darul Qiyam. 2003.
Hlm. 109
Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan
menghasilkan para ilmuwan yang begitu luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan ini
ternyata jika kita baca, mempunyai keahlian dalam berbagai bidang. Sebut saja
Ibnu Sina. Dalam umurnya yang sangat muda, dia telah berhasil menguasai
berbagai ilmu kedokteran. Mognum opusnya al-Qanun fi al-Thib menjadi
sumber rujukan utama di berbagai Universitas Barat.
Selain Ibnu Sina, al-Ghazali juga bisa dibilang ilmuwan yang representatif
untuk kita sebut di sini. Dia teolog, filosof, dan sufi. Selain itu, dia juga terkenal
sebagai orang yang menganjurkan ijtihad kepada orang yang mampu melakukan
itu. Dia juga ahli fiqih. Al-Mushtasfa adalah bukti keahliannya dalam bidang
ushul fiqih. Tidak hanya itu, al-Ghazali juga ternyata mempunyai paradigma
yang begitu modern. Dia pernah mempunyai proyek untuk menggabungkan,
tidak mendikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Baginya, kedua jenis ilmu
tersebut sama-sama wajib dipelajari oleh umat Islam.20
Demikian pula disebutkan dalam sahih Muslim dari hadits Jabir radiallohu anhu,
bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
20
Ibid
Disebutkan pula dari hadits Usamah bin Syarik radiallohu anhu, berkata :
Telah datang seorang Baduwi kepada Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam,
lalu berkata: Wahai Rasulullah, Siapakah manusia terbaik? Beliau menjawab:
yang paling baik akhlaknya. Lalu Ia bertanya lagi: Wahai Rasulullah, Apakah
boleh kami berobat? Jawab Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, :
َُّللاَ لم يُن َِز ْل دَا ًء أال أ َ ْنزَ َل له ِشفَا ًء َع ِل َمهُ من َع ِل َمهُ َو َج ِهلَهُ من َج ِهلَه
َّ تَدَ َاو ْوا فان
“Berobatlah wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu
penyakit melainkan Allah menurunkan obat untuknya, ada yang mengetahuinya
dan ada pula yang tidak mengetahuinya.”
َّللاِ وما هو قال ا ْله ََر ُم ِ َّللاَ عز وجل لم يُ ْن ِز ْل دَا ًء إِال أ َ ْن َز َل له د ََوا ًء غير دَاءٍ َو
ُ اح ٍد قالوا يا َر
َّ سو َل َّ َّإِن
21
Abdul.Majmuul Fatawa al Mu’ashiroh. Saudi Arabia: Darul Ilmi. 2003.Hlm 257
22
Utsaimin. Majmuul Fatawa al Mu’ashiroh. Saudi Arabia: Darus Salam. Hlm. 220-221
Dari teks di atas dapat diketahui bahwa hukum obat tetes telinga
masih diperselisihkan. Pendapat pertama, Madzhab Hanafi dan Maliki
menghukumi batal puasanya sedangkan Madzhab Syafi’i dan hambali
menghukumi batal puasanya jika obat yang diteteskan tersebut sampai ke
otak. Pendapat ini didasarkan pada alasan jika obat yang diteteskan tadi
sampai pada otak atau tenggorokan. Sedangkan pendapat kedua
menyatakan tidak membatalkan puasa. Pendapat ini disampaikan oleh
sebagian pengikut Madzhab syafi’i dan Ibnu Hazm al Andalusy
dikarenakan apa yang diteteskan tidak sampi ke otak dan hanya sampai
pada pori-pori.
Selain itu, kedokteran modern telah menjelaskan bahwa tidak ada
saluran antara telinga dan otak yang bisa menghantarkan benda cair
kecuali pada satu keadaan, yaitu jika terjadi kerusakan celah pada gendang
telinga. Berdasarkan hal ini, maka yang benar adalah obat tetes telinga
tidak membatalkan puasa. Permasalahannya sekarang, Jika ada celah pada
gendang telinga, apakah hal tersebut membatalkan puasa. Apabila hal ini
terjadi maka ketika itu pengobatan melalui jalur telinga hukumnya sama
dengan pengobatan melalui jalur hidung.
Dari teks di atas dapat diketahui bahwa hukum obat tetes mata
dalam konteks pembatal puasa adalah adalah: Pendapat pertama, Bahwa
obat tetes mata tidak membatalkan puasa. Ini pendapat Syaikh Abdul
Aziz Ibnu Baz, Syaikh Muhammad Sholeh Ibnu Utsaimin, Dr Fadhl
Abbas, Dr Hasan Haitu, Wahbah Az Zuhaily, Dr Ujail an Nasyimy, dan
Ali As Salusy. Mereka berdalil bahwa satu tetes obat mata ini = 0,06
cm3. Dan ukuran ini tidak sampai ke dalam perut. Karena tetesan ini
dalam perjalanannya melewati saluran air mata diserap seluruhnya dan
tidak akan sampai pada tenggorokan. Jika kita katakan ada yang masuk
ke dalam perut, maka itu adalah sangat sedikit sekali. Dan sesuatu yang
sangat sedikit bisa dimaafkan. Sebagaimana dimaafkannya air yang
tersisa dari kumur-kumur. Selain itu, alasan lainnya adalah obat tetes ini
bukanlah perkara yang ada nashnya, dan tidak pula yang semakna dengan
perkara yang ada nashnya. Pendapat kedua membatalkan puasa.
23
Syalthut, Al Fatawa. Saudi Arabia: Darul Ilmiyah.2005. Hlm.136
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, At Tibyan wal Ittikhaf Fi Ahkamis Shiyam Wal I’tikaf. Saudi Arabia: Darul
Qiyam. 2003.
Abdul.Majmuul Fatawa al Mu’ashiroh. Saudi Arabia: Darul Ilmi. 2003.
Anief, Moeh. Ilmu Meracik Obat. UGM Press: Yogyakarta. 2010.
Handayani, Gemy Nastity. Farmakologi. Cakrawala Publishing; Yogyakarta.
2009.
Katzug,B.G. Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed, PP. 2003
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri II. UIP: Jakarta. 2008.
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri III. UIP: Jakarta. 2008.
Priyanto. Farmakologi Dasar. Leskonfi:Yogyakarta. 2008.
Utsaimin. Majmuul Fatawa al Mu’ashiroh. Saudi Arabia: Darus Salam. 2008
Syalthut, Al Fatawa. Saudi Arabia: Darul Ilmiyah.2005. Hlm.136
Tjay, Tan Hoan, dkk. Obat-obat Penting. PT. Alex Media Komputindo; Jakarta.
2006.