Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMAKOLOGI

RUTE / JALUR PEMBERIAN OBAT

DOSEN PENGAMPU

DR . dr . H. Ibrahim edy sapada , m.kes

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANNISA SALSABILA

NIM : 144011926005

Prodi : d3 keperawatan / SMT 2

Stik siti khadijah Palembang

Tahun ajaran 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Setelah terselesainya kami menyusun makalah kami yang berjudul Rute / jalur pemberian
obat maka tiada ucapan yang pantas untuk kami lapaskan kecuali ucapan tahmid dan
tasyakur kehadirat allah SWT, sang pencipta dan pengatur tunggal alam semesta, dan
kepaadanyalah kami meminta pertolongan atas suksesnya segala urusan, baik yang
menyangkut urusan dunia maupun akhirat

Shalawat dan salam semoga selalu terlantunkan kepada junjungan Rasulullah


Muhammad SAW, yang telah gigihnya memperjuangkan kita ummatnya, sampai akhirnya
kita bisa mengecam kenikmatan berAgama islam seperti pada saat sekarang ini.

Kami juga sadar bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari saudara
(pembaca), untuk kesempurnaan makalah kami untuk selanjutnya, dan akhirnya semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembacanya. Aamiin..

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………………….1

Kata Pengantar…………………………………………………………………………….2

Daftar Isi…………………………………………………………………………………….3

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………….4

A. Latar Belakang…………………………………………………………….…..4

B. Rumusan Masalah……………………………………………………………5

BAB II. PEMBAHASAN………………………………………………………………….6

A. Jalur Pemberian Obat………………………………………………………..6

B. Keuntungan dan Kerugian Jalur Pemberian Obat……………………....10

C. Bentuk Sediaan Berdasarkan Jalur Pemberian Obat…………………...12

BAB III. PENUTUP……………………………………………………………………….16

A. Kesimpulan…………………………………………………………………….16

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia
yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di
lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat
mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute
pemberian obat.

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang
diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat.
Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik
diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal
adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep

Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:

a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal


b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:

a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing
dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam
cairan badan

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja jalur pemberian obat?


2. Apa keuntungan dan kerugian dari tiap jalur pemberian obat?
3. Bagaimana optimalisasi tepat pemberian obat?
4. Apa saja bentuk sediaan berdasarkan jalur pemberian obat?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jalur Pemberian Obat


Jalur pemberian obat turut menetukan kecepatan dan kelengkapan resorpsi obat.
Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemik (di seluruh tubuh) atau efek local
(setempat) keadaan pasien dan sifat-sifat fisiko-kimiawi obat, dapat dipilih dari banyak cara
untuk memberikan obat.

1. Efek Sistemik
a. Oral
Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling lazim, karena
sangat praktis, mudah dan aman. Namun tidak semua obat dapat diberikan peroral,
misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang diuraikan oleh getah
lambung, seperti benzilpenisilin, insulin, oksitosin dan hormone steroida.
Sering kali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur dan tidak lengkap
meskipun formulasinya optimal, misalnya senyawa ammonium kwartener (thiazianium,
tetrasiklin, kloksasilin dan digoksin) (maksimal 80%). Keberatan lain adalah obat segtelah
direpsorbsi harus melalui hati, dimana dapat terjadi inaktivasi sebelum diedarkan ke lokasi
kerjanya.
Untuk mencapai efek local di usus dilakukan pemberian oral, misalnya obat cacing
atau antibiotika untuk mensterilkan lambung-usus pada infeksi atau sebelum pembedahan
(streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa sulfonamida). Obat-obat ini justru tidak boleh
diserap.

b.Sublingual
Obat setelah dikunyah halus (bila perlu) diletakkan di bawah lidah (sublingual),
tempat berlangsungnya rebsorpsi oleh selaput lender setmpat ke dalam vena lidah yang
banyak di lokasi ini. Keuntungan cara ini ialah obat langsung masuk ke peredaran darah
besar tanpa melalui hati. Oleh karena itu, cara ini digunakan bila efek yang pesat dan
lengkap diinginkan, misalnya pada serangan angina (suatu penyakit jantung), asma atau
migrain (nitrogliserin, isoprenalin, ergotamin juga metiltesteron). Kebertannya adalah kurang
praktis untuk digunakan terus-menerus dan dapat merangsang mukosa mulut. Hanya obat
yang bersifat lipofil saja yang dapat diberikan dengan cara ini.

6
c. Injeksi
Pemberian obat secara parenteral (berarti “di luar usus”) biasanya dipilih bila
diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau
dirusak oleh getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus (streptomisin). Begitu pula
pasien yang tidak sadar atau tidak mau kerja sama. Keberatannya adalah cara ini lebih
mahal dan nyeri serta sukar digunakan oleh pasien sendiri. selain itu ada pula bahaya
terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat
suntikan tidak dipilih dengan tepat.

 Subkutan (hipodermal)
Injeksi dibawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan
melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau
intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin pada pasien penyakit gula.

 Intrakutan
Absorpsi sangat lambat, mislanya injeksi tuberculin dari Mantoux.

 Intramuscular
Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja dalam waktu 10-30 menit.
Guna memperlambat resorpsi dengan maksud memperpanjang kerja obat, sering kali
digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, misalnya suspensi penisilin dan hormone
kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot bokong yang tidak memiliki banyak
pembuluh dan saraf.

 Intravena
Injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan menghasilkan efek tercepat: dalam
waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan.
Tetapi lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunkan untuk mencapai
pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak
untuk obat yang tak larut air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butir darah.
Bahaya injeksi i.v. adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat kolida darah
dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini ‘benda asing’ langsung dimasukkan ke dalam
sirkulasi , misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbul shock. Bahaya ini lebih besar
bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat
terlalu pesat. Oleh karena itu setiap injeksi i.v. sebaiknya dilakukan dengan amat perlahan,
antara 50 dan 70 detik lamanya.

7
Infus tetes intravena dengan obat sering kali dilakukan di rumah sakit pada keadaan
darurat atau dengan obat yang cepat metabolisme dan ekskresinya guna mencapai kadar
plasma yang tetap tinggi.

 Intra-arteri
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk “membanjiri” suatu organ,
misalnya hati, dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada jaringan,
misalnya obat kanker nitrogenmustard.

 Intralumbal
Intralumbal (antara ruas tulang belakang), intraperitoneal (ke dalam ruang selaput
perut), intrapleural (selaput paru-paru), intracardial (jantung) ddan anti-artikuler (ke celah-
celah sendi) adalah beberapa cara injeksi lainnya untuk memasukkan obat langsung ke
tempat yang diinginkan.

 Implantasi subkutan
Implantasi subkutan adalah memasukkan obat yang berbentuk pellet steril (tablet
silindris kecil) ke bawah kulit dengan menggunkan suatu alat khusus (trocar). Obat ini
terutama digunakan untuk efek sistemis lama, misalnya hormon kelamin (estradiol dan
testosteran. Akibat resorpsi yangh lambat, satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara
teratur selama 3-5 bulan lamanya. Bahkan dewasa ini tersedia implantasi obat antihamil
dengan lama kerja 3 tahun (Implanon, Norplant).

 Rektal
Rektal adalah pemberian obat melalui rectum (dubur) yang layak untuk obat yang
merangsang atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya dalam bentuk suppositoria,
kadang-kadang sebagai cairan (klisma: 2-10 mL, lavemen: 10-500 mL). Obat ini terutama
digunakan pada pasien yang mual atau muntah-muntah (mabuk jalan atau migrain) atau
yang terlampau sakit untuk menelan tablet. Adakalanya juga untuk efek lokal yang cepat,
misalnya laksans (suppose, bisakodil/gliserin) dan klisma (prednisone atau neomisin).
Sebagai bahan dasar (basis) suppositoria digunakan lemak yang meleleh pada suhu
tubuh (k.l. 36,80C), yakni oleum cacao dan gliserida sintetis (Estarin, Wittepsol). Demikian
pula zat-zat hidrofil yang melarut dalam getah rectum, misalnya tetrasiklin, kloramfenikol dan
sulfonamida (hanya 20%). Karena ini sebaiknya diberikan dosis oral dan digunakan pada
rectum kosong (tanpa tinja). Akan tetapi, setelah obat diresopsi, efek sistemiknya lebih cepat
dan lebih kuat dibandingkan pemberian per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah
dari rectum tidak tersambung pada system porta dan obat tidak melalui hati pada peredaran

8
darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakan First Pass Effect. Pengecualian
adalah bila obat diserap di bagian atas rectum dan oleh vena porta dan kemudian ke hati.
Misalnya thiazianium.

Dengan demikian, penyebaran obat di dalam rectum yang tergantung dari basis
suppositoria yang digunakan, dapat menentukan rutenya ke sirkulasi darah besar.
Suppositoria dan salep juga sering digunakan untuk efek local pada gangguan poros usus
misalnya wasir. Keberatannya ialah dapat menimbulkan peradangan bila digunakan terus-
menerus.

2. Efek Lokal
a. Intranasal
Mukosa lambung-usus dan rectum, juga selaput lendir lainnya dalam tubuh, dapat
menyerap obat dengan baik dan menghasilkan terutama efek setempat. Secara intranasal
(melalui hidung) digunakan tetes hidung pada selesma untuk menciutkan mukosa yang
bengkak (efedrin, ksilometazolin). Kadang-kadang obat juga untuk memberikan efek
sistemis, misalnya vasopressin dan kortikosteroida (heklometason, flunisolida).

b. Intra-okuler dan Intra-aurikuler (dalam mata dan telinga)


Obat berbentuk tetes atau salep digunakan untuk mengobati penyakit mata atau
telinga. Pada penggunaan beberapa jenis obat tetes harus waspada, karena obat dapat
diresorpsi ke darah dan menimbulkan efek toksik, misalnya atropin.

c. Inhalasi (Intrapulmonal)
Gas, zat terbang, atau larutan sering kali diberikan sebagai inhalasi (aerosol), yaitu
obat yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alat aerosol. Semprotan obat dihirup
dengan udara dan resorpsi terjadi melalui mukosa mulut, tenggorokan dan saluran napas.
Tanpa melalui hati, obat dapat dengan cepat memasuki predaran darah dan menghasilkan
efeknya. Yang digunakan secara inhalasi adalah anestetika umum (eter, halotan) dan obat-
obat asam (adrenalin, isoprenalin, budenosida dan klometason) dengan maksud mencapai
kadar setempat yang tinggi dan memberikan efek terhadap brochia. Untuk maksud ini,
selain larutan obat, juga dapat digunakan zat padatnya (turbuhaler) dalam keadaan sangat
halus (microfine: 1-5 mikron), misalnya natriumkromoglikat, beklometason dan budesonida.

d. Intravaginal
Untuk mengobati gangguan vagina secara local tersedia salep, tablet atau sejenis
suppositoria vaginal (ovula) yang harus dimasukkan ke dalam vagina dan melarut di situ.

9
Contohnya adalah metronidazol pada vaginitis (radang vagina) akibat parasit trichomonas
dan candida. Obat dapat pula digunakan sebagai cairan bilasan. Penggunaan lain adalah
untuk mencegah kehamilan, di mana zat spermicide (dengan daya mematikan sel-sel mani)
dimasukkan dalam bentuk tablet busa, krem atau foam.

e. Kulit (topical)
Pada penyakit kulit, obat yang digunakam berupa salep, krim, atau lotion (kocokan).
Kulit yang sehat dan utuh sukar sekali ditembus obat, tetapi resorpsi berlangsung lebih
mudah bila ada kerusakan. Efek sistemis yang menyusul kadang-kadang berbahaya, seperti
degan dengan kortikosterida (kortison, betametason, dll), terutama bila digunakan dengan
cara occlusi.

B. Keuntungan dan Kerugian Jalur Pemberian Obat


Secara umum, keuntungan dan kerugian dalam jalur pemberian obat adalah
1. Oral
• Keuntungan
- Sangat menyenangkan
- Biasanya harganya terjangkau
- Aman, tidak merusak pertahanan kulit
- Pemberian biasanya tidak menyebabkan stress
• Kerugian
- Sulit bagi yang enggan menelan obat
- Rasa cenderung pahit
- Proses cenderung lama

2. Sublingual
• Keuntungan
- Proses absorpsi cepat, langsung pada vena mukosa
- Bentuk kecil tidak ribet diletakkan pada bawah lidah atau pipi
• Kerugian
- Pemakaian bisanya hanya untuk seseorang yang pingsan
- Dapat merangsang mukosa mulut

3. Rectal
• Keuntungan
- Terhindar dari rasa pahit
- Absorpsi cepat karena langsung memasuki vena mukosa

10
- Cepat melebur pada suhu tubuh
• Kerugian
- Pemakaian kurang menyenangkan
- Sediaan mudah tengik dan harus di jaga kesterilannya dari mikroorganisme.

4. Topical
• Keuntungan
- Memberikan efek local
- Efek samping sedikit
• Kerugian
- Mungkin kotor dan dapat mengotori pakaian
- Cepat memasuki tubuh melalui abrasi dan efek sistematik

5. IM
• Keuntungan
- Nyeri akibat iritasi kurang
- Dapat diberikan dalam jumlah yang besar dari pemberian SC
- Obat diabsorpsi dengan cepat
• Kerugian
- Merusak barier kulit
- Dapat menyebabkan kecemasan

6. Sub Cutan
• Keuntungan
- Kerja obat lebih cepat dari pemberian oral
• Kerugian
- Harus menggunakan teknik steril karena merusak barier kulit
- Diberikan hanya dalam jumlah kecil
- Lebih lambat dari pemberian intaramuscular
- Lebih mahal dari obat oral, beberapa obat dapat mengiritasi jaringan kulit dan
menyebabkan nyeri
- Dapat menimbulkan kecemasan

7. Intar Dermal
• Keuntungan
- Absorpsi lambat
- Digunakan untuk melihat reaksi alergi

11
• Kerugian
- Jumlah obat yang digunakan harus kecil
- Merusak barier kulit

8. IV
• Keuntungan
- Efek kerja cepat
• Kerugian
- Terbatas pada obat dengan daya larut tinggi
- Distribusi obat mungkin dihambat oleh sirkulasi darah yang menurun

9. Inhalasi
• Keuntungan
- Pemberian obat melalui saluran pernapasan
- Obat dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar
• Kerugian
- Obat dimaksudkan pada efek setempat
- Menghasilkan efek sistemik
- Hanya digunakan untuk saluran pernapasan

C. Bentuk Sediaan Berdasarkan Jalur Pemberian


1. Sediaan Oral
a. Tablet yang digunakan melalui mulut
• Tablet kempa atau tablet kempa standar
Kategori ini menunjukan bahwa tablet yang tidak disalut standar dibuat dengan
pencetakan dan penggunaan salah satu dari pembuatan tablet yaitu granulasi basah
pencetakan ganda dan pencetakan langsung.
• Tablet kempa ganda
Tablet kempa ganda adalah dua kelompok tablet yang dikempa beberapa kali yaitu
tablet berlapis dari tablet yang disalut dengan pengempaan. Kedua jenis tablet ini
merupakan system dua komponen atau tiga lapisan adalah salah satu tablet di dalam
tablet.
• Tablet dengan kerja berulang
Cara kerja dari tablet dengan kerja berulang dan batasan yang berdasarkan pada
pengosongan lambung yang tidak dapat dikontrol dan tidak dapat diamalkan.

12
• Tablet aksi dipertama dan tablet salut enteric
Bentuk sediaan tablet pertama dimasukkan untuk melepaskan obat sesudah penundaan
beberapa lama atau setelah tablet melalui satu bagian saluran cerna bagian lainnya.
Contohnya : tablet salut enteric
• Tablet salut gula dan tablet salut coklat
Tablet yang disalut dengan coklat sebetulnya sudah kuno. Anak-anak sudah salah
sangka dikira permen. Tablet yang disalut dengan gulayang menyebabkan kerugian
serupa.
• Tablet bersalut lapis tipis
Tablet yang disalut dengan lapisan tipis atau film sudah dikembangkan sebagai suatu
alternatif produsen untuk pembentukan tablet salut yang obatnya tidak diperlukan dalam
penyalutan.
• Tablet kunya
Tablet kunya dimaksudkan untuk dikunya dimulut sebelum ditelan dan bukan untuk
ditelan utuh. Tujuan dari tablet kunya adalah untuk memberikan suatu bukan
pengobatan yang dapat diberikan dengan mudah kepada anak-anak atau orang tua
yang mungkin sukar menelan obat utuh.

b. Tablet yang digunakan dalam rongga mulut


•Tablet buccal atau sublingual
Kedua jenis tablet ini dimaksudkan untuk diletakkan di dalam mulut agar dapat
melepaskan ibatnya sehingga di serap langsung oleh selaput lendir.
• Traches dan lotenges
Kedua jenis ini adalah bentuk lain tablet untuk pemakaian dalam rongga mulut,
penggunaan kedua jenis tablet ini dimasukkan untuk member efek local pada mulut atau
kerongkongan.
• Kerucut gigi (dental cones)
Adalah suatu bentuk tablet yang cukup kecil dirancang untuk di tempatkan di dalam gigi
yang kosong setelah pencabutan gigi.

c. Tablet yang digunakan untuk membuat larutan


• Tablet effervercent
Tablet ini di masukkan untuk menghasilkan larutan secara cepat dengan menghasilkan
CO2 secara serentak.
• Tabet Dispending (DT)
Tablet dimaksudkan untuk ditambahkan kedalam air dengan volume larutan oleh ahli
farmasi atau konsumen untuk mendapat suatu larutan obat dengan kosentrasi tertentu.

13
• Tablet Hipodermik (HT)
Tablet ini terdiri dari suatu obat atau lebih dengan bahan yang lain dengan secara larut
dalam air dan dimasukkan untuk di tambahkan kedalam air yang sehat/air untuk injeksi.
• Tablet Triturasi (TT)
Biasanya kecil dan silindris dibuat dengan menuang atau dengan mengempa.

2. Sediaan Rectal dan Vaginal


Sediaan rectal/vaginal antara lain;
a. Suppositoria rektal/analia
Untuk dewasa kalau tidak dinyatakan lain beratnya adalah 3 g; bentuk lonjong pada salah
satu atau kedua ujungnya, sedangkan untuk anak-anak kalau tidak dinyatakan lain
beratnya adalah 2 g.

b. Suppositoria vaginal/ovula
Berbentuk bulat atau bulat telur, umumnya memiliki berat 5-15 g, sering disebut tablet
vaginal.

c. Suppositoria urethal
Ukuran untuk pria adalah panjang 125-140 mm, diameter 3-6 mm, massa 4 g. Sedangkan
untuk wanita panjangnya 50-70 mm dan massanya 2 g (setengah ukuran laki-laki).

d. Suppositoria Suspensi
Bentuk ini memiliki kelarutan bahan obat yang rendah di dalam basis sehingga bahan
obat berada dalam bentuk tersuspensi (suspensi beku).

e. Suppositoria Emulsi
Basis pengemulsi mempunyai berbagai keuntungan dalam teknologi pembuatan dan
biofarmasi. Sedangkan kerugiannya adalah pengerasan akibat penguapan airnya, mudah
mengering, mudah tercemari mikroba, mempengaruhi stabilitas bahan obat dan masa
lemak, serta dapat mengurangi resorpsi bahan obat

3. Sediaan Implantasi
Sediaan Implantasi yakni
•Tablet inplantasi atau tablet depo
Dimasukkan untuk ditanam di bawah kulit manusia dan hewan

14
4. Sediaan Parenteral
Sediaan Prenteral meliputi
a. Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama: injeksi.
Contoh: Injeksi Insulin
b. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer, atau
bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang
memenuhi persyaratan injeksi. Kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril.
Contoh: Sodium steril
c. Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer,
atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya: untuk injeksi.
Contoh: Methicillin Sodium untuk injeksi.
d. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan
secara intravena atau ke dalam saluran spinal. Kita dapat membedakannya dari nama
bentuknya: suspensi steril. Contoh: Cortison Suspensi steril
e. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawa yang
sesuai. kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril untuk suspensi

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

 Jalur Pemberian obat dikelompokkan berdasarkan efeknya. Efek sistemis meliptuti; oral,
sublingual, injeksi, implantasi dan rectal. Sedangkan efek local meliputi; intranasal,
inhalasi, intravaginal dan topical.

 Setiap jalur pemberian memiliki keuntungan dan kerugian

16
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moeh. Ilmu Meracik Obat. UGM Press: Yogyakarta. 2010.

Handayani, Gemy Nastity. Farmakologi. Cakrawala Publishing; Yogyakarta. 2009.

Katzug,B.G. Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed, PP. 2003

Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri II. UIP: Jakarta. 2008.

Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri III. UIP: Jakarta. 2008.

Priyanto. Farmakologi Dasar. Leskonfi:Yogyakarta. 2008.

Tjay, Tan Hoan, dkk. Obat-obat Penting. PT. Alex Media Komputindo; Jakarta. 2006

17

Anda mungkin juga menyukai