Anda di halaman 1dari 26

TUGAS INDIVIDU

MAKALAH
“JALUR PEMBERIAN OBAT DAN BENTUK
SEDIAAN OBAT ”

Nama : Riski
Nim : 22012003
Kelas : B1/Reguler Khusus
Nama Dosen : apt. Andi Ahriansya, M.Farm
Hari / Tanggal : 15 Juni 2023

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN
FARMASI
BOGOR
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Farmasi semester II, tahun ajaran 2022/2023, yang berjudul
“Jalur Pemberian Obat dan Bentuk Sediaan Obat”. Dengan menyelesaikan tugas
ini penulis diharapkan untuk lebih mengetahui tentang apa sebenarnya jalur dan
pemberian obat dan jenis-jenis bentuk sediaan obat, keuntungan dan kerugian dari
tiap jalur, bentuk sediaan bagi jalur tiap pemberian.
Penulis sadar, sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik di masa yang akan datang. Penulis berharap, semoga
makalah sederhana ini, dapat menjadi pengetahuan dan informasi baru yang
dikemas dalam bentuk singkat, padat dan jelas.

Bogor 11 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................ii
BAB I. Pendahuluan................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................2
BAB II. Tinjauan Pustaka.......................................................................3
A. Jalur Pemberian Obat..................................................................3
B. Keuntungan dan Kerugian Jalur Pemberian Obat.......................8
C. Tepat Pemberian Obat...............................................................10
D. Bentuk Sediaan Obat.................................................................12
BAB II. Penutup......................................................................................21
A. Kesimpulan...............................................................................21

Daftar Pustaka........................................................................................22

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat, mecampur,
memformulasi dan melakukan pembakuan senyawa obat. Obat adalah bahan
tunggal atau campuran yang digunakan semua makhluk untuk bagian luar
maupun dalam guna mencegah maupun mengobati penyakit.
Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis
anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim
dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal
ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam
waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat.
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya
serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut:
a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik
b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-
macam rute
g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya
obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan
efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau
sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep.

1
Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:
a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.
Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung,
telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur,
saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada
keringat badan atau larut dalam cairan badan

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jalur pemberian obat?
2. Apa keuntungan dan kerugian dari tiap jalur pemberian obat?
3. Bagaimana optimalisasi tepat pemberian obat?
4. Apa saja bentuk sediaan berdasarkan jalur pemberian obat?
5. Bagaimana sains dan teknologi kesehatan dalam pandangan islam?
6. Dalil tentang obat segala macam penyakit
7. Bagaimana hukum jalur tiap pemberian obat menurut islam?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jalur Pemberian Obat


Jalur pemberian obat turut menetukan kecepatan dan kelengkapan resorpsi obat.
Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemik (di seluruh tubuh)
atau efek local (setempat) keadaan pasien dan sifat-sifat fisiko-kimiawi obat,
dapat dipilih dari banyak cara untuk memberikan obat.
1. Efek Sistemik
a. Oral
Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling
lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Namun tidak semua obat
dapat diberikan peroral, misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin,
aminofilin) atau yang diuraikan oleh getah lambung, seperti
benzilpenisilin, insulin, oksitosin dan hormone steroida.
Sering kali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur dan
tidak lengkap meskipun formulasinya optimal, misalnya senyawa
ammonium kwartener (thiazianium, tetrasiklin, kloksasilin dan digoksin)
(maksimal 80%). Keberatan lain adalah obat segtelah direpsorbsi harus
melalui hati, dimana dapat terjadi inaktivasi sebelum diedarkan ke lokasi
kerjanya.
Untuk mencapai efek local di usus dilakukan pemberian oral, misalnya
obat cacing atau antibiotika untuk mensterilkan lambung-usus pada
infeksi atau sebelum pembedahan (streptomisin, kanamisin, neomisin,
beberapa sulfonamida). Obat-obat ini justru tidak boleh diserap.
b. Sublingual
Obat setelah dikunyah halus (bila perlu) diletakkan di bawah lidah
(sublingual), tempat berlangsungnya rebsorpsi oleh selaput lender
setmpat ke dalam vena lidah yang banyak di lokasi ini. Keuntungan cara
ini ialah obat langsung masuk ke peredaran darah besar tanpa melalui
hati. Oleh karena itu, cara ini digunakan bila efek yang pesat dan lengkap
diinginkan, misalnya pada serangan angina (suatu penyakit jantung),

3
asma atau migrain (nitrogliserin, isoprenalin, ergotamin juga
metiltesteron). Kebertannya adalah kurang praktis untuk digunakan
terus-menerus dan dapat merangsang mukosa mulut. Hanya obat yang
bersifat lipofil saja yang dapat diberikan dengan cara ini.
c. Injeksi
Pemberian obat secara parenteral (berarti “di luar usus”) biasanya dipilih
bila diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang
merangsang atau dirusak oleh getah lambung (hormon), atau tidak
diresorpsi usus (streptomisin). Begitu pula pasien yang tidak sadar atau
tidak mau kerja sama. Keberatannya adalah cara ini lebih mahal dan
nyeri serta sukar digunakan oleh pasien sendiri. selain itu ada pula
bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak
pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.
- Subkutan (hipodermal)
Injeksi dibawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat
yang tidak merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak.
Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena.
Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin pada pasien penyakit
gula.
- Intrakutan
Absorpsi sangat lambat, mislanya injeksi tuberculin dari
Mantoux.
- Intramuscular
Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja
dalam waktu 10-30 menit. Guna memperlambat resorpsi dengan
maksud memperpanjang kerja obat, sering kali digunakan larutan
atau suspensi dalam minyak, misalnya suspensi penisilin dan
hormone kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot
bokong yang tidak memiliki banyak pembuluh dan saraf.
- Intravena
Injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan menghasilkan
efek tercepat: dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran

4
darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi lama kerja
obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunkan untuk mencapai
pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat
cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut air atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butir darah.
Bahaya injeksi i.v. adalah dapat mengakibatkan terganggunya
zat-zat kolida darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini
‘benda asing’ langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi , misalnya
tekanan darah mendadak turun dan timbul shock. Bahaya ini
lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar
obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena
itu setiap injeksi i.v. sebaiknya dilakukan dengan amat perlahan,
antara 50 dan 70 detik lamanya.
Infus tetes intravena dengan obat sering kali dilakukan di
rumah sakit pada keadaan darurat atau dengan obat yang cepat
metabolisme dan ekskresinya guna mencapai kadar plasma yang
tetap tinggi.
- Intra-arteri
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk
“membanjiri” suatu organ, misalnya hati, dengan obat yang
sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada jaringan, misalnya obat
kanker nitrogenmustard.
- Intralumbal
Intralumbal (antara ruas tulang belakang), intraperitoneal (ke
dalam ruang selaput perut), intrapleural (selaput paru-paru),
intracardial (jantung) ddan anti-artikuler (ke celah-celah sendi)
adalah beberapa cara injeksi lainnya untuk memasukkan obat
langsung ke tempat yang diinginkan.
- Implantasi subkutan
Implantasi subkutan adalah memasukkan obat yang berbentuk
pellet steril (tablet silindris kecil) ke bawah kulit dengan
menggunkan suatu alat khusus (trocar). Obat ini terutama

5
digunakan untuk efek sistemis lama, misalnya hormon kelamin
(estradiol dan testosteran. Akibat resorpsi yangh lambat, satu
pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-5
bulan lamanya. Bahkan dewasa ini tersedia implantasi obat
antihamil dengan lama kerja 3 tahun (Implanon, Norplant).
- Rektal
Rektal adalah pemberian obat melalui rectum (dubur) yang
layak untuk obat yang merangsang atau yang diuraikan oleh asam
lambung, biasanya dalam bentuk suppositoria, kadang-kadang
sebagai cairan (klisma: 2-10 mL, lavemen: 10-500 mL). Obat ini
terutama digunakan pada pasien yang mual atau muntah-muntah
(mabuk jalan atau migrain) atau yang terlampau sakit untuk
menelan tablet. Adakalanya juga untuk efek lokal yang cepat,
misalnya laksans (suppose, bisakodil/gliserin) dan klisma
(prednisone atau neomisin).
Sebagai bahan dasar (basis) suppositoria digunakan lemak
yang meleleh pada suhu tubuh (k.l. 36,80C), yakni oleum cacao
dan gliserida sintetis (Estarin, Wittepsol). Demikian pula zat-zat
hidrofil yang melarut dalam getah rectum, misalnya tetrasiklin,
kloramfenikol dan sulfonamida (hanya 20%). Karena ini
sebaiknya diberikan dosis oral dan digunakan pada rectum kosong
(tanpa tinja). Akan tetapi, setelah obat diresopsi, efek sistemiknya
lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan pemberian per oral,
berhubung vena-vena bawah dan tengah dari rectum tidak
tersambung pada system porta dan obat tidak melalui hati pada
peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakan
First Pass Effect. Pengecualian adalah bila obat diserap di bagian
atas rectum dan oleh vena porta dan kemudian ke hati. Misalnya
thiazianium.
Dengan demikian, penyebaran obat di dalam rectum yang
tergantung dari basis suppositoria yang digunakan, dapat
menentukan rutenya ke sirkulasi darah besar. Suppositoria dan

6
salep juga sering digunakan untuk efek local pada gangguan
poros usus misalnya wasir. Keberatannya ialah dapat
menimbulkan peradangan bila digunakan terus-menerus.
2. Efek Lokal
a. Intranasal
Mukosa lambung-usus dan rectum, juga selaput lendir lainnya dalam
tubuh, dapat menyerap obat dengan baik dan menghasilkan terutama efek
setempat. Secara intranasal (melalui hidung) digunakan tetes hidung pada
selesma untuk menciutkan mukosa yang bengkak (efedrin,
ksilometazolin). Kadang-kadang obat juga untuk memberikan efek
sistemis, misalnya vasopressin dan kortikosteroida (heklometason,
flunisolida).
b. Intra-okuler dan Intra-aurikuler (dalam mata dan telinga)
Obat berbentuk tetes atau salep digunakan untuk mengobati penyakit
mata atau telinga. Pada penggunaan beberapa jenis obat tetes harus
waspada, karena obat dapat diresorpsi ke darah dan menimbulkan efek
toksik, misalnya atropin.
c. Inhalasi (Intrapulmonal)
Gas, zat terbang, atau larutan sering kali diberikan sebagai inhalasi
(aerosol), yaitu obat yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alat
aerosol. Semprotan obat dihirup dengan udara dan resorpsi terjadi
melalui mukosa mulut, tenggorokan dan saluran napas. Tanpa melalui
hati, obat dapat dengan cepat memasuki predaran darah dan
menghasilkan efeknya. Yang digunakan secara inhalasi adalah anestetika
umum (eter, halotan) dan obat-obat asam (adrenalin, isoprenalin,
budenosida dan klometason) dengan maksud mencapai kadar setempat
yang tinggi dan memberikan efek terhadap brochia. Untuk maksud ini,
selain larutan obat, juga dapat digunakan zat padatnya (turbuhaler) dalam
keadaan sangat halus (microfine: 1-5 mikron), misalnya
natriumkromoglikat, beklometason dan budesonida.
d. Intravaginal

7
Untuk mengobati gangguan vagina secara local tersedia salep, tablet atau
sejenis suppositoria vaginal (ovula) yang harus dimasukkan ke dalam
vagina dan melarut di situ. Contohnya adalah metronidazol pada vaginitis
(radang vagina) akibat parasit trichomonas dan candida. Obat dapat pula
digunakan sebagai cairan bilasan. Penggunaan lain adalah untuk
mencegah kehamilan, di mana zat spermicide (dengan daya mematikan
sel-sel mani) dimasukkan dalam bentuk tablet busa, krem atau foam.
e. Kulit (topical)
Pada penyakit kulit, obat yang digunakam berupa salep, krim, atau lotion
(kocokan). Kulit yang sehat dan utuh sukar sekali ditembus obat, tetapi
resorpsi berlangsung lebih mudah bila ada kerusakan. Efek sistemis yang
menyusul kadang-kadang berbahaya, seperti degan dengan kortikosterida
(kortison, betametason, dll), terutama bila digunakan dengan cara
occlusi.

B. Keuntungan dan Kerugian Jalur Pemberian Obat


Secara umum, keuntungan dan kerugian dalam jalur pemberian obat adalah
1. Oral
 Keuntungan
- Sangat menyenangkan
- Biasanya harganya terjangkau
- Aman, tidak merusak pertahanan kulit
- Pemberian biasanya tidak menyebabkan stress
 Kerugian
- Sulit bagi yang enggan menelan obat
- Rasa cenderung pahit
- Proses cenderung lama
2. Sublingual
 Keuntungan
- Proses absorpsi cepat, langsung pada vena mukosa
- Bentuk kecil tidak ribet diletakkan pada bawah lidah atau pipi
 Kerugian

8
- Pemakaian bisanya hanya untuk seseorang yang pingsan
- Dapat merangsang mukosa mulut
3. Rectal
 Keuntungan
- Terhindar dari rasa pahit
- Absorpsi cepat karena langsung memasuki vena mukosa
- Cepat melebur pada suhu tubuh
 Kerugian
- Pemakaian kurang menyenangkan
- Sediaan mudah tengik dan harus di jaga kesterilannya dari
mikroorganisme.

4. Topical
 Keuntungan
- Memberikan efek local
- Efek samping sedikit
 Kerugian
- Mungkin kotor dan dapat mengotori pakaian
- Cepat memasuki tubuh melalui abrasi dan efek sistematik
5. IM
 Keuntungan
- Nyeri akibat iritasi kurang
- Dapat diberikan dalam jumlah yang besar dari pemberian SC
- Obat diabsorpsi dengan cepat
 Kerugian
- Merusak barier kulit
- Dapat menyebabkan kecemasan
6. Sub Cutan
 Keuntungan
- Kerja obat lebih cepat dari pemberian oral
 Kerugian
- Harus menggunakan teknik steril karena merusak barier kulit

9
- Diberikan hanya dalam jumlah kecil
- Lebih lambat dari pemberian intaramuscular
- Lebih mahal dari obat oral, beberapa obat dapat mengiritasi
jaringan kulit dan menyebabkan nyeri
- Dapat menimbulkan kecemasan
7. Intar Dermal
 Keuntungan
- Absorpsi lambat
- Digunakan untuk melihat reaksi alergi

 Kerugian
- Jumlah obat yang digunakan harus kecil
- Merusak barier kulit
8. IV
 Keuntungan
- Efek kerja cepat
 Kerugian
- Terbatas pada obat dengan daya larut tinggi
- Distribusi obat mungkin dihambat oleh sirkulasi darah yang
menurun
9. Inhalasi
 Keuntungan
- Pemberian obat melalui saluran pernapasan
- Obat dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar
 Kerugian
- Obat dimaksudkan pada efek setempat
- Menghasilkan efek sistemik
- Hanya digunakan untuk saluran pernapasan

C. Tepat Pemberian Obat

10
Farmasis mempunyai tanggungjawab yang besar berkaitan dengan pemberian
obat. Antara lain harus mengecek mulai dari perintah melalui (telepon, resep,
catatan medik), frekuensi pemberian (jika perlu, 1 kali perhari atau 4 kali
perhari), indikasi, dosis dan jalur pemberian. Setelah pengecekan, paramedic
harus memastikan bahwa pemberian obat yang diberikan mengikuti 6 benar atau
tapat, yaitu tepat pasien, obat, waktu, dosis jalur pemberian dan tepat
dokumentasi.
1. Tepat Pasien
Pemberian obat yang tidak tepat pasien dapat terjadi seperti pada saat
ordernya lewat telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus penyakit sama,
suasana pasien sedang kusut atau adanya pindahan pasien dari ruang satu ke
ruang lainnya.
2. Tepat obat
Untuk menjamin obat yang diberikan benar, label atau etiket harus dibaca
dengan teliti setiap akan memberikan obat. Label atau etiket yang perlu
diteliti antara lain nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara pemberiaan serta
Experied date. Kesalahan pemberian obat sering terjadi jika perawat
memberikan obat yang disiapkan oleh perawat lain atau pemberian obat
melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas. Harus diusahakan
menyiapkan sendiri obat yang akan diberikan.
3. Tepat Waktu
Pemberian obat berulang, lebih berpotensi menimbulkan pemberian obat
yang tidak tepat waktu. Banyak obat yang pemberiannya menuntut harus
tepat waktu. Misalnya pada kasus gawat darurat henti jantung, efinefrin
diberikan setiap 3-5 menit, jika tidak dipatuhi akan menghasilkan kadar obat
yang tidak sesuai. Kekurangan atau kelebihan keduanya sangat berbahaya.
Termasuk tepat waktu juga mencakup tepat kecepatan pemberian obat
melalui injeksi (bolus atau lambat) atau pemberian melalui infus. Banyak
obat yang menuntut harus tepat waktu pemberian obat terlalu cepat atau
lambat dapat berakibat serius. Contoh dopamin harus diberikan antara 2-10
g/kg/menit, atropin harus diberikan melalui injeksi IV bolus (cepat).
Pemberian dopamin secara bolus dapat menimbulkan kematian, sedangkan

11
pemberian atropin secara lambat akan memperparah brandikardi
(perlambatan denyut jantung) yang paradoksial. Adenosin yang mempunyai
waktu paruh (t1/2) sangat pendek harus diberikan dengan cepat supaya efektif.
4. Tepat dosis
Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul efek
yang berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada pasien anak-anak, lansia
atau pada orang obesitas. Perhitungan dosis secara cermat harus dilakukan
juga pada obat yang diberikan melalui infus, termasuk perhitungan
kecepatan tetesan setiap menitnya.
5. Tepat rute
Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk kedalam tubuh. Jalur
pemberian yang salah dapat berakibat fatal atau minimal obat yang diberikan
tidak efektif. Sebagai contoh epinefrin diberikan secara subkutan pada pasien
asma karena diabsorbsi secara lambat dan dapat berefek kira-kira 20 menit.
Jika diberikan secara injeksi IM akan menyebabkan nekrosis jaringan karena
terjadi vasokonstriksi berlebihan selain pasien juga tidak akan mendapatkan
manfaat dari cara pemberian ini. Ketika diminta memberikan efinefrin secara
subkutan dan diberikan secara injeksi IV dapat menimbulkan efek
detrimental pada pasien dewasa karena peningkatan kebutuhan oksigen di
jantung. Sebaliknya pemberian obat secara subkutan untuk pengurangan rasa
sakit yang seharusnya diberikan secara injeksi IV akan menyebabkan
perlambatan efek atau obat kurang efektif.
6. Tepat Dokumentasi
Aspek dokumentasi sangat penting dalam pemberian obat karena sebagai
sarana untuk evaluasi. Menurut beberapa ahli, dokumentasi merupakan
bagian dari pemberian obat yang rasional. Pemberian obat yang harus
didokumentasikan meliputi nama obat, dosis, jalur pemberian, tempat
pemberian, alasan pemberian obat, dan tandatangan yang memberikan.

D. Bentuk Sediaan Berdasarkan Jalur Pemberian


1. PULVIS dan PULVERES (Serbuk)

12
Bahan atau campuran obat yang homogen dengan atau tanpa bahan
tambahan berbentuk serbuk dan relatif satbil serta kering. Serbuk
dapat digunakan untuk obat luar dan obat dalam. Serbuk untuk obat
dalam disebut pulveres (serbuk yang terbagi berupa bungkus-bungkus
kecil dalam kertas dengan berat umumnya 300mg sampai 500mg
dengan vehiculum umumya Saccharum lactis.) dan untuk obat luar
disebut Pulvis adspersorius (Serbuk tabur). Sifat Pulvis untuk obat
dalam:
 Cocok untuk obat yang tidak stabil dalam bentuk cairan
 Absorbsi obat lebih cepat dibanding dalam bentuk tablet
 Tidak cocok untuk obat yang mempunyai rasa tidak
menyenangkan, dirusak dilambung, iritatif, dan mempunyai dosis
terapi yang rendah.
Sifat Pulvis adspersorius :
 Selain bahan obat, mengandung juga bahan profilaksi atau
pelican
 Untuk luka terbuka sediaan harus steril
 Sebagai pelumas harus bebas dari organisme pathogen
 Bila menggunakan talk hams steril, karena bahan-bahan tersebut
sering terkontaminasi spora dan kuman tetanus serta kuman
penyebab gangren.

Cara mengenal kerusakan :


Secara mikroskopik kerusakan dapat dilihat dari timbulnya bau yang
tidak enak, perubahan warna, benyek atau mnggumpal.
Cara peyimpanan :
Disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk, dan
terlindung dari sinar matahari.
Contoh : Salicyl bedak (Pulv. Adspersorius); Oralit (Pulvis untuk obat
dalam ) dalam kemasan sachet\
2. TABLET

13
Tablet adalah sediaan padat yang kompak, yang dibuat secara kempa
cetak, berbentuk pipih dengan kedua permukaan rata atau cembung, dan
mengandung satu atau beberapa bahan obat, dengan atau tanpa zat
tambahan. ( Berat tablet normal antara 300 — 600 mg ). Sifat :
1) Cukup stabil dalam transportasi dan penyimpanan.
2) Tidak tepat untuk : - obat yang dapat dirusak oleh asam lambung
dan enzim pencernaan - obat yang bersifat iritatif.
3) Formulasi dan pabrikasi sediaan obat dapat mempengaruhi
bioavailabilitas bahan aktif.
4) Dengan teknik khusus dalam bentuk sediaan multiplayer obat-obat
yang dapat berinteraksi secara fisik/khemis, interaksinya dapat
dihindari
5) Tablet yang berbentuk silindris dalam perdagangan disebut Kaplet
Cara mengenal kerusakan :
Secara makroskopik kerusakan dapat dilihat dari adanya perubahan
warna, berbau, tidak kompak lagi sehingga tablet pecah/retak, timbul
kristal atau benyek.
Penyimpanan :
Disimpan dalam wadah tertutup, balk ditempat yang sejuk dan
terlindung dari sinar matahari.
Contoh :
- Sediaan paten : Tab. Bactrim, Tab. Pehadoxin
- Sediaan generik : Tablet parasetamol, Tablet amoksisilin
3. KAPSUL
Sediaan obat yang bahan aktifnya dapat berbentuk padat atau setengah
padat dengan atau tanpa bahan tambahan dan terbungkus cangkang
yang umumnya terbuat dari gelatin. Cangkang dapat larut dan
dipisahkan dari isinya.
1) Kapsul Lunak ( Soft Capsule ): berisi bahan obat berupa
minyak/larutan obat dalam minyak.
2) Kapsul keras ( Hard Capsule ): berisi bahan obat yang kering
Cara mengenal kerusakan :

14
Secara makroskopik kerusakan dapat dilihat dari adanya
perubahan warna, berbau, tidak kompak lagi sehingga tablet
pecah/retak, timbul kristal atau benyek.
Penyimpanan :
Disimpan dalam wadah tertutup, baik ditempat yang sejuk dan
terlindung dari sinar matahari.
a) Kapsul Lunak ( Soft Capsule ): Berisi bahan obat berupa
minyak/ larutan obat dalam minyak.
Sifat :
 Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi
 Dapat menutupi bau dan rasa yang tidak menyenangkan
 Absorbsi obat lebih baik daripada kapsul keras karena bentuk
ini setelah cangkangnya larut obat langsung dapat diabsorbsi
 Sediaan ini tidak dapat diberikan dalam bentuk sediaan
pulveres
Contoh : Natur E
b) Kapsul keras ( Hard Capsule ) : berisi bahan obat yang kering.
Sifat
 Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi
 Dapat menutupi bau dan rasa yang tidak menyenangkan
 Tepat untuk obat yang mudah teroksidasi, bersifat higroskopik,
dan mempu- punyai rasa dan bau yang tidak menyenangkan.
 Kapsul lebih mudah ditelan dibandingkan bentuk tablet.
 Setelah cangkang larut dilambung, bahan aktif terbebas serta
terlarut maka proses absorbsi baru terjadi ( di gastrointestinal ).
Contoh : Ponstan 250 mg

A. Bentuk Sedian Semi Padat


1. UNGUENTA (SALEP)
Sediaan 1/2 padat untuk digunakan sebagai obat luar, mudah dioleskan
pada kulit dan tanpa perlu pemanasan terlebih dahulu , dengan bahan obat
yang terkandung hares terbagi rata atau terdispersi homogen dalam

15
vehikulum.Umumnya memakai dasar salep Hidrokarbon ( vaselin
album dan vaselin flavum ), dan dasar salep Absorbsi (adeps lanae,
dan lanolin ). Sifat :
 Daya penetrasi paling kuat bila dibandingkan dengan bentuk
sediaan padat lainnya.
 Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi
 Obat kontak dengan kulit cukup lama sehingga cocok untuk
dermatosis yang kering dan kronik serta cocok untuk jems kulit
yang bersisik dan berambut.
 Tidak boleh digunakan untuk lesi seluruh tubuh. Contoh :
Tolmicen 10 ml, Polik oint 5 g
2. JELLY (GEL )
Sediaan semi padat yang sedikit cair, kental dan lengket yang mencair
waktu kontak dengan kulit, mengering sebagai suatu lapisan tipis, tidak
berminyak. Pada umumnya menggunakan bahan dasar larut dalam air (
PEG, CMG, Tragakanta )
Sifat :
 Obat dapat kontak kulit cukup lama dan mudah kering
 Dapat berfungsi sebagai pendingin dan pembawa obat
 Bahan dasar mempunyai efek pelumas tidak berlemak sehingga
cocok untuk dermatosa kronik
 Biasanya untuk efek lokal, pemakaian yang terlalu banyak dapat
memberikan efek sistemik.
Contoh : Bioplasenton Jelly 15 mg, Voltaren Emulgel 100 g
3. CREAM
Sediaan semi padat yang banyak mengandung air, sehingga memberikan
perasaan sejuk bila dioleskan pada kulit, sebagai vehikulum dapat berupa
emulsi 0/W atau emulsi W/O.
Sifat :
 Absorbsi obat cukup baik dan mudah dibersihkan dari kulit
 Kurang stabil dalam penyimpanan karena banyak mengandung
air dan mudah timbul jamur bila sediaan dibuka segelnya.

16
 Dapat berfungsi sebagai pelarut dan pendingin
 Sediaan ini cocok untuk dermatosa akut.
Contoh : Chloramfecort 10 g, Hydrokortison 5g, Scabicid 1 Og
4. PASTA
Masa lembek dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentu
serbuk dalam jumlah besar ( 40 — 60% ), dengan vaselin atau paraffin
cair atau bahan dasar tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol,
mucilage, sabun.
Sifat :
 Obat dapat kontak lama dengan kulit
 Sediaan ini cocok untuk dermatosa yang agak basah ( Sub akut
atau kronik )
 Dapat berfungsi sebagai pengering, pembersih, dan
pembawaUntuk lesi akut dapat meninggalkan kerak vesikula
Contoh : Pasta Lassari

B. Bentuk Sedian Cair


1. SOLUTIO
Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut.
Solute : Zat yang terlarut.
Solven : Cairan pelarut umumnya adalah air. Sifat :
 Obat homogen dan absobsi obat cepat
 Untuk obat luar mudah pemakaiannya dan cocok untuk penderita
yang sukar menelan, anak-anak dan manula
 Volume pemberian besar
 Tidak dapat diberikan untuk obat-obat yang tidak stabil dalam
bentuk larutan.
 Bagi obat yang rasanya pahit dan baunya tidak enak dapat
ditambah pemanis dan perasa.
Contoh : Enkasari 120 ml solution, Betadin gargle
2. SIRUP
Penggunaan istilah Sirup digunakan untuk :

17
 Bentuk sediaan Cair yang mengandung Saccharosa atau gula (
64-66% ).
 Larutan Sukrosa hampir jenuh dengan air.
 Sediaan cair yang dibuat dengan pengental dan pemanis,
termasuk suspensi oral.
Sifat :
 Homogen
 Lebih kental dan lebih manis dibandingkan dengan Solutio.
 Cocok untuk anak-anak maupun Dewasa.
Sirup Kering :
Suatu sediaan padat yang berupa serbuk atau granula yang terdiri dari
bahan obat, pemanis, perasa, stabilisator dan bahan lainnya, kecuali
pelarut. Apabiola akan digunakan ditambah pelarut (air) dan akan
menjadi bentuk sediaan suspensi.
Sifat :
 Pada umumnya bahan obat adalah antimikroba atau bahan kimia
lain yang tidak larut dan tidak stabil dalam bentuk cairan dalam
penyimpanan lama.
 Memberikan rasa enak, sehingga cocok untuk bayi dan anak.
 Kecepatan absorbsi obat tergantung pada besar kecilnya ukuran
partikel
 Apabila sudah ditambahkan aquadest, hanya bertahan + 7 hari
pada suhu kamar, sedang pada almari pendingin + 14 hari.
Contoh Sirup kering :
Cefspan sirup (untuk dibuat Suspensi ) Amcillin DS sirup (untuk dibuat
Suspensi )
Contoh sirup : Biogesic sirup, Dumin sirup
3. SUSPENSI
Sediaan cair yang mengandung bahan padat dalam bentuk halus yang
tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan/vehiculum, umumnya
mengandung stabilisator untuk menjamin stabilitasnya, penggunaannya
dikocok dulu sebelum dipakai.

18
Sifat :
 Cocok untuk penderita yang sukar menelan, anak-anak dan
manula
 Bisa ditambah pemanis dan perasa sehingga rasanya lebih enak
dari Solutio
 Volume pemberiannya besar
 Kecepatan absorbsi obat tergantung pada besar kecilnya ukuran
partikel yang terdispersi
Contoh : Sanmag suspensi, Bactricid suspense

4. ELIXIR
Larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven, untuk
mengurangi jumlah etanol bisa ditambah kosolven lain seperti
gliserin dan propilenglikol, tetapi etanol harus ada untuk dapat
dinyatakan sebagai elixir. Kadar alcohol antara 3-75%, biasanya
sekitar 315%, keggunaan alcohol selain sebagai pelarut, juga sebagai
pengawet atau korigen saporis.
Sifat :
 Cocok untuk penderita yang sukar menelan. Karena mengandung
Alkohol, hati-hati untuk penderita yang tidak tahan terhadap
 Alkohol atau menderita penyekit tertentu
 Elixir kurang manis dan kurang kental dibandingkan bentuk
sediaan sirup.
Contoh : Batugin 300 ml, Mucopect 60 ml ( Paediatri )
5. TINGTURA
Larutan mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan
tumbuhan atau senyawa kimia. Secara tradisional tingtura tumbuhan
berkhasiat obat mengandung 10% bahan tumbuhan, sebagian besar
tingtura tumbuhan lain mengandung 20%bahan tumbuhan. Sifat :
 Homogen dan bahan obat lebih stabil
 Kadar alcohol yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme

19
 Karena Berisi beberapa komponen, dengan adanya cahaya
matahari dapat terjadi perubahan fotosintesis
Contoh : Halog 8 ml
6. GARGARISMA
Obat yang dikumur sampai tenggorokan, dan tidak boleh ditelan.
Contoh : Betadine 190 ml

7. GUTTAE
Sediaan cair yang pemakaiannya dengan cara meneteskan.
TETES ORAL :
Sifat: :
 Volume pemberian kecil sehingga cocok untuk bayi dan anak-
anak
 Pada umumnya ditambahkan pemanis, perasa, dan bahan lain
yang sesuai dengan bentuk sediaannya
 Bahan obatnya berkhasiat sebagai antimikroba, analgetika
antipiretika, vitamin, antitusif, dekongestan.
 Contoh : Multivitaplek 15 ml, Triamic 10 ml, Termagon
TETES MATA :
Sifat :
 Harus steril dan jernih
 Isotonis dan isohidris sehingga mempunyai aktivitas optimal
 Untuk pemakaian berganda perlu tambah pengawet
Contoh : Colme 8 ml, Catarlent 5 ml, Albucid
TETES TELINGA :
Sifat :
 Bahan pembawanya sebaiknya minyak lemak atau sejenisnya
yang mempunyai kekentalan yang cocok ( misal gliserol, minyak

20
nabati, propilen glikol ) sehingga dapat menempel pada hang
telinga.
 pH sebaiknya asam ( 5-6 )
Contoh : Otolin 10 ml, Otopain 8 ml
8. LOTION
Sediaan cair yang digunakan untuk pemakaian luar pada kulit
Sifat :
 Sebagai pelindung atau pengobatan tergantung komponennya.
 Sesudah dioleskan dikulit, segera kering dan meninggalkan
lapisan tipis komponen obat pada permukaan kulit
 Bahan pelarut (solven) berupa air, alcohol, glyserin atau bahan
pelarut lain yang cocok. Contoh : Tolmicen 10 ml.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat dismpulkan bahwa:
1. Jalur Pemberian obat dikelompokkan berdasarkan efeknya. Efek sistemis
meliptuti; oral, sublingual, injeksi, implantasi dan rectal. Sedangkan efek
local meliputi; intranasal, inhalasi, intravaginal dan topical.
2. Setiap jalur pemberian memiliki keuntungan dan kerugian
3. Enam tepat pemberian obat meliputi; tepat pasien, obat, waktu, dosis, rute dan
dokumentasi
4. Setiap jalur pemberiann obat memiliki bentuk-bentuk sediaan tertentu yang
mendukung jalur pemberian tersebut.
5. Macam-macam bentuk sediaan padat yakni pulvis dan pulveres (serbuk);
tablet; dan kapsul.
6. Macam-macam bentuk sediaan semi padat yakni unguenta (salep); jelly
(gel ); cream; dan pasta.
7. Macam-macam bentuk sediaan cair yakni solution; sirup; suspensi; elixir;
tingtura; gargarisma; guttae; dan lotion.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moeh. Ilmu Meracik Obat. UGM Press: Yogyakarta. 2010.


Handayani, Gemy Nastity. Farmakologi. Cakrawala Publishing; Yogyakarta.
2009.
Katzug,B.G. Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed, PP. 2003
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri II. UIP: Jakarta. 2008.
Lachman. Teori dan Praktik Farmasi Industri III. UIP: Jakarta. 2008.
Priyanto. Farmakologi Dasar. Leskonfi:Yogyakarta. 2008.
Tjay, Tan Hoan, dkk. Obat-obat Penting. PT. Alex Media Komputindo; Jakarta.
2006.
Murini, Tri. 2013. Bentuk Sediaan Obat (BSO) Dalam Preskripsi. UGM-Press.
Yogyakrta

22

Anda mungkin juga menyukai