Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KIMIA FARMASI

RUTE PEMBERIAN OBAT

FITRIANI

1913042010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kimia Farmasi yang berjudul “Rute
Pemberian Obat”. Dengan menyelesaikan tugas ini penulis diharapkan untuk lebih mengetahui
tentang apa sebenarnya jalur dan pemberian obat, keuntungan dan kerugian dari tiap jalur,
bentuk sediaan bagi jalur tiap pemberian.

Penulis sadar, sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik di masa yang akan
datang. Penulis berharap, semoga makalah sederhana ini, dapat menjadi pengetahuan dan
informasi baru yang dikemas dalam bentuk singkat, padat dan jelas.

Makassar, 8 Septemeber 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang…………………………………………….3
B. Rumusan Masalah…………………………………………4
BAB II. Tinjauan Pustaka
A. Jalur Pemberian Obat…………………………………….5
B. Keuntungan dan Kerugian Jalur Pemberian Obat………...11
C. Tepat Pemberian Obat…………………………………….13
D. Bentuk Sediaan Berdasarkan Jalur Pemberian Obat……...15

Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang
berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah
yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut
berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya
dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat.1
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi
pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:
a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik
b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute
g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang
diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk
sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika
obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang
bekerja setempat misalnya salep2

Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:


a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan

1
Katzug, Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed, 2003. PP. Hal 1567
2
Anief. Ilmu Meracik Obat. UGM Press: Yogyakarta. 2010. Hal 52
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.
Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing
dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan
badan

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jalur pemberian obat?
2. Apa keuntungan dan kerugian dari tiap jalur pemberian obat?
3. Bagaimana optimalisasi tepat pemberian obat?
4. Apa saja bentuk sediaan berdasarkan jalur pemberian obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jalur Pemberian Obat


Jalur pemberian obat turut menetukan kecepatan dan kelengkapan resorpsi obat. Tergantung
dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemik (di seluruh tubuh) atau efek local (setempat)
keadaan pasien dan sifat-sifat fisiko-kimiawi obat, dapat dipilih dari banyak cara untuk
memberikan obat.
1. Efek Sistemik
a. Oral
Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling lazim, karena sangat
praktis, mudah dan aman. Namun tidak semua obat dapat diberikan peroral, misalnya
obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang diuraikan oleh getah
lambung, seperti benzilpenisilin, insulin, oksitosin dan hormone steroida.
Sering kali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur dan tidak lengkap
meskipun formulasinya optimal, misalnya senyawa ammonium kwartener (thiazianium,
tetrasiklin, kloksasilin dan digoksin) (maksimal 80%). Keberatan lain adalah obat
segtelah direpsorbsi harus melalui hati, dimana dapat terjadi inaktivasi sebelum
diedarkan ke lokasi kerjanya.
Untuk mencapai efek local di usus dilakukan pemberian oral, misalnya obat cacing atau
antibiotika untuk mensterilkan lambung-usus pada infeksi atau sebelum pembedahan
(streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa sulfonamida). Obat-obat ini justru tidak
boleh diserap.3
b. Sublingual
Obat setelah dikunyah halus (bila perlu) diletakkan di bawah lidah (sublingual), tempat
berlangsungnya rebsorpsi oleh selaput lender setmpat ke dalam vena lidah yang banyak
di lokasi ini. Keuntungan cara ini ialah obat langsung masuk ke peredaran darah besar
tanpa melalui hati. Oleh karena itu, cara ini digunakan bila efek yang pesat dan lengkap

3
Tjay dkk. Obat-obat Penting. Pt. Alex Media Komputindo; Jakarta. 2006. hlm. 18
diinginkan, misalnya pada serangan angina (suatu penyakit jantung), asma atau migrain
(nitrogliserin, isoprenalin, ergotamin juga metiltesteron). Kebertannya adalah kurang
praktis untuk digunakan terus-menerus dan dapat merangsang mukosa mulut. Hanya
obat yang bersifat lipofil saja yang dapat diberikan dengan cara ini.4
c. Injeksi
Pemberian obat secara parenteral (berarti “di luar usus”) biasanya dipilih bila diinginkan
efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau dirusak oleh
getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus (streptomisin). Begitu pula pasien
yang tidak sadar atau tidak mau kerja sama. Keberatannya adalah cara ini lebih mahal
dan nyeri serta sukar digunakan oleh pasien sendiri. selain itu ada pula bahaya terkena
infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat
suntikan tidak dipilih dengan tepat.5
- Subkutan (hipodermal)
Injeksi dibawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak
merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat
injeksi intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin
pada pasien penyakit gula.
- Intrakutan
Absorpsi sangat lambat, mislanya injeksi tuberculin dari Mantoux.
- Intramuscular
Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja dalam waktu 10-30
menit. Guna memperlambat resorpsi dengan maksud memperpanjang kerja obat,
sering kali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, misalnya suspensi
penisilin dan hormone kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot
bokong yang tidak memiliki banyak pembuluh dan saraf.
- Intravena
Injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan menghasilkan efek tercepat:
dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke
seluruh jaringan. Tetapi lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini
digunkan untuk mencapai pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek
4
Ibid, Hal 18-19
5
Ibid, Hal 19
yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut air atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butir darah.
Bahaya injeksi i.v. adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat kolida
darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini ‘benda asing’ langsung
dimasukkan ke dalam sirkulasi , misalnya tekanan darah mendadak turun dan
timbul shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat,
sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena
itu setiap injeksi i.v. sebaiknya dilakukan dengan amat perlahan, antara 50 dan
70 detik lamanya.
Infus tetes intravena dengan obat sering kali dilakukan di rumah sakit pada
keadaan darurat atau dengan obat yang cepat metabolisme dan ekskresinya guna
mencapai kadar plasma yang tetap tinggi.
- Intra-arteri
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk “membanjiri” suatu
organ, misalnya hati, dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat
pada jaringan, misalnya obat kanker nitrogenmustard.
- Intralumbal
Intralumbal (antara ruas tulang belakang), intraperitoneal (ke dalam ruang
selaput perut), intrapleural (selaput paru-paru), intracardial (jantung) ddan anti-
artikuler (ke celah-celah sendi) adalah beberapa cara injeksi lainnya untuk
memasukkan obat langsung ke tempat yang diinginkan.
- Implantasi subkutan
Implantasi subkutan adalah memasukkan obat yang berbentuk pellet steril
(tablet silindris kecil) ke bawah kulit dengan menggunkan suatu alat khusus
(trocar). Obat ini terutama digunakan untuk efek sistemis lama, misalnya
hormon kelamin (estradiol dan testosteran. Akibat resorpsi yangh lambat, satu
pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-5 bulan lamanya.
Bahkan dewasa ini tersedia implantasi obat antihamil dengan lama kerja 3 tahun
(Implanon, Norplant).
- Rektal
Rektal adalah pemberian obat melalui rectum (dubur) yang layak untuk obat
yang merangsang atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya dalam
bentuk suppositoria, kadang-kadang sebagai cairan (klisma: 2-10 mL, lavemen:
10-500 mL). Obat ini terutama digunakan pada pasien yang mual atau muntah-
muntah (mabuk jalan atau migrain) atau yang terlampau sakit untuk menelan
tablet. Adakalanya juga untuk efek lokal yang cepat, misalnya laksans (suppose,
bisakodil/gliserin) dan klisma (prednisone atau neomisin).
Sebagai bahan dasar (basis) suppositoria digunakan lemak yang meleleh pada
suhu tubuh (k.l. 36,80C), yakni oleum cacao dan gliserida sintetis (Estarin,
Wittepsol). Demikian pula zat-zat hidrofil yang melarut dalam getah rectum,
misalnya tetrasiklin, kloramfenikol dan sulfonamida (hanya 20%). Karena ini
sebaiknya diberikan dosis oral dan digunakan pada rectum kosong (tanpa tinja).
Akan tetapi, setelah obat diresopsi, efek sistemiknya lebih cepat dan lebih kuat
dibandingkan pemberian per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah dari
rectum tidak tersambung pada system porta dan obat tidak melalui hati pada
peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakan First Pass
Effect. Pengecualian adalah bila obat diserap di bagian atas rectum dan oleh
vena porta dan kemudian ke hati. Misalnya thiazianium.
Dengan demikian, penyebaran obat di dalam rectum yang tergantung dari
basis suppositoria yang digunakan, dapat menentukan rutenya ke sirkulasi darah
besar. Suppositoria dan salep juga sering digunakan untuk efek local pada
gangguan poros usus misalnya wasir. Keberatannya ialah dapat menimbulkan
peradangan bila digunakan terus-menerus.
2. Efek Lokal
a. Intranasal
Mukosa lambung-usus dan rectum, juga selaput lendir lainnya dalam tubuh, dapat
menyerap obat dengan baik dan menghasilkan terutama efek setempat. Secara intranasal
(melalui hidung) digunakan tetes hidung pada selesma untuk menciutkan mukosa yang
bengkak (efedrin, ksilometazolin). Kadang-kadang obat juga untuk memberikan efek
sistemis, misalnya vasopressin dan kortikosteroida (heklometason, flunisolida).6

6
Ibid, hal 20
b. Intra-okuler dan Intra-aurikuler (dalam mata dan telinga)
Obat berbentuk tetes atau salep digunakan untuk mengobati penyakit mata atau telinga.
Pada penggunaan beberapa jenis obat tetes harus waspada, karena obat dapat diresorpsi
ke darah dan menimbulkan efek toksik, misalnya atropin.7
c. Inhalasi (Intrapulmonal)
Gas, zat terbang, atau larutan sering kali diberikan sebagai inhalasi (aerosol), yaitu obat
yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alat aerosol. Semprotan obat dihirup dengan
udara dan resorpsi terjadi melalui mukosa mulut, tenggorokan dan saluran napas. Tanpa
melalui hati, obat dapat dengan cepat memasuki predaran darah dan menghasilkan
efeknya. Yang digunakan secara inhalasi adalah anestetika umum (eter, halotan) dan
obat-obat asam (adrenalin, isoprenalin, budenosida dan klometason) dengan maksud
mencapai kadar setempat yang tinggi dan memberikan efek terhadap brochia. Untuk
maksud ini, selain larutan obat, juga dapat digunakan zat padatnya (turbuhaler) dalam
keadaan sangat halus (microfine: 1-5 mikron), misalnya natriumkromoglikat,
beklometason dan budesonida.8
d. Intravaginal
Untuk mengobati gangguan vagina secara local tersedia salep, tablet atau sejenis
suppositoria vaginal (ovula) yang harus dimasukkan ke dalam vagina dan melarut di
situ. Contohnya adalah metronidazol pada vaginitis (radang vagina) akibat parasit
trichomonas dan candida. Obat dapat pula digunakan sebagai cairan bilasan.
Penggunaan lain adalah untuk mencegah kehamilan, di mana zat spermicide (dengan
daya mematikan sel-sel mani) dimasukkan dalam bentuk tablet busa, krem atau foam.9
e. Kulit (topical)
Pada penyakit kulit, obat yang digunakam berupa salep, krim, atau lotion (kocokan).
Kulit yang sehat dan utuh sukar sekali ditembus obat, tetapi resorpsi berlangsung lebih
mudah bila ada kerusakan. Efek sistemis yang menyusul kadang-kadang berbahaya,
seperti degan dengan kortikosterida (kortison, betametason, dll), terutama bila
digunakan dengan cara occlusi.10

7
Ibid
8
Ibid
9
Ibid, Hal 21
10
Ibid
B. Keuntungan dan Kerugian Jalur Pemberian Obat
Secara umum, keuntungan dan kerugian dalam jalur pemberian obat adalah11
1. Oral
 Keuntungan
- Sangat menyenangkan
- Biasanya harganya terjangkau
- Aman, tidak merusak pertahanan kulit
- Pemberian biasanya tidak menyebabkan stress
 Kerugian
- Sulit bagi yang enggan menelan obat
- Rasa cenderung pahit
- Proses cenderung lama
2. Sublingual
 Keuntungan
- Proses absorpsi cepat, langsung pada vena mukosa
- Bentuk kecil tidak ribet diletakkan pada bawah lidah atau pipi
 Kerugian
- Pemakaian bisanya hanya untuk seseorang yang pingsan
- Dapat merangsang mukosa mulut
3. Rectal
 Keuntungan
- Terhindar dari rasa pahit
- Absorpsi cepat karena langsung memasuki vena mukosa
- Cepat melebur pada suhu tubuh
 Kerugian
- Pemakaian kurang menyenangkan
- Sediaan mudah tengik dan harus di jaga kesterilannya dari mikroorganisme.
4. Topical
 Keuntungan
- Memberikan efek local
11
Nastity, Gemy. Farmakologi. Cakrawala Publishing; Yogyakarta. 2009. hlm. 46
- Efek samping sedikit
 Kerugian
- Mungkin kotor dan dapat mengotori pakaian
- Cepat memasuki tubuh melalui abrasi dan efek sistematik
5. IM
 Keuntungan
- Nyeri akibat iritasi kurang
- Dapat diberikan dalam jumlah yang besar dari pemberian SC
- Obat diabsorpsi dengan cepat
 Kerugian
- Merusak barier kulit
- Dapat menyebabkan kecemasan
6. Sub Cutan
 Keuntungan
- Kerja obat lebih cepat dari pemberian oral
 Kerugian
- Harus menggunakan teknik steril karena merusak barier kulit
- Diberikan hanya dalam jumlah kecil
- Lebih lambat dari pemberian intaramuscular
- Lebih mahal dari obat oral, beberapa obat dapat mengiritasi jaringan kulit dan
menyebabkan nyeri
- Dapat menimbulkan kecemasan
7. Intar Dermal
 Keuntungan
- Absorpsi lambat
- Digunakan untuk melihat reaksi alergi
 Kerugian
- Jumlah obat yang digunakan harus kecil
- Merusak barier kulit
8. IV
 Keuntungan
- Efek kerja cepat
 Kerugian
- Terbatas pada obat dengan daya larut tinggi
- Distribusi obat mungkin dihambat oleh sirkulasi darah yang menurun
9. Inhalasi
 Keuntungan
- Pemberian obat melalui saluran pernapasan
- Obat dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar
 Kerugian
- Obat dimaksudkan pada efek setempat
- Menghasilkan efek sistemik
- Hanya digunakan untuk saluran pernapasan

C. Tepat Pemberian Obat


Farmasis mempunyai tanggungjawab yang besar berkaitan dengan pemberian obat. Antara lain
harus mengecek mulai dari perintah melalui (telepon, resep, catatan medik), frekuensi
pemberian (jika perlu, 1 kali perhari atau 4 kali perhari), indikasi, dosis dan jalur pemberian.
Setelah pengecekan, paramedic harus memastikan bahwa pemberian obat yang diberikan
mengikuti 6 benar atau tapat, yaitu tepat pasien, obat, waktu, dosis jalur pemberian dan tepat
dokumentasi.12
1. Tepat Pasien
Pemberian obat yang tidak tepat pasien dapat terjadi seperti pada saat ordernya lewat
telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus penyakit sama, suasana pasien sedang kusut
atau adanya pindahan pasien dari ruang satu ke ruang lainnya.
2. Tepat obat
Untuk menjamin obat yang diberikan benar, label atau etiket harus dibaca dengan teliti
setiap akan memberikan obat. Label atau etiket yang perlu diteliti antara lain nama obat,
sediaan, konsentrasi, dan cara pemberiaan serta Experied date. Kesalahan pemberian obat

12
Priyanto. Farmakologi Dasar. Leskonfi:Yogyakarta. 2008. Hlm. 17-19
sering terjadi jika perawat memberikan obat yang disiapkan oleh perawat lain atau
pemberian obat melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas. Harus
diusahakan menyiapkan sendiri obat yang akan diberikan.
3. Tepat Waktu
Pemberian obat berulang, lebih berpotensi menimbulkan pemberian obat yang tidak tepat
waktu. Banyak obat yang pemberiannya menuntut harus tepat waktu. Misalnya pada kasus
gawat darurat henti jantung, efinefrin diberikan setiap 3-5 menit, jika tidak dipatuhi akan
menghasilkan kadar obat yang tidak sesuai. Kekurangan atau kelebihan keduanya sangat
berbahaya. Termasuk tepat waktu juga mencakup tepat kecepatan pemberian obat melalui
injeksi (bolus atau lambat) atau pemberian melalui infus. Banyak obat yang menuntut harus
tepat waktu pemberian obat terlalu cepat atau lambat dapat berakibat serius. Contoh
dopamin harus diberikan antara 2-10 g/kg/menit, atropin harus diberikan melalui injeksi
IV bolus (cepat). Pemberian dopamin secara bolus dapat menimbulkan kematian,
sedangkan pemberian atropin secara lambat akan memperparah brandikardi (perlambatan
denyut jantung) yang paradoksial. Adenosin yang mempunyai waktu paruh (t 1/2) sangat
pendek harus diberikan dengan cepat supaya efektif.
4. Tepat dosis
Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul efek yang
berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada pasien anak-anak, lansia atau pada orang
obesitas. Perhitungan dosis secara cermat harus dilakukan
juga pada obat yang diberikan melalui infus, termasuk perhitungan kecepatan tetesan setiap
menitnya.
5. Tepat rute
Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk kedalam tubuh. Jalur pemberian
yang salah dapat berakibat fatal atau minimal obat yang diberikan tidak efektif. Sebagai
contoh epinefrin diberikan secara subkutan pada pasien asma karena diabsorbsi secara
lambat dan dapat berefek kira-kira 20 menit. Jika diberikan secara injeksi IM akan
menyebabkan nekrosis jaringan karena terjadi vasokonstriksi berlebihan selain pasien juga
tidak akan mendapatkan manfaat dari cara pemberian ini. Ketika diminta memberikan
efinefrin secara subkutan dan diberikan secara injeksi IV dapat menimbulkan efek
detrimental pada pasien dewasa karena peningkatan kebutuhan oksigen di jantung.
Sebaliknya pemberian obat secara subkutan untuk pengurangan rasa sakit yang seharusnya
diberikan secara injeksi IV akan menyebabkan perlambatan efek atau obat kurang efektif.
6. Tepat Dokumentasi
Aspek dokumentasi sangat penting dalam pemberian obat karena sebagai sarana untuk
evaluasi. Menurut beberapa ahli, dokumentasi merupakan bagian dari pemberian obat yang
rasional. Pemberian obat yang harus didokumentasikan meliputi nama obat, dosis, jalur
pemberian, tempat pemberian, alasan pemberian obat, dan tandatangan yang memberikan.

D. Bentuk Sediaan Berdasarkan Jalur Pemberian


1. Sediaan Oral
a. Tablet yang digunakan melalui mulut13
 Tablet kempa atau tablet kempa standar
Kategori ini menunjukan bahwa tablet yang tidak disalut standar dibuat dengan
pencetakan dan penggunaan salah satu dari pembuatan tablet yaitu granulasi
basah pencetakan ganda dan pencetakan langsung.
 Tablet kempa ganda
Tablet kempa ganda adalah dua kelompok tablet yang dikempa beberapa kali
yaitu tablet berlapis dari tablet yang disalut dengan pengempaan. Kedua jenis
tablet ini merupakan system dua komponen atau tiga lapisan adalah salah satu
tablet di dalam tablet.
 Tablet dengan kerja berulang
Cara kerja dari tablet dengan kerja berulang dan batasan yang berdasarkan pada
pengosongan lambung yang tidak dapat dikontrol dan tidak dapat diamalkan.
 Tablet aksi dipertama dan tablet salut enteric
Bentuk sediaan tablet pertama dimasukkan untuk melepaskan obat sesudah
penundaan beberapa lama atau setelah tablet melalui satu bagian saluran cerna
bagian lainnya.
Contohnya : tablet salut enteric
 Tablet salut gula dan tablet salut coklat

13
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri II. UIP: Jakarta. 2008. Hlm. 707-712
Tablet yang disalut dengan coklat sebetulnya sudah kuno. Anak-anak sudah
salah sangka dikira permen. Tablet yang disalut dengan gulayang
menyebabkan kerugian serupa.
 Tablet bersalut lapis tipis
Tablet yang disalut dengan lapisan tipis atau film sudah dikembangkan sebagai
suatu alternatif produsen untuk pembentukan tablet salut yang obatnya tidak
diperlukan dalam penyalutan.
 Tablet kunya
Tablet kunya dimaksudkan untuk dikunya dimulut sebelum ditelan dan bukan
untuk ditelan utuh. Tujuan dari tablet kunya adalah untuk memberikan suatu
bukan pengobatan yang dapat diberikan dengan mudah kepada anak-anak atau
orang tua yang mungkin sukar menelan obat utuh.
b. Tablet yang digunakan dalam rongga mulut14
 Tablet buccal atau sublingual
Kedua jenis tablet ini dimaksudkan untuk diletakkan di dalam mulut agar dapat
melepaskan ibatnya sehingga di serap langsung oleh selaput lendir.
 Traches dan lotenges
Kedua jenis ini adalah bentuk lain tablet untuk pemakaian dalam rongga mulut,
penggunaan kedua jenis tablet ini dimasukkan untuk member efek local pada
mulut atau kerongkongan.
 Kerucut gigi (dental cones)
Adalah suatu bentuk tablet yang cukup kecil dirancang untuk di tempatkan di
dalam gigi yang kosong setelah pencabutan gigi.
c. Tablet yang digunakan untuk membuat larutan15
 Tablet effervercent
Tablet ini di masukkan untuk menghasilkan larutan secara cepat dengan
menghasilkan CO2 secara serentak.
 Tabet Dispending (DT)

14
Ibid, Hlm. 713-714
15
Ibid, Hlm. 715-717
Tablet dimaksudkan untuk ditambahkan kedalam air dengan volume larutan
oleh ahli farmasi atau konsumen untuk mendapat suatu larutan obat dengan
kosentrasi tertentu.
 Tablet Hipodermik (HT)
Tablet ini terdiri dari suatu obat atau lebih dengan bahan yang lain dengan
secara larut dalam air dan dimasukkan untuk di tambahkan kedalam air yang
sehat/air untuk injeksi.
 Tablet Triturasi (TT)
Biasanya kecil dan silindris dibuat dengan menuang atau dengan mengempa.

2. Sediaan Rectal dan Vaginal


Sediaan rectal/vaginal antara lain;16
a. Suppositoria rektal/analia
Untuk dewasa kalau tidak dinyatakan lain beratnya adalah 3 g; bentuk lonjong pada
salah satu atau kedua ujungnya, sedangkan untuk anak-anak kalau tidak dinyatakan
lain beratnya adalah 2 g.
b. Suppositoria vaginal/ovula
Berbentuk bulat atau bulat telur, umumnya memiliki berat 5-15 g, sering disebut tablet
vaginal.
c. Suppositoria urethal
Ukuran untuk pria adalah panjang 125-140 mm, diameter 3-6 mm, massa 4 g.
Sedangkan untuk wanita panjangnya 50-70 mm dan massanya 2 g (setengah ukuran
laki-laki).
d. Suppositoria Suspensi
Bentuk ini memiliki kelarutan bahan obat yang rendah di dalam basis sehingga bahan
obat berada dalam bentuk tersuspensi (suspensi beku).
e. Suppositoria Emulsi
Basis pengemulsi mempunyai berbagai keuntungan dalam teknologi pembuatan dan
biofarmasi. Sedangkan kerugiannya adalah pengerasan akibat penguapan airnya,

16
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri III. UIP: Jakarta. 2008. Hlm. 1177-1178
mudah mengering, mudah tercemari mikroba, mempengaruhi stabilitas bahan obat dan
masa lemak, serta dapat mengurangi resorpsi bahan obat
3. Sediaan Implantasi
Sediaan Implantasi yakni17
 Tablet inplantasi atau tablet depo
Dimasukkan untuk ditanam di bawah kulit manusia dan hewan
4. Sediaan Parenteral
Sediaan Prenteral meliputi18
a. Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama: injeksi.
Contoh: Injeksi Insulin
b. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer, atau
bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang
memenuhi persyaratan injeksi. Kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril.
Contoh: Sodium steril
c. Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer,
atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya: untuk injeksi.
Contoh: Methicillin Sodium untuk injeksi.
d. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan
secara intravena atau ke dalam saluran spinal. Kita dapat membedakannya dari nama
bentuknya: suspensi steril. Contoh: Cortison Suspensi steril
e. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawa
yang sesuai. kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril untuk suspensi

17
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri II. UIP: Jakarta. 2008. Hlm. 714
18
Ibid, Hlm. 1295
KESIMPULAN

 Jalur Pemberian obat dikelompokkan berdasarkan efeknya. Efek sistemis meliptuti; oral,
sublingual, injeksi, implantasi dan rectal. Sedangkan efek local meliputi; intranasal, inhalasi,
intravaginal dan topical.
 Setiap jalur pemberian memiliki keuntungan dan kerugian
 Enam tepat pemberian obat meliputi; tepat pasien, obat, waktu, dosis, rute dan dokumentasi
 Setiap jalur pemberiann obat memiliki bentuk-bentuk sediaan tertentu yang mendukung jalur
pemberian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, At Tibyan wal Ittikhaf Fi Ahkamis Shiyam Wal I’tikaf. Saudi Arabia: Darul Qiyam.

2003.

Abdul.Majmuul Fatawa al Mu’ashiroh. Saudi Arabia: Darul Ilmi. 2003.

Anief, Moeh. Ilmu Meracik Obat. UGM Press: Yogyakarta. 2010.

Handayani, Gemy Nastity. Farmakologi. Cakrawala Publishing; Yogyakarta. 2009.

Katzug,B.G. Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed, PP. 2003

Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri II. UIP: Jakarta. 2008.

Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri III. UIP: Jakarta. 2008.

Priyanto. Farmakologi Dasar. Leskonfi:Yogyakarta. 2008.

Utsaimin. Majmuul Fatawa al Mu’ashiroh. Saudi Arabia: Darus Salam. 2008

Syalthut, Al Fatawa. Saudi Arabia: Darul Ilmiyah.2005. Hlm.136

Tjay, Tan Hoan, dkk. Obat-obat Penting. PT. Alex Media Komputindo; Jakarta. 2006.

Anda mungkin juga menyukai